Anda di halaman 1dari 20

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

RESENSI BUKU PENGANTAR HUKUM INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Mata Kuliah


Pengantar Hukum Indonesia, Semester Ganjil, Tahun Akademik 2019/2020

Disusun Oleh:
Nama : Iqbal Rama Tawakal
NPM : 191000515
Kelas : K

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
2019/2020
1.Konsep Dasar Hukum
a.Konsep yuridis
konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum atau
sitem aturan hukum, misalnya konsep-konsep hak, kewajiban, perjanjian, perikatan, sah batal,
subyek hukum , obyek hukum dan sebagainya. Pemahaman mengenai konsep hukum ini
sangat penting, terutama di dalam melakukan suatu argumentasi hukum. Pemahaman legal
concept sangat dibutuhkan dalam upaya menerapkan dan mengembangkan hukum. Apabila
ada ketentuan hukum, tetapi ketentuan hukum itu masih kabur atau belum jelas maka
dibutuhkan suatu interpretasi hukum guna penemuan hukumnya. Apabila dalam suatu
masalah atau kasus yang sedang dihadapi hakim belum ada peraturan hukumnya maka dapat
dilakukan usaha pembentukan hukum. Kesemua usaha tersebut merupakan suatu ars yang
dimiliki oleh seorang ahli hukum. Atau dapat dikatakan kemahiran hukum dapat dicapai
apabila seseorang memahami betul tentang legal concept
b.Subyek hukum
Subyek hukum dibedakan menjadi dua macam yaitu orang ( naturlijke persoon) dan badan
hukum (rechtspersoon atau legal person).
c.Badan Hukum
Ciri-ciri Badan Hukum adalah :
Memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang
menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut
Memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban orang- orang yang
menjalankan badan hukum tersebut
Memiliki tujuan tertentu
Berkesinambungan ( memiliki kontinuitas) dalam arti keberadaannya tidak terikat pada
orang-orang tertentu, karena hak dan kewajibannya tetap ada meskipun orang yang
menjalankannya telah berganti.
d.Obyek hukum
( rechtsobject) adalah segala sesuatu yang bermanfaat dan dapat dikuasai oleh subyek hukum
serta dapat dijadikan obyek dalam suatu hubungan hukum. Pengertian obyek hukum dapat
dibedakan dalam urusan –urusan (zaken) dan benda.
Benda dapat terdiri dari benda berwujud ( misalnya rumah, tanah, mobil, buku ) dan
benda tak berwujud ( misalnya hak atas tagihan, hak cipta,).
Selain itu benda juga dapat dibedakan dalam benda bergerak ( misalnya buku, pensil)
dan benda tak bergerak ( misalnya tanah, rumah, kapal laut dalam tonanse tertentu 20 m3).

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
2.Politik Hukum
Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang
dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu ( menjadikan sesuatu sebagai Hukum ).
Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.

3.Tata Hukum Di Indonesia


Tata hukum suatu negara (ius constitutum = hukum positif) adalah tata hukum yang
diterapkan atau disahkan oleh negara itu. Dalam kaitannya di Indonesia, yang ditata itu
adalah hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Hukum yang sedang berlaku artinya apabila ketentuan-ketentuan hukum itu dilanggar
maka bagi si pelanggar akan dikenakan sanksi yang datangnya dari badan atau lembaga
berwenang.

4.Sejarah Tata Hukum Di Indonesia


Sejarah Tata Hukum Indonesia dapat di kelompokkan menjadi dua periode, Periode
sebelum kemerdekaan dan Periode setelah kemerdekaan.
Dari kedua periode tersebut masing-masing periode masih dapat dirinci dengan melakukan
pembabakan sebagai berikut :
Periode Pertama : Tata Hukum Sebelum Kemerdekaan (Sebelum 17 agustus 1945)

Masa Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) (1602-1799)

Masa Besluiten Regerings (1814-1855)

Masa Regerings Reglement/RR (1855-1926)

Masa Indische Straatsregeling (1926-1942)

Masa Jepang (Osamu Seirei) (1942-1945)

Periode Kedua : Tata Hukum Setelah kemerdekaan (Setelah 17 agustus 1945)

