Anda di halaman 1dari 42

POKOK BAHASAN I

PENDAHULUAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Mahasiswa dapat memahami tentang pengertian, ruang lingkup/objek
dan tujuan Pengantar Hukum Indonesia, sejarah tata hukum Indonesia
dan keanekaragaman hukum positif di Indonesia

A. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP OBJEK PHI

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian dan ruang lingkup
objek Pengantar Hukum Indonesia dan dapat membedakannya
dengan Pengantar Ilmu Hukum

Dalam mempelajari ilmu hukum ada dua cabang ilmu pengantar yang
sama-sama membahas tentang hukum, yaitu Pengantar Hukum Indonesia
(PHI) dan Pengantar Ilmu Hukum (PIH), tetapi objek kajiannya berbeda.
Pengantar Hukum Indonnesia (PHI) merupakan suatu cabang ilmu
pengetahuan hukum yang membahas atau mempelajari hukum yang berlaku
sekarang di Indonesia atau hukum positif Indonesia (ius constitutum = hukum
positif), sedang PIH membahas atau mempelajari hukum dalam konteks yang
universal, dalam artian tidak terbatas pada tempat dan waktu. Pengertian
universal bukanlah berlakunya hukum itu tetapi adalah bagian-bagian atau segi-
segi dari objek hukumnya itu yang berlaku secara universal, seperti subyek dan
obyek hukum, akibat hukum dan unsur-unsur hukum. Oleh karena itu dapatlah
dikatakan bahwa PIH merupakan dasar atau basic dari Pengantar Hukum
Indonesia.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa obyek PHI adalah
hukum positif Indonesia atau hukum yang berlaku pada saat sekarang di
Indonesia.
Soal Ujian
Jelaskan pengertian dan ruang lingkup objek Pengantar Hukum
Indonesia (PHI) dan jelaskan perbedaannya dengan
Pengantar Ilmu Hukum (PIH)

B. TUJUAN MEMPELAJARI PENGANTAR HUKUM


INDONESIA (PHI)

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Mahasiswa dapat memahami tentang pengertian, ruang lingkup/objek
dan tujuan Pengantatar Hukum Indonesia, sejarah tata hukum
Indonesia dan keanekaragaman hukum positif di Indonesia

Menurut Prof. Kusmadi Pudjosewojo, tujuan mempelajari PHI adalah


untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan yang luas tentang asas-asas
hukum yang berlaku sekarang di Indonesia, terutama tentang :
1. Perbuatan atau tindakan manakah yang boleh menurut hukum atau
bertentangan dengan hukum;
2. Bagaimana kedudukan dan wewenang seseorang di dalam masyarakat atau
bagaimana hak dan kewajibannya;
3. Sanksi-sanksi apa saja yang diderita oleh seseorang bila orang tersebut
melanggar peraturan hukum yang berlaku.

Soal Ujian
Jelaskan tujuan mempelajari Pengantar Hukum Indonesia (PHI)
menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo

C. SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Mahasiswa mampu menguraikan tentang


sejarah tata hukum Indonesia

Tata hukum Indonesia adalah hukum yang ditetapkan oleh Bangsa


Indonesia sendiri, oleh karena itu adanya tata hukum Indonesia adalah sejak

2
adanya negara hukum Indonesia, yaitu sejak Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945. Dengan demikian sejak Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia
telah mengambil keputusan untuk menentukan dan melaksanakan hukum
Indonesia sendiri, yaitu hukum bangsa Indonesia.
Terkait dengan pelaksanaan hukum Indonesia tersebut dituangkan dalam
Memorandum DPRGR tanggal 9 Juni 1966, antara lain menyatakan bahwa :
“Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dinyatakan pada tanggal 17-8-1945
adalah detik penjebolan tertib hukum kolonial dan sekaligus detik
pembangunan tertib hukum nasional, tertib hukum Indonesia”.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan tata hukum
Indonesia bertitik tolak dari sejak Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945. Oleh karena itu Proklamasi berarti :
1. Menegaskan Indonesia menjadi suatu negara
2. Pada saat itu pula menetapkan tata hukum Indonesia.
Sebagai landasan dasar untuk kesempurnaan pembangunan dan
pelaksanaan tata hukum Indonesia tersebut pada tanggal 18 Agustus 1945,
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), menetapkan dan
mengesahkan UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Di dalam UUD 1945 inilah tertulis secara garis besar tentang dasar-
dasar tata hukum Indonesia. Namun dikarenakan undang-undang organik pada
waktu itu, hingga dewasa ini masih belum banyak, maka untuk mengisi
kekosongan hukum itu, melalui ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945,
diperlakukan banyak peraturan-peraturan yang berasal dari zaman Hindia
Belanda selama tidak bertentangan dengan jiwa UUD 1945. Di mana pada
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, dinyatakan bahwa : “Segala Badan
negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”. (A. Siti Soetami, 1995:
2).

3
Soal Ujian
Uraikan secara singkat sejarah hukum Indonesia,
dan sebutkan dasar hukumnya.

D. POLITIK HUKUM INDONESIA

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan dan menganalisis
perkembangan politik hukum Indonesia

Menurut Teuku Mohammad Radhie (1973), “Politik hukum diartikan


sebagai pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku
di wilayahnya, dan mengenai arah ke mana hukum hendak diperkembangkan.”
Di dalam UUD 1945 tidak ditemukan satu pasal pun yang menuliskan
tentang politik hukum negara Indonesia, namun hal itu tersirat dalam
Pembukaan UUD 1945. Terkaitkan dengan politik hukum negara Indonesia
dijumpai pada Pasal 102 UUDS 1950 yang menghendaki dikodifikasinya
lapangan-lapangan hukum tertentu, yang menyatakan bahwa :
“Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun hukum
pidana militer, hukum acara perdata dan hukum acara pidana, susunan
kekuasaan pengadilan, diatur dengan undang-undang dalam kitab-kitab
hukum, kecuali jika pengundang-undang menganggap perlu untuk
mengatur beberapa hal dalam undang-undang tersendiri”

Politik hukum Indonesia mulai dirumuskan sejak tahun 1973 dengan


terbentuknya lembaga MPR hasil pemilihan umum, yang menetapkan GBHN
melalui Ketetapannya Nomor IV/MPR/1973, yang didalamnya resmi dan tegas
digariskan politik hukum pemerintah RI, dan senantiasa diperbaharui setiap
lima tahun sekali, yaitu melalui Tap MPR Nomor IV/MPR/1978, kemudian Tap
MPR Nomor II/MPR/1983, dan Tap MPR Nomor II/MPR/1988, dan Tap MPR
Nomor II/MPR/1993, yang intinya bahwa politik hukum negara Indonesia
meliputi :
1. Materi Hukum;
2. Aparatur Hukum;

4
3. Sarana dan prasarana; dan
4. Pembinaan budaya hukum masyarakat.

