Anda di halaman 1dari 259

PENGANTAR HUKUM

INDONESIA
ANGGITA DORAMIA LUMBANRAJA, S.H., M.H.
FAKUTLAS HUKUM, UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG, JAWA TENGAH
STUDY HIGHLIGHTS
1. Tata Hukum Indonesia 10.Hukum Ketenagakerjaan
2. Sumber-Sumber Hukum 11.Hukum Administrasi Negara
3. Hukum Perdata 12.Hukum Adat
4. Hukum Dagang 13.Hukum Internasional
5. Hukum Tata Negara 14.Hukum Perdata Internasional
6. Hukum Pidana 15.Hukum Agraria
7. Hukum Acara Perdata 16.Hukum Pajak
8. Hukum Acara Pidana 17.Peradilan
9. Hukum Acara Tata Usaha Negara
LESSON NO. 1
Tata Hukum
Indonesia
SUBSTANCE
• Tata Hukum dan Tata Hukum Indonesia
• Politik Hukum Indonesia
• Pembinaan Hukum Nasional
Tata Hukum
• Tata Hukum (Recht Orde) adalah hukum yang berlaku, terdiri dari dan
diwujudkan oleh ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan hukum yang saling
berhubungan dan saling menentukan, dan oleh karena itu keberadaannya
merupakan suatu susunan atau tatanan.
• Tata hukum kerap disebut sebagai hukum positif / Ius Constitutum– hukum yang
berlaku di suatu tempat pada saat tertentu.
• Tata hukum itu sah, berlaku bagi suatu masyarakat tertentu jika dibuat ditetapkan
oleh penguasa (authority) masyarakat itu.
• Suatu masyarakat yang menetapkan tata hukumnya bagi masyarakat itu sendiri
dan oleh sebab itu turut serta sendiri dalam berlakunya tata hukum itu (tunduk
kepada tata hukum itu) disebut Masyarakat Hukum.
• Masyarakat Hukum adalah suatu masyarakat yang menetapkan tata hukum
bagi masyarakat itu sendiri dan tunduk pada tata hukum tersebut.
Tata Hukum Indonesia
• Tata Hukum Indonesia adalah tata hukum yang dibuat,
ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia atau oleh negara
Indonesia
• Tata Hukum Indonesia ada sejak Proklamasi Kemerdekaan (17
Agustus 1945). Hal ini dinyatakan di dalam MEMORANDUM DPRGR 9
Juni 1966 :
“..Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dinyatakan pada tanggal 17
Agustus 1945 adalah detik ‘penjebolan’ tertib hukum kolonial dan sekaligus
detik pembangunan tertib hukum nasional, tertib hukum Indonesia dan
seterusnya…”
Peraturan Peralihan dalam mencegah
kekosongan hukum
• Meskipun telah merdeka, Indonesia belum mampu mengubah sama sekali hukum yang
sudah berlaku dalam masyarakat. Hal ini diakui negara melalui Pasal II Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945 :
“..Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini..”
• Setelah adanya Amandemen UUD NRI 1945 yang dimulai sejak orde reformasi (1999-
2002), aturan peralihan ada didalam Pasal I dan II :
• Pasal I Aturan Peralihan :
“…Segala Peraturan Perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut UUD ini..”
• Pasal II Aturan Peralihan :
“..Semua lembaga negara yang masih ada tetap berfungsi sepanjang untuk
melaksanakan ketentuan UUD dan belum diadakan yang baru menurut UUD ini..”
Peraturan Peralihan dalam mencegah
kekosongan hukum
• Peraturan Peralihan adalah pasal yang berisi petunjuk mengenai
peralihan dari tata hukum yang lama ke tata hukum yang baru
• Fungsi peraturan peralihan adalah untuk mencegah terjadinya
kevakuman/kekosongan hukum. Sebab apabila terjadi kekosongan hukum
berarti Indonesia tidak memiliki suatu pegangan dalam tata tertib hidup.
• Maka peraturan-peraturan dari zaman Hindia Belanda selama tidak
bertentangan atau belum dibuat (tidak ada hukum yang baru) menurut
UUD baru dinyatakan tetap berlaku.
• Hukum Belanda berlaku di wilayah Hindia Belanda (Indonesia) pada masa
kolonial, dikarenakan adanya Asas Konkordansi.
• Asas Konkordansi adalah prinsip penyesuaian hukum dari negara penjajah
di daerah hukum negara jajahan
Pengertian POLITIK HUKUM
• Bellefroid :
“..Politik Hukum adalah menyelidiki tuntutan-tuntutan sosial yang hendak diperhatikan oleh hukum sehingga isi
ius constituendum ditunjuk oleh politik hukum supaya constitutum disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat..”
• W. Zevenbergen :
“..Politik hukum adalah mempersoalkan hal-hal mana dan dengan cara bagaimana hukum itu harus diatur..”
• Satjipto Rahardjo :
“..Politik hukum adalah aktivitas memilih dan cara yang hedak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan
hukum tertentu dalam masyarakat. Politik hukum merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
dinamika yang demikian itu, karena ia diarahkan kepada iure constituendo, hukum yang seharusnya berlaku..”
• Teuku Mohamamad Radhie, SH (Prisma No. 6 Tahun ke II Des. 1973) isinya :
“..Adapun Politik Hukum di sini hendak kita artikan sebagai suatu pernyataan kehendak Penguasa Negara
mengenai hukum yang belaku di wilayahnya, dan mengenai arah ke mana hukum hendak dikembangkan..”
Pengertian POLITIK HUKUM
• Secara umum politik hukum merupakan policy atau kebijakan negara
di bidang hukum yang sedang (ius constitutum) dan akan berlaku (ius
constituendum) dalam suatu negara.
• Dengan adanya politik hukum negara dapat menentukan jenis-jenis
atau macam-macam hukum, bentuk hukum, materi dan/atau sumber
hukum yang diberlakukan dalam suatu negara pada saat ini dan yang
akan datang.
• Politik hukum biasanya dicantumkan dalam Undang-Undang Dasarnya
tetapi ada pula yang tidak.
• Apakah UUD 1945 mencamtukan politik hukum Indonesia?
POLITIK HUKUM INDONESIA
• Teuku Mohamamad Radhie, SH (Prisma No. 6 Tahun ke II Des. 1973) isinya :
“..Adapun Politik Hukum di sini hendak kita artika sebagai pernyataan
kehendak Penguasa Negara mengenai hukum yang belaku di wilayahnya,
dan mengenai arah ke mana hukum hendak dikembangkan..”
• Pasal Kodifikasi – Pasal 102 UUD 1950 berisi :
“..Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun hukum
pidana militer, hukum acara perdata dan hukum acara pidana, susunan dan
kekuasaan pengadilan, diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab
hukum, kecuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur
beberapa hal dalam undang-undang tersendiri.”
• Pasal kodifikasi dihapus setelah adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
POLITIK HUKUM INDONESIA
• Politik Hukum Indonesia ditegaskan di dalam Pembukaan dan Pasal-
Pasal UUD NRI Tahun 1945 (memuat tujuan, dasar, cita hukum dan
norma dasar negara Indoneisa yang menjadi tujuan dan pijakan dari
politik hukum di Indonesia)
• Tujuan politik hukum Indonesia :
1. Sebagai alat (tool) atau sarana yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk
menciptakan suatu sistem hukum nasional Indonesia
2. Sebagai sarana untuk merekayasa perkembangan, perubahan yang terjadi
dalam kehidupan kenegaraan
3. Arah yang ingin diwujudkan dalam pembangunan di bidang hukum
POLITIK HUKUM INDONESIA
• Pada masa Orde Lama (Soekarno) POLA PEMBANGUNAN NASIONAL
SEMESTA DAN BERENCANA (PNSB)
• Pada masa Orde Baru (Soeharto), Politik Hukum Indonesia termuat secara
jelas (tersurat) dan padat dalam GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA
(GBHN) yang diatur dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973
• Pada masa Orde Reformasi, Politik Hukum Indonesia ditemui secara tersirat
di dalam PROGRAM PEMBANGUNGAN NASIONAL (PROPENAS) dalam
Ketetapan MPR No IV Tahun 1999 jo UU Nomor 25 Tahun 2000
• Pasca Amandemen UUD NRI Tahun 1945. Politik Hukum Indonesia ditemui
secara tersirat : 1) RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) – 20
tahun, 2) RPJM (Rencana Pembangan Jangka Menengah) – 5 tahun
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
• Setiap negara yang merdeka dan berdaulat harus mempunyai hukum
nasional di segala bidang hukum
• Pada tahun 1956 Perhimpunan Sarjana Hukum Nasional Indonesia
mengajukan permohonan kepada Perdana Menteri RI agar dibentuk
suatu Panitia Negara Pembinaan Hukum Nasional.
• Dengan Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 1958 dibentuk
Lembaga Pembinaan hukum nasional di Jakarta dengan tujuan
mencapai tata hukum nasional.
LEMBAGA PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
(1958 -1974)
• Tugas lembaga Pembinaan Hukum Nasional itu adalah “melaksanakan
pembinaan hukum nasional dengan tujuan mencapai tata hukum
nasional :
1) Menyiapkan rancangan-rancangan peraturan perundangan :
a) Untuk meletakkan dasar-dasar tata hukum nasional
b) Untuk menggantikan peraturan-peraturan yang tidak sesuai dengan tata
hukum nasional
c) Untuk masalah-masalah yang belum diatur dalam suatu peraturan
perundangan
2) Menyelenggarakan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyusun
peraturan perundangan
BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
(1974-sekarang))
• Merupakan salah satu lembaga di bawah Kementerian Hukum dan HAM
• Memiliki tugas melaksanakan pembinaan dan pengembangan hukum nasional
• Fungsi BPHN :
1. Perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan teknis di bidang pembinaan hukum nasional
2. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang pembinaan hukum
nasional
3. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
4. Pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan badan
5. Pembinaan dan pengembagnan sistem hukum nasional
6. Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana pembangungan hukum nasional dan prolegnas
7. Pembinaan pembimbingan dan koordinasi serta kerjasama di bidang penyuluhan hukum
8. Penyelenggaraan kegiatan dalam upaya membentuk budaya hukum masyarakat
9. Pembinaan dan pengembangan sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum serta
perpustakaan hukum
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
Peristiwa penting dalam Pembinaan
Hukum Nasional adalah penemuan-
penemuan yang dilakukan oleh
Dr. Sahardjo (Menteri Hukum dan
HAM pada Kabinet Kerja I, II, III
(1959-1963)) yakni …
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
1. Simbol/lambang keadilan “Dewi Themis (Keadilan)”
diganti menjadi Pohon Beringin yang memiliki arti
“pengayoman”
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
2. Istilah Lembaga Penjara diganti menjadi Lembaga
Permasyarakatan (Lapas) yang lebih sesuai dengan
sendi-sendi negara yang ber-Pancasila.
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
3. Kodifikasi zaman kolonial belanda (BW dan WvK)
tidak berlaku sebagai wetboek tetapi hanya sebagai
rechtboek yaitu hanya sebagai dokumen yang
menggambarkan suatu kelompok hukum yang harus
dipakai oleh hakim sebagai “pedoman” dalam
melakukan peradilan
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL

POLA

WAWASAN NUSANTARA
PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
KEPENTINGAN NASIONAL

MENGABDI PADA

HUKUM NASIONAL Hukum Modern


PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
• Ciri-ciri hukum modern :
1. Konsentris
Artinya adanya satu tangan yang mengatur/membuat (yaitu
pengundang-undang)
2. Konvergen
Artinya hukum Indonesia bersifat terbuka terhadap
perubahan dan perkembangan
3. Tertulis
Untuk lebih menjamin kepastian hukum
LESSON NO. 2
Sumber-Sumber
Hukum
SUBSTANCE
• Pengertian Sumber Hukum
• Macam-Macam Sumber Hukum
• Undang-Undang
• Yurisprudensi
• Traktat
• Kebiasaan
• Doktrin
Pengertian SUMBER HUKUM
• SUMBER HUKUM adalah segala sesuatu*) yang
menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa,
sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi
pelanggarnya.
• Segala sesuatu*) yaitu faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan
sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal, dari
mana hukum itu dapat ditemukan, dari mana asal mulanya
hukum dan lain sebagainya.
MACAM-MACAM
SUMBER HUKUM
1. SUMBER HUKUM MATERIIL

