Anda di halaman 1dari 125

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

(PHI)

OLEH
I DEWA NYOMAN GDE NURCANA, SH. MH
PENGANTAR HUKUM INDONESIA
• Materi PHI.
A. PENDAHULUAN
– Tentang Istilah Pengantar ( PIH dan PHI )
– Pengertian Tata Hukum dan Tata Hukum Indonesia
– Sejarah Tata Hukum Indonesia
– Politik Hukum Nasional
– Sumber Hukum
– Peraturan Perundangan Negara Republik Indonesia
– Asas Perundang Undangan
– Hak Menguji Undang-Undang
– Sistem Hukum
B. LAPANGAN HUKUM
1. Hukum Perdata
2. Hukum Pidana
3. Hukum Dagang
4. Hukum Tata Negara
5. Hukum Administrasi Negara
6. Hukum Acara Perdata
7. Hukum Acara Pidana
8. Hukum Perburuhan
9. Hukum Agraria
10.Hukum Internasional
11.Hukum Pajak
Tentang Istilah
Istilah PIH dipergunakan pertama kali oleh UGM
Tahun 1946 yang merupakan terjemahan dari
istilah “Inleiding tot de recht sweeten schap.
Sedangkan istilah Pengantar Tata Hukum
Indonesia / Pengantar Hukum Indonesia
merupakan terjemahan dari “Inleiding tot het
positief recht van Indonesie.
Kedua mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah
dasar yang berperan mengantarkan para
mahasiswa.
• Mempelajari PIH adalah mempelajari
hukum secara abstrak dan umum sebagai
suatu kaedah tidak terikat tempat waktu
dan keadaan.
• Sedangkan belajar PHI mempelajari hukum
secara khusus terikat pada tempat
(wilayah), waktu dan keadaan ( hukum
yang berlaku sekarang di suatu tempat /
hukum dalam arti positif ).
PENGERTIAN TATA HUKUM DAN
TATA HUKUM INDONESIA
• Tata hukum ( recht orde) : susunan hukum yang
artinya memberikan tempat yang sebenarnya.
• Tata hukum : hukum yang berlaku sekarang di
Indonesia.
• Susunan hukum tadi atas aturan-aturan hukum
tertata sedemikian rupa sehingga orang mudah
menemukannya bila suatu ketika ia
membutuhkannya untuk menyelesaikan
peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat.
• Aturan-aturan hukum yang ditata sedemikian rupa
menjadi “tata hukum” tersebut antara satu dengan yang
lainnya menjadi satu kesatuan dan saling berhubungan,
saling menentukan yang berlakunya disahkan
masyarakat hukum bersangkutan, oleh pemerintah
negara.
• Tata hukum Indonesia yaitu tata hukum yang merupakan
aturan hukum yang tersusun sedemikian rupa yang satu
dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling
menentukan yang berlaku di wilayah Negara Indonesia
pada saat ini dan berlakunya karena ditetapkan atau
disahkan oleh pemerintah negara Indonesia.
SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA
• Sejarah tata hukum Indonesia terdiri dari dua periode
yaitu ; sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan.

Tata hukum sebelum kemerdekaan merupakan tata


hukum colonial sebagai penguasa Indonesia pada saat
itu.
• Tata hukum Indonesia di zaman kolonial ( Belanda)
mempunyai sifat pluralistis ini terlihat dari
diberlakukannya aturan hukum yang berbeda bagi setiap
golongan penduduk yang mendiami HB (Indonesia) saat
itu.
• Golongan penduduk yang mendiami HB saat
itu terdiri dari tiga golongan penduduk yaitu
golongan Eropa, golongan Bumi Putra dan
golongan Timur Asing (pasal 163 LS).
• Sedangkan dasar hukum pemberlakuan
hukum yang berbeda adalah pasal 131 IS
seperti pemberlakuan hukum perdata yang
berbeda bagi setiap golongan.
SEJARAH TATA HUKUM SESUDAH
KEMERDEKAAN
• Dengan diploklamirkannya NKRI 17 Agustus 1945,
maka berarti :
1. Negara Indonesia dibangun oleh Bangsa
Indonesia , menegarakan Indonesia.
2. Sejak saat itu pula bangsa Indonesia telah
mengambil keputusan untuk menentukan dan
melaksanakan hukumnya sendiri yaitu bangsa
Indonesia dengan tata hukumnya yang baru yaitu
tata hukum indonesia
• Jadi Proklamasi itu merupakan awal kelahiran
bangsa Indonesia dan negara RI dan berdiri diatas
UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI 18 Agustus 1945.
• Walaupun demikian, telah merdeka , berdaulat serta
dapat mengubah sistem dan dasar susunan
ketatanegaraan namun dalam bidang hukum belum
mampu mengubah sama sekali hukum yang telah
berlaku dimasyarakat.
• Untuk didalam UUD 1945 dicantumkan pasal
peralihan yaitu pasal yang berisi petunjuk mengenai
peralihan dari tata hukum yang lama ke tata hukum
yang baru.
• Aturan peralihan tersebut berbunyi “ Segala
peraturan perundang-undangan yang ada masih
tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru
menurut UUD ini.
• Didalam UUD 1945 tertulis secara garis besar tata
hukum Indonesia sekedar mengenai bagian yang
tertulis saja, sedangkan Proklamasi merupakan
norma pertama yang tidak mungkin dicarikan dasar
hukumnya untuk kekuatan berlaku pada norma-
norma yang lain sebelumnya.
• Ilmu hukum positif tidak mungkin dapat mencari
dasar dan kekuatan berlaku norma pertama karena
ilmu hukum positif menerima norma pertama atas
dasar kenyataan
• Norma pertama tidak dapat dikaji secara ilmu
hukum positif karena bukan merupakan ilmu hukum
positif, bukan soal yuridis formal, bukan soal
konstitusional, juga bukan merupakan ilmu hukum
tata negara
• Norma pertama tidak dapat ditentukan secara pasti
baru dapat diketahui setelah betul-betul ada sebagai
kenyataan, tetapi dapat dipelajari dari sebab
musababnya yaitu ditinjau dari bidang yang lain.
Politik Hukum Nasional
• Politik diartikan sebagai pengetahuan
Ketatanegaraan atau kenegaraan, suatu tata cara
pemeritahan.
• Politik hukum juga diartikan kebijaksanaan (Policy
dari penguasa negara indonesia mengenai hukum
yang akan berlaku di Indonesia
• Atau politik hukum juga diartikan sebagai
pernyataan kehendak penguasa negara mengenai
hukum yang akan berlaku di wilayahnya dan
mengenai arah kemana hukum hendak
diperkembangkan
• Politik hukum Indonesia adalah pelaksanaan dasar yang
menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan
dibentuk
• Mengenai nilai-nilai penentuannya, pengembangan nya dan
pemberian bentuk lamanya.
• Di NKRI hanya dikenal satu Hukum Indonesia yang mengabdi
kepada kepentingan nasional dan hukumnya yang akan
disusun adalah hukum modern sesuai kebutuhan dengan ciri-
ciri :
1. Konsentris yaitu adanya satu tangan yang mengatur /
membuat (Lembaga legislatif)
2. Konvergen, hukum Indonesia bersifat terbuka terhadap
perubahan dan perkembangan
3. Tertulis untuk lebih menjamin kepastian hukum.
SUMBER HUKUM
• Sumber Hukum itu tempat orang menemukan
hukum, dan mengenal hukum itu.
• Sumber hukum itu adadua yaitu sumber hukum
materiil dan sumber hukum formil.
• Sumber hukum materiil yaitu perasaan hukum
seseorang atau umum, agama, kebiasaan, politik
hukum dari pemerintah.
• Sumber hukum materiil yaitu tempat materi
hukum itu diambil dan merupakan faktor
pembentukan hukum seperti misalnya
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
masyarakat
 Sumber hukum formil yaitu UU, kebiasaan,
Jurisprodensi, traktat dan pendapat sarjana
hukum
 MenurutProf. Buys, UU sebagai sumber
hukum mempunyai dua arti yaitu :
 UU dalam arti formal adalah setiap
peraturan dan ketetapan yang dibentuk oleh
alat-alat perlengkapan negara yang diberi
kekuasaan membentuk UU dan diundangkan
sebagaimana mestinya (hal ini juga disebut
UU dalam arti sempit)
 UU dalam arti materiil juga disebut UU dalam
arti luas yaitu setiap peraturan atau
ketetapan yang isinya berlaku mengikat
kepada umum / setiap orang.
 Yurisprudensi keputusan hukum / pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan tetap,
yurisprudensi yang merupakan keputusan
hakim. Bila hakim dalam memutus perkara
tidak berdasarkan secara langsung atas suatu
peraturan hukum yang sudah ada .
 Hakim dalammemeriksa perkara
menciptakan humum sendiri terhadap
peristiwa konkrit yang dihadapinya, dan
mengikat kepada pihak-pihak yang
bersangkutan.
 Bila putusan hakim tersebut diikuti terus oleh
hakim lainnya maka keputusan itu akan
merupakan peradilan tetap dan putusan
hakim tersebut menjadi sumber hukum.
 Traktat (treaty), adalah suatu perjanjian yang
dibuat / dilakukan oleh dua negara atau
lebih , Traktat berlaku sebagai peraturan
hukum terhadap warga negara dari
masing-masing negara pembuat.
 Para pihak yang membuat perjanjian akan
terikat dengan isi dari perjanjian tersebut
atau akibat dari perjanjian tersebut adalah
mengikat para pihak.
 Sebagaimana disebutkan pada suatu asas
perjanjian “Pacta Sunt Servarrda” yang
berarti bahwa perjanjian mengikat pihak-
pihak yang mengadakannya atau setiap
perjanjian harus ditaati dan ditepati
 Terkait dengan sumber hukum formil
termasuk juga kebiasaan / costum, yaitu
perbuatan manusia yang terus dilakukan
berulang-ulang dalam hal yang sama
 Bellefroid mengatakan , hukum kebiasaan
yang sering di namakan kebiasaan saja
meliputi semua peraturan –peraturan yang
walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah
tetapi ditaati oleh seluruh rakyat karena
mereka yakin bahwa peraturan ini dapat
berlaku sebagai hukum.
 Selanjutnya sumber hukum formil lainnya
adalah doktrin (pendapat sarjana hukum), hakim
dalam memutus perkara hakim sering memutus
suatu perkara berpegang pada pendapat para
sarjana hukum terkenal dalamilmu
pengetahuan hukum dalam piagam Mahkamah
Internasional (Stuate of The Internasional Court
Of Justice)Pasal 38 ayat (1) mengakui bahwa
dalam menimbang dan memutus suatu
perselisihan dapat mempergunakan beberapa
pedoman diantaranya kebiasaan-kebiasaan
internasional
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

