Anda di halaman 1dari 99

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI

SARANG BURUNG SRITI DI DESA CAMPUREJO


KECAMATAN SAMBIT KABUPATEN PONOROGO

SKRIPSI

Oleh:

AFIQ MUHAMAD ARIF HIDAYATULLOH


NIM. 210216131

Pembimbing:

NISWATUL HIDAYATI, M.H.I.


NIP. 198110172015032002

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
202
ABSTRAK
M Arif Hidayatulloh, Afiq, 2020. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli
Sarang Burung Sriti di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten
Ponorogo. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Niswatul
Hidayati, M.H.I.
Kata kunci/keyword: Hukum Islam, Jual Beli, Sarang Burung Sriti

Kajian hukum islam dari waktu ke waktu terus berubah dan berkembang
termasuk dalam hal muamalah, seperti jual beli. Jual beli telah banyak
mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari segi cara, bentuk, model,
maupun barang yang diperjualbelikan. Apalagi jika ditinjau dari segi objek jual
beli, salah satunya adalah jual beli sarang urung sriti yang terjadi di Desa
Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo. Disana terdapat beberapa
warga yang memperjualbelikan sarang burung sriti sebagai usaha sampingannya.
Berangkat dari latar belakang tersebut penulis bermaksud untuk
meninjau bagaimana perspektif hukum Islam terhadap akad jual beli sarang
burung sriti tersebut dan sarang burung sriti sebagai obyek jual beli di di Desa
Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo, sehingga dapat diketahui
apakah akad yang digunakan dalam jual beli tersebut sudah sah atau tidak, dan
apakah sarang burung sriti sebagai obyek jual beli itu halal atau haram. Dan
bagaimana dasar hukum terhadap jual beli sarang burung sriti tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kualitatif, dengan cara berpikir induktif. Sedangkan teknis penggalian
data menggunakan wawancara. Sumber datanya diperoleh dari informan yakni
pengepul dan pedagang serta petani sarang burung sriti. Dalam mengolah data,
penulis melalui beberapa tahapan, yaitu editing, organizing dan penentuan hasil
data. Kemudian oleh penulis di analisis menggunakan hukum Islam.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa (1)
analisa hukum Islam terhadap akad jual beli sarang burung sriti di Desa
Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten adalah sesuai hukum Islam yaitu boleh
atau sah hukumnya karena memenuhi syarat dan rukun akad jual beli dalam
Islam, (2) analisa hukum Islam terhadap sarang burung sriti sebagai objek jual
beli di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten adalah sesuai hukum
Islam yaitu boleh atau halal hukumnya karena memenuhi kriteria syarat objek
(barang) yang boleh diperjual-belikan menurut hukum Islam.

ii
iii
iv
1
2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diciptakan Allah Swt sebagai makhluk sosial yang berarti

tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain untuk memenuhi

kebutuhannya sehari-hari. Salah satu kegiatan manusia sebagai makhuk sosial

ciptaan Allah Swt adalah bermu’a>malah seperti jual beli, sewa-

menyewa, upah-mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam,

berserikat, dan usaha lainnya.1

Secara terminologi jual beli disebut al-bai’ yang berarti menjual,

mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.2 Menurut ulama

Hanafi, jual beli adalah saling menukar harta dengan harta melalui cara

tertentu. 3
Rukun dan syarat dalam bermu’a>malah atau akad yang harus

dipenuhi adalah a>qidain disyaratkan tamyiz, obyek akad

dapat diserahterimakan, ditentukan, dan dapat ditransaksikan, adanya ija>b

qabu>l, tujuan akad tidak bertentangan dengan syariat Islam. Disebutkan di

dalam QS. Al-Maidah ayat 1:

           


  g
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”.4

1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994), 278.
2
Mardani, Fiqh Ekonomi Islam: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana, 2013), 101.
3
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 53.
4
Soenarto, Al-Qur‟an Dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, 1971), 156.

3
2

Dalam melakukan transaksi jual beli, barang atau jasa yang dijadikan

objek akad harus diperbolehkan secara syariat Islam. Jika objek transaksi

merupakan komoditas yang bertentangan dengan hukum Islam, maka akad

dikatakan batal. Seperti apa yang dijelaskan pada ayat Al-qur‟an surat Al-

Baqarah ayat 188 yang berbunyi sebagai berikut:


                 
    g       
     

        




Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di
antara kamu dengan jalan dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan supaya kamu
dapat memakan sebagian dari pada harta bendaorang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.5
Dari ayat tersebut dapat dipahami, kita sesama umat muslim

seharusnya dapat menjaga hubungan toleransi dan melakukan hubungan baik

terhadap sesama. Umat Islam tidak di menganjurkan untuk memakan harta

orang lain dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh Allah Swt, karena itu

dapat merusaha tata hubungan muamalah umat. Maka umat muslim tidak

boleh rakus terhadap harta yang diberikan oleh Allah Swt, karena sebagian

harta yang dikasih milik Allah Swt itu sebagaian milik orang lain. Allah Swt

sendiri menganjurkan untuk dengan cara yang halal untuk mencari harta,

karena Allah Swt sendiri tidak menanyakan seberapa banyak maupun sedikit

kamu dalam mencari harta, akan tetapi bagaimana jalan kamu


3
Soenarto, Al-Qur‟an Dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
5

Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, 1971), 46.


