SKRIPSI
Oleh:
FIRDAUS
1913040104
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Pertanyaan Penelitian
1.4 Tujuan Penelitian
1.5 Signifikasi Penelitian
1.6 Studi Literatur
1.7 Kerangka Teori
1.8 Metode Penelitian
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
i
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
CV
ii
BAB I
PENDAHULUAN
ين َء َامنُ واْ اَل ۡتأَ ُكلُ ٓواْ َأمۡ َٰولَ ُكم بَ ۡينَ ُكم بِٱ ۡل ٰبَ ِط ِل ِإٓاَّل َأن تَ ُك و َن تِ َٰج َرةً َعن َت َراض ِّمن ُكمۡۚ َواَل ِ َّ ٰٓ
َ يَ َُّأي َها ٱلذ
٢٩ تَ ۡقُتلُ ٓواْ َأن ُف َس ُكمۡۚ ِإ َّن ٱللَّهَ َكا َن بِ ُكمۡ َر ِحيما
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan hata sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
(Departemen Agama RI 2008).
1
2
Adapun syarat dan etika menjadi hal utama kegiatan jual beli yang
sesuai dengan maqashid syariah yaitu: jujur, tanggung jawab, tidak adanya
penipuan, menepati janji, murah hati dan tidak melupakan akhirat. Maqashid
Syariah mengarah pada tujuan pencetusan hukum syariat dalam rangka
memberi kemashlahatan bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat kelak,
baik secara umum (maqashid as-syariah al-ammah) atau khusus (maqashid
as-syariah al-khashsah) (Albani dan Hidayat 2020, 42).
Maqashid Syari’ah terdiri dari dua kata, maqashid merupakan bentuk
jama’ dari maqashid yang berarti maksud dan tujuan. Syari’ah mempunyai
pengertian hukum-hukum Allah SWT yang ditetapkan untuk manusia agar
dipedomani untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
Maka dengan demikian maqashid al-syari’ah berarti kandungan nilai yang
menjadi tujuan diperintahkannya hukum. Maka demikian, maqashid al-
syari’ah adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari suatu hukum.
Zaman sekarang ini sedang maraknya mainan lato-lato. Lato-lato
merupakan permainan dengan dua buah bandulan berat yang terbuat dari
plastik atau kayu dan digantung dengan tali yang disambung pada ujung
bandulan tersebut. Cara bermainnya cukup sederhana, pemain tinggal
mengayunkan lato-lato ke atas dan ke bawah hingga saling membentur dan
membunyikan suara. Permainan tersebut semakin marak di Indonesia saat
ini karena beberapa faktor, salah satunya karena maraknya promosi melalui
media sosial.
Viralnya permainan lato-lato ini, membuat pedagang mulai menjual
mainan lato-lato dalam toko mainannya, seperti toko mainan yang berada di
Jl. Sutan Syahrir, Seberang Padang, Kec. Padang Selatan, Kota Padang. Ada
satu toko besar yang menjual berbagai macam mainan. Salah satu mainan
yang dijual adalah lato-lato. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan
Bapak Herman (43 tahun) selaku penjual mainan lato-lato di Toko Carissa
Toys, dia mengatakan bahwa di tokonya tersebut menjual mainan lato-lato
dengan berbagai macam ukuran. Adapun pembeli mainan lato-lato ini mulai
3
dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa. Lato-lato ini yang dijual
paling murah ditokonya yaitu mulai dengan kisaran harga Rp. 10.000 dan
yang paling mahal seharga Rp. 15.000. Permainan lato-lato ini terjual
sebanyak 10 mainan dalam sehari. (Herman, 2023).
Wawancara toko kedua dengan Ibu Rahmi (36 tahun) selaku penjual
mainan lato-lato di Toko Anugrah Toys di Jl. Raya Bandar Buat, Indaruang,
Kec. Lubuk Kilangan, Kota Padang. Beliau mengatakan bahwa di tokonya
menjual berbagai macam mainan. Salah satunya adalah mainan yang lagi
marak sekarang ini yaitu lato-lato. Adapun pembeli lato-lato ini juga banyak
diminati oleh semua kalangan, mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa.
Setiap lato-lato yang ditawarkan kepada pembeli harganya berbeda-beda
sesuai dengan ukurannya. Harga lato-lato paling murah dijual ditokonya
yaitu Rp. 15.000 sampai Rp. 25.000. Mainan ini terjual sebanyak 12 mainan
dalam sehari. (Rahmi, 2023).
Wawancara toko ketiga, Bapak Rahmat (38 tahun) selaku penjual
mainan lato-lato di Toko Elly Jaya Toys di Jl. Pasar Raya II No. 4, Kampung
Jao, Kec. Padang Barat, Kota Padang. Bapak Rahmat mengatakan bahwa di
tokonya juga menjual berbagai macam mainan, salah satunya adalah mainan
lato-lato. Adapun pembeli mainan lato-lato ini juga banyak diminati oleh
semua kalangan, mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Setiap lato-
lato yang ditawarkan kepada pembeli harganya berbeda-beda sesuai dengan
ukurannya. Lato-lato ini dijual paling murah ditokonya dengan harga Rp.