• Masa sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu Undang-


Undang Dasar, UU dan UU darurat, Peraturan Pemerintah
Pusat dan Peraturan Pemerintah tingkat Daerah.
• UUD adalah suatu piagam yang menyatakan cita-cita
bangsa dan memuat garis dasar dan tujuan negara.
• Rangka UUD adalah
- Mukadimah atau pembukaan
- Bab-bab yang terbagi atas bagian-bagian
- Bagian terbagi atas asal-pasal
- Pasal terbagi atas ayat-ayat
• Rangka UUD 1945 adalah
1. Pembukaan : 4 alenia
2. Isi UUD 1945
- 16 bab
- 37 pasal
- 4 pasal Aturan Peralihan dan
- 2 ayat Aturan Tambahan
• UU adalah setiap keputusan yang dibentuk
oleh Presiden bersama-sama dengn DPR
untuk melaksanakan UUD.
UU terdiri atas
- Konsidran : alasan dibentuknya UU yang
dinyatakan dengan kata-kata menimbang-
mengingat.
- Diktum : keputusan yang diambil oleh
pembentuk UU setelah disebutkan alasan
pembentuknya dengan kata-kata,
memutuskan-menetapkan disebut UU-nya.
- Isi UU : bab-bab, pasal-pasal, dan ayat-ayat.
• UU Darurat : UU yang dibuat oleh pemerintah
sendiri atas kuasa dan tanggung jawab
pemerintah karena keadaan yang mendesak
perlu diatur dengan segera.
• Peraturan Pemerintah (Pusat) : suatu
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
untuk melaksanakan suatu UU.
• Peraturan Daerah : semua peraturan yang
dibuat oleh pemerintah setempat untuk
melaksanakan peraturan-peraturan lain yang
lebih tinggi derajatnya.
MASA SETELAH DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1950

• Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, Jo. Tap MPR


No. V/MPR/1973 mengatur hirarki peraturan per UU-
an sebagai berikut.
- UUD
- Tap MPR
- UU dan Perpu
- PP
- Keputusan Presiden
- Peraturan pelaksanaan lainnya.
• Jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan menurut pasal 7 ayat (1) UU No. 10
Tahun 2004 sebagai berikut
1. UUD Negara RI Tahun 1945
2. UU / Perpepu
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
ASAS PERUNDANG-UNDANGAN