4

untuk mencarinya. Jadi pada intinya jangan sampai umat Islam mempunyai

tatanan nilai moral yang tidak baik dalam mencari harta.

Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual beli cukup satu saja yaitu

ija>b qabu>l (shigha>h). Adapun Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun

jual beli paling tidak terdiri dari 4 hal, diantaranya:

1. A>qidain (2 orang yang berakad baik pembeli maupun penjual),

2. Objek Jual Beli,

3. ija>b qabu>l (shigha>h)


4. Nilai tukar pengganti barang.

Syarat jual beli dalam Islam mengikut pada rukun yang disertakan

dalam jual beli. Rukun-rukun yang disebut sebelumnya akan sempurna bila

diiringi dengan syarat-syarat berikut:

1. Keberadaan barang tersebut harus tampak,

2. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat,

3. Dimiliki sendiri oleh penjual, tidak diperkenankan menjual barang yang

bukan dimiliki oleh penjual.

4. Diserahkan langsung ketika akad.

Rasululloh saw. Melarang sejumlah jual beli, karena di dalamnya

terdapat ghara>r yang membuat manusia memakan harta orang lain

secara batil, dan di dalamnya terdapat unsur penipuan yang menimbulkan

dengki, konflik dan permusuhan di antara kaum muslimin.6

6
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia,
2017),78.
5

Sesuai dengan kemajuan zaman dan meningkatnya kebutuhan

kehidupan manusia, otak manusia nampaknya terus berinovasi dan berkreasi

untuk menemukan hal-hal baru dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Di antara sekian contoh aktual dari hal tersebut ialah jual beli sarang burung

sriti yang kian hari terus berkembang.7

Indonesia dikenal memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah.

Burung walet dan burung sriti sebagai sumber daya hayati memiliki nilai

yang tinggi, baik dari ekologi fauna maupun pengembangan ilmu

pengetahuan dan estetika. Burung sriti yang kemudian menghasilkan

sarangnya secara alamiah banyak dijumpai di gua dalam hutan dan gua-gua

yang berada di pinggir laut.

Selain itu sarang sriti juga dapat dihasilkan secara buatan pada suatu

bangunan atau gedung. Jenis-jenis burung walet dikenal berbagai macam

diantaranya adalah Collocaliamarginata, Collocalia esculenta, Collocalia

brevirostis, Collocaliavanikorensis, Collocalia fuciphaga, Collocalia

troglodytes, Collocaliamaxima dan lain-lain. Sedangkan yang paling sering

diperdagangkan sarangnya adalah Collocalia fuciphaga dibudidayakan

sebagai burung walet, Collocalia esculenta dibudidayakan sebagai burung

sriti. Sarang sriti merupakan hasil dari air liur burung sriti yang saat ini

memiliki nilai ekonomis yang tinggi oleh karenanya dibudidayakan. Sarang

burung produksi Indonesia sebagian besar diekspor ke Hongkong, Singapura,

Amerika Serikat, Kanada, Taiwan, dan beberapa negara lain. Di antara negara

Siti Nurani Yaqin, Tinjauan maslahah terhadap jual beli jus cacing sebagai Obat di Kabupaten
7

Ponorogo, Skripsi (Ponorogo: IAIN Ponorogo,2018), 4.


6

produsen sarang burung lain seperti Malaysia, Thailand, Filipina dan

Vietnam, Indonesia menguasai hampir 80% pasar sarang sriti dunia.

Maraknya perdagangan sarang burung walet karena dari sisi konsumen

menganggap air liur burung walet bermanfaat untuk kesehatan.Sarang burung

walet mempunyai khasiat bermacam-macam, termasuk dapat menyembuhkan

beberapa penyakit pernafasan, menghaluskan kulit, menambah kebugaran

tubuh.8

Di Ponorogo ini ada cukup banyak petani sarang burung sriti,

pedagang, pengepul dan pabrik yang mengolah sarang burung sriti dan yang

menjadi permasalahan menurut penulis adalah akad yang digunakan antara

pengepul dan pedagang, dimana biasanya seorang pengepul memberikan

sejumlah uang untuk modal mencari atau membeli sarang dari petani atau

pedagang lain dengan akad yang kurang jelas. Misalnya pengepul memberi

uang 1 juta rupiah kepada pedagang, lalu pedagang memberikan hasil sarang

burung sriti yang dijual kembali kepada pengepul, tanpa diketahui berapa

uang yang dihabiskan oleh pedagang untuk mendapatkan sarang burung itu.