Masa UUD 1945 (17 Agustus 1945-26 Desember 1949)

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
Masa Konstitusi RIS (27 Desember 1949-16 Agustus 1950)

Masa UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950-4 Juli 1959)

Masa Kembali Kepada UUD 1945 (5 Juli 1959-13 Oktober 1999)

5.Jenis Jenis Sistem Hukum Di Indonesia


a.Eropa Kontinental
Sistem hukum eropa kontinental berkembang di negara-negara eropa daratan yang sering
disebut dengan “Civil law“.Civil law tersebut semula berasal dari kodifikasi yang berlaku di
Romawi pada masa pemerintahan kaisar Justianus.peraturan-peraturan hukumnya merupakan
kumpulan dari berbagai kaidah-kaidah hukum yang ada sebelum masa Kaisar Justianus yang
kemudian disebut dengan Corpus Juris Civilis, dan kemudian dijadikan dasar perumusan
kodifikasi hukum di negara-negara eropa daratan.
b.Anglo Saxon
Sistem hukum Anglo saxon mulai berkembang di Inggris sekitar abad XI,yang disebut
dengan Common law dan Unwritten law.
Sistem hukum Anglo saxon melandasi pula hukum positif di USA,Kanada,Australia dan
negara-negara lain yang termasuk dalam negara-negara persemakmuran Inggris. Sumber-
sumber hukum sistem hukum Anglo saxon adalah :
a.Putusan-putusan hukum pengadilan (Judicila decisions)
b.Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis.
c.Hukum Adat
Sistem hukum adat bersumber dari kaidah-kaidah hukum yang tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang serta dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakat.dari sumber hukum
yang tidak tertulis itu,maka hukum adat lebih mudah menyesuaikan diri dengan
perkembangan masyarakat.hal ini berbeda dengan sumber hukum tertulis yang sulit diubah
secara cepat karena perubahannya memerlukan syarat dan cara yang ditentukan oleh
peraturan tertulis pula.
d.Hukum Islam
Sistem hukum Islam bersumberkan pada Al Quran,sunnah nabi,ijma,dan Liyas.dalam hukum
Islam terdapat yang dinamakan hukum Fiqih yang terdiri hukum pokok yaitu : Hukum
rohaniah dan hukum duniawi.Hukum duniawi terdiri dari Muamalat,nikah dan jinayat.

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
6.Pengertian Sumber Hukum
Dimaksud dengan sumber hukum adalah “asal mulanya hukum”, yaitu segala
sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan hukum sehingga mempunyai kekuatan
mengikat.4“Segala sesuatu” ini diartikan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi
terhadap timbulnya hukum, dari mana hukum ditemukan, atau darimana berasalnya isi
norma hukum.

7.Jenis-Jenis Sumber Hukum


Sumber hukum dapat dibedakan menjadi: pertama sumber hukum materiil, dan kedua
sumber hukum formal.
a.Material
Sumber hukum material adalah kesadaran masyarakat, kesadaran hukum yang hidup
dalam masyarakat tentang apa yang dianggap seharusnya. Sumber hukum materiil ini
menentukan isi apakah yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat disebut sebagai hukum
dan mempunyai kekuatan mengikat (harus ditaati) sebagai hukum

b.Formal
Sumber hukum formal adalah tempat di mana kita dapat menemukan hukum. Termasuk
sumber hukum formal, adalah:
1.Undang-Undang
2.Kebiasaan dan hukum adat
3.Jurisprudensi
4..Traktat
5.Doktrin

8.Pengertian Hukum Pidana


Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan
kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan suatu
penderitaan. Dimaksud dengan perderitaan adalah berupa rasa tidak enak atau nestapa.
Atau dapat pula disebutkan, bahwa hukum pidana adalah hukum yang memuat

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
peraturan-peraturan yang mengandung keharusan atau larangan terhadap pelanggaran
mana diancam dengan hukuman berupa siksaan badan

9.Jenis-Jenis Hukum Pidana


Hukum pidana dibagi ke dalam hukum pidana materiil dan hukum pidana
formal.
a.Hukum Pidana Materiil
Hukum pidana materiil adalah peraturan-peraturan yang menegaskan tentang
perbuatan-perbuatan apa yang dapat dikenakan hukuman, siapa yang dapat dihukum, serta
apa hukumannya

b.Hukum Pidana Formil


hukum pidana formal adalah peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara
menghukum seseorang yang melanggar dari peraturan hukum pidana materiil

