Anda di halaman 1dari 4

DASAR HUKUM SAH BERLAKUNYA HUKUM ADAT

Sebelum Undang-Undang No. 19 tahun 1964 L.N. No.107 tahun 1964, yakni Undang-Undang tentang
ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan Kehakiman, diundangkan pada tanggal 31 Oktober 1964, maka
yang menjadi dasar Hukum Adat adalah masih Pasal II Aturan P eralihan Undang Undang Dasar 1945.
Jadi pada zaman Jepang pun pada haikikatnya dilanjutkan keadaan perundang-undangan dari zaman
kolonial Belanda.
Untuk mengetahui dasar-dasar juridis tentang berlakunya hukum adat di Indonesia secara sah hukum
adat, kita harus meninjau kembali keadaan pada zaman Belanda dan kemudian mengikuti perubahan-
perubahan yang diadakan pada masa berikutnya sampai sekarang.
Pada zaman Belanda sumber pengetahuan tentang hal ini adalah pasal 131 Indische S taatsregeling
(disingkat IS), yang menggambarkan adanya sistem hukum yang dualistis dan pluralistis.
Pada saat itu hukum adat berlaku berdasarkan pasal 75 “Re gerings-Reglement” baru (disingkat RR baru)
yang berlaku pada tanggal 1 Januari 1920. Kete ntuan-ketentuan ini asalnya dari pasal 11 AB tahun1884
(AB= Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie= Ketentuan-kete ntuan Umum bagi
Perundang-undangan Indonesia). Apabila peraturan hukum adat yang bersangkutan bertentangan
dengan dasar-dasar keadilan atau apabila soal yang menjadi perkara itu tidak ada peraturan adat, maka
hakim wajib memakai dasar-dasar umum hukum perdata/dagang Eropa sebagai pedoman (pasal 75 RR
(lama) ayat 6).
Kini di Indonesia berlaku bersama-sama hukum adat dan hukum Eropa. Selain pasal 131 IS tersebut,
masih terdapat dua pasal dari IS yang masih memungkinkan berlakunya hukum adat, yaitu pasal 21 IS
ayat 2 dan pasal 130 IS.
Maka sejak kemerdekaan Indonesia pengeterapan tiap peraturan-peraturan perundangan dari zaman
sebelumnya yang berdasarkan pasal II Aturan peralihan Undang Undang Dasar 1945 masih berlaku wajib
dijiwai oleh pokok pikiran yang bersumber pada Pancasila dan tidak lagi berorientasi pada “Algemene
Bepalingen van Wetgeving voor Nederlands-Indie”.
Tentang dasar/landasan hukum sah berlakunya Hukum Adat sekarang.
Jauh sebelum Undang-Undang No.19 Tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman diundangkan, sesungguhnya secara konstitusional telah dapat diketemukan pasal-pasal yang
merupakan landasan hukum berlakunya Hukum Adat, yaitu pasal 146 ayat (1) Konstitusi RIS dan pasal
104 ayat (1) Undang Undang Dasar Sementar 1950.
Dalam alinea dari penjelasan umum Undang-Undang No. 19 tahun 1964, dengan dihubungkan dengan
pasal 17 ayat 2 dan pasal 3 dari Undang-Undang tersebut diketemukan dasar/alasan berlakunya Hukum
Adat yang disebut hukum tidak tertulis. Dan dengan diundangkannya Undang-Undang tentang
ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan Kehakiman ini, m aka gugurlah perundang-undangan
kolonia/pasal 131 IS (6)/sebagai dasar hukum berlakunya Hukum Adat.
Karena ketentuan dalam pasal 19 UU No. 19 tahun 1964 isinya bertentangan dengan jiwa Undang
Undang Dasar 1945, maka pada tanggal 17 Desember 1970 dicabut dan diganti dengan Undang-Undang
No. 14 Tahun 1970 yang isi umumnya hampir sama. Pasal-pasal yang merupakan landasan hukum
berlakunya Hukum Adat adalah Pasal 23(1) dan pasal 27 (1).
Dengan demikian, bahwa sekarang yang menjadi dasar perundang-undangan berlakunya Hukum Adat
sebagi hukum yang tidak tertulis adalah: Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, pasal 24 Undang Undang
Dasar 1945 dan pasal 23 ayat (1). U ntuk Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
Kehakiman, Undang-undang No. 14 tahun 1970.