Perumusan Politik hukum menurut Tap MPR Nomor II/MPR/1993


meliputi :
1. Pembangunan di bidang hukum dalam negara hukum Indonesia adalah
berdasar atas landasan sumber tertib hukum negara, yaitu cita-cita yang
terkandung pada pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang
luhur yang meliputi suasana jiwa serta watak dari bangsa Indonesia yang
dipadatkan dalam Pancasila dan UUD 1945.
2. Pembinaan bidang hukum harus mampu mengarahkan dan menampung
kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadaran hukum rakyat yang
berkembang ke arah modernisasi menurut tingkat-tingkat kemajuan
pembangunan di segala bidang sehingga tercapai ketertiban dan kapasitas
hukum sebagai prasarana yang harus ditujukan ke arah peningkatan
Pembina kesatuan bangsa sekaligus berfungsi sebagai sarana menunjang
perkembangan modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh, dilakukan
dengan :
a. Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan
antara lain mengadakan pembaharuan, kodifikasi serta unifikasi hukum
di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran
hukum dalam masyarakat
b. Menertibkan fungsi lembaga-lembaga hukum menurut proporsinya
masing-masing.
c. Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak-penegak hukum

Pembinaan hukum yang dilakukan tidak hanya membuat yang baru tapi
juga menyesuaikan hukum yang ada di dalam masyarakat. Pembinaan itu
sendiri harus mempunyai pola, dalam hal ini adalah wawasan nusantara.
Di dalam negara Republik Indonesia akan hanya dikenal satu hukum
nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional. Hukum yang disusun
adalah hukum yang modern, meningkat sesuai dengan kemampuan, sesuai
dengan kebutuhan, yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

5
1. Konsentris, artinya adanya suatu tangan yang mengatur/membuat (yaitu
undang-undang)
2. Konvergen, artinya hukum Indonesia bersifat terbuka terhadap perubahan
dan perkembangan.
3. Tertulis untuk menjamin kepastian hukum.

Soal Ujian :

1. Apa yang dimaksud dengan politik hukum menurut Teuku


Mohammad Radhie ?
2. Jelaskan 4 arah pembangunan politik hukum negara Indonesia !

DAFTAR PUSTAKA

Pudjosowoyo, Kusumadi, Pedoman Tata Hukum Indonesia, Aksara Baru,


Jakarta, 1984.

Soetami, A. Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Eresco, Bandung, 1995.

6
POKOK BAHASAN II
SUMBER-SUMBER HUKUM POSITIF
DAN PEMBEDAAN JENIS-JENIS
HUKUM
TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM :
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang sumber-sumber
hukum positif di Indonesia dan pembedaan jenis-jenis hukum

A. Sumber-sumber Hukum Positif

TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang
sumber-sumber hukum positif

Sumber hukum adalah segala apa saja yang dapat menimbulkan aturan-
aturan dan mempunyai kekuatan hukum yang bersifat memaksa, yakni aturan-
aturan apabila dilanggar akan mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.

Sumber hukum dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :


1. Sumber hukum materiil
Adalah bahan-bahan yang dapat menjadi isi hukum yang mengatur
kehidupan manusia, yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya
dan pertahanan dan keamanan (ipoleksosbudhankam).
2. Sumber hukum formil
Adalah sumber hukum yang sudah memiliki bentuk atau format tertentu,
yang terdiri dari :
a. Undang-undang (Statute)
b. Kebiasaan (custom)
c. Keputusan hakim (jurisprudence)
d. Traktat (treaty)
e. Pendapat sarjana/ahli hukum (doktrin)

7
Ad. a. Undang-undang (Statute)
Undang-undang adalah peraturan negara yang mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh negara.
Undang-undang mempunyai dua arti, yaitu :
1) Undang-undang dalam arti formal atau undang-undang dalam arti
sempit, ialah setiap peraturan atau ketetapan yang dibentuk oleh alat
perlengkapan negara yang diberi kekuasaan membentuk undang-
undang dan diundangkan sebagaimana mestinya.
Contoh : UUD yang dibuat berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945. Alat
perlengkapan negara itu ialah Presiden dengan persetujuan DPR.
2) Undang-undang dalam arti materil atau undang-undang dalam arti luas,
ialah setiap peraturan atau ketetapan yang tidak dibuat oleh badan
pengundang-undangan tapi isinya berlaku mengikat umum (setiap
orang).
Contoh : Peraturan Pemerintah Provinsi, berlaku umum untuk daerah
provinsi yang bersangkutan.

Untuk membedakan antara undang-undang dalam arti materil,


biasanya digunakan istilah sendiri, yaitu untuk undang-undang dalam arti
formil dengan sebutan “undang-undang”, sedangkan untuk undang-undang
dalam arti materil dengan istilah “peraturan”.
Agar suatu undang-undang mempunyai kekuatan mengikat dan dapat
berlaku, maka syaratnya adalah :
1. Harus diundangkan dalam lembaran negara
2. Tiap-tiap undang-undang diberi tahun terbentuknya dan nomor urut.

Tiap-tiap undang-undang yang telah diundangkan dalam lembaran negara,


berlaku “fictie hukum” yang artinya setiap orang dianggap telah mengetahui
adanya suatu undang-undang yang telah diundangkan.

Berakhirnya suatu undang-undang apabila :


1. Jangka waktu berlakunya telah ditentukan oleh undang-undang itu sudah
lampau;

8
2. Keadaan atau hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak
ada lagi;
3. Undang-undang itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang
membuatnya;
4. Telah diadakan undang-undang yang baru, yang isinya bertentangan
dengan undang-undang yang berlaku.

Asas-asas berlakunya perundang-undangan yang kita kenal antara lain :


1. Undang-undang tidak belaku surut
2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi
kedudukannya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula;
3. Undang-undang yang berlaku kemudian, membatalkan undang-undang
terdahulu yang mengatur materi yang sama (lex posteriore derogat lex
priori);
4. Undang-undang yang berlaku khusus mengenyampingkan undang-
undang yang bersifat umum (lex specialis derogat lex generalis).

Ad. b. Kebiasaan (custom)


Kebiasaan adalah suatu perbuatan yang tetap dilakukan secara
berulang-ulang dalam hal yang sama. Kebiasan bukan hasil putusan dari
badan legislatif dalam negara. Kebiasaan itu walaupun tidak ditentukan oleh
pemerintah namun diakui dan ditaati, sehingga lambat laun menjadi
peraturan yang teguh. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh
masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan maka
perbuatan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai
pelanggaran hukum.
Menurut Pasal 15 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor
Indonesia (AB): “Kebiasaan tidaklah menimbulkan hukum, hanya kalau
undang-undang menunjuk pada kebiasaan untuk diperlakukan”. Jadi
dengan demikian hakim harus memakai kebiasaan dalam hal undang-
undang menunjuk pada kebiasaan.

9
Perbedaan yang mendasar antara kebiasaan dan adat :
1. Dilihat dari paham Kebiasaan muncul dari individualisme
Adat muncul dari paham kolektivisme
2. Dilihat dari sumber Kebiasaan bersumber dari pengaruh asing
Adat bersumber dari produk budaya
Indonesia asli

Syarat-syarat adanya hukum kebiasaan, yaitu :


1. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan berulang-ulang (tetap) dalam
lingkungan masyarakat tertentu;
2. Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan, bahwa
perbuatan itu merupakan sesuatu yang seharusnya dilakukan (adanya
kewajiban hukum);
3. Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.