Lalu masalah selanjutnya dari segi objeknya, sarang burung sriti

yang masih asli atau susuh, sebenarnya sangat berbeda dengan sarang burung

walet, dimana sarang burung sriti masih banyak campurannya seperti

dedaunan, ranting pohon, rumput, patahan sayap, dan banyak kotoran burung

itu sendiri. Sedangkan di dalam Islam tidak membolehkan jual beli benda

8
Joko Mulyono, Kajian Tentang Usaha Sarang Burung Walet Di Kabupaten Sampang, Skripsi,
(Surabaya: UPN Veteran,2010),1-2.
7

najis, maka dari itu penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai hal ini,

apakah sarang burung sriti termasuk didalam benda yang najis atau tidak.9

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diketahui terdapat

suatu permasalahan yang sangat ingin dan perlu diteliti, sehingga saya

mengambil penelitian ini dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual

Beli Sarang Burung Sriti Di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten

Ponorogo”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini diuraikan dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap akad dalam transaksi sarang

burung sriti di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten

Ponorogo?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap objek jual beli sarang burung

sriti di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak

dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk melakukan peninjauan hukum Islam terhadap mekanisme akad

yang dilakukan dalam transaksi jual beli sarang burung sriti di Desa

Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo.

9
Bapak Jarwanto dan Bapak Sidul, Hasil Wawancara, Ponorogo, 20 Desember 2019
8

2. Untuk melakukan peninjauan hukum Islam terhadap objek sarang burung

sriti yang masih asli dalam praktik jual beli yang di lakukan di Desa

Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Secara Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan berguna sebagai bentuk sumbangsih dalam

rangka memperkaya ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan

masalah ilmu mu’a>malah bagi para pelaku usahawan dalam

hal menjalankan usahannya. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan

sebagai pijakan lebih lanjut bagi peneliti dan pihak-pihak yang

berkonsentrasi terhadap perkembangan perilaku yang baik yang berkaitan

dengan masalah bisnis atau usaha.

2. Secara Praktis

Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan metode

garis ilmiah kepada semua pihak lebih khusus bagi para pengusaha yang

melakukan bisnis usaha sarang burung sriti.

E. Telaah Pustaka

Terkait dengan penelitian yang akan diteliti penulis, maka penulis

melakukan kajian awal terhadap beberapa karya ilmiah yang menyangkut

mekanisme jual beli sarang burung sriti atau liur sriti.


9

Pertama, Skripsi dari Pangat salah satu Mahasiswa UIN Raden Fatah

Palembang yang berjudul“Tinjauan fiqhmu’a>malah terhadap jual beli pupuk

kandang di Desa Langkan Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin

Provinsi Sumatra Selatan”. Peneliti melakukan penelitian dengan tujuan

untuk mengetahui bagaimana Mekanisme jual beli pupuk kandang di Desa

Langkan Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin dan Bagaimana

Tinjauan fiqh Muamalah terhadap jual beli pupuk kandang di Desa Langkan

Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.

Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti menggunakan pendekatan

kualitatif dan jenis penelitian lapangan (field research), sedangkan sumber

data yang dikumpulkan berupa sumber data primer dan sumber data sekunder.

Kemudian data tersebut di analisa dengan menggunakan metode deskriptif

analitik, yaitu mengumpulkan data-data yang ada kemudian data- data

tersebut dikelompokkan kedalam kategori-kategori berdasarkan persamaan

jenis data tersebut, dengan tujuan dapat menggembarkan permasalahan yang

diteliti, kemudian di analisa dengan menggunakan teori Fiqh Muamalah.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa praktek jual beli yang dilakukan di

Desa Langkan menggunakan akad Ijarah(upah) karena sighat (lafal) tidak di

ucapankan jual beli melainkan Ijarah, seperti ku bayar upah pupuk ini dengan

harga satu karung delapan ribu rupiah.

Adapun kesimpulannya yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu

berdasarkan rukun dan syarat jual beli yang telah ditentukan oleh Hukum

Islam maka jual beli tersebut tidak diperbolehkan karena pupuk tersebut
10

benda najis. Namun dalam transaksi di Desa Langkan tersebut mereka

menggunakan akad ija>rah,yang dimaksud akad ija>rah ialah akad upah

bukan akad jual beli, sehingga dibolehkan dalam fiqh mu’a>malah.10

Kedua, Skripsi dari mahasiswa IAIN Ponorogo yang bernama Siti

Nurani Yaqin yang berjudul “Tinjauan maslahah terhadap jual beli jus

cacing sebagai obat di kabupaten ponorogo”. Penelitian ini di latar belakangi

adanya pengolahan cacing yang dijadikan jus. Menurut para ahli cacing

mengandung kadar protein yang sangat tinggi. Salah satu pendapat yang

dirujuk oleh Fatwa MUI, menjelaskan bahwa mengkonsumsi cacing

hukumnya halal sepanjang ada manfaatnya dan tidak membahayakan.

Penelitian ini dimaksud untuk mendalami manfaat/aspek maslahah yang

dirasakan oleh pengguna jus cacing di Kabupaten Ponorogo.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana tinjauan

hukum Islam terhadap jual beli jus cacing sebagai obat di kabupaten

Ponorogo, Bagaimana tinjauan maslahah terhadap jus cacing sebagai obat di

kabupaten Ponorogo. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan

dengan metode penelitiankualitatif dan dalam teknik pengumpulan data

menggunakan tekhnik wawancara dan observasi.

