Anda di halaman 1dari 12

DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT

DISKUSI 9 (IX)

Disusun oleh :

Annisa Safira
Mario Anugrah
Sonya Dameria

(Kelompok 5)
DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT

 Landasan Filosofis

 Landasan Sosiologis Terbagi Kedalam


3 Unsur

 Landasan Yuridis
LANDASAN FILOSOFIS (DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT)

Landasan Filosofis
jika dilihat dari kata filosofis, tentunya landasan filosofis berdasarkan pada filsafat. Jadi
untuk mengetahui landasan filosofis hukum adat, perlu adanya filsafat hukum. Manfaat filsafat
hukum yaitu untuk mengembangkan wawasan pengetahuan dan pemahaman hukum.
Hukum Adat yang sebenarnya sangat identik dan bahkan sudah terkandung dalam butir-
butir Pancasila. seperti religio magis, gotong royong, musyawarah mufakat dan keadilan.
Dengan demikian Pancasila merupakan kristalisasi dari Hukum Adat. Dan inilah yang
merupakan filosofi berlakunya hukum adat.
Berdasarkan penjelasan dalam pembukaan UUD 1945, terkandung pengakuan hukum
Tuhan, hukum kodrat, hukum etis serta hukum filosofis. Dalam alinea keempat pembukaan
UUD 1945 mengandung asas kerohanian (Pancasila) yang biasa disebut hukum filosofis. Beritik
tolak dari realisasi pelaksanaan hukum dalam sistem Indonesia dikongkretsasikan kedalam
hukum positif Indonesia.
LANDASAN FILOSOFIS (DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT)

Hukum adat yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia sesuai dengan
perkembangan zaman yang berfiat luwes, fleksibel sesuai dengan nilai-nilai Pancasila seperti
yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. UUD 1945 hanya menciptakan pokok-pokok
pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD RI. Pokok-pokok pikiran tersebut
menjiwai cita-cita hukum meliputi hukum negara baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Dalam pembukaan UUD 1945 pokok-pokok pikiran yang menjiwai perwujudan cita-
cita hukum dasar negara adalah Pancasila. Dengan demikian hukum adat secara filosofis
merupakan hukum yang berlaku sesuai Pancasila sebagai pandangan hidup atau falsafah hidup
bangsa Indonesia.
Hukum mempunyai kekuatan berlaku secara filosofis apabila kaidah hukum tersebut
sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi seperti Pancasila, yaitu
Masyarakat Adil makmur karena Hukum Adat berkembang dari kepribadian bangsa Indonesia
itu sendiri.
LANDASAN YURIDIS (DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT)

Pada dasarnya Hukum Adat merupakan Hukum Non-Statutair yang dalam sudut pandangnya
jelas belum tertulis maupun tidak tertulis secara hukum positif. Mempelajari segi Yuridis dasar berlakunya
Hukum Adat berarti mempelajari dasar hukum berlakunya Hukum Adat di Indonesia yang terdapat
dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Dasar Perundang-Undangan yang mendasari berlakunya Hukum Adat di lingkungan Tata Hukum
positif di Indonesia, yaitu:
1. Undang-Undang Dasar 1945
Dasar yang dipakai untuk memberlakukan Hukum Adat adalah pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar 1945, yang menyatakan “Segala Badan Negara dan peraturan yang ada , masih langsung berlaku
sebelum diadakan yang baru menurut Undang-Undang ini”.
LANDASAN YURIDIS (DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT)

2. UUDS Tahun 1950.


Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 dalam pasal 104 ayat 1 menyatakan “Segala keputusan
pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan undang-
undang dan aturan-aturan Hukum Adat yang dijadikan dasar hukuman itu “.
3. Undang-Undang No. 19 tahun 1964
Menyatakan bahwa “peradilan adalah peradilan Negara. Dengan demikian tidak ada tempat bagi
peradilan swapraja dan peradilan Adat. Apabila peradilan-peradilan itu masih ada, maka selekas
mungkin akan dihapuskan seperti yang secara berangsur-angsur telah dilaksanakan”.
4. Undang-Undang No. 14 tahun 1970
Dalam Undang-undang No 14 tahun 1970, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,
yang merupakan landasan hukum berlakunya Hukum Adat termuat dalam pasal sebagai berikut :
Pasal 23 (1) yang berbunyi :
LANDASAN YURIDIS (DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT)

“Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar


putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.
Yang dimaksud dengan “hukum tak tertulis” dalam pasal tersebut adalah “Hukum Adat”.
Dalam penjelasan umum Undang-undang ini, bagian 7 berbunyi sebagai berikut:
“ Penegasan, bahwa peradilan adalah peradilan Negara, dimaksud untuk menutup
semua kemungkinan adanya atau akan diadakannya lagi Peradilan Swapraja atau
Peradilan Adat yang dilakukan oleh bukan peradilan Negara”.
Ketentuan-ketentuan tersebut tidak bermaksud untuk mengingkari hukum tidak tertulis yang
disebut Hukum Adat, melainkan hanya akan mengalihkan perkembangan dan penerapan hukum itu
kepada pengadilan-pengadilan Negara. Dengan ketentuan bahwa Hakim wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum yang hidup dengan mengintegrasikan diri dalam masyarakat, telah terjamin
sepenuhnya bahwa perkembangan dan penerapan hukum tidak tertulis itu akan berjalan secara wajar,
sehingga turut serta secara aktif merealisasikan penyatuan dan kesatuan hukum diseluruh Indonesia.
LANDASAN HISTORIS (DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT)

 Zaman Kolonial

Pada masa ini kedudukan hukum adat mulai terancam karena masa Hindia-Belanda pada waktu
itu mulai memperkenalkan dan menganut prinsip unifikasi hukum untuk seluruh wilayah jajahannya.
Kemudian pada tahun 1928-1945 peradilan adat dibuka pada tanggal 1 Januari 1938 pada Raad van
Justitie di Batavia yang memiliki tingkat kewenangan mengadili perkara-perkara hukum perdata adat
pada tingkat banding tingkat daerah.
Pada masa ini ulah dihasilkan beberapa peraturan pada hukum adat baik dalam bidang
pemerintahan maupun dalam bidang peradilan umum dan agama.
LANDASAN HISTORIS (DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT)

 Zaman Kemerdekaan

Landasan berlakunya Hukum Adat setelah kemerdekaan yaitu:


1. UUD 1945: Pasal II AP-Psl 131 IS
2. Konstitusi RIS: Psl 192 (1)-Psl 131 IS, Psl 146 (1)
3. UUDS 1950: Psl 104 (1), Psl 142 – 131 IS
4. Dekrit Presiden 5 Juli 1959-UUD 1945L Psl II AP-131 IS
5. UUD 1945 Amandemen: Psl I ;AP-131 IS, Psl 18B (2)
6. UU Pokok Kekuasaan Kehakiman Psl 17 tahun 1964 jo Psl 23 (1) UU No. 14 Tahun 1970 jo Psl
25 (1) No.4 Tahun 2004
7. UUPA No. 5 Tahun 1960, Psl 2 (4)
8. UU No. 1 Tahun 1974 Psl 35 dan 36 mengenai Harta Bersama
LANDASAN SOSIOLOGIS (DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT)

Dari sudut pandang sosiologi masyarakat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendasaran
Hukum Adat yang bersifat mengikat, yaitu sebagai berikut :
A. Masyarakat
Masyarakat dapat diartikan sebagai manusia yang hidup bersama, yang secara teoritis berjumlah
dua orang dalam ukuran minimalnya. Jadi masyarakat merupakan suatu sistem, yakni sistem sosial.
Hukum adat terbentuk karena keinginan seluruh masyarakat yang tinggal di dalam suatu daerah
tertentu. Masyarakat tersebut akan membuat berbagai macam cara agar kepentingan mereka dapat
terlindungi.
Maka jika berlakunya hukum adat itu ditinjau dari sosiologis, hukum tersebut masih berlaku
sampai saat ini, di mana seluruh masyarakat telah mengakui bahwa hal tersebut mempunyai sifat yang
memaksa dan mempunyai kekuatan agar tidak ada seorangpun yang berani melanggarnya.
LANDASAN SOSIOLOGIS (DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT)

B. Kebudayaan
Selo Soemardjan lebih menitikberatkan suatu kemajemukan masyarakat itu pada “Culture”.
Karena kebudayaan dapat menjadi suatu ciri (khas) dari suatu masyarakat.
Adat merupakan sesuatu yang memiliki ciri khas tersendiri dari masing-masing adat tertentu.
Ciri khas dari adat-adat yang berbeda tersebut memiliki nilai budaya dan seni, sehingga dapat dijadikan
kebudayaan apabila adat tersebut tidak melanggar aturan-aturan Nasional dan Hukum Islam.
Sekian dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai