BETTY TJIANDRA
Sejarah Singkat WvS (KUHP)
Di Indonesia
Tahun 1811-1813 : Perancis menjajah Belanda.
Tahun 1811-1886 : Code Penal Napoleon Bonaparte berlaku di Negara Belanda.
Tahun 1886 : Mulai diberlakukan Wetboek van Strafrecht sebagai pengganti Code Penal Perancis.
Tanggal 1 Januari 1918 : Koninklijk Besluit van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (Stb. 1915 No. 732), dinyatakan
mulai berlaku.
Tahun 1942: Pasal 3 Osamu Seirei No. 1 Tahun 1942 menentukan:
“Semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang lalu tetap
diakui sah untuk sementara waktu asal tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Militer.”
Tanggal 18 Agustus 1945 : PPKI bersidang dan menetapkan UUD 1945.
Untuk menghindari kekosongan hukum, Stb. 1915 No. 732 dinyatakan tetap berlaku sesuai dengan ketentuan
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menentukan:
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut UUD ini.”
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-
Indie disebut sebagai KUHP.
UU No. 73 Tahun 1958 menentukan bahwa UU No. 1 Tahun 1946 dengan segala perubahan dan penambahannya
berlaku untuk seluruh Indonesia.
KUHP yang sekarang diberlakukan adalah bersumber dari hukum kolonial
Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie merupakan
turunan dari Wetboek van Strafrecht Hindia Belanda yang dibuat pada tahun
1881 dan diberlakukan di negara Belanda pada tahun 1886. Tidak ada teks
resmi terjemahan Wetboek van Strafrecht yang dikeluarkan oleh negara
Indonesia. KUHP diterjemahkan dari bahasa Belanda oleh beberapa pakar
hukum pidana, seperti terjemahan Mulyatno, Andi Hamzah, Sunarto
Surodibroto, R. Susilo, dan Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Dengan berlakunya hampir 100 tahun, KUHP dapat dianggap telah usang dan
tidak mencerminkan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat.
KUHP warisan zaman Hindia Belanda ini berasal dari sistem hukum kontinental
(civil law system) atau menurut Rene David disebut dengan the Romano-
Germanic Family yang dipengaruhi oleh ajaran yang menonjolkan aliran
individualism, liberalism, dan individual right. Hal ini sangat berbeda dengan
kultur bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai sosial. Jika kemudian
KUHP ini dipaksakan untuk tetap berlaku, benturan nilai dan kepentingan yang
muncul tidak mustahil justru akan menimbulkan kejahatan-kejahatan baru.
Perubahan hukum pidana pada dasarnya
dilandasi oleh kehidupan masyarakat yang
serba berubah, yang didalamnya terdapat
perubahan nilai-nilai. Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan dalam arti
luas, yaitu:
Adanya pemikiran manusia yang senantiasa menggunakan
akal budi yang diberikan Tuhan dalam segala aspek
kehidupannya;
Adanya tuntutan atau kebutuhan manusia yang tidak pernah
akan terpuaskan;
Adanya perkembangan teknologi dan komunikasi yang
mempengaruhi cara hidup manusia, seperti adanya internet
yang mengharuskan perlu adanya penyesuaian antara KUHP
dengan perkembangan masyarakat.
Pembaruan Hukum Pidana
Pembaruan hukum pidana tidak dapat dilihat dari
pendekatan legislatif belaka, melainkan suatu
pendekatan judisial, dengan mengambil bahan dan
data dari ilmu hukum itu sendiri.
1. Merupakan bagian dari kebijakan (upaya nasional) untuk memperbarui substansi hukum ( legal substance) dalam
rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum.
2. Merupakan bagian dari kebijakan (upaya rasional) untuk memberantas/menanggulangi kejahatan dalam rangka
perlindungan masyarakat.
3. Merupakan bagian dari kebijakan (usaha rasional) untuk mengatasi
masalah sosial dan masalah kemanusiaan dalam rangka
mencapai/menunjang tujuan nasional, yaitu: social defence dan social
welfare.
4. Merupakan upaya peninjauan dan penilaian kembali (reorientasi dan
reevaluasi) pokok-pokok pemikiran, ide-ide dasar, atau nilai-nilai
sosial-filosofi, sosio-politik, dan sosio-kultural yang melandasi
kebijakan kriminal dan kebijakan (penegakan) hukum pidana selama
ini. Bukanlah pembaruan (reformasi) hukum pidana apabila orientasi
nilai dari hukum pidana yang dicita-citakan sama saja dengan
orientasi nilai dari hukum pidana lama warisan penjajah.
id ana
uk ump
ru a n h n yang
m ba e k a ta nted
e
n, p n pend licy orie
kia
a n dem h denga an (po n yang ).
