Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Penegakan Hukum

A.1 Pengertian Penegakan Hukum

Masyarakat membentuk hukum dengan harapan hukum

nantinya akan dapat menciptakan keamanan, menjamin hak-hak

hidup masyarakat, serta menjaga ketertiban dalam bermasyarakat.

Untuk mencapat tujuan-tujuan dari hukum tersebut, diperlukan

proses yang melibatkan banyak hal di dalamnya. Proses itulah yang

kemudian diberi istilah lain yaitu penegakan hukum.7

Banyak hal yang dimaksud di sini ialah keterlibatan

masyarakat untuk membantu proses penegakan hukum, kerjasama

antara masyarakat dengan para penegak hukum, bagaimana budaya

hukum yang berkembang di suatu wilayah, dan lain sebagainya.

Adapaun pengertian lainnya dari penegakan hukum ialah

penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan

peraturan hukum yang merupakan hasil pemikiran dari para

pembuat undang-undang. Penegakan hukum pun akan ditentukan

dari bagaimana perumusan pemikiran para pembuat hukum yang

telah dituangkan dalam peraturan hukum.8

Maka dari itu, penegakan hukum dapat pula dikatakan

sebagai ide-ide para pembuat undang-undang yang diusahakan dan

7
Shant Dellyana .1988. Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta. Liberty. Hlm. 32
8
Satjipto Raharjo. 2009. Penegakan Hukum Sebagai Tinjauan Sosiologis. Yogyakarta. Genta
Publishing. Hlm. 25

15
dilaksanakan oleh banyak pihak agar tercapai cita-cita luhur

bangsa.

Hukum wajib dilaksanakan oleh setiap orang karena

sifatnya mengikat. Pelaksanaan hukum bisa terlaksana dengan

damai. Namun tidak selamanya pelaksanaan hukum bisa berjalan

lancar karena terdapat banyak perbedaan sifat dan sikap dalam

individu yang dapat menyebabkan pelanggaran hukum terjadi.

Dalam hal telah terjadinya pelanggaran hukum inilah penegakan

hukum terutama diperlukan.

Penegakan hukum bisa ditinjau dari sisi subjektif maupun

objektifnya. Jika ditinjau dari sisi subjektif dalam arti luas,

penegakan hukum adalah proses untuk mencapai ide maupun cita-

cita hukum dan proses tersebut melibatkan semua subjek hukum

yaitu manusia dan badan hukum. Sedangkan sisi subjektif dalam

arti sempit ialah penegakan hukum adalah upaya yang dilakukan

para penegak hukum untuk menciptakan situasi dan kondisi yang

aman, kondusif, tertib, sesuai dengan cita-cita hukum.

Penegakan hukum juga bisa ditinjau dari sisi objektif. Jika

ditinjau dari sisi objektif secara luas, di dalam penegakan hukum

terdapat nilai-nilai keadilan yang hendak dicapai bagi seluruh

lapisan masyarakat. Sedangkan sisi objektif secara sempit

menjelaskan bahwa penegakan hukum merupaka penegakan

peraturan tertulis yang dilakukan secara formal dan sesuai dengan

prosedur di dalamnya.

16
Penegakan hukum adalah proses untuk melaksanakan

hukum sebagaimana mestinya, mengadakan pengawasan terhadap

pelaksanaannya tersebut agar tidak terjadi pelanggaran, dan upaya

penegakan kembali hukum yang telah dilanggar. Penegakan hukum

dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan berikut :

1. Teguran (percobaan)

2. Pembebanan kewajiban (ganti kerugian, denda)

3. Pencabutan hak-hak tertentu (penyisihan, pengucilan)

4. Pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati)9

A.2 Teori Penegakan Hukum

Efektif atau tidaknya penegakan hukum ditentukan

berdasarkan 5 (lima) faktor, antara lain10 :

1. Faktor hukum

Hukum sebenarnya bersifat asbtrak dan sulit

didefinisikan dengan pasti. Karena pendapat setiap

individu mengenai hukum sangatlah beragam. Hukum

dapat didefinisikan menurut salah satu dari 5 (lima)

kemungkinan di bawah ini :

a. Sesuai sifatnya yang mendasar, logis, relijius,

atau etis

b. Menurut sumbernya, yaitu Undang-Undang

c. Menurut dampaknya di masyarakat

9
Abdulkadir Muhammad. 2006. Etika Profesi Hukum. Bandung. PT.Citra Aditya Bakti. Hlm. 115
10
Soerjono Soekanto. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta. PT.
Raja Grafindo Persada. Hlm. 8

17
d. Menurut metode pernyataan formalnya atau

pelaksanaan otoritasnya

e. Menurut tujuan yang hendak dicapai11

Agar lebih mudah dimengerti oleh masyarakat,

maka hukum diklasifikasikan dalam beberapa variasi,

antara lain :

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan

b. Hukum sebagai disiplin

c. Hukum sebagai norma atau kaidah

d. Hukum sebagai tata hukum

e. Hukum sebagai petugas ataupun pejabat

f. Hukum sebagai keputusan pejabat atau

penguasa

g. Hukum sebagai proses pemerintahan

h. Hukum sebagai perilaku teratur dan unik

i. Hukum sebagai jalinan nilai

j. Hukum sebagai seni12

Pengertian hukum memang berbeda-beda dan tidak

ada yang sama persis antara pengertian satu dengan

lainnya. Namun yang pasti dari hukum adalah bahwa

hukum memiliki keterkaitan dengan masyarakat, karena

hukum memang berasal dari ide-ide dan pemikiran

11
Riduan Syahrani. 2009. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hlm.18
12
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim. 2007. Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar. Hlm. 39

18
masyarakat, serta ditujukan untuk kehidupan

bermasyarakat yang lebih baik

Cita-cita dalam hukum tidak akan didapatkan

dengan maksimal jika pelanggaran hukum yang

berlangsung di tengah masyarakat tidak diimbangi

dengan penegakan hukum yang menjamin kepastian

hukum tersebut. Jika tidak ada penegakan hukum, maka

hukum lama kelamaan akan kehilangan kekuatannya

dalam mengendalikan serta menjadi acuan kehidupan

bermasyarakat. Jika tidak ada penegakan hukum,

masyarakat akan cenderung meremehkan hukum yang

ada dan pelanggaran hukum akan terus terjadi.

2. Faktor penegak hukumnya.

Penegakan hukum tidak lepas dari peranan

lembaga-lembaga penegak hukum yang ada di

Indonesia. Lembaga penegak hukum ini bertugas untuk

menjamin keadilan serta kepastian hukum yang berlaku

di Indonesia sehingga hukum tersebut tidak bersifat

tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Juga untuk

menjamin bahwa hukum tetaplah memberi manfaat

kepada masyarakat. Lembaga penegak hukum tidak

boleh subjektif dalam menegakkan keadilan dan harus

memandang sama semua orang di mata hukum, tidak

19
boleh ada perbedaan di dalam proses penegakan hukum

yang berlangsung.

Lembaga penegak hukum berisi orang-orang

terpilih yang kelak akan menjadi panutan dalam

masyarakat, dan memiliki kemampuan-kemampuan

tertentu yang berguna bagi terciptanya cita-cita hukum.

Penegak hukum dalam prakteknya juga akan

mengalami kendala-kendala dalam menjalankan proses

penegakan hukum, seperti kurangnya dana untuk

menyelesaikan suatu masalah hukum, belum ada

kemampuan untuk sepenuhnya menciptakan hukum

yang adil dan objektif, berkembangnya kejahatan yang

cukup pesat, dan kurangnya koordinasi dengan

masyarakat dalam menyelesaikan masalah hukum yang

ada. Karena itulah penegak hukum harus didukung juga

dengan sarana prasarana yang baik.

3. Faktor sarana prasarana yang mendukung proses

penegakan hukum.

Penegak hukum dapat berperan dengan maksimal

dan lancar jika didukung dengan adanya sarana atau

fasilitas yang baik. Sarana prasarana yang dapat

mendukung tegaknya hukum antara lain organisasi yang

mendukung kepentingan masyarakat dengan baik,

tenaga manusia yang cermat, cerdas, dan terampil

20
dalam membantu menyelesaikan suatu permasalahan

hukum, keuangan yang lancar, dan lain sebagainya.