Adapun kesimpulannya adalah jus cacing untuk keperluan pengobatan

hukumnya adalah boleh, jual beli jus cacing sudah mememenuhi rukun dan

10
Pangat, Tinjauan fiqh muamalah terhadap jual beli pupuk kandang di Desa Langkan
Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan, Skripsi, (Palembang:
UIN Raden Fatah,2018)
11

syarat dan boleh melakukan transaksi ini karena cacing yang digunakan untuk

dijadikan jus cacing merupakan binatang yang bisa di manfaatkan oleh

manusia dan segala sesuatu yang menimbulkan kebaikan diperbolehkan oleh

Islam. Karena selain menimbulkan efek kemaslahatan untuk obat, cacing juga

dapat dijadikan komoditas ekonomi yang dapat menguntungkan bagi

penjualnya.11 Kesamaan dalam skripsi ini adalah dalam objek jual belinya

yang tidak lazim yaitu dari cacing yang dianggap masyarakat sebagai

binatang yang menjijikkan sama halnya dengan air liur burung sriti.

Ketiga, , Karya ilmiah mahasiswa IAIN Ponorogo yang bernama Akur

Budi Syahrony yang berjudul “Studi komparatif istinbat hukum madhhab

shqfi‟i dan madhhab maliki tentang jual beli katak untuk di konsumsi”.

Adapun pokok permasalahan yang diteliti yaitu: (1) Bagaimana pendapat

metode istinba>t Hukum Madhha>b Sha>fi’i dan Madhha>b Ma>liki tentang jual

beli katak untuk dikonsumsi dan (2) Bagaimana istinba>t Hukum

Madhha>b Sha>fi’i dan Madhha>b Ma>liki tentang jual beli katak relevansinya

menurut masyarakat Indonesia.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan

(Iibrary research) karena penulis menggunakan buku-buku dan kitab-kitab

sebagai referensi, kemudian hasilnya dianalisis menggunakan metode

deskriptif dengan pola deduktif guna menentukan kesimpulannya.

Siti Nurani Yaqin, Tinjauan maslahah terhadap jual beli jus cacing sebagai Obat di
11

Kabupaten Ponorogo, Skripsi (Ponorogo: IAIN Ponorogo,2018).


12

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa dari segi obyek tentang

jual beli Katak untuk dikonsumsi, Madhhab Shafi'i berpendapat tidak sah,

karena katak adalah binatang yang kotor dan menjijikkan. Sementara

Madhhab Maliki menghukumi sah jual beli katak untuk dikonsumsi,

alasannya bukan dilihat dari wujud objeknya tetapi adanya manfaat dari

obyek tersebut yang sesuai dengan Shara. 12


Kesamaan dalam skripsi ini

adalah dalam objek jual belinya yang tidak lazim yaitu katak yang dianggap

masyarakat sebagai binatang yang menjijikkan sama halnya dengan air liur

burung sriti.

Keempat, Skripsi karya Bariatul Ismi yang berjudul “Hukum Bekicot

Menurut Imam Malik Dan Relevansinya Dengan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia (MUI)”. Banyak masyarakat dari Kecamatan Gerih yang

memperjualbelikan bekicot sebagai usaha sampingannya. Bekicot adalah

sejenis hewan melata yang masuk ke dalam golongan hewan menjijikkan .

Adapun mengenai hukum bekicot sebagai obyek jual beli para ulama

memperselisihkannya.

Berangkat dari latar belakang tersebut penulis bermaksud untuk

meninjau bagaimana perspektif hukum Islam terhadap bekicot sebagai obyek

jual beli di Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi, sehingga dapat diketahui

apakah bekicot sebagai obyek jual beli itu halal atau haram. Dan bagaimana

dasar hukum ulama terhadap jual beli bekicot di Kecamatan Gerih Kabupaten

Ngawi perspektif hukum Islam, hal ini untuk mengetahui bagaimana hukum
12
Akur Budi Syahrony, Studi komparatif istinbat hukum madhhab shqfi‟i dan madhhab maliki
tentang jual beli katak untuk di konsumsi, Skripsi (Ponorogo: IAIN Ponorogo,2018).
13

islam menjelaskan halal haram jual beli bekicot yang telah dipaparkan dalam

pendapat para ulama.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Jenis penelitian ini

adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan normatif, dengan

cara berpikir deduktif. Sedangkan teknis penggalian data menggunakan

wawancara dan observasi. Sumber datanya diperoleh dari informan yakni

penjual/penyuluh bekicot dan pembeli/pengepul bekicot. Dalam mengolah

data, penulis melalui beberapa tahapan, yaitu editing, organizing dan

penentuan hasil data. Kemudian oleh penulis di analisis menggunakan hukum

Islam.

Menurut Imam Malik yang menghalalkan jual beli dan mengkonsumsi

bekicot. Imam Malik mempunyai prinsip bahwa bekicot adalah hewan yang

tidakmemiliki sistem transportasi darah merah maka tidak harus disembelih,

dan beliau mengqiyaskan sebagaimana belalang. Sementara ada perbedaan

pendapat yang mengharamkan jual beli dan mengkonsumsi bekicot

sebagaimana dijelaskan dalam Fatwa MUI. 13


Kesamaan dalam ini adalah

mengenai metode istinbat yang digunakan dalam menentukan hukum jual beli

dan mengkonsumsi bekicot yaitu dengan menggunakan qiyas.