• Berlakunya suatu UU dapat dilihat dari


1. Tanggal yang sudah ditentukan
2. Berlaku pada hari diundangkan
3. Berlaku dengan ditentukan oleh peraturan lain.
4. Dapat diperlakukan surut sampai tanggal
ditentukan.
5. Bila tidak diketahui tanggal berlakunya sesuai
ketentuan pasal 13 UU No. 2 Tahun 1950
diberlakukan pada hari ke 30 sesudah diundangkan
• Ada beberapa asas per-UU-an yaitu
1. UU tidak berlaku surut yaitu suatu UU itu hanya
mengikat bagi masa yang akan datang dan tidak
mempunyai kekuatan untuk berlaku surut ( Pasal 2
AB Jo. Pasal 1 ayat 1 KUHP).
2. UU yang berlaku kemudian membatalkan UU yang
terdahulu artinya bahwa UU baru itu merubah /
meniadakan UU lama yang mengatur materi yang
sama (Lex Posteriore Derogat Lex Priori).
3. UU yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
4. UU yang bersifat umum
mengesampingkan UU yang bersifat umum
(Lex Specialis Derogat Legi Generali) yaitu
peraturan yang bersifat khusus
mengesampingkan peraturan yang bersifat
umum.
5. UU tidak dapat diganggu gugat artinya
bahwa UU itu tidak dapat dinilai atau di uji
apakah isinya bertentangan dengan UUD
atau tidak.
HAK MENGUJI UU
• Hak menguji UU sering disebut dengan hak menguji
saja (toetsingsrecht atau rechtelijke toetsingrecht)
• Toetsingsrecht ada dua macam yaitu formale
toetsingsrecht dan materiale toetsingsrecht.
• Hak menguji formil merupakan kewenangan dari
hakim apakah suatu peraturan cara pembuatannya /
cara pembentukannya serta pengundangannya
sudah sebagaimana mestinya.
• Hak menguji materiil yaitu kewenangan untuk
menilai apakah suatu UU atau peraturan itu
isinya bertentangan atau tidak dengan UU
atau peraturan yang lebih tinggi/ pasal 26 ayat
1 UU No. 14 Tahun 1970 Jo. Bab I pasal 1 dan
Bab III pasal 10 UU No. 24 Tahun 2003 tentang
MK.
SISTEM HUKUM
• Sistim diartikan sebagai suatu susunan /
tataan yang teratur, suatu keseluruhan yang
terdiri atas yang berkaitan satu sama lain
tersusun menurut suatu rencana atau pola,
hasil dari suatu penulisan untuk mencapai
suatu tujuan
• Sistem hukum suatu susunan/ tataan teratur
dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya
terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu
sama lain
• Sistem hukum merupakan suatu satu
kesatuan sistim yang tersusun atas integralitas
berbagai komponen sistem hukum, yang
masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan
terikat dalam satu kesatuan yang saling
terkait, bergantung, mempengaruhi bergerak
dalam kesatuan proses, yaitu proses sistem
hukum, untuk mewujudkan tujuan hukum
• Macam-macam sistem hukum yaitu
1.Sistem hukum Eropah Kontinental (civil law)
2.Sistem hukum Anglo Saxon (Anglo Amerika)
3.Sistem hukum adat
4.Sistem hukum Islam
• Sistem hukum Eropa Kontinental berprinsip
bahwa hukum mempunyai kekuatan mengikat
bila hukum itu diwujudkan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan tersusun
secara sistematis dalam suatu kodifikasi
• Prinsip ini dianut mengingat tujuan hukum itu
adalah kepastian hukum, kepastian hukum
hanya dapat diwujudkan apabila peraturan-
peraturan tersebut dalam bentuk tertulis
• Hakim tidak dapat menciptakan hukum
dengan leluasa yang mengikat umum, hakim
hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan
peraturan dalam batas kewenangannya.
Putusan hakim hanya mengikat para pihak
yang berperkara saja (doktrin res ajudicata)
• Sistem hukum “common law system yang
terformulasi ke dalam dua bentuk yaitu
“Anglo Saxon Law System dan Anglo American
Law System.
• Common Law dipadankan dengan unwritten
law (hukum tidak tertulis) bukan dalam arti
yang sebenarnya karena juga dikenal sumber-
sumber hukum tertulis.
• Sumber utama common law saxon system
adalah putusan-putusan hakim / pengadilan
(judical decisions) , Putusan Hakim /
Pengadilan (Judical decisions), putusan hakim
mewujudkan kepastian hukum.
• Melalui putusan hakim / pengadilan dibentuk
kaedah-kaedah hukum yang mengikat umum.
• Anglo American Law System menganut suatu
sistem dengan nama the doctrine of
precedant/ store dicisis yang pada hakekatnya
menyatakan bahwa dalam memutus suatu
perkara seorang hakim harus mendasarkan
putusannya kepada prinsip hukum yang sudah
ada dalam putusan hakim lain yang sudah ada
sebelumnya.
• Sistem Hukum Adat hukum adat merupakan
terjemahan dari istilah “Adatrecht” yang
dikemukakan oleh Snouck Hurgronye.
• Pengertian hukum Adat yang dipergunakan
oleh V. Vollenhoven mengandung makna
bahwa hukum masyarakat Indonesia dan
kesusilaan masyarakat merupakan hukum
adat dan adat yang tidak dapat dipisahkan dan
mungkin dapat dibedakan dari akibatnya saja.
• Hukum adat bersumber pada peraturan-
peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh,
berkembang dan dipertahankan dengan
kesadaran hukum masyarakat.
• Hukum adat di Indonesia dibagi dalam tiga
yaitu
1. Hukum adat tata negara
2. Hukum adat mengenai warga
3. Hukum adat pidana / delik adat
• Sistem hukum Islam; yang bersumber pada Qur’an,
Sunnah Nabi, Ijma Qiyas
Dalam hukum Fikh, hukum Islam terdiri dari dua
bidang yaitu
1. Hukum Rohaniah (Ibadat) yaitu cara-cara
menjalankan upacara tentang sholat, puasa, zakat,
maupun haji.
2. Hukum duniawi
• Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dari
ajaran Islam dengan keimanan lahir bathin secara
individual.
LAPANGAN HUKUM
• Hukum mengatur berbagai bidang kehidupan manusia yang
sangat luas, dan sebagai akibat luasnya bidang kehidupan
yang diatur maka perlu dilakukan pengelompokan yang
didasarkan pada bidang-bidang kehidupan yang sifatnya
homogen
• Pengelompokan ini membawa akibat dikenalnya beberapa
lapangan hukum sesuai dengan bidang yang diaturnya.
• Secara garis besar ada dua kelompok golongan hukum yaitu
hukum publik dan hukum privat, terhadap penggolongan
tersebut ada beberapa pendapat yaitu :
• Pendapat yaitu adanya suatu perbedaan yang asasi atau
perbedaan yang mendasar antara hukum publik dengan
hukum privat.
• Paul Sceolten berpendapat bahwaapakah diantara keduanya
terdapat perbedaan yang asasi dan apakah suatu hukum
positif mengadakan suatu perbedaan.
• Kerangka tata hukum biasanya terdapat dalam suatuUUD,
sedangkan untuk Indonesia tidak terdapat dalam Uud 1945,
demikian pula dengan UUD yang lain yang pernah berlaku.
• Didalam pasal 102 dan 108 UUDS 1950 hanya menentukan
beberapa bidang hukum yang harus dikodifikasikan dan
ketentuan mengenai yang harus memutus sengketa-
sengketa hukum tata usaha.
• Kerangka hukum Indonesia tidak jelas mengatur tentang penggolongan
tersebut (hukum publik dan hukum privat ) untuk itu adadua pendapat
yaitu :
• Pendapat E. Utrecclit, perlu dilakukan perbedaan antara hukum publik
dengan hukum privat dikarenakan tata hukum Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari tata hukum sebelumnya
• Pendapat Kusumadi Pindjosewojo, tidak perlu mengadakan
penggolongan hukum ( Publikdan Privat) oleh karena perkembangan
masyarakat yang begitu pesat, begitu juga bidang kehidupan begitu
berkembang sehingga didalamnya terdapat kepentingan perseorangan
juga terdapat kepentingan umum. Sehingga akan menimbulkan persoalan
untuk mengatur bidang kehidupan tersebut. Kusuma di menganjurkan
agar dibuat sistematika hukum yang terinci sehingga dapat
menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
“MATUR SUKSMA”
Tata urutan peraturan perundang-undangan dan Hak menguji
undang-undang serta kekuasaan kehakiman.
• Tata urutan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan UUD 1945 setelah diamandemen, menurut
Tap MPR/MPRS, menurut UU No. 10 Tahun 2004, dan
menurut UU No. 12 Tahun 2011.
• Menurut UUD 1945 sebagai berikut :
1. UUD 1945 (Pasal 3 UUD 1945)
2. Undang-Undang (Pasal 5 (1), Pasal 20 (2)) UUD 1945
3. Peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu (pasal 22 (1)
UUD 1945)
4. Peraturan pemerintah (Pasal 5 (2)) 1945
5. Peraturan Daerah (Pasal 18 (6)) UUD 1945
• Menurut TAP MPR
o Secara konstitusional sebelum UUD 45
diamandemen MPR tidak mempunyai kewenangan
membuat peraturan perundang-undangan kecuali
GBHN tetapi dalam praktek ketatanegaraan RI
MPRS/ MPR pernah membuat produk hukum
dengan nama Tap MPRS / Tap MPR diantaranya
Tap MPRS No. XX / MPRS / 1966.
• Tata urutan peraturan perundang-undangan Tap
MPRS No. XX / MPRS / 1966 :
1. UUD 1945
2. Tap MPR
3. UU dan Perpu
4. Peraturan Pemerintah (PP)
5. Kep. Presiden (Keppres)
6. Peraturan pelaksanaan lainnya (Peraturan
Menteri, intruksi menteri, dan lain-lainnya).
• Menurut Tap MPR RI No. III / MPR / 2000 tentang
sumber hukum dan Tata urutan peraturan
perundang-undangan, pasal 2 menentukan sebagai
berikut .
1. UUD 1945
2. Tap MPR RI
3. Undang-undang
4. Perpu
5. Peraturan pemerintah
6. Kep presiden dan
7. Peraturan daerah
• Menurut UU No. 10 tahun 2004 pasal 7 ayat (1)
menentukan, jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan sbb :
1. UUD 1945
