1. Istilah
Istilah hukum adat merupakan terjemahan dari istilah Belanda
“Adat-Recht” yang pertama kali dipergunakan oleh
SnouckHergronje yang kemudiam dipakai dalam bukunya yang
berjudul “De Atjehers”.
1
3. Scheuer : Het Personenrecht Voor De Inlanders Op Java En
Madura.
C. Dikalangan Rakyat
Dikalangan rakyat jarang dipakai istilah hukum adat, tetapi
lazimnya dipakai istilah adat saja.
2
yang tidak tertulis, maka bagian unsur yang tertulis ini sangat
kecil, tidak berpengaruh dan sering diabaikan.
BAB II
2. UUDS 1950
Sebelum berlakunya UUDS 1950, di dalam pasal 104 ayat (1)
dinyatakan bahwa “Segala keputusan pengadilan harus berisi
alasab-alasannya dan dalam perkara hukum tersebut harus
memuat aturan-aturan undang-undang dan atau aturan-aturan
3
adat yang dijadikan dasar hukuma itu”. Tetapi ketentuan yang
memuat dasar konstitusional berlakunya hukum adat itu sampai
sekarang belum diberi peraturan penyelenggaraannya.
4
Mengenai I.S pasal 131 ayat (2) sub.b ini harus dikemukakan 2
hal, yaitu ketentuan-ketentuan tersebut adalah suatu pasal
kodifikasi, yaitu ketentuan yang memuat suatu tugas kepada
pembuat undang-undang untuk mengadakan kodifikasi hukum
privat bagi golongan hukum Indonesia asli dan golongan hukum
Timur Asing.
Tetapi selama redaksi pasal 131 ayat (2) sub.b I.S ini berlaku
sejak 1 Januari 1920 sampai 1 Januari 1926, maka kodifikasi
hukum yang diperintahkan kepada pembuat undang-undang itu
belum dilaksanakan.
BAB III
Dalam wilayah yang sangat luas ini, hukum adat tumbuh dan
berkembang, dianut dan dipertahankan sebagai peraturan penjaga
tata tertib sosial dan tata tertib hukum diantara manusia yang
5
bergaul didalam suatu masyarakat, agar dapat dihindarkam dari
segala masalah dan bahaya yang mungkin atau telah mengancam.
6
perjanjian jual-beli. Jadi sifat konkrit itu adalah suatu sifat nyata
yang dimiliki oleh Hukum Adat Indonesia.
BAB IV
7
PERHATIAN TERHADAP HUKUM ADAT MASA LALU
DAN MASA KINI
8
lingkup berlakunya hukum adat. Adapaun lingkungan hukum
adat yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Aceh (yang meliputi Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, dan
Simeulue).
2. Tanah Garo, Alas dan Batak, Tangah Garo meliputi Garo
Lueus, sedangkan Tanah Batak (Tapanuli) meliputi Tapanuli
Utara (Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Simelungun, Batak
Toba). Sedangkan untuk Tapanuli Selaan meliputi Padang
Lawas, Angkola, dan Mandailing.
3. Nias.
4. Minangkabau dan Mentawai.
5. Sumatera Selatan (yang meliputi Bengkulu, Lampung,
Palembang dan Jambi).
6. Enggano.
7. Tanah Malaju.
8. Bangka dan Belitung.
9. Kalimantan.
10. Minahasa.
11. Gorontalo.
12. Tanah Toraja.
13. Sulawesi Selatan.
14. Kepulauan Ternate.
15. Maluku dan Ambon.
16. Papua.
17. Kepulauan Timor.
18. Bali dan Lombok.
19. Daerah Kerajaan (Surakarta dan Jogjakarta).
20. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta dan Banten).
9
BAB V
10
pidana. Diluar wilayah itu hukum adat pribumi tidak diindahkan
sama sekali.
11
Sesudah V.O.C dibubarkan maka pengurusan atas harta
kekayaan Belanda di Asia ditentukan oleh Dewan Asia. Tugas
dewan tersebut diliputi oleh semangat baru, yaitu harapan bahwa
politik pemerintahan akan dilakukan terlepas dari perhitungan
komersil dan akan diadakan perubahan-perubahan untuk
memperbaiki tanah jajahan beserta penduduknya.
12
tersebut, khususnya mengenai watak penduduk, sumber-sumber
kemakmuran dan kadar pengaruk kekuasaan Belanda, serta
mendesa-desuskan isu yang menimbulkan keonaran diseluruh
Nusantara.
D. Masa 1816-1848
Pada pertengahan tahun 1816 kekuasaan atas Indonesia
dipindahkaN dari tangan pemerintahan Inggris ke tangan
pemerintahan Belanda. Penguasa Hindia-Belanda berpendapat
bahwa dalam masa peralihan itu segera akan dapat diadakan
perubahan-perubahan definitif dilapangan kehakiman.