Perbedaan penelitian ini dari penelitian terdahulu adalah dari segi

akad transaksinya yang menurut peneliti masih simpang siur karena terjadi

akad bertingkat antara pengepul, pedagang dan petani sarang burung sriti.

Lalu

Bariatul Ismi, Hukum Bekicot (Halzun) Menurut Imam Malik Dan Relevansinya Dengan
13

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Skripsi (Ponorogo: IAIN Ponorogo,2014)


14

yang kedua dari segi objeknya juga berbeda yaitu sarang burung sriti, sejauh

ini peneliti belum pernah menemukan kajian terdahulu yang membahas

hukum jual beli sarang burung sriti tersebut.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dalam Penelitian ini digunakan metode penelitian dengan

pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskripsi berupa kata-kata tulisan atau dari orang-orang dan prilaku yang

diamati. Artinya, Penelitian kualitatif berasal dari situasi lapangan

penelitian bersifat “natural” atau wajar, sebagai mana adanya, tanpa

dimanipulasi.14 Dalam tradisi kualitatif, peneliti harus menggunakan diri

mereka sebagi instrumen.Mengikuti asumsi-asumsi kultural sekaligus

mengikuti data.15 Dikatakan kualitatif karena pada penelitian ini dilakukan

pada kondisi yang alamiah yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di

Ponorogo.

Jenis Penelitian yang dilakukan adalah studi kasus penelitian

lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan

dengan pengamatan tentang fenomena dalam suatu keadaan nyata.

Dikatakan penelitian lapangan karena penelitian ini dilakukan pengamatan

langsung di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo.

14
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung : Transito, 1996), 18.
15
Julia Brannen, Memadu Metode Penelitian Kualitatf dan Kuantitatif (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002). 11.
15

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti menggali data secara lengsung, baik

dengan cara wawancara di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten

Ponorogo.

3. Lokasi Penelitian

Dalam Penelitian ini, lokasi yang diambil oleh penulis untuk

menyusun skripsi yaitu Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten

Ponorogo. Pemilihan lokasi ini dikarenakan peneliti merasa begitu

kontradiksi dengan apa yang ia kerjakan ketika melakukan usahanya. Oleh

karena itu, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana usaha tersebut dapat

berkembang dengan baik dan benar.

4. Data dan Sumber Data

a. Data

Adapun data-data yang penulis butuhkan untuk memecahkan masalah

dalam penyusunan skripsi ini diantaranya:

1) Penerapan akad kerjasama jual beli yang dilakukan oleh pengepul

dan pedagang sarang burung sriti di Desa Campurejo Kecamatan

Sambit Kabupaten Ponorogo.

2) Kondisi objeksarang burung sriti dalam praktik jual beli tersebut.

b. Sumber Data

Berdasarkan data-data yang akan diteliti dalam penelitian ini maka

sumber data yang diperlukan diantaranya :


16

1) Data Primer, yaitu diperoleh penulis pada saat mengumpulkan data-

data langsung dari lapangan. Pada skripsi ini data primer berasal dari

hasil wawancara peneliti dengan beberapa pedagang dan pemilik

usaha dagang sarang burung sriti.

2) Data Sekunder, yaitu diperoleh dari data-data yang dikumpulan oleh

penulis dari penelitian-penelitian sebelumnya yang memiliki

kesamaan pembahasan.16

5. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik yang dipakai untuk pengumpulan data dalam penelitian ini

sebagai berikut:

a. Teknik Observasi

Yaitu pengamatan dilakukan oleh peneliti ketika ingin mengetahui

tentang obyek yang akan dibahas. Pengamatan dilakukan agar data

yang dikumpulkan relevan dengan masalah yang diteliti. 17


Dalam

penelitian ini penulis mengadakan pengamatan langsung ke lokasi.

b. Teknik Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara

menanyakan sesuatu kepada subyek penelitian atau informan. 18

Artinya, hal ini dilakukan secara lisan. Komunikasi yang dilakukan

antara peneliti dengan narasumber dilakukan dengan tanya jawab atau

bisa disebut diskusi. Pada akhirnya peneliti berusaha menarik

16
Dudung Abdurahman, Pengantar Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Kurnia Kalam
Semesta, 2003), 66
17
Nasutions, Metode Penelitian, 57.
18
Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh Metodologi Penelitian Mengenai Tokoh
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 51.
17

kesimpulan. Kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan tersusun

berdasarkan hasil diskusi terhadap data yang telah dihimpun dalam

penelitian.19

6. Analisis Data

Dalam teknis analisis, penelitian ini menggunakan metode Induktif

yaitu berangkat dari teori yang bersifat khusus menuju ke umum yaitu

data-data yang bersifat nyata dari lapangan. 20 Begitu juga dalam skripsi ini

penulis berangkat dari penelian yang diperoleh dari lapangan.