Ad. c. Keputusan hakim (jurisprudence)


Keputusan hakim (jurisprudence) adalah keputusan hakim yang
terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar pengambilan keputusan
oleh hakim yang kemudian dalam masalah yang sama.
Menurut Pasal 22 AB, dikatakan bahwa hakim yang menolak
menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas, atau tidak
lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena menolak untuk
mengadili. Ada dua macam jurisprudensi, yaitu :
Jurisprudensi tetap Jurisprudensi tidak tetap
Yaitu keputusan hakim yang terjadi Seorang hakim mengikuti keputusan
karena rangkaian keputusan serupa hakim yang terdahulu karena ia
dan yang menjadi dasar bagi sependapat dengan isi keputusan
pengadilan untuk mengambil tersebut dan lagi pula hanya dipakai
keputusan. sebagai pedoman dalam mengambil
suatu keputusan mengenai suatu
perkara yang serupa.

10
Ad. d. Traktat (treaty)
Traktat (treaty) adalah perjanjian yang diadakan oleh negara-negara
atau perjanjian-janjian internasional.
Traktat mempunyai dua bentuk, yaitu :
1. Traktat bilateral adalah traktat yang diadakan hanya oleh dua negara.
2. Traktat multilateral adalah traktat yang diadakan hanya oleh lebih dari
dua negara.
Bilamana perjanjian multilateral memberi kesempatan kepada negara
yang pada mulanya tidak turut mengadakan, kemudian menjadi pihak, maka
perjanjian itu merupakan perjanjian terbuka atau kolektif.
Contoh : Charter (Piagam) PBB
Akibat adanya suatu perjanjian maka pihak-pihak yang melakukan
perjanjian tersebut terikat pada isi perjanjian yang diadakan. Oleh karena itu
perjanjian tersebut harus ditaati dan ditepati. Hal ini disebut “Facta Sunt
Servanda”, yaitu mengikat dan berlaku sebagai peraturan hukum terhadap
warga negara bagi masing-masing negara yang mengadakannya. Traktat
dibuat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Agar traktat itu mempunyai kekuatan berlaku mengikat, harus melalui
prosedur-prosedur tertentu baik menurut hukum internasional maupun
hukum nasional dari negara-negara yang bersangkutan. Utrecht
mengatakan harus melalui empat tingkatan (fase) yaitu :
1. Penetapan (sluiting), yaitu penetapan isi perjanjian oleh utusan atau
delegasi masing-masing negara.
2. Persetujuan masing-masing Dewan Perwakilan Rakyat dari pihak yang
bersangkutan.
3. Ratifikasi atau penegasan oleh masing-masing Kepala Negara
4. Pelantikan atau pengumuman (afkondiging)

Ad. e. Pendapat sarjana/ahli hukum (doktrin)


Pendapat sarjana/ahli hukum (doktrin) adalah pendapat sarjana/ ahli
hukum yang ternama yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam
pengambilan suatu keputusan oleh hakim.

11
Dalam persidangan di pengadilan hakim sering berpegang pada
anggapan seorang sarjana hukum atau beberapa sarjana hukum yang
terkenal namanya, misalnya Von Buri.
Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusan-
keputusannya, maka hakim sering mengutip pendapat seorang ahli atau
sarjana/ahli hukum tersebut untuk menentukan bagaiamana seharusnya,
sehingga pendapat itu menjadi dasar keputusan hakim tersebut.
Dalam hubungan internasional pendapat sarjana hukum terkenal
mempunyai pengaruh hukum yang besar. Bagi hukum internasional
pendapat para sarjana hukum merupakan sumber hukum yang sangat
penting. Mahkamah Internasional dalam Piagam Mahkamah Internasional,
Pasal 38 ayat (1), mengakui dalam menimbang dan memutus suatu
perselisihan dapat menggunakan beberapa pedoman yang salah satunya
adalah pendapat-pendapat sarjana hukum.
Syarat-syarat doktrin untuk menjadi sumber hukum, adalah :
1. Harus ada relevansinya;
2. Telah diakui kebenarannya;
3. Tidak bertentangan dengan norma hukum;
4. Telah dibuktikan dengan benar.

12
Soal Ujian
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sumber hukum formil, dan
sebutkan lima jenis sumber hukum formil tersebut.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan undang-undnag dalam
artian materil dan formil.
3. Jelaskan syarat sah berlakunya suatu undang-undang.
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan asas “undang-undang
tidak berlaku surut”
5. Apa yang dimaksud dengan asas “lex specialis derogat lex
generalis” (Undang-undang yang berlaku khusus
mengenyampingkan undang-undang yang bersifat umum),
berikan contoh.
6. Apa yang dimaksud dengan yurisprudensi, dan sebut dasar
hukumnya.
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sumber hukum kebiasaan,
dan sebutkan dasar hukumnya.

B. Pembagian Jenis-jenis Hukum

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pembagian jenis-jenis hukum

Aturan hukum itu dapat dibedakan atau digolongkan menjadi beberapa


macam aturan hukum dan ini tergantung dari kriterianya. Di bawah ini akan
dikemukakan tentang macam-macam aturan hukum tersebut, antara lain :
1. Berdasarkan sumbernya.
a. Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan.
b. Hukum kebiasaan dan hukum adat, yaitu hukum yang terdapat dalam
kebiasaan dan adat.
c. Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh dua negara atau lebih.

13
d. Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena putusan
pengadilan.
e. Hukum ilmu (doktrin), yaitu hukum yang terdapat dalam pandangan ahli
hukum yang terkenal dan sangat berpengaruh.

2. Berdasarkan isinya
a. Hukum Publik (public law), yaitu aturan hukum yang mengatur
hubungan-hubungan hukum yang menyangkut kepentingan umum. Atau
dapat dikatakan sebagai aturan hukum yang mengatur hubungan hukum
atara negara dengan perseorangan atau hubungan antara negara
dengang alat perlengkapannya dengan menitikberatkan pada
kepentingan umum.
b. Hukum Privat (privat law), yaitu hukum yang mengatur hubungan-
hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan
menitikberatkan pada kepentingan perseorangan (pribadi)

3. Berdasarkan bentuknya
a. Hukum tertulis (geschreven rect) ialah hukum sebagaiamana yang
tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
b. Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan) ialah hukum yang hidup dalam
masyarakat, meskipun tidak tertulis tetapi ditaati dalam pergaulan di
masyarakat.

4. Berdasarkan tempat berlakunya


a. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b. Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum
dalam dunia internasional.

5. Berdasarkan waktu berlakunya


a. Ius constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi
suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
b. Ius contituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu
yang akan datang.
c. Ius historistum, yaitu hukum yang berlaku pada masa lalu.

14
6. Berdasarkan sifat atau sanksinya
a. Hukum yang memaksa, yaitu aturan hukum yang dalam keadaan konkrit
tidak dapat dikesampingkan oleh perjanjian yang diadakan para pihak.
Atau dengan kata lain aturan hukum yang tidak boleh tidak dilaksanakan
atau diikitui para pihak.
Contoh :
- Pasal 147 KUHPer
Atas ancaman kebatalan, setiap perjanjian kawin harus dibuat
dengan akta notaris sebelum perkawinan berlangsung.
- Pasal 1334 ayat (2) KUHPer.
Barang-barang yang baru akan ada kemudian hari dapat menjadi
pokok suatu persetujuan. (ayat 1)
Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang
belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu hal
mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang
nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok
persetujuan itu; dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan Pasal
169, 176, dan 178. (ayat 2)
b. Hukum pelengkap, yaitu hukum yang dalam keadaan konkrit dapat
dikesampingkan oleh perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Bilamana kedua belah pihak dapat menyelesaikan soal mereka dengan
membuat sendiri suatu peraturan, maka peraturan hukum yang
tercantum dalam pasal yang bersangkutan tidak perlu dijalankan.

