TINJAUAN PUSTAKA
landasan utama yang menjadi dasar atau acuan bagi lahirnya suatu
Menurut The Liang, asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan
1
Fence M. Wantu Dkk, Cara Cepat Belajar Hukum Acara Perdata, reviva cendekia, 2010,
Hal.13
2
Op.cit
3
Op.cit
6
Satjipto Rahardjo menyebutkan asas hukum ini merupakan jantungnya
yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap
tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum kongkrit, akan tetapi perlu
hukum tersebut.6
pembawaan yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.7
peraturan hukum konkrit, melainkan pikiran dasar yang umum dan abstrak,
atau merupakan latar belakang peraturan kongkrit yang terdapat dalam dan di
4
Ishaq, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, 2007, Hal. 75
5
Op.cit
6
Op.cit
7
Fence M. Wantu Dkk, Cara Cepat Belajar Hukum Acara Perdata, reviva cendekia, 2010,
Hal.15
7
belakang setiap sistem hukum yang ter-jelma dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
peraturan umum yang karena menjadi umum sifatnya tidak dapat diterapkan
rasional. Prinsip ini juga telah diterima sejak dahulu, tetapi baru
hak-hak yang ada pada manusia dan yang menjadi titik tolak
pembentukan hukum. 9
Salah satu isu yang banyak dibahas dalam era otonomi daerah adalah
8
Op.cit
9
Ishaq, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, 2007, Hal. 76
8
tata kelola yang baik. Dalam implementasi otonomi daerah di berbagai daerah
& Rasyid)10
sebagai tata kelola yang berhubungan dengan interaksi antara pemerintah dan
masyarakat.11
swasta) saling terkait. Syarat atau ketentuan agar pemerintahan bisa berjalan
dengan baik yaitu bisa bergerak secara sinergis,tidak saling berbenturan atau
10
Mudjarat Kuncoro, Otonomi Daerah dan Penanggulangan Daerah (Reformasi, Perencanaan,
Strategi, dan Peluang. 2004, Hal 258
11
Op.cit
9
berlawanan dan mendapat dukungan dari rakyat,pembangunan dilaksanakan
terpenuhinya prasyarat berupa tata pemerintahan yang baik dan bersih (good
& clean government) baik dalam skala nasional maupun skala lokal itu
Karena itulah salah satu ide dasar untuk mengefektifkan kebijakan otonomi
demokrasi.14
12
Amin Rahmanurrasjid, Akuntabilitas dan transparansi dalam Pertanggungjawaban pemerintah
daerah Untuk mewujudkan pemerintahan yang Baik di daerah, hal. 23
13
Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negera Rapublik Indonesia, PT RajaGrafindo
Persada, 1988, Hal.275
14
Op.cit
10
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah terdapat
4. asas keterbukaan;
5. asas proporsionalitas;
6. asas profesionalitas;
7. asas akuntabilitas;
9. asas efektivitas.15
danNepotisme (KKN),
15
Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang No. 32 tahun 2004
16
Penjelasan Pasal 3 angka 1 Undang-undang No. 28 tahun 1999
11
Asas Tertib Penyelenggara Negara
Asas Keterbukaan
rahasianegara.19
Asas Proporsionalitas
Negara.20
17
Penjelasan Pasal 3 angka 2 Undang-undang No. 28 tahun 1999
18
Penjelasan Pasal 3 angka 3 Undang-undang No. 28 tahun 1999
19
Penjelasan Pasal 3 angka 4 Undang-undang No. 28 tahun 1999
20
Penjelasan Pasal 3 angka 5 Undang-undang No. 28 tahun 1999
12
Asas Profesionalitas
Asas Akuntabilitas
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara
21
Penjelasan Pasal 3 angka 6 Undang-undang No. 28 tahun 1999
22
Penjelasan Pasal 3 angka 7 Undang-undang No. 28 tahun 1999
13
kepadanya, sehingga akuntabilitas merupakan faktor di luar individu dan
perasaan pribadinya.23
negara.
Asas efisiensi
Asas efektivitas
negara.
23
Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, PT Raja Grafndo Persada, Jakarta, 1999, hal.
217
14
yang sah.Menurut Weber ada tiga macam tipe ideal wewenang, pertama
dipertanggungjawabkan.
15
lebih tinggi terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan
apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan di mana
dana publik tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara ilegal. Dalam
atau tidak, tidak efisien apa tidak prosedur yang tidak diperlukan.
mengawasi, agen dengan prinsipal atau antara yang mewakil dengan yang
24
Amin Rahmanurrasyid, Akuntabilitas dan transparansi dalam pertanggung jawaban
pemerintahan Daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, (tesis tahun 2008). Hal. 81
25
Ibid
16
Miriam Budiarjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai
mengawasi.26
2. Pengertian Transparansi
26
Ibid
17
dicapai.103Transparansi adalah adanyakebijakan terbuka bagi pengawasan.
minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan
berkala haruslah tersedia dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui
ini bukan sekedar tersedia, tapi juga relevan dan bisa dipahami publik.
27
Ibid
18
Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah yang dilaksanakan
diatur dalam Pasal 298 ayat (1) dan (2) Permendagri Nomor 13 Tahun
2004.