Ada ide-ide yang harus diterapkan dalam

memaksimalkan peran sarana prasarana dalam proses

penegakan hukum. Ide-ide atau jalan pikiran tersebut

antara lain sebagai berikut13 :

1. Yang tidak ada, diadakan yang baru dan betul

2. Yang rusak atau salah, diperbaiki atau

dibetulkan

3. Yang kurang, ditambah

4. Yang macet, dilancarkan

5. Yang mundur atau merosot, maka dimajukan

atau ditingkatkan

Dengan mempertimbangkan ide-ide di atas, maka

sarana prasarana akan maksimal sebagai salah satu

faktor pendukung penegak hukum.

4. Faktor masyarakat dimana hukum tersebut berlaku

Masyarakat dapat dibedakan menjadi 2 (dua)

kelompok berdasarkan tingkat kedalamannya. Yang

pertama adalah masyarakat yang langsung dan spontan.

Kedua, adalah masyarakat yang terorganisir dan

direfleksikan.14 Masyarakat yang spontan memiliki

pemikiran yang lebih kreatif dalam menyelesaikan

13
Purbacaraka & Soerjono Soekanto. 1983. Menekuni Sosiologi Hukum Negara. Jakarta. Rajawali
Press. Hlm. 20
14
Alvin S. Johnson. 2004. Sosiologi Hukum. Jakarta. Rineka Cipta. Hlm. 194

21
suatu masalah dan pemikiran mereka tidak berbelit-

belit, sehingga tidak memakan waktu yang cukup lama

dalam mencari solusi untuk kemudian langsung

diterapkan. Sementara masyarakat yang terorganisir

memiliki pola pikir yang kaku, cenderung terlalu baku

dan tidak memiliki inovasi dalam mencari solusi, serta

terlalu banyak membuat rencana-rencana yang tidak

kesemuanya merupakan solusi yang baik bagi suatu

permasalahan. Masyarakat yang spontan lebih baik

dalam menyelesaikan suatu masalah yang mereka

alami.

Undang-undang yang merupakan hasil pemikiran

orang-orang tertentu, tidak akan memiliki pengaruh

apa-apa jika masyarakat dimana hukum itu ditegakkan

tidak memiliki kesadaran dan kepatuhan terhadap

hukum yang ada dan berlaku. Masyarakat yang tidak

memiliki kesadaran hukum tidak akan menyadari

pentingnya hukum, kemudian memandang hukum

hanya sebagai formalitas belaka. Tidak adanya

kesadaran hukum menyebabkan masyarakat tidak

memiliki keinginan untuk mematuhi hukum dan

cenderung mengabaikannya.

Karena itu kesadaran dan kepatuhan hukum itu

merupakan bagian penting yang harus ada di dalam

22
masyarakat, karena hal itu berpengaruh terhadap

penegakan hukum yang baik.15

5. Faktor kebudayaan

Budaya hukum berkaitan dengan faktor masyarakat

dalam penegakan hukum. Budaya hukum lebih

menekankan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang

berkaitan dengan hukum yang telah berakar dan

dilakukan berulang-ulang dalam suatu kelompok

masyarakat. Budaya hukum yang baik dapat dilihat dari

masyarakat yang terbiasa untuk mematuhi aturan

hukum dan menerapkan aturan hukum tersebut dalam

aspek kehidupan sehari-hari.

Karena besarnya aspirasi masyarakat terhadap

hukum inilah yang membuat penegakan hukum menjadi

mudah untuk dilaksanakan. Hukum tidak lagi sekedar

peraturan formalitas, tetapi juga menjadi bagian dari

keseharian masyarakat.

Budaya hukum berkaitan pula dengan sistem

hukum. Sistem hukum akan menghasilkan penetapan

hukum. Ada faktor-faktor yang mempengaruhi dampak

dari penetapan hukum ini, antara lain sanksi hukum

yang ada dan diterapkan, pengaruh sosial terutama dari

kaum elit, dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat serta

15
Ramly Hutabarat. 1985. Persamaan di Hadapan Hukum (Equality Before The Law) di
Indonesia. Jakarta. Ghalia Indonesia. Hlm. 78

23
dijadikan acuan perilaku. Ketiga hal ini kemudian

diolah sehingga menjadi permintaan maupun tuntutan

dari masyarakat terhadap sistem hukum. Inilah yang

disebut budaya hukum, yang merupakan cerminan dari

sistem hukum, yaitu sebuah permintaan maupun

tuntutan sebagai masukan dalam pembaharuan

hukum.16

Permintaan dan tuntutan dari masyarakat ini tidak

datang begitu saja, kecuali masyarakat sudah

mengetahui lebih dahulu seluk beluk hukum,

pentingnya hukum bagi kelangsungan kehidupan

mereka, nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam

hukum, dan bagaimana perkembangan hukum dari

tahun ke tahun. Masyarakat yang kritis terhadap hukum

di negaranya akan mengembangkan budaya hukum

yang baik.

Karena, budaya hukum mencakup sistem

pengetahuan hukum dan nilai-nilai hukum yang berasal

dari aspirasi masyarakat untuk menggerakkan terjadinya

perubahan atau pembaharuan hukum menjadi lebih

baik.17

16
Lawrence M. Friedman. 2001. Hukum Amerika : Sebuah Pengantar. Jakarta. Tatanusa. Hlm.8
17
M. Muhatrom. 2015. Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Kepatuhan Hukum dalam
Masyarakat. Jurnal Suhuf Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Vol. 27 No.2 bulan November. Hlm. 124-126

24
Di dalam penegakan hukum pidana terdapat tahap-tahap

yang akan dilalui, antara lain :

a. Tahap Formulasi

Tahap formulasi ini adalah tahap dimana peraturan

dirumuskan oleh para pembuat undang-undang dengan

merumuskan terlebih dahulu nilai-nilai yang sesuai

dengan keadaan masyarakat masa kini dan nantinya

akan dituangkan ke dalam peraturan tersebut. Tahap ini

juga disebut sebagai Tahap Kebijakan Legislatif.

b. Tahap Aplikasi

Tahap aplikasi adalah tahap dimana undang-undang

yang sebelumnya telah dirumuskan dan dibuat,

kemudian diterapkan dan ditegakkan oleh penegak

hukum mulai dari aparat Kepolisian hingga Pengadilan.

Penegak hukum pada tahap ini harus berpegang teguh

pada nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut

juga dengan Tahap Yudikatif.

c. Tahap Eksekusi

Tahap eksekusi adalah tahap dimana hukum pidana

dilaksanakan secara konkret oleh aparat pelaksana

pidana. Aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan

peraturan perundang-undangan pidana yang telah

ditetapkan dalam putusan pengadilan.18

18
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2005. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung.
Citra Aditya Bakti. Hlm. 173

25
A.3 Unsur-Unsur Penegakan Hukum

Dalam menegakkan hukum, ada unsur-unsur yang harus

terpenuhi, antara lain :

1. Kepastian Hukum (rechtssicherheit)

Salah satu makna penting bagi hukum ialah hukum

harus memiliki kepastian dalam penerapannya di

kehidupan. Karena jika hukum tidak memiliki

kepastian, maka hukum tidak lagi bisa menjadi

pedoman perilaku bagi kehidupan masyarakat. Inti dari

kepastian hukum ialah terciptanya keteraturan dalam

masyarakat yang dapat berupa ketertiban dalam

berperilaku, minimnya konflik antar individu dengan

individu atau individu dengan masyarakat, dan tingkat

kepatuhan masyarakat terhadap hukum yang semakin

tinggi.