7. Berdasarkan cara mempertahankannya


a. Hukum materil/materiil recht/substantive law, yaitu aturan hukum yang
mengatur hubungan-hubungan hukum dalam masyarakat yang berwujud
perintah-perintah dan larangan-larangan.
Contoh : Hukum perdata, hukum pidana, hukum tata usaha negara.
b. Hukum formil/formeel recht/hukum proses/hukum acara, yaitu aturan
hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan hukum materil
di muka sidang pengadilan.
Contoh : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

15
8. Berdasarkan strukturnya
Mengeani struktur hukum di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan,
yaitu :
a. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Tertib sumber hukum dan tata
urutan perundang-undangan Indonesia dan dikuatkan oleh Tap MPR No.
V/MPR/1973, yaitu :
1) UUD 1945
2) TAP MPR (termasuk MPRS)
3) UU/PERPU
4) Peraturan Pemerintah (PP)
5) Keputusan Presiden (Keppres)
6) Peraturan-peraturan pelaksana lainnya.

b. TAP MPR RI No. III Tahun 2000 tentang Sumber Hukum Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:

c. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan, yaitu pada Pasal 7 ayat (1) dinyatakan
bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah
sebagai berikut:
1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-undang/Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang;
3) Peraturan Pemerintah;
4) Peraturan Presiden; dan
5) Peraturan Daerah.

Soal Ujian
1. Jelaskan perbedaan hukum publik dan hukum privat !
2. Sebutkan tata urutan perundang-undangan di Indonesia menurut
ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 !

16
DAFTAR PUSTAKA

Pudjosowoyo, Kusumadi, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Aksara


Baru, Jakarta, 1984.

Soetami, A. Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Eresco, Bandung, 1995.

Sanusi, Ahmad, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia,


Tarsito, Bandung, 1977.

17
POKOK BAHASAN III
ASAS-ASAS POKOK HUKUM
PERDATA

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang pengertian,
sifat dan sejarah hukum perdata Indonesia serta asas-asas pokok
tentang masalah-masalah yang diatur dalam lapangan hukum
perdata, seperti hukum tentang orang (personenrecht), hukum
keluarga (familierecht), hukum tentang kebendaan (van zakenrecht),
hukum perikatan (van verbentennissen), hukum pembuktian, dan
kewarisan.

A. Pengertian dan Sifat Kaidah Hukum Perdata

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian dan sifat kaidah
hukum perdata

Hukum perdata adalah semua peraturan-peraturan hukum yang


mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang
yang lainnya di dalam masyarakat, seperti hubungan jual beli, sewa meyewa,
tukar menukar hubungan kewarisan dan sebagainya, bahkan adakalanya juga
terkait hubungan hukum, (antara anggota masyarakat dengan pemerintah)
dengan menitikberatkan kepada kepentingan pribadi atau kepentingan hukum
perseorangan. Oleh karena itu hukum perdata bersifat privat, karena
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Soal Ujian
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum perdata !
2. Jelaskan mengapa kaidah hukum perdata bersifat privat !

18
B. Sejarah Hukum Perdata Indonesia

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menguraikan tentang sejarah hukum perdata
Indonesia

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia yang masih berlaku


sampai sekarang bersumber dari hukum privat barat yang berasal dari negeri
Belanda, yaitu Burgelijk Wetboek (BW). Burgelijk Wetboek (BW) negeri Belanda
ini bersumber pada hukum privat Perancis, yaitu Code Civil. Hukum privat
Perancis (Code Civil Perancis) bersumber pada Corpus Iuris Justianus dari
Romawi. Hukum privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi
(pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam suatu
buku yang bernama : Code Civil dan Code de Commerce).
Pada waktu Perancis menguasai Perancis Belanda, kedua kodifikasi itu
diperlakukan di negeri Belanda, bahkan sampai kurang lebih 24 tahun lamanya.
Setelah Negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1915, kedua kodifikasi itu
masih berlaku di Negeri Belanda hingga sekarang, karena Belanda belum
mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional.
Tahun 1838 dengan berdasarkan asas yang terdapat dalam Code Civil
dan Code de Commerce, Pemerintah Belanda dapat menciptakan dua
kodifikasi yang bersifat nasional yang diberi nama :
1. Bergerlijk Wetboek yang disingkat BW yang terdiri dari empat buku, yaitu:
- Buku I memuat tentang orang (van personen);
- Buku II memuat tentang benda (van zaken);
- Buku III memuat tentang perikatan (van verbintenissen);
- Buku IV memuat tentang pembuktian dan daluarsa (van bewijs en
verjaring).
2. Wetboek van Koophandel yang disingkat WvK yang terdiri dari dua buku,
yaitu :
- Buku I memuat tentang perniagaan pada umumnya (van Koophandel in
het algemeen);

19
- Buku II memuat tentang hak dan kewajiban yang ditImbulkan oleh
perkapalan (van de rechten en verpligtingen uit scheepvaart
woortuittende).

Berdasarkan asas konkordansi, kodifikasi hukum perdata Belanda


menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropa di Indonesia. Kodifikasi ini
diumumkan pada tanggal 30 April 1847 Staatsblaad No. 23 dan mulai berlaku
pada 1 Mei 1848. Maksud daripada kodifikasi pada waktu itu untuk
mengadakan persesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan
hukum dan keadaan di Negeri Belanda.
Hukum perdata diatur dalam (sumber pokok pada) Kitab Undang-
Undang Hukum Sipil yang disingkat KUHS atau Bergerlijk Wetboek (BW).
Bergerlijk Wetboek (BW) memuat peraturan mengenai hukum perdata, di mana
kodifikasinya dibagi dalam empat buku, yaitu :
- Buku I : tentang orang (van personen), yang memuat hukum
perorangan sebagai subjek hukum dan hukum
kekeluargaan.
- Buku II : tentang benda (van zaken), yang memuat hukum benda dan
hukum waris.
- Buku III : tentang perikatan (van verbintenissen), memuat hukum
kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang
tertentu.
- Buku IV : memuat tentang pembuktian dan daluarsa (van bewijs en
verjaring), memuat tentang alat-alat pembuktian dan akibat-
akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.

Menurut ilmu pengetahuan hukum, hukum perdata materiil dapat dibagi


menjadi empat bagian, yaitu :
1. Hukum pribadi/perorangan (personen recht);
2. Hukum keluarga (famillie recht);
3. Hukum kekayaan (vermogenrecht);
4. Hukum waris (erfrecht).

20
Soal Ujian
1. Uraikan secara singkat dan padat tentang sejarah Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Indonesia.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum perdata.
3. Sebut isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dilihat ilmu
pengetahuan hukum.