2. UU dan Perpu
3. Peraturan pemerintah
4. Peraturan presiden, dan
5. Peraturan daerah
• Pasal 7 ayat (2) UU no. 10 / 2004 menentukan, peraturan
daerah meliputi :
1. Peraturan daerah provinsi (DPRD Prop = Gubernur)
2. Peraturan daerah kabupaten / kota (DPRD kab/kota =
Bupati / Walikota)
3. Peraturan desa / peraturan yang setingkat dibuat oleh
BPD atau nama lainnya bersama dengan kepala desa / nama
lainnya.
• Peraturan perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diakui juga keberadaannya
dan mempunyai keeratan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, jadinya kekuatan peraturan
perundang-undangan adalah sesuai hierarki.
• Menurut UU No. 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai
pasal 7 ayat (1) jenis dan hierarkinya sbb :
1. UUD Negara RI 1945
2. Tap MPR
3. UU dan Perpu
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota
• Menurut pasal 7 (2) kekuatan hukumnya
adalah sesuai dengan hierarki sebagai
dimaksud pada ayat (2).
• Pasal 8 ayat 91) menentukan bahwa jenis peraturan
perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam
pasal 7 ayat (1) juga mencakup peraturan yang ditetapkan
MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, BI, Menteri, Badan,
Lembaga, atau komisi yang setingkat dibentuk dengan UU
atau pemerintah, atas perintah UU, DPRD Propinsi, Gubernur,
DPRD Kabupaten / Kota, Bupati / Walikota, Kepala Desa atau
yang setingkat.
• Terjadi kontroversi / perbedaan pendapat atas ketentuan
pasal 7 ayat (1) dikalangan teoritis dan praktisi hukum yaitu :
UU No. 12 / 2011 memasukan Tap MPR sebagai sumber
hukum di bawah UUD atau diatas UU.
• Keberadaan Tap MPR tidak berdasarkan UUD 1945 atau tidak
diatur atau tidak diperintah oleh UUD 1945.
• Tap MPR tidak mendapat legitimasi UUD 1945, juga
MPR bukan merupakan lembaga tertinggi menurut
UUD 1945 sehingga Tap / putusannya tidak boleh
lebih tinggi dari UU yang dibentuk oleh Presiden
bersama sama DPR.
• Tap MPR yang tidak diperintah oleh UUD 1945 maka
kedudukannya sebagai sumber hukum adalah batal
demi hukum, tidak mengikat secara umum kepada
masyarakat luas.
• Tap MPR itu semestinya merupakan penetapan
(beschikking) yang bersifat individual konkrit, dan
tidak bersifat umum-abstrak.
• Lembaga MK, sebagai lembaga penjaga dan
penafsir serta penguji ketentuan UU bila
bertentangan dengan UUD (konstitusional
review) berwenang menguji pasal 7 UU No. 12
/ 2011, juga berwenang menguji Tap MPR dan
peraturan pelaksanaannya bila bertentangan
dengan UUD.
HAK MENGUJI UU
• Hak uji / toetsing berarti pengujian atau penilaian yaitu
menguji atau menilai suatu perbuatan apakah sesuai dengan
norma-norma yang lebih tinggi.
• Istilah toetsing sreeht kependekan dari rechterlijk
toetsingreeht (Belanda), judicial review (Inggris) merupakan
hak menguji atau hak menilai atau meneliti oleh hakim,
apakah UU bertentangan atau tidak dengan UUD (ground
wet).
• Hak menguji ini berkaitan dengan adanya asas bahwa UU
tidak dapat diganggu gugat yaitu UU tidak boleh diuji atau
dinilai oleh siapapun termasuk hakim.
• Pengujian oleh hakim diperbolehkan apabila hal
tersebut diatur oleh UU atau konstitusi.
• Dalam istilah judicial review (Inggris) mempunyai
beberapa pengertian yaitu :
1. Bahwa obyek yang diuji adalah semua peraturan
perundang-undangan dibawah UUD.
2. Subyek yang menguji peraturan perundang-
undangan adalah hakim atau lembaga pengadilan
atau judicial.
3. Pengertian judicial review lebih luas dengan
constitutional review / pengujian konstitusional.
• Menurut teori hukum ada dua macam hak menguji yaitu
pertama hak menguji UU secara formal / formele toetsing
reecht (formal judicial review), kedua hak menguji UU secara
materiil (materiele toetsingreecht/ material judicial review).
• Hak menguji formal aalah wewenang hakim untuk menilai
apakah suatu produk legislatif seperti UU dibentuk melalui
cara-cara sebagaimana telah ditentukan / diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak.
• Hak menguji material wewenang hakim untuk menilai apakah
suatu peraturan perundang-undangan isinya sesuai atau
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya
atau apakah suatu kekuasaan tertentu berhak mengeluarkan
suatu peraturan tertentu.
• Sebelum UUD 1945 diamandemen tidak mengatur hak
menguji peraturan perundang-undangan, setelah
diamandemen hak menguji diatur dalam pasal 24 A dan pasal
24 C UUD 1945.
• Atas dasar ketentuan kedua pasal tersebut dibentuklah UU
No. 24 Tahun 2003 tentang MK yang diubah dengan UU No. 8
Tahun 2011, dan UU No. 4 Tahun 2004 yang kemudian diubah
dengan UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman,
serta UU No. 5 Tahun 2004 kemudian diubah dengan UU No.
3 Tahun 2009 tentang MA.
• Pasal 11 ayat (2) huruf 6 UU KK jo. Pasal 31 ayat (1) UU MA
mengatur kewenangan MA melakukan hak menguji peraturan
perundang-undangan dibawah UU terhadap UU.
• Pasal 31 ayat (2) UU MA, ditentukan bahwa suatu UU
dinyatakan tidak sah oleh MA dengan alasan bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
• Dari ketentuan pasal 31 ayat (2) tersebut MA mempunyai
kewenangan melakukan hak uji materiil maupun hak uji
formil.
• Hak uji yang dilakukan oleh MA dapat dilakukan dengan
permohonan atau diajukan pada tingkat kasasi atau dengan
permohonan langsung kepada MA (Pasal 3 ayat (3) UU MA).
• Disamping MA ada lembaga lain yang mempunyai hak
menguji UU yaitu MK sebagaimana diatur dalam pasal 24 ayat
(2) jo. Pasal 24 C UUD 1945.
• Ketentuan pasal 24 C UUD 1945 diatur lebih lanjut di dalam
pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 4 Tahun 2004 yang telah
dirubah dengan UU No. 48 Tahun 2009 tentang UU KK, dan di
dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2011 tentang UU MK.
• Pasal 12 ayat (1) huruf a UU KK menentukan bahwa MK
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD
1945.
• Demikian juga pasal 10 ayat (1) berupa UU No. 8 Tahun 2011
tentang UU MK menentukan bahwa MK berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji UU terhadap UUD 1945.
• Pasal 51 ayat (3) UU MK menentukan bahwa pemohon wajib
menguraikan pembentukan UU yang tidak memenuhi
ketentuan UUD 1945, materi muatan dalam pasal, ayat, dan /
atau bagian UU yang bertentangan dengan UUD 1845, juga
diatur dalam pasal 56 jo. Pasal 57 ayat (1 dan 2) UU MK.
• Dengan kewenangan menguji UU terhadap UUD disebut juga
MK mempunyai kewenangan mengujian konstitusional
(constitutional review) baik secara formal maupun secara
material.
• Putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap, sah, dan
mengikat sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno yang
terbuka untuk umum (pasal 28 ayat (5) dan (6) jo. Pasal 47 UU
MK.
• Demikian juga putusan MK wajib dimuat
dalam berita negara dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
putusan diucapkan (pasal 57 ayat (3) UU MK).
KEKUASAAN KEHAKIMAN
• Setiap warga hukum (rechtsstaat) tentu
mempunyai aparatur yang bertugas
melaksanakan / mempertahankan tegaknya
negara dan hukum.
• Untuk melaksanakan tugasnya tersebut harus
berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia yang bertugas
menegakkan hukum adalah para hakim di
pengadilan.
• Peraturan yang mengatur tugas hakim diatur dalam
UU No. 14 / 1970, kemudian diubah dengan UU No.
35 Tahun 1999 tentang Kekuasaan Kehakiman,
kemudian UU No. 35 Tahun 1999 dicabut dan diganti
dengan UU No. 4 Tahun 2004 serta diubah lagi
menjadi UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
• Ketentuan Pasal 24 UUD 1945 menentukan
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan
oleh MA dan peradilan dibawahnya.
• Pasal 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman menentukan bahwa kekuasaan kehakiman
adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan pancasila, demi terselenggaranya
negara hukum RI.
• Yang dimaksud dengan peradilan adalah tugas yang
dibebankan kepada pengadilan, dengan tugas utama
sebagai tempat untuk mengadili atau memberikan putusan
hukum dalam perkara-perkara yang diajukan kepadanya.
Jadi tindakan hakim memberi putusan atau vonis dan
penetapan hukum.
• UU KK membedakan peradilan antara peradilan umum dan
peradilan khusus.
• Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 2 UU No. 48 Tahun 2009
UU KK menentukan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh sebuah MA dan badan-badan peradilan yang berada
dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
• Badan-badan peradilan yang berada di bawah MA adalah
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan
peradilan tata usaha negara yang mempunyai lingkungan
kewenangan mengadili dan meliputi badan peradilan tingkat
pertama, tingkat kedua (banding).
• Pasal 2 UU No. 48 Tahun 2009 menentukan peradilan umum
adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya.