10.Sistematika KUHP
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdiri dari tiga buku, yaitu:
1.Buku pertama, mengatur tentang ketentuan umum (algemene leerstrukken)yang meliputi
ketentuan tentang :
1)Lingkungan berlakunya ketentuan pidana dalam Undang-Undang.
2)Hukum-hukuman.
3)Pengecualian, pengurangan, dan penambahan hukuman.
4)Percobaan.
5)Turut serta melakukan perbuatan yang dapat dihukum (deelneming).
6)Gabungan perbuatan yang dapat dihukum (samenloop).
7)Memasukkan dan mencabut pengaduan dalam perkara kejahatan yang hanya boleh
dituntut atas pengaduan (klachtdelict).
8)Gugurnya hak menuntut hukuman dan gugurnya hukuman (verjaring).
9)Arti beberapa sebutan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Buku kedua, mengatur tentang tindak-tindak pidana yang termasuk golongan
kejahatan (misdrijven). Adapun ketentuan yang diatur dalam Buku Kedua ini adalah tentang :
1)Kejahatan terhadap keamanan Negara.
2)Kejahatan melanggar martabat kedudukan Presiden dan martabat kedudukan Wakil

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
Presiden.
3)Kejahatan terhadap Negara yang bersahabat dan terhadap kepala dan wakil negara yang
bersahabat.
4)Kejahatan mengenai perlakuan kewajiban Negara dan hak-hak Negara.
5)Kejahatan terhadap ketertiban umum.
6)Perkelahian satu lawan satu.

7)Kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi keamanan umum, manusia, atau barang.
8)Kejahatan terhadap kekuasaan umum.
9)Sumpah palsu dan keterangan palsu.
10)Hal memalsukan mata uang dan uang kertas Negara serta uang kertas Bank.
11)Memalsukan meterai dan merek.
12)Memalsukan surat-surat.
13)Kejahatan terhadap kedudukan warga.
14)Kejahatan terhadap kesopanan.
15)Meninggalkan orang yang memerlukan pertolongan.
16)Penghinaan.
17)Membuka rahasia.
18)Kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang.
19)Kejahatan terhadap jiwa orang.
20)Penganiayaan.
21)Mengakibatkan orang mati atau luka karena salahnya.
22)Pencurian.
23)Pemerasan dan ancaman.
24)Penggelapan.
25)Penipuan.
26)Merugikan penagih hutang atau orang yang berhak.
27)Menghancurkan atau merusakkan barang.
28)Kejahatan yang dilakukan dalam jabatan.
29)Kejahatan pelayaran.
30)Pertolongan jahat.
3. Buku ketiga, mengatur tentang tindak-tindak pidana yang termasuk golongan
pelanggaran (overtredingaen)yaitu meliputi ketentuan tentang :
1)Pelanggaran tentang keamanan umum bagi orang, barang dan kesehatan umum.

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
2)Pelanggaran tentang ketertiban umum.
3)Pelanggaran tentang kekuasaan umum.
4)Pelanggaran tentang kedudukan warga.
5)Pelanggaran tentang orang yang perlu ditolong.
6)Pelanggaran tentang kesopanan.
7)Pelanggaran tentang polisi daerah.
8)Pelanggaran dilakukan dalam jabatan.
9)Pelanggaran dalam pelayaran.

Hukum Perdata
Pengertian Hukum Perdata.
Hukum perdata dalah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang
terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan
masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum
perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-
kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara
seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain. Hukum perdata formal
mempertahankan hukum perdata material, karena hukum perdata formal berfungsi menerapkan
hukum perdata material apabila ada yang melanggarnya.
Sistematika Hukum Perdata dalam KUH Perdata (BW).
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) Indonesia terdiri dari empat buku sebagai
berikut:
1) Buku I, yang berjudul “perihal orang” (van persoonen),memuat hukum perorangan
dan hukum kekeluargaan.
2) Buku II, yang berjudul “perihal benda”(van zaken), memuat hukum benda dan
Hukum waris.
3) Buku III, yang berjudul “perihal perikatan” (van verbintennisen), memuat hukum
Harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi
Orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
4) Buku IV, yang berjudul “perihal pembuktian dan kedaluwarsa” (van bewijs en
Verjaring), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu
Terhadap hubungan-hubungan hukum.