7. Tehnik Pengecekan Keabsahan Data

a. Perpanjangan pengamatan

Dalam teknik ini dinilai mampu meningkatkan derajat kepercayaan

data, dengan perpanjangan pengamatan yang berarti kita kembali terjun

kelapangan, melakukan pengamatan dan wawancara lagi dengan

sumber data yang pernah kita temui maupun yang baru.21

b. Ketekunan pengamatan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih

cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian

data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan

sistematis.22

19
Abdurahman, Pengantar Metodologi, 67.
20
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012) 28.
21
Andi Prastowo, Metode penelitian kualitatif dalam perspektif rancangan (Jogjakarta: AR-
RUZZ Media, 2014), 266.
22
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung: ALFABETA,
2013), 272.
18

8. Tahapan-Tahapan Penelitian Data

Tabel 1.1 Tahapan-Tahapan Penelitian Data

NO. Kegiatan Penelitian Waktu

1. Pra Lapangan

a. Mempersiapkan teori-teori a. 14 s/d 15

b. Menentukan Subyek yang akan desember 2019

diteliti b. 16 desember 2019

2. Menggali data lapangan 20 desember s/d 27

Desember 2019

3. Penulisan penelitian 25 desember s/d selesai

Pada penelitian ini peneliti malakukan dua tahapan yaitu pra

lapangan dan di lapangan. Kegiatan yang dilakukan peneliti pada saat pra

lapangan adalah melakukan persiapan diantaranya mempersiapkan teori-

teori yang digunakan sebagai alat penelitian, memilih subyek yang akan

dibahas. Dan kegiatan yang dilakukan di lapangan adalah melihat lokasi

secara langsung, dan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang

terkait.

G. Sistematika Pembahasan

Agar penelitian ini dapat dipahami dengan mudah, maka penulis

membagi beberpa pembahasan menjadi lima bab dan akan diikuti dengan

beberapa sub bab.


19

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini dimulai dengan latar belakang masalah untuk

mendiskripsikan alasan penelitian ini dilakukan. Dilanjutkan

dengan Rumusan masalah yang berguna membantu peneliti

memfokuskan terhadap kajian yang dilakukan. Kemudian adalah

tujuan penelitian dan keguanaan penelitian yang berguna untuk

mengetahui dapat atau tidaknya penelitian ini mengasilkan temuan.

Setelah itu adalah Telaah pustaka untuk apakah penelitian ini jika

dilihat dari penelitian terdahulu. Kemudian dilanjut dengan

kerangka konsepsual yang berisi tentang teori yang digunakan

dalam penelitian.Kemudian dilanjut metode penelitian dan

sistematika pembahasan.

BAB II : JUAL BELI DALAM ISLAM

Pada bab kedua berisikan landasan teori, yang merupakan alat

untuk menganalisis data yang diperoleh dari lapangan. Isi dari bab

ini yaitu akan diuraikan mengenai pengertian jual beli, dasar

hukum, hikmah jual beli, rukun dan syarat dan jenis-jenis jual beli

yang dilarang dalam Islam, murabahah dan hukum jual beli barang

mutanajiz.

BAB III: PRAKTIK JUAL BELI SARANG BURUNG SRITI DI

DESACAMPUREJO KECAMATAN SAMBIT KABUPATEN

PONOROGO
20

Pada bab ini berisikan paparan dan temuan penelitian yang meliputi

keadaan umum Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten

Ponorogo juga gambaran umum tentang usaha sarang burung sriti.

Dalam penjelasan digambaran umum membahas tentang sejarah

usaha jual beli sarang burung. Dan masalah yang inti mengenai

bagaimana mekanisme transaksi jual beli sarang burung tersebut

dan bagaimana hukum objek jual beli sarang burung sriti tersebut.

BAB IV: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI

SARANG BURUNG SRITI DI DESA CAMPUREJO

KECAMATAN SAMBITKABUPATEN PONOROGO

Pada bab ini menjelaskan pokok bahasan yang meliputi analisa

bentuk mekanisme jual beli pada usaha sarang burung sriti.

Dilanjutkan dengan analisa terhadap objek usaha tersebut.

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran serta lampiran-lampiran

sebagai solusi untuk kemajuan dan pengembangan dalam usaha

sarang burung sriti di Ponorogo. Kesimpulan ditulis berdasarkan

hasil analisis dari bab empat dimana hasil tersebut adalah jawaban

dari rumusan masalah.


BAB II

AKAD DAN JUAL BELI MENURUT ISLAM

A. Pengertian Jual Beli

1. Definisi Jual Beli Dalam Islam

Jual beli (al-bai’) secara etimologi atau bahasa adalah pertukaran

barang dengan barang (barter). 23


Lafazh ‫ البيع‬dalam bahasa arab

menunjukan makna jual dan beli. 24 Para ahli menggunakan istilah ‫البيع‬

kepada makna yang mengeluarkan atau pemindahan sesuatu dari

pemiliknya dengan harga tertentu.25

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang

yang mempunyai nilai atas dasar kerelaan atau kesepakatan antara dua

belah pihak, yang sesuai dengan ketentuan atau perjanjian yang

dibenarkan oleh syara’.26 Jual beli merupakan sebuah aktifitas yang baik

karena dengan jual beli atau berdagang itu mendatangkan manfaat dan

saling menciptakan keuntungan kepada orang lain. Selain itu dalam Al-

qur‟an ada juga anjuran untuk tidak memakan harta sesama manusia

kecuali dengan jalan berniaga atau jual beli.

 
                   g
       

              


    

23
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah kontemporer (Jakarta: Rajawalipers, 2016), 21.
24
Enang Hidayat, Fiqh Jual beli (Bandung: PT Remaja Posdakarya, 2015), 9.
25
Ibid., 10.
26
Huda, Fiqh Muamalah, 52.
20
21

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antarakamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”.27

Dengan mengacu ayat di atas, maka perdagangan itu ada yang halal

dan juga ada perdagangan yang haram, misalnya memperdagangkan

barang-barang yang mengandung najis binatang yang menjijikkan dan

haram dimakan seperti bangkai, babi, khamer dan sebagainya.