• PN berkedudukan di ibukota kabupaten / kota dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kabupaten / kota.
• PN merupakan pengadilan tingkat pertama yang
dibentuk dengan Kepres, dan susunannya terdiri dari
pimpinan hakim anggota, panitra, sekretaris dan juru
sita.
• PT sebagai pengadilan tingkat banding dibentuk
dengan UU berkedudukan di ibu kota propinsi
dengan daerah hukum meliputi wilayah propinsi.
• Kewenang mengadili adalah dalam tingkat banding,
dan berwenang mengadili dalam tingkat pertama
dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara
PN di daerah hukumnya.
• Sedangkan MA, merupakan pengadilan negara tertinggi dari
semua lingkungan peradilan yang ada di Indonesia diatur
dalam UU No. 14 Tahun 1985 kemudian diubah dengan UU
No. 5 Tahun 2004 dan diubah lagi dengan UU No. 3 Tahun
2009 tentang UU MA.
• MA berkedudukan di ibukota negara yang terdiri dari
pimpinan, hakim anggota, panitra, dan seorang sekretaris,
serta pimpinan MA terdiri dari seorang ketua, dua orang wakil
ketua dan beberapa orang ketua muda.
• Jumlah hakim agung paling banyak 60 orang, dan wakil ketua
MA membidangi, bidang yudisial dan bidang non yudisial.
• Wakil ketua bidang yudisial membawahi ketua muda perdata,
ketua muda pidana, ketua muda agama, ketua muda militer
dan ketua muda TUN.
• Sedangkan wakil ketua non yudisial membawahi ketua
muda pembinaan dan ketua muda pengawasan.
• Pasal 7 UU MA memuat syarat untuk dapat diangkat
menjadi Hakim Agung, diangkat oleh Presiden dari daftar
nama calon yang diajukan oleh DPR, dimana nama calon
hakim agung itu sebelumnya diusulkan oleh KY dan DPR
memilih untuk diajukan kepada Presiden.
• Tugas wewenang MA (Pasal 28 sampai pasal 39 UU MA
yaitu:
a. Memeriksa dan memutus perkara (pasal 28)
1. Permohonan kasasi
2. Sengketa kewenangan mengadili
3. Permohonan peninjauan kembali
b. Menguji materil terhadap peraturan perundang-
undangan dibawah UU / pasal 31 ayat (1) UU MA).
c. Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-
undangan di bawah UU dengan alasan bertentangan
dengan UU.
d. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap
penyelenggaraan peradilan.
e. Memberi pertimbangan hukum kepada Presiden dalam
permohonan grasi dan rehabilitasi.
f. Memberi pertimbangan hukum kepada lembaga tinggi
negara.
• Lingkungan PA yang diatur dalam UU PA yang kemudian
diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 selanjutnya diubah
dengan UU No. 50 Tahun 2009 tentang UU PAG.
• Susunan PA terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera,
sekretaris, dan seorang wakil ketua.
• Kewenangannya memeriksa perkara bagi orang-orang yang
beragama islam seperti bidang perkawinan kewarisan, hibah,
wasiat, wakaf, zakat, infaq atas dasar hukum Islam serta
shodaqoh dan ekonomi syariah.
• Peradilan militer pada awal mulanya diatur berdasar UU No. 5
Tahun 1950, bahwa kekuasaan kehakiman dalam peradilan
militer dilakukan oleh pengadilan tentara, pengadilan tentara
tinggi, dan mahkamah agung tentara.
• Pada tahun 1972 dan 1973 menteri kehakiman dan
menhankam / panglima ABRI dengan mengeluarkan surat
keputusan bersama mengganti peradilan militer menjadi
mahkamah militer.
• Pada tahun 1997 UU No. 5 Tahun 1950 diganti dengan UU No.
31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang terdiri dari,
pengadilan militer, pengadilan militer tinggi, pengadilan
militer utama dan pengadilan militer pertempuran (pasal 12).
• Pasal 1 UU No. 31 Tahun 1997 jo. Pasal 11 ayat (1) UU No. 48
Tahun 2009 pengadilan militer berwenang.
1. Mengadili seseorang yang pada waktu melakukan tindak
pidana adalah
a. Prajurit militer
b. Berdasarkan UU disamakan dengan prajurit
c. Anggota suatu golongan / jawatan/ badan menurut
suatu UU dipersamakan dengan prajurit.
d. Seseorang oleh keputusan Panglima Militer yang
disetujui oleh MA harus diadili oleh Peradilan Militer.
2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Militer / TNI.
3. Menggolongkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara
pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak
yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak
pidana yang menjadi dasar dakwaan dan sekaligus
memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan
(pasal 9 UU No. 31 / 1997).
• Peradilan militer tingkat pertama kekuasaan memeriksa
perkaranya dengan terdakwa
1. Prajurit berpangkat kapten kebawah
2. Orang-orang yang dipersamakan dengan prajurit
dengan pangkat kapten ke bawah.
3. Orang-orang yang berdasar keputusan panglima TNI
dengan persetujuan MA harus diadili berdasarkan hukum
militer.
• Demikian juga pengadilan tinggi militer mempunyai
kewenangan pada tingkat pertama, memeriksa memutus
perkara pidana dengan terdakwa berpangkat mayor keatas,
serta memeriksa dan memutus perkara banding yang
dimintakan banding yang diputus oleh pengadilan militer.
• Sedangkan pengadilan militer utama berwenang
memeriksa dan memutus pada tingkat banding
perkara pidana, sengketa tata usaha militer / TNI yang
telah diputus pada tingkat pertama oleh pengadilan
militer tinggi yang dimintakan banding.
• Juga pengadilan militer utama memutus pada tingkat
pertama dan terakhir, semua sengketa tentang
wewenang mengadili, antara pengadilan militer yang
berkedudukan di daerah hukum pengadilan militer
tinggi yang berlainan, antara pengadilan militer tinggi
dan antara pengadilan militer dan pengadilan militer.
• Sedangkan PTUN diatur dalam UU No. 5 Tahun 1986,
kemudian diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 tentang
PTUN, UU ini kemudian diubah dengan UU No. 51 Tahun 2009
tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UUPTUN).
• PTUN adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan terhadap tata usaha negara (pasal 4
UU No. 51 / 2009).
• Sedangkan sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam
bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan
badan atau pejabat TUN baik di pusat maupun di daerah
sebagai akibat dikeluarkannya kep. TUN termasuk
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (pasal 1 angka 10 UU PTUN).
• Sebagai akibat UUD 1945 diamandemen, pasal 24 ayat 2
dibentuklah UK sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman selain
MA.
• MK merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam pasal 24 UUD
1945 jo. Pasal 1 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2011 tentang MK.
• Pasal 24 C UUD 1945 jo. Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 UU MK
berikut.
1. Sebagai salah satu lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman.
2. Kedudukan MK di ibu kota negara.
3. Terdiri dari 9 hakim konstitusi, seorang ketua
merangkap anggota dan 7 orang anggota hakim konstitusi.
4. Ketua dan wakil ketua dipilih oleh hakim konstitusi
dengan jabatan atau selama 3 tahun.
5. Pemilihan ketua dan wakil ketua dipimpin oleh yang paling
tua usianya.
6. Sebagai pejabat negara, dan dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh sekjen dan kepantraan.
• Tugas dan kewenangannya
1. Mengadili tingkat pertama dan terakhir, menguji UU,
sengketa kewenangan lembaga negara memutus
pembubaran parpol, memutus perselisihan pemilu.
2. MK wajib memberi putusan atas pendapat
DPR bahwa presiden dan atau wakil presiden
diduga telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya.
HUKUM PERDATA
• Hukum perdata adalah aturan-aturan hukum yang mengatur
tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan
dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan
masyarakat maupun pergaulan keluarga atau hukum yang
mengatur hubungan antara orang perseorangan.
• Sistimatika hukum perdata
a. Menurut KUH Perdata
1. Buku I berjudul tentang orang (van persoonen)
2. Buku II tentang benda (van zaken)
3. Buku III tentang perikatan (van verbintennisen)
4. Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa (van bewijs
en verjaring).
b. Sistematika menurut ilmu pengetahuan
1. Hukum tentang orang / hukum perorangan
(persoonenrecht) yang mengatur tentang, orang sebagai
subyek hukum dan orang dalam kecakapannya untuk
memiliki hak dan kecakapan bertindak.
2. Hukum kekeluargaan / hukum keluarga (familie recht)
yang memuat antara lain, perkawinan, perceraian,
hubungan hukum yang timbul karena perkawinan,
hubungan anak dengan orang tua, perwalian,
kekuasaan orang tua, pengampuan.
3. Hukum harta kekayaan (permogenrecht) seperti adanya
hak mutlak, hak perseorangan.
4. Hak waris (erfrecht)
HUKUM PERORANGAN
(PERSOONENRECHT)
• Orang / persoon sebagai subyek hukum yaitu
membawa hak dan kewajiban dimana subyek
hukum itu terdiri dari manusia / natuurlijk
persoon dan badan hukum (rechts persoon).
• Manusia sebagai subyek hukum terjadi sejak
ia lahir dan berakhir setelah ia meninggal
dunia dan sejak ia lahir hidup ia sudah
dianggap sebagai subyek hukum.
• Bila ia meninggal di waktu lahir dianggap tidak pernah ada