28
HAW.Widjaja, otonomi daerah dan daerah otonom, Rajawali Pres, Hal.76
29
Ibid
19
Pemerintah daerah dengan otonomi adalah proses peralihan dari sistim
politik dan social budaya. Dengan demikian pemberian otonomi ini tidak
akan tetapi berlaku juga pada masyarakat (publik), badan atau lembaga
30
Ibid
31
Ibid
20
negara,kekuasaan membentuk undang undang, kekuasaan kehakiman dan
dalam BAB VI yang terdiri dari Pasal 18, 18Adan 18B dengan ketentuan
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-
tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas
masing sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara
32
Pasal 18 UUD Tahun 1945
21
Ketentuan pasal 18 A (ayat 1) Undang-undang Dasar Tahun 1945
sumber daya lainya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerahdiatur dan
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
kecil menjadi jelas. Daerah besar adalah provinsi sedangkan daerah kecil
adalah kabupaten/kota dan desa atau dengan nama lain. Hal lain yang lebih
33
Pasal 18 B UUD Tahun 1945
22
jelas lagi adalah bahwa penyebutan secara eksplisit, bahwa dalam
(Machsstaat).34
34
Penjelasan pembukaan UUD Tahun 1945
23
Sebelum memasuki pembahasan tentang konsep pemerintahan daerah,
pemerintahan itu sendiri. Syaukani HR, Affan Gaffar dan Ryaas Rasyid
pemerintahan dalam arti luas terbagi dalam empat fungsi yaitu pembentuk
24
adalah menyelenggarakan ketertiban Hukum, drngan berdasarkan dan
berpedoman pada Hukum. Dalam Negara Hukum segala kekuasaan dari alat–
alat pemerintahannya didasar kan atas hukum. Semua orang tanpa kecuali
harus tunduk dan taat pada hukum, hanya hukumlah yang berkuasa dalam
Negara itu. (Government not by man but by law = the rule of law)36
a. Desentralisasi
kompleks dan penuh ketidak pasatian yang tidak mdah dikendalikan dan
36
Abdul Rahman,SH,MH.PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN INDONESIA.USU.Diktat
(Medan hal :17)
37
Allen dalam Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah (reformasi perencanaan,
strategi, dan peluang,Erlangga, Jakarta, 2004, Hal. 3
25
Ada beberapa pengertian mengenai desentralisasi.Lemans38
sendiri berasal dari bahasa latin yaitu de yang berarti lepas dan Centrum
38
Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah (reformasi perencanaan, strategi, dan
peluang,Erlangga, Jakarta, 2004, Hal. 3
39
Ibid
40
Ibid
41
Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia : Studi tentang Interaksi Politik dan
Kehidupan Ketetanegaraan, Rineka Cipta Cipta, Jakarta, 2000, hal.66
26
atau menjauh dari pusat.Hoogerwerf sebagaimana dikutip oleh
kesatuan menurut Van Der Pot adalah dalam arti desentralisasi teritorial
negara secara vertikal. Dalam konteks ini, kekuasaan akan terbagi antara
42
Amin Rahmanurrasyid, Akuntabilitas dan transparansi dalam pertanggung jawaban
pemerintahan Daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, (tesis tahun 2008), Hal. 47
43
Ibid
27
pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang
masyarakat (empowering).
b. Dekosentrasi
fungsi tertentu kepada staf pemerintah pusat yang tinggal diluar kantor
28
pusat. Dalam konteks ini yang dilimpahkan adalah wewenang
luar kantor pusat. Oleh karena itu dekosentrasi hanya menciptakan local
44
Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah (reformasi perencanaan, strategi, dan
peluang,Erlangga, Jakarta, 2004, Hal. 3
45
Amin Rahmanurrasyid, Akuntabilitas dan transparansi dalam pertanggung jawaban
pemerintahan Daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, (tesis tahun 2008), Hal. 49
46
Ibid
29
4. Tidak menciptakan otonomi dan daerah otonom tetapimenciptakan
wilayah administrasi;
5. Keberadaan field administration berada di dalam hirarki organisasi
pemerintah pusat;
6. Menunujukan pola hubungan kekuasaan intra organisasi;
7. Menciptakan keseragaman dalam struktur politik.
47
Op.cit Hal. 50
30
2.6 Pengertian Hukum dan Tindak Pidana Korupsi
Pengertian Hukum
sebagian, dapat diterangkan oleh banyaknya segi dan bentuk, serta kebesaran
Lagi pula, pada umumnya definisi ada ruginya, yakni ia tidak dapat
rumus, harus mengabaikan hal yang berupa-rupa dan yang banyak bentuknya.
minimal disiplin ilmu hukum dan para pemikirnya. Akan tetapi dalam kaitan
ini para ahli hukum harus memiliki pegangan tentang difinisi hukum,
masing-masing. Prof. Mr. Dr. L. J. Van Apelldoorn dalam buku nya juga
a. Capitant
31
b. C. Utrecht
masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat dan karena itu
c. Roscoe Pound
d. Aristoteles
“Particular law is that which eachommunity lays down and applies ti its
e. Grotius
f. Hobbes
“Where as law, properly is the word of him, that by right had command
over others”.
tegenstuw”.
Burgerlijk Recht”.
32
“Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,
tugasnya”.48
pidana dengan sebutan Straf baar Feit sebagai, Een strafbaar gestelde
baar person. Menurut Simmons tindak pidana terbagi atas dua unsur
yakni:
1) Perbuatan orang.
48
C.S.T Kansil, SH,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, hal : 35-36.
49
Soedjono Dirdjosisworo,SH,Op.Cit,hal : 5-6.
50
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hal 14.
33
b. Unsur subyektif:
Pengertian Korupsi
yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi
34
sehat agar adanya kelugasan dalam melaksanakan fungsi atau kegiatan
51
Victor M. situmorang ; Jusuf Juhir, Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam Lingkup
Aparatur Pemerintah, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hal. 26-27
35