Perdagangan adalah merupakan usaha kepemilikan yang ketentuannya

sudah diatur dengan jelas sebagaimana pendapat Taqyuddin An-Nabhani:

“Perdagangan termasuk pengembangan kepemilikan dan ketentuannya

juga sangat-sangat jelas dalam hukum-hukum jual beli.”28

Adapun pengertian jual beli menurut para ulama‟ adalah sebagai

berikut: Menurut Abdurrahman As-sa‟di, “pengertian jual beli secara

syara‟ adalah tukar menukar harta (transaksi) dengan harta untuk memiliki

dan memberi kepemilikan.” 29


Menurut Amir Syarifudin “ jual beli

diartikan peralihan hak dan pemilikan dari satu tangan ke tangan lain. Ini

merupakan satu cara dalam memperoleh harta di samping mendapatkan

sendiri sebelum menjadi milik seseorang dan ini merupakan cara yang

paling lazim dalam mendapatkan hak.” 30 Menurut Rozalinda dalam

27
Soenarto, Al-Qur‟an Dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, 1971), 122.
28
Taqyuddin An-Nabhani, An-Nidlam Al-Iqtishadi Fil Islam :terj, Moh.Maghfur Wachid :
“Membangun Sistem Ekonomi Alternatif : Perspektif Islam”( Surabaya :Risalah Gusti, 2002), 150.
29
Abdurrahman as- sa‟di dkk, Fiqh al – bay‟ wa asy – syira‟ pengumpul dan penyusun
Naskah: Abu Muhammad Asyraf bin abdul maqsud, terj: Abdullah (Jakarta: Senayan Publishing,
2008), 143.
30
Amir Syarifuddin, Garis - Garis Besar Fiqh(Jakarta: Kencana, 2013), 189.
22

bukunya Fikih Ekonomi Syariah “jual beli adalah transaksi tukar menukar

uang dengan barang berdasarkan suka sama suka menurut cara yang

ditentukan syariat baik dengan ija>b dan qabu>l yang jelas, atau dengan

cara yang saling memberika barang atau uang tanpa mengucapkan

ijab> dan qabu>l, seperti yang berlaku pada pasar swalayan.”31

Jadi kesimpulan dari pendapat para ulama pakar ekonomi Islam,

yang dimaksud dengan jual beli adalah saling tukar menukar barang untuk

mendapatkan sebuah manfaat sesuai dengan syariat Islam. Untuk itu jual

beli sangat di perhatikan dalam Islam karena jual beli adalah sarana bagi

masyarakat untuk menunjang kehidupan.

2. Landasan Hukum Jual Beli

a. Al-Qur‟an

Allah tidak akan menurunkan rezeki kepada manusia kecuali

manusia berusaha untuk mendapatkannya. Dan telah ditentukan waktu

bagi manusia untuk bekerja dan beristirahat, yang disesuaikan dengan

kemampuan manusia;32

                


    g     
   

  

Artinya: “Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu


beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang

31
Rozalinda, Fikih dan Ekonomi Syariah (prinsip dan relasinya dalam keuangan ekonomi
syariah),(Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 64.
32
Heri Sudarsono, konsep ekonomi islam:suatu pengantar (Yogyakarta: Ekonisia, 2002),
29.
23

(supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang


demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-
orang yang mendengar.QS. Yunus (10):67)”33

 
                 
        
  

                   g  


               
  

                
         
 g

   

Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) ribā tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila, Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan ribā, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan ribā. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil ribā), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil ribā),
maka orang itu adalah penghunipenghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.”(QS. Al-Baqarah 275).34

                    
       

   

Artinya: “Kecelakaan bagi orang-orang yang curang, (yaitu) mereka yang


apabila menerima takaran atas orang lain, mereka minta
dipenuhi,dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk
orang lain, mereka mengurangi.”(QS. Al-Muthaffifiin : 1-3)35
24
33
Soenarto, Al-Qur‟an Dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, 1971), 317.
34
Ibid., 69.
35
Ibid., 1035.
25

b. As-sunnah

Rasulullah Saw menganjurkan umatnya untuk memperhatikan

sikapnya dalam berdagang;36

Artinya: “Seseorang bertanya kepada Nabi, jenis penghasilan mana yang


terbaik, Nabi Menjawab “Hasil kerja seorang dengan tangannya
sendiri dari setiap transaksi perdagangan yang disetujui” (HR.
Ahmad)37

Artinya: “Allah memberikan rahmatnya pada setiap orang yang bersikap

baik ketika menjual, membeli dan membuat suatu pernyataan”

(HR. Bukhari)38

Dari beberapa penjelasan ayat Al-Qur‟an dan As-Sunnah diatas

dapat diambil kesimpulan bahwa jual beli hendaknya tidak boleh

mengandung riba, tidak boleh mengambil harta sesama atau saudaranya

secara baṭ> hil, harus menimbang dan menakar secara pas atau adil

juga tidak mengandung unsur penipuan karena hal itu sangat dibenci oleh

Allah maupun manusia.