2. SUMBER HUKUM FORMIL


SUMBER HUKUM Materiil
• Sumber Hukum Materiil adalah faktor-faktor yang turut serta
menentukan isi hukum.
• Menurut Algra, Sumber hukum Materiil ialah tempat dari
mana materi hukum itu diambil.
• Sumber Hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu
pembentukan hukum misalnya : hubungan social, hubungan
kekuatan politik, situasi social ekonomi, tradisi (pandangan
keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi,
lalu-lintas), perkembangan internasional, keadaan geografis.
Ini semuanya merupakan obyek studi penting bagi sosiologi
hukum.
SUMBER HUKUM Formil
• Sumber Hukum Formil adalah adalah sumber hukum dengan
bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara
formal
• Jadi sumber hukum formal merupakan tempat/dasar/sumber kekuatan
mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati oleh masyarakat maupun
oleh para penegak hukum.
• Dengan kata lain sumber hukum formal tersebut merupakan causa
efficient (sebab yang langsung menimbulkan akibat) dari hukum
SUMBER-SUMBER
Hukum Formil
• Undang-Undang
• Yurisprudensi
• Traktat
• Kebiasaan
• Doktrin
(1)

UNDANG-UNDANG
UNDANG-UNDANG
Menurut Joannes Theodorus BUYS
• DALAM ARTI FORMIL (Wet in formele zin)
Setiap keputusan Pemerintah yang merupakan undang-
undang karena cara pembuatannya. (contoh : UU dibuat
bersama oleh presiden bersama-sama dengan DPR)
• DALAM ARTI MATERIIL (Wet in materiele zin)
Setiap keputusan Pemerintah yang menurut isinya
mengikat langsung setiap penduduk.
Berlakunya
UNDANG-UNDANG
• Syarat mutlak untuk berlakunya suatu UU ialah
diundangkan dalam Lembaran Negara (LN) oleh
Sektretaris Negara (dahulu oleh Menteri Kehakiman)
• Tanggal mulai berlakunya suatu UU seusai tanggal yang
ditentukan oleh UU itu sendiri. Jika tidak disebutkan,
maka mulai berlaku setelah 30 hari sesudah
diundangkan dalam LN
Lembaran Negara
• Peraturan perundangan yang diundangkan dlm LN
meliputi :
a) UU/Perpu
b) Perpres mengenai : 1) pengesahan perjanjian antar negara
RI dan negara lain atau badan internasional; 2) pernyataan
keadaan bahaya
c) Peraturan perundangan lain yang menurut peraturan
perundangan yang berlaku harus diundangkan dalam LN
• Peraturan perundangan lain diundangkan dalam Berita
Negara
Tambahan LN
Tambahan BN
•Tambahan Lembaran Negara memuat
penjelasan Peraturan Perundangan yang
dimuat dalam Lembaran Negara RI
•Tambahan Berita Negara RI memuat
penjelasan Peraturan Perundangan yang
dimuat dalam Berita Negara RI.
Berlakunya
UNDANG-UNDANG
• Setelah suatu UU diundangkan dalam LN, maka berlakulah Asas Fictie
Hukum
• Asas Fictie Hukum artinya setiap orang dianggap telah mengetahui
adanya suatu UU yang telah diundangkan
• Istilah-istilah dalam bahasa latin asas fictie hukum : Ignorare Legis est
lata culpa (to be ignorant of the law is gross negligence), Ignorantia
juris non excusat/ignorantia legis neminem excusat (ignorance of
the law is not an excuse), presumption iuris et de iure (persangkaan
yang secara hukum dapat dibenarkan)
• Aristoteles : nemo censetur ignorare legem (nobody is thougt to be
ignorant of the law)/ ignorantia iuris nocet (not knowing the law is
harmful)
TidakBerlakunya
UNDANG-UNDANG
1. Jangka waktu berlaku telah ditentukan oleh undang-
undang itu tidak ada lagi
2. Keadaan atau hal untuk mana undang-undang itu diadakan
sudah tidak ada lagi
3. Undang-undang itu dengan tegas dicabtu oleh instansi
yang membuat atau instansi yang lebih tinggi
4. Telah diadakan undang-undang yang baru yang isinya
bertentangan dengan undang-undang yang dulu berlaku.
ASAS-ASAS
PERATURAN PERUNDANGAN
• Asas Retroaktif (ex post Facto)
UU tidak berlaku surut
• UU yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi
kedudukannya mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi lagi
• Lex Posterior derogate Legi Priori
• Lex Specialis derogate Legi Generali
TAP/MPRS/XX/1966
• UUD 1945
• TAP MPR
• UU, PERPU
• PP
• KEPRES
• PERATURAN PELAKSANA LAIN : PERATURAN
MENTERI, INSTRUKSI MENTERI
TAP/MPR/III/2000
• UUD 1945
• Tap MPR
• UU
• PERPU
• PP
• KEPRES
• PERDA
UU NO. 10/2004
• UUD RI 1945
• UU/PERPU
• PP
• PERPRES
• PERDA
UU NO. 12/2011
• UUD NRI 1945
• TAP MPR
• UU/PERPU
• PP
• PERPRES
• PERDA PROVINSI
• PERDA KABUPATEN/KOTA
(2)

YURISPRUDENSI
(Keputusan Hakim)
YURISPRUDENSI
• Istilah-istilah Yurisprudensi :
• Latin : Jurisprudentia
• Belanda : Jurisprudentie
• Perancis : Jurisprudence
• Jerman : Jurisprudenz
• Perbedaan pemaknaan Yurisprudensi :
• filsafat hukum
• Teori hukum
• Ilmu Hukum
• Sebuah sistem hukum
• Putusan hakim di pengadilan yang dijadikan sebagai sumber hukum (Judge Made Law)
YURISPRUDENSI
• Yurisprudensi (Keputusan Hakim) merupakan setiap keputusan-keputusan hakim sebelumnya
yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh hakim dalam mengambil keputusan terhadap
perkara-perkara yang memiliki persamaan
• Putusan hakim dapat dijadikan sebagai sumber hukum, karena banyak dalam putusan pengadilan
yang memuat ketentuan-ketentuan baru yang belum ada pengaturannya dalam sistem hukum
yang berlaku
• Kekuatan mengikatnya suatu yurisprudensi di negara-negara Common Law System sangat
berbeda dengan negara-negara Civil Law system .
• Civil Law System, yurisprudensi sebagai persuasive precedent (a judge is not obliged to follow, but
is of importance in reaching a judgment)
• Common Law System, yurisprudensi sebagai binding precedent (a precedent or an existing law
that courts are bound to follow)
• Keputusan hakim yang menjadi yurisprudensi akan menjadi sumber hukum bagi pengadilan
YURISPRUDENSI
• Ada tiga alasan seorang hakim mengikuti
keputusan hakim lain :
• Alasan psikologis : keputusan hakim yang mempunyai
kekuasaan, terutama bilsa keputusan itu dibuat oleh
Mahkamah Agung, maka seorang hakim lain akan
mengikuti keputusan hakim yang mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi tersebut.
• Alasan praktis
• Alasan sependapat
(3)

TRAKTAT
TRAKTAT
(treaty)
• Traktat adalah perjanjian yang dilakukan antar
negara yang memiliki akibat mengikat terhadap
para pihak yang mengadakan perjanjian
berdasarkan asas pacta sunt servanda
• Maka traktat sering disebut sebagai Perjanjian
antar negara
TRAKTAT
(treaty)
• Traktat Bilateral : perjanjian yang diadakan oleh
dua negara
• Traktat Multilateral : perjanjian yang diadakan
oleh banyak negara (lebih dari dua negara)
• Traktat Kolektif (Terbuka) : perjanjian
multilateral yang memberikan kesempatan
kepada setiap negara yang belum
menandatangani untuk menggabungkan diri.
TRAKTAT
(treaty)
• Traktat akan memiliki sifat kekuatan yang
mengikat ke dalam yurisdiksi suatu negara
(kekuatannya sama seperti peraturan
perundangan) apabila traktat mendapatkan
pengesahan dari lembaga legislative atau
lembaga yang berwenang di negara tersebut.
• Traktat dibuat oleh presiden dengan persetujuan
DPR (Lihat pasal 11 UUD NRI 1945)
(4)

KEBIASAAN
KEBIASAAN
• Adat Kebiasaan (Custom) merupakan setiap perbuatan
manusia yang tetap dilakukan secara berulang, sehingga
perbuatan yang berlawanan dengan kebiasaan dianggap
sebagai pelanggaran berdasarkan perasaan hukum.
• Kebiasaan dapat menjadi suatu hukum dengan syarat,
masyarakat memiliki anggapan bahwa, kebiasaan yang
dilakukan merupakan kebiasaan yang harus dilakukan dan
memiliki sifat mengikat terhadap orang yang menjadi
anggota masyarakat tersebut.
KEBIASAAN
• Suatu kebiasaan akan berubah menjadi hukum kebiasaan
apabila kebiasaan tersebut memenuhi dua syarat pokok :
• Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang di dalam
masyarakat
• Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan.
• Selain kebiasaan, terdapat peraturan yang mengatur tingkah laku
masyarakat yakni : Adat istiadat.
• Adat istiadat adalah himpunan kaidah social yang sudah sejak lama
ada dan merupakan tradisi serta lebih bersifat sacral dan mengatur
tata kehidupan masyarakat tertentu.
KEBIASAAN
• Adat istiadat yang terus hidup dan berkembang di
masyarakat tertentu dapat menjadi hukum adat apabila
memenuhi 4 ketentuan (leopold pospisil) :
1. Authority
2. Intention of universal application
3. Obligation
4. sanction
(5)

DOKTRIN
DOKTRIN
• Doktrin atau pendapat para ahli hukum merupakan pendapat dari
para ahli hukum terkemuka yang memiliki pengaruh terhadap
pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan.
• Doktrin dapat menjadi sumber hukum formal apabila memenuhi
syarat sebagai berikut :
1. Doktrin dijadikan sebagai pertimbangan dalam keputusan hakim
2. Doktrin diakui sebagai salah satu sumber hukum formal pada hukum
internasional
LESSON NO. 3

Hukum
Perdata
SUBSTANCE
• Sejarah Hukum Perdata
• Buku I : Tentang Orang (van Personen)
• Buku II : Tentang Kebendaan (van Zaken)
• Buku III : Tentang Perikatan (van Verbintenissen)
• Buku IV : Tentang Pembuktian dan Daluwarsa
(van Betwisen Verjaring)
Hukum Perdata
• Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang yang satu dengan orang yang lain dalam masyarakat yang
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan/pribadi (private
interest)
• Menurut Subekti, Hukum perdata dibagi menjadi HUKUM PERDATA
MATERIIL dan HUKUM PERDATA FORMIL
• Hukum Perdata Materiil adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatru
hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam bidang hukum perdata (Hukum
Perdata)
• Hukum Perdata Formil adalah peraturan hukum yang mengatur tentang
bagaimana cara mempertahankan Hukum Perdata Materiil tersebut
(Hukum Acara Perdata)
SEJARAH HUKUM
PERDATA
Sejarah Hukum Perdata
• Hukum Perdata Barat yang berlaku hingga saat ini berasal dari Belanda
• Hukum tersebut bersumber dari Hukum Perdata Perancis (karena Belanda
dulu pernah dijajah oleh Perancis pada masa Napoleon Bonaparte)
• Hukum Perdata Perancis bersumber pada Corpus Iuris Justinanus dari
Romawi
• Hukum Perdata Perancis ada di dalam Code Civil dan Code de
Commerce.Kedua kodifikasi ini berlaku di Belanda pada saat Perancis
menjajah Belanda hingga setelah merdeka(1815- 1 Oktober 1838)
• Pada tahun 1838, Belanda menciptakan Burgerlijk Wetboek (BW) – KUH
Perdata dan Wetboek van Koophandel (WvK) – KUHD sebagai kodifikasi
yang bersifat nasional
Sejarah Hukum Perdata
• Pada tanggal 1 Mei 1848 BW dan Wvk Belanda berlaku di Hindia
Belanda didasarkan dengan dikeluarkannya Staatsblad No. 23 Tahun
1847
• Sejak saat itu BW dan Wvk berlaku bagi golongan hukum Eropa
• Sedangkan untuk golongan Bumi Putera dan Timur Asing berlaku
hukum perdata masing-masing
• Hukum perdata tersebut berlaku di Indonesia berdasarkan Asas
Konkordansi
• Asas Konkordansi adalah suatu asas yang melandasi diberlakukannya
hukum Eropa atau hukumdi negeri Belanda pada masa itu untuk
diberlakukan juga kepada golongan Eropa yang ada di Hindia Belanda
Sejarah Hukum Perdata
• Berlakunya hukum Belanda bagi golongan-golongan masyarakat di
Hindia Belanda didasarkan pada Pasal 131 Inidsche Staatsregeling (IS)
:
1. Ayat (1)
“Hukum Perdata dan Hukum Dagang serta Hukum Pidana
demikian juga Hukum Acara Pidana diatur dengan Ordonantie”
2. Ayat (2)
“Dalam Ordonantie yang mengatur Hukum Perdata dan
Hukum Dagang untuk orang-orang Eropa diikuti dengan
undang-undang yang berlaku di negeri Belanda”
Sejarah Hukum Perdata
• Pasal 163 IS :
1. Apabila ketentuan-ketentuan undang-undang ini, peraturan-peraturan
umum lainnya, reglement-reglement, peraturan-peraturan kepolisian
dan ketentuan-ketentuan administratif membedakan antara orang-
orang Eropa, orang-orang pribumi dan Timur Asing, maka berlaku
pelaksanaannya aturan-aturan sebagai berikut :
1) Golongan Eropa: a) semua orang belanda, b) semua orang berasal
dari eropa, c) semua orang jepang, d) semua orang berasal dari
tempat lain yang dinegaranya tunduk pada hukum keluarga yang
pada pokoknya berdasarkan asas yang sama seperti hukum
belanda, e) anak sah yang diakui menurut UU dan anak yang
dimaksud huruf b dan c yang lahir di India
Sejarah Hukum Perdata
2) Golongan Pribumi : orang-orang pribumi kecuali kedudukan bagi
orang-orang Kristen pribumi yang harus diatur dengan ordonantie,
ialah semua orang yang termasuk penduduk Hindia Belanda dan
tidak pindah ke dalam kelompok penduduk lain dari pada kelompok
pribumi,demikian pula mereka yang pernah termasuk kelompok
penduduk lain dari pada kelompok pribumi, namun telah
membaurkan dengan penduduk asli
3) Golongan Timur Asing : orang-orang timur asing kecuali kedudukan
hukum yang harus diatur dnegan ordonantie bagi orang-orang
diantara mereka yang menganut keyakinan Kristen ialah semua
orang yang tidak terkena syarat-syarat yang disebu di dalam Ayat (2)
dan (3) pasal ini.
Sejarah Hukum Perdata