Kepastian hukum memiliki syarat-syarat seperti

yang dikemukakan oleh Jan M. Otto, yang terdiri dari :

a. Kekuasaan Negara menerbitkan aturan-aturan

hukum yang jelas, tidak mengandung kata yang

multitafsir dan mudah dipahami seluruh lapisan

masyarakat, konsisten, serta mudah diperoleh

b. Instans-instansi pemerintahan tunduk dan taat

terhadap peraturan yang ada dan menerapkan

aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten

26
c. Aturan hukum yang ada adalah yang sesuai

dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat

sehingga sebagian besar masyarakat akan

menerima aturan tersebut dan menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari

d. Hakim-hakim yang menyelesaikan suatu perkara

adalah para hakim yang adil dan tidak memihak,

menerapkan aturan hukum secara konsisten,

sehingga nantinya akan menyelesaikan suatu

perkara hukum dengan baik pula

e. Pelaksanaan putusan pengadilan secara konkrit19

Kepastian hukum adalah hasil kerjasama antara

lembaga penegak hukum dengan masyarakat, antar

lembaga penegak hukum, serta antar masyarakat.

Lembaga penegak hukum sebagai pelaksana hukum

positif, sementara masyarakat sebagai pengawas

terhadap tercapainya kepastian hukum tersebut.

Pelaksanaan hukum sesuai dengan substansinya

juga merupakan deskripsi dari kepastian hukum.

Masyarakat pun dapat memastikan bahwa hukum

tersebut memang dijalankan sesuai dengan

substansinya. Kepastian hukum memiliki keterikatan

dengan instrumen hukum positif dan peranan negara

19
Soeroso. 2011. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. PT. Sinar Grafika. Hlm. 85

27
dalam mengaktualisasikannya ke dalam hukum

positif.20

2. Manfaat (zweckmassigkeit)

Tujuan hukum tidak hanya kepastian dan keadilan,

tetapi juga bagaimana manfaat hukum bagi manusia

dengan eksistensi hukum tersebut. Apakah dapat

memberi dampak yang positif dan membuat manusia

bahagia, atau sebaliknya.

Jeremy Bentham berpendapat bahwa aturan

perundang-undangan haruslah memiliki tujuan :

a) To provide subsistence. Hukum memiliki tujuan

untuk menjamin terpenuhinya nafkah hidup bagi

setiap individu.

b) To provide abundance. Hukum bertujuan untuk

menjamin tercukupinya kebutuhan makanan

dalam masyarakat.

c) To provide security. Hukum bertujuan untuk

menjamin adanya perlindungan bagi setiap

orang dalam kehidupannya.

d) To attain equity. Hukum bertujuan untuk

menghilangkan diskriminasi dan mencapai

persamaan yang setara bagi setiap orang.21

20
Fernando M. Manullang. Menggapai Hukum Berkeadilan : Tinjauan Hukum Kodrat dan
Antinomi Nilai/ E. Jakarta. Kompas. 2007. Hlm. 95
21
Besar. 2016. Utilitarianisme dan Tujuan Perkembangan Hukum Multimedia di Indonesia.
Dalam http://business-law.binus.ac.id, diakses 28 November 2018.

28
3. Keadilan (gerechtigkeit)22

Keadilan yaitu meletakkan segala sesuatu tepat pada

tempatnya, sesuai dengan porsinya, tidak melebihkan

dan tidak mengurangi daripada seharusnya. Keadilan

dalam arti formal berarti hukum yang berlaku secara

umum. Sementara yang dimaksud keadilan dalam arti

materiil ialah hukum yang ada harus sesuai dengan cita-

cita keadilan.23

Unsur-unsur formal keadilan :

(a) keadilan adalah nilai yang mengarahkan setiap

pihak utk memberi perlindungan atas hak-hak

yang dijamin oleh hukum;

(b) perlindungan tersebut memberi manfaat kepada

setiap individu.24

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka keadilan

hukum bisa diartikan perlindungan serta penjaminan

hak-hal manusia agar tidak diganggu gugat oleh orang

lain sehingga menimbulkan konflik.

A.4 Fungsi Penegakan Hukum

Penegakan hukum memilki bermacam-macam fungsi dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Fungsi tersebut, yakni :

1. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat

22
Sudikno Mertokusumo. 1999. Mengenal Hukum. Yogyakarta. Liberty. Hlm. 145
23
Franz Magins & Suseno. 1991. Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan
Modern. Jakarta. PT. Gramedia. Hlm. 81
24
S.P. Lili Tjahjadi. 1991. Hukum Moral Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif
Kategoris. Yogyakarta. Kanisius. Hlm. 47

29
Sifat hukum yang mengatur secara tegas berguna untuk

melakukan penegakan nilai-nilai dan norma-norma yang dianut

dalam masyarakat. Karena itu hukum dilengkapi dengan

petunjuk mengenai mana perilaku yang seharusnya dilakukan

dan mana perilaku yang dilarang untuk dilakukan lengkap

dengan sanksinya. Hukum juga digunakan dalam

menyelesaikan konflik atau sengketa secara baik tanpa

keributan. Contoh : pembuatan peraturan daerah tentang

larangan memuang sampah sembarangan yang ditujukan untuk

menertibkan warga daerah dari perilaku membuang sampah

sembarangan.

2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan

batin

Hukum memiliki 3 (tiga) sifat antara lain sifat mengatur,

yaitu hukum adalah pedoman baik berupa larangan maupun

perintah guna mengatur tingkah laku manusia. Yang kedua

adalah sifat memaksa, yaitu hukum memiliki sanksi tegas yang

mengikat agar masyarakat mematuhi aturan-aturan di

dalamnya. Yang terakhir adalah hukum memiliki sifat

melindungi, yaitu hukum diciptakan dan harus dipatuhi guna

menjaga hak dan kewajiban masing-masing orang agar tidak

dilanggar oleh orang lain. Hukum berguna untuk menjaga

keseimbangan antara beragam kepentingan manusia dengan

cara melindungi hak-haknya.

30
Karena itulah hukum dapat dikatakan sebagai sarana untuk

mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin. Mewujudkan

keadilan sosial secara batin memiliki pengertian bahwa hukum

yang penegakannya konsisten akan menimbulkan suatu kondisi

masyarakat yang baik sehingga setiap individunya akan merasa

tenang dalam melakukan suatu kegiatan tanpa ada rasa takut

hak-hak hidupnya akan dilanggar.

3. Sebagai penggerak pembangunan25

Hukum memiliki fungsi sebagai pengawas terhadap

perilaku masyarakat agar tidak menyimpang dari aturan hukum

yang ada sehingga menjadikan masyarakat menjadi lebih patuh

hukum. Masyarakat yang patuh hukum akan menjadi

masyarakat yang lebih produktif nantinya, sehingga memiliki

kontribusi bagi pembangunan daerah maupun negara. Hukum

dijadikan pula sebagai pengawas terhadap kinerja pemerintah.

Jika pemerintah bekerja sesuai dengan asas umum

pemerintahan yang baik, maka segala tujuan negara akan

tercapai. Hal tersebut lantas dapat menjadikan negara menjadi

lebih maju dan berdaya saing tinggi.

A.5 Lembaga Penegak Hukum

Penegakan hukum tidak akan bekerja secara maksimal jika

tidak ada penegak hukum. Penegak hukum yaitu instansi atau

lembaga yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk

25
Soedjono Dirdjosisworo. 2007. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Raja Grafindo. Hlm. 154

31
menjamin tegaknya hukum, yang memiliki tugas untuk

memastikan bahwa norma-norma hukum berfungsi secara nyata

dalam kehidupan.26

Para petugas yang memiliki peranan langsung dengan

masalah peradilan dapat disebut juga sebagai penegak hukum.

Peradilan itu sendiri adalah proses yang terdiri dari memeriksa,

memutus, mengadili perkara yang dilaksanakan di pengadilan

dengan menerapkan dan/atau menemukan hukum guna menjamin

penegakan hukum formiil. Proses tersebut dijalankan sesuai

dengan tata cara dalam hukum formal.27

Menurut Pasal 1 Bab I Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP), penegak hukum yakni terdiri dari :

1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik


Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan
2. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh
undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut
umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap
3. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang
oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan
melaksanakan penetapan hakim
4. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili
5. Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi
syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-
undang untuk memberi bantuan hukum

26
Tim Penelitian Hukum. 2015. Laporan Akhir Tim Penelitian Hukum tentang Peran Penegak
Hukum dalam Rangka Meningkatkan Kepercayaan Publik Kepada Lembaga Peradilan. Jakarta.
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
27
Ilman Hadi. Penegak Hukum di Indonesia. Dalam http://www.hukumonline.com, diakses 4
Desember 2018

32
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut dari lembaga-

lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia :

1. Kepolisian

Kepolisian Nasional Indonesia disebut dengan

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau disingkat

dengan Polri. Polri mempunyai motto yakni Rastra

Sewakotama yang berasal dari Bahasa Sansekerta, yang

memiliki arti Abdi Utama bagi Nusa Bangsa. Polri

dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia.28 Sistem yang digunakan oleh Polri

ialah sistem Kepolisian Nasional.