g k a
Den ditempu a kebija endekat pproach
s d p a j
haru ntasi pa kaligus oriented ogyanya i
rie se e y as
bero ch) dan lai (valu asioal se erorient g
p pr oa ada ni ana n mber/b ila yan
a a sip p id e r s u n cas lai:
t m b
rien n huku gi dan eas) P gan ni a
e r o
b
m b arua elakan basic id eimban
Pe ilatarb asar ( ya kes
d d n n);
uga ide-ide didalam a n a
pada andung (K etuh an);
e n g l ig ious anusia
m al re tic (kem
o r
1.M anis
m n;
2.Hu angsaa dan
b ;
3.Ke okrasi sial.
m
4.De dilan so
a
5.Ke
Dilancarkan Oleh Paham Realisme Hukum
Penolakan Terhadap Legal Reform
(Holmes)
LAW REFORM
Konsepnya
“The Life of Law Is Not Logic; It Has Experience”
Kehidupan Hukum Bukan Terletak Pada Logika Tetapi Berdadarkan Pengalaman
Pada dasarnya legal reform akan lebih mudah utk merespon PEMBARUAN
kepentingan mereka yg mapan utk berkuasa daripada kepekaan HUKUM
pada kepentingan mereka yang berkedudukan marjinal & SEBAGAI
mempunyai keadaan hidup yg sangat rawan PRODUK
LEGAL REFORM
Soetandyo Wignjosoebroto :
Pembaruan hukum dalam arti legal reform diperuntukkan bagi masyarakat di mana
hukum hanya sebagai sub sistem dan berfungsi sebagai tool of social enginering
semata-mata. Hukum hanya menjadi bagian dari proses politik yang mungkin juga
progresif dan reformatif.
Hukum hanya menjadi bagian dari proses politik yang mungkin juga progresif dan
reformatif.
Pembaruan hukum di sini kemudian hanya berarti sebagai pembaruan undang-
undang.
Mochtar Kusumaatmadja :
Memperkenalkan legal reform dari teori pembangunan yang dibangun atas teori
kebudayaan dari Northop, teori orientasi kebijaksanaan (policy oriented) dari
Mc. Dougal & Laswell, serta teori pragmatis dari Roscoe Pound.
Hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat, dan juga mencakup lembaga-lembaga
dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam
kenyataan.
Sistematika KUHP (WvS)
Usaha pembaharuan KUHP secara menyeluruh/total dimulai dengan adanya rekomendasi hasil Seminar Hukum
Nasional I, pada tanggal 11-16 Maret 1963 di Jakarta telah menghasilkan berbagai resolusi, antara lain menyerukan agar
rancangan kodifikasi hukum pidana nasional secepat mungkin diselesaikan.
1. UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (merubah nama WvSNI
menjadi WvS/KUHP, perubahan beberapa pasal dan kriminalisasi delik pemalsuan
uang dan kabar bohong.
2. UU No. 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan (menambah jenis pidana pokok
berupa pidana tutupan).
3. UU No. 8 Tahun 1951 tentang Penangguhan Pemberian Surat Izin kepada Dokter dan
Dokter Gigi (menambah kejahatan praktik dokter).
4. UU No. 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah RI dan
Mengubah KUH Pidana (menambah kejahatan terhadap bendera RI).
5. UU No. 1 Tahun 1960 tentang Perubahan KUHP yang memperberat ancaman pidana
Pasal 359, 360, dan memperingan ancaman pidana Pasal 188.
6. UU No. 16 Prp Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP, yang merubah
kata-kata vijf en twintig gulden dalam pasal-pasal 364, 373, 379, 384, dan 407 ayat
(1) KUHP menjadi dua ratus lima puluh rupiah.
7. UU No. 18 Prp Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam KUHP dan dalam ketentuan
hukum pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945 (hukuman denda dibaca dalam
mata uang rupiah dan dilipatkan lima belas kali).
8. UU No. 2 PNPS Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan
Di lingkungan Peradilan Umum dan Militer.
9. UU No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang antara lain telah
menambahkan ke dalam KUHP Pasal 156 a.
10. UU No. 3 Tahun 1971 yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada dasarnya
menetapkan beberapa pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan penyuapan dan tindak pidana jabatan
menjadi tindak pidana korupsi.
11. UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penerbitan Perjudian, yang memperberat ancaman pidana dalam Pasal 303
ayat (1), Pasal 542 ayat (1), dan 542 ayat (2) KUHP dan merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis.
12. UU No. 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam KUHP Bertalian dengan
Perluasan Berlakunya Ketentuan Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan
terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan, yang memperluas ketentuan berlakunya hukum pidana menurut
tempat (Pasal 3 dan 4), penambahan Pasal 95 a, 95 b, dan 95 c serta menambah Bab XXIX A tentang
Kejahatan Penerbangan.
13. UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan
Negara, khususnya berkaitan dengan kriminalisasi terhadap penyebaran ajaran Marxisme dan Leninisme
(menambah kejahatan terhadap keamanan negara Pasal 107 a-f).