Anda di halaman 1dari 12

POLITIK DEKODIFIKASI

HUKUM PERDATA DI
INDONESIA
LATAR BELAKANG

• Kita sadari sampai sekarang, bahwa produk hukum peninggalan Belanda masih banyak dipakai
dalam penerapan hukum di Indonesia. Ini menunjukkan produk hukum peninggalan Belanda
tersebut secara ilmu pengetahuan masih relevan dengan keadaan masyarakat Indonesia.

• Politik hukum yang dijalankan pemerintah dengan tetap memberlakukan peraturan perundang-
undangan peninggalan Belanda adalah wajar karena pada masa itu bangsa Indonesia baru merdeka
dari penjajahan Belanda yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945. Tentu tidak mungkin untuk mengatur
negara Indonesia yang begitu luas dan yang begitu banyak masalah kenegaraan dan kemasyarakatan
kita dapat membuat dan memberlakukan produk hukum bangsa sendiri. Sementara membuat produk
hukum harus melalui proses agar produk hukum tersebut dapat menjamin dan melindungi
kepentingan negara dan masyarakat.
RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penulisan


ini:
• Apa yang dimaksud politik dekodifikasi hukum perdata di Indonesia ?
• Bidang hukum perdata apa saja yang mengalami politik dekodifikasi ?
HUKUM PERDATA

• Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa
disingkat dengan BW. Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) didasarkan pada konstitusi negara
yaitu diatur dulu dalam Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berbunyi “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini”. Selanjutnya sekarang setelah amandemen Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 2004 pasal peralihan ini diatur dalam Pasal I Aturan Peralihan yang berbunyi “Segala peraturan
perundang- undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar
ini”. Pasal peralihan ini dalam hukum ketatanegaraan kita diatur dengan tujuan agar tidak ada kekosongan hukum
(vakuum van het recht) dalam dan selama peralihan sampai dengan ditetapkan penggantinya. Dengan demikian
peraturan perundang-undangan yang diberlakukan Belanda selama menjajah Indonesia tetap berlaku sepanjang tidak
ada penggantinya yang baru.
KEBERLAKUAN HUKUM PERDATA (BW)

• Menurut Sudikno Mertukusumo, keberlakuan Hukum Perdata Belanda tersebut di Indonesia di dasarkan pada beberapa pertimbangan,
antara lain:
• Para ahli tidak pernah mempersoalkan secara mendalam tentang mengapa BW masih berlaku di Indonesia. Tatanan Hukum Indonesia
hendaknya tidak dilihat sebagai kelanjutan dari tata hukum Belanda, tetapi sebagai Tata Hukum Nasional.
• Sepanjang hukum tersebut (BW) tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, peraturan perundang- undangan serta
dibutuhkan; dan
• Apabila hukum tersebut bertentangan, maka menjadi tidak berlaku lagi.
• Sekarang ini, berdasarkan perkembangan hukum perdata yang diberlakukan di Indonesia sudah ada hukum perdata (BW) peninggalan
Belanda yang mengalami penghapusan atau sudah dinyatakan tidak berlaku lagi, yang menurut penulis hukum perdata tersebut telah
mengalami Dekodifikasi. Ini menunjukkan bangsa Indonesia sudah mulai menyadari hukum selalu mengalami perkembangan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia harus menentukan sendiri corak hukumnya sehingga tujuan hukum itu
dibentuk mendapat tempat dihati masyarakat terutama dalam hal rasa keadilan, kemamfaatan dan kepastian hukum.
PENGERTIAN POLITIK HUKUM

Menurut   Teuku    Mohammad   Radhie    politik   hukum adalah  sebagai


suatu  pernyataan  kehendak penguasa  negara mengenai hukum yang berlaku
di wilayahnya, dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.
Sementara J.B. Daliyo mengatakan Politik hukum adalah pernyataan kehendak
dari Pemerintah negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan
kearah mana hukum itu akan dikembangkan.
POLITIK HUKUM SUATU NEGARA BIASANYA DICANTUMKAN
DALAM UNDANG-UNDANG DASARNYA, DILAKSANAKAN
MELALUI DUA SEGI, YAITU DENGAN SEGI BENTUK HUKUM
DAN SEGI CORAK HUKUM TERTENTU