•Penundukan diri kepada hukum eropa/barat


ini diatur di dalam Staatsblad 1917 No. 12 :
1.Tunduk secara sukarela kepada seluruh hukum
perdata eropa
2.Tunduk secara sukarela kepada sebagian hukum
perdata eropa
3.Tunduk secara sukarela kepada hukum perdata
eropa untuk suatu perbuatan hukum tertentu
KUH Perdata
• Buku I : Tentang Orang (van Personen)
• Buku II : Tentang Kebendaan (van Zaken)
• Buku III : Tentang Perikatan (van Verbintenissen)
• Buku IV : Tentang Pembuktian dan Daluwarsa (van
Betwisen Verjaring)
BUKU I : TENTANG ORANG
• Hukum Perorangan/Hukum Pribadi (Personen Recht) ilah
memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang
sseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban
(subjek hukum), tentang umur, kecakapan, untuk melakukan
perbuatan hukum, tempat tinggal (domisili) dan sebagainya
BUKU I : TENTANG ORANG
• Hukum Perorangan/Hukum Pribadi (Personen Recht) ialah
memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang
seseorang manusia sebagai
➢pendukung hak dan kewajiban (subjek hukum),
➢tentang umur,
➢kecakapan,
➢untuk melakukan perbuatan hukum,
➢tempat tinggal (domisili)
➢dan sebagainya
SUBJEK HUKUM adalah sesuatu yang menurut hukum dapat
memiliki hak dan kewajiban.
• Jadi subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban, maka ia memiliki
kewenangan untuk bertindak.
• Kewenangan bertindak (handeling bekwaam) adalah bertindak menurut
hukum
• Sebagai subjek hukum, sebagai pembawa hak, manusia mempunyai hak-
hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan sesuatu tindakan hukum, ia
dapat melakukan persetujuan-persetjuan, menikah, membuat wasiat, dsb.
• Berlakunya manusia sebagai subjek hukum dimulai sejak dilahirkan dan
berakhir saat meninggal dunia. Bahkan anak yang masih dalam kandungan
ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir) jika
kepentingannya memerlukannya (untuk menjadi ahli waris)
•Subjek hukum terdiri dari :
1.Manusia/orang (natuurlijke
persoon)
2.Badan hukum (rechts
persoon)
• Manusia/Orang sebagai subjek hukum mempunyai
kewenangan untuk melaksanakan kewajiban-
kewajiban dan menerima hak-haknya.
• Dengan kata lain ia berwenang untuk melakukan
tindakan-tindakan hukum.
• Misalnya : mengadakan perjanjian, melakukan
perkawinan, membuat surat wasiat, dll.
MANUSIA
• Berlakunya manusia sebagai subjek hukum dimulai saat ia
dilahirkan dan masih dalam kandungan ibunya sampai meninggal
dunia (pengecualian lihat pasal 2 ayat (1) KUH Perdata)
• “Anak yang ada dalam kandungan ibunya dianggap sebagai telah
dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendaki.”
• Apabila seorang anak mati sebelum dilahirkan, dia dianggap tidak
pernah ada.
• Orang sebagai subjek hukum kewenangan untuk
bertindaknya dibatasi oleh faktor-faktor atau keadaan
tertentu.
• Seseorang dinyatakan berwenang untuk melakukan
tindakan hukum apabila dianggap cakap melakukan
tindakan hukum (cakap bertindak) yakni cakap untuk
mempertanggungjawakan sendiri segala tindakan-
tindakannya dan memenuhi beberapa syarat :
1. Orang yang belum dewasa (minderjarige)
orang yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan (Pasal 1330 BW jo
Pasal 47 UU No.1/1974)
2. Orang-orang yang berada di bawah pengampuan
Orang dewasa yang dalam keadaan dungu, gila, mata
gelap dan pemboros (Pasal 1330 jo Pasal 433 BW)
3. Orang-orang yang dilarang undang-undang
Orang yang dilarang untuk melakukan perbuatan-
perbuatan hukum tertentu menurut undang-undang.
Contoh : orang yang dinyatakan pailit (Pasal 1330 BW jo.
UU Kepailitan)
•Badan hukum sebagai subjek hukum ialah
suatu badan atau wadah yang memenuhi
persyaratan tertentu sehingga badan itu disebut
badan hukum.
• Badan hukum sebagai subjek hukum juga
berwenang melakukan tindakan hukum. Contoh
: mengadakan jual beli, dan hal itu dilakukan
oleh pengurusnya.
BADAN HUKUM
Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai
BADAN HUKUM dengan cara :
1. Didirikan dengan akta notaris
2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negeri setempat
3. Dimintakan pengesahan anggaran dasarnya kepada
Menteri Kehakiman
Pentingnya Domisili
1. Seorang/badan hukum harus dipanggil oleh pengadilan
2. Pengadilan mana yang berwenang terhadapnya
3. Dimana seorang harus menikah
• Ada orang yang mempunyai domisili mengikuti domisi orang
lain. Contoh : seorang isteri mengikuti domisili suami.
Seorang anak belum dewasa mengikuti domisili orang tua
• Domisili pilihan. Contoh : perdagangan. Memilih domisili di
kantor seorang advokat atau tempat tertentu
• OBJEK HUKUM adalah segala sesuatu yang dapat berguna bagi subjek
hukum dan dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum
yang dilakukan oleh subjek-subjek hukum.
• Objek hukum biasanya dinamakan benda atau hak yang dapat
dimiliki dan dikuasai oleh subjek hukum
• Benda menurut pasal 503 KUH Perdata : benda berwujud, benda
tidak berwujud
• Benda menurut pasal 504 KUH Perdata : benda bergerak, bendak
tidak bergerak
HUKUM PERKAWINAN
• Hukum Perkawinan adalah peraturan hukum yang
mengatur perbuatan-perbuatan hukum serta akibat-
akibatnya antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan
seorang wanita dengan maksud hidup bersama
• Hukum Perkawinan menurut KUH Perdata/BW
berasaskan monogami yang bersifat mutlak (Pasal 27
BW)
HUKUM PERKAWINAN
• Perkawinan (Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) :
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
• Perkawinan adalah sah apabila dialkukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya. (Pasal 2 ayat (1) UU
Perkawinan)
• Tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan)
HUKUM PERKAWINAN
• UU Perkawinan mengandung asas monogami terbuka (Pasal 3
ayat (1) UU Perkawinan) :
“Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.”
• Syarat-syarat seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang (poligami)
diatur di dalam Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan.
• Syarat-syarat dalam mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk
beristri lebih dari seorang diatur di dalam Pasal 5 ayat (1) UU Perkawinan
Syarat-Syarat Perkawinan
(KUH Perdata/BW)
1. Pihak-pihak calon mempelai dalam keadaan tidak terikat
tali perkawinan (Pasal 27 BW)
2. Laki-laki berumur 18 tahun, wanita (paling sedikit) 15
tahun (Pasal 29 BW)
3. Dilakukan di muka Pengadilan Catatan Sipil
4. Dengan kemauan bebas (Pasal 28 BW)
5. Tidak ada pertalian darah yang terlarang (Pasal 30 -31 BW)
Syarat-syarat Perkawinan
(UU No.1/1974)
• Perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon
mempelai (Pasal 6 ayat (1) UU Perkawinan)
• Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur
19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun (Pasal
7 ayat (1) UU Perkawinan)
• Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua (Pasal 6 ayat
(2) UU Perkawinan)
• Perkawinan dilarang antara dua orang yang berhubungan darah
(Pasal 8 UU Perkawinan)
Putusnya Perkawinan
(Pasal 199 KUH Perdata/BW)
• Kematian
• Kepergian suami atau isteri selama sepuluh tahun
• Akibat perisahan meja dan tempat tidur
• perceraian
Putusnya Perkawinan
(Pasal 38 UU Perkawinan)
• Kematian
• Perceraian
• Keputusan Pengadilan
Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Pasal 103-118 KUH PERDATA/BW
• Ps. 103 : Suami isteri saling tolong menolong
• Ps. 104 : suami isteri memelihara dan mendidik anak mereka
• Ps. 105 : suami adalah kepala dalam persatuan suami-isteri
• Ps. 106 : isteri harus tunduk pada suaminya
• Ps. 107 : suami wajib menerima isterinya dalam rumahnya,
melindungi dan memenuhi segala kebutuhan isterinya
• Ps. 108 : isteri dalam melakukan perbuatan hukum (hibah,
jual beli, membuat akta, menerima pembayaran), harus atas
izin tertulis suaminya
Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Pasal 103-118 KUH PERDATA/BW
• Ps. 109 : terhadap hal-hal berkaitan dengan urusan rumah tangga,
isteri dianggap telah memperoleh izin suami
• Ps. 110 : isteri harus dibantu oleh suami dalam hal menghadap di muka
hakim
• Ps. 111 : pengecualian bantuan seorang suami terhadap isteri, apabila
isteri berhadapan dengan hukum
• Ps. 112 : jika suami menolak untuk memberi kuasakepada isteri, maka
isteri bisa mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri
• Ps. 118 : seorang isteri berhak membuat surat wasiat tanpa izin
suaminya
Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Pasal 30- 34 UU PERKAWINAN
• Ps. 30 : Suami isteri memikul kewajiban luhur untuk menegakkan
rumah tangga
• Ps. 31 : hak dan kedudukan suami dan isteri adalah seimbang
• Ps. 32 : suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang
tetap
• Ps. 33 : suami isteri wajib saling mencintai, menghormati dan setia
dan memberi bantuan lahir dan batin
• Ps. 34 : suami wajib melindungi isteri dan memenuhi segala
kebutuhannya. Isteri wajib mengurus rumah tangga
Isteri tidak cakap bertindak
• Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata memposisikan seorang
isteri sebagai orang yang tidak cakap bertindak (handeling
onbekwaam) di dalam lalu lintas hukum.
• Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No.3 Tahun 1963
kedua pasal tersebut telah dicabut.
• Pasal-pasal yang dicabut oleh SE MA No.3 Tahun 1963 : Pasal
108, Pasal 110, Pasal 284 ayat (3), Pasal 1682, 1579, 1238,
1603 Ayat (1) dan (2).
KEKAYAAN PERKAWINAN
• Pasal 119 : “Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi
hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan
suami dan isteri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian
kawin tidak diadakan ketentuan lain.”
• Jika tidak ada perjanjian kawin maka secara otomatis terjadi
persatuan harta kekayaan.
Kekuasaan Orang Tua
• Diatur dalam Pasal 298 – 306 KUH Perdata
• Pasal 299 KUH Perdata : “Sepanjang perkawinan bapak dan
ibu, tiap-tiap anak, sampai ia menjadi dewasa, tetap
bernaung di bawah kekuasaan mereka, sekadar mereka tidak
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan itu.”
• Setiap anak yang belum dewasa dianggap tidak cakap
bertindak. Sehingga dalam melakukan perbuatan hukum
harus dilakukan oleh orang tuanya.
Kekuasaan Orang Tua
• Kekuasaan orang tua berhenti apabila :
1. Anak telah dewasa atau telah kawin (sebelum usia dewasa)
2. Perkawinan orang tua putus
3. Kekuasaan orang tua dipecat oleh hakim
4. Pembebasan dari kekuasaan orang tua
Kekuasaan Orang Tua
(Ouderlijke Macht)
• Kekuasaan orang tua juga diatur dalam Pasal 45-49 UU No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan.
• Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya (Pasal 45 ayat (1) UU Perkawinan)
• Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan
orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari
kekuasaannya (Pasal 47 ayat (1) UU Perkawinan)
Perwalian (Voogdij)
• Perwalian diatur di dalam Pasal 331 – 418 KUH Perdata
• Perwalian juga diatur di dalam Pasal 50 – 54 UU Perkawinan
• Perwalian ditujukan untuk anak (belum dewasa) yatim piatu
atau yang tidak dalam kekuasaan orang tua.
• Orang yang ditunjuk untuk melakukan pengurusan bagi anak
dalam perwalian tersebut, disebut sebagai wali.
Perwalian (Voogdij)
• Perwalian dibagi menjadi 3 :
1. Methelijk Voogdij (Perwalian menurut Undang-Undang)
2. Testamenter Voogdij (Perwalian secara wasiat)
3. Datieve Voogdij
Pengampuan (Curatele)
• Pengampuan diatur di dalam Pasal 433-462 KUH Perdata
• Pengampuan ditujukan bagi orang-orang dewasa yang tidak mampu
melakukan perbuatan/tindakan hukum.
• Mereka adalah orang yang dalam keadaan sakit ingatan, keadaan dungu,
pemboros, tidak sanggup mengurus kepentingannya sendiri, disebabkan
kelakuannya yang buruk sekali atau mengganggu keamanan
• Permohonan pengampuan didaftarkan ke Pengadilan Negeri domisili orang
yang akan diampu
• Pemohon pengampuan bisa merupakan suami/isteri, keluarga sedarah dari
yang akan akan diampu atau kejaksaan.
Pengampuan (Curatele)
• Orang yang berada di bawah pengampuan disebut Kurandus
• Orang yang mengampu seorang kurandus disebut Kurator
• Pengampuan berakhir apabila alasan-alasan yang menjadi sebab sebuah
pengampuan sudah tidak ada lagi.
Persamaan dan Perbedaan
Kekuasaan Orang Tua Perwalian Pengampuan
Perbedaan Dilakukan oleh orang Dilakukan oleh wali (salah Dilakukan oleh kurator
tuanya sendiri yang masih satu orang tuanya yang terhadap orang dewasa
dalam ikatan perkawinan sudah tidak terikat tali yang tidak cakap/tidak
terhadap anak yang perkawinan atau orang mampu
belum dewasa atau lain) terhadap anak yang
belum kawin belum dewasa atau
belum kawin
Persamaan Mengawasi dan menyelenggarakan hubungan hukum, atau melakukan perbuatan
hukum orang-orang yang dinyatakan tidak cakap bertindak
BUKU II : TENTANG KEBENDAAN
• Buku II KUH Perdata : Pasal 499 – 1322
• Buku II terdiri dari 21 bab yakni:
I tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya; II Tentang kedudukann berkuasa
(bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya; III tentang hak milik (eigendom); IV tentang hak
dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetangga; V
tentang kerja rodi; VI tentang pengabdian pekarang; VII tentang hak numpang karang
(recht van postal); VIII tentang hak usaha (erpacht); IX tentang bunga tanah dan hasil
sepersepuluh; X tentang hak pakai hasil; XI tentang hak pakai dan hak mendiami; XII
tentang pewarisan karena kematian; XIII tentang surat wasiat; XIV tentang pelaksanaan
wasiat dan pengurus harta peninggalan; XV tentang hak memikir dan hak istimewa untuk
mengadakan pendaftaran harta peninggalan; XVI tentang hak menerima dan menolak
suatu warisan; XVII tentang pemisahan harta peninggalan; XVIII tentang harta peninggalan
yang tidak terurus; XIX tentang piutang-piutang yang diistimewakan; XX tentang gadai; XXI
tentang hipotik
BUKU II : TENTANG KEBENDAAN
• Benda (zaak) adalah segala sesuatu yang dapat menjadi
objek hukum. Objek hukum adalah segala sesuatu yang
berguna bagi subjek hukum (manusia atau badan hukum)
dan menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, sehingga
objek itu dapat dikuasai oleh subjek hukum
• Benda (Pasal 499 KUH Perdata) adalah segala sesuatu yang
dapat dihaki atau menjadi objek hak milik.
BUKU II : TENTANG KEBENDAAN
• Pasal 503 KUH Perdata
1. Benda Berwujud
Benda (objek hukum) sebagai objek hukum yang ditangkap dengan panca
indera
2. Benda Tak Berwujud (Onlichamelijk zaak)
Hak-hak atas barang yang berwujud
BUKU II : TENTANG KEBENDAAN
• Pasal 504 KUH Perdata
Benda dibedakan menjadi benda bergerak (roerende
goederen) dan benda tak bergerak (onroerende
goederen)dilihat dari :
1. Sifatnya
2. Tujuannya
3. Undang-Undang
BUKU II : TENTANG KEBENDAAN
• Benda Bergerak (Roerende Goederen)
1. Menurut sifatnya (Pasal 509)
Benda yang dapat dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Contoh : kursi, meja, pulpen, mobil ,sepeda, dsb
2. Menurut Tujuannya