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memiliki

perannya sendiri untuk ikut berkontribusi dalam

penegakan hukum. Peran Polri antara lain :

a. Perlindungan masyarakat;

b. Penegakan hukum;

c. Pencegahan pelanggaran hukum;

d. Pembinaan Keamanan dan Ketertiban

masyarakat

Karena peran tersebut maka Polri dapat dikatakan

memiliki peran ganda sebagai pekerja sosial yang

bekerja dalam bidang sosial dan kemasyarakatan serta

28
Wikipedia. Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam https://id.wikipedia.org, diakses 4
Desember 2018

33
sebagai penegak hukum dalam sistem peradilan

pidana.29

Polisi memiliki tanggung jawab untuk menindak

pelaku-pelaku kejahatan atau melakukan upaya

preventif agar tercipta situasi yang aman dan tenteram.

Polisi terutama dibutuhkan ketika terjadi permasalahan

sosial yang merugikan. Karena tanggung jawabnya

itulah polisi memiliki keterlibatan secara langsung

dalam efektifnya penegakan hukum di lingkungan

masyarakat.

2. Kejaksaan

Kejaksaan adalah instansi negara yang menjadi

perpanjangan tangan negara dalam bidang penuntutan

di lingkungan peradilan umum. Kejaksaan memiliki

kewenangan lain berdasarkan undang-undang yakni

Kejaksaan memiliki kendali atas proses perkara

(Dominus Litis) dan memiliki kewenangan untuk

melaksanakan putusan pidana (Excecutive Ambtenaar).

Kejaksaan dalam menjalankan kewenangannya tidak

dipengaruhi oleh kekuasaan dari pemerintah maupun

kekuasaan lainnya.

29
Barda Nawawi Arief. 2013. Kebijakan Kriminal. Bahan Seminar. Hlm. 5

34
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia telah mengatur tugas dan

wewenang Kejaksaan di dalam Pasal 30, yaitu :

“(1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas


dan wewenang :
1. Melakukan penuntutan;
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan bersyarat;
4. Melaksanakan penyidikan terhadap tindak
pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk
itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik
(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara,
Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di
dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas
nama negara atau pemerintah
(3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman
umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan
kegiatan :
1. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
2. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
3. Pengamanan peredaran barang cetakan;
4. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat
membahayakan masyarakat dan negara;
5. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan
agama;
6. Penelitian dan pengembangan hukum statistic
kriminal”

Kejaksaan Republik Indonesia sendiri mempunyai

misi untuk : (memaksimalkan pelaksanaan fungsi

kejaksaan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang,

mengoptimalkan peranan bidang pembinaan dan

35
pengawasan dalam rangka mendukung pelaksanaan

tugas bidang lainnya, mengoptimalkan tugas pelayanan

public di bidang hukum, melaksanakan pembenahan

dan penataan kembali struktur organisasi Kejaksaan,

membentuk aparat Kejaksaan yang handal, tangguh,

professional, bermoral dan beretika.30

3. Kehakiman

Berdasarkan poin pertimbangan dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman, dijelaskan bahwa

kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan negara yang

memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, yang

dilakukan oleh Mahkamah Agung beserta badan

peradilan lain di bawahnya baik dalam lingkungan

peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha

negara, peradilan militer, dan dilakukan juga oleh

Mahkamah Konstitusi.

Seluruh peradilan dilakukan demi keadilan

berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Peradilan negara

berkewajiban untuk menerapkan dan menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Karena

itulah kehakiman ini termasuk salah satu dari penegak

30
Peraturan Jaksa Agung No : 011/A/JA/01/2010 tentang Rencana Strategis Kejaksaan Republik
Indonesia Tahun 2010-2014 tanggal 28 Januari 2010.

36
hukum yang berpengaruh terhadap efektifitas hukum di

negara Indonesia.

Sementara hakim ialah organ pengadilan yang

mengemban tanggung jawab dan menjalankan

kewajiban untuk memastikan agar hukum dan keadilan

ditegakkan baik berdasarkan yang tertulis maupun

tidak, dan putusannya tidak boleh bertentangan dengan

asas dan keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.

Organ pengadilan yang juga dianggap telah mengetahui

hukum.31

Kekuasaan kehakiman tidak lepas pula dari peran

hakim dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil

Tuhan di dunia, yakni memutus sebuah penyelesaian

perkara berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada di

persidangan. Hakim tidak boleh memutuskan suatu hal

tanpa pertimbangan yang matang atau atas dasar

kepentingan pribadi atau kepentingan golongan.

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang

merdeka, yang tidak boleh ada campur tangan pihak

mana pun baik itu pemerintah maupun masyarakat di

dalamnya.

Jika hakim telah menegakkan keadilan dan

memutuskan suatu perkara sesuai dengan peraturan

31
Bambang Waluyo. 1992. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. Jakarta.
Sinar Grafika, Edisi 1 Cetakan 1. Hlm. 11

37
perundang-undangan yang berlaku maka disitulah

hukum telah ditegakkan dan diterapkan. Putusan hakim

akan membawa dampak bagi pihak-pihak yang terlibat

dalam suatu perkara.

Putusan hakim juga akan menentukan apakah

hukum yang berlaku di Indonesia telah ditegakkan

sebagaimana mestinya atau belum. Akankah hukum

tersebut memberi keadilan atau manfaat dalam

pelaksanaannya juga tidak lepas dari peran hakim dalam

memutuskan suatu perkara.

4. Advokat

Advokat adalah orang yang memiliki kewenangan

dan tanggung jawab untuk melakukan pembelaan dan

penegakan terhadap hak-hak masyarakat baik selama

maupun diluar proses pengadilan. Advokat memiliki

kedudukan yang setara dengan hakim, polisi, dan jaksa

semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2003 tentang Advokat.

Berdasarkan penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-

Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat, advokat adalah salah satu perangkat dalam

proses peradilan yang berkedudukan setara dengan

penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan

keadilan. Karenanya, tidak bisa seorang advokat

38
membela klien sesuka hati nantinya karena sebagai

seorang advokat, tetaplah harus berada di jalur hukum.

Pembelaan yang dilakukan harus sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.32

Dalam melaksanakan kewajibannya tersebut,

advokat tidak diperbolehkan untuk membenarkan

segala kesalahan klien. Tugas advokat adalah menjamin

terpenuhinya hak-hak bagi klien selama proses

penegakan hukum berlangsung, bukan lantas

menghapuskan segala kesalahan yang pernah diperbuat

oleh klien.

Penegakan hukum harus berdaya guna bagi

masyarakat, harus menjunjung tinggi keadilan, dan

berdasarkan dengan kebenaran. Itulah peran advokat

dalam proses penegakan hukum yakni memastikan

bahwa masyarakat atau dalam hal ini kliennya,

mendapatkan keadilan berdasarkan apa yang telah

diperbuatnya. Advokat dapat memastikan apakah

penegak hukum yang lain telah melaksanakan tugasnya

dengan baik sehingga penegakan hukum yang

berlangsung tersebut telah memberikan manfaat tidak

hanya bagi si pelaku tetapi juga bagi orang banyak.

32
Muhamad Yasin. Status Advokat Sebagai Penegak Hukum Dipersoalkan. Dalam
https://www.hukumonline.com, diakses 5 Desember 2018

39
Jika selama proses peradilan subjek hukum yang

terkait dengan penyimpangan hukum ini terlindungi dan

terjaga hak-haknya, maka bisa dikatakan tujuan

penegakan hukum telah tercapai. Penegakan hukum

tidak hanya tentang masyarakat sebagai korban, tetapi

juga harus memperhatikan si pelaku yang telah

melanggar atau menyimpang dari hukum ini. Apakah

hukuman yang diberikan telah sesuai dengan undang-

undang, kondisi pelaku, maupun lingkungan sekitarnya.