dan ini dinamakan rechtsfictie.
• Badan hukum sebagai subyek hukum untuk itu badan
hukum sebagai pembawa hak dan kewajiban misalnya,
negara, propinsi, kabupaten, PT, yayasan, wakap, gereja
dsb.
• Suatu perkumpulan dapat juga dijadikan Badan Hukum asal
saja memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum
1. Didirikan dengan Akta Notaris
2. Di daftarkan di kapanitraan PN setempat.
3. Anggaran dasarnya disahkan oleh Menkum ham.
4. Diumumkan dalam Berita Negara.
• Orang dan Badan Hukum sebagai subyek hukum dapat
melakukan perbuatan hukum sebagai pelaksanaan hak
dan kewajiban.
• Akan tetapi tidak setiap orang dapat bertindak sendiri
dalam melaksanakan haknya maupun memenuhi
kewajibannya setiap orang yang tidak mampu bertindak
sendiri dalam hukum (onrechtsbekwaamheid).
• Orang-orang yang tidak cakap bertindak dalam hukum
yaitu orang belum dewasa, orang yang berada di bawah
pengawasan/ pengampuan/ curatele dan orang-orang
yang dilarang oleh UU untuk melakukan perbuatan
hukum / perjanjian.
HUKUM KELUARGA
• Hukum keluarga adalah rangkaian peraturan
hukum yang timbul untuk mengatur pergaulan
hidup kekeluargaan, yang meliputi :
a. Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht)
b. Perwalian (voogdij)
c. Pengampuan (curatele)
d. Perkawinan
• Kekuasaan orang tua yaitu, semua anak di bawah
umur / belum pernah kawin sebelumnya berada di
bawah kekuasaan orang tuanya.
• Artinya bahwa selama anak belum dewasa orang tua
mempunyai kewajiban alimentasi yaitu kewajiban
untuk memelihara, mendidik, memberi nafkah
hingga anak-anak itu dewasa atau sudah kawin.
• Perwalian yaitu orang yang mengurus keperluan dan
kepentingan hukum anak-anak di bawah umur anak
yang tidak berada dalam kekuasaan orang tua, dan
anak-anak tersebut memerlukan bimbingan dan
pemeliharaan.
• Pengampuan, orang-orang ditaruh di bawah pengampuan
sebenarnya adalah orang-orang yang sudah dewasa tetapi
tidak mampu mengurus kepentingannya sendiri secara
baik.
• Perkawinan menurut hukum perdata adalah hubungan
keperdataan antara seorang pria dan seorang wanita dalam
hidup bersama sebagai suami istri.
• Perkawinan itu sah menurut hukum perdata
1. Calon mempelai dalam keadaan tidak kawin
2. Laki-laki berumur 18 tahun wanita 15 tahun
3. Dilakukan dimuka pegawai kantor Pemecatatan Sipil
4. Tidak ada pertalian darah yang terlarang
5. Dengan kemauan bebas.
• Hak dan kewajiban suami istri
1. Suami mempunyai kekuasaan materiil artinya suami
sebagai kepala rumah tangga dan bertanggung
jawab atas istri dan anak-anaknya.
2. Adanya kewajiban memberi nafkah, memelihara
dan mendidik.
3. Istri wajib mengikuti kewarganegaraan suami.
4. Istri wajib mengikuti tempat tinggal suami.
• Setelah diundangkan UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan maka ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang perkawinan yang diatur dalam KUH Perdata
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
• Kemudian segala perbuatan hukum yang
berkaitan dengan perkawinan diatur dalam
UU No. 1 Tahun 1974 serta peraturan
pelaksanaan lainnya.
HUKUM BENDA
• Benda (zaak) dalam arti ilmu pengetahuan
adalah segala sesuatu yang dapat menjadi
obyek hukum, dan menurut ketentuan KUH
Perdata benda adalah tiap-tiap barang dan
tiap-tiap hak yang dapat menjadi milik orang.
• Benda dibedakan yaitu benda tetap atau
benda tak bergerak yaitu benda yang karena
sifatnya, tujuannya atau penetapan UU
dinyatakan sebagai benda tetap.
• Benda bergerak yaitu benda-benda yang karena sifatnya
atau karena penentuan UU dianggap benda bergerak.
• Disamping itu benda juga dibedakan yaitu benda
berwujud dan benda tak berwujud, benda yang sudah
ada dan benda yang akan ada, benda perdagangan dan
benda di luar perdagangan benda yang dapat dibagi dan
benda yang tak dapat diganti.
• Semua benda itu dapat dimiliki dan dikuasai oleh
manusia / subyek hukum karena itu diperlukan adanya
aturan hukum untuk mengaturnya (kemudian muncullah
hukum kebendaan).
• Hukum benda bersifat mutlak artinya dapat berlaku dan
harus dihormati oleh setiap orang.
• Hak kebendaan menurut hukum keperdataan diantaranya
hak bezit, hak eigendom, hak pengabdian pekarangan, hak
opstal / hak numpang barang, hak erfpacht, hak pakai
hasil, hak gadai, hak hipotik.
• Dengan diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1960 UUPA maka
Buku II KUHPer dinyatakan tidak berlaku yang mengenai
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
kecuali mengenai hipotik.
• Pada tahun 1996 dikeluarkanlah UU No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan yang mengatur tentang hak
tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah dan juga benda-benda yang diatur
dalam pasal 314 KUH Dagang yakni kapal-kapal dengan
minimal isi muatan 20 meter kubik.
• Menurut UUPA hak-hak atas tanah adalah,
hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai dan hak sewa.
HUKUM PERIKATAN
• Hukum perikatan (verbintenissenrecht) adalah
peraturan-peraturan hukum yang mengatur
hubungan hukum yang bersifat kehartaan antara dua
orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas
suatu prestasi tertentu, sedangkan pihak yang lain
wajib memenuhi prestasi itu.
• Macam-macam prestasi (pasal 1234 KUH Perdata)
1. Memberikan sesuatu
2. Berbuat sesuatu
3. Tidak berbuat sesuatu
• Macam-macam perikatan
1. a. Perikatan sipil Macam-macam prestasi (pasal
1234 KUH Perdata)
b. Perikatan wajar
2. a. Perikatan yang dapat dibagi
b. Perikatan yang tak dapat dibagi
3. a. Perikatan pokok
b. Perikatan tambahan
4. a. Perikatan spesifik
b. Perikatan generik
5. a. Perikatan sederhana
b. Perikatan jamak
6. a. Perikatan murni
b. Perikatan bersyarat
HUKUM ACARA PIDANA
• Hukum acara pidana adalah peraturan yang mengatur
tentang bagaimana cara alat-alat perlengkapan
pemerintah melaksanakan tuntutan, memperoleh
keputusan pengadilan, oleh siapa keputusan pengadilan
itu harus dilaksanakan jika ada seseorang atau
sekelompok orang yang melakukan perbuatan pidana.
• Sehingga hukum acara pidana itu merupakan peraturan
hukum tata cara aparatur negara yang berwenang
(polisi, jaksa, hakim) melaksanakan dan
mempertahankan hukum pidana materiil yang dilanggar.
• Tugas Hukum Acara Pidana
1. Mencari dan mendapatkan kebenaran materiil.
2. Memperoleh keputusan oleh hakim.
3. Melaksanakan keputusan hakim.
• Fungsi hukum acara pidana
1. Mencari dan menemukan kebenaran materiil.
2. Putusan hakim.
3. Pelaksanaan keputusan hakim
• Tujuan hukum acara pidana, berhubungan erat dengan
tujuan hukum pidana yaitu menciptakan ketertiban,
ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan
masyarakat.
• Asas-asas hukum acara pidana
1. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, bila
telah lewat waktu pemahaman, penyidik, penuntut umum
dan hakim harus sudah mengeluarkan tersangka atau
terdakwa dari tahanan demi hukum. Ini mengandung
konsekuensi bahwa penyidik, penuntut umum, dan hakim
wajib mempercepat penyelesaian perkara.
2. Asas praduga tidak bersalah (presumtion of innocence)
setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,
dan dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap
tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap.
3. Asas Oportunitas
Kekuasaan penuntun sepenuhnya ada pada
penuntut umum ata jaksa, hakim hanya
menunggu dari tuntutan jaksa untuk memeriksa
suatu perkara pidana.
Asas oportunitas adalah asas hukum yang
memberikan wewenang kepada penuntut
umum / jaksa untuk menuntut atau tidak
menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang
atau korporasi yang telah mewujudkan
perbuatan pidana demi kepentingan umum.
4. Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum
setiap persidangan di pengadilan harus terbuka untuk
umum, tapi dalam pemeriksaan dapat dilakukan secara
tertutup (perkara kesusilaan, terdakwa anak-anak),
sedangkan pengucapan putusannya harus diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum.
Bila putusan hakim diucapkan dalam sidang tertutup
maka putusan itu tidak akan berlaku karena dianggap
tidak sah.
5. Asas semua orang diperlakukan sama di depan hakim
perlakuan yang sama kepada semua di depan
pengadilan (pengadilan mengadili menurut hukum
dengan tidak membeda-bedakan).
6. Peradilan dilakukan oleh hakim
Bahwa putusan tentang salah atau tidaknya perbuatan
terdakwa dilakukan oleh hakim.
7. Asas tersangka dan terdakwa berhak mendapat bantuan
hukum.
8. Asas aku sator dan inki sator
Asas akusator adalah memberikan kedudukan sama pada
tersangka / terdakwa terhadap penyidik / penuntut
umum ataupun hakim, karena tersangka / terdakwa
merupakan subyek.
Asas inkisator kebalikan asas akusator-obyek .
9. Pemeriksaan hakim langsung dan lisan, pemeriksaan oleh
hakim secara lisan dan langsung terhadap terdakwa
maupun para saksi.
PARA PIHAK / SUBYEK DALAM HUKUM ACARA PIDANA

