Anda di halaman 1dari 93

SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN ZA DAN GULA TERHADAP


KARAKTERISTIK FISIK, ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN
LOGAM NATA DE COCO

Oleh
SITI KHOLIFAH
F24061489

2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH PENAMBAHAN ZA DAN GULA TERHADAP
KARAKTERISTIK FISIK, ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN
LOGAM NATA DE COCO

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
SITI KHOLIFAH F24061489

2010
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul skripsi : Pengaruh Penambahan ZA dan Gula terhadap Karakteristik Fisik,
Organoleptik dan Kandungan Logam Nata de Coco
Nama : Siti Kholifah
NRP : F24061489

Menyetujui,

Pembimbing Akademik I Pembimbing Akademik II

Siti Nurjanah S.TP, M.Si Dr. Dra. Suliantari, MS


NIP : 19760131 200501 2 001 NIP : 19500928.198003.2.001

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Dahrul Syah


NIP : 19650814.199002.1.001

Tanggal Lulus :
Siti Kholifah. F24061489. Pengaruh Penambahan ZA dan Gula terhadap
Karakteristik Fisik, Organoleptik dan Kandungan Logam Nata de coco. Di bawah
bimbingan Siti Nurjanah dan Suliantari

RINGKASAN

Acetobacter xylinum membutuhkan sumber nitrogen dan karbon untuk


menunjang pertumbuhannya. Sekarang ini, petani nata de coco di Bogor
menggunakan ammonium sulfat (ZA) yang merupakan salah satu pupuk
anorganik sebagai sumber nitrogen untuk Acetobacter xylinum. Dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan, ZA mengandung logam yang cukup tinggi.
Kandungan logam ini diduga dapat terperangkap di dalam lapisan polisakarida
nata de coco. Residu logam ini dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan
konsumen.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari penambahan ZA
terhadap karakteristik fisik dan kandungan logam pada nata de coco serta untuk
mendapatkan penambahan gula dan proses pengolahan yang optimum agar nata
de coco mempunyai karakteristik fisik dan organoleptik yamg dapat diterima.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei pada petani nata de
coco dan pengolah nata de coco dalam kemasan, analisis logam, pembuatan nata
di laboratorium dengan perlakuan konsentrasi ZA dan gula, analisis fisik dan
organoleptik nata. Pengukuran logam dilakukan dengan menggunakan Inductively
Couple Plasma-Mass Spectrophotometry (ICP-MS). Hasil dari survei digunakan
untuk mengetahui kisaran penggunaan ZA oleh petani nata dan selanjutnya
digunakan sebagai acuan formulasi dan proses pembuatan nata di laboratorium.
Hasil pengukuran logam ZA mengandung 1.05 ppm Cu, 18.65 ppm Zn,
42.4 ppb Sn dan 13.32 ppb As. Pada nata de coco mentah masih ditemukan
adanya kandungan Cu, Zn dan Pb. Dengan proses pengolahan lebih lanjut
(penekanan (pressing) pengembangan, pencucian, pembilasan dan perebusan)
dapat menurunkan kandungan logam pada nata sehingga memenuhi persyaratan
dalam SNI no. 01-4317-1996 tentang nata de coco.
Pembuatan nata de coco di laboratorium dilakukan dengan penambahan
ZA berdasarkan kisaran penggunaan ZA yang digunakan oleh petani nata yaitu
sebesar 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0% dan 1.2%. Hasil nata mentah yang diperoleh di
laboratorium mempunyai kandungan logam yang lebih rendah dibandingkan
dengan nata de coco mentah yang terdapat di pasar, yaitu mengandung Cu 0.36
ppm (0.4% ZA). 0.1 ppm (0.6% ZA), 0.11 ppm (0.8% ZA), 0.36 ppm (1.0% ZA),
0.36 ppm (1.2% ZA). Logam Zn hanya terdeteksi pada penambahan 1.2% ZA,
sedangkan Pb pada penambahan 0.8% ZA. Dari hasil penelitian ternyata
penambahan ZA 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0%, dan 1.2% tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata (p> 0.05) terhadap karakteristik produk, yaitu rendemen,
ketebalan, warna, dan kekerasan nata de coco. Penambahan sukrosa (0.4%, 0.6%,
0.8%, 1.0%, dan 1.2%) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap
karakteristik fisik produk yang dihasilkan (p > 0.05). Penambahan ZA sebesar
0.4% dan gula sebesar 0.4% direkomendasikan untuk pembuatan nata de coco
yang menghasilkan rendemen yang cukup tinggi (71.45%) dan menghasilkan
karakteristik warna, rasa, aroma, dan tekstur yang tidak berbeda nyata dengan nata
yang terdapat di pasar.
RIWAYAT HIDUP

Siti Kholifah dilahirkan di Brebes, Jawa Tengah


25 Juli 1989. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara keluargan Bapak Syamsudin dan Ibu Siti
Fatimah.

Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di


SDN 1 Munjul Jakarta Timur. Setelah itu penulis kembali
menyelesaikan sekolah menengahnya di SMP Negeri 1
Banjarharjo. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis di SMA Negeri 1
Brebes. Penulis masuk ke IPB melalui jalur USMI pada tahun 2006. Pada tingkat
dua di IPB penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di BEM Fateta sebagai staff


Found Raising pada tahun 2007-2008 dan menjadi anggota KPMDB (Kumpulan
pelajar Mahasiswa Daerah Brebes). Penulis juga aktif di bidang Program
Kreatifitas Mahasiswa, yaitu PKM-M “Penyuluhan makanan jajanan di SD Negeri
1 Dramaga” dan PKM-K “Pengembangan Bandeng Isi Jamur (Banisi) sebagai
pangan kaya protein dan serat”. Pada tingkat ketiga penulis bersama teman teman
mulai mengembangkan makanan berbasis Jagung yaitu brownies dan cookies
jagung (B’Corn) yang didanai oleh CDA IPB. Tahun 2010 penulis
mengembangkan kewirausahaan dengan ikut dalam Program Mahasiswa
Wirausaha dengan topik “Pengembangan Minuman Kopi dan Cokelat”.
THE EFFECT OF ADDING ZA AND SUGAR TO THE PHYSICAL
CHARACTERISTICS, ORGANOLEPTIC AND METAL CONTENT OF NATA DE
COCO

Siti Kholifah1, Siti Nurjanah2 dan Suliantari2


1
Mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institute Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga Bogor
16002. Email :kholifah.itp43@gmail.com
2
Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institute Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga Bogor 16002.

Abstrak

Acetobacter xylinum needs nitrogen and glucose source to support its growth. Rsently,
nata de coco producers in Bogor use ZA which knowly used as non-foodgrade nitrogen source
for Acetobacter xylinum. Several Research proved that inorganic fertilizer contain highly metal.
Now people have highly concern of metal rsidues in ZA and as the result it may be trapped in
nata de coco’s layers. Metal residues may be damager to people helath. This research aimed to
study effect of ZA adde to physical characteristic of nata de coco and heavy metal residues.
Heavy metal detection which is used in this research is by using Inductively Couple Plasma-
Mass Spectrofotometri( ICP-MS. ZA contain 1.05 ppm of Cu, 18.65 ppm of Zn, 42.4 ppb of Sn,
and 13.32 ppb of As. As the result of heavy metal contain, Raw nata de coco is also contain high
Cu, Zn, and Pb. In contras, packaged nata de coco contin metal in understandar amount of SNI
No. 01-4317-1996 about packaged nata de coco. This is result is proved that there’s metal
reduction during process. The result of nata de coco production in laboratorium with ZA added
which are 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0% and 1,2% show heavy metal contain in product may lower
they are 0.36 ppm, 0.1 ppm, 0.11 ppm, 0.36 ppm, 0.36 ppm for Cu. Zn only detected in 1.2% ZA,
on the other hand Pb detected only in 0.8% ZA. Its show that environtment especially equipment
also influence the metal contain in nata de coco. To produce safe and acceptable by consumers,
its needs to use lower ZA contain in nata de coco production.

Keyword: nata de coco, ammonium sulfate (ZA), metal Pb, Cu, and Zn
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT,
salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Atas kehendak dan karunia-Nya, penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan
ZA terhadap Karakteristik Fisik dan Kandungan Logam Nata de coco” dapat
diselesaikan. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari tugas akhir untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dapat diselesaikan atas sumbangan pemikiran dan masukan
dari pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku yang sangat aku cintai, yang tiada henti-hentinya
memberikan kasih sayang, nasihat, do’a, dukungan dan semangat kepada
penulis.
2. Siti Nurjanah, STP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan,
saran, bantuandan nasehat yang sangat berharga bagi penulis. Mohon maaf
atas segala kesalahan dan kekurangan penulis, semoga Allah SWT
membalas kebaikan ibu dengan balasan yang sebaik-baiknya.
3. Dr. Dra. Suliantari, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, masukan, saran, bantuandan nasehat yang
sangat berharga bagi penulis.
4. Dian Herawati, STP, M. Si selaku dosen penguji dan memberikan saran
dan masukan bagi kelengkapan skripsi penulis
5. Teknisi laboratorium ITP (Pak Rojak, Mba Ari, Ibu Antin, Pak Wahid,
Pak Edi, Ibu Rub dan Mas Aldi)
6. Para petani nata de coco pak Ocid, Pak Ade, Pak Didin, Pak Sambas, Pak
Hendra, Pak Simon (CV. MMI) atas segala informasi yang telah diberikan
demi membantu penyelesaian skripsi penulis
7. Teteh-teteh ku, teh nani dan teh ning yang telah memberikan dukungan
untuk selalu semangat dan terus berusaha

i
8. Rino Marianto, atas segala perhatian, kasih sayang, kesabaran, dan
nasehat-nasehat yang selalu mendorong agar penulis tetap berjuang dan
berusaha untuk menjadi lebih baik
9. Awaliyatus Sholihah dan Sarah Fathia, terima kasih telah menjadi sahabat
terbaik penulis, mau mendengarkan keluh kesah dan terus memberikan
semangat
10. Widya, Ipit, Kardi, Riza, Risma, Iyus, Wj, Prima, Erick, Rima, Anto,yang
telah menjadi teman yang sangat baik bagi penulis
11. Teman-teman kost: Icha, Onie, Simau, Mude, Mba Dian, Mba Eva, Mba
Yusni, Eka, Mba Malya yang telah memberikan lingkungan kosan yang
kondusif dan lebih hidup
12. Teman-teman ITP semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima
kasih atas kerjasamanya. Semoga kita semua dapat sukses menjalani
kehidupan selanjutnya, selamat berjuang teman-temanku.

Semoga ukhuwah kita tetap terjalin dan hanya Allah SWT yang dapat membalas
segala amal yang telah diberikan, amin.

Bogor, Agustus 2010

Siti Kholifah

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……………………………………………..… i
DAFTAR ISI……………………………………………………........ iii
DAFTAR TABEL……………………………………………..…...... vi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………… vii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………… ix
I. PENDAHULUAN…………………………………...……...... 1
A. Latar Belakang…………………………………………..... 1
B. Tujuan…………………………………………………….. 2
C. Manfaat…………………………………………………… 2
II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………..………. 3
A. Air Kelapa………………………………………………... 3
B. Nata de coco……………………………………………... 5
C. Acetobacter xylinum……………………………………... 8
1. Sifat Acetobacter xylinum……………………………. 8
2. Kondisi Kultivasi Produksi Selulosa............................ 8
3. Isolasi dan Pemeliharaan Kultur……………………... 10
D. ZA (Ammonium Sulfat) ………………………………… 13
E. Cemaran Logam…………………………………..…....... 15
1. Tembaga (Cu) …………….………………………….. 16
2. Seng (Zn) …………………………………………….. 16
3. Timbal (Pb) ……………………………………..……. 17
III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………… 19
A. Bahan dan Alat…………………………………………… 19
B. Metode Penelitian………………………………………... 19
1. Penelitian Pendahuluan……………………………… 19
a) Survei di Petani Nata de coco…………………... 19
b) Survei di Pengolah Nata de coco dalam Kemasan 21
2. Penelitian Lanjutan………………………………….. 21
a) Pembuatan Nata de coco…………………………. 21

iii
b) Analisis Logam………………………………….... 24
c) Perhitungan Viabilitas Acetobacter xylinum
dengan Hemacytometer ..………………………… 25
d) Analisis Karakteristik Fisik Nata de coco………... 25
1) Rendemen, Metode Gravimetri (AOAC,
1979)................................................................. 25
2) Ketebalan nata (Wijandi dan Fardiaz, 1985)..... 26
3) Kecerahan dengan Chromameter...................... 26
4) Kekerasan dengan Penetrometer....................... 26
5) Analisis Kadar Air (Metode Gravimetri, SNI
01-2891-1992)................................................... 26
e) Uji Organoleptik (Resurreccion, 1998)….……..… 27
3. Rancangan Percobaan…..…………………………... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..…………………………..... 29
A. Survei…………………………………………………….. 29
1. Petani Nata de coco…………………………………. 29
2. Pengolah Nata de coco dalam Kemasan...................... 33
B. Analisis Logam…………………………………………... 34
C. Pembuatan Nata de coco di Laboratorium……………...... 38
1. Perhitungan Viabilitas Acetobacter xylinum…………. 38
2. Pengaruh Penambahan ZA…………………………… 39
a) Rendemen………………………………………… 40
b) Ketebalan…………………………………………. 41
c) Kekerasan………………………………………… 42
d) Warna ……………………………………………. 43
e) Kadar Air ………………………………………… 44
3. Optimasi Penambahan Gula pada Pembuatan Nata de
coco…………………………………………………… 45
4. Optimasi Pengolahan Nata de coco…………………... 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………… 49
A. Kesimpulan……………………………………..………… 49
B. Saran …………………………………..…………………. 50

iv
VI. DAFTAR PUSTAKA……………………...…………………. 51
VII. LAMPIRAN…………………...……………………………... 56

v
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Analisis proksimat air kelapa tua (Unagol et al., 2007)…. 4


Tabel 2. Komposisi medium Hestrin-Schramm (1954)…………… 13
Tabel 3. Spesifikasi ammonium sulfat (SNI 02-1760-2005)……… 14
Tabel 4. Syarat mutu pupuk ammonium sulfat (SNI 02-1760-
2005)……………………………………………………... 15
Tabel 5. Kondisi ICP-MS yang digunakan………………………... 24
Tabel 6. Formulasi bahan-bahan yang digunakan oleh petani nata
de coco………………………………………………………….. 29
Tabel 7. Hasil analisis kadar logam pada nata de coco dalam
kemasan menggunakan ICP-MS…………………………. 37
Tabel 8. Hasil analisis kadar logam pada nata de coco hasil
percobaan di laboratorium………………………..……… 39
Tabel 9. Hungan konsentrasi ZA dengen rendemen nata…………. 41
Tabel 10. Hasil pengukuran warna nata dengan chromameter……... 43
Tabel 11. Nilai rataan skor panelis terhadap uji rating sederhana….. 47

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pathway metabolisme pembentukan selulosa oleh