Lembaga penegak hukum harus menjadi contoh dalam

mempraktekkan sistem pemerintahan Good governance yang mana

kinerja yang dilaksanakan bersifat profesional, tidak ada

percampuran antara kepentingan pribadi dengan kepentingan

golongan. Dengan demikian, peranan lembaga penegak hukum

akan membantu demokrasi untuk tumbuh dan berkembang yang

didasarkan atas hukum.33 Dengan demikian, penegakan hukum

yang telah ada, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, akan

menjadi efektif dalam mencapai tujuan hukum yakni menciptakan

hidup yang aman, tenteram, dan tertib bagi masyarakat karena

tidak ada pelanggaran-pelanggaran hak yang terjadi.

B. Tinjauan Umum tentang Narkotika

B.1 Pengertian Narkotika

33
Jimly Asshiddiqie. 2015. “The Rule of Law” di Indonesia Pasca Reformasi. Disampaikan dalam
acara pembukaan Sarasehan “The Rule of Law di Indonesia” oleh The World Justice Project.
Jakarta.

40
Narkotika berasal dari kata Narcois yang memiliki arti

menidurkan. Jadi narkotika adalah obat-obatan yang dapat

membius. Narkotika ini menyerang sistem saraf sentral dan

menimbulkan ketidaksadaran.34 Tapi, tujuan utama adanya

narkotika tidak hanya sebagai obat bius atau anastesi saja.

Sesungguhnya Narkotika memiliki beberapa manfaat bagi

kelangsungan hidup manusia. Narkotika bisa dikatakan sebagai

proses dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan

dan kesehatan (pengobatan atau rehabilitasi).35 Penggunaan

narkotika sebagai alternatif pengobatan atau rehabilitasi adalah

upaya terakhir yang dilakukan praktisi kesehatan untuk

menyembuhkan pasien, ketika obat-obatan yang biasa digunakan

tidak dapat memberikan hasil yang maksimal.

Narkotika bisa pula diartikan sebagai zat yang memberikan

dampak berupa perubahan terhadap tubuh dan pikiran, karena zat

tersebut menyerang langsung sistem saraf dalam tubuh. Perubahan

yang dimaksud yakni perubahana susunan pengamatan, perubahan

perasaan, serta perubahan reaksi terhadap lingkungan.36

Kesimpulan dari ketiga penjelasan diatas ialah Narkotika

merupakan sebuah zat, baik yang berasal dari bahan alami atau

34
M. Wresniworo. 1999. Masalah Narkotika, Psikotropika, dan Obat-Obatan Berbahaya. Jakarta.
Yayasan Mitra Bintibmas. Hlm. 403
35
Sunarso Siswanto. 2004. Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum.
Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 11
36
Korp Reserse Polri Direktorat Reserse Narkoba. 2006. Peranan Generasi Muda dalam
Pemberantasan Narkoba. Jakarta. Makalah Polri. Hlm. 2.

41
sintetis yang mempengaruhi tubuh serta pikiran karena langsung

menyerang sistem saraf pusat dalam tubuh. Hal tersebut akan

menimbulkan reaksi terhadap penggunanya yaitu perubahan

perilaku terhadap lingkungan sekitarnya, menurunkan aktivitas

otak sehingga menyebabkan halusinasi maupun emosi yang tidak

terkontrol, mengganggu cara pikir, dan menyebabkan

ketergantungan terhadap penggunanya jika si pengguna tidak

memperkirakan dosis pemakaiannya.

Umumnya Narkotika dikenal dengan sebutan

“NARKOBA” yang adalah akronim dari Narkotika dan obat-

obatan berbahaya. Sementara dalam dunia medis, Narkotika

disebut dengan “NAPZA” yaitu singkatan dari Narkotika,

psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Apapun penyebutannya,

makna dari Narkotika tetaplah sama yakni zat atau obat yang

berdampak langsung kepada tubuh dan pikiran manusia. Terutama

menyebabkan ketergantungan jika pemakaiannya tidak diawasi

oleh pihak yang berwenang.

Pun demikian tetaplah terdapat perbedaan definisi dari

Narkotika dan psikotropika tersebut. Definisi dari Narkotika

menyebutkan bahwa zat ada yang berasal dari tanaman. Sementara

dalam definisi Psikotropika tidak ada penyebutan unsure tanaman.

Perbedaan lainnya terletak di penjelasan bahwa Psikotropika

berpengaruh pada saraf pusat secara bertahap dan berdampak

terhadap mental dan perilaku. Karena itulah Psikotropika dapat

42
dimanfaatkan untuk menyembuhkan orang dengan penyakit mental

atau gangguan jiwa. Sementara Narkotika merupakan hubungan

kausalitas yang mana dampak dari penggunaannya ialah

menurunnya kesadaran dan dapat menghilangkan rasa nyeri.

Meskipun sama-sama memiliki sifat adiktif, sifat adiktif dari

Narkotika lebih tinggi daripada Psikotropika.37

NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya)

ini memiliki beberapa sifat yang dapat dinilai dari penggunanya.

Sifat-sifat tersebut antara lain :

1. Adanya keinginan tidak tertahankan untuk terus

mengkonsumi zat tersebut, hal ini akan menimbulkan si

pengguna menghalalkan segala cara untuk

mendapatkannya. Bisa berdampak terhadap

meningkatnya kriminalitas di suatu wilayah.

2. Ada kecenderungan untuk menambah dosis terus

menerus, dan tubuh akan merasa terus menerus

membutuhkan asupan dari zat tersebut akibat dari sifat

adiktifnya. Sehingga dosis yang kecil semakin tidak akan

terasa.

3. Akibat dari kedua sifat diatas, akan berpengaruh pula

terhadap kondisi psikis seseorang. Pengguna akan merasa

cemas, gelisah, tidak tenang, dan emosinya tidak lagi

stabil jika tidak kunjung mendapat asupan zat tersebut.

37
Gatot Supramono. 2001. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta. Djambatan. Hlm. 153

43
4. Munculnya ketergantungan fisik akibat dari keinginan

untuk mengkonsumsi secara menerus dan kondisi psikis

yang tidak stabil. Ketergantungan fisik akan membuat

pengguna yang sudah kecanduan menyakiti dirinya

sendiri jika tidak kunjung mendapat asupan zat.

Ketergantungan fisik ini akan menimbulkan gejala yang

disebut dengan putus zat (withdrawal symptomps).38

Karena begitu berbahayanya Narkotika sehingga dapat

menimbulkan kematian dan bersifat destruktif terhadap kehidupan

manusia, banyak negara yang memerangi peredaran serta

penggunaan narkotika. Narkotika pun telah ditetapkan sebagai

kejahatan transnasional yang dalam pemberantasannya diperlukan

kerjasama antar negara.

B.2 Dasar Hukum Narkotika

Dasar hukum yang mengatur tentang penggunaan Narkotika

ialah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Undang-undang tersebut dibuat dengan tujuan meningkatkan

sektor pelayanan kesehatan dan pengobatan dengan memastikan

ketersediaan Narkotika jenis tertentu sebagai obat. Di sisi lain,

tujuannya juga untuk mencegah penyalahgunaan Narkotika yang

tidak pada tempatnya. Tujuan umumnya adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan sumber daya manusia di Indonesia.

38
Hawari. 2009. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat
Adiktif) : Edisi 2. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm. 6

44
Undang-undang ini digunakan sebagai acuan pengendalian dan

pengawasan peredaran Narkotika dan dasar untuk memberikan

tindakan penanganan yang tepat baik bagi pelaku pengedaran

Narkotika maupun bagi penggunanya.

Mengingat perkembangan teknologi yang canggih, modus-

modus operandi yang semakin modern, didukung dengan

kelompok-kelompok yang terorganisir, maka Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dinyatakan tidak berlaku

lagi setelah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika disahkan. Karena undang-undang yang lama dirasa

belum cukup untuk menangani dan menanggulangi kasus

Narkotika yang semakin tahun mengalami peningkatan baik dari

segi peredarannya dan dari segi penggunaannya yang

disalahgunakan.