3. Menurut Undang-undang
Ialah segala hak atas benda-benda bergerak. Contoh : hak memetik hasil dan
hak memakai, saham-saham dari perseroan dagang, hak kekayaan intelektual,
dsb
BUKU II : TENTANG KEBENDAAN
• Benda Tidak Bergerak (Onroerende Goederen)
1. Menurut sifatnya
Benda yang tak dapat dipindahkan. Contoh : tanah, pohon, kebun, sawah dsb
2. Menurut tujuannya
Segala benda yang sifatnya adalah termasuk ke dalam pengertin benda
bergerak, namun senantiasa digunakan oleh pemiliknya dan menjadi alat tetap
pada benda yang tidak bergerak. Contoh : mesin-mesin di pabtrik, ikan dalam
kolam, kaca cermin di rumah, dsb
3. Menurut penetapan undang-undang
Segala hak atas benda tak bergerak. Contoh : hak-hak atas benda tak bergerak
(hak postal, hak hipotek, dsb), kapal-kapal yang berukuran 20 meter kubik ke
atas (WvK)
BUKU II : TENTANG KEBENDAAN
• Hak Kebendaan (zakelijkrecht)
Yaitu hak yang memberikan kekuasaan langsung kepada seseorang yang berhak
menguasai sesuatu benda dalam tangan siapapun juga benda itu berada.
• Hak-hak kebendaan :
1. Hak eigendom
2. Hak opstal
3. Hak erfpacht
4. Hak pakai hasil
5. Hak hipotik
6. Hak gadai
7. Hak servitut
BUKU II : TENTANG KEBENDAAN
• Dengan dikeluarkannya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria, maka hak-hak atas tanah menurut hukum Barat dan menurut hukum
Adat.
• UUPA mencabut pasal-pasal di Buku II KUH Perdata mengenai bumi, air, serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
• Maka hapuslah juga hak eigendom dan hak-hak kebendaan lainnya.
• Hak-hak atas tanah yang termuat di dalam UUPA :
1. Hak Miik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan
4. Hak Pakai
5. Hak Sewa, dan lain-lain
Hukum Waris (Erfrecht)
• Hukum Waris di atur di dalam Pasal 830 – 1130 KUH Perdata
• Pasal 830 : Pewarisan hanya berlangsung karena kematian
• Hukum Waris adalah hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah
ia meninggal dunia, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain.
• Orang yang telah meninggal dunia yang meninggalkan harta kekayaannya (warisan) untuk
kemudian diwariskan, dalam hukum waris disebut sebagai Pewaris (Erflater).
• Orang yang berhak menerima warisan dari Pewaris disebut Ahli Waris (Erfenaam)
• Harta kekayaan yang menjadi objek dalam Pewarisan disebut Warisan.
Hukum Waris
• Pewarisan dalam KUH Perdata bersumber dari dua ketentuan :
• Undang-Undang (ab-intestaat)
Menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan si
suami atau isteri yang hidup terlama (Pasal 832 Ayat (1) KUH Perdata)
• Surat Wasiat (Testamenter)
Surat wasiat (testamen) adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendaki dan terjadi setelah
ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali (Pasal 875 KUH Perdata).

Golongan-golongan ahli waris :


1. Turunan dan janda/duda pewaris
2. Orang tua dan saudara dari perwaris
3. Leluhur pewaris baik dari pihak bapak atau ibu
4. Keluarga sedarah lainnya sampai derajat ke-6
• Yang pertama dapat mewaris adalah golongan I. Namun jika tidak ada golongan I maka
jatuh pada golongan dan begitu seterusnya.
Hukum Waris
• Bagian mutlak atau Legitime Portie adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus
diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si
yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang
masih hidup, maupun selaku wasiat. (Pasal 913 KUH Perdata)
• Ahli waris yang berhak atas legitime portie disebut Legitimaris.
• Pasal 838 KUH Perdata : “Yang dianggap tak patut menjadi waris dan karenanya pun dikecualikan
dari pewarisan ialah :
1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si yang
meninggal;
2. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan
terhadap si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan suatu kejahatan yang terancam dengan
hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat;
3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau
mencabut surat wasiatnya;
4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal
Buku III : Tentang Perikatan
• Perikatan ialah suatu perhubungan hukum (mengenai kekayaan harta-benda)
antara 2 orang yang memberi hak kepada yang satu untuk menuntut barang
sesuatu dari yang lainnya, sedangkan pihak lainnya diwajibkan memenuhi
tuntutan itu.
• Objek dari perikatan adalah Prestasi
• Prestasi adalah hal pemenuhan perikatan yang terdiri dari :
1. Memberikan sesuatu, contoh : membayar harga, menyerahkan barang, dsb
2. Berbuat sesuatu, contoh : memperbaiki barang yang rusak, membongkar
bangunan, berdasarkan putusan pengadilan
3. Tidak berbuat sesuatu, contoh : tidak mendirikan suatu bangunabm
berdasarkan putusan pengadilan
Buku III : Tentang Perikatan (Verbintenis)

• Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban


sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor
dengan debitor
• Ada 4 akibat wanprestasi : (1) perikatan tetap ada, (2) debitor harus membayar
ganti rugi kepada kreditur – 1243 BW, (3) Beban resiko beralih untuk kerugian
debitor jika halangan itu timbul setelah debitor wanprestasi, (4) perikatan lahir
dari perjanjian timbal balik, kreditor dapat membebaskan diri dari kewajibannya
– pasal 1266 BW.
• Terhadap Wanprestasi dapat digugat ke pengadilan. Namun terlebih dahulu harus
dilakukan SOMASI (ingebrekestilling)
• Somasi yaitu suatu peringatan kepada si berhutang (debitur) agar memenuhi
kewajibannya.
Buku III : Tentang Perikatan
• Suatu perikatan dapat dilahirkan dari suatu perjanjian
(overeenkomst) dan dari undang-undang.
• Perikatan yang lahir dari undang-undang dibagi
menjadi : perikatan yang lahir dari undang-undang
saja, dan perikatan yang lahir dari undang-undang
karena perbuatan manusia.
• Terakhir ini dapat dibagi lagi menjadi dua :
1.Tindakan yang menurut hukum
2.Tindakan yang melanggar hukum
Buku III : Tentang Perikatan
• Pasal 132 KUH Perdata : “Untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal”
Buku III : Tentang Perikatan
• Contoh perikatan yang lahir karena perjanjian :
a. Perjanjian jual-beli
b. Perjanjian sewa menyewa
c. Pinjam pakai, dsb
Buku III : Tentang Perikatan
1. Perikatan yang lahir dari undang-undang saja
adalah perikatan yang ditimbulkan oleh
perhubungan kekeluargaan.
2. Perikatan yang lahir dari undang-undang karena
perbuatan manusia menurut hukum disebut
Zaakwaarneming (Pasal 1354 BW), terjadi jika
seorang dengan sukarela dan dengan tidak diminta
mengurus kepentingan orang lain.
Buku III : Tentang Perikatan
3. Perikatan yang lahir dari undang-undang karena
perbuatan manusia yang melanggar hukum –
Onrechmatigedaad (pasal 1365 BW) mewajibkan
orang yang melakukan perbuatan karena kesalahannya
telah menimbulkan kerugian, untuk membayar
kerugian
Buku III : Tentang Perikatan
Suatu perikatan hapus dapat disebabkan oleh alasan-
alasan berikut :
1. Pembayaran/pelunasan
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan (oleh pengadilan)
3. Pembaharuan hutang (novasi)
4. Kompensasi
5. Pencampuran hutang
Buku III : Tentang Perikatan
6. Pembebasan hutang
7. Musnahnya barang yang diperjanjikan (perjanjian
batal)
8. Salah satu pihak tidak cakap (perjanjian batal)
9. Daluwarsa (lewat waktu)
BUKU IV : PEMBUKTIAN
DAN DALUWARSA
• Pembuktian menurut KUH Perdata:
1. Surat-surat
2. Kesaksian
3. Persangkaan
4. Pengakuan
5. sumpah
BUKU IV : PEMBUKTIAN
DAN DALUWARSA
• Pasal 1946 KUH Perdata : Daluwarsa adalah suatu
alat yang memperoleh sesuatu atau untuk
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang
• Daluwarsa dibagi menjadi dua : acquisitive verjaring
(Pasal 1963 KUH Perdata) dan extinctive verjaring
(Pasal 1967 – 1977 KUH Perdata)
BUKU IV : PEMBUKTIAN
DAN DALUWARSA
Acquisitive verjaring : memperoleh hak milik atas suatu
benda
• Pasal 1963 ayat (1) KUH Perdata : “Siapa yang dengan
itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah,
memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga,
atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas
tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan jalan
daluwarsa, dengan suatu penguasaan selama dua puluh
tahun.”
BUKU IV : PEMBUKTIAN
DAN DALUWARSA
• Pasal 1963 ayat (2) KUH Perdata : “siapa yang
dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh
tahun, memperolah hak milik, dengan tidak dapat
dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya.”
BUKU IV : PEMBUKTIAN
DAN DALUWARSA
• Extinctive verjaring : seseorang dapat dibebaskan
dari suatu penagihan atau tuntutan hukum setelah
lewat dari waktunya (Pasal 1967 – 1977 KUH
Perdata)
LESSON NO. 4

Hukum
Dagang
SUBSTANCE
• Sejarah Hukum Dagang
• KUHD
• Hubungan KUH Perdata dengan KUHD
• Perantara
• Ekspeditur
• Asuransi
• Persekutuan dagang
Hukum Dagang
• Hukum Dagang adalah keseluruhan aturan-aturan
hukum yang mengatur dengan disertai sanksi
perbuatan-perbuatan manusia di dalam usaha mereka
untuk menjalankan perdagangan
• Sehingga hukum dagang diberlakukan khusus dalam
dunia usaha atau kegiatan-kegiatan perniagaan.
Sejarah Hukum Dagang
• Kodifikasi Romawi Corpus Iuris Civilis tidak mampu menyelesaikan
perkara-perkara perdagangan antar para pedagan (gilda)
• Oleh Raja Louis XIV (abad 17) melalui Menteri Keuangan Colbert,
Perancis membuat kodifikasi hukum datang pada tahun 1963, yaitu
Ordonnance du Commerce (Code de Commerce).
• Pada tanggal 1 Januari 1809, Ordonnance du Commerce berlaku di
Belanda, ketika Perancis menjajah Belanda.
• Setelah lepas dari Perancis, Belanda membuat kodifikasi sendiri
yakni Wetboek van Koophandel (WvK)
• Ketika Belanda menjajah Indonesia, berdasarkan asas konkordansi,
WvK diberlakukan di Indonesia pada tahun 1847.
Hubungan KUHD
dengan KUH Perdata
• Pasal 1 KUHD : “KUH Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang
diatur di dalam KUHD, sekedar di dalam KUHD tidak diatur
secara khusus menyimpang.”
• Perjanjian yang penting dalam hukum dagang, diatur di
dalam KUH Perdata
• Asuransi yang merupakan persoalan perdata, diatur di dalam
KUHD
PERANTARA
• Makelar (Broker) adalah perantara dagang yang disumpah, yang
mengadakan perjanjian-perjanjian atas perintah dan atas nama
orang lain dan untuk mendapat upah yang disebut provisi atau
courtage.
• Pasal 62 KUHD : makelar adalah seorang pedagang perantara
yang diangkat oleh gubernur jenderal (sekarang presiden) atau
oleh pembesar yang oleh gubernur jenderal yang dinyatakan
berwenang untuk itu.
• Dapat disimpulkan, makelar adalah orang yang menjalankan
perusahaan yang menghubungkan pengusaha dengan pihak
ketiga.
PERANTARA
• Komisioner adalah perantara yang berbuat atas perintah dan
atas tanggungan orang lain dan juga mendapatkan upah, namun
bedanya dengan makelar ia bertindak atas Namanya sendiri.
• Suatu perjanjian yang dibuat oleh komisioner mengikat dirinya
sendiri terhadap pihak ketiga
• Pasal 76 KUHD : Komisioner adalah seorang yang
menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan
perbuatan-perbuatan menutup persetujuan atas nama firma dia
sendiri, tetapi atas amanat dan tanggungan orang lain dengan
menerima upah atau provisi (komisi) tertentu.
Ekspeditur
• Ekspeditur adalah barangsiapa yang menyuruh menyelenggarakan
pengangkutan barang dagangan, melalui daratan atau perairan (pasal 86
KUHD)
• Kewajiban ekspeditur diatur di dalam Pasal 87, 88, dan 89 KUHD
• Ekspeditur bertanggung jawab terhadap pengiriman dari saat penerimaan
barang-barang hingga penyerahannya pada pihak yang berwenang
menerimanya
• Pengangkut berbeda dengan ekspeditur.
• Pengangkut (Pasal 91 -99 KUHD) bertanggungjawab mengangkut barang yang
diterima dari ekspeditur, dikirimkan kepada pihak yang berwenang
menerimanya.
• Pengangkut mengusahakan alat pengangkutan.
ASURANSI
• Pasal 246 KUHD : Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung
mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan
kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan atau tidak mendapat
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa
yang tidak pasti.
• Resiko yang menjadi pertanggungan diatur di dalam Pasal 247 KUHD
• Pihak yang menyanggupi mengganti kerugian terhadap resiko yang menjadi
pertanggungan disebut Penanggung.
• Pihak yang ditanggung resikonya oleh Penanggung disebut Tertanggung.
• Kewajiban Tertanggung kepada Penanggung adalah Premi
• Kewajiban Penanggung terhadap Tertanggung adalah mengganti kerugian yang
diperjanjikan.
Persekutuan Dagang
• Perusahaan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan terus-
menerus dengan tujuan untuk mencari keuntungan.
• Perusahaan dibagi menjadi beberapa pembeda :
1. Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perseorang merupakan perusahaan yang dilakukan oleh satu orang pengusaha
Contoh : Perusahaan Dagang (PD)
2. Persekutuan
Contoh : persekutuan perdata, firma, CV
3. Badan Hukum
Contoh : PT, Koperasi, Perum, Perusahaan Daerah
• KUHD hanya mengenal persekutuan perdata, Firma, Perseroan Komanditer dan PT
• Koperasi diatur di luar KUHD, yakni UU No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi
• PT selain diatur di dalam KUHD juga diatur di dalam UU No. 1 Tahun 1995 juncto
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas.
LESSON NO. 5
Hukum Tata
Negara
SUBSTANCE
• Pengertian Hukum Tata Negara
• Pengertian Negara dan Proklamasi
• Unsur-unsur Negara
• Sistem Pemerintahan Negara
• Asas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Asas
Tugas Pembantuan
Pengertian HTN
• Paul Scholten
“HTN adalah hukum yang mengatur mengenai tata organisasi negara (het recht dat regelt de
staatsorganisatie)”
• J.C.H. Logemann
“Hukum yang mengatur organisasi Negara.”
• A.V. Dicey
“HTN adalah semua peraturan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi distribusi
atau pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat dalam negara”
• Kusumadi Pudjosewojo
“HTN adalah hukum yang mengatur bentuk negara dan bentuk pemerintahan yang menunjukkan
masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya yang
selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarkat hukum itu dan
akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkapan yang memegang kekuasaan penguasa dari
masyarakat hukum itu, beserta susunan, wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat
perlengkapan itu
Pengertian NEGARA
• Logemann
“Negara adalah sesuatu organisasi kemasyarakatan
yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta
menyelenggarakan suatu masyarakat.”
Proklamasi
• Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
adalah sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
• Proklamasi merupakan alat untuk mencapai cita-cita bangsa
dan tujuan negara yakni membentuk masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila
• Garis besar pengertian Proklamasi :
1. Lahirnya negara Republik Indonesia
2. Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan
3. Titik tolak dari pelaksanaan Amanat Penderita Rakyat
Unsur-Unsur Negara
• Daerah atau wilayah
• Masyarakat
• Penguasa Tertinggi
• Pengakuan (dari negara luar)
Unsur-Unsur Negara RI
• Daerah atau wilayah
1) Daratan Teritorial
2) Laut Teritorial
3) Udara Teritorial
• Masyarakat
1) Warga Negara Republik Indonesia
2) Penduduk Negara Republik Indonesia
3) Hak-hak dan Kebebasan dasar manusia
• Penguasa Tertinggi
1) Kekuasaan Perundang-undangan
2) Kekuasaan Pelaksanaan
3) Kekuasaan Kehakiman
Sistem Pemerintahan Negara
• Sistem Pemerintahan Negara terdapat dalam Penjelasan UUD NRI
Tahun 1945 yakni sbb :
1. Indonesia ialah Negara yang berdasarkan Hukum (rechstaat). Negara Indonesia
berdasarkan hukum tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat)
2. Sistem Konstitusional Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusional (hukum dasar),
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak tak terbatas)
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan MPR (sudah tidak berlaku lagi)
4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah Majelis (sudah
tidak berlaku lagi)
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
6. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada
DPR
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Asas Desentralisasi
• Pelaksana Pasal 18 UUD 1945 adalah UU No. 2 Tahun 2015 tentang
Pemerintahan Daerah
• Pengertian desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan
terdapat dalam Pasal 1 UU No. 22 Tahun 1999 (UU Pemerintahan
Daerah sebelum perubahan)
• DESENTRALISASI adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh
Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Asas Dekonsentrasi
• DEKONSENTRASI adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau perangkat pusat
di daerah
Asas Tugas Pembantuan
(Medebewind)
• TUGAS PEMBANTUAN adalah penugasan dari pemerintah kepada
Daerah dari Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas
tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta
sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya
dan mempertanggungjawabkannnya kepada yang menugaskan.
LESSON NO. 6
Hukum
PIDANA
SUBSTANCE
• Sejarah Hukum Pidana
• Asas Legalitas
• Pembagian Hukum Pidana
• Peristiwa Pidana/Delik/Tindak idana
• Kejahatan dan Pelanggaran
• Tujuan Penjatuhan Pidana
Sejarah Hukum Pidana
• Sumber hukum pidana Indonesia : KUHP (UU No. 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana)
• KUHP kita merupakan warisan zaman Hindia Belanda yakni Wetboek
van Straftrecht yang sudah mengalami perubahan yang disesuaikan
• WvS Hindia Belanda lahir pada tanggal 1 Januari 1918 yang
merupakan salinan WvS Belanda (selesai tahun 1881 dan berlaku
mulai tahun 1886)
Sumber Hukum Pidana
1. KUHP (UU no. 1 tahun 1946)
• Buku I : Ketentuan Umum (Pasal 1 – 103)
• Buku II : Kejahatan (Pasal 104 – 488)
• Buku III : Pelanggaran (Pasal 489 – 569)
2. UU Tindak Pidana Khusus
• UU No. 8 Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi
• UU no. 9 Tahun 1967 jo. UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
• UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Terorisme
• UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU no. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Asas Legalitas
• Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana :
“Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan
pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan
dilakukan.”
• Jadi hanya perbuatan yang disebut tegas oleh peraturan perundang-
undangan sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran, barulah dapat dikenai
hukuman (pidana).
• Asas ini menjamin kepada orang tidak diperlakukan sewenang-wenang
oleh alat penegak hukum.
• Pasal tersebut berdasarkan asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine
Praevia Lege Poenali (Asas Legalitas) yang dirumuskan oleh Anselm von
Feuerbach
Teori Paksaan Psikologi
(psychologische dwang)
• Merupakan teori pencegahan umum yang dicetuskan oleh Feuerbach
• Menurut Feuerbach, penjeraan bukan melalui pidana, melainkan melalui
ancaman pidana dalam peraturan perundang-undangan. Tetapi apabila
ancaman tidak berhasil mencegah suatu kejahatan, maka pidana harus
dijatuhkan karena apabila pidana tidak dijatuhkan akan mengakibatkan
hilangnya kekuatan dari ancaman tersebut.
• Jadi menurut teori ini ancaman pidana dalam rumusan peraturan
perundang-undangan membatasi hasrat manusia untuk berbuat kejahatan,
sehingga ancaman pidana (hukuman) itu bersifat preventif.
Pembagian Hukum Pidana
• Hukum Pidana Objektif (Ius Poenale)
Adalah semua peraturan yang mengandung keharusan atau larangan, yang pelanggarannya
diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan
1. Hukum Pidana Formil
Disebut juga Hukum Acara Pidana. Hukum yang memuat peraturan-peraturan tentang bagaimana
memelihara dan mempertahankan Hukum Pidana Materiil
2. Hukum Pidana Materiil
Hukum Pidana Materiil mengatur apa, siapa, dan bagaimana orang dapat dihukum, bagaimana
rumusan dari kejahatan dan pelanggaran serta syarat-syarat bila seseorang dapat dihukum. Dibagi
menjadi Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus. Hukum Pidana Umum berlaku bagi setiap
warga, sedangkan Hukum Pidana Khusus hanya berlaku khusus untuk orang-orang tertentu
• Hukum Pidana Subjektif (Ius Puniendi)
Hak negara atau alat perlengkapannya untuk menghukum seseorang berdasarkan hukum
pidana
DELIK
(Peristiwa Pidana/Tindak Pidana)
• adalah : “Tindakan manusia yang memenuhi rumusan undang-undang bersifat
melawan hukum dan dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
• Delik mempunyai dua segi yaitu :
1. Segi objektif : menyangkut kelakuan yang bertentangan dengan hukum
2. Segi Subjektif : menyangkut pembuat/pelaku yang dapat
dipertanggungjawabkan atas kelakuan yang bertentangan dengan hukum
• Kepada perbuatan yang tidak memenuhi salah satu syarat tidak dipidana karena
adanya ALASAN PENGHAPUS PIDANA yakni :
1. Alasan Pemaaf (Schuld uitsluitingsgrond, fait d’excuse, Entschuldigungsgrund,
Schuldausschliesungsgrund)
2. Alasan Pembenar (Rechtvaardigingsgrond, fait justificatif,
rechtfertigungsgrund
Alasan Penghapus Pidana
• adalah : alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan
delik, tidak dipidana. Atau alasan-alasan tidak dapat dipidananya seseorang.
• Alasan Penghapus Pidana dibagi menjadi dua :
1. Alasan Pembenar :
Alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini telah
memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Alasan ini ada dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP –
Pembelaan Terpaksa (noodweer), Pasal 50 KUHP – sesuai peraturan perundang-undangan, Pasal 51
ayat (1) – Perintah Jabatan
2. Alasan Pemaaf :
Alasan yang menyangkut pribadi si pembuat, artinya orang ini tidak dapat dicela (menurut hukum)
atau tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan, meskipun perbuatannya bersifat
melawan hukum. Alasan ini ada dalam Pasal 44 KUHP – tidak mampu bertanggungjawab, Pasal 49
ayat 2 – noodweer exces (Pembelaan terpaksa melampaui batas karena guncangan jiwa yang hebat),
Pasal 51 ayat (2) – dengan itikad baik melaksnakan perintah jabatan yang tidak sah.
Kejahatan
dan Pelanggaran
• Kejahatan diatur di dalam Buku II KUHP dan
Pelanggaran di atur di dalam Buku III KUHP
• KUHP tidak menyebutkan rumusan bagaimana itu
kejahatan dan bagaimana pelanggaran.
Kejahatan
dan Pelanggaran
NO UKURAN PEMBEDA KEJAHATAN PELANGGARAN