Acetobacter xylinum (Park et al., 2009)………………. 6
Gambar 2. Rendemen basis basah nata de coco dalam medium air
kelapa yang ditambahkan dengan ammonium sulfat
dan berbagai jenis konsentrasi gula................................ 11
Gambar 3. Rendemen basis kering nata de coco dalam medium air
kelapa yang ditambahkan dengan ammonium sulfat
dan berbagai jenis konsentrasi gula................................ 12
Gambar 4. Ketebalan nata de coco dalam medium air kelapa yang
ditambahkan dengan ammonium sulfat dan berbagai
jenis konsentrasi gula (Budhiyono et al., 1999)............. 12
Gambar 5. Outline penelitian yang dilakukan…………………….. 20
Gambar 6. Diagram alir pembuatan nata de coco di laboratorium.. 22
Gambar 7. Diagram alir proses pengolahan nata de coco................ 23
Gambar 8. Pemetaan Petani nata de coco dengan pengolah nata
de coco dalam cup…………………………………….. 30
Gambar 9 Peralatan yang digunakan dalam pembuatan nata de
coco……………………………………………………. 31
Gambar 10 Ruangan fermentasi nata de coco……………………... 32
Gambar 11 Proses pemotongan nata de coco……………………… 32
Gambar 12 Nata yang telah ditempatkan di dalam karung………… 33
Gambar 13 Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan
logam Cu (ppm)………………….……………………. 35
Gambar 14 Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan
logam Zn (ppm)……………………………………….. 36
Gambar 15 Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan
logam Pb (ppm)……………………………………….. 36
Gambar 16 Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan ketebalan
nata…………………………………………………….. 42

vii
Gambar 17 Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan kekerasan
nata…………………………………………………….. 43
Gambar 18 Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan kadar air
nata…………………………………………………….. 44
Gambar 19 Grafik hubungan konsentrasi gula dengan rendemen
nata…………………………………………………….. 46
Gambar 20 Grafik hubungan konsentrasi gula dengan ketebalan
nata…………………………………………………….. 46

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Syarat mutu produk nata de coco dalam kemasan


(SNI 01-4317-1996)………………………………… 57
Lampiran 2. Kuisioner untuk petani nata de coco……………….. 58
Lampiran 3. Form kuisioner organoleptik (rating sederhana)……. 59
Lampiran 4. Diagram alir proses pengolahan nata de coco di CV.
MMI………………………………………………... 60
Lampiran 5. Perhitungan Acetobacter xylinum dengan 61
hemacytometer………………………………………
Lampiran 6. Perhitungan penurunan kandungan logam………….. 62
Lampiran 7. Gambar nata de coco saat panen……………………. 63
Lampiran 8. Analisis sidik ragam rendemen nata………………… 64
Lampiran 9. Analisis sidik ragam ketebalan nata………………… 65
Lampiran 10. Analisis sidik ragam kekerasan nata………………... 66
Lampiran 11. Analisis sidik ragam warna nata ……………………. 67
Lampiran 12. Analisis sidik ragam kadar air nata…………………. 70
Lampiran 13. Analisis sidik ragam konsentrasi gula………………. 71
Lampiran 14. Hasil uji rating sederhana…………………………… 73
Lampiran 15. Hasil pengolahan data rating sederhana…………….. 74

ix
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nata de coco adalah produk pangan yang berbentuk seperti jeli,
berwarna putih hingga bening dan bertekstur kenyal. Struktur ini terbentuk
dari selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum yang merupakan
suatu agregat selulosa murni yang tidak mengandung hemiselulosa, pektin
dan lignin (Backdahl et al., 2006). Proses pembuatan nata de coco,
diperlukan nutrisi untuk menunjang pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum yaitu sumber karbon, sumber nitrogen, vitamin dan mineral. Air
kelapa yang digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri nata hanya dapat
mencukupi kebutuhan gula dan mineral, sedangkan untuk sumber nitrogen
perlu ditambahkan dari luar dan umumnya petani menggunakan ZA
(Zwavelzuur Ammoniak) sebagai sumber nitrogen.
ZA sebenarnya bukan diperuntukkan untuk produk pangan (non-
foodgrade), sehingga hal ini menjadi perhatian dalam keamanan pangan dari
nata de coco. Secara umum ZA digunakan sebagai pupuk untuk berbagai
jenis produk pertanian. Dalam material savety data sheet (MSDS) no. A6192
ammonium sulfat (ZA) merupakan hazard ingredient dengan health rating 1-
ringan yang bersifat iritan terhadap kulit, mata, saluran pernafasan dan dapat
berbahaya apabila tertelan. Dalam proses pembuatannya ZA menggunakan
katalis logam (Boswell, et al., 1985). Katalis logam yang digunakan mungkin
tidak dapat dipisahkan 100% dan masih tersisa dalam produk akhir.
Pada proses pembuatan nata de coco diduga residu logam dari ZA dan
juga peralatan dapat terperangkap dalam jaringan ekstraseluler nata de coco.
Adanya logam dalam produk nata (termasuk Cu, Zn, dan Pb) dapat
dikategorikan sebagai kontaminan. Dalam syarat mutu nata dalam kemasan
pada SNI No. 01-4317-1996 ditentukan bahwa kandungan logam pada
produk nata de coco dalam kemasan dibatasi, untuk cemaran timbal (Pb),
tembaga (Cu), dan seng (Zn) masing-masing maksimal 0,2 mg/Kg, 2,0
mg/Kg, 5,0 mg/ kg dan untuk timah (Sn) sebesar 40 mg/250 kg.

1
Penelitian ini penting dilakukan mengingat bahaya yang ditimbulkan
oleh logam tersebut. Pengukuran kandungan logam pada nata de coco di
pasar diperlukan untuk mengetahui kandungan logam produk akhir pada
pengolahan nata de coco. Penelitian ini juga diperlukan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan ZA pada nata de coco, sehingga diharapkan dapat
mengurangi penggunaan ZA dan dapat menghindari kontaminasi logam yang
berasal dari ZA dan peralatan.

B. Tujuan
1. Memperoleh informasi mengenai formulasi pembuatan nata de coco oleh
pembuat nata de coco
2. Memperoleh informasi kandungan logam Cu, Zn dan Pb pada sampel
nata yang ada di pasaran pada produk antara dan produk jadi yang telah
dikemas
3. Mengkaji pengaruh penggunaan ZA pada beberapa konsentrasi dengan
kandungan logam, karakteristik fisik dan organoleptik nata de coco yang
dihasilkan
4. Menentukan konsentrasi gula yang optimum dalam pembuatan nata de
coco dan proses pengolahan nata sehingga nata de coco yang dihasilkan
dapat diterima oleh konsumen

C. Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai penggunaan ZA dalam kaitannya dengan kandungan logam pada
produk nata yang saat ini beredar dipasaran; memberi usulan konsentrasi ZA
yang aman untuk menghasilkan nata dengan sifat fisik dan organoleptik
yang disukai konsumen sehingga akan sangat bermanfaat untuk produsen
nata.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Kelapa
Air kelapa merupakan bagian dari buah kelapa yang diperoleh dari
endosperma cair. Air kelapa mengisi kurang lebih tiga per empat bagian
rongga dalam buah kelapa. Jumlah air kelapa yang terkandung didalam satu
buah kelapa tua sekitar 300 ml. Jumlah ini dipengaruhi oleh ukuran kelapa,
varietas, kematangan dan kesegaran kelapa (Tenda, 1992).
Produksi air kelapa di Indonesia cukup melimpah, tetapi
pemanfaatannya masih belum optimal. Air kelapa ini terkadang terbuang
begitu saja ke dalam tanah. Hal ini dapat menyebabkan polusi asam asetat.
fermentasi air kelapa akan mempengaruhi keasaman tanah sehingga akan
menimbulkan pengaruh buruk pada tanaman sekitar (Zambre et al., 2002).
Salah satu alternatif pengolahan air kelapa adalah pembuatan nata de
coco. Kemampuan air kelapa untuk menghasilkan nata de coco disebabkan
oleh kandungan nutrisinya yang kaya dan relatif lengkap, serta sesuai untuk
pertumbuhan bakteri nata (Pambayun, 2006). Nilai kalori yang terdapat
didalam air kelapa sebesar 17.4 kalori/ 100 gram bahan (Vigliar et al., 2006).
Kandungan mineral didalam air kelapa juga cukup tinggi (Kwiatkowski et al.,
2008). Analisa proksimat air kelapa dapat dilihat pada Tabel 1.
Komposisi air kelapa terutama kandungan gulanya dipengaruhi oleh
umur buah kelapa (Vigliar et al., 2006). Semakin tua umur buah kelapa maka
kandungan fruktosa dan glukosanya akan meningkat, sedangkan kandungan
sukrosanya akan menurun. Sedangkan menurut Zambre (2002) air kelapa
kurang tahan selama penyimpanan dan kompenen gula yang terdapat
didalamnya mudah mengalami fermentasi spontan sehingga rasanya cepat
menjadi asam.

3
Tabel 1. Analisis Proksimat air kelapa tua (Unagul et al., 2007)
Total Padatan 40.0 ± 2.0 Asam Lemak 6.6
Total karbohidrat 17.8 C8:0 0.35
Glukosa 5.0 ± 0.4 C10:0 1.78
Fruktosa 6.1 ± 0.4 C12:0 2.23
Sukrosa 6.7 ± 0.6 C14:0 0.93
Asam Organik 4.5 C16:0 0.48
Asam Asetat 0.7 ± 0.1 C18:0 0.14
Asam Sitrat 0.05 ± 0.03 C18:1 0.32
Asam DL-malat 2.5 ± 0.2 C18:2 0.07
Asam Suksinat 0.9 ± 0.1 Komponen mikro
Mangan (mg/l) 0.19±0.02
Magnesium 0.046±0.009
Kalium 0.41 ± 0.06
Natrium 0.23 ± 0.03

Keterangan : Data disajikan dalam g/L

Air kelapa matang mempunyai nilai pH dari sebesar 4.88 ± 0.05


dengan aktiviatas air sebesar 0.995 ± 0.003 (Walter et al., 2009). Nilai pH ini
akan menurun dengan adanya penyimpanan. Berdasarkan penelitian Mashudi
(1993), penundaan air kelapa berpengaruh terhadap mutu nata de coco yang
dihasilkan. Penundaan air kelapa lebih dari 9 hari sudah tidak dapat
menghasilkan nata, sedangkan penundaan yang kurang dari 9 hari masih
memungkinkan menghasilkan tetapi sudah berkurang. Hal ini diduga karena
air yang telah ditunda terlalu lama komposisinya sudah banyak berkurang
akibat telah mengalami fermentasi oleh bakteri yang mengkontaminasi air
kelapa. Kandungan gula dan padatan terlarut lain dapat dijadikan sebagi
sumber karbon bagi pertumbuhan mikroba dan dengan nilai aktifitas air ynag
tinggi membuat air kelapa ini sangat rentan terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan patogen. Selain itu air kelapa yang ditunda lama pH-nya akan
semakin turun sehingga berada diluar selang yang memungkinkan bakteri
Acetobacter xylinum untuk bisa hidup (Mashudi, 1993).

4
B. Nata de coco
Nata de coco merupakan selulosa yang dihasilkan dari fermentasi air
kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Selulosa ini berbentuk seperti jeli,
berwarna putih hingga bening dan bertekstur kenyal. Syarat mutu produk nata
dalam kemasan menurut SNI No. 01-4317-1996 dapat dilihat pada pada
Lampiran 1.
Selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum merupakan
selulosa murni tanpa campuran hemiselulosa, pektin dan lignin (Backdahl et
al., 2006). Selulosa ini berbeda dengan selulosa yang terdapat didalam
tanaman yaitu mempunyai kemampuan membentuk kristal dan kapasitas
penyerapan air yang tinggi, serta kekuatan mekanisnya yang baik (Keshk dan
Sameshima, 2006).
Selulosa di bentuk dari glukosa melalui glukosa-6-phospat (G6P),
glukosa-1-phospat (G1P), dan uridin-5’-diphospat glukosa (Masaoka et al.,
1993). Mekanisme pembentukan selulosa pada tumbuhan berbeda dengan
dengan mekanisme pembentukan selulosa mengunakan mikroorganisme.
Pada tumbuhan, prekursor sintesis selulosa berupa GDP-D-Glukosa,
sedangkan Acetobacter xylinum mensintesis selulosa dari UDP-D-Glukosa.
Tipe serat-serat selulosa dapat digambarkan sebagai sebuah pita
dimana benang-benang yang membujur adalah rantai-rantai polimer yang
panjang dan hanya terdiri dari D-Glukosa. Pada masing-masing rantai,
monomer-monomer gula berikatan seragam denagn ikatan β-1,4-glukosidik.
Laju produksi selulosa oleh Acetobacter xylinum sebanding dengan laju
pertumbuhan sel dan tidak tergantung pada sumber karbon. Terdapat 4
langkah reaksi enzimatis di dalam pembentukan selulosa oleh Acetobacter
xylinum yang menunjukkan lintasan yang lengkap dari glukosa menjadi
selulosa, yaitu: (1) posporilasi glukosa oleh glukokinase, (2) isomerisasi
glukosa-6-posfat (G6P) menjadi glukosa-1-posfat (G1P) oleh
pospoglukomutase, (3) sintesis UDP-glukosa dan UDPG-piroposporilase dan
(4) reaksi pembentukan selulosa. Jalur lintasan biosentesis oleh Acetobacter
xylinum secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1 (Park et al., 2009).

5
Selulosa

UDP-Glukosa Glukosa

UGP GKH

G6PD
G1P G6P (NAD) PGA
PGM G6PD (NADP)

Jalur lintasan
Pentosa
PGI Posfat

Siklus TCA
Fruktosa F6P
EMP
PTS
S
F1P FDP

Gambar 1. Pathway metabolisme pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum


(Park et al., 2009)

Keterangan : UDP = Uridine dehidrogenas piroposforilase


G6P = Glukosa-6-posfat
G1P = Glukosa-1-posfat
PGA = Asam posfoglukonat
F1P = Fruktosa-1-posfat
FDP = Fruktosa-1,6-diposfat
F6P = Fruktosa-6-posfat
GHK = Glukosa heksokinase
PGM = Posfoglukomutase
UGP = UDP-glukosa pifosforilase
G6PD= Glukosa-6-posfat dehidrogenase
PGI = Posfoglukosa isomerase
FHK = Fruktosa heksokinase
PTS = sistem posfotranferse
EMP = Jalur lintasan Embden Myerhoff
6
Air kelapa dapat digunakan sebagai media fermentasi nata de coco
tetapi bahan seperti buah-buahan juga dapat digunakan. Dengan bantuan
bakteri Acetobacter xylinum maka komponen gula yang terdapat didalamnya
dapat diubah menjadi suatu substansi yang menyerupai gel dan tumbuh
dipermukaan media. Kurosumi et al. (2009) berhasil menggunakan jeruk,
nanas, apel, pear dan anggur sebagai media pertumbuhan Acetobacter
xylinum dan menghasilkan nata yang baik.
Pemberian nama disesuaikan dengan bahan medium seperti nata de
coco untuk produk dari air kelapa dan dari nanas dikenal dengan nama nata
de pina. Dalam pertumbuhannya bakteri Acetobacter xylinum dipengaruhi
oleh faktor antara lain pH, suhu, sumber nitrogen, dan sumber karbon
(Pambayun, 2006). Acetobacter xylinum dapat mencerna berbagai jenis gula
dan mengubahnya menjadi nata (Adesoye et al., 2006). Hernawati (1998)
dalam penelitiannya menggunakan fruktosa dan gliserol sebagi sumber
karbon bagi Acetobacter xylinum.
Selain itu keberhasilan pembuatan nata juga bergantung pada kondisi
fermentasi, lama fermentasi, ketinggian media didalam wadah dan ukuran
wadah. Semakin lama waktu fermentasi berpengaruh positif terhandap
ketebalan dan rendemen nata de coco. Semakin dangkal media dalam wadah
fermentasi juga akan meningkatkan rendemen dan ketebalan nata karena
mempunyai sirkulasi udara yang lebih baik sehingga pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum optimum (Haryatni, 2002).
Fermentasi nata de coco dinyatakan sempurna apabila tidak ada cairan
yang tertinggal di dalam nampan kecuali lembaran nata. Adapun ciri-ciri nata
yang bagus adalah berwarna putih transparan, mempunyai permukaan yang
halus dan rata, mempunyai ketebalan sama di semua bagian, mempunyai
selaput tipis dipermukaan bagian atas yang dapat dengan mudah dipisahkan,
dan mempunyai pula lapisan tipis lembek di bagian bawah (Pambayun,
2006).