Di samping undang-undang nasional, pencegahan Narkotika ini

juga meratifikasi beberapa undang-undang internasional antara lain

sebagai berikut : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang

Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol

Tahun 1972 yang mengubahnya dan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention

Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic

Substances 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika.

45
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui DPRD

Sidoarjo telah mensahkan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo

Nomor 3 Tahun 2018 tentang Fasilitasi Pencegahan,

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Hal ini bertujuan

untuk memperkuat kewenangan Polresta Sidoarjo dan BNNK

Sidoarjo untuk memberantas Narkotika yang telah melanda seluruh

lapisan masyarakat tanpa memandang usia maupun stratanya.

Tambahan pula ada juga Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun

2010 tentang Badan Narkotika Nasional yang menjadi penguat

bagi kewenangan Badan Narkotika Nasional dalam memberantas

Narkotika di seluruh wiyalah Indonesia, Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan

Penyalahgunaan Narkotika yang mengatur mengenai upaya-upaya

yang akan dilakukan Pemerintah Daerah dalam menanggulangi

peredaran serta penyalahgunaan Narkotika, dan Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Wajib Lapor Pecandu

Narkotika yang merupakan pedoman bagi setiap orang baik itu

pecandu yang sudah cukup umur maupun yang di bawah umur,

untuk melaporkan diri demi mendapatkan rehabilitasi medis

maupun rehabilitasi sosial dari lembaga-lembaga yang berwenang.

B.3 Jenis-Jenis Narkotika

Ada banyak sekali jenis narkotika yang ada di dunia dan

Indonesia. Untuk memudahkan pemahaman, maka jenis narkotika

46
dapat dibedakan berdasarkan jenis bahan dasar pembuatannya dan

berdasarkan efek yang dihasilkan setelah penggunaan.

1. Berdasarkan bahan

a. Alami

Bahan alami adalah bahan yang berasal

langsung dari alam dan sama sekali belum

pengalami pengolahan. Contoh dari bahan alami

yakni :

- Ganja

Ganja berasal dari tumbuhan dengan

nama latin Cannabis Sativa, Cannabis

Indica, dan Cannabis Americana. Tanaman

ini dapat terus bertumbuh tanpa

memerlukan perawatan yang khusus.39

Yang digunakan dari tanaman ganja

ini adalah zat yang terkandung di bijinya,

bernama Tetrahidrokanabinol (THC). Zat

ini akan menimbulkan rasa senang tanpa

sebab dan bersifat jangka panjang.40

Ciri khas dari tanaman Cannabis

atau tanaman ganja ini adalah daunnya yang

memiliki 5 (lima) ruas sehingga biasa juga

disebut dengan istilah “Lima Jari”.

39
Hari Sasongko. 2003. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana : Untuk Mahasiswa,
Praktisi dan Penyuluh Masalah Narkoba. Jakarta. CV. Mandar Maju. Hlm. 48
40
Soekarno. 1972. Perang Total Melawan Narkotika. Surabaya. Yayasan Generasi Muda. Hlm. 65

47
- Opium

Opium berbahan dasar dari getah

buah candu yang belum matang. Buahnya

berbentuk bulat berwarna hijau dan

seukuran bola ping pong. Dalam dunia

medis, opium digunakan sebagai depressan

atau penenang dan obat pengilang rasa

sakit.41

b. Semi Sintetis

Bahan semi sintetis berasal dari bahan alami

yang telah diolah untuk kemudian diambil

intisarinya saja sehingga khasiat yang ditimbulkan

akan lebih kuat. Narkotika yang berasal dari bahan

ini digunakan untuk kepentingan di dunia

kedokteran. Salah satu contohnya ialah morfin.

Morfin merupakan zat analgesik yang

mengandung alkaloid dan berasal dari opium.

Morfin digunakan untuk sakit yang amat parah dan

berkepanjangan misalnya bagi penderita kanker,

pasien yang akan dioperasi, dan lain sebagainya.

Penggunaan morfin ini haruslah menjadi pilihan

41
Andi Hamzah dan R.M. Surahman. 1994. Kejahatan Narkotika dan Psikotropika. Jakarta. Sinar
Grafika. Hlm. 16

48
paling akhir dalam mengobati pasien karena

efeknya yang terbilang cukup berbahaya.42

c. Sintetis

Bahan sintetis adalah bahan yang berasal

dari pengoahan zat-zat kimia. Narkotika dari bahan

jenis ini biasanya digunakan untuk pembiusan atau

untuk pengobatan bagi pasien yang mengalami

gangguan kejiwaan.

- Sabu, berbentuk kristal yang berisi

methamphetamine

- Ekstasi, atau nama ilmiahnya adalah

methylendioxy methamphetamine dan

berbentuk tablet atau kapsul

- Putaw, tergolong heroin yang sangat

membuat ketergantungan dan berbentuk

bubuk

- Katinone, memiliki bentuk kristal yang

berwarna agak cokelat atau putih, terkadang

dikemas dalam bentuk kapsul atau tablet

untuk mengganti pil ekstasi.

2. Berdasarkan efek

a. Stimulan

42
Muhammad Taufik dkk. 2017. Pemeriksaan Narkotika Menggunakan Sampel Urine. Medan.
Jurnal Sains, Teknologi, Farmasi dan Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Volume 1, Nomor1,
ISSN 2579-7603, hlm. 1

49
Stimulasi ini akan bekerja untuk menstimulasi

sistem saraf sehingga akan meningkatkan kerja

organ. Contohnya antara lain amfetamin, kokain,

dan ekstasi.

b. Depresan

Menekan saraf atau mengurangi kegiatan

sistem saraf sehingga menurunkan aktivitas

pemakainya. Kategori utama depresan antara lain :

Etanol (etil alcohol), barbiturate, obat penenang,

opiat, anastetik.

c. Halusinogen

Zat dengan efek halusinogen maksudnya

penggunaan zat tertentu akan menimbulkan

gangguan motorik terhadap pengguna disertai

dengan gangguan halusinasi. Halusinogen

mencakup ganja, LSD (Lysergic Acid

Diethylamide), STP, THC (Tentra Hydro

Cannabinol), dan PCP (Phencyclidine).

B.4 Perbedaan Narkotika dan Obat Keras Berbahaya

Obat keras adalah obat yang dalam pembelian serta

penggunaannya harus sesuai dengan resep dokter. Karena jika

tidak, maka berisiko untuk memperparah penyakit yang sudah

diderita oleh pasien, menjadi racun bagi tubuh, dan yang terparah

50
adalah menyebabkan kematian karena berimbas ke jantung atau

organ vital lainnya.

Sementara narkotika seperti sudah dijelaskan di sub bab

sebelumnya, merupakan zat baik dari bahan alami maupun sintetis

yang memiliki efek anastesi terhadap tubuh. Penggunaannya sama-

sama harus diawasi karena efeknya yang berbahaya bagi tubuh jika

ada kesalahan takaran ataupun kesalahan penggunaan.

Contoh dari obat keras berbahaya atau okerbaya yang

dikonsumsi sendiri tanpa ijin dan familiar dalam masyarakat antara

lain sebagai berikut :

1. Pil PCC

Pil PCC merupakan kepanjangan dari Paracetamol,

Caffeine, dan Carisoprodol. Carisoprodol inilah yang

merupakan obat yang berbahaya jika digunakan tidak

sesuai dengan resep dokter. Pil PCC biasa digunakan

untuk obat penghilang rasa sakit dan obat sakit jantung.