C. Hukum tentang Perorangan (Personen recht)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang subjek hukum dalam
lapangan hukum perdata

Buku I KUHPerdata mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan


subjek hukum, dan di samping itu juga memuat tentang peraturan-peraturan
yang berhubungan dengan keluarga, seperti mengenai
1. perkawinan dan hak-hak kewajiban suami isteri ;
2. kekayaan perkawinan;
3. kekuasaan orang tua;
4. perwalian dan pengampuan.
Pengertian subjek hukum adalah segala sesuatu yang mempunyai hak
dan kewajiban. Subjek hukum terdiri dari :
1. Manusia (natuurlijke persoon);
2. Badan hukum (recht persoon).

Ad. 1. Manusia sebagai subjek hukum (natuurlijke persoon)

Berlakunya seorang manusia sebagai pembawa hak (subjek hukum)


ialah mulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia.
Hukum perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia sejak ia
belum lahir dan masih dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia.
Ketentuan seseorang menjadi subjek hukum mulai saat ia dilahirkan, dan
berakhir pada saat ia meninggal dunia, namun ada pengecualiannya yang

21
diatur pada Pasal 2 KUHPerdata ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut : “Anak
yang ada dalam kandungan ibunya dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana
kepentingan si anak menghendakinya”
Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa seorang anak yang masih
dalam kandungan ibunya sudah dijamin mendapat warisan, jika ayahnya
meninggal dunia sebelum ia dilahirkan, karena di sini kepentingan si anak yang
dalam kandungan ibunya menghendakinya.

Ad.2. Badan hukum (recht persoon)


Selain manusia sebagai subyek hukum, masih ada badan hukum yang
juga memiliki hak dan kewajiban pula melakukan perbuatan-perbuatan hukum
sebagai manusia. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan ini dapat
memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan
perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka hakim.
Badan-badan atau perkumpulan tersebut dinamakan badan hukum
(rechtpersoon), yang berarti orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum ini dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Badan hukum publik, seperti negara, provinsi, dan lain-lain;
2. Badan hukum keperdataan, seperti : Perseroan Terbatas (PT), koperasi,
yayasan, dan lain-lain

Untuk menjelaskan mengapa badan hukum yang sebetulnya merupakan


perkumpulan atau suatu organisasi disejajarkan dengan manusia sebagai
orang, perlu diketahui tentang adanya beberapa teori, diantaranya :
1. Teori Ficty oleh von Savigny
Bahwa adanya badan hukum itu merupakan anggapan saja (fictie) yang
diciptakan oleh negara (yang berwenang), sebab sebenarnya badan itu
tidak mempunyai kekuasaan untuk menyatakan kehendaknya sendiri.
Sehingga badan hukum bila akan bertindak untuk melaksanakan
kehendaknya harus dengan perantaraan wakilnya, yaitu alat
perlengkapannya. Misalnya direktur atau pengurus dalam Perseroan
Terbatas (PT) atau koperasi.

22
2. Teori Kekayaan oleh Brinz, van der Heidjen
Adanya badan hukum diberi kedudukan sebagai orang disebabkan badan
ini mempunyai hak dan kewajiban yaitu hak atas harta kekayaan dan
dengan harta kekayaan itu memunuhi kewajiban-kewajibannya kepada
pihak ketiga. Oleh karena itu badan tersebut memiliki hak/kewajiban, maka
berarti ia merupakan pendukung hak dan kewajiban, yang berarti ia adalah
subjek hukum.

3. Teori Organ oleh von Giorke


Bahwa badan hukum itu merupakan suatu kekayaan seperti manusia dan
bukan merupakan anggapan saja. Oleh karena itu badan hukum itu seperti
manusia, maka ia juga mempunyai alat kelengkapan atau organ
sebagaimana organ tubuh manusia, misalnya : PT/koperasi, alat
kelengkapannya adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau rapat
anggota koperasi, pengurus dan komisaris atau badan pemeriksa koperasi.

4. Teori Pemilikan Bersama oleh Planol, Molengraff dan Star Busmann


Badan hukum itu sebenarnya merupakan perkumpulan dari manusia.,
sehingga kepentingan-kepentingan atau pemilikan dari badan hukum itu
sebenarnya tiada lain adalah kepentingan atau pemilikan dari manusia itu
selaku anggota.

5. Teori Realitas Yuridis oleh Suyling dan Scholtan


Badan hukum itu disamakan dengan manusia adalah suatu kenyataan
yuridis, yaitu suatu fakta yang diciptakan oleh hukum. Jadi adanya badan
hukum itu karena ditentukan oleh hukum sebagai demikian. Contoh :
PT/koperasi sebagai badan hukum setelah memenuhi persyaratan syarat
tertentu, namun firma dan persekutuan komanditer badan hukum, karena
hukum Indonesia menentukan demikian.

Berdasarkan teori-teori di atas untuk menjadi badan hukum harus


memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Didirikan dengan akte notaris;
2. Mempunyai tujuan tertentu;

23
3. Memiliki AD/ART yang disahkan oleh Menteri Kehakiman;
4. Mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan anggotanya;
5. Didaftarkan di Panitera Pengadilan Negeri setempat;
6. Disahkan oleh yang berwenang
Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum
dengan cara :
a. Didirikan dengan akte notaris;
b. Didaftarkan di Panitera Pengadilan Negeri setempat;
c. Memiliki AD/ART yang disahkan oleh Menteri Kehakiman;
d. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara.

Menurut hukum, tiap-tiap orang harus mempunyai tempat tinggal atau


domisili. Demikian juga badan hukum. Pentingnya domisili adalah dalam hal :
a. Seorang/badan hukum harus dipanggil oleh Pengadilan;
b. Pengadilan yang berwenang terhadapnya;
c. Di mana seseorang menikah (bagi subjek hukum yang merupakan
manusia).

Soal Ujian
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan subjek hukum dalam
lapangan hukum perdata !
2. Mengapa badan hukum dalam hukum perdata dianggap sebagai
subjek hukum, jelaskan dengan didukung minimal satu teori.

D. Hukum tentang Keluarga (Familie recht)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang asas-asas pokok yang
berkaitan dengan hukum keluarga

Hukum keluarga adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan


hukum yang terjadi sebagai akibat adanya perkawinan/pernikahan ATAU
peraturan-peraturan hukum yang timbul dari pergaulan hidup kekeluargaan.
Oleh karena itu, maka dalam hukum keluarga diatur antara lain :

24
1. Perkawinan/pernikahan;
2. Perceraian;
3. Kedudukan anak;
4. Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht);
5. Perwalian (voogdij);
6. Pengampuan (curatele).

1. Hukum Perkawinan/pernikahan
a. Perkawinan Menurut Hukum Perdata
Hukum perkawinan adalah peraturan-peraturan hukum yang
mengatur perbuatan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua
pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita dengan maksud hidup
bersama untuk waktu yang lama menurut peraturan-peraturan yang
ditetapkan dalam undang-undang.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu
perkawinan menurut hukum perdata barat adalah :
1. Pihak-pihak calon mempelai dalam keadaan tidak kawin;
2. Laki-laki berumur 18 tahun, perempuan 15 tahun;
3. Dilakukan di muka Pegawai Catatan Sipil;
4. Tidak ada hubungan pertalian darah yang terlarang;
5. Dengan kemauan yang bebas (tidak ada paksaan).