• Berikut ini bentuk hukum yang dilaksanakan : • . Corak hukum dapat ditempuh dengan cara berikut ini :
• Tertulis, yaitu aturan-aturan hukum yang ditulis dalam • Unifikasi, yaitu berlakunya satu sistem hukum bagi
suatu undang-undang dan berlaku sebagai hukum setiap orang dalam kesatuan kelompok sosial atau suatu
positif. Dalam bentuk tertulis ini ada 2 macam jalan. a. negara.
Kodifikasi, ialah disusunnya ketentuan-ketentuan • Dualistik, yaitu berlakunya dua sistem hukum bagi dua
hukum dalam sebuah kitab secara sistematis dan kelompok sosial yang berbeda dalam kesatuan
teratur. b. Tidak dikodifikasi, ialah sebagai undang- kelompok sosial atau suatu negara.
undang .
• Pluralistik, yaitu berlakunya bermacam-macam sistem
• Tidak tertulis, yaitu aturan-aturan hukum yang hukum bagi kelompok-kelompok sosial yang berbeda di
berlaku sebagai hukum yang semula merupakan dalam kesatuan kelompok sosial atau suatu negara.
kebiasaan-kebiasaan dan hukum kebiasaan.
DEKODIFIKASI
Istilah Dekodifikasi adalah lawan dari Kodifikasi.
pengertian Dekodifikasi adalah penghapusan atau tidak diberlakukannya lagi suatu peraturan bidang hukum tertentu
misalnya hukum perdata. Dimana bidang hukum tertentu tersebut awalnya termuat dalam suatu kitab undang- undang
(kodifikasi), kemudian dihapuskan atau dinyatakan tidak berlaku karena telah dibuat peraturan perundang-undangan secara
khusus oleh negara sebagai penggantinya, dengan melihat perkembangan hukum dan masyarakat. Contohnya adalah dulu
masalah perkawinan diatur dalam Buku I perihal orang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sekarang sudah
dihapus atau dinyatakan tidak berlaku karena sudah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Hal ini diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi : “Untuk perkawinan dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-Undang ini, maka dengan
diberlakukannya Undang-Undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonanntie Chiristen Indonesier S.1933
No. 74), Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158) dan peraturan-
peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-Undang ini, dinyatakan tidak berlaku.
KESIMPULAN

• Politik Dekodifikasi Hukum Perdata di Indonesia dapat diartikan pernyataan


kehendak dari Pemerintah negara Indonesia untuk mengarahkan dan
mengembangkan hukum perdata yang telah di kodifikasi dalam Kitab
Undang- Undang Hukum Perdata (Burgerlik Wetboek) yang merupakan
peninggalan Belanda dengan cara menghapus atau tidak memberlakukannya
lagi, selanjutnya pemerintah membuat peraturan perundang-undangan
sendiri sebagai penggantinya dalam rangka pembangunan dan pembinaan
hukum di Indonesia dengan memperhatikan kesadaran hukum masyarakat
dan perkembangannya.
ada 4 (empat), bidang hukum perdata yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata/BW mengalami Politik Dekodifikasi (penghapusan atau tidak diberlakukan lagi), yaitu:
BIDANG HUKUM PERKAWINAN
• Bidang hukum perkawinan, yaitu dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka hukum perkawinan yang berlaku dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Buku I Perihal Orang dinyatakan dihapus atau tidak
diberlakukan lagi.
BIDANG HUKUM JAMINAN
Bidang Hukum Jaminan, yaitu dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, maka UUPA menyatakan mencabut Buku II
KUHPerdata Indonesia, sepanjang mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya kecuali ketentuan Hipotek. Hipotek inipun sudah dinyatakan tidak berlaku oleh
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
BIDANG HUKUM AGRARIA

• Dengan berlakunya UUPA sejak 24 September 1960, hilanglah dualisme hukum agraria dan terciptalah
unifikasi hukum dalam bidang hukum agaria di Indonesia. Hukum agraria baru (UUPA) disusun
dengan dasar hukum adat, oleh karenanya hukum agraria adat mempunyai peran penting dalam sejarah
lahirnya UUPA.
• Berlakunya UUPA tidak berarti bahwa hak ulayat tidak diakui lagi. Hak ulayat tersebut masih diakui
sejauh tidak mengganggu atau menghambat pembangunan nasional untuk kepentingan umum. Lebih
jelas lagi dikatakan bahwa hukum agraria yang mengatur bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya adalah hukum adat sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan negara (Pasal 5 UUPA). Semua hak atas tanah dinyatakan berfungsi sosial (Pasal 6
UUPA).
BIDANG HUKUM TENAGA KERJA

• keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan


Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, mengakibatkan sebagian ketentuan
dalam pasal-pasal Buku III KUHPerdata tidak berlaku lagi. Selanjutnya
setelah Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Penyelisihan Hubungan Industrial dikeluarkan, maka Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Anda mungkin juga menyukai