Orang yang mengonsumsi pil PCC akan mengalami

kehilangan kesadaran serta mengalami gejala

mengamuk, berbicara tidak jelas, dan tidak dapat

berjalan tegak. Pada tahun 2017, izin peredaran Pil PCC

ini sudah dicabut.43

2. Pil Double L

43
Departemen Kesehatan. Bahaya PCC, Orangtua Diimbau Ekstra Hati-Hati. Dalam
www.depkes.go.id,. Diakses 7 Februari 2019

51
Pil Double L termasuk ke dalam Psikotropika

Golongan IV. Sering dikonsumsi oleh pelajar dan

mahasiswa karena harga jualnya yang terjangkau. Efek

dari Pil Double L ini menciptakan rasa tenang yang

sementara, menghilangkan kecemasan, dan membuat

mengantuk.44

B.5 Dampak Narkotika

Narkotika memiliki dampak negatif terhadap manusia jika

ada penyalahgunaan di dalamnya. Dampak negatif yang dapat

ditimbulkan oleh Narkotika dapat dirinci sebagai berikut45 :

1. Gangguan kehidupan sosial

a. Gangguan terhadap perilaku yang normal,

munculnya keinginan untuk

mencuri/bercerai/melukai orang lain;

b. Gangguang terhadap prestasi sekolah/kuliah/kerja;

c. Gangguan terhadap keinginan yang lebih besar lagi

dalam menggunakan narkoba;

d. Gangguan terhadap hubungan dengan

teman/suami/istri;

2. Terhadap kondisi fisik

a. Akibat tidak langsung : gangguan malnutrisi, aborsi,

kerusakan gigi, penyakit kelamin dan gejala stroke;

44
Febrin Sarshia Valentine. 2017. Penalaran Moral Remaja Mantan Pengguna Obat Double L
(Studi Kasus Pada Siswa SMP di Sekolah Berbasis Agama). Program Studi Psikologi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Barwijaya. Hlm. 4
45
Moh. Hatta. Kebijakan Politik Kriminal : Penegakan Hukum dalam Rangka Penanggulangan
Kejahatan. 2010. Yogyakarja. Pustaka Pelajar. Hlm. 109-110

52
b. Akibat zat itu sendiri : gangguan impotensi,

konstipasi kronis, perporasi sekat hidung, kanker

usus, artemia jantung, gangguan fungsi ginjal, lever,

dan pendarahan otak;

c. Akibat alat yang tidak steril : berbagai infeksi,

terjangkitnya hepatitis dan HIV atau AIDS;

d. Akibat bahan campuran atau pelarut : infeksi dan

emboli

3. Terhadap mental, emosional, dan perilaku

a. Gangguan persepsi dan daya pikir;

b. Munculnya sindrom amotivasional;

c. Timbulnya perilaku yang tidak wajar;

d. Timbulnya perasaan depresi

B.6 Tindak Pidana Narkotika

Tindak pidana adalah suatu perbuatan atau tindakan yang

dilakukan oleh seorang individu yang mana perbuatan atau

tindakan itu melawan hukum, melanggar aturan norma dan nilai-

nilai hukum yang berlaku di masyarakat.46

Tindak pidana dapat dikatakan sebagai perbuatan yang

berupa melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Perbuatan tersebut sudah jelas dilarang dalam peraturan tertulis

maupun dalam norma sosial masyarakat, dan jika dilakukan akan

menimbulkan kerugian bagi banyak pihak. Penegakan hukum

46
Kartini Kartono. 2001. Pathologi Sosial. Bandung. Alumni. Hlm. 127

53
pidana dilaksanakan demi tercapainya tujuan hukum, salah satunya

yakni memangkas peningkatan tindak pidana.

Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika telah disebutkan bahwa Narkotika dilarang untuk

digunakan dalam keperluan selain pengembangan ilmu

pengetahuan dan alternatif untuk pengobatan. Segala perbuatan

yang dilakukan untuk menyalahgunakan atau mengajak orang

menyalahgunakan Narkotika dianggap sebagai tindak pidana.

Perbuatan tersebut meliputi kegiatan ekspor dan impor, produksi

dan distributor (kegiatan mengedarkan ke beberapa tempat)

termasuk diantaranya jual beli, menanam tumbuhan yang

merupakan bahan dasar dari Narkotika, menyimpan secara ilegal,

serta menggunakan Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan

dari pihak berwenang.

Namun dalam penanganannya, Hakim tidak bisa begitu saja

memutuskan bahwa setiap orang yang terbukti melakukan

penyalahgunaan Narkotika harus diberikan sanki penjara dan

sanksi denda sebagai akibat dari perbuatannya. Hakim harus

mempertimbangkan jika pelaku juga merupakan pecandu

Narkotika. Karena pecandu seharusnya diutamakan mendapat

rehabilitasi untuk memulihkan keadaannya sebelum

mempertanggung jawabkan perbuatannya dalam melakukan

penyalahgunaan Narkotika. Jika pelaku juga merupakan seorang

pengedar Narkotika, maka wajar jika Hakim memberi putusan

54
berupa sanksi penjara maupun sanksi denda karena si pelaku yang

merupakan pengedar ini bisa bertanggung jawab langsung atas

perbuatannya.

B.7 Peredaran Narkotika

Yang dimaksud dengan peredaran Narkotika dalam Pasal

35 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

adalah sebagai berikut :

“Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau


serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan
Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan
perdagangan, maupun pemindahtanganan, untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan pegembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi”

Kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika kepada

pihak lain dengan cara yang illegal atau melawan hukum, disebut

dengan peredaran Narkotika ilegal. Kegiatan ini dilakukan oleh

individu maupun kelompok yang kemudian disebut dengan

pengedar Narkotika. Pengedar berbeda dengan bandar Narkotika.

Pengedar hanya bertugas untuk mendistribusikan Narkotika kepada

orang lain baik itu dalam transaksi jual beli atau dengan tujuan

untuk mempengaruhi orang lain agar menjadi pengguna Narkotika.

Sementara bandar Narkotika adalah otak dari kegiatan

penyelundupan, permufakatan kejahatan yang berkaitan dengan

Narkotika, dan lain sebagainya.47 Pengedar Narkotika belum tentu

seorang bandar Narkotika.

47
Tri Jata Ayu Pramesti. Apakah Bandar Narkotika Sama dengan Pengedar?. Dalam
https://hukumonline.com, diakses 10 Desember 2018

55
Pun demikian, tidak semua pengedar bisa dikategorikan

sebagai tindak pidana. Jika kegiatan menyerahkan, menjual,

membeli, menyampaikan, maupun menyimpan jika tujuannya

adalah untuk kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, untuk kepentingan pengobatan pasien maupun

kepentingan medis lainnya, dan kegiatan tersebut di atas memang

mempunyai ijin dari pihak berwenang yakni Menteri Kesehatan,

maka si pengedar tidak dapat dikatakan telah melakukan tindak

pidana peredaran Narkotika.

Jika kegiatan penyerahan, pengambilan, kegiatan jual beli

Narkotika dan menyimpan Narkotika dilakukan secara ilegal,

melawan hukum, dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau

kelompok dan tanpa ijin resmi dari pihak berwenang yakni Menteri

Kesehatan, maka tindakan tersebut bisa dikatakan sebagai tindak

pidana peredaran Narkotika.

Salah satu syarat yang harus dipenuhi secara hukum adalah

memiliki dokumen yang sah sesuai dengan Pasal 38 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi :

“Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi

dengan dokumen yang sah”

Dokumen yang dimaksud ialah dokumen yang wajib dibuat

oleh importitr, eksportir, industri farmasi, pedagang besar farmasi,

sarana penyimpanan farmasi pemerintah, surat dokter, surat dari

rumah sakit, atau bahkan surat dari puskesmas. Jika tidak ada

56
dokumen-dokumen resmi terkait dengan narkotika yang

bersangkutan, maka peredaran maupun perpindahan terhadap

narkotika tersebut dapat dinyatakan ilegal.

Adapun bentuk-bentuk dari peredaran Narkotika yang

umum dikenal dalam masyarakat, yakni :

a. Pengedaran Narkotika, yang terjadi akibat dari adanya

keterikatan terhadap jaringan pengedar Narkotika baik

itu nasional maupun internasional

b. Jual Beli Narkotika, kegiatan ini terjadi akibat adanya

kepentingan bisnis antara si penjual dengan tujuan

mencari keuntungan pribadi, dan si pembeli yang

memiliki tujuan untuk kepuasan pribadi.48

Peredaran Narkotika tentunya tidak dilakukan hanya

dengan satu atau dua orang saja, tetapi dilakukan secara

berkelompok. Kelompok tersebut akan membentuk suatu

organisasi yang terstruktur dengan baik, di ruang lingkup nasional

maupun internasional, dengan tujuan menyebarluaskan Narkotika

ke sebanyak-banyaknya orang.