Kedudukan, hak dan kewajiban suami-isteri menurut hukum


perdata adalah :
1. Kekuasaan marital dari suami, suami menjadi kepala keluarga dan
bertanggung jawab atas isteri dan anak-anaknya;
2. Kewajiban alimentasi (wajib nafkah) dan memelihara isteri dan anak-
anaknya adalah suami;
3. Isteri mengikuti kewarganegaraan suami;
4. Isteri menjadi tidak cakap bertindak;
5. Suami berhak mengurus dan menguasai harta perkawinan, jika
sebelumnya tidak diadakan perjanjian harta yang diperoleh oleh
masing-masing pihak dalam perkawinan dipisah.

25
Penyebab putusnya perkawinan adalah :
1. Kematian;
2. Kepergian suami atau isteri selama 10 tahun berturut-turut;
3. Akibat perpisahan meja makan dan tempat tidur selama 10 tahun;
4. Perceraian, yang disebabkan : zina, meninggalkan tempat tinggal
dengan sengaja, hukuman penjara lima tahun, penganiayaan yang
mengakibatkan luka berat.

b. Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974


Di Indonesia berkaitan dengan hukum perkawinan telah diatur
dengan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Menurut Pasal 1
UU No. 1 Tahun 1974 :
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”.

Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, bahwa :


“Perkawinan sah apabila dilaksankan menurut masing-masing
agamanya dan kepercayaannya”.
1) Prinsip-prinsip dasar dalam perkawinan menurut UU No. 1
Tahun 1974, yaitu :
a. Tujuan perkawinan, yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal;
b. Sahnya perkawinan, yaitu dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu;
c. Asas monogami, dalam suatu perkawinan, seorang laki-laki hanya
mempunyai seorang isteri dan seorang isteri hanya mempunyai
seorang suami.
Namun asas ini tidak berlaku mutlak, dalam arti bahwa seorang
laki-laki boleh mempunyai isteri lebih dari satu (poligami) dengan
alasan :
1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;

26
2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Poligami dapat dilaksanakan jika ada izin dari Pengadilan dengan


syarat :
1. Adanya persetujuan dari isteri;
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-
keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
3. Adanya jaminan bahwa suami akan bersikap adil terhadap
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
d. Prinsip perkawinan, calon suami isteri harus telah matang jiwa
dan raganya;
e. Mempersukar terjadinya perceraian;
f. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang.

2) Syarat-syarat perkawinan
Pada Pasal 6 UU No. 1 Tahun 1974, dinyatakan syarat-syarat
perkawinan, yaitu :
a. Perkawinan harus atas persetujuan kedua calon mempelai;
b. Harus mendapat izin dari kedua orang tuanya bagi yang belum
berumur 21 tahun;
c. Dalam hal salah salah seorang dari kedua orang tua telah
meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang
masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya;
d. Dalam hak kedua orang tua telah meninggal dunia atau tidak
mampu menyatakan kehendak, maka izin cukup diperoleh dari
wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai
hubungan darah dalam garis lurus ke atas.
e. Syarat umur ditentukan untuk pria berumur 19 tahun, sedang
untuk wanita berumur 16 tahun.

27
3) Larangan perkawinan
Larangan-larangan bagi seorang pria dan seorang wanita untuk
melangsungkan perkawinan diatur dalam Pasal 8 UU No. 1 Tahun
1974, yaitu :
a. Ada hubungan darah dalam garis keturunan ke atas;
b. Ada hubungan darah dalam garis keturunan menyamping;
c. Ada hubungan semenda, yaitu : mertua, anak tiri, menantu, dan
ibu/bapak tiri;
d. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain
yang berlaku, dilarang kawin.

4) Hak dan kewajiban suami isteri


Menurut Ketentuan Pasal 30 sampai Pasal 34 UU Nomor 1 Tahun
1974 hak dan kewajiban suami-isteri adalah sebagai berikut :
1. Suami-isteri memikul kewajiban luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat;
2. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan berumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat;
3. Suami-isteri berhak untuk melakukan perbuatan hukum;
4. Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga;
5. Suami-isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati,
setia dan memberikan bantuan lahir bathin yang satu kepada
yang lainnya;
6. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya;
7. Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya;
8. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing
dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan.

28
5) Harta benda dalam perkawinan (Pasal 35 sampai 37 UU No
1/1974)
a. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama;
b. Harta bawaan dari masing-masing masing-masing suami dan
isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai
hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-
masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain;
c. Mengenai harta bersama, suami dan isteri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak;
d. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri
mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum
mengenai harta bendanya;
e. Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur
menurut hukumnya masing-masing.

6) Putusnya perkawinan
Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian; b. kematian; dan c. atas keputusan pengadilan.

2. Kedudukan anak (Pasal 42 sampai Pasal 44 UU No. 1/1974)


a. Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah;
b. Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya;
c. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
isterinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina
dan anak itu akibat daripada perzinahan tersebut;
d. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas
permintaan pihak yang berkepentingan.

29
3. Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht)
Kekuasaan orang tua meliputi kewajiban untuk mendidik dan memelihara
anaknya. Pemeliharaan meliputi pemberian nafkah, pakaian, dan
perumahan. Kekuasaan orang tua juga meliputi benda atau harta kekayaan
si anak. Dalam hal ini diadakan pembatasan oleh undang-undang, yaitu
mengenai benda-benda yang tidak bergerak, surat-surat sero dan surat-
surat penagihan yang tidak boleh dijual sebelum mendapat izin dari hakim.
Setiap anak yang belum dewasa (belum berusia 21 tahun, belum
menikah) dianggap tidak cakap bertindak dalam lalu lintas hukum oleh
undang-undang, mereka ditentukan tidak dapat mengadakan persetujuan-
persetujuan, maka ia harus diwakili oleh orang tuanya.
Kekuasaan orang tua mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari
pengesahannya dan orang tuanya masing dalam ikatan perkawinan.
Kekuasaan orang tua akan berakhir apabila :
a. Anak tersebut telah dewasa (berumur 21 tahun atau menikah);
b. Perkawinan orang tua putus;
c. Kekuasaan orang tua dipecat oleh hakim dengan alasan :
- Orang tua salah mempergunakan atau sangat melalaikan
kewajibannya sebagai orang tua;
- Berkelakuan buruk;
- Dihukum penjara.
d. Pembebasan dari kekuaasan orang tua, dengan alasan :
- Tidak cakap;
- Tidak mampu untuk melaksanakan kewajiban memelihara dan
mendidik anaknya.

4. Perwalian (voogdij)
Perwalian adalah pengawasan terhadap di bawah usia yang tidak
berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau
kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang.
Anak yang berada di bawah perwalian adalah :
a. Anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya
sebagai orang tua;

30
b. Anak sah yang orang tuanya telah bercerai;
c. Anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind).