1 KUALITATIF Rechtsdelicten Wetsdelicten


Perbuatan yang bertentangan Perbuatan yang oleh umum baru
dengan keadilan, terlepas apakah disadari sebagai suatu tindak pidana
perbuatan itu diancam pidana karena UU menyebutnya seabgai
dalam suatu undang-undang atau delik, jadi karena ada UU mengancam
tidak, jadi yang benar-benar dengan pidana. (mala quia probitas)
dirasakan oleh masyarakat
sebagai bertentangan dengan
keadilan. (mala per se)
2 KUANTITATIF Ancaman pidana kejahatan lebih Ancaman pidana Pelanggaran lebih
berat dari pelanggaran ringan dari kejahatan
PIDANA (HUKUMAN)
• Pasal 10 KUHP
1. PIDANA POKOK
1) Hukuman Mati
2) Hukuman Penjara
3) Hukuman Kurungan
4) Hukuman Denda Uang
2. PIDANA TAMBAHAN
1) Pencabutan hak-hak tertentu
2) Perampasan barang-barang tertentu
3) Diumumkannya keputusan hakim
TUJUAN PEMIDANAAN
• Teori absolut
Tujuan dari pemidanaan terletak pada hukum pidana itu sendiri.
Barangsiapa yang melakukan tindak pidana harus dijatuhi pidana
• Teori relatif
Pemidanaan bertujuan untuk :
1. Mencegah terjadinya kejahatan
2. Menakut-nakuti sehingga orang lain tidak melakukan kejahatan
3. Memperbaiki orang yang melakukan tindak pidana
4. Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap kejahatan
TUJUAN PEMIDANAAN
• Teori gabungan
Merupakan kombinasi antara teori absolut dan relatif. Tujuan
penjatuhanpidana karena orang tsb melakukan kejahatan dan agar
ia jangan melakukan kejahatan lagi.
LESSON NO. 7
Hukum Acara
Perdata
SUBSTANCE
• Pengertian
• Sumber Hukum
• Para Pihak
• Pemeriksaan Perkara
• Pembuktian
• Putusan
PENGERTIAN
• Hukum Acara Perdata disebut sebagai Hukum Perdata Formil
• Hukum Acara Perdata adalah aturan-aturan hukum yang mengatur
cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka
pengadilan dan cara bagaimana pengadian itu harus bertindak, satu
sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan
hukum perdata
SUMBER HUKUM

•HERZIENE INLANDS REGLEMENT (H.I.R)


diterjemahkan menjadi Reglemen
Indonesia yang diperbaharui (RIB)
Para Pihak
• Penggugat
Adalah pihak yang mulai membuat perkara
• Tergugat
Adalah pihak yang oleh pihak Penggugat ditarik ke
muka Pengadilan
Gugatan
• Isi gugatan :
1. Fundamentum Petendi : uraian tentang peristiwa hukum
dan penyebutan dasar hukum gugatan
2. Petitum : hal yang dimintakan oleh penggugat untuk
diputus oleh hakim.
• Gugatan diajukan oleh Penggugat
Gugatan
• Adanya suatu perkara perdata, tergantung pada
inisiatif Penggugat, yaitu dimulainya pengajuan surat
oleh Penggugat atau Kuasanya kepada Ketua
Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya Tergugat
bertempat tinggal.
Gugatan
• Tergugat lebih dari seorang, maka gugatannya
dimasukkan ke Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal salah satu Tegugat
yang dipilih oleh Penggugat.
• Jika tempat diam Tergugat tidak dikenal, atau tidak
diketahui maka surat gugatan dapat dimasukkan
kepada Ketua Pengadilan Negeri di mana Penggugat
berdomisili
Pemeriksaan
Persidangan
• Dalam acara perdata, para pihak dimungkinkan tidak datang
menghadap sendiri ke muka sidang dan dapat
diwakilkan/dikuasakan.
• Pengajuan gugatan pada prinsipnya harus tertulis
• Sebelum pemeriksaan di persidangan hakim akan berusaha
untuk mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa
• Perma No. 2 tahun 2003 mewajibkan proses mediasi
ditempuh sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata.
Pemeriksaan
Persidangan
• Pemeriksaan perkara dilakukan dalam sidang terbuka untuk
umum (Pasal 19 UU Kekuasaan Kehakiman)
• Putusan Hakim dibacakan dalam sidang terbuka (Pasal 20 UU
Kekuasaan Kehakiman)
Sidang TERBUKA
• Pemeriksaan dilakukan dengan sidang terbuka artinya
setiap orang dapat hadir mendengarkan jalannya
sidang.
• Tujuannya :
1. Melindungi hak-hak asasi manusia (khusus dalam hal ini
para pihak yang sedang berperkara)
2. Menjamin adanya objektivitas peradilan.
Kebenaran Formil
(Formeel Waarheid)
• Dalam perkara perdata hal-hal yang harus dibuktikan
muka pengadilan hanyalah hal-hal yang disangkal oleh
pihak lawan. Jadi hal-hal yang sudah diakui tidak perlu
dibuktikan.
• Kebenaran formil adalah kebenaran yang didasarkan
pada kehendak para pihak dan dibatasi oleh perautran
perundang-undangan. Hakim tidak dituntut untuk
meyakini dengan keyakinannya atas kebenaran
tersebut.
Beslag/Penyitaan
• Beslag dilakukan atas perintah Hakim sebelum atau
selama proses pemeriksaaan berlangsung dengan
dibuatnya suatu surat penetapan oleh hakim.
• Penyitaan dilakukan oleh panitera/juru sita
• Ada dua macam beslag :
1. Conservatoir beslag
2. Revindicatoir beslag
• Revindicatoir Beslag adalah sita atas benda bergerak miliki si
pemohon sita sendiri, yang berada di tangan orang lain.
Artinya pemilik meminta kembali miliknya
• Conservatoir beslag adalah sita jaminan untuk menjamin hak
dan tuntutan kreditor. Sita ini bertujuan untuk mencegah
barang dibebani hak-hak (dijaminkan, disewakan); barang
diserahkan kepada orang lain (dipindahtangankan, dijual,
dihibahkan); disalahgunakan.
Pembuktian
• Pasal 164
1. Surat/tulisan (pasal 165)
2. Kesaksian (pasal 139-168)
3. Persangkaan (pasal 173)
4. Pengakuan (pasal 174-175)
5. Sumpah (pasal 155, 156, 177)
Sumpah
• Sumpah Penambah (Supletoire Eed)
• Sumpah atas insitiatif hakim untuk menambah kekuatan
pembuktian.
• Sumpah Penentu (Decisoire Eed)
• Diminta oleh salah satu pihak yang berperkara agar pihak
lawan bersumpah. Sumpah ini untuk menyudahi suatu
perkara. Putusan hakim akan tergantung pada sumpah
tersebut
Verstek & Verzet
• Verstek adalah putusan yang dijatuhkan di luar
hadirnya tergugat,sementara tergugat sudah dipanggil
dengan patut.
• Verzet adalah keberatan/perlawanan yang diajukan
oleh Tergugat kepada hakim uyang memeriksa perkara
dalam tingkat pertama terhadap putusan verstek.
• Verstek tidak dapat dikenai upaya hukum banding.
Putusan
• Condemnatoir
• Declaratoir
• Constitutieft
Putusan
Condemnatoir
• Putusan yang sifatnya menghukum.
• Apabila tergugat tidak melaksankan putusan secara
sukarela maka putusan tersebut dapat dipaksakan
dengan eksekusi
• Misalnya : tergugat dihukum untuk membayar
sejumlah uang kepada penggugat
Putusan Declaratoir
• Putusan yang sifatnya menyatakan hukumnya
• Putusan declaratoir tidak perlu dieksekusi. Keadaan
hukum, yang dimaksud dalam putusan sudah ada
pada waktu diucapkan oleh hakim.
• Hakim hanya mengucapkan apa yang sudah ada.
• Misalnya : penggugat adalah ahli waris dari pewaris
yang telah meninggal dunia.
Putusan
Constitutieft
• Putusan yang mengadakan/menimbulkan keadaan
hukum yang baru
• Dengan diucapkannya oleh hakim, maka menimbulkan
keadaan hukum yang baru.
• Contoh : mengangkat seorang wali, membatalkan
perjanjian, perceraian
LESSON NO. 8
Hukum Acara
Pidana
Pengertian
• keseluruhan aturan hukum yang mengenai cara melaksanakan
ketentuan Hukum Pidana jika ada pelanggaran terhadap norma-
norma yang ada di dalam ketentuan Hukum Pidana tersebut.
• Hukum Acara Pidana berfungsi menjalankan hukum pidana
(materiil).
• Hukum Acara Pidana disebut sbg Hukum Pidana Formil/Formal
Dasar Hukum
• UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana - (Kitab Hukum
Acara Pidana)
• UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
• UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
• UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan
Tujuan dan Fungsi
Hk. Acara Pidana
• Tujuan Hukum Acara Pidana : Untuk mencari dan mendapatkan
kebenaran materiil
• Fungsi Hukum Acara Pidana :
1. Mencari dan menemukan kebenaran
2. Pemberian keputusan oleh hakim
3. Pelaksanaan keputusan
Aparat Penegak Hukum
(APH) Dalam KUHAP
• Polisi (Kepolisian RI) = sebagai Penyidik dan Penyelidik
• Jaksa (Kejaksaan RI) = sebagai Penuntut Umum dan Pelaksana
Putusan Hakim (Eksekutor)
• Hakim (Mahkamah Agung RI) = sebagai Hakim yang mengadili
Pihak-Pihak
Dalam Hk. Acara Pidana
JAKSA PENUNTUT UMUM VS. TERDAKWA
• Jaksa Penuntut Umum mewakili kepentingan korban Tindak Pidana
berdasarkan asas oportunitas
• Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan
diadili di sidang pengadilan
• Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana.
Tahap-Tahap
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Pendahuluan (Vooronderzoek)
• Penyelidikan (Ps. 102-105 KUHAP) dan Penyidikan (Ps. 106-136
KUHAP)
• Penuntutan (Ps. 137-144 KUHAP)

2. Pemeriksaan Terakhir (EindonderzoekI)


• Pemeriksaan di Sidang Pengadilan (Ps. 145-232 KUHAP)
Tahap-Tahap
Pemeriksaan
3. Memajukan Upaya Hukum (Rechtsmiddelen)
• Upaya Hukum Biasa (Ps. 233-258 KUHAP)
• Upaya Hukum Luar Biasa (Ps. 259-269 KUHAP)

4. Pelaksanaan Putusan Hakim


• Pelaksanaan (Eksekusi) Putusan Pengadilan (Ps. 270-276 KUHAP)
POLISI
Masyarakat
Laporan Delik Biasa
Penyelidikan, Penyidikan
Aduan Delik Aduan
Korban / Kerabat Korban

JAKSA Penuntutan

JAKSA HAKIM

Pelaksanaan Putusan Pemeriksaan di Sidang


Pengadilan Pengadilan
SERINGKAH ANDA
MENDENGAR ISTILAH
KODE
P-21, P-19 ATAU P-18?
• Keputusan Jaksa Agung RI No. 518/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember
2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No.
132/J.A/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana.
• Kode-kode tersebut adalah kode formulir yang digunakan dalam
proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana
Beberapa Arti Kode
• P-18 = Hasil penyelidikan belum lengkap
• P-19 = Pengembalian Berkas Perkara untuk dilengkapi
• P-20 = Pemberitahuan bahwa waktu penyidikan telah habis
• P-21 = Pemberitahuan bahwa hasil penydikan sudah lengkap
• P-21 A = Pemberitahuan susulan hasil penyidikan sudah lengkap
Asas-Asas
Hukum Acara Pidana
1. Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
2. Presumption of Innocence
3. Asas Oportunitas (Oportunita)
4. Asas Legalitas (Legalita)
5. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk umum (Ps. 153 ayat (3) dan
(4) KUHAP)
6. Semua orang diperlakukan sama di depan hakim (Penjelasan umum
KUHAP butir 3a)
Asas-Asas
Hukum Acara Pidana
7. Peradilan dilakukan oleh hakim yang karena jabatannya dan tetap
8. Tersangka/Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum (Ps. 69-74
KUHAP)
9. Asas Akusator dan Inkuisator (Accusatoir dan Inquisatoir)
10. Pemeriksaan Hakim yang langsung dan Lisan
11. Unus Testis Nullus Testis
Asas
Presumption of Innocence
• Berdasarkan Penjelasan Umum butir 3c KUHAP:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap”
Asas Oportunitas
• Menurut A.Z. Abidin Farid : asas hukum yang memberikan wewenang
kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut
dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporsi yang telah
mewujudkan delik demi kepentingan umum.
• Menurut asas ini Jaksa dapat tidak menuntut tersangka ke pengadilan
dan perkaranya dikesampingkan (deponeer) dengan alasan demi
kepentingan umum.
Contoh Jaksa Deponeer
Sebuah kasus
• Pada Maret 2016 Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan Kejaksaan
Agung mengesampingkan perkara Abraham Samad (Pemalsuan
dokumen dan paspor) dan Bambang Widjojanto (Memerintahkan
orang untuk memberikan kesasian palsu) dengan alasan demi
menyelamatkan institusi Kejaksaan Agung dan kredibiltas Pemerintah
Indonesia di mata masyarakat dan dunia.
Asas Legalitas
• Seorang penuntut umum wajib menuntut seseorang apabila ada bukti
cukup untuk mendakwa seseorang telah melanggar suatu ketentuan
Hukum Pidana.
MIRANDA RIGHTS/MIRANDA
WARNING (USA) (kasus Ernesto
Arturo Miranda vs. Arizona U.S. State
“You have the right to remain silent. Anything you say can and will be
used against you in a court of law. You have the right to speak to an
attorney, and to have an attorney present during any questioning. If
you cannot afford a lawyer, one will be provided for you at government
expense.”
Asas Akusator
• Asas dimana pemeriksaan dilakukan dengan memposisikan Terdakwa
sebagai subjek pemeriksaan.
• Kedudukan Terdakwa sederajat dengan Penuntut Umum.
• Asas ini terkait dengan asas Presumption of innocence dan asas
bahwa seorang terdakwa berhak untuk mendapat bantuan dan
nasihat hukum.
• Berlaku pada KUHAP
Asas Inkuisator
• Asas dimana pemeriksaan dilakukan dengan memposisikan
tersangka/terdakwa sebagai objek pemeriksaan.
• Pengakuan tersangka/terdakwa merupakan alat bukti terpenting
• Kedudukan tersangka/terdakwa sangat lemah
• Berlaku ada HIR
Alat Pembuktian
Diatur di dalam Pasal 184 KUHAP
• Keterangan Saksi
• Keterangan Ahli
• Surat-surat
• Petunjuk
• Keterangan Terdakwa
Putusan
(Vonnis)
• Putusan Bebas (Vrijspraak)
• Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Ontslag van
rechts vervolging)
• Pemidanaan (Penjatuhan sanksi pidana)
Putusan Bebas
• Perbuatan yang dituduhkan oleh Jaksa terhadap Terdakwa dinyatakan
tidak terbukti berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan (Ps. 191
ayat (1) KUHAP)
• Van Bemmelen putusan bebas dijatuhkan jika hakim tidak
memperoleh keyakinan mengenai kebenaran (perbuatan yang
didakwakan) atau ia yakin bahwa apa yang didakwakan tidak atau
setidakn-tidaknya bukan terdakwa yang melakukan. Terkait asas In
Dubio Pro Reo
Lepas dari
Segala Tuntutan
• Perbuatan terdakwa yang didakwakan oleh Jaksa terbukti di dalam
persidangan namun bukan termasuk suatu tindak pidana (kejahatan
atau pelanggaran) (Ps 191 ayat (2) KUHAP)
• Misalnya : nyatanya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat
atau hukum dagang.
• Atau apabila terbukti adanya alasan penghapus pidana
PERBEDAAN HUKUM
ACARA PERDATA
DENGAN HUKUM
ACARA PIDANA
HUKUM ACARA PERDATA
• Dimulainya proses beracara perdata tergantung
dari inisiatif Penggugat.
• Pemeriksaan dilakukan dalam persidangan (di
muka hakim)
• Para pihak tidak perlu datang, dapat diwakilkan
atau dikuasakan
• Tujuan hukum acara perdata adalah mencari
kebenaran formil
HUKUM ACARA PIDANA
• Inisiatif beracara pidana datang dari Jaksa Penuntut Umum. Namun
dalam hal kejahatan yang masuk dalam delik aduan, Jaksa Penuntut
Umum dapat bertindak setelah ada aduan dari pihak yang menjadi
korban tindak pidana (delik aduan absolut) ataupun pihak yang dekat
dengan korban (delik aduan relatif)
• Dikenal adanya pemeriksaan di luar sidang (Termasuk pemeriksaan
pendahuluan – penyidikan dan penyelidikan)
• Terdakwa harus menghadap sendiri dan pembela (kuasa hukum)
hanya berfungsi mendampingi.
• Tujuan hukum acara pidana adalah mencari kebenaran materiil.
Sehingga dikenal Unus Testis Nullus Testis
SUBSTANCE
LESSON NO. 9
Hukum Acara
TATA USAHA
NEGARA
DASAR HUKUM
• UU KEKUASAAN KEHAKIMAN : UU no. 14 Tahun 1970 jo. UU No.
4 Tahun 2004 jo. UU No. 48 Tahun 2009
• UU PTUN : UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004 jo. UU
No. 51 Tahun 2009
• UU MAHKAMAH AGUNG : UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5
Tahun 2004 jo. UU No. 3 Tahun 2009
• PP No. 7 Tahun 1991 ttg penerapan UU PTUN
• PP No. 43 Tahun 1991 ttg Ganti Rugi Dan Tata Cara
Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara
TAMBAHAN
•UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara
•UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintah
TUJUAN
DIBENTUKNYA PTUN
PTUN dibentuk bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Negara antara Pemerintah
(Badan/Pejabat TUN) dengan warga negaranya
(seseorang/badan hukum perdata)
Sengketa yang timbul sebagai akibat dan adanya
tindakan-tindakan Pemerintah dalam menjalankan
tugas dan fungsinya yang dianggap merugikan
(melanggar hak-hak) warga negara.
SENGKETA TUN
(Pasal 1 angka 10 UU PTUN)
Adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
negara antara orang atau badan hukum perdata
dengan badan atau pejabat TUN, baik di pusat maupun
di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
PARA PIHAK
• PENGGUGAT (Pasal 53 ayat (1) UU PTUN)
Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan TUN
• TERGUGAT (Pasal 1 angka 6 UU PTUN)
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang
ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang
digugat oleh orang atau badan hukum perdata
OBJEK SENGKETA TUN
Keputusan Tata Usaha Negara (Pasal 1 angka 3 UU
PTUN)
Adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan
akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata
JALUR PERLAWANAN
UPAYA ADMINISTRATIF
1. UPAYA KEBERATAN ADMINISTRASI : Pejabat berwenang yang mengeluarkan putusan tersebut
2. UPAYA BANDING ADMINISTRASI : Atasan Pejabat berwenang yang mengeluarkan putusan
tersebut
3. UPAYA PENYELESAIAN BANDING ADMINISTRASI MELALUI JALUR PERADILAN : Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara
- Pasal 48 jo. 51 ayat 3 UU PTUN
- Pasal 129 UU NO. 5 TAHUN 2014
- Pasal 75 AYAT (1) jo. PS 1 AYAT (8) UU NO. 30 TAHUN 2014)
B. GUGATAN MELALUI PTUN
- PASAL 53
PENGADILAN YANG
UPAYA HUKUM
MATERI GUGATAN/ BERWENANG
NO BIASA YANG DASAR HUKUM
PERMOHONAN MENGADILI PADA
TERBIASA
TINGKAT PERTAMA

1 Sengketa TUN PTUN 1)Banding ke PTTUN; UU PTUN


Konvensional 2) Kasasi ke MA

2 Sengketa Keterbukaan PTUN Kasasi ke MA UU No. 14 tahun 2008


Informasi Publik dan PERMA No.2 Tahun
2011

3 Sengketa TUN Pemilu PT TUN Kasasi ke MA UU No. 8 Tahun 2012 dan


yang terdiri dari Pemilu PERMA No. 6 Tahun
Legislatif dan 2012, UU No. 1 Tahun
Pemilukada 2015 jo. UU No. 8 Tahun
2015
PENGADILAN YANG
UPAYA HUKUM
MATERI GUGATAN/ BERWENANG
NO BIASA YANG DASAR HUKUM
PERMOHONAN MENGADILI PADA
TERBIASA
TINGKAT PERTAMA

4 Sengketa Kepegawaian PT TUN Kasasi ke MA Pasal 48 jo. Pasal 51 ayat


berupa PTDH dan (3) UU PTUN jo. PP No. 24
Pemberhentian Dengan Tahun 2011
Hormat Tidak Atas
Permintaan Sendiri