7
C. Acetobacter xylinum
1. Sifat Acetobacter xylinum
Acetobacter xylinum termasuk golongan bakteri Acetobacter yang
memiliki ciri-ciri antara lain berbentuk batang, gram negatif, obligat aerob,
dengan lebar 0.5-1.0 µm dan panjang 2-10 µm (Brown, 1996). Bakteri ini
tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih
muda, individu sel berdiri sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang
sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi
sel dan koloninya (Hesse dan Kondo, 2005).
Bakteri ini dapat menghasilkan nanofiber selulosa dengan panjang
40-50 nm. Selulosa tersebut terdiri dari rantai paralel β-1,4-D-
glukopiranosa yang berikatan hidrogen. Struktur serat yang terbentuk
mempunyai rasio daerah kristal dan non-kristal. Rasio daerah kristal dan
non-kristal menunjukkan kompleksitas besar dan variabilitas dalam
pengaturan supramolekulnya. Pembentukan suprastruktur dari serat
selulosa bakteri dan pelikel dapat dikendalikan dengan variasi dari
komponen nutrisi dan kondisi pada media tersebut (Klemm, 2005).

2. Kondisi Kultivasi Produksi Selulosa

Pemilihan media kultivasi merupakan salah satu faktor penting


dalam produksi biomassa. Faktor lainnya yaitu kondisi lingkungan (pH,
suhu, oksigen terlarut, dan agitasi) serta galur mikroorganisme yang
digunakan. Suhu optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum adalah
28º C (Ch’Ng dan Muhamad, 1999). Tetapi Pambayun (2006)
menyebutkan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan Acetobacter
xylinum adalah pada suhu 28º C - 30º C.

Pambayun (2006) menyatakan pH medium pertumbuhan


Acetobacter xylinum merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk. Nilai pH optimum
untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum menurut Pambayun (2006)
adalah antara 5,4 – 6,3, sedangkan hasil penelitian Embuscado et al.,
(1994) menemukan bahwa yield selulosa tertinggi diperoleh pada pH 4,5.

8
Menurut Masaoka et al., (1993), pH optimum untuk produksi selulosa
adalah 4,0 – 6,0.

Penurunan dan peningkatan produktifitas pembuatan nata


dipengaruhi oleh kandungan glukosa dalam medium fermentasi (Masaoka
et al., 1993). Penelitian Son et al., (2003) menghasilkan adanya
peningkatan rendemen nata pada penambahan glukosa kurang dari 1.5%
tetapi menurun ketika penambahan gula lebih dari 2%.

Perbedaan jenis sakarida yang ditambahkan pada medium


mempengaruhi sintesa selulosa dari Acetobacter xylinum (Budhiyono et
al., 1999). Pada penelitiannya Budhiyono et al., (1999) menggunakan
fruktosa, glukosa, laktosa dan sukrosa sebagai sumber C ada media
fermentasi Acetobacter xylinum. Fruktosa memberikan yields tertinggi,
diikuti oleh kombinasi fruktosa dan laktosa. Berdasarkan hasil tersebut
fruktosa merupakan subrat paling cocok untuk sintetis selulosa oleh
Acetobacter xylinum. Keberadaan glukosa secara tersendiri dalam media
dapat menurunkan jumlah selulosa yang diperoleh.

Pertumbuhan Acetobacter xylinum tidak dipengaruhi oleh tingkat


penggunaan sumber nitrogen (Embuscado et.al., 1994). Tetapi kombinasi
dari sumber nitrogen organik (pepton, ekstrak khamir) dan anorganik
(ammonium sulfat, ammonium fosfat) memperlihatkan peningkatan
selulosa dibandingkan dengan sumber anorganik secara tersendiri. Sumber
nitrogen anorganik yang dapat digunakan sebagai media pertumbuhan
Acetobacter xylinum adalah ammonium sulfat dan ammonium fosfat (Son
et al., 2003). Penambahan ammonium sulfat yang optimum adalah sebesar
0.2%, sedangkan penambahan ammonium fosfat menghasilkan rendemen
tertinggi adalah sebesar 0.3%. Son et al., (2003) menngunakan tambahan
vitamin dan mineral ke dalam medium fermentasinya. Mashudi (1993) dan
Haryatni (2002) menyatakan bahwa penambahan ammonium sulfat yang
optimum sebesar 0.4%.

Budhiyono et al., (1999) menyatakan bahwa penggunaan


ammonium fosfat sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan Acetobacter

9
xylinum lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan ammonuim sulfat.
Hal ini, dikarenakan adanya penambahan unsur P dari ammonuim posfat
yang sangat dibutuhkan dalam sintesis sululosa oleh Acetobacter xylinum.

3. Isolasi dan Pemeliharaan Kultur


Bakteri Acetobacter xylinum dapat ditemukan pada sari tanaman
bergula yang telah mengalami fermentasi atau pada sayuran dan buah-
uahan bergula yang membusuk. Isolasi Acetobacter xylinum dari bahan
tersebut relatif mudah yaitu dengan menumbuhkannya pada medium agar
yang ditambahkan gula dan diperkaya dengan sari buah atau ekstrak
khamir (Kojima et al., 1997).
Pertumbuhan Acetobacter xylinum pada media Hestrin-Scramm
(1954) memperlihatkan adanya kekeruhan pada media nata (Verschureni
et al., 2000). Pelikel selulosa mulai terbentuk pada permukaan medium
cair setelah inokulasi Acetobacter xylinum selama 24 jam dengan suhu 30º
C (Yan et al., 2008). Terbentuknya lapisan selulosa di permukaan baru
akan terlihat setelah 2-3 hari (Budhiyoni et al., 1999). Jaringan halus dan
transparan yang terbentuk dipermukaan membawa sebagian bakteri yang
terperangkap di dalamnya. Gas CO2 yang dihasilkan lambat oleh
Acetobacter xylinum menyebabkan pengapungan nata sehingga nata
terdorong ke permukaan (Hesse dan Kondo, 2005).

Dalam pertumbuhannya Acetobacter xylinum akan segera


berkembang pesat dari jumlah awal yang rendah meningkat secara
eksponensial hingga jumlah maksimum. Fase logaritmik dari Acetobacter
xylinum terjadi pada waktu penyimpanan 84 jan (3-4 hari). Waktu generasi
Acetobacter xylinum berkisar kurang lebih 2 jam. Pertumbuhan sel
Acetobacter xylinum mencapai maksimum dengan jumlah sel ±107 sel/ml
(Saxenaa at al., 2001).

Budhiyono et al., (1999) menyatakan bahwa secara umum


pertumbuhan Acetobacter xylinum akan meningkat pada hari ketiga dan
kecepatan pertumbuhan akan menurun pada hari kesepuluh. Gambar 2

10
menunjukan rendemen basis basah nata de coco dalam medium air kelapa
yang ditambahkan dengan ammonium sulfat 0.4% dan berbagai jenis
konsentrasi gula sebesar 0%, 1%, 2%, 3%, 4% dan Gambar 3
menunjukkan rendemen basis kering nata de coco pada medium yang
sama.

B
e
r
a
t

b
a
s
a
h

(g)

Hari ke-

Gambar 2. Rendemen basis basah nata de coco dalam medium air kelapa
yang ditambahkan dengan ammonium sulfat dan berbagai jenis
konsentrasi gula (Budhiyono et al.,, 1999)

11
B
e
r
a
t

k
e
r
i
n
g

(g)
Hari ke-
Gambar 3. Rendemen basis kering nata de coco dalam medium air kelapa
yang ditambahkan dengan ammonium sulfat dan berbagai
jenis konsentrasi gula (Budhiyono et al., 1999)

K
e
t
e
b
a
l
a
n

(mm)

Hari ke-

Gambar 4. Ketebalan nata de coco dalam medium air kelapa yang


ditambahkan dengan ammonium sulfat dan berbagai jenis
konsentrasi gula (Budhiyono et al., 1999)

12
Medium yang secara umum digunakan untuk isolasi dan
pemeliharan kultur bakteri Acetobacter xylinum adalah medium agar dan
medium cair Hestrin-Schramm (Tabel 2). Medium ini juga di dalam
praktek industri digunakan untuk perbanyakan sel dan sebagai starter
dalam proses produksi nata.

Tabel 2. Komposisi medium Hestrin-Schramm (1954)


Komposisi medium Jumlah (%)
Glukosa 2.00
Bacto pepton 0.50
Ekstrak Khamir 0.50
(NH4)2HPO4 0.27
Asam sitrat 0.10
Sumber : Verschureni et al., (2000)

D. ZA (Ammonium Sulfat)

Ammonium sulfat merupakan pupuk buatan berbentuk kristal dengan


rumus kimia (NH4)2SO4 yang mengandung unsur hara nitrogen dan belerang
yang biasa juga disebut pupuk ZA (Zwavelzuur Ammoniak). Senyawa ini
bersifat tidak higroskopis dan baru akan menyerap air bila kelembaban nisbi
sudah 80% pada suhu 30ºC. ZA dapat digunakan sebagai sumber nitrogen
untuk membantu pertumbuhan Acetobacter xylinum pada proses pembuatan
nata de coco (Pambayun, 2006). Pambayun (2006) melanjutkan bahwa selain
sebagai sumber nitrogen ZA juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Acetobacter acetii yang merupakan bakteri pesaing dari Acetobacter xylinum.

SNI 02-1760-2005 mensyaratkan kandungan nitrogen untuk


ammonium sulfate minimal 25%. Kandungan nitrogen yang tinggi pada
senyawa ini dapat dimanfaatkan oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk
menunjang kebutuhan hidupnya. Nata dengan penggunaan ammonium sulfat
sebagai sumber nitrogennya sebenarnya tidak terlalu membahayakan karena
ketika sudah menjadi nata, ammonium sulfat tidak lagi berbentuk ammonium

13
sulfat. Adanya proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum menyebabkan
unsur nitrogennya akan habis (Astawan dan Astawan, 1991).

Sebagian besar ammonium sulfat diproduksi sebagai hasil produksi


dari onem batubara di industri manufaktur caprolactum, walaupun demikian
ammonium sulfat ini dapat pula dibuat secara sintetik (Boswell et al., 1985).
Proses pembuatan ZA dapat berlangsung dengan dua cara (Muchsony, 1994).
Cara pertama adalah dengan mencampurkan ammonia dengan asam sulfat,
reaksi ini bersifat sangat eksotermis. Cara kedua adalah dengan dua tahap,
tahap pertama adalah pembentukan ammonium karbonat dengan
mencampurkan ammonium dengan karbondioksida, setelah itu ammonium
karbonat yang terbentuk direaksikan dengan fosfogipsum. Dalam proses
pembuatannya terdapat penggunaan katalis logam agar reaksi dapat berjalan
dengan lebih cepat. Katalis yang digunakan dalam proses pembuatan ZA ini
adalah Co-Mo, ZnO, U2O5, Fe, FES, V2O5, dan CaSO4. H2O.

Cara I:
2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4
Cara II:
CO2 + 2 NH3 (NH4)2CO3
(NH4)2CO3 + CaSO4. 2H2O (NH4)2SO4 +CaCO3

Di pasaran amonium sulfat digolongkan dalam dua golongan


komersial dan golongan kering. Adapun spesifikasi dari masing-masing
golongan dapat dilihat dalam Tabel 3 sedangkan syarat umum ammonium
sulfat sapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Spesifikasi amonium sulfat (SNI 02-1760-2005)


Spesifikasi Kandungan amoniak Kandungan air Asam bebas
Komersial min 2,50 % Maks 2,40 % maks 0,40 %
Kering min 25,25 % Maks 0,25 % maks 0,15%

14
Tabel 4. Syarat mutu pupuk amonium sulfat (SNI 02-1760-2005)
No Uraian Persyaratan
1 Kandungan Nitrogen min 25%
2 Kandungan fosfor (dihitung sebagai P2O5) min 16%
3 Kandungan Air Maks 1%
4 Butir lolos ayakan US mesh 5 tidak lolos Maks 90%
ayakan US mesh 10
Keterangan : semua persyaratan kecuali kandungan air dihitung berdasar bahan
kering

ZA merupakan salah satu jenis pupuk menjadi titik kritis dalam


keamanan pangan dari nata de coco. Adanya penambahan pupuk anorganik
pada tanah akan meningkatkan kandungan logam berat (Cu, Zn dan Pb)
dalam permukaan tanah (Chaney and Ryan, 1993). Hal tersebut diduga bahwa
di dalam pupuk masih terdapat kandungan logam yang dapat mencemari
lingkungannya.

Residu logam berat yang berasal dari ZA diduga akan terperangkap di


dalam lapisan ekstrapolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri nata, sehingga
tidak hilang pada saat pencucian ataupun perebusan lembaran nata. Seperti
umumnya bakteri, bakteri nata sendiri kemungkinan tidak dapat
menghilangkan logam berat selama proses fermentasi berlangsung. Adanya
logam dalam produk nata (termasuk Cu, Zn, dan Pb) dapat dikategorikan
sebagai kontaminan yaitu bahan yang tidak sengaja ditambahkan dalam
makanan.

E. Cemaran Logam

Salah satu masalah besar dunia adalah pencemaran logam berat.


Logam ini terdistribusi di dalam lingkungan secar natural dalam siklus
geologi dan biologi. Toksisitas logam ditentukan oleh dosis yang terdapat di
tingkat selular, bentuk kimia dan ikatan ligan (Deshpande, 2002).

15
1. Tembaga (Cu)
Tembaga secara alami dapat ditemukan di semua makanan dari
tumbuhan dan hewan (Reilly, 1991). Selain itu tembaga juga dapat
ditemukan di peralatan masak dan pipa. Tembaga sendiri merupakan
salah satu logam berat esensial untuk kehidupan. Logam ini merupakan
bagian dari hemokuprein, sama halnya dengan Fe dalam hemoglobin.
Tembaga juga merupakan konstituen yang harus ada dalam makanan
manusia yang dibutuhkan oleh tubuh per hari 0,05 mg/kg berat badan.
Tetapi jika konsumsi Cu berlebihan, logam Cu terakumulasi dalam hati
dengan jalan utama untuk ekskresi melalui empedu (Darmono, 1995).
Gejala akut yang ditimbulkan akibat konsumsi Cu yang
berlebihan akan menyebabkan sakit perut, mual, muntah dan diare,
bahkan dalam beberapa kasus parah dapat menyebabkan koma,
penurunan produksi urin, kegagalan hati, dan kematian (Turnland, 1994).
Apabila konsumsinya sudah sangat tinggi dapat menyebabkan penyakit
genetik yaitu Menkey’s disease dan Wilson disease. Menkey’s disease
menyebabkan retardasi logam, rambut yang tidak normal dan
maldistribusi dari Cu. Wilson disease penyimpangan penyimpanan Cu.
Cu terakumulasi pada liver, orak, dan kornea mata (Kayser-Fleiser ring).
Beberapa kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal dan
kematian (Merian, 1994).