12.000 dan paling mahal seharga Rp. 20.000. Di toko Elly Jaya Toys ini
mainan lato-lato terjual sebanyak 15 mainan dalam sehari. (Rahmi, 2023).
Selain pemilik toko di atas penulis juga mewawancarai pembeli lato-
lato, sebagaimana yang diungkapkan oleh Randa yang mengatakan bahwa dia
juga memiliki mainan lato-lato sebanyak tiga buah dengan masing-masing
berbeda ukuran (Randa, 2023). Selain itu penulis juga mewawancarai Andika
selaku pembeli mainan lato-lato. Dia mengatakan bahwa tujuan dia membeli
mainan lato-lato itu hanya untuk sebagai hiburan saja (Andika, 2023). Selain
4
itu penulis juga mewawancarai Hilal selaku pembeli mainan lato-lato. Dia
mengatakan bahwa mainan lato-lato itu hanya untuk sebagai hiburan saja
ketika waktu kosong di rumah (Hilal, 2023).
Bisa dibayangkan dengan begitu banyak peminat mainan lato-lato ini
mulai dari kalangan anak-anak hingga kalangan dewasa sehingga akan sering
terjadi transaksi jual beli. Namun, disisi lain perlunya mengetahui bagaimana
pandangan Maqashid Syariah dalam melakukan jual beli mainan lato-lato ini.
Berangkat dari permasalahan di atas oleh karena itu penulis akan
melakukan penelitian mengenai jual beli tersebut dengan judul ” TINJAUAN
MAQASHID SYARIAH TERHADAP JUAL BELI MAINAN LATO – LATO DI
KOTA PADANG.
Adapun rukun dan syarat jual beli menurut jumhur ualama adalah
sebagai berikut:
8
1. Orang yang berakad (aqidain). Syarat aqidain yaitu orang yang berakad
harus berakal dan merupakan orang yang berbeda.
2. Adanya shighat (ijab qabul). Syaratnya ijab qabul harus dilakukan oleh
orang berakal, lafal qabul harus sesuai dengan ijab, dan harus dilakukan
dalam satu majelis.
3. Adanya barang yang dibeli. Syaratnya barang yang diperjual belikan harus
ada, halal, bermanfaat, milik sendiri atau milik orang lain dengan kuasa
atasnya.
4. Adanya nilai tukar barang. Syaratnya harga disepakati oleh kedua belah
pihak dan harus jelas.
Jual beli dapat dianggap sah apabila dalam pelaksaaan jual beli itu
sudah sesuai dengan ketentuan syari’at Islam yang memenuhi rukun dan
syaratnya. Apabila rukun dan syaratnya sudah terpenuhi maka proses
kepemilikan barang, pembayaran dan pemanfaatannya menjadi halal.
Bentuk jual beli sudah sangat berkembang menjadi beranekaragam
macamnya, salah satunya adalah jual beli mainan. Jual beli ini sangat rentan
dengan yang dinamakan gharar.
Meskipun demikian, namun hal ini sudah menjadi suatu kebiasaan di
kalangan masyarakat sehingga tak sedikit masyarakat yang menyukai jual
beli mainan ini. Oleh karena itu dalam hal ini adat kebiasaan mempunyai
peranan yang sangat penting sebagai salah satu dalil untuk menentapkan
hukum syara’. Adat kebiasaan ini bisa berupa perbuatan atau perkataan.
Hukum adat kebiasaan atau ‘urf suatu waktu bisa berubah berdasarkan masa
dan tempat, asalkan masih tetap dalam bidang perbuatan-perbuatan yang
diperbolehkan oleh Islam. Para Ulama telah menjadikan adat (Urf) sebagai
dasar hukum, asalkan tidak menimbulkan suatu kerusakan untuk merusak
suatu kemashlahatan atau menyalahi nash. (Ash-shiddiqi 1999). Seperti
dalam kaidah berikut:
Para ulama telah menjadikan adat (‘Urf) sebagai dasar hukum, asalkan
tidak menimbulkan suatu kerusakan untuk makanan dengan sistem
prasmanan ini yang mana kegiatan transaksi ini sudah dilakukan secara terus
menerus sejak dari lama dan dipandang baik oleh masyarakat setempat
karena beberapa faktor:
1. Pembeli bisa memilih dengan bebas mainan apa saja yang mau
diinginkannya.
2. Pembeli bisa mengatur sendiri jumlah mainan yang ingin dibeli sesuai
selera, sehingga mainannya tidak hanya satu.
3. Selain mudah dalam pengambilannya, harganya juga terbilang murah
dan terjangkau.
Hidayat, Enang. 2015. Fiqih Jual Beli. Bandung. PT Remaja Rosda Karya Offset.
T.M Hasbi ash-shiddiqi. Falsafah Hukum Islam, cet ke-3 Jakarta: Bulan
Bintang, 1999.