REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
Jalan Veteran No. 11 Jakarta Pusat
Telepon 021-3857611/3857613 Faksimili 021-3857612
Laman : www.ditjenpas.go.id, email : 2020veteran11@gmail.com
1. Menginventarisir pegawai yang melakukan pelanggaran kode etik sesuai dengan Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.HH.16.05.02 Tahun 2011 tentang
Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan (Peraturan Menteri Hukum dan HAM terlampir);
2. Membentuk Majelis Kode Etik dengan berpedoman Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI Nomor : M.HH.16.05.02 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pegawai
Pemasyarakatan dan Keputusan Direktur Jenderal Pemsyarakatan Nomor : PAS-
01.PW.01.01 Tahun 2015 tentang Standar Penyelenggaraan Sidang Kode Etik dan
Pengelolaan Majelis Kode Etik;
3. Melaksanakan Sidang Kode Etik dengan berpedoman pada Keputusan Direktur Jenderal
Pemasyarakatan Nomor : PAS-01.PW.01.01 Tahun 2015 tentang Standar Penyelenggaraan
Sidang Kode Etik dan Pengelolaan Majelis Kode Etik (Keputusan Direktur Jenderal
Pemasyarakatan terlampir);
4. Melaporkan pelaksanaannya kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan U.p. Direktur
Keamanan dan Ketertiban, melalui Sisumaker Kementerian Hukum dan HAM
(sumaker.kemenkumham.go.id) dan Email Direktorat Keamanan dan Ketertiban
(direktoratkamtib@gmail.com).
Demikian atas perhatian dan kerja sama yang baik, diucapkan terima kasih.
Tembusan:
1. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI;
2. Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
PEDOMAN SATOPS PATNAL PAS TAHUN 2020 i
PEDOMAN SATOPS PATNAL PAS TAHUN 2020 i
PEDOMAN SATOPS PATNAL PAS TAHUN 2020 ii
PEDOMAN SATOPS PATNAL PAS TAHUN 2020 iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkah dan rahmat-Nya, sehingga penyusunan “Pedoman SATOPS PATNAL PAS”
dapat diselesaikan. Penerbitan Pedoman Kerja SATOPS PATNAL PAS merupakan
bentuk tanggung jawab Direktorat Jenderal Pemasyarakatan selaku pembuat
kebijakan dalam rangka mewujudkan Optimalisasi Pelayanan Pemasyarakatan
terhadap masyarakat. Melalui Pedoman ini, SATOPS PATNAL PAS diharapkan
dapat melaksanakan pencegahan, penindakan, supervisi, pemantauan dan evaluasi
dibidang perawatan, pembinaan, pembimbingan, pengelolaan basan dan baran,
pengamanan serta pembinaan kepegawaian. Tidak lupa juga saya mengucapkan
terima kasih kepada setiap pihak yang tidak dapat disebutkan secara satu persatu,
yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan pengalaman yang sangat
berharga dalam penyusunan buku pedoman ini. Mohon maaf atas segala
kekurangan yang tersaji, semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat bagi
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Hukum dan HAM dan UPT
Pemasyarakatan di seluruh Indonesia.
Reynhard Silitonga
NRP 67090332
KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Maksud, Tujuan dan Tata Nilai Utama............................................... 2
C. Ruang Lingkup.............................................................................................. 3
D. Pengertian...................................................................................................... 4
BAB II POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN SATOPS PATNAL PAS......... 6
A. Tugas dan Fungsi SATOPS PATNAL PAS........................................... 6
B. Kewenangan dan Tanggung Jawab SATOPS PATNAL PAS........ 9
C. Kedudukan SATOPS PATNAL PAS....................................................... 10
D. Mekanisme Pelaksanaan Tugas dan Fungsi SATOPS PATNAL
PAS..................................................................................................................... 11
E. Struktur dan Tata Kerja Organisasi SATOPS PATNAL PAS..... 19
F. Keanggotaan SATOPS PATNAL PAS.................................................... 36
G. Sasaran SATOPS PATNAL PAS............................................................... 37
H. Kelengkapan SATOPS PATNAL PAS.................................................... 37
I. Atribut dan Tanda Kewenangan SATOPS PATNAL PAS............. 38
J. Pembiayaan SATOPS PATNAL PAS...................................................... 40
BAB III PENUTUP................................................................................................................ 41
LAMPIRAN 1 ATRIBUT SATOPS PATNAL PAS......................................................... iii
LAMPIRAN 2 PAKAIAN DINAS SATOPS PATNAL PAS........................................... viii
LAMPIRAN 3 SOP PELAKSANAAN SATOPS PATNAL PAS.................................... xi
LAMPIRAN 4 FORM LAPORAN SATOPS PATNAL PAS........................................... xvii
A. Latar Belakang
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan organisasi yang paling
besar di Kementerian Hukum dan HAM, memiliki satuan kerja sebanyak 680
unit yang tersebar di 34 provinsi seluruh indonesia, dengan Jumlah petugas
Pemasyarakatan sebanyak 42.317 orang, serta memberikan pembinaan dan
pembimbingan kepada 231.693 orang Warga Binaan Pemasyarakatan yang
terdiri dari Tahanan sebanyak 48.391 Orang, Narapidana sebanyak 188.895
orang, dan Klien Pemasyarakatan yang menjalankan integrasi sebanyak
81.570 orang terdiri dari Klien Dewasa 79.284 orang dan Klien anak 2.286
orang, serta Basan dan Baran sebanyak 14.473 unit
(http://smslap.ditjenpas.go.id 10 Agustus 2020). Dengan Sumber Daya yang
cukup besar maka diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara optimal dengan semangat pelayanan yang bersih dan
melayani.
2. Tujuan
Untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan kepada
masyarakat pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM dan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan.
5. Pengertian
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara
pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan
dalam tata peradilan pidana;
2. Petugas Pemasyarakatan adalah pegawai negeri sipil dilingkungan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menjalankan tugas
dan fungsi di bidang Pemasyarakatan;
3. Penilaian adalah suatu rangkaian penyusunan data, pemberian
kesimpulan, dan rekomendasi mengenai narapidana yang melibatkan
Petugas Wali, Pembimbing Kemasyarakatan dan Psikolog;
4. Pembinaan kepribadian adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas
narapidana dalam hal ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
intelektual, sikap dan perilaku, serta kesehatan jasmani dan rohani;
5. Pembinaan kemandirian adalah kegiatan yang mempersiapkan
narapidana untuk bekerja;
6. Perawatan adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya melayani
kebutuhan perlengkapan, makanan, dan kesehatan narapidana serta
tahanan;
7. Pencegahan adalah mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih
dahulu sebelum kejadian meliputi;
8. Gangguan keamanan dan ketertiban adalah suatu situasi kondisi yang
menimbulkan keresahan, ketidakamanan, serta ketidaktertiban
kehidupan di dalam Lapas dan Rutan;
C. Kedudukan
Satuan Operasional Kepatuhan Internal Pemasyarakatan (SATOPS PATNAL
PAS) terdiri atas:
1. SATOPS PATNAL PAS Pusat
SATOPS PATNAL PAS Pusat adalah SATOPS PATNAL PAS yang
berkedudukan di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan wilayah
kerja meliputi lingkungan internal Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM dan UPT Pemasyarakatan.
b. Uraian Tugas Jabatan SATOPS PATNAL PAS Wilayah yang terdiri dari:
1) Penanggung Jawab SATOPS PATNAL PAS Wilayah adalah Kepala
Kantor Wilayah:
a) Membuat kebijakan tentang kegiatan SATOPS PATNAL PAS
Wilayah;
b) Menetapkan keanggotaan SATOPS PATNAL PAS Wilayah;
c) Mengesahkan rencana kegiatan operasi yang dilakukan oleh
SATOPS PATNAL PAS Wilayah;
d) Bertanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan kegiatan
SATOPS PATNAL PAS Wilayah;
e) Melaporkan hasil operasi/kegiatan SATOPS PATNAL PAS
Wilayah kepada Pembina SATOPS PATNAL PAS Pusat.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 18 September 2020
Reynhard Silitonga
NRP 67090332
Reynhard Silitonga
NRP 67090332
Keterkaitan: Peralatan/perlengkapan:
9 Melaporkan hasil kegiatan/operasi SATOPS PATNAL PAS ATK, Kamera SLR seketika Laporan
Reynhard Silitonga
NRP 67090332
Unit Kerja
SOP Pelaksanaan Operasi/Kegiatan SATOPS PATNAL
Nama SOP:
PAS Wilayah
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Keterkaitan: Peralatan/perlengkapan:
Seluruh peraturan dan regulasi yang terkait 1. Kamera SLR
2. ATK
3. Hand Metal Detektor
4. Masker
5. Sarung Tangan
6. Form. Intrumen Penilaian
7, Buku Peraturan/Standar
8. Rompi anti sajam
9. Helm tactikal
10. Dll.
Peringatan: Pencatatan dan pendataan
Pelaksanaan SOP ini memperhatikan profesionalisme, integritas, kewaspadaan dan ketelitian petugas serta berada di bawah dalam satu komando
Wajib menjaga kerarahasia operasi/kegiatan
Tidak
ATK dan Komputer
4 Persetujuan operasi/kegiatan SATOPS PATNAL PAS (PC/Laptop)
Disesuaikan Surat perintah
Ya
Memberikan petunjuk dan arahan tentang operasi/kegiatan SATOPS ATK dan Komputer
5 Disesuaikan Informasi
PATNAL PAS (PC/Laptop)
9 Melaporkan hasil kegiatan/operasi SATOPS PATNAL PAS ATK, Kamera SLR seketika Laporan
Perubahan sesuai
ATK dan Komputer
11 Tindak Lanjut hasil evaluasi (PC/Laptop)
Disesuaikan dengan hasil
rekomendasi
Reynhard Silitonga
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN NRP 67090332
Keterkaitan: Peralatan/perlengkapan:
Seluruh peraturan dan regulasi yang terkait 1. Kamera SLR
2. ATK
3. hand Metal Detektor
4. Masker
5. Sarung Tangan
6. Form. Intrumen Penilaian
7, Buku Peraturan/Standar
8. Rompi anti sajam
9. Helm tactikal
10. Dll.
Peringatan: Pencatatan dan pendataan:
Pelaksanaan SOP ini memperhatikan profesionalisme, integritas, kewaspadaan dan ketelitian petugas serta berada di bawah dalam satu komando
Wajib menjaga kerarahasia operasi/kegiatan
9 Melaporkan hasil kegiatan/operasi SATOPS PATNAL PAS ATK, Kamera SLR seketika Laporan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.605 2
www.djpp.kemenkumham.go.id
3 2011, No.605
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA TENTANG KODE ETIK PEGAWAI
PEMASYARAKATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Kode
Etik adalah pedoman sikap, tingkah laku atau perbuatan pegawai
pemasyarakatan dalam pergaulan hidup sehari-hari guna
melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan, pembinaan, dan
pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan serta
pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan.
2. Pegawai Pemasyarakatan adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang menjalankan tugas
dan fungsi di bidang pemasyarakatan.