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
Kodifikasi dan Unifikasi Hukum
Kodifikasi hukum Istilah kodifikasi berasal dari codifiecatie yaitu suatu usaha untuk
menyusun satu bagian dari hukum secara lengkap dan merupakan satu buku. secara umum
adalah suatu langkah pengkitaban hukum atau penulisan hukum ke dalam suatu kitab undang-
undang (codex) yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah.
Unifikasi hukum adalah suatu langkah penyeragaman hukum atau penyatuan suatu hukum
untuk diberlakukan bagi seluruh bangsa di suatu wilayah negara tertentu sebagai hukum
nasional di negara tersebut.

Asas-asas dalam Hukum Perdata


• Ne bis in idem
• Bezit geedt als velkomen titel à dalam hal barang bergerak (Pasal 1977 KUHPerdata)
bahwa “barang siapa menguasai barang bergerak dengan itikad baik maka ia dianggap
sebagai pemilik”
• Pacta sunt servanda
• Contracts vrij heid à kebebasan para pihak untuk berjanji
• Te Goede Trouw à itikad baik

HUKUM TATA NEGARA


Pengertian Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara dalam arti luas meliputi :
1. Hukum Tata Usaha Negara/ Hukum Administrasi / hukum pemerintah
2. Hukum Tata Negara dalam arti sempit, ialah Hukum Tata
Negara.
Jadi kesimpulan Hukum Tata Negara menurut para pakar adalah:
Peraturan-peraturan yang mengatur organisasai Negara dari tingkat atas sampai
bawah,sturktur,tugas & wewenang alat perlengkapan Negara hubungan antara perlengkapan
tersebut secara hierarki maupun horizontal,wilayah Negara,kedudukan warga negara serta hak-
hak asasnya.

Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
Bentuk Negara
Menurut teori modern saat ini bentuk negara yang terpenting adalah negara kesatuan
(unitarisme) dan negara serikat (federasi).

Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan modern menurut Jellineck dan Leon Duguit, dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Kerajaan (monarki)
2) Republik

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


Pengertian Hukum Administrasi Negara
HAN merupakan bagian dari Hukum publik, yakni Hukum yang mengatur tindakan
Pemerintah dan mengatur hubungan antara Pemerintah dengan warga Negara atau hubungan
antara Organ Pemerintah. HAN memuat keseluruhan peraturan yang berkenaan dengan cara
bagaimana Organ Pemerintahan melaksanakan tugasnya. Jadi HAN berisi aturan main yang
berkenaan dengan fungsi Organ-Organ Pemerintahan. HAN adalah instrument juridis yang
digunakan oleh Pemerintah untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan masyarakat, disisi lain
HAN merupakan Hukum yang dapat digunakan oleh anggota masyarakat untuk mempengaruhi
dan memperoleh perlindungan dari Pemerintah. Jadi HAN memuat peraturan mengenai
aktifitas Pemerintah.

Perkembangan HAN di Indonesia


Pengaruh konsep negara kesejahteraan di Indonesia dapat dilihat sejak zaman Hindia Belanda
pada tahun 1870, Hukum Administrasi Negara juga telah ada. Hindia Belanda saat itu hanya
mempunyai 4 departemen, yaitu : departemen dalam negeri, departemen penajaran, departemen
pekerjaan umum, dan depertemen keuangan. Menurut Bintarto Tjokromidjojo, sebelum tahun
1945 ketika bangsa Indonesia hidup dalam penjajahan, bangsa Indonesia tidak diberi
kesempatan untuk ikut serta dalam Administrasi Negara. Pada masa penyusunan naskah UUD
1945 Muhammad Hatta mengembangkan konsep negara kesejahteraan dengan istilah negara
pengurus untuk merumuskan pasal 33 UUD 1945, yaitu : tentang demokrasi ekonomi.