2. Seng (Zn)
Seng dengan nama ilmiah Zinc dilambangkan dengan Zn. Dalam
tabel periodik unsur-unsur kimia seng menempati posisi dengan nomor
atom (NA) tigapuluh dan mempunyai bobot atau berat atom 65,37
dengan densitas 7.14 yang menjadikan logam ini termasuk dalam
kategori logam berat (Reilly, 1991). Zn termasuk dalam logam yang
reaktif. Zn biasanya ditemukan berikan dengan logam lain seperti Cu, Pb,
dan Cd. Penggunaan Zn secara tradisional digunakan untuk peralatan
masak, serta untuk peralatan proses pangan dan minuman. Zn juga

16
digunakan untuk melindungi besi dan logam lain dari korosi air dan
udara dengan cara pelapisan Zn pada logam yang akan dilindungi.
Logam Zn berperan dalam kerja enzim dalam tubuh, tetapi pada
konsentrasi tertentu bersifat racun. Penelanan jumlah besar dapat
menyebabkan gejala-gejala yang akut dan juga kronik (King and Carl,
1994). Beberapa gejala keracunan akut karena tembaga adalah sakit
perut, mual, muntah, dan diare, sedangkan toxicitas kronik dari Cu akan
menyebabkan penurunan HDL level, ganguan pencernaan dan penurunan
fungsi imun (King and Carl 1994). Muchtadi et al., (2006) menyatakan
komponen Zn ini dapat menghambat penyerapan Cu dan juga Fe di
dalam tubuh. Zinc dapat merubah metabolisme cholesterol dan mungkin
mempercepat atherosclerosis. Batasan maksimum konsumsi Zn adalah 40
mg/hari.

3. Timbal (Pb)
Pada tabel unsur periodik, unsur logam Pb terletak pada golongan
IV B dengan nomor atom 82 dan massa atom 207,19. Menurut Reilly
(1991) timbal merupakan unsur yang dapat ditemukan di seluruh media
lingkungan. Jumlahnya relatif tidak terbatas pada kulit bumi, timbal
dapat ditemukan diseluruh lapisan bumi. Penyumbang pencemaran
Timbal di udara berasal adalah peleburan logam, pabrik batere, emisi
bahan bakar dan bensin beradiktif timbal, emisi industri dan pengunaan
timbal untuk pengecetan dan pengelasan. Penyumbang utama timbal dari
tanah dan debu adalah pembakaran bahan bakar fosil (bahan bakar
bertimbal).
Metabolisme timbal didalam tubuh belum diketahui fungsinya.
Konsentrasi timbal pada manusia yang menyebabkan zat-zat beracun
berkisar antara 0,2-2,0 mg/hari (Darmono, 1995). Kelebihan timbal
dalam tubuh dapat mengakibatkan kelelahan, sakit kepala, halusinasi,
kemunduran intelektual, gusi berwarna hitam, kulit menjadi pucat dan
kehilangan berat badan (Jorhem, 2003). Sedangkan Effendi dan Effendi
(2002) menyatakan keracunan timbal akan menimbulkan gejala rasa

17
logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan pada saluran
pencernaan, anoreksia, muntah-muntah, kolik, enchepalitis, iritabel,
perubahan kepribadian, kelumpuhan, dan kebutaan. Toksisitas timbal
pada manusia menyebabkan beberapa akibat negatif, yaitu timbulnya
kerusakan jaringan, terutama jaringan detoksifikasi dan ekskresi (hati dan
ginjal), dan mempunyai sifat karsinogenik (penyebab kanker). Kelebihan
timbal pada manusia juga mempengaruhi metabolisme sel darah merah,
menghambat enzim biosintesis heme (δ-amilolevulinate dehydratase dan
feeochalatase) (Jorhem, 2003).

18
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

Nata de coco lembaran diperoleh dari petani nata de coco di Bogor


dan Cianjur, nata de coco kemasan cup diperoleh dari Pasar Bogor, Pasar
Gunung Batu, Pasar Anyar, Pasar Ciampea, dan Pasar Cibeureum. Starter
nata de coco yang digunakan diperoleh dari Balai Besar Industri Agro
(BBIA). Proses pembuatan stater nata dari BBIA, kultur murni Acetobacter
xylinum diinokulasikan kedalam 100 ml media fermentasi, fermentasi
dilakukan selama 7 hari. Inokulasi dilakukan kembali pada botol kaca 600 ml
dengan starter yang ditambahkan sebesar 10%. Bahan lain yang digunakan
adalah air kelapa, gula, ZA, asam cuka glacial.

Alat-alat yang digunakan adalah wadah plastik, botol kaca 600 ml,
kertas sampul cokelat, saringan, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, pipet,
mikropipet, bulp, cawan petri, pHmeter, timbangan, gunting, jangka sorong,
kompor, panci, pengaduk, kain, karet, saringan, chromameter, penetrometer,
hemacytometer, mikroskop, dan ICP-MS (Inductively Couple Plasma-Mass
Spectrometry) di Pusat Pengujian Mutu Barang (PPMB) yang berlokasi di
Jakarta.

B. Metode Penelitian
Outline metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat di lihat pada
Gambar 5.
1. Penelitian Pendahuluan
a) Survei di Petani Nata de coco

Survei dilakukan ke beberapa pembuat nata (disebut petani)


yang terdapat di daerah Bogor dan Cianjur. Survei dilakukan melalui
kuesioner dan wawancara untuk mengetahui formulasi, proses yang
dilakukan oleh produsen nata, dan pengamatan kondisi sanitasi. Form
survei yang diberikan kepada petani dapat dilihat pada Lampiran 2.

19
Hasil survei ini akan digunakan untuk memformulasikan kisaran
konsentrasi ZA, gula serta proses pengolahan nata yang akan
dilakukan untuk pembuatan nata de coco di Laboratorium.
Pengambilan sampel dilakukan terhadap nata de coco hasil fermentasi
yang masih lembaran dan asam.

Mengetahui formulasi
pembuatan nata de
Petani nata de coco coco

Survei

Mengetahui proses
Pengolah nata de coco pembuatan nata de
coco

Pembuatan nata di laboratorium

1. Perlakuan ZA  Optimum
Analisis fisik

2. Perlakuan gula  Optimum

3. Proses pengolahan nata Analisis organoleptik

Gambar 5. Outline penelitian yang dilakukan

20
b) Survei di Pengolah Nata de coco dalam Kemasan

Survei pengolahan nata de coco dilakukan di CV. Mitra


Makmur Industri yang berlokasi di Jl. Johar no. 66, Bogor. Tujuan
dari survei ini adalah untuk untuk melihat proses pengolahan nata de
coco yang dilakukan dalam perusahaan tersebut. Hasil dari survei ini
selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam pengolahan nata de coco
setelah proses fermentasi.

2. Penelitian Lanjutan
a) Pembuatan Nata de coco

Pembuatan nata de coco dilakukan dengan beberapa tahap


yaitu, tahap penyaringan air kelapa, perebusan air kelapa hingga
mendidih dan dibiarkan mendidih ±5 menit, penambahan gula 1%,
ZA dan asam asetat glacial hingga pH sekitar 3.5-4.5, penuangan ke
dalam wadah fermentasi, penutupan wadah dengan kertas cokelat
polos, pendinginan, inokulasi 10% Acetobacter xylinum kedalam
media fermentasi, fermentasi selama 7 hari. Diagram alir proses
pembuatan nata de coco dapat dilihat pada Gambar 6.

Perbedaan pembuatan nata de coco di laboratorium dengan


petani nata adalah pembuatan nata di laboratorium tidak
menggunakan kertas koras diganti dengan menggunakan kertas
cokelat polos, peralatan masak tidak menggunakan peralatan yang di
solder atau di las, dan tidak menggunakan ember bekas cat sebagai
tempat penampungan air kelapa maupun nata de coco.

Pembuatan nata de coco dilakukan dengan dua kali ulangan


dalam waktu yang berbeda. Perlakukan yang diberikan adalah variasi
penambahan ZA yang masuk dalam kisaran yang digunakan oleh
petani nata de coco. Setelah diperoleh penggunaan ZA yang sesuai
dilakukan optimasi penggunaan gula dan setelah diperoleh formulasi

21
nata de coco yang baik, dilakukan proses pengolahan nata de coco
yang diperoleh dari hasil survei terhadap IRT yang dilakukan.

Air Kelapa

Penyaringan

Penambahan Perebusan hingga


gula dan ZA mendidih

Biarkan mendidih
hingga 5-10 menit

Matikan kompor

Penambahan asam asetat


glasial (pH 3.5-4.5)

Pendinginan

Fermentasi selama 7 hari

Inokulasi Acetobacter xylinum

Gambar 6. Diagram alir pembuatan nata de coco di laboratorium

22
Setelah nata de coco terbentuk dilakukan pembersihan lendir,
rebus selama 15 menit untuk mematikan bakteri. Setelah proses
perebusan nata kemudian dipotong dadu dan dipres dengan hidrolik
pressure agar semua air yang terdapat didalam nata de coco keluar.
Nata de coco yang telah dipres dibiarkan mengembang lagi dengan
cara direndam didalam air bersih selama kurang lebih 2-2,5 jam
hingga nata berbentuk dadu kembali, tegar, berwarna bening dan tidak
berbau asam lagi. Dalam proses pengembangan ini terjadi proses
penggantian air sebanyak 3-4 kali. Nata kemudian direbus selama 60-
75 menit hingga matang. Diagram alir proses pengolahan nata de
coco dapat di lihat pada Gambar 7.

Nata de coco

Pembersihan lendir

Perebusan (15 menit)

Pemotongan bentuk dadu

Pengepresan

Pengembangan nata

Perebusan (60-75 menit)

Penambahan sirup gula

Gambar 7. Diagram alir proses pengolahan nata de coco

23
b) Analisis Logam

Analisis logam dilakukan dengan menggunakan alat ICP-MS


(Inductively Couple Plasma-Mass Spectrometry) di Pusat Pengujian
Mutu Barang (PPMB), Jl. Raya Bogor Jakarta Km 26, Ciracas Jakarta
Timur. Sampel yang dianalisis logamnya adalah ZA, nata de coco
lembaran (hasil fermentasi langsung tanpa ada proses apapun) yang
diperoleh dari produsen nata de coco yang di survei, nata de coco
yang telah dikemas dalam cup yang diperoleh dari 5 pasar yang
terdapat di Bogor, yaitu Pasar Bogor, Pasar Anyar, Pasar Gunung
Batu, Pasar Cibeureum, dan Pasar Ciampea, nata de coco lembaran
dan nata de coco yang telah mengalami proses pengolahan di
laboratorium. Logam yang dianalisis dalam penelitian ini adalah
tembaga (Cu), seng (Zn) dan timbal (Pb). Alat ICP-MS ini
mempunyai limit deteksi untuk Cu, Zn, dan Pb berturut-turut 0.0013
ppb, 0.01 ppb, dan 0.07 ppb. Kondisi ICP-MS yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kondisi ICP-MS yang digunakan


Jenis Keterangan
Model/ tipe alat ICP MS Elan DRC II
Pabrik/ Negara Pembuat Perkin Elmer, USA
Model / Tipe Generator RF Generator
Tipe Pendingin Recirculator
Metode Persiapan Sampel Pengabuan Basah
Kondisi MS
Mode Ionisasi Isotop
Mode Analizer Mass Analizer Quadropie
Scan Ion M/Z 1-275

24
c) Perhitungan viabilitas Acetobacter xylinum dengan
Hemacytometer
Perhitungan Acetobacter xylinum dilakukan dengan
menggunakan perhitungan langsung dengan hemacytometer. Dengan
prosedur sebagi berikut:
• Pengenceran kultur Acetobacter xylinum dibuat hingga 10-5
• Hemacytometer dibersihkan dengan alcohol 70%
• Suspensi kultur Acetobacter xylinum diteteskan pada permukaan
hemacytometer yang berkotak-kotak
• Suspensi kultur Acetobacter xylinum ditutup segera dengan gelas
penutup. Jika ada gelembung udara yang terperangkap, maka
ulangilah persiapan preparat tersebut
• Diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali
• Viabilitas bakteri Acetobacter xylinum dihitung per mm2
• Perhitungan dilakukan minimal pada 5 dari 25 kotak kecil (0.2 x
0.2 mm2).
• Jumlah sel Acetobacter xylinum ditentukan per ml.

Perhitungan jumlah sel bakteri adalah sebagai berikut:


Jumlah bakteri per mm2 = Jumlah sel per mm2 x FP x 10
Angka 10 diperoleh dari

Jumlah bakteri per ml (cm3) = ∑ bakteri per mm2 x FP x 103 x mm

d) Analisis karakteristik fisik nata de coco

1) Rendemen, Metode Gravimetri (AOAC, 1979)

Rendemen nata diukur dengan metode gravimetri dan


dinyatakna dalam berat per volume medium cair yang digunakan.

Rendemen

25
2) Ketebalan nata (Wijandi dan Fardiaz, 1985)

Pengukuran digunakan dengan alat jangka sorong dan nilai


ketebalan yang didapat merupakan rata-rata dari pengukuran lima
tempat yang berbeda.

3) Kecerahan dengan Chromameter

Kecerahan diukur dengan menggunakan alat Chromameter.


Pada alat ini dihasilkan nilai L, a, dan b.
Nilai L = menyatakan parameter kecerahan (Light)
Nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih)
Nilai a = menyatakan kromatik campuran untuk warna merah-hijau
Nilai +a (positif) 0 sampai 100 menyatakan warna merah
Nilai -a (negatif) 0 sampai -80 menyatakan warna hijau
Nilai b = menyatakan kromatik campuran untuk warna biru-kuning
Nilai +b (positif) 0 sampai 70 menyatakan warna biru
Nilai -b (negatif) 0 sampai -70 menyatakan warna kuning

4) Kekerasan dengan Penetrometer

Kekerasan tekstur nata diukur dengan mnggunakan


penetrometer. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
penusukan dilima tempat. Satuan pengukuran dinyatakan dalam
mm/detik dari berat yang diberikan.

5) Analisis Kandungan Air (Metode Gravimetri, SNI 01-2891-


1992)

Timbang 1-2 g contoh/cuplikan pada sebuah botol


timbangan bertutup/cawan alumunium yang sudah diketahui
bobotnya (cawan harus dikeringkan dahulu dalam oven sebelum
digunakan untuk penimbangan). Keringkan pada oven suhu
105ºC selama 3 jam. Dinginkan dalam desikator. Timbang,

26
ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap (≤ 0,0005 g).
Kandungan air dihitung dengan menggunakan rumus :

W (W 1 W 2)
g air / 100 g bahan x 100
W
W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = bobot contoh + cawan sesudah dikeringkan (g)
W2 = bobot cawan kosong (g)
Satuan akhir kandungan air = g/100 g (basis basah)

e) Uji organolepik (Resurreccion, 1998)

Uji organoleptik yang dilakukan dengan uji rating sederhana


terhadap produk nata yang dihasilkan dengan formulasi terpilih dan
juga nata yang diperoleh dari pasar. Lokasi Uji Organoleptik ini di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dengan jumlah panelis
sebanyak 30 panelis tidak terlatih. Panelis merupakan mahasisiwa IPB
jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Penilaian dilakukan pada
karakteristik nata yaitu warna, rasa, arona dan tekstur. Form yang
digunakan untuk uji rating sederhana dapat dilihat pada Lampiran 3.

3. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Model RAL yang digunakan untuk pengujian yaitu:

Perlakuan ZA
Yij = µ + Ki + εij
Yij = hasil percobaan ke-j akibat konsentrasi ZA taraf ke-i
µ = rata-rata sebenarnya
Ki = pengaruh konsentrasi ZA taraf ke-i
εij = pengaruh unit percobaan ke-j

Perlakuan gula
Yij = µ + Ki + εij

27
Yij = hasil percobaan ke-j akibat konsentrasi ZA taraf ke-i
µ = rata-rata sebenarnya
Ki = pengaruh konsentrasi ZA taraf ke-i
εij = pengaruh unit percobaan ke-j

Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0


dengan menggunakan ANOVA dan uji lanjut dengan menggunakan
Uji Duncan. Untuk uji organoleptik pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan SPSS 16.0 yaitu T-Test Independent.

28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Survei
1. Petani Nata de coco

Dari hasil survei yang dilakukan di daerah Cianjur dan Bogor


diperoleh hasil semua petani nata de coco yang diwawancara
menggunakan ZA sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum. Formulasi bahan yang digunakan dalam permbuatan
nata de coco berbeda-beda. Dari Tabel 6 diketahui ZA yang digunakan
dalam formulasi nata de coco berkisar antara 0,5%-1.2%. Kisaran ini
dijadikan acuan penggunaan konsentrasi pembuatan nata di laboratorium
(penelitian tahap 2).