13
bahwa lebih baik menunggu berlakunya peraturan hukum di
Belanda itu, sebelum mengadakan perubahan-perubahan yang
definitif.
E. Masa 1848-1928
Pada tahun 1983 hasil kodifikasi di Belanda telah menjadi
hukum positif disana. Jadi tahun 1838 itu adalah saatnya bagi
penguasa Hindia-Belanda untuk memulai berusaha membuat
peraturan tetap-konkordant untuk kodifikasi di Belanda yang
akan menggantikan peraturan lama dan peraturan sementara
dalam periode di atas. Untuk dapat melaksanakan usaha itu,
Hageman, Presiden Hoor-Gerechtshof pada tahun 1830 diberi
tugas istimewa untuk mempersiapkan suatu rencana kodifikasi
hukum bagi Hindia-Belanda.
F. Masa 1928-1945
Dalam karangannya “Setengah Jalan Politik Hukum Adat
Baru”, Ter Haar menggambarkan hasil perundang-undangan
dilapangan hukum adat itu sebagai berikut:
1. Peradilan adat di daerah yang diperintah secara langsung,
diberi beberapa aturan dasar dalam ordonansi dan dalam
peraturan pelaksanaannya yang dibuat oleh residen setempat.
2. Peradilan Swapraja diberi beberapa aturan dasar dalam
Zelfbestuursregelen 1938, dalam kontrak dan dalam peraturan
daerah Swapraja yang bersangkutan serta peraturan yang
dibuat oleh residen setempat.
3. Hakim desa diberi pengakuan perundang-undangan dalam
Staatblad 1935-102 yang menyisipkan pasal 3a ke dalam R.O.
14
4. Sebagai salah satu hasil usaha untuk memperbaiki peradilan
agama, dalam pasal 134 I.S (vide ayat (2)) diadakan perubahan
menurut Staatblaad 1929-53 yang direalisasikan pada tahun
1973. Pada tanggal 1 Januari 1938 didirikan Mahkamah
Urusan Agama Islam sebagai pengadilan banding atas putusan
Pengadilan Agam yang dikenal dengan nama Raad Agama.
5. Tanggal 1 Januari 1938 merupakan hari bersejarah bagi
hukum adat, karena pada waktu itu dalam Raad Van Justitie
mendirikan Adatkamer (kamar adat) di kota Jakarta, yang
bertugas mengadili dalam tingkat banding perkara-perkara
hukum privat adat yang telah diputuskan oleh Landraden di
jawa, Palembang, Jambi, Bangka-Belitung, Kalimantan, dan
Bali. Pembentukan Adatkamer itu memberi jaminan lebih baik
kepada penerapan hukum adat, sebab persoalan hukum adat
tidak lagi dititipkan kepada Civile Kamer di Raad Van Justitie,
sehingga perhatian terhadap hukum adat itu dapat dicurahkan
secara khusus.
15
penduduk tetapi juga warga negar, termasuk pula bangsa
Indonesia asli, serta proses asimilasi ke arah kebudayaan dan
tekhnik barat tidak dapat dihindari lagi. Tetapi dalam proses
asimilasi itu diberikan suatu peranan yang lebih besar kepada
hukum adat.
16
BAB VI
PENGGOLONGAN RAKYAT
17
Yang termasuk dalam golongan bumiputera adalah mereka
yang terhitung rakyat asli Indonesia, yang tidak pernah berpindah
ke golongan lain. Dan mereka yang semula golongan lain, tetapi
telah menyatu ke dalam golongan bumiputera.
BAB VII
18
Dalam Indische Staatregeling pasal 131memerintahkan
kodifikasi untuk seluruh rakyat. Sifat kodifikasi itu diserahkan
kepada pembuat ordonantie (pasal 1). Perintah itu belum
terlaksana sepenuhnya, pada saat jatuhnya pemerintah Hindia-
Belanda, disamping hukum kodifikasi, juga masih berlakunya
hukum adat bagi golongan bumiputera dalam seluruh lapangan
hukumprivat, bagi golongan timur asing bukan cina (dalam
beberapa lapangan hukum tertentu dari hukum privat).
19
Jawa dan Madura, Sumatera Barat, Tapanuli, Bengkulu,
Sumatera Timur, Manado, sulawesi dan Ambon, serta Ternate.
20
BAB IX
21
merupakan kesatuan wilayah terbesar dalam suasana rakyat dan
merupakan organisasi pemerintahan sepanjang dalam organisasi
tersebut terdapat pemerintahan. Adapun jenis-jenis dari organisasi
desa tersebut adalah desa bersentralisasi, desa berdesentralisasi
dan serikat desa.
22
khususnya dikalangan suku bangsa Dayak dan Toraja di
Sulawesi.
23