Peredaran Narkotika illegal semakin dipermudah dengan

hadirnya kecanggihan teknologi terkini sehingga memudahkan

komunikasi antar pengedar, kepadatan penduduk yang tinggi

sehingga memudahkan penyaluran Narkotika tanpa terdeteksi

48
Moh. Taufik Makarao dkk. 2003. Tindak Pidana Narkotika. Jakarta. Ghalia Indonesia. Hlm. 45

57
dengan mudah, dan banyaknya transportasi umum sehingga

memudahkan perpindahan tempat Narkotika.

Teknik-teknik peredaran Narkotika salah satunya dengan

penyelundupan. Entah itu penyelundupan dengan cara menyelipkan

Narkotika ke barang-barang lain, menumpuk Narkotika dalam

suatu wadah dan menutupinya, dan lain sebagainya. Dalam

menyelundupkan barang, pengedar akan bekerjasama dengan

beberapa negara.

Modus peredaran Narkotika yang berkembang saat ini

meliputi dua kelompok, yaitu49 :

1. Kelompok Pengedar

Kelompok Pengedar dalam aksinya menggunakan

sistem sel atau “cut”, yang mana kelompok pengedar ini

memiliki tingkatan-tingkatan dalam melakukan aksinya

dan umumnya dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya

tidak saling mengenal. Jika ada yang tertangkap, maka

yang tertangkap ini tidak bisa memberi tahu identitas

dari tingkatan di atasnya karena memang sedari awal

tidak saling kenal dan mengetahui secara pasti

identitasnya.

Tingkatan paling bawah adalah mereka yang

berinteraksi langsung dengan masyarakat, terutama

pengguna, dan modusnya adalah mendekati anggota-

49
Ibid.

58
anggota masyarakat yang bermasalah dan merasa

terkucilkan dari kelompok masyarakat yang lebih besar.

2. Kelompok Pengguna

Cara atau teknik yang dilakukan oleh kelompok

pengguna dalam peredaran Narkotika, baik itu jual beli

atau bukan, ialah dengan cara memesan melalui pesan

singkat yang dikirim dengan smartphone kepada kurir

atau penjual Narkotika. Kemudian setelah memesan,

Pengguna ini akan melakukan perjanjian untuk bertemu

dengan kurir di suatu tempat dan melakukan pemindah

tanganan Narkotika.

C. Tinjauan Umum tentang Kriminologi

C.1 Pengertian Kriminologi

Kriminologi merupakan suatu pembelajaran yang

membahas mengenai kejahatan (kriminal) beserta pelaku

kejahatan. Terdapat sumber-sumber pembahasan khusus yang juga

merupakan bagian dari kriminologi yakni faktor penyebab

kejahatan, penjelasan lebih lanjut mengenai kriminalitas, ragam

bentuk perilaku kejahatan, serta respon masyarakat terhadap

kejahatan yang terjadi.50

Maka, kriminologi merupakan suatu ilmu yang membahas

mengenai kejahatan beserta pelaku, macam-macam bentuk

kejahatan, tujuan, serta alasan atau penyebab yang

50
Frank E. Hagan. 2013. Pengantar Kriminologi, Teori, Metode, dan Perilaku Kriminal. Jakarta.
Kencana. Hlm. 2

59
melatarbelakangi terjadinya suatu kejahatan. Kajian mengenai

kejahatan ini menjadi penting dengan harapan dapat mengurangi

tingkat kejahatan dalam suatu lingkungan hidup.

Untuk mempelajari asal muasal dan penyebab suatu

kejahatan, tidak hanya melalui satu ilmu saja, atau melalui teori

kriminologi saja. Tetapi ada banyak ilmu lain yang dapat dikaitkan

dengan teori kriminologi atau teori kejahatan. Misalnya saja teori

viktimologi yang membahas mengenai peran dan hak korban

dalam suatu kejahatan, teori psikologis yang dapat dikaitkan

dengan kondisi psikologi tertentu dari pelaku sehingga

menyebabkan timbulnya suatu kejahatan, teori sosiologi yang

berkaitan dengan kondisi tempat terjadinya kejahatan, serta ilmu-

ilmu lainnya.

C.2 Teori-Teori dalam Kriminologi

Berlanjut dari penjelasan mengenai pengertian kriminologi

di atas, terdapat satu poin penting yakni, setiap kejahatan yang

terjadi pasti ada alasan atau penyebab di baliknya. Ada beberapa

teori yang dapat dikaitkan dengan alasan atau penyebab kejahatan,

antara lain51 :

1. Teori Diferential Association

Di dalam teori ini terdapat tiga poin yang menjadi

pokok pembahasan, antara lain : pertama, setiap orang

mengikuti pola-pola perilaku yang telah terbentuk

51
Indah Sri Utami. 2012. Aliran dan Teori dalam Kriminologi. Yogyakarta. Thafa Media. Hlm 70-
73

60
dalam suatu struktur kehidupan masyarakat. Kedua,

kegagalan dalam menjalani pola perilaku tersebut akan

mempengaruhi tatanan kehidupan sosial dan berisiko

menyebabkan kekacauan. Ketiga, karena kedua alasan

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konflik

budaya (atau bisa disebut juga sebagai kekacauan dalam

sistem kebiasaan di masyarakat) merupakan dasar

dalam terjadinya suatu kejahatan.

2. Teori Anomie

Manusia sebagai makhluk sosial tentunya memiliki

ketergantungan terhadap satu sama lain dalam hal

apapun. Teori ini menjelaskan fenomena dimana

masyarakat tidak mematuhi aturan hukum yang berlaku

sehingga menyebabkan situasi yang tidak tertib.

Karenanya, terjadi pula penyimpangan sosial yang

mengerucut terhadap terjadinya kejahatan dalam

kehidupan sosial.

3. Teori Konflik

Teori konflik ini berkaitan dengan bagaimana

pengaruh pembentukan serta penerapan hukum dalam

tatanan masyarakat. Terdapat 4 (empat) asumsi dasar

dalam teori ini : pertama, konflik adalah hal alamiah

yang timbul dalam masyarakat yang terdiri dari

beragam macam individu di dalamnya. Kedua,

61
masyarakat tentunya selalu mengalami perubahan baik

secara teratur maupun tidak sehingga mempengaruhi

berbagai aspek lainnya, termasuk mempengaruhi sistem

kekuasaan yang berlangsung. Ketiga, perubahan yang

terjadi itu memicu adanya kompetisi antar individu.

Keempat, kompetisi itulah yang nantinya menimbulkan

gesekan antar kepentingan dan memicu konflik.

Kekuasaan hukum serta penegakan hukum memiliki

peran penting dalam terjadinya konflik ini.

4. Teori Tempat Kejahatan dan Teori Aktivitas Rutin

Tempat kejahatan yang dimaksud dalam teori ini

ialah suatu wilayah yang didiami oleh kumpulan orang

yang memiliki aktivitas rutin. Ada 5 (lima) faktor yang

mempengaruhi munculnya kejahatan dalam suatu

wilayah, yakni : kepadatan penduduknya, tingkat

kemiskinan dalam wilayah tersebut, bagaimana fasilitas

yang tersedia di dalam suatu wilayah, bagaimana sistem

tempat tinggalnya, dan bagaimana penanganan terhadap

kerusakan-kerusakan yang timbul.

Faktor-faktor tersebut di atas, dikaitkan lagi dengan

4 (empat) variabel lainnya yang dapat disebut dengan

kegiatan, atau rutinitas dalam masyarakat, yang turut

memberi pengaruh terhadap munculnya kejahatan.

62
Pertama, moral sinisme yang dapat menjadi dasar

untuk perubahan lingkungan dan masyarakat, entah itu

perubahan untuk menjadi yang lebih baik atau buruk.

Kedua, ada atau tidaknya suatu kesempatan untuk

melakukan suatu kejahatan. Ketiga, bagaimana motivasi

bagi pelaku untuk melaksanakan tindak kejahatan.

Keempat, mekanisme kontrol sosial yang semakin

menurun atau bahkan cenderung menghilang. Jika

dalam suatu wilayah terdapat banyak faktor pendukung

agar kejahatan bisa terjadi, maka kejahatan tidak akan

dapat dihindari.

63

Anda mungkin juga menyukai