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
Pada masa sekarang kegiatan negara pengurus tersebut, seperti pendidikan, kesehatan
pembangunan perekonomia dan sebagainya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga
oleh pihak swasta, seperti : pembangunan rumah sakit, pembangunan sekolah dan sebagainya.
Hak-hak sosial tersebut dapat terlaksana apabila para aparatur negara memiliki komitmen dan
kesungguhan untuk melaksaknanya. Terdapat pengembangan dalam Hukum Administrasi
negara Indonesia, yaitu terdapat pekerjaan yang sesuai dengan bobot, tugas dan fungsi serta
kewajiban administrasi negara Indonesia seperti yang telah tertuang dalam Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Hukum Acara Perdata, Pidana dan Peradilan Tata Usaha Negara


Hukum Acara Perdata.
Hukum Acara Perdata disebut juga HUkum Perdata formil, yaitu aturan-aturan hukum yang
mengatur cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka Pengadilan dan cara
bagaimana Pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain unutk melaksanakan berjalannya
peraturan-peraturan Hukum Perdata.
Sumber Hukum Acara Perdata masih terdapat dalam kodifikasi warisan zaman colonial
Belanda yang terdapat dalam HIR (Herziene Inlands Reglement) yang diterjemahkan menjadi
RIB (Reglemen Indonesia yang Diperbaharui).
Pada tiap-tiap perkara perdata yang diperiksa di muka Pengadilan, sekurang-kurangnya ada
dua pihak yang berhadapan satu sama lain, yaitu Penggugat dan Tergugat. Pengugat adalah
pihak yang mulai membuat perkara sedang Tergugat adalah pihak Penggugat ditarik ke muka
Pengadilan.
Adanya suatu perkara perdata, tergantung pada inisiatif Penggugat, yaitu dimulainya
pengajuan surat oleh Penggugat atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam daerah
hukumnya Tergugat bertempat tinggal (Pasal 118 HIR). Kalau Tergugatnya lebih dari seorang,
maka gugatannya dimasukkan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
tinggal salah satu Tergugat yang yang dipilih oleh Penggugat. Jika tempat diam Tergugat tidak

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
dikenal, ataupun tempat tinggal sebetulnya tidak diketahui maka surat gugatan dapat
dimasukkan kepada Ketua Pengadilan Negeri di mana Penggugat berdomisili.
Pemeriksaan perkara dalam siding pengadilan adalah bersifat terbuka. Ketentuan ini
tercantum dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan
sebagai berikut:
Pasal 19 Ayat (1):
“ Sidang pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-
undang menentukan lain.”
Sedang Keputusan Hakim juga harus diucapkan dalam siding terbuka, seperti yang diatur
dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20:
“ Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan dalam siding terbuka untuk umum.”
Dari Kedua ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa setiap pemeriksaan dalam siding
terbuka untuk dilakukan pemeriksaan tertutup apabila udnang-undang menentukan lain
misalnya dalam pemeriksaan perceraian, atau perkosaan dalam perkara pidana. Walaupun
pemeriksaannya dilakukan secara tertutup, tapi pembacaan keputusan Hakim harus dilakukan
dalam siding terbuka sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004.
Pemeriksaan dilakukan dengan siding terbuka artinya setiap orang dapat hadir
mendengarkan jalannya siding. Tujuan dari ketentuan ini adalah unutk:
1) Melindungi hak-hak asasi manusia (khusus dalam hal ini para pihak yang
Sedang berperkara).
2) Menjamin adanyaobjektivitas peradilan.
Di dalam Hukum Acara Perdata dikenal adanya 5 macam alat pembuktian, yaitu:
a) Bukti Tulisan, c) Persangkaan (dugaan), e) Sumpah.
b) Bukti saksi, d) Pengakuan, dan

Hukum Acara Pidana.


Hukum Acara Pidana disebut juga Hukum Pidana Formil adalah keseluruhan aturan hukum
yang mengenai cara melaksanakan ketentuanHukum Pidana jika ada pelanggaran terhadap
norma-norma yang dimaksud oleh ketentuan ini.

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
Adapun proses pelaksanaan acara pidana terdiri dari beberapa tingkatan. Berbeda dengan
pemeriksaan dalam hukum acara perdata yang mengejar kebenaran formil, dalam hukum acara
pidana yang dikejar adalah kebenaran materil, di mana suatu pengakuan tanpa didukung oleh
alat bukti bukanlah merupakan alat bukti mutlak. Juga pemeriksaan dalam acara perdata hanya
dalam siding, sedangkan dalam hukum acara pidana dikenal pemeriksaaan di luar sidang.
Pemeriksaan dalam hukum acara pidana adalah sebagai berikut:
a) Pemeriksaan pendahuluan (vooronderzoek).
b) Pemeriksaan terakhir (eindonderzoek) di dalam siding Pengadilan pada tingkat
pertama.
c) Memajukan upaya hukum (rechtsmiddelen) yang dapat dijalankan terhadap
putusan hukum, baik di tingkat pertama maupun pada tingkat banding.
d) pelaksanaan putusan Hakim.
Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum (Pasal 37 UU No.
4 Tahun 2004).
Pengaturan dalam UU Pokok kekuasaan Kehakiman lebih maju mengenai kedudukan
Tersangka, seperti dalam Pasal 38-nya yang berbunyi: “Dalam perkara pidana seorang
tersangka terutama sejak saat dilakukannya penangkapan dan/atau penahanan berhak
menghubungi dan meminta bantuan Penasihat Hukum.”
Menurut seorang terdakwa di muka Hakim Pidana adalah menyerahkan perkara seorang
terdakwa dengan berkas perkaranya kepada Hakim, dengan permohonan supaya Hakim
memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa. Seorang
terdakwa/tersangka dalam menghadap di siding pengadilan boleh ddampingi pembela, dapat
tidak didampingi, kecuali dalam hal terdakwa atas perbuatannya dapat diancam dengan pidana
mati. Dalam hal ini, ia harus didampingi oleh pembela. Kalau terdakwa tidak mampu, maka
kewajiban pihak Pengadilan unutk menyediakan pembela.
Dalam siding ini baik Terdakwa maupun Jaksa dapat mengajukan alat-alat bukti. Alat bukti
dari Terdakwa gunanya unutk menangkal tuduhan Jaksa, sedang dari pihak menguatkan
tuduhannya. Alat bukti yang dikenal dalam Hukum Acara Pidana yang diatur dalam KUHAP
Pasal 184 adalah:
a) Keterangan saksi,
b) Keterangan ahli,
c) Surat-surat,

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
d) Petunjuk, dan
e) Keterangan terdakwa.
Setelah pemeriksaan alat-alat bukti selesaim maka tiba saatnya Jaksa membacakan
tuntutannya (requisitoir), dan setelah Jaksa membacakan tuntutannya, tiba giliran Terdakwa
membacakan pledoi, dan kesempatan berikutnya ada pada Jaksa membacakan replik.
Kemudian kesempatan berikutnya terdakwa membacakan duipliknya. Kesempatan diberikan
kepada kedua belah pihak Jaksa dan Terdakwa, sampai kedua belah pihak puas. Setelah Hakim
memperoleh keyakinan dengan alat-alat bukti yang sah akan kebenaran perkara tersebut,maka
Hakim akan mempertimbangkan hukuman apa yang akan dijatuhkan.
Keputusan Hakim (vonis) dapat berupa:
a) Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa (vrijspraak), dalam hal ini
perbuatan yang dituduhkan Jaksa tidak terbukti.
b) Putusan yang mengandung pelepasan Terdakwa dari segala tuntutan (ontslag van
rechtsvervolging), da;am hal ini perbuatan yang dituduhkan Jaksa terbukti tetapi
bukan merupakan kejahatan ataupun pelanggaran.
c) Putusan yang mengandung penghukuman.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
Dengan diundangkannya UU No. 81 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
maka pelaksanaan HUkum Acara Pidana di Negara kita didasarkan kepada hukum nasional
yang kita ciptakan sendiri.
Hal-hal atau ketentuan-ketentuan baru yang merupakan perbedaan dengan ketentuan yang ada
dalam HIR adalah meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Penyidikan
b) Pemisah fungsi penuntut umum dan penyidik (polisi)
c) Praperadilan
d) Masa Penahanan
e) Setiap orang berhak mendapatkan bantuan hukum
f) Ganti tugi dan rehabilitasi
g) Acara pemeriksaan
h) Banding.
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 menyebutkan bahwa, Kekuasaan
dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan:
a) Peradilan Umum
b) Peradilan Agama
c) Peradilan Militer
d) Peradilan Tata Usaha Negara
Hukum Acara yang digunakan pada PTUN mempunyai persamaan dengan acara yang
digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara perdata dengan beberapa perbedaan antara lain
adalah:
a) Pada PTUN Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan, guna
memperoleh kebenaran material dan untuk itu undang-undang ini mengarah pada
ajaran pembuktian bebas.
b) Suatu Tata Usaha Negara pada dasarnya tidak bersifat menunda pelaksanaan
Keputusan TUN yang disengketakan.
c) Kedudukan Penggugat dan Tergugat pada PTUN akan tetap sama sampai tingkat
kasasi tidak dimungkinkan adanya gugat balik, sehingga tidak ada Penggugat dan
Tergugat rekonvensi.
d) Pada PTUN pengajuan gugatan diberi batas waktu yaitu 90 (Sembilan puluh) hari.

Wewenang Peradilan Tata Usaha Negara


Wewenang PTUN adalah mengadili sengketa Tata Usaha Negara antara orang atau Badan
Hukum Privat (sebagai Penggugat dengan Badan atau Pejabat TUN).
Yang dimaksud dengan sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
Negara antara orang atau badan hukum privat dengan badan atau pejabat tata usaha Negara,
baik di tingkat pusat maupun daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha
Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Pasal 1 butir ke-4).
Objek Sengketa Tata Usaha Negara
Menurut Pasal 1 butir ke-3 UU No. 5 Tahun 1986, dikatakan bahwa objek atau pangkal
sengketa Tata Usaha Negara adalah: “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisikan
tindakan hukum tata usaha yang berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku bersifat

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau badan hukum
perdata”.
Gugatan
Dalam Pasal 53 Ayat (1) ditegaskan bahwa: “seorang atau Badan Hukum perdata yang merasa
dirugikan oleh suatu Keputusan tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada
Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar keputusan Tata Usaha Negara yang
diselenggarakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti
rugi dan/atau rehabilitasi.”
Pembuktian
Alat bukti yang dikenal dalam Hukum Acara PTUN adalah:
a) Surat atau tulisan, e) Pengetahuan hakim.
b) Keterangan ahli,
c) Keterangan saksi,
d) Pengakuan para pihak, dan

Hukum Dagang

Pengertian Hukum Dagang


Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan
perdagangan untuk memperoleh keuntungan, atau hukum yang mengatur hubungan
hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan
perdagangan. Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2: tertulis dan tidak tertulis
tentang aturan perdagangan. Adapun hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
tercantum dalam KUHD (Pasal 1 KUHD). Prof. Subeki berpendapat bahwa terdapatnya
KUHD di samping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hal ini dikarenakan
hukum dagang relatif sama dengan hukum perdata.

Sejarah Hukum Dagang


Pada abad pertengahan ketika bangsa Romawi sedang mengalami masa kejayaan, hukum
Romawi pada waktu itu dianggap paling sempurna, dan banyak digunakan di berbagai Negara.
Dalam perniagaan yang semakin ramai timbulah hal-hal yang tidak dapat lagi diselesaikan
dengan hukum Romawi, persoalan dagang dan perselisihan antara para pedagang
terpaksa harus diselesaikan oleh mereka sendiri.Oleh karena itu, mereka membentuk badan-
badan yang harus mengadili sengketa antara para pedagang. Badan-badan tersebut
juga bertugas membuat berbagai ketentuan yang mengatur hubungan antar pedagang. Lambat
laun lahirlah peraturan-peraturan khusus mengenai dagang.Hukum yang berlaku bagi
pedagang berdasarkan perintah Napoleon dibukukan dalam sebuah buku Code de Commerce
(tahun 1807). Selanjutnya disusunlah kitab-kitab lainnya, yakni:
1. Code Civil adalah yang mengatur hukum sipil/hukum perdata.
2. Code Penal ialah yang menentukan hukum pidana.
Kedua buku tersebut dibawa serta berlaku di negeri Belanda dan akhirnya diterapkan di
Indonesia. Pada tanggal 1 Januari 1809 Code de Commerce (Hukum Dagang) berlaku di negeri
Belanda yang pada waktu itu menjadi jajahannya. Kitab Undang-undang Hukum Dagang
dibagi dalam 2 (dua) buku, yaitu buku pertama tentang dagang pada umumnya dan buku kedua
tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari pelayaran. Jika dicermati secara seksama,
dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang tidak ada definisi apa yang dimaksud dengan
hukum dagang. Pada tahun 1847 berlaku pula di Indonesia atas
dasar concordantie (persamaan) yang disebut Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).

Hubungan KUHPerdata dan KUHD


Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang
merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok
hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex
generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan,
berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat
dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi.
Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam
mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang
meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex
Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau
hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam
KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.

Hukum Internasional
Pengertian Hukum Internasional
Hukum Internasional adalah keseluruhan Kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara yang bukan bersifat
perdata. Hukum Internasional yang dimaksud adalah Hukum Internasional publik. Penegasan
ini untuk membedakan antara hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Hukum perdata internasional menurut Dr. Mochtar Kusumaatmadja adalah keseluruhan
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan perdata antara pelaku hukum yang masing-
masing tunduk pada hukum perdata nasional yang berbeda.
Sumber Hukum Internasional
Pada azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Sumber hukum dalam arti materiil
Sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari
pembuatan hukum itu sendiri.
b) Sumber hukum dalam arti formal.
Sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
a. Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional.

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
b. Metode penciptaan hukum internasional.
c. Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat
diterapkan pada suatu persoalan konkrit.
Asas – Asas Hukum Internasional
Pada hakekatnya asas yang dipakai dalam hukum Internasional adalah asas yang saling
menjaga ketertiban, keamanan dan ketentraman dunia Internasional. Tidak diperbolehkan salah
satu negara membuat keresahan dunia, bahkan mengancam keamanannya. Akan tetapi setiap
negara diharuskan untuk menciptakan situasi yang kondusif, melalui beberapa kebijakannya
tersebut.
Asas-asas hukum Internasional diantaranya adalah:
1) Pacta sunt servada.
2) Asas Kedaulatan Negara.
3) Asas Penyalahan hak.
4) Asas Penghormatan Kemerdekaan.
5) Asas Timbal Balik.
6) Asas Iktikad. 7) Asas non intervensi.

Prinsip Dasar Hukum Internasional


1. Prinsip jus cogens
Prinsip jus cogens adalah serangkaian prinsip atau norma yang tidak dapat diubah, yang tidak
boleh diabaikan, dan yang karenanya dapat berlaku untuk membatalkan suatu traktat atau
perjanjian antara negara-negara, dalam hal traktat atau perjanjian tersebut tidak sesuai dengan
salah satu prinsip atau norma.
2. Asas Teritorial
Menurut azas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada
di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada di wilayah tersebut, berlaku
hukum asing (internasional) sepenuhnya.
3. Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya, menurut asas ini setiap
negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya.
Asas ini mempunyai kekuatan extritorial, artinya hukum negera tersebut tetap berlaku juga
bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing.

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982
4. Asas Kepentingan Umum
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam
kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan
dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum, jadi hukum tidak terikat pada batas-
batas wilayah suatu negara.
5. Pacta Sunt Servanda
Setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakannya.
6. Egality Rights
Pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama.
7. Reciprositas
Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat
negatif ataupun posistif.
8. Courtesy
Asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara.
9. Rebus Sig Stantibus
Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar/fundamentali dalam keadaan
yang bertalian dengan perjanjian itu
10. Asas Hukum Umum
Asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yaitu sistem
hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian
besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Menurut Pasal 38 ayat (1) asas hukum
umum merupakan suatu sumber hukum formal utama yang berdiri sendiri di samping kedua
sumber hukum yang telah disebut di muka yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan.

E. Utrecht/Moh. Saleh Djindang, SH. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta. 1982

Anda mungkin juga menyukai