3. Majelis Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut
Majelis Kode Etik adalah lembaga nonstruktural yang bertugas
melakukan penegakan pelaksanaan dan menyelesaikan pelanggaran
Kode Etik yang dilakukan oleh Pegawai Pemasyarakatan.
BAB II
PRINSIP DASAR
Pasal 2
Prinsip dasar dalam menjalankan tugas Pemasyarakatan meliputi:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun1945;
c. menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia;
d. menghormati harkat dan martabat manusia;
e. memiliki rasa kemanusiaan, kebenaran dan keadilan;
f. kejujuran dalam sikap, ucapan, dan tindakan;
g. keikhlasan dalam berkarya; dan
h. berintegritas dalam setiap aktifitas.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.605 4
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Pegawai Pemasyarakatan
harus memiliki etos kerja sebagaimana tercantum dalam Tri Dharma
Petugas Pemasyarakatan.
BAB III
ETIKA PEGAWAI PEMASYARAKATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Setiap Pegawai Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas kedinasan
dan pergaulan hidup sehari-hari wajib bersikap dan berpedoman pada
etika dalam:
a. berorganisasi;
b. melakukan pelayanan terhadap masyarakat;
c. melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap
Warga Binaan Pemasyarakatan;
d. melakukan pengelolaan terhadap benda sitaan dan barang
rampasan;
e. melakukan hubungan dengan aparat hukum lainnya; dan
f. kehidupan bermasyarakat,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Setiap Pegawai Pemasyarakatan wajib mematuhi, mentaati, dan
melaksanakan etika sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua
Etika dalam Berorganisasi
Pasal 5
Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam berorganisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, sebagai berikut:
a. menjalin hubungan kerja yang baik dengan semua rekan kerja, baik
bawahan maupun atasan, meliputi:
1. menghormati hak orang lain untuk dapat bekerja dalam suasana
yang tenang, aman dan kondusif;
2. tidak memberikan penilaian secara subyektif dan tanpa
kewenangan atas tindakan atau pekerjaan orang lain;
www.djpp.kemenkumham.go.id
5 2011, No.605
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.605 6
www.djpp.kemenkumham.go.id
7 2011, No.605
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.605 8
www.djpp.kemenkumham.go.id
9 2011, No.605
Bagian Keenam
Etika dalam Melakukan Hubungan dengan Aparat Penegak Hukum Lainnya
Pasal 9
Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam melakukan hubungan dengan
aparat penegak hukum lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf e, sebagai berikut:
a. menghormati dan menghargai kesetaraan profesi, meliputi:
1. mampu menjalin kerja sama secara bertanggung jawab;
2. memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan standar prosedur
pelayanan yang telah ditetapkan; dan
3. memelihara dan memupuk kerjasama yang baik tanpa merusak
tanggung jawab.
b. menjaga kehormatan dan kewibawaan profesi yang meliputi:
1. selalu bersikap ramah dan sopan namun tetap tegas dalam
menegakkan aturan; dan
2. tidak mengeluarkan ucapan atau melakukan tindakan yang dapat
merendahkan diri sendiri ataupun profesi.
Bagian Ketujuh
Etika dalam Kehidupan Bermasyarakat
Pasal 10
Etika Pegawai Pemasyarakatan dalam kehidupan bermasyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, sebagai berikut:
a. tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik;
b. tidak menjadi anggota atau pengurus organisasi sosial
kemasyarakatan/keagamaan yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan;
c. tidak menjadi penagih utang atau menjadi pelindung orang yang
punya utang;
d. tidak menjadi perantara atau makelar perkara dan pelindung
perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan yang dapat mencemarkan
nama baik korps;
e. tidak melakukan perselingkuhan, perzinahan, dan/atau mempunyai
istri/suami lebih dari satu orang tanpa izin;
f. tidak menjadi wakil kepentingan orang atau kelompok atau politik
tertentu yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi; dan
g. tidak memasuki tempat yang dapat mencemarkan atau menurunkan
harkat dan martabat Pegawai Pemasyarakatan, kecuali atas perintah
jabatan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.605 10
BAB IV
MAJELIS KODE ETIK
Pasal 11
(1) Untuk menegakkan Kode Etik dibentuk Majelis Kode Etik.
(2) Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad
hoc.
(3) Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Majelis Kode Etik Pusat; dan
b. Majelis Kode Etik Wilayah.
(4) Majelis Kode Etik Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
(5) Majelis Kode Etik Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Jenderal
Pemasyarakatan.
Pasal 12
(1) Susunan keanggotaan Majelis Kode Etik Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a, terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan
c. 3 (tiga) orang anggota.
(2) Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berasal dari unsur:
a. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebanyak 4 (empat) orang
anggota dan ditunjuk sebagai ketua dan sekretaris; dan
b. Inspektorat Jenderal yang membidangi pemasyarakatan sebanyak
1 (satu) orang anggota.
Pasal 13
(1) Susunan keanggotaan Majelis Kode Etik Wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b, terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan
c. 1 (satu) orang anggota.
(2) Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berasal dari unsur:
a. Divisi Pemasyarakatan sebanyak 2 (dua) orang anggota, sebagai
ketua dan sekretaris; dan
b. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebanyak 1 (satu) orang
anggota.
Pasal 14
(1) Majelis Kode Etik Pusat bertugas memeriksa dan mengambil
keputusan terhadap Pegawai Pemasyarakatan di lingkungan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang diduga melanggar Kode
www.djpp.kemenkumham.go.id
11 2011, No.605
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.605 12
Pasal 18
Pasal 19
Bagian Kedua
Pasal 20
Majelis Kode Etik menyelenggarakan sidang dengan prinsip cepat,
sederhana, dan murah.
Pasal 21
Majelis Kode Etik wajib menentukan jadwal sidang dalam waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pembentukan Majelis Kode Etik
ditetapkan.
Pasal 22
Majelis Kode Etik harus menyelesaikan sidang dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari kerja.
Pasal 23
(1) Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memeriksa Pegawai
Pemasyarakatan yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.
(2) Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah Pegawai
Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi
kesempatan membela diri.
(3) Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah mufakat.
(4) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(5) Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final.
Pasal 24
Majelis Kode Etik wajib menyampaikan hasil keputusan sidang kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian secara berjenjang sebagai rekomendasi
dalam memberikan sanksi moral dan/atau sanksi administratif kepada
Pegawai Pemasyarakatan yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik.
www.djpp.kemenkumham.go.id
13 2011, No.605
BAB VI
SANKSI
Pasal 25
(2) Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara
tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pasal 26
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pasal 28
www.djpp.kemenkumham.go.id
2011, No.605 14
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
www.djpp.kemenkumham.go.id
2015
Standar
Penyelenggara Sidang
Kode Etik dan
Pengelolaan Majelis
Kode Etik
RESUME
Assalamu’alaikum, Wr.Wb
Dengan mengucap puji syukur Kehadiran Illahi Rabbi Allah SWT, saya
ucapkan selamat atas tersusunnya Standar Penyelenggara Sidang Kode Etik
dan Pengelolaan Majelis Kode Etik yang disusun oleh Tim Direktorat Bina
Keamanan dan Ketertiban. Atas nama jajaran Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan, saya ucapkan banyak terimakasih dan memberikan
apresiasi setinggi-tingginya khususnya kepada para penyusun yang telah
bekerja keras dalam pembuatan Standar ini. Tentu keberadaan Buku
Standar Penyelenggara Sidang Kode Etik dan Pengelolaan Majelis Kode Etik
ini mempunyai arti penting dalam pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan di
Indonesia, selain itu Standar ini akan memperluas intelektual yang dapat
dijadikan sebagai petunjuk serta rambu-rambu khususnya bagi seluruh
Pegawai Pemasyarakatan di Indonesia didalam pelaksanaan tugasnya.
Dalam perkembangan sistem pemasyarakatan yang majemuk dan
dinamis, kepercayaan merupakan kata kunci utama didalam keberhasilan
jasa maupun pelayanan yang dilakukan oleh sebuah lembaga atau institusi.
Sebagai upaya menjawab tuntutan kemajuan sistem pemasyarakatan
tersebut perlu adanya sebuah pedoman bersikap, bertingkahlaku dan
perbuatan Pegawai Pemasyarakatan dalam pergaulan hidup sehari-hari
guna melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan, pembinaan terhadap
Warga Binaan Pemasyarakatan dan pembimbingan Klien Pemasyarakatan
serta Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara, tentu
keberadaan Kode Etik ini menjadi sangat penting.
Dalam definisi umum kode etik merupakan sistem norma, nilai dan
aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar
dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi suatu profesi. Kode
etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang
I Wayan K Dusak
NIP. 19570727 198303 1 001
Resume ............................................................................................ i
Kata Sambutan Direktur Jenderal Pemasyarakatan .......................... ii
Kata Pengantar Direktur Bina Keamanan dan Ketertiban .................. iv
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Norma dan Dasar Hukum .......................................................... 1
1.3. Definisi Global dan Detail Standar ............................................ 2
1.4. Maksud dan Tujuan ................................................................... 3
1.5. Kebutuhan Sumber Daya Manusia ........................................... 3
1.6. Kebutuhan Sarana dan Prasarana .......................................... 4
1.7. Sistem, Mekanisme Dan Prosedur ............................................ 5
1.8. Jangka Waktu Penyelesaian ..................................................... 30
1.9. Kebutuhan Biaya Pelaksanaan ................................................. 31
1.10. Instrumen Penilaian Kinerja ...................................................... 32
Daftar Lampiran …………………………………………………………… 36
Hal 1
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
1.3. Definisi Global Dan Detail Standar
Hal 2
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
1.4 Maksud danTujuan
Maksud dan tujuan dari penyusunan standar sidang kode etik ini antara lain:
Sebagai pedoman bagi Petugas Pemasyarakatan dalam
menyelenggarakan sidang Majelis Kode Etik.
Mewujudkan penyelenggaraan Sidang Majelis Kode Etik yang cepat,
murah , dan adil.
Sebagai pedoman untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan Sidang
Majelis Kode Etik.