5. NILAI-NILAI UNIVERSAL DALAM HUKUM ADAT


Hukum adat yang tradisional ini menunjukkan juga adanya nilai-nilai yang universal seperti:
a. Asas gotong royong.
b. Fungsi sosial manusia dan milik dalam masyarakat.
c. Asas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum.
d. Asas perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem pemerintahan.

6. KEPRIBADIAN HUKUM ADAT ITU BAGAIMANA?


Bangsa Indonesia berkepribadian Pancasila, sehingga hukum adat pun berkepribadian Pancasila pula,
demikian pula hukum yang dimaksud dalam Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman
berkepribadian sama dengan Hukum Adat.

7. HUKUM ADAT DAPAT DIKETEMUKAN DI MANA SAJA? APAKAH YANG MENJADI SUMBER-HUKUMNYA
SERTA APAKAH YANG MENJADI SUMBER PENGENALNYA (= kenbron)
Hukum adat dapat dicari atau tempat-tempat hukum adat itu adalah:
a. Dalam masyarakat itu sendiri. Kalau tidak ada kesempatan untuk hidup sendiri di dalam masyarakat
yang bersangkutan, maka dapat dicari atau diketemukan dalam keputusan-keputusan Penguasa
masyarakat tersebut ataupun dalam kesusastraan masyarakat yang bersangkutan dan juga dalam
tulisan-tulisan, karangan-karangan ilmiah tentang masyarakat dimaksud oleh para sarj ana.
b. Catatan-catatan ataupun himpunan-himpunan peraturan-peraturan hukum adat yang disusun dan
dibukukan dalam kitab-kitab.
Sumber hukum adat adalah:
• Kebiasaan dan adat istiadat yang berhubungan dengan tradisi rakyat (Van Vollenhoven).
• Kebudayaan tradisional rakyat (Tar Haar).
• Ugeran-ugeran (Djojodiguno).
• Perasaan keadilan yang hidup di dalam hati nurani rakyat (Supomo).
Sumber pengenalnya adalah:
• Pepatah-pepatah adat.
• Yurisprudensi adat.
• Laporan-laporan dari komisi-komisi penelitian.
• Dokumen-dokumen yang memuat ketentuan hukum yang hidup pada waktu itu.
• Buku-buku undang-undang yang dikeluarkan oleh raja-raja at au sultan-sultan.
• Buku-buku karangan sarjana.

8. TENTANG KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM TATA HUKUM NASIONAL INDONESIA


Dalam lampiran A dari Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 pada paragraf 402 No. 34 dan 35 disebut
dengan jelas asas-asas yang harus diperhatikan oleh para Pembina Hukum Nasional yaitu:
a. Pembangunan hukum Nasional harus diarahkan kepada homogeniet hukum dengan memperhatikan
kenyataan-kenyataan yang hidup di Indonesia.
b. Harus sesuai dengan haluan Negara dan berlandaskan Hukum Adat yang tidak menghambat
perkembangan Masyarakat adil dan makmur.
Lembaga Pembinaan Hukum Nasional yang diadakan dengan keputusan Presiden nomor 107 tahun 1958
diberi tugas:
Melaksanakan pembinaan Hukum Nasional sesuai yang dikehendaki oleh ketet apan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara No. II/MPRS/1960 (berdasarkan Hukum Adat) dengan tujuan
mencapai Tata Hukum Nasional sebagai berikut:
A. Menyiapkan rancangan-rancangan peraturan perundang-undangan
B. Menyelenggarakan masalah-masalah yang belum diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan.