5 Sengketa Pengadaan PTUN Kasasi ke MA UU No. 2 Tahun 2012 jo.


Tanah Bagi Perma No. 2 Tahun 2016
Pembangunan untuk
kepentingan umum
PENGADILAN YANG
UPAYA HUKUM
MATERI GUGATAN/ BERWENANG
NO BIASA YANG DASAR HUKUM
PERMOHONAN MENGADILI PADA
TERBIASA
TINGKAT PERTAMA

6 Sengketa terhadap PTUN Tidak ada Upaya UU No. 30 Tahun 2014


Keputusan Fiktif Positif Hukum Biasa dan PERMA No. 5 Tahun
2015

7 Permohonan Pengujian PTUN Banding ke PT TUN UU No. 30 Tahun 2014


terhadap dan PERMA No. 4 Tahun
Penyalahgunaan 2015
Keputusan Fiktif Negatif
(Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986)
(1)Apabila badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal
itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan TUN
(2)Jika suatu Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan yang
dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan data peraturan
perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang
dimaksud.
(3)Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan
janga waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka
waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang bersangkutan diangap telah mengeluarkan keputusan
penolakan.
Keputusan Fiktif Positif
(Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2014 ttg AP)
(1)Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan
dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
(2)Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas
waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Badan
dan/atau tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah
permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan.
(3)Apabila didalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, maka permohonan dianggap
dikabulkan secara hukum.
Bentuk Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Acara Biasa
2. Pemeriksaan Acara Cepat
• apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak
• Diajukan permohonan kepada Ketua PTUN
• dilakukan dengan Hakim Tunggal.
3. Pemeriksaan Acara Singkat
Dalam hal perlawanan terhadap Penetapan Rapat
Permusyawaratan. Jadi bukan terhadap pokok perkara
Panitera PTUN Ketua PTUN Majelis Hakim

Rapat Pemeriksaan
Gugatan
Permusyawaratan Persiapan

Pemeriksaan di
Putusan
Persidangan

Hakim Ketua Sidang Majelis Hakim


Gugatan (Pasal 53 ayat (1) UU PTUN)
• Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata
Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis
kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan
agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah,
dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
dan/atau rehabilitasi.
RAPAT PERMUSYAWARATAN
(Pasal 62 ayat (1) UU PTUN)
• Dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan
dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-
pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima
atau tidak berdasar, dalam hal :
a. pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan;
b. syarat-syarat gugatan (Pasal 56) tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah
diberi tahu dan diperingatkan;
c. gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak;
d. apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata
Usaha Negara yang digugat;
e. gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
RAPAT PERMUSYAWARATAN
(Pasal 62 ayat (2) – (3) UU PTUN)
• Hasil Rapat Permusyawaratan berupa PENETAPAN. Ketua PTUN
akanm membacakan Penetapan tersebut sebelum hari
persidangan ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak
untuk mendengarkannya;
• Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat
oleh Panitera Pengadilan atas perintah Ketua Pengadilan
• Terhadap penetapan tersebut dapat diajukan perlawanan dalam
tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan
RAPAT PERMUSYAWARATAN
(Pasal 62 ayat (3) UU PTUN)
• Perlawanan tersebut diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
dengan acara singkat.
• Acara singkat tersebut tidak mengenai Pokok Perkara
• Terhadap putusan hasil acara singkat mengenai perlawanan itu tidak dapat
digunakan upaya hukum
• Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka
penetapan rapat permusyawaratan gugur demi hukum dan pokok
gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa.
PEMERIKSAAN PERSIAPAN (Pasal 63 UU PTUN)
• Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib
mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang
kurang jelas dalam jangka waktu tiga puluh hari;
• dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang bersangkutan.
• Apabila dalam jangka yang ditentukan penggugat belum
menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan putusan
bahwa gugatan tidak dapat diterima.
• Terhadap putusan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum,
tetapi dapat diajukan gugatan baru.
PEMERIKSAAN SIDANG
• Majelis Hakim terdiri 3 orang hakim diketuai oleh satu Hakim
Ketua Sidang
• Membuka sidang terbuka untuk umum (Ps. 70 ayat (1) UU
PTUN)
• Hakim membacakan Gugatan (Penggugat) dan surat jawaban
terhadap gugatan (Tergugat). Jika tidak ada surat jawaban
terhadap gugatan, maka Tergugat menyampaikan secara lisan
• Replik (Penggugat)
• Duplik (Tergugat
PEMERIKSAAN SIDANG

•Proses Pembuktian (Ps. 100 UU PTUN)


•Pembacaan Kesimpulan (tidak wajib)
•Pembacaan Putusan
ALAT BUKTI (Pasal 100 UU PTUN)
a. surat atau tulisan;
b. keterangan ahli;
c. keterangan saksi;
d. pengakuan para pihak;
e. pengetahuan Hakim.
PUTUSAN AKHIR (Pasal 97 ayat (7) UU PTUN)
1. Gugatan ditolak
2. Gugatan dikabulkan
3. Gugatan tidak diterima
4. Gugatan gugur
Gugatan Ditolak
• Penggugat tidak dapat membuktikan dalil
gugatannya dalam proses pembuktian di
persidangan
• Putusan tersebut memperkuat Keputusan Tata
Usaha Negara yang menjadi objek sengketa
Gugatan Dikabulkan
• Penggugat dapat membuktikan dalil gugatannya dalam
proses pembuktian di persidangan
• Putusan tersebut membatalkan (menyatakan tidak
sah) Keputusan Tata Usaha Negara
sebagian/seluruhnya
• Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan
Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus
dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara
Gugatan Dikabulkan
• Kewajiban bagi Tergugat apabila putusan Hakim mengabulkan
gugatan Penggugat :
a) pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan; atau
b) pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha
Negara yang baru; atau
c) penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal
gugatan terhadap Keputusan Fiktif Negatif
Gugatan Tidak Diterima
• Niet Ontvankelijke Verklaard (N.O.)
• Gugatan mengandung cacat formil
• Gugatan tidak memenuhi syarat formil dan syarat
materiil sesuai ketentuan yang berlaku
• Gugatan tidak memenuhi Pasal 62 ayat (1) UU
PTUN
Gugatan Gugur
• Dalam hal penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan
pada hari pertama dan pada hari yang ditentukan dalam
panggilan yang kedua tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali dipanggil dengan
patut, gugatan dinyatakan gugur dan penggugat harus
membayar biaya perkara. (Pasal 71 ayat (1) UU PTUN)
• penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi sesudah
membayar uang muka biaya perkara (Pasal 71 ayat (2) UU
PTUN)
LESSON NO. 10

Hukum
Adat
Adat
• Istilah adat berasal dari Bahasa Arab. Artinya
kebiasaan
• Adat atau kebiasaan adalah tingkah laku
seseorang yang terus-menerus dilakukan dengan
cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar
dalam waktu yang lama.
Adat
• Unsur-unsur terciptanya adat :
1. Adanya tingkah laku seseorang
2. Dilakukan terus-menerus
3. Adanya dimensi waktu
4. Diikuti oleh orang lain/masyarakat
• Prof Kusumadi Pudjosewojo : Adat adalah
tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan.
Sejarah
• Istilah hukum adat dikemukakan pertama kalinya oleh Prof. Dr.
Christiaan Snouck Hurgronje (ahli budaya dan Bahasa oriental, serta
penasihat native affairs pemerintah kolonial hindia belanda) dalam
bukunya “De Atjeher” (1893) dengan istilah Adat Recht
• Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven dalam bukunya “Het Adat Recht
van Nederland Indie” juga menggunakan istilah adat recht untuk
menyebut hukum adat
• Pada tahun 1929 pemerintah kolonial belanda menggunakan istilah
hukum adat dlam peraturan perundang-undangan Belanda
• Ada yang mengartikan hukum adat (adat recht) sebagai hukum
kebiasaan. Namun Van Dijk menentang ini karena keduanya berbeda.
HUKUM ADAT
• Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat.
• Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven
Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan
mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan
• Prof. Dr. Soepomo, SH
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis di dalam peraturan tidak tertulis , meliputi
peraturan-peraturan yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi
dtaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya
peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum
Corak-corak
Hukum Adat Indoensia
• Religio-Magis
Hukum adat selalu berkaitan dengan persoalan magis dan spiritualisme
(kepercayaan atas roh-roh nenek moyang, dsb)
• Komunal
Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud
kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh.
• Konkret
Artnya perhubungan-perhubungan hidup yang ada dalam hukum adat
adalah perhubungan-perhubungan yang konkrit dan nyata.
Tipe Masyarakat
Hukum Adat
• Genealogis
Masyarakat hukum yang berdasarkan atas pertalian darah. Contoh :
Toraja, Batak
• Teritorial
Masyarakat hukum yang berdasarkan/bertalian dengan tempat tinggal
atau daerah, contoh :
• Genealogis-Teritorial
Pertalian masyarakat yang berdasarkan pertalian darah dan tempat
tinggal atau daerah
Tipe Masyarakat
Hukum Adat
• Genealogis
• Teritorial
• Genealogis-Teritorial
LESSON NO. 11
Hukum Administrasi
Negara
SUBSTANCE
• Istilah-Istilah
• Pengertian HAN
• Perbedaan HAN dan HTN
• Freies Ermenssen, Diskresi
• Detournement de Pouvoir, Penyalahgunaan Wewenang
• 3 Jenis Perbuatan Pemerintah
• Perbedaan Peraturan dan Penetapan
Istilah-Istilah
• Belanda : Bestuursrecht atau Administratief recht
• Inggris : Administrative Law
• Perancis : Droit Administrative
• Jerman : verwaltungsrecht
Pengertian HAN
• Van Apeldoorn
Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan yang harus diperhatikan
oleh para penguasa yang diserahi tugas pemerintah dalam menjalankan tugasnya
• Abdoel Djamali
Peraturan hukum yang mengatur administrasi yaitu hubungan antara warga negara
dan pemerintahnya yang menjadi sebab hingga negara itu berfungsi
• Logemann
Hukum administrasi negara menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan dan
yang memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas istimewa
mereka
Sumber HAN
• Undang-undang
• Yurisprudensi
• Praktek administrasi negara
• Pendapat para ahli negara
Freies Ermenssen

•Kemerdekaan adminstrasi negara untuk


bertindak atas inisiatif sendiri untuk
menyelesaikan masalah-masalah penting
yang timbul sekonyong konyong , yang
peraturan penyelesaiannya belum ada, atau
belum dibuat oleh badan legistlatif.
Detournement de
Pouvoir
• Apabila suatu alat perlengkapan negara yang diberi
kewenangan, tidak mempergunakan wewenangnya
sesuai dengan tujuan yang telah diberikan oleh
peraturan yang menjadi dasarnya, dapat dikatakan
bahwa alat perlengkapan itu telah melakukan
detournement de pouvoir. Detournement de pouvoir
ini sering terjadi, akibat suatu freies ermessen yang
disalahgunakan.
Perbuatan
pemerintah
• Perbuatan hukum (rechthandelingen)
Perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemerintah
yangn langsung menimbulkan akibat hukum tertentu
bagi hukum administrasi negara, oleh karena perbuatan
hukum ini membawa akibat pada hubungan hukum
atau keadaan hukum yang ada.
• Bukan Perbuatan hukum (feitelijk handelingen)
Perbuatan
Hukum
• Hukum Publik
1. Hukum Publik Bersegi Satu
Hukum public itu lebih merupakan kehendak satu pihak saja yaitu pemerintah.
2. Hukum Publik Bersegi Dua
Adanya hukum publik yang bersegi dua atau adanya perjanjian menurut hukum
publik.
• Hukum Privat
Hubungan hukum dengan subjek hukum-subjek hukum lain atas dara
kebebasan kehendak atau diperlukan persetujuan dari pihak yang dikenai
tindakan hukum, hal ini karena hubungn hukum perdata itu bersifat
sejajar.
Ketetapan
• Merupakan perbuatan pemerintah/adminitrasi
negara yang bersegi satu, dimana telah menimbulkan
akibat hukum dengan dikeluarkannya ketetapan oleh
pihak administrsi negara tanpa menunggu reaksi dari
yang dikenai ketetapan.
• ketetapan dibuat untuk menyelesaikan suatu hal
yang konkrit, yang telah diketahui lebih dahulu oleh
pihak Administrasi Negara
Peraturan

•Peraturan dibuat untuk menyelesaikan


hal-hal yang belum diketahui lebih
dahulu, tapi mungkin akan terjadi.
•Peraturan ditujukan kepada hal-hal
yang masih abstrak

Anda mungkin juga menyukai