Tabel 6. Formulasi bahan-bahan yang digunakan oleh petani nata de coco


PETANI GULA ZA ASAM ASETAT
GLASIAL
1 0.44 0.89 0.44
2 0.36 1.14 0.57
3 0.69 0.69 0.56
4 0.20 0.75 0.55
5 0.33 0.58 0.53
6 0.20 0.50 0.40
7 0.25 0.50 0.12
Keterangan : Angka pada petani menunjukkan petani yang berbeda

Petani nata de coco mempunyai jaringan tersendiri dalam


mendistribusikan produk nata de coco lembarannya. Distribusi dilakukan
dari petani ke pengumpul (1) atau langsung dari petani ke pengolah nata
de coco (2) untuk diolah lebih lanjut dan dikemas yang dapat dilihat pada
Gambar 8. Proses yang dilakukan oleh petani biasanya hanya
membersihkan lendir yang terdapat pada nata de coco lembaran saja dan
selanjutnya nata lembaran tersebut di pengumpul nata yang telah
dibersihkan lendirnya tersebut dipotong-potong sesuai ukuran yang
dipesan oleh pengolah nata de coco dalam cup.

29
1 2
Petani

1
2
Pengumpul 3 Pengolah
4
5
1 A
6
2 B
7
4 C
7 F
8 E
9 G
10 H
1

Gambar 8. Pemetaan Petani nata de coco dengan pengolah nata de coco


dalam cup
Keterangan : Huruf dan angka menunjukkan petani yang berbeda

Proses pembuatan nata de coco dari setiap petani pada umumnya


sama, yaitu tahap penyaringan air kelapa, perebusan air kelapa,
penambahan gula dan ZA, penuangan ke dalam wadah fermentasi,
inokulasi Acetobacter xylinum kedalam media fermentasi. Fermentasi nata
de coco dilakukan sekitar 6-7 hari baik untuk starter yang digunakan
maupun pembuatan nata de coco lembaran.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya sama


yaitu drum berukuran 20 L untuk tempat penyimpanan air kelapa dari
pasar, saringan, panci besar dengan kapasitas perebusan 80-100L (Gambar
9a), ember besar untuk penampung air kelapa yang telah masak (Gambar
9b), gayung untuk menuang air kelapa ke dalam wadah fermentasi, wadah
plastik untuk tempat fermentasi, kertas koran untuk menutup wadah
selama fermentasi berlangsung, karet untuk mengikat koran dengan wadah
fermentasi. Adanya proses perebusan air kelapa dengan menggunakan
panci yang disolder pada proses pengolahan nata de coco pada petani

30
memungkin pelepasan logam Pb ke dalam larutan air kelapa dan
kemungkinan terperangkap dalam jaringan ekstraseluler nata de coco.

(a) (b)
Gambar 9. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan nata de coco
Keterangan : (a) Panci perebusan air kelapa yang ada sambungan dengan
solder dibagian bawah
(b) Ember penampung air kelapa yang telah direbus

Ruang fermentasi yang digunakan terpisah dengan ruang


pemasakan air kelapa. Pada Gambar 10a wadah fermentasi diletakkan
langsung dilantai sehingga menghabiskan banyak tempat untuk
menyimpan wadah fermentasi. Sedangkan pada Gambar 10b ruangan
fermentasi disusun lagi dengan rak-rak penyimpanan wadah fermentasi.
Pemisahan ruangan fermentasi dengan proses pembuatan nata yang lain
dilakukan agar menjaga suhu ruangan fermentasi, menjaga wadah
fermentasi agar tidak tersenggol dan kemungkinan lain yang dapat
menggangu proses fermentasi nata de coco.

Ruangan dibuat agar tidak terlalu banyak sinar matahari yang


masuk karena dapat mengganggu kestabilan bakteri nata. Selain itu
menurut Pambayun et al., (1997) ruangan fermentasi diharapkan
mempunyai ventilasi yang baik sehingga aliran udara dalam ruangan
optimum untuk memenuhi kebutuhan oksigen bakteri nata. Aliran udara
diusahakan tidak langsung mengenai produk nata dan tidak terlaku

31
kencang karena aliran yang terlalu kencang dan langsung mengenai
produk dapat menyebabkan kegagalan proses pembuatan nata.

(a) (b)
Gambar 10. Ruang fermentasi nata de coco
Keterangan : (a) wadah fermentasi diletakkan langsung dilantai
(b) tempat fermentasi yang dibuat bertingkat

Setelah panen, nata de coco dibersihkan lendirnya dengan


menggunakan pisau. Pambayun (2006) menyatakan bahwa nata de coco
menpunyai dua lapisan lendir yang harus dibuang yaitu bagian atas yang
sangat tipis dan seperti plastik dan bagian bawah yang lembek dan mudah
untuk dipisahkan. Kualitas nata menjadi kurang baik apabila kedua lapisan
tidak dipisahkan dengan sepenuhnya. Nata de coco yang telah bersih
dipotong dengan mengunakan mesin slicer ukuran dadu maupun ukuran
yang lebih tipis. Setelah nata membentuk ukuran yang diinginkan nata
tersebut ditampung di ember bekas cat (Gambar 11).

Gambar 11. Proses pemotongan nata de coco

Nata de coco yang telah dipotong dengan ukuran yang sesuai


kemudian ditekan (pressing) untuk mengeluarkan air dalam nata tersebut.
Pengeluaran air dalam nata de coco ini bertujuan untuk mengeluarkan air

32
asam yang terperangkap dalam lapisan nata de coco dan memudahkan
pengiriman ke pengolah nata. Nata yang telah ditekan (pressing)
ditempatkan dalam karung (Gambar 12).

Gambar 12. Nata yang telah ditempatkan di dalam karung

2. Pengolah Nata de coco dalam Kemasan

Survei pengolahan nata de coco dalam kemasan dilakukan di CV


Mitra Makmur Industri (MMI) yang terletak di Jl. Johar no. 66, Bogor. CV
MMI ini tergolong industri rumah tangga (IRT) dengan kapasitas produksi
4500-4800 karton per hari. Daerah pemasaran produk nata de coco yang
dihasilkan mencakup daerah Jabodetabek dan pulau Sumatera terutama
Riau dan Padang.

Proses pembuatan nata dalam cup yang dilakukan oleh CV. MMI
melibatkan beberapa tahap pengolahan yaitu proses pengembangan nata
yang mencakup pencucian nata dan perendaman nata, perebusan nata serta
pengemasan nata (Lampiran 4). Nata de coco yang diterima adalah nata
yang telah dipotong dan telah mengalami proses pengepresan. Nata
kemudian ditempatkan dalam drum untuk proses pengembangan dengan
cara memutar-mutar nata de coco di dalam dengan menggunakan tangan
selama kurang lebih 2-2,5 jam. Proses pengembangan dinyatakan selesai
apabila nata de coco yang telah kokoh bentuknya, berwarna putih bening
dan tidak asam. Selama proses pengembangan ini dilakukan pergantian air
sebanyak 3-4 kali.

33
Tahap selanjutnya adalah proses perebusan nata di dalam panci
besar dengan sumber panas berasal dari boiler. Perebusan nata dilakukan
selama 60-75 menit hingga matang. Parameter yang dilihat ketika
menentukan kematangan nata de coco adalah dengan tidak ada lagi bintik
putih pada bagian tengah nata de coco terutama terlihat pada nata de coco
berbentuk dadu. Pada proses ini dilakukan penambahan Na-benzoat,
pemanis buatan (campuran Na-siklamat, sakarin, dan metylester
aspartylfenilalanin) dan garam. Nata de coco yang dihasilkan dari proses
ini ditambahkan dengan sirup gula dan kemudian dikemas.

Pembuatan sirup dilakukan dengan pencampuran bahan berupa


perisa buah, pemanis buatan, Na-benzoat, garam, gula rafinasi, asam sitrat
dan Na-sitrat ke dalam air. Nata de coco hasil proses perebusan
dipindahkan ke tempat pengemasan dengan menggunakan ember besar.
Proses pengemasan yang dilakukan adalah dengan memasukkan nata de
coco ke dalam cup kemudian ditambahkan dengan sirup hingga penuh dan
di seal sebanyak dua kali. Setelah itu nata de coco didinginkan di dalam
bak besar, kemudian dimasukkan kedalam kardus dan siap untuk
dipasarkan.

B. Analisis Logam
Analisis kandungan logam ZA menunjukkan bahwa didalam ZA
terdapat 1.05 ppm Cu, 18.65 ppm Zn, 42.4 ppb Sn, 13.32 ppb As dan tidak
terdeteksi adanya Pb (< 0.07 ppb). Berdasarkan hasil pengukuran kandungan
logam tersebut maka dapat terlihat bahwa di dalam ZA terdapat kandungan Zn
dan Cu yang cukup tinggi. Zn yang terapat didalam ZA ini disebabkan karena
adanya penggunaan logam Zn sebagai katalis dalam proses pembuatan ZA,
sedangkan Cu dimungkin karena adanya kontaminasi dari peralatan. Logam
Cu dan Zn yang terdapat didalam ZA ini dikhawatirkan terperangkap didalam
lapisan nata dan tidak mampu dikeluarkan selama proses.

Standar mutu produk nata dalam kemasan menurut SNI 01-4317-1996


kandungan logam maksimum yang terdapat dalam nata de coco dalam

34
kemasan yaitu, Pb (0.2 ppm), Cu (2 ppm), Zn (5 ppm), As (0.1 ppm) dan jika
produk dikemas dalam kaleng maksimum Sn sebesar (40,0/250 ppm). Hasil
analisis pengukuran kandungan logam pada nata de coco lembaran petani 1
menunjukkan kandungan nata de coco mentah mengandung kandungan logam
Cu, Zn, Pb, As dan Sn sebesar 0.273 ppm, 0.321 ppm, 20.6 ppb, 0.92 ppb,
0.46 ppb (Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15). Berdasarkan kandungan
logam tersebut maka untuk analisis logam pada nata de coco selanjutnya
parameter yang diuji adalah Cu, Zn, dan Pb. Analisis logam Sn dan As tidak
dilakukan lebih lanjut karena kemungkinan kontaminasi Sn dan As dari
peralatan cukup rendah. Logam Pb tetap dianalisis karena logam ini
merupakan logam yang banyak mengkontaminasi peralatan yang digunakan.

2.5
1.97
2
Logam Cu (ppm)

1.5
0.95
1

0.5 0.273
0.1516
0
2 13 5 6
Sumber nata de coco

Gambar 13. Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan logam Cu
(ppm)

35
6.00
5.14
5.00

Logam Zn (ppm)
4.00
3.00
2.00
2.00 1.24
1.00 0.32
0.00
2 31 5 6
Sumber nata de coco

Gambar 14. Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan logam Zn
(ppm)

16.50
17.00
16.00
15.00
14.00
13.00
Logam Pb (ppm)

12.00
11.00
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00 1.52
2.00 0.02 0.17
1.00
0.00
2 13 5 6
Sumber nata de coco

Gambar 15. Grafik hubungan nata dari petani dengan kandungan logam Pb
(ppm)
Keterangan : 2 = petani no.2
1 = petani no. 1
5 = petani no. 5
6 = petani no. 6

Hasil pengukuran tersebut dapat terlihat pada petani 2 dan 5


mempunyai kandungan logam dalam nata de coco mentah yang cukup tinggi.
Sumber kontaminasi logam tersebut adalah dari bahan yang digunakan (ZA).
Dilihat dari segi peralatan yang digunakan diduga kemungkinan dapat

36
menambah kandungan logam dalam nata terutama dari kertas koran yang
diduga merupakan sumber Pb. Karena menurut Reilly (1991) logam bersifat
lebih larut pada kondisi asam dan dapat mengkontaminasi makanan atau
minuman yang bersifat asam.

Berdasarkan Tabel 7 kandungan logam pada nata de coco dalam


kemasan, semua nata dalam kemasan yang dianalisis mempunyai kandungan
logam Pb, Zn, dan Cu yang lebih rendah dibandingkan dengan standar yang
ditetapkan oleh SNI No. 01-4317-1996. Diduga selama proses pengolahan
nata de coco terdapat proses yang dapat mengurangi kandungan logam
didalam. Terdapatnya logam Cu didalam nata de coco diduga karena
penambahan ZA yang mengadung 1.05 ppm Cu kedalam media fermentasi.
Kontaminasi logam Cu juga dapat berasal dari peralatan yang digunakan
dalam proses perebusan air kelapa. Ketika proses fermentasi berlanjut Cu
terperangkap didalam lapisan nata de coco, mengingat adanya kemampuan
nata yang dapat menjerap logam Cu yang telah diungkapkan sebelumnya oleh
Shiyan et all. (2009). Kandungan Zn dalam ZA cukup besar yakni 18.65 ppm
menyebabkan tinggi kandungan logam di dalam lapisan nata de coco.
Penggunaan pelumas dalam mesin pemotong nata de coco juga
memungkinkan terjadinya peningkatan kandungan Zn dalam nata karena
dalam pelumas juga terdapat Zn sebesar 0.42-3.46 ppm (Muha, 1997).

Tabel 7. Hasil analisis kandungan logam pada nata de coco dalam kemasan
dengan menggunakan ICP-MS
Sampel Pb Cu Zn
(max 0,2 ppm) (max 2,0 ppm) (max 5,0 ppm)
A 0.02 ppm 0.13 ppm 0.99 ppm
B TD*) 0.02 ppm TD*)
*) *)
C TD TD TD*)
D 0.04 ppm TD*) 0.01 ppm
E 0.18 ppm 0.53 ppm 0.10 ppm
F 0.09 ppm 0.28 ppm TD*)
*)
G 0.06 ppm TD 0.04 ppm
H 0.06 ppm 0.43 ppm 0.07 ppm
Keterangan : TD = Tidak terdeteksi
Limit deteksi Cu: 0.0013 ppb; Zn: 0.01 ppb; Pb: 0.07 ppb

37
Penggunaan kertas koran dalam pembuatan nata de coco diduga
merupakan sumber utama dari adanya Pb dalam produk nata de coco. Conti
dan Botre (1997) menyatakan bahwa di dalam kertas mengandung 3 ppm Pb,
jika digunakan sebagai bahan pengemas maka Pb dapat bermigrasi kedalam
pangan yang dikemasnya dengan persentase 0.01%. Adanya tinta dalam koran
juga dapat berkontribusi Pb pada nata. Menurut Ki-Cheol et al. (2008), 10 dari
92 kemasan permen terdapat 110.3–6394.1 ppm Pb yang bersumber dari tinta
yang terdapat dibagian luar kemasan permen.

Logam yang terdalam nata de coco mentah disebabkan karena adanya


adanya pelarutan logam didalam medium air kelapa yang bersifat asam.
Logam tersebut kemudian terperangkap didalam lapisan selulosa nata de coco
pada saat fermentasi.

Proses pengolahan lanjut nata menjadi nata de coco dalam kemasan


ternyata mampu mengurangi kandungan logam pada nata de coco sehingga
kandungan logam pada produk akhir menjadi berkurang. Proses penekanan
(pressing) nata menyebabkan air yang terdapat didalam nata keluar dan diduga
sekaligus mengeluarkan logam yang mungkin terlarut dalam air. Selain itu,
selama proses pencucian dalam air mengalir dan perendaman memungkinkan
logam ikut terlarut dalam air. Proses perebusan menyebabkan tekstur nata
menjadi mengendur dan tektur nata yang lebih lunak.