9. BAGAIMANA KEDUDUKAN HUKUM ADAT INI DI KEMUDIAN HARI?


Prof. Soepomo di dalam Dies Natalis pada tanggal 17 Maret 19 47 menegaskan sebagai berikut:
a. Bahwa dalam lapangan hidup keke luargaan, hukum adat masih akan me nguasai masyarakat
Indonesia.
b. Bahwa hukum pidana dari sesuatu Negara wajib sesuai dengan corak dan sifat-sifat bangsanya atau
masyrakat itu sendiri.
c. Bahwa hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tet ap menjadi sumber hukum
baru dalam hal-hal yang belum/tidak diterapkan oleh undang-undang.
Prof. M. Nasrun S.H. dalam buku beliau “Dasar falsafah adat Minagkabau” menyatakan bahwa, justru
adat itulah yang menentukan sifat dan corak ke-Indonesiaan dari kepribadian bangsa Indonesia. Justru
adat itulah yang merupakan salah satu penjelmaan jiwa Indonesia dari abad ke abad.
Dari kesimpulan Seminar Hukum Nasional ke-4 dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam hukum Adat
masih tetap akan mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan Hukum Nasional kita yang
akan datang.

BAB IV
SISTEM HUKUM ADAT
Prof. Snouck Hurgronje dalam “Verpreide geschriften IV” m enegaskan, bahwa pepatah adat tidak boleh
dianggap sebagai sumber atau dasar hukum adat.
Vergouwen dalam “Het recht sleven der Toba-Bataks” menulis, bahwa pepatah adat tidak mempunyai
sifat normative seperti pasal-pasal undang-undang.
Ter Haar dalam Indisch Tijdschrift van het Recht 14 4 berkata, bahwa pepatah adat bukan merupakan
sumber hukum adat, melainkan mencerminkan dasar hukum yang tidak tegas.
Prof. Soepomo dalam “Bab-bab tentang hukum adat”, menegaskan bahwa pepatah adat memberi
lukisan tentang adanya aliran hukum yang tertentu.

4. PENYELIDIKAN TENTANG HUKUM ADAT


Apabila berkehendak melakukan penyelidikan setempat, maka agar memperoleh bahan-bahan yang
tepat serta berharga tentang hukum adat perhatian harus diarahkan kepada yang berikut:
a. Research tentang putusan-putusan petugas hukum ditempat/daerah yang bersangkutan.
b. Sikap penduduk dalam hidupnya sehari-hari t erhadap hal-hal yang sedang disoroti dan diinginkan
mendapat keterangan dengan melakukan “field research” itu.
Yang menentukan dalam penyelidikan hukum adat secara demikian ini bukannya banyaknya jumlah
perbuatan-perbuatan yang terjadi, tetapi ya atau tidaknya tingkah laku itu dirasakan oleh masyarakat
yang bersangkutan sebagai hal yang memang sudah seharusnya. Perasaan inilah yang memberi
kesimpulan adanya suatu norma hukum.

5. HUKUM ADAT SEBAGAI ASPEK KEBUDAYAAN


Hukum yang terdapat di dalam masyarakat manusia, betapa sederhana dan kecil pun masyarakat itu,
menjadi cerminnya. Karena tiap masyarakat, tiap rakyat, mempunyai kebudayaan sendiri dengan corak
dan sifatnya sendiri, mempunyai alam dan struktur alam pikiran sendiri (“geestesstructuur”), maka
hukum di dalam tiap masyarakat yang bersangkutan, mempunyai corak dan sifatnya sendiri, yaitu:
hukum dari masyarakat masing-masing berlainan.
Begitu pula halnya Hukum Adat di Indonesia, hukum adat itu senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan
hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku.

Anda mungkin juga menyukai