Perwalian dalam hukum perdata dikenal tiga macam, yaitu :


a. Perwalian menurut undang-undang (wetterlijk voogdij) yaitu perwalian
dari orang tua yang masih hidup setelah salah satu meninggal dunia
terlebih dahulu;
b. Perwalian dengan wasiat (testamentaire voogdij) yaitu perwalian yang
ditunjuk dengan surat wasiat oleh salah seorang dari orang tuanya
kepada orang lain setelah orang tuanya meninggal dunia;
c. Perwalian berdaarkan keputusan hakim (datieve voogdij) yaitu perwalian
berdasarkan keputusan hakim atas permintaan salah satu pihak yang
berkepentingan atau karena jabatannya.

5. Pengampuan (curatele)
Pengampuan (curatele) adalah pengawasan terhadap orang yang sudah
dewasa yang tidak cakap hukum, yaitu : yang dalam keadaan sakit ingatan,
keadaan dungu, pemboros, dan tidak sanggup mengurus kepentingannya
sendiri dengan semestinya.
Permohonan pengampuan ditujukan kepada Pengadilan Negeri dalam
daerah hukum orang yang diminta pengampuan berdomisili. Orang yang
berhak mengajukan permohonan pengampuan adalah suami atau isteri
yang bersangkutan, keluarga sedarah, kejaksaan.
Orang yang berada pengampuan disebut kurandus dan pengampunya
disebut curator. Pengampuan berakhir apabila alasan-alasan yang menjadi
sebab ia berada di bawah pengampuan sudah tidak ada lagi.
Antara pengampuan, perwalian, dan kekuasaan orang tua mempunyai
persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa kesemuanya itu
mengawasi dan menyelenggarakan hubungan hukum orang-orang yang
dinyatakan tidak cakap bertindak.
Perbedaan antara pengampuan, perwalian, dan kekuasaan orang tua
adalah :

31
Kekuasaan orang tua : kekuasaan asli dilakukan oleh orang tuanya
sendiri yang masih dalam ikatan perkawinan
terhadap anak-anak yang belum dewasa.
Perwalian : Pemeliharaan dan bimbingan dilakukan oleh
wali, dapat salah satu orang tuanya yang
sudah tidak terikat tali perkawinan atau orang
lain terhadap anak yang belum dewasa.
Pengampuan : Bimbingan dilaksanakan oleh curator terhadap
terhadap orang-orang dewasa yang tidak
cakap/tidak mampu.

Soal Ujian
1. Jelaskan pengertian perkawinan menurut Pasal 1 UU No. 1/1974 !
2. Jelaskan syarat sahnya perkawinan menurut Pasal 2 UU No.
1/1974 !
3. Sebutkan syarat-syarat perkawinan menurut Pasal 6 UU No.
1/1974 !
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perwalian dan sebutkan
tiga macam perwalian menurut hukum perdata !
5. Apa yang dimaksud dengan pengampuan (curatele) ?
6. Jelaskan perbedaan dan persamaan antara pengampuan,
perwalian, dan kekuasaan orang tua !

E. Hukum tentang Kebendaan (van zakenrecht)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Mahasiswa mampu menjelaskan asas-asas pokok yang berkaitan


dengan hukum kebendaan, seperti jenis-jenis dan hak-hak
kebendaan.

32
1. Pengertian Kebendaan dan Hak Kebendaan
Dalam Pasal 499 KUHPer, yang diartikan kebendaan adalah tiap-
tiap barang dan tiap-tiap hak yang dikuasai oleh hak milik.
Macam-macam benda menurut KUHPer adalah :
a. Benda berwujud dan tidak berwujud (Pasal 503 KUHPer)
b. Benda bergerak dan tidak bergerak (Pasal 504 KUHPer)
Suatu benda termasuk benda termasuk benda bergerak atau tidak
bergerak dapat dilihat dari :
1) Sifatnya
Kebendaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang dapat
berpindah atau dapat dipindahkan. Misalnya : kursi, meja, pulpen,
buku, dll.
Kebendaan tidak bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang
tidak dapat dipindahkan. Misalnya : rumah, tanah, pohon, kebun,
sawah, dll.
2) Tujuannya
Benda tak bergerak menurut tujuannya ialah segala benda/barang
yang pada sifatnya adalah termasuk ke dalam pengertian benda
bergerak, namun senantiasa digunakan oleh pemiliknya dan
menjadi alat tetap pada benda yang tidak bergerak. Misalnya : di
pabrik terdapat benda bergerak menurut sifatnya tapi menjadi
benda tak bergerak, yaitu penggilingan, apitan besi, tong, dll.
3) Undang-undang
Benda hak atas benda tak bergerak menurut undang-undang
adalah segala hak atas benda tak bergerak. Misalnya hak pakai
hasil atas benda tak bergerak.
Benda bergerak karena ketentuan undang-undang adalah hak
atas benda bergerak. Misalnya sero, hak pakai atas benda
bergerak.

Pembedaan antara benda bergerak dan tidak bergerak ini penting


artinya berhubungan dengan 4 hal, yaitu :

33
1) Bezit
Terhadap benda bergerak, barangsiapa yang menguasainya
dianggap sebagai pemiliknya (Pasal 1977 KUHPer), sedangkan
terhadap benda tak bergerak tidak demikian halnya.
2) Levering (penyerahan)
Levering terhadap benda bergerak dapat dilakukan dengan
penyerahan nyata, sedangkan terhadap benda tak bergerak
dilakukan dengan balik nama.
3) Verjaring (kadaluarsa)
Terhadap benda bergerak tidak dikenal verjaring sebab bezit sama
dengan eigendom tas benda bergerak, sedangkan terhadap benda
tak bergerak mengenal adanya verjaring.
4) Bezwaring (pembebanan)
Pembebenan terhadap benda bergerak harus dilakukan dengan pand
sedang terhadap benda tak bergerak dilakukan dengan hipotik.

Hak kebendaan adalah hak mutlak atas sesuatu benda di mana


hak itu memberikan kekuasaan yang langsung atas sesuatu benda dan
dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
Hak-hak kebendaan dalam hukum perdata Barat adalah :
1) Hak eigendom
Hak milik mutlak atas suatu benda dan dapat dinikmati secara bebas
asal dipergunakan tidak bertentangan dengan undang-undang dan
tidak mengganggu orang lain.
2) Hak opstal
Hak untuk mempunyai atau mendirikan bangunan di atas tanah milik
orang lain dengan mendapatkan izin dari pemiliknya.
3) Hak erfpacht
Hak untuk mempergunakan benda tetap milik orang lain dengan
membayar uang canon (pacht) pada tiap-tiap tahun, baik berupa
uang atau benda-benda lain.

34
4) Hak pakai hasil
Hak atas benda tetap atau bergerak, untuk digunakan seluruhnya
serta memungut hasilnya, sedang sifat benda tersebut tidak boleh
berubah atau berkurang nilainya.
5) Hak hipotik
Hak tanggungan yang berupa benda tak bergerak.
6) Hak gadai
Hak tanggungan yang berupa benda bergerak.
7) Hak servitut
Kewajiban bagi pekarangan yang berdekatan dengan kepunyaan
orang lain untuk mengizinkan memakai atau menggunakan
pekarangan tersebut.

Berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang


Undang-undang Pokok Agraria mencabut Buku II KUHPer sepanjang
mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Undang-undang Pokok Agraria ini telah menciptakan hak-hak atas
tanah, antara lain :
1) Hak milik
2) Hak guna usaha
3) Hak guna bangunan
4) Hak pakai
5) Hak sewa

2. Pengaturan Hukum Benda


Hukum benda ialah keseluruhan aturan hukum yang mengatur
tentang benda. Hukum benda diatur dalam Buku II KUHPer. Pengaturan
hukum benda menggunakan “sistem tertutup”, artinya orang tidak boleh
mengadakan hak-hak kebendaan selain dari yang sudah diatur dalam
undang-undang.
Selain dari Buku II KUHPer, hukum benda juga diatur dalam
undang-undang lain, antara lain :

35
a. UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria
b. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
c. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
d. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Soal Ujian

1. Jelaskan pengertian benda dan hak kebendaan !


2. Jelaskan pembedaan benda bergerak dan tidak bergerak !
3. Jelaskan hal-hal yang menyebabkan benda dibedakan menjadi
benda bergerak dan tidak bergerak !
4. Sebutkan hak kebndaan menurut hukum perdata Barat dan menurut
Undang-Undang Pokok Agraria !
5. Jelaskan sistem pengaturan hukum kebendaan menurut KUHPer !
6. Sebutkan pengaturan hukum benda !

F. Hukum tentang Perikatan (van Verbentenissen)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, subjek, dan objek
perikatan, macam-macam prestasi dan wanprestasi, sumber perikatan,
syarat sh perjanjian, akibat hukum perjanjian, dan hapusnya perikatan.

1. Pengertian Perikatan
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu.
2. Subjek dan Objek Perikatan
Subjek dari perikatan adalah kreditur (si berpiutang) dan debitur (si
berutang). Kreditur (si berpiutang) adalah pihak yang berhak menuntut
sesuatu. Debitur (si berutang) adalah pihak yang berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan.

36
Objek dari perikatan adalah prestasi, yaitu sesuatu yang wajib dipenuhi
oleh debitur dalam setiap perikatan.
Berdasarkan Pasal 1234 KUHPer, macam-macam prestasi adalah :
a. Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan
barang, dll.
b. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak,
membongkar bangunan, membangun rumah, dll.
c. Tidak berbuat sesuatu, misalnya tidak mendirikan bangunan.

Lawan dari prestasi adalah wanprestasi, yaitu tidak melaksanakan


prestasi, dapat berupa :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
c. Melakukan apayang dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan.

3. Sumber-sumber Perikatan
Berdasarkan Pasal 1233 KUHPer, perikatan bersumber dari :
a. Perjanjian
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada
seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.
Misalnya : perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, dll.

b. Undang-undang
1) Karena perbuatan:
a) Perbuatan hukum
Pasal 1354 KUHPer :
Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat
perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau
tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam
mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan

37
urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya
dapat mengerjakan sendiri urusan itu

b) Perbuatan melanggar hukum


Pasal 1365 KUHPer :
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lan, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian tersebut.

2) Undang-undang saja
a) Pasal 104 KUHPer
Suami dan isteri, dengan mengikatkan diri dalam suatu
perkawinan, dan hanya karena itupun, terikatlah mereka dalam
suatu perjanjian bertimbal balik, akan memelihara dan
mendidik sekalian anak mereka.

b) Pasal 625 KUHPer


Antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain
bertetanggaan, adalah berlaku beberapa hak dan kewajiban,
baik yang berpangkal pada letak pekarangan mereka karena
alam, maupun yang berdasar atas ketentuan-ketentuan
undang-undang.

4. Syarat Sah Perjanjian


Pasal 1320 KUHPer :
Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.

Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya


Suatu perjanjian terjadi dengan sah apabila masing-masing pihak
dapat bebas mengikatkan dirinya, jika dalam perjanjian itu
terdapat ketidak, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Perjanjian
dianggap tidak ada kebebasan kehendak apabila terjadinya
karena :
e. Paksaan (dwang)
f. Kekeliruan (dwaling)
g. Penipuan (bedrog)

38
Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan
hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai usia 21
tahun atau sudah menikah.
Pasal 1330 KUHPer:
Tak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah:
1. Orang-orang yang belum dewasa;
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

Ad. 3. Sesuatu hal tertentu


Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian,
prestasi yang harus dipenuhi. Kejelasan mengeani pokok
perjanjian atau objek perjanjian ialah untuk memungkinkan
pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak.

Ad. 4. Suatu sebab yang halal


Maksud dari “sebab yang halal” di sini bukanlah sebab dalam arti
yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat
perjanjian, tetapi sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri”.
Pasal 1337 KUHPer:
Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-
undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau
ketertiban umum.

5. Akibat Hukum Perjanjian Sah


Pasal 1338 KUHPer:
Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.

Ada beberapa hal yang menghapuskan perjanjian, antara lain :


 Ditentukan para pihak;
 Undang-undang menentukan batas waktu;
 Pernyataan para pihak/salah satu pihak untuk menghentikan
perjanjian;
 Putusan hakim/pengadilan;
 Tujuan perjanjian terpenuhi.

39
6. Hapusnya Perikatan
Pasal 1381 KUHPer:
Perikatan hapus karena:
 Pembayaran
 Penawaran pembayaran tunai diikuti penitipan
 Pembaharuan hutang (novasi)
 Perjumpaan hutang (kompensasi)
 Pembebasan hutang
 Musnahnya barang yang terutang
 Pembatalan
 Berlakunya syarat batal
 Lewat waktu (daluarsa)

Soal Ujian

1. Jelaskan pengertian, subjek dan objek perikatan !


2. Jelaskan macam-macam prestasi dan wanprestasi !
3. Jelaskan sumber perikatan !
4. Jelaskan syarat sah perjanjian dan akibat hukumnya !
5. Sebutkan hal-hal yang menghapus perjanjian dan perikatan !

G. Hukum Tentang Kewarisan

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Mahasiswa mampu menjelaskan tentang asas-asas pokok yang
berkaitan dengan hukum kewarisan

1. Pengertian Hukum Kewarisan


Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang kedudukan harta
kekayaan setelah ia meninggal dunia, dan cara-cara berpindahnya harta
kekayaan itu kepada orang lain.
2. Bentuk-bentuk Pewarisan
Ada dua cara untuk mengatur perpindahan harta kekayaan seseorang
yang telah meninggal (pewarisan), yaitu:
1) Pewarisan menurut undang-undang

40
2) Pewarisan menurut
H. Hukum tentang Pembuktian dan Daluarsa

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang asas-asas pokok yang
berkaitan dengan hukum pembuktian.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang daluarsa.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang asas-asas pokok yang


berkaitan dengan hukum pembuktian
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang daluarsa

41
Soal Ujian
1. Sebutkan lima bentuk alat pembuktian dalam hukum perdata !
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan akte resmi (otentik),
berikan contoh !
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan persangkaan menurut
undang-undang !
4. Jelaskan dua bentuk sumpah !
5. Apa yang dimaksud dengan lewat waktu (daluarsa) menurut
ketentuan Pasal 1946 KUHPer ?

Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) yang berlaku bagi golongan


Indonesia di Jawa dan Madura (HIR = Herziene Inlandsch Reglement)

42

Anda mungkin juga menyukai