C. Pembuatan Nata de coco di Laboratorium


1. Perhitungan Viabilitas Acetobacter xylinum
Perhitungan viabilitas Acetobacter xylinum dilakukan dengan
metode hemacytometer. Hasil perhitungan dengan metode ini
menunjukkan konsentrasi Acetobacter xylinum didalam medium bibit
adalah sebesar 5.0x107 sel/ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah
koloni yang terdapat pada starter nata telah cukup karena menurut Saxenaa
(2001) bahwa penambahan starter dengan jumlah koloni 5.5 x 105 telah
cukup untuk menumbuhkan nata dengan tebal 0.8 cm. Contoh perhitungan
dengan hemacytometer dapat dilihat pada Lampiran 5. Sebagai

38
perbandingan Vegas et al., (2010) pertumbuhan Acetobacter pasteurianus
dengan menggunakan mikroskop dengan metode hemacytometer berkisar
antara 106 – 107 sel/ml.

2. Pengaruh penambahan ZA

Penambahan ZA pada medium fermentasi nata de coco di


laboratorium berasal dari hasil survei penggunaan ZA oleh petani nata de
coco yaitu 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0% dan 1.2%. Penambahan gula untuk
semua konsentrasi ZA adalah sama yaitu sebanyak 1% dan nata de coco
hasil fermentasi dilakukan pengukuran kandungan logamnya. Berdasarkan
Tabel 8 tidak terlihat adanya korelasi antara penggunaan ZA terhadap
kandungan logam beratnya pada nata de coco mentah. Hasil pengukuran
logam nata de coco yang telah diolah mengandung 0.24 ppm Cu, 0.83
ppm Zn dan kandungan Pb tidak terdeteksi (< 0.07 ppb). Berdasarkan hasil
tersebut menunjukkan adanya penurunan konsentrasi logam Cu setelah
memprosesan nata de coco sebanyak 44.44%. Tetapi kandungan logam Zn
meningkat yang disebabkan oleh kontaminasi peralatan yang digunakan.

Tabel 8. Hasil pengukuran logam pada nata de coco hasil percobaan di


laboratorium
No. Kandungan ZA Cu (ppm) Zn (ppm) Pb (ppm)
*)
1 0,4 0,36 ppm TD TD*)
2 0,6 0,1 ppm TD*) TD*)
*)
3 0,8 0,11 ppm TD 0,47 ppm
*)
4 1,0 0,36 ppm TD TD*)
5 1,2 0,36 ppm 2,46 ppm TD*)
Keterangan : TD = Tidak terdeteksi
Limit deteksi Cu: 0.0013 ppb; Zn: 0.01 ppb; Pb: 0.07 ppb

Kandungan Pb dari hasil penelitian ini sangat rendah (tidak


terdeteksi) diduga kontaminasi Pb tidaklah berasal dari ZA yang
digunakan tapi disebabkan karena alat yang digunakan untuk proses
menggunakan panci yang tidak bersolder, tidak menggunakan ember bekas
cat dan tidak menggunakan kertas koran. Panci yang dibuat melalui proses

39
pengelasan dapat menjadi sumber kontaminasi dari logam Pb (Deshpande,
2002).
Hasil perhitungan secara matematis diperoleh data bahwa
penurunan kandungan Cu yang terdapat dipasar dengan di laboratorium
mencapai 95%, untuk Zn mencapai 99%, dan untuk Pb mencapai 99%
(Lampiran 6).
Pembuatan nata de coco dilaboratorium ini selain digunakan untuk
melihat korelasi penggunaan ZA terhadap kandungan logam beratnya,
tetapi juga digunakan untuk mengetahui karakter fisik dari nata de coco
yang dihasilkan. Gambar nata de coco mentah dapat dilihat pada Lampiran
7. Parameter yang digunakan adalah rendemen, ketebalan, kekerasan
dengan penetrometer, dan kecerahan dengan chromameter.

a) Rendemen

Rendemen nata diukur dengan menggunakan metode


gravimetrik dan dinyatakan dalam berat per volume media cair yang
digunakan (AOAC, 1979). Rendemen nata diukur setelah fermentasi
nata selama 7 hari. Kurotsumi et al., (2009) menyatakan bahwa
penambahan sumber nitrogen dapat meningkatkan rendemen nata yang
dihasilkan. Adanya penambahan ZA pada penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan rendemen dari nata yang dihasilkan.
Hasil analisa statistik dengan menggunakan ANOVA
menunjukkan bahwa belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa
perbedaan konsentrasi ZA berbeda nyata terhadap rendemen produk
(p> 0.05). Hasil perhitungan dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran
8. Rendemen yang dihasilkan pada ulangan I dan ulangan II cukup
berbeda hasilnya (Tabel 9), hal ini disebabkan karena adanya faktor
yang tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini yaitu suhu dan
substrat alami yang terdapat pada air kelapa. Suhu yang digunakan
dalam penelitian ini adalah suhu ruang dimana ulangan pertama
dilakukan pada waktu yang berbeda dengan ulangan kedua. Pengaruh

40
suhu ini ternyata menghasilkan rendemen yang berbeda mengingat
fluktuasi suhu ruang yang cukup tinggi yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan Acetobacter xylinum. Menurut BMG (2009) suhu untuk
wilayah Bogor berkisar antara 21 º C - 31º C.

Tabel 9. Hubungan antara penambahan berbagai konsentrasi ZA


terhadap rendemen
kandungan Rendemen (%)
ZA 1 2 rata2
0.4 61.70 62.66 62.18
0.6 71.45 53.53 62.49
0.8 65.52 59.02 62.27
1.0 43.38 61.14 52.26
1.2 45.17 54.48 49.83

Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa penambahan ZA


lebih dari 1% menurunkan rendemen dari nata de coco yang
dihasilkan. Hasil ini juga senada dengan yang telah diungkapkan oleh
Mashudi (1993) dan Haryatni (2002). Adanya penurunan rendemen ini
menurut Mashudi 1993 disebabkan karena penambahan ZA terlalu
banyak akan membuat pH medium turun secara drastis karena adanya
ion SO4-2 yang bersifat asam sehingga aktifitas bakteri nata menjadi
terganggu.

b) Ketebalan
Ketebalan nata diukur dengan menggunakan jangka sorong.
Ketebalan yang diperoleh mempunyai korelasi positif dengan
rendemennya. Semakin tebal nata yang diperoleh maka semakin tinggi
pula rendemennya. Faktor lain yang menentukan ketebalan nata adalah
ketinggian medium dalam wadah yang digunakan. Menurut Masaoka
(1993) hanya bakteri dari permukaan saja yang dapat mempertahankan
diri dan membentuk nata di permukaan yang disebabkan oleh adanya
keterbatasan oksigen yang terdapat didalam wadah fermentasi. Oleh
karena itu, wadah yang permukaannya luas dan dangkal akan lebih

41
cepat memperoleh ketebalan yang sama jika dibandingkan dengan
wadah yang sempit dan pendek.
Gambar 17 menunjukkan grafik hubungan konsentrasi ZA
dengan ketebalan nata de coco. Berdasarkan analisa statistik dengan
menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi
ZA tidak berbeda nyata terhadap ketebalan (p > 0.05). Hasil
perhitungan dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 9.

1.20

1.00 0.93 0.96


0.89
Ketebalan (cm)

0.80 0.75 0.75

0.60

0.40

0.20

0.00
0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Konsentrasi ZA (%)

Gambar 16. Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan ketebalan


nata

c) Kekerasan
Kekerasan nata disebabkan karena adanya komponen serat
yang terdapat didalam nata. Struktur miofibril dari serat yang
membentuk jaringan akan memerangkap air dan menyebabkan struktur
nata menjadi seperti agar.
Berdasarkan analisa sidik ragam menunjukkan bahwa
perbedaan konsentrasi ZA tidak berbeda nyata terhadap kekerasan
produk (p> 0.05). Hasil perhitungan dengan SPSS dapat dilihat pada
Lampiran 10. Menurut Wijaningsih (1999), Budhiyono et al., (1999)
dan Son et al., (2003) menyatakan penambahan ZA tidak berpengaruh
terhadap kekerasan nata diduga karena sifat dari ZA bukan merupakan

42
sumber pokok bagi pertumbuhan bakteri nata melainkan hanya sebagai
bahan pelengkap saja. Gambar 18 menunjukkan grafik hubungan
konsentrasi ZA dengan ketebalan nata de coco.

1.8
1.548
1.6 1.45 1.402
1.4 1.328
1.186
kekerasan (mm/s)
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Konsentrasi ZA (%)

Gambar 17. Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan kekerasan


nata

d) Warna
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat
chomameter. Parameter yang diukur dalam alat ini adalah L, a, dan b.
Hasil pengukuran warna dapat terlihat pada Tabel 10. Nilai L
menunjukkan tingkat kecerahan warna pada nata de coco.

Tabel 10. Hasil pengukuran warna dengan chromameter


Kandungan Parameter Warna
ZA L A b
0.4 69.82 -1.75 2.44
0.6 68.83 -1.84 2.03
0.8 69.27 -2.02 1.49
1.0 68.62 -1.76 2.15
1.2 70.25 -2.17 2.22

Analisis sidik ragam menunjukkan belum cukup bukti untuk


menyatakan bahwa penambahan ZA berpengaruh nyata terhadap

43
karakteristik warna yang dihasilkan (p> 0.05). Hasil perhitungan
dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan
pengukuran warna dengan chromameter tersebut dapat terlihat bahwa
karakteristik warna yang dihasilkan oleh nata de coco yang dihasilkan
adalah berwarna cerah, dan terdapat sedikit campuran berwarna hijau
dan kuning.

e) Kadar air
Selulosa yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum mempunyai
kapasitas penyerapan air yang tinggi (Keshk dan Someshima, 2006).
Air yang terdapat dalam nata de coco berasal dari mediumnya. Pada
saat pembentukkan agregat selulosa oleh Acetobacter xylinum air
dalam medium terperangkap didalam lapisan nata sehingga
membentuk seperti gel (Kurosumi et al., 2009).
Kandungan air nata yang diperoleh berkisar antara 93.02%
hingga 94.95%. Gambar 19 menunjukkan grafik hubungan antara
konsentrasi penambahan ZA dengam kandungan air nata. Hasil analisis
statistik dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa
penambahan ZA tidak perpengaruh nyata terhadap kadar air nata de
coco. Hasil perhitungan dengan SPSS dapat dilihat pada Lampiran 12.

100.00 93.51 93.38 93.02 94.95 93.34

80.00
Kadar Air (%)

60.00

40.00

20.00

0.00
0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
konsentrasi ZA

Gambar 18. Grafik hubungan konsentrasi ZA dengan kandungan air


nata

44
Hasil analisis statistik dengan menggunakan ANOVA
menunjukkan bahwa penambahan ZA tidak perpengaruh nyata terhadap
rendemen nata, ketebalan nata, dan karakteristik fisik nata de coco (p>
0.05). Berdasarkan hasil tersebut, penambahan ZA pada penelitian
selanjutnya adalah sebesar 0.4%.

3. Optimasi penambahan gula pada pembuatan nata de coco


Gula yang digunakan dalam percobaan ini adalah sukrosa.
Penambahan sukrosa pada air kelapa dengan konsentrasi tertentu bertujuan
untuk mempertinggi selulosa yang diperoleh. Budhiyono, et all., (1999).
Dalam penelitiannya Budhiyono et al., (1999) menyatakan bahwa
penambahan gula sebesar kurang dari 1% telah cukup untuk membuat nata
de coco. Pemilihan gula yang bagus sangat penting untuk menghasilkan
nata de coco dengen warna putih. Gula yang berwarna kecokelatan akan
menyebabkan warna nata sehingga kurang menarik. Penambahan gula juga
berfungsi sebangai bahan induser yang berperan dalam pembentukan
enzim ekstraseluler polymerase yang bekerja menyusun benang-benang
nata, sehingga pembentukan nata menjadi maksimal (Pambayun, 2006).

Proses pembentukkan selulosa oleh Acetobacter xylinum sangat


tergantung pada konsentrasi sakarida yang terdapat didalam medium.
Penambahan gula dalam penelitian ini sebesar 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0%
dan 1.2%. Parameter yang diamati dalam percobaan ini adalah rendemen
dan ketebalan dari nata de coco yang dihasilkan.

Gambar 20 menunjukkan hubungan rendemen pembuatan nata


dengan konsentrasi gula. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nata
denga rendemen tertinggi terdapat didalam nata dengan penambahan gula
sebesar 0.6% yaitu sebesar 65.67%. Gambar 21 menunjukkan hubungan
antara ketebalan dengan konsentrasi gula dimana hasilnya menunjukkan
hal yang sama dengan rendemen yang diperoleh.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan ANOVA


menunjukkan bahwa penambahan gula tidak berpengaruh nyata terhadap

45
rendemen nata dan ketebalan nata yang dihasilkan (p >0.05). Hasil analisis
statistik dapat dilihat pada Lampiran 13. Berdasarkan hasil rendemen dan
ketebalan tersebut maka formulasi nata de coco yang pilih adalah
formulasi dengan penambahan sukrosa sebesar 0.4%. Namun, diperlukan
pula suatu optimasi proses yang menunjukkan bahwa penggunaan formula
ini juga dapat diterima oleh konsumen.

70.00 65.62
60.50 62.69 62.88
60.00 57.44

50.00
Rendemen (%)

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi Gula %

Gambar 19. Grafik hubungan konsentrasi gula dengan rendemen

1.4 1.23 1.175 1.20


1.09 1.12
1.2
Ketebalan (cm)

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi gula (%)

Gambar 20. Grafik hubungan konsentrasi gula dengan ketebalan

46
4. Optimasi pengolahan nata de coco

Pengolahan nata de coco ini dilakukan dengan mengikuti proses


pengolahan di CV Mitra Makmur Industri. Nata de coco lembaran dipres
hingga semua air keluar, kemudian dilakukan proses dengan memutar-
mutar nata de coco di dalam air selama 2-2,5 jam. Pergantian air
dilakukan sebanyak 4 kali hingga nata de coco mempunyai bentuk yang
kokoh dan tidak asam lagi. Perebusan dilakukan selama 75 menit hingga
nata de coco matang kemudian dilakukan perebusan dalam larutan gula
hingga mendidih.

Setelah proses pengolahan nata de coco dilakukan uji organoleptik


terhadap 30 panelis tidak terlatih. Sampel yang diujikan adalah nata de
coco hasil pengolahan di laboratorium dan nata de coco dalam kemasan
yang dihasilkan oleh CV Mitra Makmur Industri. Parameter yang diuji
pada penelitian ini dengan organoleptik yaitu tekstur, warna, rasa dan
aroma dengan menggunakan uji rating sederhana. Data yang diperoleh
kemudian dilakukan analisa statistik dengan menggunakan uji t-
independent untuk melihat adakah perbedaan antara kedua sampel
tersebut. Hasil uji rating hedonik dapat dilihat pada Lampiran 14,
sedangkan hasil pengolahan datanya dapat dilihat pada Lampiran 15. Pada
Tabel 11 dapat dilihat nilai rataan skor panelis untuk setiap atribut sensori.