Menjamin konsistensi sidang kode etik, baik dari sisi mutu, waktu, dan
prosedur;
Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi minimal yang
harus dimiliki oleh petugas pemasyarakatan dalam melaksanakan
sidang kode etik;
sidang dan
kelengkapannya
8. Papan nama anggota 10
Majelis
9. Bendera Merah Putih 1
10. Pataka 1
Pemasyarakatan
11. Banner sidang 1
Ukuran 3 m x 2 m
B. Persiapan Sidang
Proses penegakan kode etik petugas pemasyarakatan merupakan
rangkaian kegiatan yang diawali dengan pembentukan majelis kode etik,
pemanggilan para pihak hingga persiapan pelaksanaan siding kode etik.
a. Pembentukan Majelis Kode Etik dan Kelengkapan Sidang
1) Pembentukan Majelis Kode Etik dilakukan dengan mengeluarkan
Surat Keputusan Keanggotaan Majelis Kode Etik yang berlaku
selama 1 (satu) tahun anggaran
2) Keanggotaan Majelis Kode Etik paling sedikit 5 (lima) orang
Hal 5
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
3) Setelah menerima Berita Acara Pemeriksaan dari bagian yang
menangani pengaduan, petugas administrasi kode etik wajib
menyusun Surat Pelaksanaan Sidang Etik dengan melampirkan
Berita Acara Pemeriksaan
4) Surat Pelaksanaan Sidang Etik dibuat oleh Unit Administrasi
Kode Etik yang berada pada;
a) Direktorat yang menangani penegakan kode etik di Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan
b) Bidang yang menangani keamanan di Kantor Wilayah
5) Untuk Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, surat pelaksanaan
sidang etik disampaikan kepada Direktur Jenderal
Pemasyarakatan melalui Direktur yang bertanggung jawab
terhadap keamanan dan ketertiban
6) Untuk Kantor Wilayah, surat pelaksanaan sidang etik
disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala
Divisi Pemasyarakatan
7) Direktur Jenderal atau Kepala Kantor Wilayah setelah menerima
Surat pelaksanaan sidang etik menunjuk Majelis Kode Etik dan
Kelengkapan Sidang dengan Surat Perintah Pelaksanaan Sidang
Etik
8) Ketua dan Anggota Majelis Kode Etik diambil dari susunan
keanggotaan yang terdapat dalam Surat Keputusan
Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada
angka (1)
9) Penunjukan Majelis Kode Etik dilakukan paling lambat 3 (tiga)
hari setelah Surat Pembentukan Majelis Kode Etik diterima
10) Pembentukan Majelis Kode Etik dan kelengkapan sidang
dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari setelah surat usulan diterima
oleh Direktur Jenderal atau Kepala Kantor Wilayah
11) Susunan Majelis Kode Etik Pusat terdiri dari 3 (orang) orang
yaitu:
1) 1 (satu) orang ketua merangkap anggota
2) 2 (dua) orang anggota dari jajaran Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan
12) Susunan Majelis Kode Etik Wilayah terdiri dari 3 (tiga) orang
yaitu:
1) 1 (satu) orang ketua merangkap anggota
2) 2 (dua) orang anggota dari jajaran Divisi Pemasyarakatan
13) Pangkat Ketua Majelis Kode Etik sekurang-kurangnya lebih
tinggi 1 (satu) tingkat dari pangkat anggota Majelis
14) Pangkat anggota Majelis Kode Etik sekurang-kurangnya
setingkat dengan pangkat terlapor
Hal 6
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
15) Dalam hal pembentukan Majelis Kode Etik Wilayah, pangkat
Ketua Majelis Kode Etik tidak terpenuhi, maka Ketua Majelis
Kode Etik dapat diajukan dari Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan
16) Dalam hal pembentukan Majelis Kode Etik Wilayah, pangkat
anggota Majelis Kode Etik tidak dapat terpenuhi, maka
keanggotaan dapat diambil dari Divisi lain di Kantor Wilayah
setempat
17) Kelengkapan Sidang terdiri dari:
a. 1 (satu) orang Sekretaris Sidang
b. 3 (tiga) orang Petugas Pengawas Internal
c. 1 (satu) orang Petugas Bantuan Hukum
d. 1 (satu) orang Petugas Administrasi Kode Etik
18) Pembentukan kelengkapan sidang dilakukan dengan surat
perintah yang berlaku untuk satu kasus pelanggaran kode etik
C. Administrasi persidangan
1) Untuk keperluan sidang, Sekretaris Sidang wajib menyusun surat
dugaan pelanggaran etik dan tuntutan berdasarkan berita acara
pemeriksaan
Hal 7
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
2) Surat dugaan pelanggaran etik dan tuntutan memuat:
a) Identitas terperiksa yang terdiri dari: nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, pangkat, jabatan, dan Nomor
Induk Pegawai
b) Keterangan pelanggaran mengenai dugaan pelanggaran
dengan menyebutkan waktu dan tempat pelanggaran
dilakukan
c) Hasil pemeriksaan
d) Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
perkara etik
e) Tuntutan Majelis Etik sebagaimana terdapat dalam surat
tuntutan
3) Dalam hal terdapat lebih dari satu dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh teradu/terlapor maka seketaris sidang etik dapat
melakukan penggabungan dan membuatnya dalam satu surat
keterangan pelanggaran.
4) Pegawai administrasi sidang etik wajib meminjam alat bukti dan
barang bukti dari bagian yang menangani pengaduan agar dapat
dihadirkan di persidangan
5) Terkait peminjaman alat bukti dan barang bukti tersebut wajib
dibuat Surat Peminjaman Alat Bukti dan Barang Bukti yang
ditandatangani oleh Kepala Bidang/Sub direktorat yang
menangani penegakan kode etik
6) Untuk kepentingan sidang, pegawai administrasi sidang etik
wajib menyiapkan ruang sidang
7) Ruang untuk kelengkapan persidangan meliputi:
a) Ruang sidang
b) Tempat tunggu anggota Majelis
c) Tempat tunggu terperiksa dan pegawai bantuan hukum
d) Tempat tunggu saksi
e) Perlengkapan ruang sidang terdiri dari:
f) Meja sidang diberi alas berwarna hijau dengan susunan
berbentuk ”U” atau segaris
g) Kursi sidang untuk anggota majelis, pemeriksaan,
sekretaris sidang, terperiksa, pegawai bantuan hukum,
saksi
h) Palu sidang dan kelengkapannya
i) Papan nama anggota majelis
j) Bendera merah putih yang dipasang di sebelah kanan dan
sejajar dengan kursi Majelis dan bendera Lambang
Pemasyarakatan
k) Foto presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
Hal 8
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
l) Banner Sidang Majelis Etik sebagai background Majelis
8) Posisi perangkat sidang dalam ruang sidang sebagai berikut:
a) Ketua Majelis berada di bagian depan tengah
b) Anggota majelis berada di sebelah kanan dan kiri Ketua
Majelis
c) Terperiksa berhadapan dengan Ketua Majelis
d) Sekretaris Sidang berada di sisi kiri Majelis
e) Pegawai bantuan hukum berada di sisi kanan Majelis
f) Bentuk ruang sidang disesuaikan dengan kondisi ruangan
dalam bentuk segaris
g) Sidang dilaksanakan dengan khidmat dan tertib
9) Pakaian dalam persidangan:
a) Anggota Majelis memakai PDUK
b) Sekretaris Sidang memakai PDUK
c) Terperiksa memakai PDH
d) Petugas bantuan hukum memakai PDUK
e) Pegawai pengawasan Internal memakai PDL siang
f) Saksi dari pegawai pemasyarakatan memakai PDH
g) Saksi yang bukan berasal dari pemasyarakatan memakai
pakaian bebas, rapi dan sopan
10) Sebelum sidang etik diselenggarakan, Sekretaris sidang etik
wajib membuat daftar hadir sidang dan memastikan kehadiran
saksi, saksi ahli dan teradu
D. Pelaksanaan Sidang
Sidang Etik pegawai pemasyarakatan merupakan rangkaian kegiatan
sejak pembukaan sampai dengan penyampaian putusan.
a. Pembukaan Sidang
1) Yang pertama sekali memasuki ruang sidang adalah Sekretaris
Sidang, Petugas Bantuan Hukum, Petugas Pengawas Internal.
2) Sebelum sidang dimulai, Sekretaris Sidang wajib membacakan
tata tertib persidangan
3) Sidang Majelis Etik bersifat tertutup untuk umum.
4) Jika terperiksa tidak dapat dihadirkan di persidangan, Sidang Etik
tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh terperiksa (in
absentia).
5) Jika terperiksa dapat dihadirkan di persidangan, Ketua Majelis
Etik wajib memastikan identitas terperiksa dan menanyakan
apakah terperiksa didampingi pegawai bantuan hukum
Hal 9
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
1) Surat dugaan pelanggaran Etik dan tuntutan dibacakan sekaligus
oleh Sekretaris Sidang
2) Selama proses pembacaan surat dugaan pelanggaran, terperiksa
wajib menyimak isi surat tersebut agar dapat mengerti
pelanggaran dan tuntutan apa yang disangkakan kepadanya
3) Pada saat pembacaan surat dugaan pelanggaran, Ketua Majelis
Etik wajib memastikan apakah terperiksa sudah memahami isi
surat keterangan yang dibacakan
4) Jika terperiksa tidak memahami isi surat dugaan pelanggaran
maka penjelasan wajib diberikan oleh Sekretaris Sidang dengan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti
5) Surat dugaan pelanggaran etik dan tuntutan yang telah dibacakan
diserahkan kepada Ketua Majelis Etik
c. Pembuktian
1) Dalam sidang Etik, pembuktian merupakan proses pemeriksaan
terhadap alat bukti dan barang bukti.
2) Ketua Majelis Etik tidak dapat memutuskan bersalah atau tidak
bersalahnya terperiksa dengan hanya berdasarkan pada
keterangan terperiksa. Oleh karena itu, dibutuhkan alat bukti sah
lainnya untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi Ketua Majelis
dalam memutuskan suatu perkara.
3) Alat bukti yang sah terdiri dari:
a) Keterangan saksi
b) Keterangan ahli
c) Surat
d) Petunjuk, dan
e) keterangan terperiksa.
Sedangkan, hal-hal yang secara umum dianggap sudah
diketahui tidak perlu dibuktikan lagi.
4) Dalam proses pembuktian dengan alat bukti, setidaknya
diperlukan 2 (dua) alat bukti yang sah agar Majelis Etik
memperoleh keyakinan bahwa suatu tidakan pelanggaran etik
benar-benar terjadi dan terperiksa diyakini sebagai orang yang
bersalah melakukannya, sehingga Majelis Etik dapat menjatuhkan
sanksi kepada terperiksa.
5) Selain alat bukti, Ketua Majelis Etik memperlihatkan kepada
peserta sidang segala barang bukti yang menjadi alat pembuktian
dalam kasus yang bersangkutan.
6) Barang bukti terdiri dari:
a) Benda yang diduga diperoleh dari pelanggaran atau sebagai
hasil dari pelanggaran
Hal 10
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
b) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk
melakukan pelanggaran atau untuk mempersiapkannya
c) Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi
penyelidikan pelanggaran
d) Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan
pelanggaran
e) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan
pelanggaran
7) Dalam proses pembuktian, Ketua Majelis Etik berwenang untuk
memberikan kesempatan kepada Sidang atau pegawai bantuan
hukum untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan
terperiksa dan dapat menolak pertanyaan yang diajukan tersebut
apabila dipandang perlu oleh Ketua Majelis Etik.
8) Ketua Majelis Etik bertugas menjadi perantara agar antara
Anggota dan Sekretaris Sidang dan terperiksa/pegawai bantuan
hukum dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji
kebenaran keterangan yang diberikan oleh masing-masing saksi.
9) Ketua Majelis Etik, Sekretaris Sidang, maupun pegawai bantuan
hukum tidak boleh memberikan pertanyaan yang bersifat
menjerat dalam mengajukan pertanyaan kepada saksi dan
terperiksa.
10) Dalam proses persidangan, Majelis Etik mengedepankan sikap
arif, bijaksana dan objektif berdasarkan keyakinan hati nurani.
a. Keterangan saksi
1) Dalam sidang etik, dibutuhkan lebih dari seorang saksi
untuk membuktikan bahwa terperiksa bersalah atas
perbuatan yang disangkakan kepadanya, kecuali bila satu
keterangan saksi tersebut disertai dengan alat bukti sah
lainnya.
2) Keterangan saksi yang diakui sebagai alat bukti adalah apa
yang dinyatakan oleh saksi di dalam sidang etik.
3) Keterangan saksi dapat diterima sebagai alat bukti yang
sah apabila:
a) saksi telah disumpah sebelum memberikan keterangan
kesaksiannya di dalam sidang etik
b) terdapat hubungan antara keterangan yang didapat
satu saksi dengan saksi lainnya mengenai suatu
kejadian atau peristiwa
4) Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti yang tidak
sah apabila:
Hal 11
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
a) keterangan dari saksi yang tidak bersedia disumpah
meskipun keterangannya saling berhubungan.
b) pendapat maupun rekaan yang disebutkan saksi
merupakan hasil pemikirannya saja
5) Dalam sidang etik, para saksi tidak diperkenankan untuk:
a) saling berhubungan sebelum memberikan
keterangan di dalam sidang
b) saling bercakap-cakap selama sidang belangsung
6) Apabila saksi merasa sedang berada di bawah ancaman
yang sangat besar yang membahayakan dirinya akibat
perkara yang menjadikan dirinya sebagai saksi, maka
Ketua Majelis Etik dapat memberikan persetujuan agar
saksi tersebut dapat memberikan kesaksiannya tanpa hadir
langsung dalam sidang etik. Jika demikian, maka
keterangan yang telah disampaikan saksi dalam Berita
Acara Pemeriksaan disamakan nilainya dengan keterangan
saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.
7) Saksi yang tidak dapat hadir langsung ke persidangan wajib
memberikan surat pernyataan ketidakbersediaan hadir
kepada pegawai administrasi sidang etik untuk diserahkan
kepada Ketua Majelis Etik.
8) Ketua Majelis Etik wajib menanyakan kepada saksi
mengenai:
a) Keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir, umur
atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama, dan pekerjaan.
b) Apakah saksi kenal dengan terperiksa sebelum
terperiksa melakukan perbuatan yang menjadi dasar
tuntutan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau
semenda dan sampai derajat keberapa dengan
terperiksa meskipun sudah bercerai atau terikat
hubungan kerja dengannya
9) Selama sidang berlangsung atau sebelum dijatuhkannya
putusan, Ketua Majelis Etik diwajibkan mendengarkan
dengan seksama keterangan saksi, baik yang
menguntungkan maupun yang memberatkan terperiksa,
yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan dan atau
yang diminta oleh terperiksa atau pegawai bantuan hukum
atau Sekretaris Sidang.
10) Jika dalam menyampaikan keterangan tersebut saksi
menyampaikan hal yang berbeda dengan keterangannya
Hal 12
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
yang terdapat di BAP, maka perbedaan yang ada dicatat di
dalam Berita Acara Sidang.
11) Ketua Majelis Etik dan Anggota Majelis Etik dapat meminta
kepada saksi segala keterangan yang dipandang perlu
untuk mendapatkan kebenaran dari keterangan masing-
masing saksi.
12) Ketua Majelis Etik dan anggota Majelis Etik dapat
menanyakan dan meminta barang bukti yang dipandang
perlu kepada saksi
13) Pertanyaan yang diajukan kepada saksi diarahkan untuk
mengungkap fakta yang sebenarnya, sehingga harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Materi pertanyaan diarahkan untuk pembuktian unsur-
unsur perbuatan yang diduga dilanggar oleh
Terperiksa.
b) Pertanyaan harus relevan dan tidak berbelit-belit,
bahasa dan penyampaiannya harus dipahami oleh
saksi.
c) Pertanyaan tidak boleh bersifat menjerat atau
menjebak saksi.
d) Hindari pertanyaan yang bersifat mengulang dari
pertanyaan yang sudah ditanyakan, kecuali hal tersebut
ditujukan dalam rangka memberi penekanan pada
suatu fakta tertentu atau penegasan terhadap
keterangan yang bersifat ragu-ragu.
14) Selama sidang berlangsung, saksi tetap berada di dalam
ruangan sidang, kecuali apabila Ketua Majelis Etik
memberikan izin kepadanya untuk meninggalkan ruangan.
15) Saksi tidak dapat didengar keterangannya atau dapat
mengundurkan diri sebagai saksi jika merupakan:
a) keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke
atas atau ke bawah sampaiderajat ketiga dari
terperiksa
b) saudara dan terperiksa atau yang bérsama-sama
sebagaiterperiksa, saudara ibu atau saudara bapak,
juga mereka yang mempunyai hubungan karena
perkawinan dari anak-anak saudara terperiksa sampal
derajat ketiga
c) suami atau isteri terperiksa meskipun sudah bercerai
atau yang bersama-sama sebagai terperiksa.
Jika dikehendaki oleh Ketua Majelis Etik, mereka dapat
memberi keterangan di bawah sumpah.
Hal 13
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
16) Dalam menilai kebenaran tentang keterangan seorang
saksi, Ketua Majelis Etik harus memperhatikan:
a) Persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan
saksi yang lain
b) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti
lain
c) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk
memberikan keterangan tertentu
17) Keterangan saksi yang disangka palsu dapat dibatalkan
oleh Ketua Majelis Etik dan keterangan yang disangka
palsu tersebut wajib dicatat dalam berita acara sidang oleh
sekretaris sidang.
18) Kesaksian palsu yang diberikan di depan persidangan
dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etik
b. Keterangan Ahli
1) Selain keterangan saksi dan terperiksa, keterangan ahli
juga merupakan sumber yang penting dalam mencari
bahan pertimbangan untuk menjadi dasar pembuatan
keputusan dalam sidang.
2) Keterangan ahli dapat dijadikan sebagai alat bukti jika
keterangan tersebut disampaikan di depan sidang etik
sesuai dengan pengetahuan dan keahliannya
3) Saksi ahli wajib disumpah sesuai dengan agama dan
keyakinannya
c. Surat
1) Kategori Surat yang dapat dijadikan alat bukti adalah surat
yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah, yang meliputi:
a) berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang
dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang
dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat
atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan
yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh
pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
Hal 14
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau
sesuatu keadaan.
c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu
hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
kepadanya;
d) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada
hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang
lain.
d. Petunjuk
1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang
karena persesuaiannya, menandakan bahwa telah terjadi
suatu pelanggaran dan siapa pelakunya.
2) Petunjuk hanya dapat diperoleh dari Keterangan saksi, Surat,
dan Keterangan terperiksa.
e. Keterangan terperiksa
1. Keterangan terperiksa sebagai salah satu alat bukti adalah
hal yang dinyatakan oleh terperiksa di dalam sidang etik
2. Karena keterangan ini berkaitan dengan tindakan
pelanggaran yang diperiksakan kepadanya, maka keterangan
ini hanya dapat digunakan untuk dirinya sendiri.
3. Pada saat sidang, apabila pihak terperiksa tidak mau
menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan, maka Ketua Majelis Etik:
a) menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu
pemeriksaan dilanjutkan, atau
b) memperingatkan terperiksa bahwa hal itu dapat
merugikan dirinya sendiri dan tetap meneruskan sidang
4. Keterangan terperiksa yang diberikan di luar sidang dapat
digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang
apabila keterangan tersebut didukung oleh suatu alat bukti
yang sah sepanjang berkaitan dengan keterangan
pelanggaran yang dilakukannya.
5. Pada saat meminta keterangan terperiksa, Ketua Majelis
dapat menunjukkan segala jenis barang bukti dan
menanyakan pada Terperiksa apakah ia mengenal benda
tersebut untuk meyakinkan jawaban atas suatu pertanyaan
atau menegaskan suatu fakta
d. Pembelaan
Hal 15
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
a. Dalam sidang etik, terperiksa wajib diberikan kesempatan untuk
melakukan pembelaan.
b. Dalam sidang etik, pembelaan dapat disampaikan secara
lisan/tertulis oleh terperiksa atau oleh petugas bantuan hukum
c. Petugas bantuan hukum merupakan pegawai pemasyarakatan
yang berasal dari:
a. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk tingkat pusat
b. Divisi Pemasyarakatan untuk tingkat wilayah
d. Apabila pembelaan telah selesai disampaikan, terperiksa/petugas
bantuan hukum harus menyerahkan surat pembelaan asli kepada
Ketua Majelis Etik
e. Penjatuhan Keputusan
1) Sidang Penjatuhan Keputusan Majelis Etik bersifat tertutup untuk
umum.
2) Dalam pengambilan keputusan, Majelis Etik perlu
mempertimbangkan itikad baik terperiksa
3) Hal-hal yang dapat meringankan penjatuhan keputusan terhadap
terperiksa antara lain
a)Bersifat kooperatif dalam proses persidangan
b)Menyesali perbuatannya
4) Penetapan keputusan dilakukan secara musyawarah untuk
mufakat.
5) Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam pengambilan
keputusan, setiap anggota Majelis yang berpendapat berbeda
wajib menuliskan pendapat yang berbeda di dalam keputusan
6) Surat Keputusan Majelis Etik memuat:
a) Kepala keputusan yang dituliskan berbunyi “DEMI
MENJAGA MARTABAT, KEHORMATAN DAN
PROFESIONALISME PEGAWAI PEMASYARAKATAN”
b) Nomor Surat Keputusan sesuai dengan nomor register awal
c) Identitas terperiksa yang terdiri dari: nama lengkap, tempat
lahir, agama, umur atau tanggal lahir, pangkat, jabatan, dan
Nomor Induk Pegawai, Unit organisasi
d) Keterangan pelanggaran sebagaimana terdapat dalam surat
dugaan pelanggaran
e) pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta
dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari
pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan
kesalahan terperiksa
f) Tuntutan Majelis Etik sebagaimana terdapat dalam surat
tuntutan
Hal 16
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
g) Pembelaan diri terperiksa
h) Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
perkara etik dan pasal peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang
memberatkan dan yang meringankan terperiksa
i) pernyataan kesalahan terperiksa, pernyataan telah terpenuhi
semua unsur dalam rumusan pelanggaran kode etik yang
disertai dengan kualifikasinya dan sanksi etik atau tindakan
yang dijatuhkan;
j) hari dan tanggal putusan, nama Sekretaris Sidang, nama
Ketua Majelis Etikdan Anggota yang memutus
7) Keputusan sidang etik dapat berupa:
a) Sanksi moral
b) Rehabilitasi; atau
c) Tindakan pembinaan berupa: tidak mendapat promosi jabatan;
tidak diperkenankan mengikuti pelatihan; tidak mendapat mutasi
dalam jangka waktu tertentu; dan rotasi internal
8) Dalam hal pemeriksaan sidang etik ditemukan dugaan
pelanggaran disiplin atau tindak pidana, Majelis Etik menyampaikan
hasil temuan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan
9) Keputusan Majelis Etik bersifat final dan mengikat.
f. PENJATUHAN SANKSI
Proses penjatuhan sanksi bagi pegawai pemasyarakatan yang dinyatakan
melanggar kode etik diawali dengan penyampaian surat pengantar
pelaksanaan keputusan majelis etik kepada Pejabat Pembina Kepegawaian
dan penjatuhan sanksi.
Hal 17
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
3) Untuk Majelis Etik Pusat, surat pengantar Pelaksanaan Keputusan
Majelis Etik disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian
di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan ditembuskan kepada
Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
4) Untuk Majelis Etik Wilayah, surat pengantar Pelaksanaan
Keputusan Majelis Etik disampaikan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian di Kantor Wilayah dan ditembuskan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
b. Penjatuhan Sanksi
1) Pegawai pemasyarakatan yang melakukan pelanggaran kode Etik
dan Kode Perilaku Pegawai Pemasyarakatan dikenai sanksi
moral
2) Dalam hal pegawai pemasyarakatan dikenai sanksi moral harus
disebutkan kode etik dan kode perilaku yang dilanggar
3) Sanksi moral dibuat secara tertulis oleh pejabat pembina
kepegawaian
4) Sanksi moral yang disampaikan secara tertutup meliputi:
a. Permintaan maaf secara tertulis yang ditujukan kepada Kepala
Unit Satuan Kerja di unit kerja yang bersangkutan; dan
b. Penyampaian surat keputusan penjatuhan sanksi dari pejabat
pembina kepegawaian kepada atasan langsung yang
bersangkutan
5) Sanksi moral yang disampaikan secara terbuka meliputi:
b. Dibacakan keputusan majelis etik di depan apel pagi yang
dihadiri oleh seluruh pegawai, pejabat struktural di kantor
setempat, dan pegawai yang bersangkutan selama 3 (tiga)
sampai 6 (enam) hari kerja
c. Dipisahkan barisannya pada saat apel selama 3 (tiga) sampai 6
(enam) hari kerja
d. Hasil keputusan sidang etik ditempelkan di papan
pengumuman satuan kerja yang bersangkutan selama 1 (satu)
bulan
6) Dalam hal keputusan majelis etik berupa Tindakan rehabilitasi
maka dilakukan dengan:
a) Pernyataan secara terbuka bahwa pegawai yang bersangkutan
tidak bersalah yang disampaikan pada apel pagi yang dihadiri
oleh seluruh pegawai, pejabat struktural di kantor setempat,
dan pegawai yang bersangkutan selama 3 (tiga) sampai 6
(enam) hari kerja; dan
b) Pernyataan secara terbuka bahwa pegawai yang bersangkutan
tidak bersalah yang ditempelkan di papan pengumuman satuan
kerja yang bersangkutan selama 1 (satu) bulan; dan
Hal 18
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
c) Pemulihan hak administratif kepegawaiannya
7) Penjatuhan sanksi etik dilakukan oleh pejabat pembina
kepegawaian atau kepada pejabat struktural di lingkungannya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8) Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari, pejabat pembina
kepegawaian tidak melaksanakan penjatuhan sanksi, maka paling
lambat 7 (tujuh) hari dari batas waktu terakhir penjatuhan sanksi,
bagian yang menangani penegakan kode etik wajib meminta surat
keterangan tidak dilaksanakannya keputusan majelis etik
9) Bidang yang menangani penegakan kode etik membuat Surat
Pemberitahuan keterlambatan penjatuhan sanksi kepada Atasan
atasan langsung penegakan kode etik sebagai laporan dengan
melampirkan Surat Keterangan yang disampaikan oleh pejabat
pembina kepegawaian
Hal 19
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
3. Sekretaris Sidang membacakan tata tertib persidangan dengan
mengatakan, “Sebelum sidang dimulai, akan dibacakan terlebih dahulu
tata tertib persidangan
sebagai berikut:
Hal 20
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
hormat..grak!; Ketua Majelis membalas penghormatan. Setelah itu
petugas pengawas internal memberikan aba-aba “tegak..grak!”
11. Petugas Pengawas Internal melaporkan kepada Ketua Majelis bahwa
terperiksa siap untuk diperiksa dengan mengatakan, “Lapor..terperiksa
siap dipersidangkan”
12. Ketua Majelis Etik menjawab, “laporan diterima, kembali ke tempat”.
13. Petugas Pengawas Internal kembali ke tempat
14. Ketua Majelis Etik duduk kembali.
15. Ketua Majelis mempersilahkan terperiksa duduk di kursi pemeriksaan
dengan mengatakan, “saudara terperiksa silahkan duduk”
16. Setelah terperiksa duduk di kursi pemeriksaan, Ketua Majelis melakukan
pemeriksaan identitas terperiksa dengan mengatakan:
a. Apakah saudara dalam keadaan sehat dan siap untuk diperiksa?
b. Siapa nama lengkap saudara?
c. Berapa Nomor Induk Pegawai saudara?
d. Apa pangkat/golongan saudara?
e. Berapa umur saudara?
f. Apa jabatan saudara?
g. Di unit kerja mana saudara ditugaskan?
h. Apakah saudara didampingi Petugas Bantuan Hukum?
a. Jika Terperiksa menjawab “tidak”, maka Ketua Majelis Etik
melanjutkan persidangan
b. Jika terperiksa menjawab “iya”, maka Ketua Majelis Etik
menanyakan kepada Petugas Bantuan Hukum, “apakah benar
dalam sidang ini Anda bertindak sebagai Petugas Bantuan Hukum
terperiksa?” Apabila benar, maka Ketua Majelis Etik harus meminta
bukti Surat Pendampingan Sidang Etik kepada Petugas Bantuan
Hukum dengan mengatakan “Apakah saudara dapat menunjukkan
Surat Perintah Pendampingan Sidang Etik?”
a. Jika Petugas Bantuan Hukum menjawab “ya”, Ketua Majelis Etik
meminta Petugas Bantuan Hukum untuk menunjukkan bukti
surat tersebut dan meminta Sekretaris Sidang untuk ikut
menyaksikan dengan mengatakan “Petugas Bantuan Hukum
silahkan maju, saudara Sekretaris silahkan maju ke depan
untuk ikut menyaksikan”.
b. Surat Perintah Pendampingan Sidang Etik diserahkan kepada
Ketua Majelis Etik dan diperlihatkan kepada Anggota Majelis
dan Sekretaris Sidang. Setelah itu, Petugas Bantuan Hukum
dan Sekretaris Sidang kembali ke tempat.
18. Sebelum Pembacaan Surat Dugaan Pelanggaran dan Tuntutan Etik,
Ketua Majelis Etik menanyakan kepada Sekretaris Sidang apakah surat
Hal 21
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
tersebut sudah siap, dengan mengatakan “Sekretaris Sidang, apakah
Surat Dugaan Pelanggaran dan Tuntutan Etik Sudah siap?”.
19. Sekretaris Sidang menjawab “iya”.
20. Ketua Majelis Etik juga wajib menanyakan kepada Petugas Bantuan
Hukum apakah telah mendapat salinan Surat Dugaan Pelanggaran dan
Tuntutan Etik, dengan mengatakan “Apakah Petugas Bantuan Hukum
sudah mendapatkan salinannya?”
1) Petugas Bantuan Hukum harus sudah mendapatkan salinan Surat
Dugaan Pelanggaran dan Tuntutan Etik pada hari-hari sebelum
sidang dimulai. Oleh karenanya, Petugas Bantuan Hukum
menjawab “ya”
2) Apabila Petugas Bantuan Hukum belum mendapatkan salinan
Surat Dugaan Pelanggaran dan Tuntutan Etik saat di persidangan,
maka sidang dapat dibatalkan demi hukum.
21. Ketua Majelis Etik mempersilahkan Sekretaris Sidang untuk membacakan
Surat Dugaan Pelanggaran dan Tuntutan Etik dengan mengatakan
“Sekretaris Sidang silahkan membacakan Surat Dugaan Pelanggaran dan
Tuntutan Etik, saudara terperiksa harap mendengarkan dengan seksama”
22. Sekretaris sidang membacakan Surat Dugaan Pelanggaran dan tuntutan
Etik, “Surat Dugaan Pelanggaran dan tuntutan Etik Nomor….,. yang kami
hormati Majelis Kode Etik Pusat/Wilayah agar dapat menyidangkan
terperiksa, Nama… NIP..Pangkat..Jabatan..pokok perkara …. (dan
seterusnya sampai dengan pembacaan nama sekretaris sidang dan NIP-
nya)”
23. Setelah pembacaan surat Dugaan Pelanggaran dan tuntutan Etik, Ketua
Majelis menanyakan kepada Terperiksa dengan mengatakan, “apakah
saudara terperiksa sudah mengerti tentang pelanggaran yang dituduhkan
dan tuntutan yang dikenakan kepada Saudara?”
24. Apabila Terperiksa tidak mengerti, maka Sekretaris sidang atas
permintaan Ketua Majelis memberikan penjelasan singkat dengan bahasa
yang sederhana dan mudah dimengerti.
25. Ketua Majelis bertanya kepada Sekretaris sidang dengan mengatakan,
“apakah ada saksi-saksi yang akan dihadirkan pada sidang hari ini?”
26. Sekretaris sidang menjawab, “ya, ada.”
27. Ketua Majelis mempersilahkan terperiksa untuk mengambil tempat
disamping Petugas Bantuan Hukum dengan mengatakan, “saudara
terperiksa silahkan duduk di tempat yang telah disediakan”.
28. Ketua Majelis segera memerintahkan kepada Sekretaris sidang untuk
menghadirkan saksi-saksi ke dalam ruangan dengan mengatakan,
“Saudara sekretaris, silahkan menghadirkan saksi”
Hal 22
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
29. Sekretaris sidang memanggil saksi dengan mengatakan, “Sidang Etik
Pusat/Wilayah memanggil saksi, nama .........., jabatan.................Silahkan
saudara saksi menempati kursi pemeriksaan”
30. Ketika masuk ke ruang sidang, Saksi didampingi oleh Petugas Pengawas
Internal hingga duduk di kursi pemeriksaan dan Petugas Pengawas
Internal kembali ke tempat
31. Ketua Majelis wajib mengajukan pertanyaan kepada saksi:
1) Apakah saudara dalam keadaan sehat dan siap untuk memberikan
kesaksian?
2) Sebutkan nama lengkap saudara?
3) Sebutkan Nomor Induk Pegawai Saudara?
4) Apa jabatan saudara?
5) Berapa umur saudara?
6) Sebutkan alamat rumah saudara?
7) Sebutkan satuan kerja/pekerjaan saudara
8) Apa agama saudara?
9) Apakah saudara kenal dengan Terperiksa?
10) Apakah saudara mempunyai hubungan darah dengan Terperiksa?
29. Ketua Majelis mengatakan, “sebelum saudara memberikan kesaksian,
kami akan mengambil sumpah saudara, menurut agama….”
30. Ketua Majelis mengambil sumpah kepada saksi disaksikan rohaniwan
sesuai dengan ketentuan agama masing-masing.
a. Untuk saksi yang beragama Islam, cukup berdiri tegap dan melafalkan
sumpah dan Petugas Administrasi berdiri dibelakangnya sambil
mengangkat Al Quran di atas kepala saksi.
b. Untuk saksi yang beragama Katholik, Petugas Administrasi
membawakan Injil (Alkitab) disebelah kiri saksi, pada saat saksi
melafalkan sumpah tangan kiri saksi diletakkan diatas Alkitab dan
tangan kanan saksi dan jari tengah dan jari telunjuk membentuk huruf
V (Victoria)
c. Untuk yang beragama kristen, mengacungkan jari telunjuk, jari tengah
dan jari manis, sedangkan untuk agama lain menyesuaikan.
30. Ketua Majelis meminta agar saksi mengikuti kata-kata yang dilafalkan oleh
Ketua Majelis dengan mengatakan, “saudara saksi harap mengikuti
perkataan saya”
1) Untuk saksi yang beragama Islam, lafal sumpah “wallahi.. atau demi
Allah... saya bersumpah bahwa saya akan menerangkan dengan
sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya”.
2) Untuk saksi yang beragama Katholik/Kristen protestan lafal sumpah
“saya bersumpah bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya
dan tiada lain dari yang sebenarnya semoga Tuhan menolong saya.”
Hal 23
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
3) Untuk saksi yang beragama Hindu lafal sumpah “saya bersumpah
bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain
dari yang sebenarnya om atah parama wisesa.....”
4) Untuk saksi yang beragama Budha lafal sumpah “demi sang hyang
adi budha.... saya bersumpah bahwa saya akan menerangkan dengan
sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya”
32. Setelah pengucapan sumpah selesai, Ketua Majelis mempersilahkan
saksi untuk duduk kembali dengan mengatakan, “saudara saksi silahkan
duduk”
33. Ketua Majelis mengingatkan saksi untuk memberikan keterangan yang
benar dengan mengatakan, “saudara saksi harap memberikan keterangan
yang sebenarnya, sesuai dengan apa yang dialami, apa yang dilihat, atau
apa yang didengar oleh saudara Saksi sendiri. Apabila saksi tidak
mengatakan yang sesungguhnya, maka Saksi dapat dituntut karena
sumpah palsu”.
34. Ketua Majelis mulai memeriksa saksi dengan mengajukan pertanyaan
yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan Terperiksa.
35. Setelah Ketua Majelis selesai mengajukan pertanyaan kepada saksi,
Ketua Majelis dapat mempersilahkan Anggota Majelis untuk mengajukan
pertanyaan kepada saksi dengan mengatakan, “saudara anggota, apakah
ada yang perlu ditambahkan?”
36. Setelah pertanyaan dari Anggota Majelis selesai, Ketua Majelis bertanya
kepada terperiksa dengan mengatakan “apakah saudara terperiksa akan
memberikan tanggapan atas keterangan saudara saksi?
a) Jika terperiksa menjawab “ya”, ketua majelis etik mempersilahkan
terperiksa/petugas bantuan hukum untuk memberikan tanggapan. Jika
diperlukan, Ketua Majelis dapat menanyakan kembali kepada saksi
mengenai tanggapan yang disampaikan oleh terperiksa, dengan
mengatakan “apakah saudara saksi akan memberikan tanggapan atas
keterangan terperiksa?” begitu selanjutnya hingga terperiksa maupun
saksi menjawab “tidak”
b) Jika terperiksa menjawab “tidak”, ketua majelis mempersilahkan saksi
untuk meninggalkan ruang sidang dengan mengatakan “saudara saksi
silahkan kembali ke tempat”
c) Saksi kemudian berdiri dan menuju kursi saksi dengan didampingi oleh
Petugas Pengawas Internal
37. Selanjutnya Ketua Majelis bertanya kepada Sekretaris sidang dengan
mengatakan, “Apakah masih ada saksi yang akan diajukan pada sidang
hari ini?” Demikian seterusnya sampai Sekretaris sidang mengatakan
tidak ada lagi saksi (termasuk saksi ahli) yang akan diajukan.
38. Tata cara pengajuan ahli adalah sama dengan tata cara pengajuan saksi.
Keterangan yang diberikan oleh ahli adalah pendapatnya terhadap suatu
Hal 24
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
kebenaran sesuai dengan pengetahuan, pengalaman atau bidang
keahliannya.
39. Ketua Majelis wajib mengajukan pertanyaan kepada saksi:
1) Apakah saudara dalam keadaan sehat dan siap untuk memberikan
kesaksian?
2) Apakah saudara ahli tahu kenapa saudara dihadirkan dalam sidang ini?
3) Sebutkan nama lengkap saudara?
4) Sebutkan Nomor Induk Pegawai Saudara?
5) Apa jabatan saudara?
6) Berapa umur saudara?
7) Sebutkan alamat rumah saudara?
8) Sebutkan satuan kerja/pekerjaan saudara
9) Apa agama saudara?
10) Apakah saudara kenal dengan Terperiksa?
11) Apakah saudara mempunyai hubungan darah dengan Terperiksa?
40. Majelis mengambil sumpah kepada ahli disaksikan rohaniwan sesuai
dengan ketentuan agama masing-masing sehingga lafal sumpahnya
menjadi:
1) Untuk saksi yang beragama Islam, lafal sumpah diawali dengan ucapan
“wallahi.. atau demi Allah... saya bersumpah bahwa saya akan
memberikan pendapat menurut pengetahuan saya dengan sebaik-
baiknya”.
2) Untuk saksi yang beragama Katholik/Kristen protestan lafal sumpah
“saya bersumpah bahwa saya akan memberikan pendapat menurut
pengetahuan saya dengan sebaik-baiknya semoga Tuhan menolong
saya.”
3) Untuk saksi yang beragama Hindu lafal sumpah “saya bersumpah
bahwa saya akan memberikan pendapat menurut pengetahuan saya
dengan sebaik-baiknya om atah parama wisesa.....”
4) Untuk saksi yang beragama Budha lafal sumpah “demi sang hyang adi
budha.... saya bersumpah bahwa saya akan memberikan pendapat
menurut pengetahuan saya dengan sebaik-baiknya”
43. Setelah Sekretaris Sidang menyatakan bahwa tidak ada lagi saksi yang
dapat diajukan, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan alat bukti atau
barang bukti.
44. Ketua Majelis menanyakan kepada Sekretaris Sidang apakah ada alat
bukti atau barang bukti yang ingin diajukan, dengan mengatakan “Saudara
Sekretaris, apakah ada alat bukti atau barang bukti yang ingin diajukan?”
45. Jika ada alat bukti atau barang bukti yang ingin diajukan, Sekretaris
Sidang maju dan menyerahkannya kepada Ketua Majelis. Ketua Majelis
dapat memanggil Terperiksa dan Petugas Bantuan Hukum untuk maju ke
depan dan menyaksikan barang bukti yang dihadirkan.
Hal 25
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
46. Apabila Sekretaris sidang mengatakan semua alat bukti dan barang bukti
telah diajukan, Ketua Majelis menanyakan kepada petugas bantuan
hukum dengan mengatakan “dalam sidang ini apakah ada saksi
meringankan yang ingin saudara ajukan?
47. Jika petugas bantuan hukum menjawab “ya” maka Ketua Majelis Etik
mempersilahkan petugas bantuan hukum untuk menghadirkan saksi
48. Petugas bantuan hukum memanggil saksi dengan mengatakan, “saudara
saksi, silahkan menempati kursi pemeriksaan”
49. Tata cara pemeriksaan yang meringankan dan pengambilan sumpah
sama dengan pemeriksaan saksi lainnya hingga proses pemeriksaan
selesai.
50. Sidang etik dilanjutkan dengan pemeriksaan Terperiksa. Ketua majelis etik
memerintahkan terperiksa untuk duduk di kursi pemeriksaan dengan
mengatakan “saudara terperiksa silahkan menempati kursi pemeriksaan”
51. Pada saat pemeriksaan terperiksa, Ketua Majelis Etik mengingatkan
kepada Terperiksa untuk menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan
tidak berbelit-belit sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan,
dengan mengatakan “saudara terperiksa, mohon menjawab pertanyaan
dengan jujur dan jelas”.
52. Ketua dan Anggota Majelis mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada Terperiksa.
53. Ketua Majelis dapat menunjukkan segala jenis barang bukti dan
menanyakan pada Terperiksa apakah ia mengenal benda tersebut untuk
meyakinkan jawaban atas suatu pertanyaan atau menegaskan suatu
fakta.
54. Setelah pemeriksaan terhadap terperiksa selesai, Ketua Majelis
memerintahkan terperiksa untuk kembali ke tempat dengan mengatakan,
“saudara terperiksa silahkan kembali ke tempat”
55. Ketua Majelis kemudian menskors sidang mengatakan, “Sidang diskors
paling lama 2 (dua) jam untuk pengambilan keputusan dan akan
dilanjutkan dengan Pembacaan Keputusan”. Kemudian mengetukkan palu
1 (satu) kali.
56. Ketua dan Anggota Majelis keluar ruang sidang dan menuju ruang/tempat
rapat pengambilan keputusan
57. Setelah rapat pengambilan keputusan selesai, Ketua dan Anggota Majelis
kembali memasuki ruang sidang
58. Ketua Majelis mencabut skors untuk membacakan keputusan sidang
dengan mengatakan, “dengan ini skors saya cabut”. Kemudian mengetuk
palu sebanyak 1 (satu) kali.
59. Ketua Majelis mempersilahkan terperiksa untuk duduk di kursi
pemeriksaan dengan mengatakan, “Saudara terperiksa silahkan duduk di
kursi pemeriksaan”
Hal 26
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
60. Ketua Majelis memerintahkan kepada terperiksa agar mendengarkan
keputusan dengan mengucapkan, “Saudara terperiksa harap
mendengarkan dengan seksama keputusan yang saya bacakan”
61. Ketua Majelis mulai membacakan keputusan dengan membaca,
“Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan/Kantor Wilayah dst…..”
62. Pada saat ketua Majelis akan membacakan/mengucapkan amar
keputusan (sebelum mulai membaca kata-kata “memutuskan”….) maka
Ketua Majelis memerintahkan Terperiksa untuk berdiri dengan
mengatakan, “Saudara terperiksa silahkan berdiri”.
63. Setelah amar keputusan dibacakan seluruhnya, Ketua Majelis
mengetukkan palu 1 (satu) kali dan mempersilahkan terperiksa untuk
duduk kembali dengan mengatakan, “Saudara terperiksa silahkan duduk
kembali”
64. Ketua Majelis menjelaskan secara singkat isi keputusannya dan
menyampaikan bahwa keputusan tersebut bersifat final dan mengikat agar
Terperiksa mengerti terhadap keputusan yang dijatuhkan kepadanya
65. Ketua Majelis menyatakan bahwa seluruh rangkaian acara persidangan
etik telah selesai dan menyatakan sidang ditutup. Tata caranya adalah
mengucapkan: “Sidang Etik Pusat/Wilayah… nomor… perkara…dengan
terperiksa…..telah selesai. Sidang dinyatakan ditutup”. Kemudian Ketua
Majelis mengetukkan palu 3 (tiga) kali.
66. Petugas Pengawas Internal memasuki ruang sidang untuk mengawal
terperiksa keluar ruang sidang
67. Ketua Majelis Etik mengambil posisi berdiri
68. Petugas Pengawas Internal melaporkan kepada Ketua Majelis dengan
mengatakan, “Sidang etik pusat/wilayah telah selesai dilaksanakan.
Laporan selesai”
69. Ketua Majelis mengatakan, “Kembali ke tempat”
70. Petugas pengawas internal dan terperiksa memberikan penghormatan
kepada Ketua Majelis dengan kalimat, “Kepada Ketua Majelis Etik,
hormat..grak!; Ketua Majelis membalas penghormatan. Setelah itu
petugas pengawas internal memberikan aba-aba “tegak..grak!”
71. Sekretaris sidang mengumumkan bahwa Ketua Majelis dan anggotanya
akan meninggalkan ruang sidang dengan mengatakan, “Ketua dan
anggota Majelis Etik akan meninggalkan ruang sidang, hadirin dimohon
berdiri”.
72. Ketua dan anggota Majelis Etik meninggalkan ruang sidang
73. Terperiksa keluar ruang sidang dengan pengawalan Petugas Pengawas
Internal
74. Sekretaris sidang mengatakan, “para hadirin dapat meninggalkan ruang
sidang”.
Hal 27
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
Alur Penyelenggara Kode Etik
Hal 28
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
1.8. Jangka Waktu Penyelesaian
Jangka Waktu
No. Kegiatan Waktu Output
Pencatatan dalam buku
Penerimaan Laporan Hasil penerimaan dan
1 1 Hari
Penyelesaian Pengaduan. penyampaian kepada
Direktur Jenderal/ Kakanwil
Penyampaian Keputusan
4 Majelis 3 Hari Tanda terima
Hal 29
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
1.9. Kebutuhan Biaya Pelaksanaan
Harga
No Rincian Kegiatan Volume Biaya Total
Satuan
SIDANG MAJELIS KODE ETIK 9.430,000
PEMASYARAKATAN
521211 VERIVIKASI
1.440.000
Belanja bahan
PAK
1. ATK 1 ET 500,000 500,000
2. Konsumsi Rapat (10
orang x1 keg) 10 OK 64,000 640,000
3. Penggandaan dan PAK
Penjilidan 1 ET 300,000 300,000
PELAKSANAAN
524111 SIDANG 3.900.000
Belanja Perjalanan Biasa
1. Transport ( 1 Orang x
1 keg) 1 OH 150,000 150,000
2. Uang Harian (1 Orang
x 1 keg) 1 OH 350,000 350,000
3.Penginapan (1 Orang x
1 keg) 1 OH 450,000 450,000
4. Tiket ( 1 Orang x 1 2,500,0
keg) 1 OH 00 2,500,000
Hal 30
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
1.10. Instrumen Penilaian Kinerja
Tidak tersedia
Tidak tersedia
Tidak tersedia
Tidak tersedia
Tersedia
Tidak tersedia
Hal 31
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
Tersedia
Tidak tersedia
Tersedia
Terbatas
Tidak tersedia
Tersedia
Terbatas
C. KECUKUPAN ANGGARAN
Tidak ada
Ada
Hal 32
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
Diadakan......
Rp.
2 minggu
1 bulan
48 hari
Hal 33
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
16. Spesifikasikan kekurangan dalam praktek dan prosedur yang tertera
dalam standar pelaksanaan sidang majelis kode etik wilayah
18. Apakah dengan adanya Diseminasi Standar Sidang Kode Etik sudah
cukup atau perlu ditindaklanjuti?
19. Apakah Majelis Kode Etik cukup memberikan Keputusan Majelis saja
kepada Pejabat Pembina kepegawaian?
Hal 34
Standar SidangKode Etik
DirektoratJenderalPemasyarakatan
DAFTAR LAMPIRAN
9 9
7 2 1 3 8
12
4
a 5 11
6
10
6
14 14
13 13
KETERANGAN :
NOMOR………………………… TAHUN…………
TENTANG
KEANGGOTAAN MAJELIS KODE ETIK
MEMUTUSKAN
Ditetapkan di………………
Pada tanggal………….
Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nama
NIP
Nama
NIP
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
KEANGGOTAAN MAJELIS KODE ETIK
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA TENTANG KEANGGOTAAN
MAJELIS KODE ETIK PADA KANTOR WILAYAH
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
Kesatu : Majelis Kode Etik pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia bertugas melakukan penegakan,
pelaksanaan dan penyelesaian pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh pegawai pemasyarakatan di Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan susunan
keanggotaan terlampir
Kedua : Majelis Kode Etik dalam mengambil keputusan dalam sidang
pelanggaran kode etik harus mempertimbangkan saksi, alat bukti
lainnya dan keterangan yang bersangkutan
Ketiga : Majelis Kode Etik wajib melaporkan hasil keputusan sidang
kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia
Keempat : Biaya pelaksanaan kegiatan Majelis Kode Etik Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dibebankan pada
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Kelima : Putusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan
diadakan pembetulan seperlunya.
Ditetapkan di………………
Pada tanggal………….
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia
Nama
NIP
KANTOR WILAYAH
Nama
NIP
Blangko 2
NOMOR ……………………………….
MEMERINTAHKAN
Demikian Surat Perintah ini untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Dikeluarkan di Jakarta
Pada tanggal………….
Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Nama
NIP
Nama
NIP
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH .........................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
NOMOR ……………………………….
MEMERINTAHKAN
Demikian Surat Perintah ini untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Dikeluarkan di Jakarta
Pada tanggal………….
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM
Nama
NIP
Nama
NIP
Blangko 3
RAHASIA
Untuk hadir memberikan keterangan dalam sidang kode etik terkait pelanggaran
kode etik dengan rincian sebagai berikut :
1. ……………………..
2. …………………….
3. ……………………………
Mengetahui
Ketua Majelist Kode Etik Pusat
Nama
NIP.
Tembusan Kepada Yth. :
1.
2.
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH ...........................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
alamat ……………………………………….
RAHASIA
Untuk hadir memberikan keterangan dalam sidang kode etik terkait pelanggaran
kode etik dengan rincian sebagai berikut :
1. ……………………..
2. …………………….
3. ……………………………
Mengetahui
Ketua Majelist Kode Etik Wilayah
Nama
NIP.
RAHASIA
Untuk hadir memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kode etik terkait
pelanggaran kode etik dengan rincian sebagai berikut :
1.……………………..
2.…………………….
3.……………………………
Mengetahui
Ketua Majelist Kode Etik Pusat
Nama
NIP.
Tembusan Kepada Yth. :
1.
2.
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH................................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
RAHASIA
Untuk hadir memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kode etik terkait
pelanggaran kode etik dengan rincian sebagai berikut :
1.……………………..
2.…………………….
3.……………………………
Mengetahui
Ketua Majelist Kode Etik Wilayah
Nama
NIP.
RAHASIA
Untuk hadir memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang kode etik
terkait pelanggaran kode etik dengan rincian sebagai berikut :
1.……………………..
2.…………………….
3.……………………………
Mengetahui
Ketua Majelist Kode Etik Pusat
Nama
NIP.
Tembusan Kepada Yth. :
1.
2.
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH ...................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
RAHASIA
Untuk hadir memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang kode etik
terkait pelanggaran kode etik dengan rincian sebagai berikut :
1.……………………..
2.…………………….
3.……………………………
Mengetahui
Ketua Majelist Kode Etik Wilayah
Nama
NIP.
SURAT PERNYATAAN
BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA HADIR DALAM SIDANG KODE ETIK
SEBAGAI SAKSI
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia/tidak bersedia hadir dalam sidang kode etik
sebagai saksi dan bersedia/tidak bersedia untuk memenuhi serta mengikuti prosedur dan
ketentuan sidang kode etik yang telah ditetapkan.
………………….., ………………….
Yang membuat pernyataan
Nama
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH .................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
SURAT PERNYATAAN
BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA HADIR DALAM SIDANG KODE ETIK
SEBAGAI SAKSI
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia/tidak bersedia hadir dalam sidang kode etik
sebagai saksi dan bersedia/tidak bersedia untuk memenuhi serta mengikuti prosedur dan
ketentuan sidang kode etik yang telah ditetapkan.
Demikian pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya untuk dapat dipergunakan
sebagaimanan mestinya.
………………….., ………………….
Yang membuat pernyataan
Nama
Blangko 7
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
MAJELIS KODE ETIK PUSAT
Jl. Veteran No. 11 Jakarta Pusat
Telp. 3857611 email: wasinternal.ditjenpas@gmail.com
Pada hari ini ........ tanggal.......bulan.....tahun........., Tim Majelis Kode Etik yang
terdiri dari :
Nama : ..........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Nama :...........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Nama :...........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Demikian Berita Acara Persidangan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta,
2. Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
3. Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH ...........................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
Pada hari ini ........ tanggal.......bulan.....tahun........., Tim Majelis Kode Etik yang
terdiri dari :
Nama : ..........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Nama :...........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Nama :...........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Demikian Berita Acara Persidangan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Jakarta,
2. Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
3. Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
Blangko 8
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
MAJELIS KODE ETIK PUSAT
Jl. Veteran No. 11 Jakarta Pusat
Telp. 3857611 email: wasinternal.ditjenpas@gmail.com
……………….., ……………
Ketua Majelist Kode Etik Pusat
Nama
NIP.
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH .........................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
……………….., ……………
Ketua Majelist Kode Etik Wilayah
Nama
NIP.
Blangko 9
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
MAJELIS KODE ETIK PUSAT
Jl. Veteran No. 11 Jakarta Pusat
Telp. 3857611 email: wasinternal.ditjenpas@gmail.com
……………………., …………………………..
Kepada Yth :
Nomor :
Sifat :
Lampiran :
Hal : Peminjaman Alat Bukti dan Barang Bukti
Berkenaan dengan akan dilaksanakannya sidang kode etik, maka tiim pemeriksa
bermaksud meminjam alat bukti.barang bukti berupa :
1. ……………………………….
2. ………………….
3. …………………
Untuk digunakan sebagai banag bukti dalam Sidang Majelis Kode Etik terkait pelanggaran
kode etik yang diduga dilakukan oleh saudara :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Demikian surat ini kami sampaikan . Atas Perhatian bapak/ibu kami ucapkan terima
kasih.
Mengetahui,
Nama
NIP
……………………., …………………………..
Kepada Yth :
Nomor :
Sifat :
Lampiran :
Hal : Peminjaman Alat Bukti dan Barang Bukti
Berkenaan dengan akan dilaksanakannya sidang kode etik, maka tiim pemeriksa
bermaksud meminjam alat bukti.barang bukti berupa :
1. .……………………………….
2. ………………….
3. .………………
Untuk digunakan sebagai banag bukti dalam Sidang Majelis Kode Etik terkait pelanggaran
kode etik yang diduga dilakukan oleh saudara :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Demikian surat ini kami sampaikan . Atas Perhatian bapak/ibu kami ucapkan terima
kasih.
Mengetahui,
Nama
NIP
Yang kami hormati Ketua Majelis Kode Etik Pusat agar dapat menyidangkan
terperiksa
Nama :
Pangkat :
NIP :
Jabatan :
Unit kerja :
POKOK PERKARA :
a. bahwa terperiksa sesuai dengan hasil pemeriksaan telah diduga melakukan tindakan
……………….. yang dilakukan pada ………………………………
b. Perbuatan terperiksa telah dapat dikenakan unsur-unsur yang ada pada ketentuan Kode
Etik Pegawai Pemasyarakatan yaitu Permenkumham Nomor M.HH-16.KP.05.02 tahun
2011 pasal ... butir .... poin .... dan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
………..,…………………………………..
Selaku
SEKRETARIS MAJELIS
Nama
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH .................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
Yang kami hormati Ketua Majelis Kode Etik Wilayah agar dapat menyidangkan
terperiksa
Nama :
Pangkat :
NIP :
Jabatan :
Unit kerja :
POKOK PERKARA :
a. bahwa terperiksa sesuai dengan hasil pemeriksaan telah diduga melakukan tindakan
……………….. yang dilakukan pada ………………………………
b. Perbuatan terperiksa telah dapat dikenakan unsur-unsur yang ada pada ketentuan Kode
Etik Pegawai Pemasyarakatan yaitu Permenkumham Nomor M.HH-16.KP.05.02 tahun
2011 pasal ... butir .... poin .... dan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
………..,…………………………………..
Selaku
SEKRETARIS MAJELIS
Nama
Blangko 11
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
MAJELIS KODE ETIK PUSAT
Jl. Veteran No. 11 Jakarta Pusat
Telp. 3857611 email: wasinternal.ditjenpas@gmail.com
……………………., …………………………..
Kepada Yth :
Nomor :
Sifat :
Lampiran :
Hal : Peminjaman Ruang Sidang
Berkenaan dengan akan dilaksanakannya sidang kode etik, maka dengan ini kami
bermaksud meminjam ruangan ………………..guna melaksanakan sidang kode etik yang
akan dilaksanakan pada :
Hari/tanggal :……………………………….
Pukul………. :
Demikian surat ini kami sampaikan . Atas Perhatian bapak/ibu kami ucapkan terima
kasih.
Mengetahui,
Nama
NIP
……………………., …………………………..
Kepada Yth :
Nomor :
Sifat :
Lampiran :
Hal : Peminjaman Ruang Sidang
Berkenaan dengan akan dilaksanakannya sidang kode etik, maka dengan ini kami
bermaksud meminjam ruangan ………………..guna melaksanakan sidang kode etik yang
akan dilaksanakan pada :
Hari/tanggal :……………………………….
Pukul………. :
Demikian surat ini kami sampaikan . Atas Perhatian bapak/ibu kami ucapkan terima
kasih.
Mengetahui,
Nama
NIP
Hari : ……………………….
Tanggal : …………………………
Pukul : …………………………
Peserta : …………………………….
1. ……………………….
2. …………………………
3. …………………………
4. …………………………….
Jalannya Rapat
(Musyawarah Pengambilan Putusan)
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Disahkan oleh,
Notula Ketua Majelis Kode Etik
Nama Nama
NIP NIP
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH ............................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
Hari : ……………………….
Tanggal : …………………………
Pukul : …………………………
Peserta : …………………………….
1. ……………………….
2. …………………………
3. …………………………
4. …………………………….
Jalannya Rapat
(Musyawarah Pengambilan Putusan)
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Disahkan oleh,
Notula Ketua Majelis Kode Etik Wilayah
Nama Nama
NIP NIP
Blangko 13
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
MAJELIS KODE ETIK PUSAT
Jl. Veteran No. 11 Jakarta Pusat
Telp. 3857611 email: wasinternal.ditjenpas@gmail.com
Pada hari ini ........ tanggal.......bulan.....tahun........., Tim Majelis Kode Etik yang
terdiri dari :
Nama : ..........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Nama :...........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Nama :...........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Memutuskan hasil musyawarahKeputusan Sidang Kode Etik atas perkara pelanggaran etik
saudara :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
sebagai berikut :
1.
2.
3.
Demikian Berita Acara rapat Pleno ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
……..,…………………………
2. Anggota Majelis
Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
3. Anggota Majelis
Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH ..........................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
Pada hari ini ........ tanggal.......bulan.....tahun........., Tim Majelis Kode Etik yang
terdiri dari :
Nama : ..........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Nama :...........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Nama :...........................................Selaku ( Jabatan dalam majelis)
Memutuskan hasil musyawarahKeputusan Sidang Kode Etik atas perkara pelanggaran etik
saudara :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
sebagai berikut :
1.
2.
3.
Demikian Berita Acara rapat Pleno ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
……..,…………………………
2. Anggota Majelis
Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
3. Anggota Majelis
Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
Blangko 14
MEMUTUSKAN
Terperiksa :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
1. Terbukti/tidak terbukti telah melakukan pelanggaran ............ sebagaimana diatur dalam
Pasal ..... Peraturan Pemerintah Nomor ….. tahun .......... tentang ......... yang dibuktikan
dengan terpenuhinya semua unsur pelanggaran dengan kualifikasi dan sanksi ………..
Ditetapkan di : .................................
Pada tanggal : .................................
(.................................)
ANGGOTA
(.................................)
(.................................)
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Terperiksa :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Ditetapkan di : .................................
Pada tanggal : .................................
(.................................)
ANGGOTA
(.................................)
(.................................)
Blangko 15
Dinyatakn tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik sebagaimana yang telah
dituduhkan dalam sidang kode etik dan akan diumumkan secara terbuka.
…………. ,…………………
2. Anggota
Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
3 .Anggota
Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH .......................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
Dinyatakn tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik sebagaimana yang telah
dituduhkan dalam sidang kode etik dan akan diumumkan secara terbuka.
…………. ,…………………
2. Anggota
Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
4 .Anggota
Nama :
NIP :
Tanda Tangan :
Blangko 16
Dalam hal ini bertindak atas nama Direktur Jenderal Pemasyarakatan, menyampaikan
rekomendasi untuk diberikan sanksi kepada :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
...........,.................
An. Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Direktur Bina Keamanan dan Kletertiban
Nama
NIP.
Dalam hal ini bertindak atas nama Direktur Jenderal Pemasyarakatan, menyampaikan
rekomendasi untuk diberikan sanksi kepada :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
...........,.................
An. Kepala Kantor Wilayah
Kepala Divisi Pemasyarakatan
Nama
NIP.
NO. NAMA NIP PANGKAT/GOL JABATAN TGL PASAL YG REKOMENDASI TINDAK KETERANGAN
SIDANG DILANGGAR SANKSI LANJUT
Blangko 17
.....................,..................................
Kepada Yth.
........................
di ..................
RAHASIA
Berdasarkan hasil keputusan dan rekomendasi dengan perkara pelanggaran kode etik atas
nama :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Untuk dapat bersedia menjalankan wewenang pelaksanaan penjatuhan sanksi kode etik
tersebut.
....................,.........................
Nama
NIP
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH ...................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
.....................,..................................
Kepada Yth.
........................
di ..................
RAHASIA
Berdasarkan hasil keputusan dan rekomendasi dengan perkara pelanggaran kode etik atas
nama :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Untuk dapat bersedia menjalankan wewenang pelaksanaan penjatuhan sanksi kode etik
tersebut.
....................,.........................
Nama
NIP
Blangko 18
PENGUMUMAN
NOMOR .......................................
TENTANG
PENJATUHAN SANKSI KODE ETIK
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Untuk dapat bersedia menjalankan wewenang pelaksanaan penjatuhan sanksi kode etik
tersebut.
....................,.........................
Nama
NIP
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH .........................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
PENGUMUMAN
NOMOR .......................................
TENTANG
PENJATUHAN SANKSI KODE ETIK
Berdasarkan keputusan sidang etik yang dilaksanakan dengan perkara pelanggaran kode
etik atas nama :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Untuk dapat bersedia menjalankan wewenang pelaksanaan penjatuhan sanksi kode etik
tersebut.
....................,.........................
Nama
NIP
Blangko 19
Berdasarkan hasil putusan sidang majeliskode etik dengan terperiksa atas nama :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
....................,.........................
Nama
NIP
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH ............................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
Berdasarkan hasil putusan sidang majelis kode etik dengan terperiksa atas nama :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
....................,.........................
Nama
NIP
Blangko 20
LAPORAN TENTANG
PELAKSANAAN PENJATUHAN SANKSI KODE ETIK
A. Pendahuluan
1. Umum
2. Maksud dan tujuan
3. Ruang lingkup
4. Dasar
E. Penutup
Ditetapkan di : .................................
Pada tanggal : .................................
(.................................)
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH ..................................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
LAPORAN TENTANG
PELAKSANAAN PENJATUHAN SANKSI KODE ETIK
F. Pendahuluan
1. Umum
2. Maksud dan tujuan
3. Ruang lingkup
4. Dasar
J. Penutup
Ditetapkan di : .................................
Pada tanggal : .................................
(.................................)
Blangko 21
NOTA DINAS
NOMOR .......................
Yth : ……………………….
Dari : …………………………
Hal : …………………………
Lampiran : …………………………….
Tanggal
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Demikian permintaan ini kami buat agar dapat menjadi perhatian dan dilaksanakan.
Nama
NIP
NOTA DINAS
NOMOR .......................
Yth : ……………………….
Dari : …………………………
Hal : …………………………
Lampiran : …………………………….
Tanggal
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Demikian permintaan ini kami buat agar dapat menjadi perhatian dan dilaksanakan.
Nama
NIP
KETERANGAN
Nomor ..........................
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja
Ditunda
karena .................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
................................................................................................................
Demikian surat pemberitahuan ini dibuat untuk dijadikan perhatian.
.....................................................
An. Direktur Bina Keamanan dan Ketertiban
Kasubdit Kode Etik Profesi
Nama
NIP
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I
KANTOR WILAYAH ..................................
MAJELIS KODE ETIK WILAYAH
Alamat ……………………………………….
KETERANGAN
Nomor ..........................
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja :
Nama :
NIP :
Pangkat :
Jabatan :
Unit Kerja
Ditunda
karena .................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
................................................................................................................
Demikian surat pemberitahuan ini dibuat untuk dijadikan perhatian.
.....................................................
Kepal Bidang Keamanan dan Pembinaan
Nama
NIP
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
NOTA DINAS
NOMOR...................................
Yth : ..................................
Dari : ..................................
Hal : ..................................
Lampiran : ...................................(jika ada)
Tanggal : ....................................
Nama
NIP