1. Tersangka adalah seseorang yang karena


perbuatannya atau keadaan berdasarkan
bukti permulaan patut diduga sebagai
pelaku perbuatan pidana.
2. Terdakwa adalah seorang tersangka yang
dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang
pengadilan.
3. Penuntut umum / jaksa.
4. Penyidik dan penyelidik
Penyidik adalah pejabat polisi negara RI atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh UU untuk melakukan penyidik.
Penyelidik adalah pejabat polisi negara RI yang
diberi wewenang oleh UU untuk melakukan
penyelidikan.
5. Penasehat hukum / advokat adalah seseorang yang
membantu tersangka / terdakwa sebagai pendamping
dalam pemeriksaan.

• Dd
• Proses Beracara
Sesuai kewenangannya penegak hukum, tahapan/ proses
beracara tahapannya adalah : penyelidikan, penyidikan oleh
kepolisian, penuntutan oleh penuntut umum, pemeriksaan
terdakwa oleh hakim dipersidangan pengadilan, pelaksanaan
putusan / eksekusi oleh jaksa / penuntut umum, upaya hukum
baik biasa maupun luar biasa.
• Alat bukti perkara pidana
 Keterangan saksi
 Keterangan ahli
 Surat
 Petunjuk
 Keterangan terdakwa
HUKUM DAGANG
• Hukum dagang adalah keseluruhan peraturan
atau norma hukum yang mengatur hubungan
hukum antara kepentingan perseorangan dan
atau badan di bidang perdagangan.
• Hukum dagang adalah hukum khusus / lex
specialis sebagaimana diatur dalam pasal 1
KUH Dagang, terjadi pemisahan (bukan dalam
arti terpisah) karena perkembangan yang
terjadi dalam kodifikasi.
• Sumber-sumber Hukum Dagang
1. KUH Dagang dan KUH Perdata
2. Peraturan perundang-undangan lainnya
3. Perjanjian
4. Kebiasaan
5. Yurisprudensi
6. Doktrin
• Hubungan KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat
sebagai hukum privat.
• Pasal 1 KUHD menentukan bahwa :
“KUH perdata seberapa jauh daripadanya dalam kitab ini
tidak diadakan penyimpangan secara khusus, berlaku juga
terhadap yang diatur dalam kitab ini.
• Dari ketentuan tersebut maka antara kedua kitab
tersebut mengatur hal yang sama (KUHD dan KUH Per)
maka yang diberlakukan adalah aturan hukum yang
diatur dalam KUHD.