Tabel 11. Nilai rataan skor panelis terhadap uji rating sederhana
Atribut sensori Nata hasil di Laboratorium Nata dari pasar
a
Tekstur 3,03 2,80 a
a
Warna 3,53 3,13 a
Rasa 2,63 a 3,13 a
a
Aroma 1,57 1,67 a
Keterangan: nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap baris
yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (α =
0.05)

47
Tekstur merupakan salah satu atribut sensori yang penting dalam
pangan. Hasil statistik yang dilakukan diperoleh hasil bahwa pengolahan
nata pada penelitian ini tidak berbeda nyata dengan nata de coco pasar (p
>0.05). Nilai rata-rata penilaian panelis menunjukan bahwa tekstur nata de
coco adalah berkisar antara kurang kenyal hingga kenyal.
Warna dalam nata de coco merupakan salah satu faktor yang cukup
penting. Pambayun (2006) menyatakan bahwa warna nata de coco yang
baik adalah warna yang putih bening. Hasil statistik yang dilakukan
dengan menggunakan ANOVA diperoleh hasil bahwa pengolahan nata
pada penelitian ini tidak berbeda nyata dengan nata de coco pasar (p
>0.05). Nilai rata-rata penilaian panelis menunjukkan bahwa warna nata
yang dihasilkan adalah putih bening.
Nata de coco hasil dari fermentasi nata mempunyai rasa yang
asam. Menurut Arsatmodjo (1996), penghilangan rasa asam dapat
dilakukan dengan perebusan nata hingga mendidih kemudian direndam
beberapa kali dalam air bersih hingga tidak asam lagi, baru setelahnya
direbus dalam larutan gula. Berbeda dengan Arsatmodjo (1996),
penghilangan rasa asam yang dilakukan di CV MMI dilakukan sebelum
proses pemasakan nata de coco yaitu dengan pengepresan agar semua air
yang terdapat didalam nata keluar, kemudian dilakukan proses
pengembangan. Proses pengembangan ini dilakukan dengan memutar-
mutar nata di dalam drum dan diganti airnya berulang ulang hingga rasa
asamnya. Hasil statistik yang dilakukan dengan menggunakan ANOVA
menunjukkan bahwa pengolahan nata pada penelitian ini tidak berbeda
nyata dengan nata de coco yang terdapat dipasar (p >0.05). Nilai rata-rata
penilaian panelis menunjukkan bahwa rasa nata yang dihasilkan adalah
manis.
Aroma pada nata de coco juga dipengaruhi oleh proses pengolahan
nata de coco. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa belum cukup bukti
untuk menyatakan kedua produk berbeda nyata (p >0.05) Nilai rata-rata
penilaian panelis menunjukkan bahwa aroma nata yang dihasilkan adalah
netral.

48
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan formulasi pembuatan nata de


coco yang digunakan oleh petani cukup bervariasi. Namun pada umumnya
menggunakan bahan yang sama yaitu air kelapa tua, gula, asam asetat glasial
dan ZA. Penggunaan ZA berkisar 0.5% hingga 1.2% dan penggunaan gula
berkisar 0.2% hingga 0.7%.

Hasil analisis logam sampel nata lembaran dari pasar menunjukkan


adanya kontaminasi logam Cu, Zn, dan Pb dan pada beberapa sampel
melebihi standar yang telah ditetapkan. Hasil analisis logam menunjukkan
adanya penurunan kandungan logam yang terdapat di dalam nata de coco dari
pasar dengan yang dibuat di dalam laboratorium. Hal tersebut menunjukkan
bahwa terdapatnya logam pada nata de coco tidak hanya berasal dari ZA
yang ditambahkan tetapi juga dari peralatan yang digunakan. Pengukuran
terhadap nata de coco dalam kemasan menunjukkan kandungan logam yang
terdapat di dalam nata dalam kemasan masih memenuhi persyaratan SNI no.
01-4317-1996 tentang nata dalam kemasan. Hal ini menunjukkan bahwa
proses pengolahan nata de coco dapat mereduksi kandungan logam yang
terdapat dalam nata de coco.

Hasil pembuatan nata de coco menunjukkan bahwa variasi


penambahan ZA sebesar 0.4%, 0.6%, 0.8%, 1.0%, dan 1.2% tidak
menunjukan perbedaan yang nyata terhadap produk yang dihasilkan baik
dalam hal rendemen, ketebalan dan karakteristik fisik (p >0.05). Begitu pula
dengan penambahan sukrosa yang diujikan tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap produk yang dihasilkan dalam hal rendemen dan
ketebalan produk (p >0.05). Penambahan ZA sebesar 0.4% dan gula sebesar
0.4% direkomendasikan untuk pembuat nata dengan produk nata de coco
yang cukup baik. Selain dilihat dari rendemen pemilihan formulasi ini juga
dikarenakan hasil proses pengolahan nata de coco yang menunjukan bahwa

49
nata dari pengolahan di laboratorium dengan nata yang terdapat dipasar tidak
berbeda nyata (p > 0.05).

B. Saran
Diperlukan penelitian lanjutan untuk dapat menguji adanya residu ZA
yang mungkin masih terdapat didalam nata de coco dan juga menguji
toksisitas terhadap residu tersebut. Untuk mencegah kontaminasi logam dari
peralatan dalam pembuatan nata de coco sebaiknya digunakan peralatan yang
tahan terhadap asam.

50
DAFTAR PUSTAKA

Adejoye, O. D., Adebayo-Toyo, B. C., Ogunjobi, A. A., Olaoye, O. A., &


Fadahunsi, F. I. 2006. Effect of carbon, nitrogen and mineral sources on
growth of Pleurotus florida, a Nigeria edible mushroom. African
Journal of Biotechnology, 5: 1355–1359.

AOAC. 1979. Official Methods of Analysis of Assosiation of Official analytical


chemists. Di dalam S Sudarmadji, B Haryono dan Suhardi. Prosedur
Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Armini MN, GA Wattimena, dan LW Gunawan. 1991. Perbanyakan tanaman.


dalam: Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.

Astawan, M dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi pengolahan Nabati Tepat Guna.
Akademika Perssindo, Jakarta.

Backdahl H, Helenius G, Bodin A, Nannmark U, Johansson BR,Risbergb B.


(2006). Mechanical properties of bacterial cellulose and interactions
with smooth muscle cells. J. of Biomaterials (27): 2141–2149.

Boswell FD, Meisinger JJ, dan Case NL. 1985.Production, marketing ang use of
nitrogen fertilizers. di dalam O.P. Engelstad, editor. Feretilizer
Technology and Use, 3eds.Winconsin: Soil Science Society of America,
Inc.

Brown, R. M. Jr., (1996). The biosynthesis of cellulose. J. of Macromolecular


Science –Pure and Applied Chemistry (33): 1345–1373.

Budhiyono A, B Rosidi, H Taher, M iguchi. 1999. Kinetic aspects of bacterial


cellulose formation in nata-de-coco culture system. J. Carbohydrate
polimer (40): 137-143.

Chaney R and J Ryan. 1993. Heavy metals and toxic organic pollutantsin MSW
composts: research results on phytoavailability, bioavailability, fate,
etc. di dalam: Hoitink AJ, Keener HM, editors. Science and
Engineering of Composting: Design, Environmental, Microbiological
and Utilization Aspects. Ohio: Renaissance Publications, 1993. p. 451 –
506.

Ch'Ng CH dan II Muhamad. 1999. Evaluation and optimization of microbial


cellulose (nata) production using pineapple waste as substract.
University Technology Malaysia, Johor.

51
Conti ME dan F Botre. 1997. The content of heavy metals in food packaging
paper:an atomic absorption spectroscopy investigation. J. Food Corm
(10): 131-136.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas


Indonesia, Jakarta.

Deshpande SS. 2002. Handbook of Food Toxicology. Marcel Dekker INC, New
york.

Duffus, J.H. 2002. Heavy metals a meaningless term? iupac technical report.
Journals of Pure Applied Chemistry, 74 (5) : 793–807.

Effendi AT dan YH Effendi. 2002. Dampak kebakaran hutan terhadap gangguan


kesehatan masyarakat. Pelatihan Penilaian Kerusakan Lingkungan
Hidup Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan 12-31 Juli. SOMEO
BIOTROP dan IPB, Bogor.

Embuscado, M.E., J.S. Marks dan J.N. Miller. 1994. Bacterial cellulose I. Factor
affecting the production of cellulose by A. xylinum. J. Food Hydro. 8 :
115-136.

Haryatni, T. 2002. Mempelajari pengaruh komposisi bahan terhadap mutu fisik


dan stabilitas warna nata de coco. [Skripsi]. Fakultas Teknologi
Pertanian; Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hernawati, A. 1998. Kajian pengaruh pH, jenis, dan konsentrasi sumber karbon
pada produksi selulosa oleh Acetobacter xylinum 85-I. [Skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian; Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hesse S dan T Kondo. 2005. Behavior of cellulose production of Acetobacter


xylinum in 13C-enriched cultivation media including movements on
nematic ordered cellulose templates. J. Carbohydrate Polymers (60):
457–465

Hestrin, S. dan M. Schramm, 1954. Synthesis of cellulose by A. xylinum.


preparation of freeze dried cells capable of polimerizing glucose to
cellulose. Biochem. J. 58 : 345-352.

Hommel RK dan P Ahnert. 1999. Acetobacter. Dalam Encyclopedia of Food


Microbiology. RK Robinson, CA Batt, editors. Pradip D, Patel.

Jorhem L. 2003. Heavy metal. di dalam J.P.F. D’Mello, Editor. Food Savety
Contaminant and Toxins, 8eds. United Kingdon: CABI Publishing.

52
Keshk, S., & Sameshima, K. (2006). Influence of lignosulfonate on crystal
structure and productivity of bacterial cellulose in a static culture.
Enzyme and Microbial Techn. 40: 4–8.

King JC, and CL Keen. 1994. Copper. di dalam ME Shils, JA Olson, and M
Shike, editors. Modern Nutrition in Health and Disease, 8eds. USA: Lea
& Febiger.

Klemm, D., Heublein, B., Fink, H.-P., & Bohn, A. (2005). Cellulose: Fascinating
biopolymer and sustainable raw material. Angewante Chemie
International (44): 3358–3393.

Kojima Y, Seto, Tonouchi, T Tsuchida , dan F Yoshinaga. 1997. High rate


production in static culture of bacterialcellulose from sucrose by a
newly isolated Acetobacter strain. Biosci. Biotechnol. Biochem. (61):
1585–1586.

Kondo T, M Nojiri, Y Hishikawa, E Togawa, D Romanovicz, & RM Brown.


2002. Biodirected epitaxial nanodeposition of polymers on oriented
macromolecular templates. Proceedings of the National Academy of
Sciences of the United States of America (PNAS), 99(22): 14008–
14013.

Kondo, T, E Togawa, & RM Brown. 2001. Nematic ordered cellulose: A concept


of glucan chain association. Biomacromolecules, 2(4): 1324–1330.

Kurotsumi A, C Sasaki, Y Yamashita, Y Nakamura. 2009. Utilization of various


fruit juices as carbon source for production of bacterial cellulose by
Acetobacter xylinum NRBC13693. J. Carbo Pol. 79: 333-335.

Kwiatkowski A, E Clemente, A Scarcelli, JB Vida, 2008. Quality of coconut


water ‘in natura’ belonging to Green Dwarf fruit variety in different
stages of development, in plantation on the northwest area of Parana,
Brazil. J. Food Agric.Environ. (6): 102–105.

Masaoka, S., T. Ohe dan N. Sakota. 1993. Production of cellulose from glucose
by A. xylinum. J. Food Hydro. 6 : 28 - 40.

Mashudi. 1993. Memperlajari pengaruh penambahan ammonium sulfat dan waktu


menundaan bahan baku air kelapa terhadap laju pertumbuhan dan
struktur gel nata de coco. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian;
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Material Data Savety Sheet Number: A6192. 2008. Ammonium sulfate.


Phillpisburg: Mallinckrodt Baker, Inc.

53
Meilgaard M, GV Civille dan BT Carr. 1999. Sensory Technique Evaluation 3ed.
CRC Press, Florida USA.

Merian E. 1994. Metals and Their Compouns in the Environtment: Occurrence,


Analysis, and Biochemical Relevance. Weinheim: VCH
Verlagsgeselischatt mbH.

Muchsony. 1994. Proses pembuatan pupuk ZA di PT. Pupuk Kujang. [Laporan


Magang]. Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam; Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Muchtadi D, M Astawan, N S Palupi. 2006. Metabolisme Zat Gizi Pangan.


Departeman Pendidikan Nasional: Universitas Terbuka Press

Muha N. 1997. Penentuan kadar air jumlah total basa dan kandunagn logam
dalam minyak pelumas. [Laporan Magang]. Fakultas Matematika dan
Pengetahuan Alam; Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pambayun R, L Widodo, N Malahayati. 1997. Perbaikan proses pengolahan nata


de coco. dalam: Prosiding Seminar Hasil Vucer. Cisarua, Bogor.

Pambayun R. 2006. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius, Yogyakarta.

Park WI, HS Kim, SM Kwon, YH Hong, HJ Jin. 2009. Synthesis of bacterial


celluloses in multiwalled carbon nanotube-dispersed medium. J.
Carbohydrate Polymers (77): 457–463

Reilly C. 1991. Metal Contamination of Food. Elsevier Applied Science, New


York.

Resurreccion AVA, 1998. Costumer Sensory Testis for Product Depelopment. A.


Chapman & Hall Food Sience Book.

Saxenaa IM, RM Bown, T Dandekarb. 2001. Structure–function characterization


of cellulose synthase: relationship to other glycosyltransferases.
Phytochemistry (57): 1135–1148

Shiyan C, Y Zou, Z Yan, W Shen, S Shi, X Zhang, H Wang. 2009.


Carboxymethylated-bacterial cellulose for copper and lead ion removal.
J. of Hazardous Material (161): 1355-1359

Son HJ,HG Kim, KK Kim, HS Kim, YG Kim, SJ Lee. 2003. Increased production
of bacterial cellulose by Acetobacter sp. V6 in synthetic media under
shaking culture conditions. J. Bioresource Technology (86) 215–219

54
SNI 01-2891-1992. Analisis Kadar Air Metode Gravimetri. Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta.

SNI 01-4317-1996. Standar Mutu Produk Nata dalam Kemasan. Badan


Standardisasi Nasional, Jakarta.

SNI 02-1760-2005. Syarat Mutu Pupuk Amonium Sulfat. Badan Standardisasi


Nasional, Jakarta.

Tenda ET. 1992. Studi mikrobiologi minuman ringan air kelapa karbonat dan
non-karbonat. [Tesis]. Pasca Sarjana; Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tomita Y dan Kondo T. 2009. Influential factors to enhance the moving rate of
Acetobacter xylinum due to its nanofiber secretion on oriented
templates. Carbohydrate Polymers (77): 754–759.

Turnlund JR. 1994. Copper. di dalam ME Shils, JA Olson, and M Shike, editors.
Modern Nutrition in Health and Disease. USA: Lea & Febiger.

Unagul P, C Assantachai, S Phadungruengluij, M Suphantharika, M Tanticharoen,


C Verduyn. 2007. Coconut water as a medium additive for the
production of docosahexaenoic acid (C22:6 n3) by Schizochytrium
mangrovei Sk-02. J. Bioresource Technology (98): 281–287

Walter EHM, DY Kabuki, LMR Esper, AS Sant’Ana, AY Kuaye. 2009.


Modelling the growth of Listeria monocytogenes in fresh green coconut
(Cocos nucifera L.) water. J. Food Microbiology (26): 653–657

Wijandi S dan D Fardiaz. 1985. Dasr Pengawasan Mutu Hasil Pertanian. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Vegas C, E Mateo, Á González, CJara, JM Guillamón, M Poblet, MJTorija, A


Mas. 2010. Population dynamics of acetic acid bacteria during
traditional wine vinegar production. Journal of Food Microbiology 138:
30–136.

Verschuren PG, TD Cardona, MJ R Nout, , KD De Gooijer, & JC Van Den


Heuvel. 2000. Location and limitation of cellulose production by
Acetobacter xylinum established from oxygen profiles. J. of Bioscience
and Bioengineering (89) 414–419.

55
Vigliar R, UL Salepanian, UF Neto. 2006. Biochemical profile of coconuts water
from coconut palm plant in anland region. Jour. de Pedoria (82): 308-
312.

Yan Z, S Chen, H Wang, B Wang, J Jiang. 2008. Biosynthesis of bacterial


cellulose/multi-walled carbon nanotubes in agitated culture. J.
Carbohydrate Polymers (74): 659–665

Yousef AE dan C Carlstrom. 2003. Food Microbiology a Loboratory Manual.


John Willey & Sons, New Jersey.

Zambre M, Chowdhay B, Kuo P, Montagum G. 2002. Prolifir regeneration of


fertile plants from green modular callus induced from meristemic
tissuer in Lathius Satius L. Plant science 63: 1107-1112.

56
Lampiran 1. Syarat mutu produk nata de coco dalam kemasan (SNI 01-4317-
1996)

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


1. Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
1.4 Tekstur - Normal
2. Bahan asing - Tidak boleh ada
3. Bobot tuntas - Min. 50
4. Jumlah gula (dihitung sebagai %
sukrosa)
5. Serat makanan % Min. 15
6. Bahan tambahan makanan % Min. 4,5
6.1 Pemanis buatan
- sakarin
- siklamat
6.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-1995
6.3 Pengawet (Na Benzoat) Sesuai SNI 01-0222-1995
7. Cemaran Logam
7.1 Timbal (Pb) Mg/Kg maks. 0,2
7.2 Tembaga (Cu) Mg/Kg maks. 2
7.3 Seng (Zn) Mg/Kg maks. 5,0
7.4 Timah (Sn) Mg/Kg maks. 40,0/250,0*
8. Cemaran Arsen (As) Mg/Kg maks. 0,1
9. Cemaran mikroba
9.1 Angka lempeng total Koloni/g maks. 2,0 x 102
9.2 Coliform APM/g <3
9.3 Kapang Koloni/g maks. 50
9.4 Khamir Koloni/g maks. 50
*dikemas didalam kaleng

57
Lampiran 2. Kuisioner untuk petani nata de coco

Kuesioner

Nama perusahaan :
Nama Penjawab :
Jabatan :

1. Bahan Baku dan Komposisi

a) Jumlah air kelapa yang digunakan/produksi : ………………………L


b) Jumlah urea yang ditambahkan/ produksi : ……………… gr/sendok
c) Jumlah gula pasir yang ditambahkan/ produksi: …………….gr/sendok
d) Jumlah asam asetat yang ditambahkan/ produksi: ………….gr/sendok
e) Starter yang digunakan dan dari mana sumbernya : ……………………
f) Berapa umur starter : ……………………………….
g) Jumlah starter yang di tambahkan/produksi : ……………….%

2. Proses Pembuatan

a) Perlakuan perlakuan terhadap air kelapa


a. disaring / tidak di saring
b. direndam / tidak direndam semalam
b) Pemanasan
a. Waktu pemanasan yang digunakan : ……………………….menit
b. Suhu pemanasan yang digunakan : ………………… ….ºC
c) Lama Fermentasi : ………………………………….hari

58
Lampiran 3. Form kuisioner organoleptik (rating sederhana)

Nama : Tanggal : No.Hp :


Sampel : nata de coco
Instruksi :
1. Cicipi Sample dari Kiri Ke kanan, Jangan mengulang pengujian
contoh. Jangan membandingkan antar sampel
2. Anda diminta Untuk menilai atribut warna, aroma, rasa, Tekstur dan
Keseluruhan (Overall) dari masing-masing contoh.
3. Netralkan Indra pencicip anda sebelum dan diantara penilaian contoh.
4. Berilah tanda cek (√) sesuia dengan pilihan anda
Warna
984 597
Sangat bening
Bening
Putih bening
Putih
Putih susu

Aroma
984 597
Netral
Kurang asam
Asam
Agak asam
Sangat asam

Tekstur
984 597
Sangat kenyal
agak kenyal
Kenyal
Kurang kenyal
Sangat tidak
kenyal

Rasa
984 597
Sangat manis
Sedikit manis
manis
Kurang manis
Sangat tidak
manis

59
Lampiran 4. Diagram alir proses pengolahan nata de coco di CV .MMI

Penerimaaan Nata de coco

Pengembangan nata de
coco

Perebusan nata de coco


(uap Boiler 30 menit)

Penambahan Na-Benzoat

Perebusan nata de coco


(gas, 30-45 menit)

Penambahan Pemanis

Penambahan syrup gula dan


pengemasan (hot Filling)

Pendinginan

60
Lampiran 5. Perhitungan hemacytometer

Jumlah bakteri pada kotak 1 = 22

2 = 18

3 = 22

4 = 19

5 = 19

FP = 102

Rata-rata bakteri perkotak =

= 19.8 bakteri per kotak

Jumlah bakteri per mm2 = Rata-rata bakteri perkotak x Julah kotak per mm2

= 19.8 x 25

= 495

Jumlah bakteri per ml (cm3) = ∑ bakteri per mm2 x FP x 103 x mm

= 495 x 102 x 103 x mm

= 5.0 x 108

Jumlah bakteri dalam wadah (inokulasi 10%) = x 108

61
Lampiran 6. Perhitungan penurunan kandungan logam

Sampel nata lembaran pasar


Petani [ZA] Cu Pb Zn Reduksi (%)
Cu Pb Zn
1 0.89 0.273 ppm 0.021 ppm 0.321 ppm
2 1.14 0.950 ppm 16.50 ppm 2.00 ppm
3 0.69 0.273 ppm 2.00 ppm 0.32 ppm
5 0.58 1.970 ppm 0.32 ppm 5.14 ppm
6 0.50 0.1516 ppm 5.14 ppm 1.24 ppm
Sampel Nata dalam kemasan
Merek [ ZA] Cu Pb Zn Reduksi (%)
Cu Pb Zn
A - 0.13 ppm 0.02 ppm 0.99 ppm
B - 0.02 ppm TD*) TD*)
C - TD*) TD*) TD*)
*)
D - TD 0.04 ppm 0.01 ppm
E - 0.53 ppm 0.18 ppm 0.10 ppm
F - 0.28 ppm 0.09 ppm TD*)
G - TD*) 0.06 ppm 0.04 ppm
H - 0.43 ppm 0.06 ppm 0.07 ppm
Sampel nata lembaran laboratorium
No [ ZA] Cu Pb Zn Reduksi (%)
Cu Pb Zn
1 0,4 0,36 ppm TD*) TD*)
*)
2 0,6 0,1 ppm TD TD*) 95 % 99% 99%
3 0,8 0,11 ppm 0,47 ppm TD*)
4 1,0 0,36 ppm TD*) TD*)
*)
5 1,2 0,36 ppm TD 2,46 ppm 62 % 98% 0%
Sampel nata matang laboratorium
No [ ZA] Cu Pb Zn Reduksi (%)
Cu Pb Zn
1 0.4 0.24 ppm TD*) 0.83 ppm 44 % 0% -

62
Lampiran 7. Gambar nata de coco saat panen

(a) Konsentrasi ZA 0.4% (b) Konsentrasi ZA 0.6%

(c) Konsentrasi ZA 0.8% (d) Konsentrasi ZA 1.0%

(e) Konsentrasi ZA 0.4%

63
Lampiran 8. Analisis sidik ragam rendemen nata

Tests of Between-Subjects
Effects

Dependent Variable:skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 33726.390 6 5621.065 58.876 .001

sampel 310.907 4 77.727 .814 .577

ulangan 1.303 1 1.303 .014 .913

Error 381.893 4 95.473

Total 34108.283 10

a. R Squared = .989 (Adjusted R Squared = .972)

skor
a,,b
Duncan

Subset

sampel N 1

1,2 2 49.8250

1,0 2 52.2600

0,4 2 62.1800

0,8 2 62.2700

0,6 2 62.4900

Sig. .265

Means for groups in


homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 95.473.

a. Uses Harmonic Mean Sample


Size = 2.000.

b. Alpha = 0.05.

64
Lampiran 9. Analisis sisik ragam ketebalan nata

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 7.467 6 1.245 50.591 .001

sampel .087 4 .022 .881 .548

ulangan .076 1 .076 3.100 .153

Error .098 4 .025

Total 7.566 10

a. R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .967)

skor
a,,b
Duncan

Subset

sampel N 1

1,0 2 .7483

1,2 2 .7542

0,6 2 .8675

0,8 2 .9133

0,4 2 .9900

Sig. .200

Means for groups in


homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = .025.

a. Uses Harmonic Mean Sample


Size = 2.000.

b. Alpha = 0.05.

65
Lampiran 10. Analisis sidik ragam kekerasan nata

Tests of Between-Subjects
Effects

Dependent Variable:skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 503.693 6 83.949 103.956 .000

sampel 3.695 4 .924 1.144 .450

ulangan 21.963 1 21.963 27.198 .006

Error 3.230 4 .808

Total 506.923 10

a. R Squared = .994 (Adjusted R Squared = .984)

skor
a,,b
Duncan

Subset

sampel N 1

1,0 2 5.9300

1,2 2 6.6400

0,8 2 7.0100

0,4 2 7.2500

0,6 2 7.7400

Sig. .118

Means for groups in


homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = .808.

a. Uses Harmonic Mean Sample


Size = 2.000.

b. Alpha = 0.05.

66
Lampiran 11. Analisis sidik ragam warna nata

Nilai L

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 48159.771 6 8026.628 3163.783 .000

sampel 3.678 4 .919 .362 .825

ulangan 53.546 1 53.546 21.106 .010

Error 10.148 4 2.537

Total 48169.919 10

a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999)

skor
a,,b
Duncan

Subset

sampel N 1

1,0 2 68.6150

0,6 2 68.8300

0,8 2 69.2700

0,4 2 69.8200

1,2 2 70.2450

Sig. .362

Means for groups in


homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 2.537.

a. Uses Harmonic Mean Sample


Size = 2.000.

b. Alpha = 0.05.

67
Nilai a

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 37.200 6 6.200 215.764 .000

sampel .266 4 .067 2.317 .218

ulangan .605 1 .605 21.060 .010

Error .115 4 .029

Total 37.315 10

a. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .992)

skor
a,,b
Duncan

Subset

sampel N 1

1,2 2 -2.1700

0,8 2 -2.0150

0,6 2 -1.8400

1,0 2 -1.7600

0,4 2 -1.7450

Sig. .070

Means for groups in


homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = .029.

a. Uses Harmonic Mean Sample


Size = 2.000.

b. Alpha = 0.05.

68
Nilai b

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 45.339 6 7.556 98.829 .000

sampel 1.000 4 .250 3.270 .139

ulangan 1.490 1 1.490 19.487 .012

Error .306 4 .076

Total 45.645 10

a. R Squared = .993 (Adjusted R Squared = .983)

skor
a,,b
Duncan

Subset

sampel N 1 2

0,8 2 1.4950

0,6 2 2.0350 2.0350

1,0 2 2.1550 2.1550

1,2 2 2.2250 2.2250

0,4 2 2.4400

Sig. .062 .222

Means for groups in homogeneous subsets


are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .076.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

b. Alpha = 0.05.

69
Lampiran 12. Analisis sidik ragam kadar air nata

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 87686.624 6 14614.437 27324.484 .000

sampel 4.558 4 1.139 2.130 .241

ulangan .458 1 .458 .856 .407

Error 2.139 4 .535

Total 87688.763 10

a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

skor
a,,b
Duncan

Subset

sampel N 1

0,8 2 93.0201

1,2 2 93.3382

0,6 2 93.3784

0,4 2 93.5052

1,0 2 94.9504

Sig. .061

Means for groups in


homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = .535.

a. Uses Harmonic Mean Sample


Size = 2.000.

b. Alpha = 0.05.

70
Lampiran 13. Analisis sidik ragam konsentrasi gula

Rendemen nata dengan konsentrasi gula

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 38824.952 6 6470.825 197.241 .000

sampel 74.494 4 18.624 .568 .702

ulangan 525.915 1 525.915 16.031 .016

Error 131.227 4 32.807

Total 38956.179 10

a. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .992)

skor
a,,b
Duncan

Subset

sampel N 1

0,4 2 57.4400

0,8 2 60.5000

1,0 2 62.6900

1,2 2 62.8800

0,6 2 65.6200

Sig. .228

Means for groups in


homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 32.807.

a. Uses Harmonic Mean Sample


Size = 2.000.

b. Alpha = 0.05.

71
Ketebalan nata dengan konsentrasi gula

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:skor

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Model 13.712 6 2.285 203.325 .000

sampel .025 4 .006 .560 .706

ulangan .231 1 .231 20.555 .011

Error .045 4 .011

Total 13.757 10

a. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .992)

skor

Duncana,,b

Subset

sampel N 1

0,4 2 1.0900

0,8 2 1.1150

1,0 2 1.1750

1,2 2 1.1950

0,6 2 1.2250

Sig. .272

Means for groups in


homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = .011.

a. Uses Harmonic Mean Sample


Size = 2.000.

b. Alpha = 0.05.

72
Lampiran 18. Hasil uji rating sederhana

nata hasil laboratorium nata pasar


panelis
warna aroma rasa tekstur warna aroma rasa tekstur
1 5 2 1 2 3 1 5 3
2 3 1 2 3 2 2 4 3
3 4 2 3 3 3 3 3 3
4 3 2 2 2 2 3 3 3
5 4 2 3 5 2 2 4 2
6 3 1 2 2 4 1 2 3
7 2 2 2 4 3 3 1 2
8 1 1 4 3 1 3 1 3
9 3 4 2 4 4 1 3 3
10 4 1 3 4 3 1 5 4
11 4 1 2 1 2 1 4 2
12 4 1 4 4 3 3 3 3
13 4 4 3 4 3 1 4 4
14 4 1 4 2 4 1 3 3
15 5 3 1 4 3 1 3 3
16 4 1 1 4 3 1 4 4
17 4 1 3 3 3 4 4 4
18 4 1 4 4 3 1 3 2
19 2 1 3 2 3 2 4 4
20 4 2 2 2 4 1 3 2
21 5 4 2 2 3 1 4 1
22 5 1 2 3 4 1 1 3
23 3 1 4 4 2 4 3 3
24 4 1 2 2 4 1 1 3
25 3 1 3 2 4 1 4 2
26 3 1 4 3 5 1 3 2
27 3 1 1 3 4 1 3 3
28 3 1 3 3 3 1 4 3
29 3 1 3 3 3 2 3 2
30 3 1 4 2 4 1 2 2

73
Lampiran 19. Hasil pengolahan uji rating sederhana

Atribut tekstur
T-Test

Group Statistics

sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

teksture laboratorium 30 3.03 .999 .182

pasar 30 2.80 .761 .139

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Mean Std. Error Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper

teksture Equal variances assumed 3.632 .062 1.017 58 .313 .233 .229 -.226 .692

Equal variances not


1.017 54.172 .314 .233 .229 -.226 .693
assumed

74
Atribut rasa
T-Test

Group Statistics

sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

rasa laboratorium 30 2.63 .999 .182

pasar 30 3.13 1.106 .202

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Mean Std. Error Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper

rasa Equal variances assumed .039 .845 -1.837 58 .071 -.500 .272 -1.045 .045

Equal variances not


-1.837 57.416 .071 -.500 .272 -1.045 .045
assumed

75
Atribut aroma
T-Test
Group Statistics

sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

aroma laboratorium 30 1.57 .971 .177

pasar 30 1.67 .994 .182

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Mean Std. Error Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper

aroma Equal variances assumed .392 .533 -.394 58 .695 -.100 .254 -.608 .408

Equal variances not


-.394 57.969 .695 -.100 .254 -.608 .408
assumed

76
Atribut warna
T-Test
Group Statistics

sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

warna laboratorium 30 3.5333 .93710 .17109

pasar 30 3.1333 .86037 .15708

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of


Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Mean Std. Error Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper

warna Equal variances assumed .739 .393 1.722 58 .090 .40000 .23226 -.06493 .86493

Equal variances not


1.722 57.582 .090 .40000 .23226 -.06500 .86500
assumed

77

Anda mungkin juga menyukai