SISTEMATIKA KUHD
• Semula KUHD terdiri dari tiga buku, buku I tentang
perdagangan pada umumnya buku II tentang hak dan
kewajiban yang diakibatkan pelayaran atau pelayaran
dan buku III tentang kepailitan.
• Kemudian buku III dipisah dari KUHD dalam UU
tersendiri yaitu UU kepailitan sehingga sekarang KUHD
hanya terdiri dari dua buku saja.
• Perdagangan pada umumnya diatur dalam buku I
meliputi pembukuan, macam perseroan dan badan
usaha, bursa perniagaan, makelar, kasir,
komisioner, pengangkutan surat berharga dan
sebagainya.
• Hak dan kewajiban dalam pelayaran kapal laut dan
muatan, pengusaha kapal, ABK dsb.
• Persekutuan dagang yang dikenal dengan
perseroan seperti maatschap / rekanan /
perserikatan, perseroan komanditer
(commanditaire ucnnotschap), firma, Perseroan
Terbatas.
HUKUM PIDANA
• Hukum pidana adalah keseluruhan aturan hukum atau hukum
yang mengatur perbuatan seseorang atau badan yang
dilakukan dengan salah dan melanggar hukum pidana serta
diancam dengan sanksi pidana.
• Hukum pidana ibarat pedang, bermata dua artinya hukum
pidana itu melindungi kepentingan setiap orang dalam
masyarakat disisi lain merampas hak / kepentingan orang
yang melanggarnya.
• Tujuan hukum pidana mengatur kehidupan masyarakat
sehingga kepentingannya terlindungi dengan menjatuhkan
sanksi kepada pelanggarnya sehingga ketertiban dan
keteraturan dalam masyarakat dapat terjaga.
• Dari tujuan hukum pidana tersebut dapat dibagi dua
yaitu :
1. Tujuan preventif / pencegahan yaitu menakut nakuti
agar orang tidak melakukan perbuatan pidana.
2. Tujuan represif untuk mendidik orang yang telah
melakukan perbuatan pidana.
• Hukum pidana dibagi :
1. Hukum pidana obyektif (ius poenale) : seluruh
peraturan yang memuat keharusan atau larangan
disertai ancaman hukuman bagi yang melanggarnya,
kemudian hukum obyektif dibedakan :
a. Hukum pidana materiil yaitu semua peraturan yang
memuat rumusan tentang :
- Perbuatan yang dapat dihukum
- Siapa yang dapat dihukum
- Hukuman apa yang dapat diterapkan
• Hukum pidana materiil dibagi lagi
1. Hukum pidana umum / berlaku bagi semua orang /
umum
2. Hukum pidana khusus / berlaku bagi orang tertentu /
untuk perkara tertentu.
b. Hukum pidana formil / hak untuk memelihara /
mempertahankan hukum pidana materiil.
• 2 hukum pidana subyektif : hak negara untuk menghukum
seseorang berdasarkan hukum obyektif diantaranya :
a. Hak negara untuk memberikan ancaman hukuman
b. Hak jaksa untuk menuntut pelaku tindak pidana
c. Hak hakim untuk memutuskan suatu perkara
• Peristiwa pidana / tindak pidana
Adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur
perbuatan yang dilarang oleh UU, sehingga siapa yang
menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana
(hukuman).
• Unsur peristiwa pidana ditinjau
1. Segi obyektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa
pidana adalah perbuatan yang melawan hukum yang
sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang dan
diancam dengan hukuman.
2. Segi subyektif peristiwa pidana adalah perbuatan yang
dilakukan seseorang secara salah.
• Peristiwa pidana / tindak pidana
Adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur
perbuatan yang dilarang oleh UU, sehingga siapa yang
menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana
(hukuman).
• Unsur peristiwa pidana ditinjau
1. Segi obyektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa
pidana adalah perbuatan yang melawan hukum yang
sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang dan
diancam dengan hukuman.
2. Segi subyektif peristiwa pidana adalah perbuatan yang
dilakukan seseorang secara salah.
• Syarat peristiwa sebagai suatu peristiwa pidana
1. Harus ada suatu perbuatan
2. Perbuatan sesuai rumusan UU
3. Adanya kesalahan
4. Ada ancaman hukumannya.

PERBUATAN PIDANA (DELIK)


• Delik adalah perbuatan seseorang atau sekelompok
orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau
perbuatan yang melanggar hukum pidana dan
diancam dengan hukuman.
• Delik dibedakan menjadi :
1. Delik formil : suatu perbuatan pidana yang sudah
dilakukan dan perbuatan itu benar-benar
melanggar ketentuan yang dirumuskan dalam
pasal UU yang bersangkutan.
2. Delik materiil : suatu perbuatan pidana yang
dilarang, yaitu akibat yang timbul dari perbuatan
itu.
3. Delik dolus : dilakukan dengan sengaja.
4. Delik culpa : dilakukan tidak sengaja.
5. Delik aduan : memerlukan pengaduan
6. Delik politik : ditujukan kepada keamanan negara.
• Sistematika KUHP
Buku I : mengatur ketentuan umum (pasal 1-pasal 103)
Buku II : tentang kejahatan (31 bab : pasal 104-pasal 488)
Buku III : tentang pelanggaran (10 bab : pasal 489-pasal 569)
• Jenis hukuman
Diatur dalam pasal 10 KUHP yang menentukan adanya
hukuman pokok dan hukuman tambahan.
• Hukuman pokok
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
.
• Hukuman tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan / penyitaan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim.
• Dasar pembenar penjatuhan pidana
1. Teori absolut : tujuan penjatuhan pidana terletak pada hukum
pidana itu sendiri : …..barang siapa yang melakukan suatu
perbuatan pidana harus dijatuhi hukuman pidana.
2. Teori relatif : tujuan pemidanaan adalah
a. Mencegah terjadinya kejahatan
b. Menakut-nakuti
c. Memperbaiki orang yang melakukan tindak
pidana.
d. Memberikan perlindungan kepada masyarakat.
3. Teori gabungan : merupakan kombinasi kedua teori
diatas, tujuan pemidanaan karena orang yang
melakukan kejahatan dan agar dia tidak melakukan
kejahatan lagi.
• Setelah hakim menjatuhkan hukuman dan sudah
mempunyai kekuatan hukum maka terpidana harus
menjalani hukumannya sesuai putusan hakim.
• Terpidana tidak perlu menjalani hukumannya karena
1. Matinya terdakwa
2. Daluwarsa
• Aturan diluar KUHP yaitu pemberian amnesti /
penghapusan akibat hukumnya dan pemberian grasi /
pengampunan.
• KUHP juga mengatur tentang hapusnya
kewenangan jaksa untuk menuntut :
1. Nebis in idem
2. Daluwarsa
3. Matinya terdakwa
• Sedangkan diluar KUHP
1. Abolisi (penghapusan penuntutan)
2. Amnesti
• Asas-asas Hukum Pidana
1. Asas legalitas : adagium nullum delietum nulla poena
sine praevia lege poenali : tidak ada perbuatan yang
dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana
dalam perundang-undangan yang telah ada
sebelum perbuatan dilakukan (pasal 1 ayat 1 KUHP.
2. Asas teritorial : suatu asas yang memberlakukan KUHP
bagi semua orang yang melakukan perbuatan
pidana diseluruh wilayah Indonesia (pasal 2+3
KUHP).
3. Asas nasional aktif : KUHP berlaku terhadap orang-
orang Indonesia yang melakukan perbuatan pidana di luar
wilayah RI (asas personalitet).
4. Asas nasional pasif : KUHP berlaku
terhadap siapapun juga baik WNI maupun
WNA yang melakukan perbuatan pidana
diluar wilayah Indonesia (asas
perlindungan).
5. Asas universal : KUHP berlaku terhadap
perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah
Indonesia yang bertujuan untuk merugikan
kepentingan Internasional, contoh
pembajakan kapal di laut bebas, pemalsuan
mata uang negara tertentu.

Anda mungkin juga menyukai