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

Mengenai rukun dan syarat jual beli, para Fuqaha berbeda

pendapat. Menurut Mazhab Hanafi rukun jual beli hanyalah ija>b

dan

36
Heri, Konsep Ekonomi, 35.
37
Hadits Riwayat Ahmad, 4:141, Hasan Li ghoirihi.
38
Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Terjemah Sahih Bukhari Hadits Riwayat
Bukhari No.1970.
26

qabu>l saja. Menurut mereka yang menjadi rukun jual beli itu hanyalah

kerelaan kedua belah pihak untuk berjual beli. Namun karena unsur

kerelaan berhubungan dengan hati yang sering tidak kelihatan maka

diperlukan indikator atau alat ukur (Qarinah) yang menunjukan kerelaan

tersebut dari kedua belah pihak.Akan tetapi menurut jumhur ulama rukun

jual beli itu ada empat:39

a. Akad (ija>b dan qabu>l).

Terdapat beberapa hal yang harus terpenuhi dalam akad jual beli,

antara lain;

1) Jelas

Setiap kesepakatan harus bisnis harus jelas diketahui oleh para

pihak akad agar tidak menimbulkan perselisihan di antara mereka.

Untuk mencapai target ini syariat islam memberlakukan ketentuan

pengikatan dalam akad mu’am> alah maliah, seperti ketentuan bahwa

setiap transaksi harus tercatat (kita>bah), disaksikan (isyhad)

dan boleh bergaransi.40

2) Adil

Di antara prinsip adil yang diberlakukan dalam bisnis adalah

kewajiban pelaku akad untuk menunaikan hak dan

kewajibannya,menyalurkannya dengan cara yang halal dan

menunaikan kewajiban hak hartanya.

39
M. Hasan Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2003),118.
40
Oni Sahroni dan A, Karim, Maqashid bisnis & keuangan islam (Depok: Raja Grafindo
Persada,2015),66.
27

3) Komitmen dengan kesepakatan

Karena setiap akad berisi hak dan kewajiban setiap peserta akad.

Dan setiap kesepakatan bisnis akan berhasil itu ditentukan oleh

komitmen peserta akad dalam memenuhi setiap kesepakatan akad.

4) Melindungi hak kepemilikan

Para ulama telah sepakat bahwa mengambil harta orang lain

dengan cara yang bathil itu diharamkan. Oleh karena itu Allah

Swt. memberikan hukuman atas setiap kejahatan terhadap harta.41

b. Orang yang berakad (subjek)

Yaitu dua pihak terdiri dari bai’ (penjual) dan mustari (pembeli).

Disebut juga aq> id, yaitu orang yang melakukan akad dalam jual beli,

dalam jual beli tidak mungkin terjadi tanpa adanya dua orang yang

melakukannya, dan orang yang harus melakukan:42

1) Beragama Islam, syarat orang yang melakukan jual beli adalah

orang Islam, dan ini disyaratkan bagi pembeli saja dalam benda-

benda tertentu. Misalnya, seseorang dilarang menjual hamba

sahaya yang beragama Islam sebab besar kemungkinan pembeli

tersebut akan merendahkan a>qid yang beragama Islam.

2) Berakal, yang dimaksud dengan orang yang berakal disini adalah

orang yang dapat membedakan atau memlih mana yang terbaik

baginya. Maka orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya,

sekalipun miliknya sendiri.

Ibid., 70
41
42
Gitbiah, Fiqh Kontemporer (Palembang: Karya Sukses Mandiri, 2015),154
28

3) Dengan kehendaknya sendiri, yang dimaksud dengan kehendaknya

sendiri yaitu bahwa dalam melakukan perbuatan jual beli tidak

dipaksa.

4) Baligh atau telah dewasa dalam hukum Islam batasan menjadi

seorang dewasa bagi laki-laki adalah apabila sudah bermimpi atau

berumur 15 tahun dan bagi perempuan adalah sesudah haid.

5) Keduanya tidak mubazir, yang dimaksud dengan keduanya tidak

mubazir yaitu para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian

jual beli tersebut bukanlah manusia yang boros

c. Ma’qud> ‘alaih (objek)

Barang yang dijadikan sebagai objek jual beli ini harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:43

1) Bersih, yaitu barang yang diperjual belikan bukan yang

dikualifikasikan ke dalam benda najis atau termasuk barang yang

digolongkan haram.

2) Bisa dimanfaatkan, yaitu barang yang diperjual belikan itu harus

ada manfaatnya sehingga tidak diperbolehkan menjual belikan

barang-barang yang tidak ada manfaatnya.

3) Barang milik orang yang melakukan aqad, maksudnya orang yang

melakukan perjanjian jual beli atas sesuatu barang adalah pilihan

sah barang tersebut dan atau telah mendapat izin dari pemilik sah

barang tersebut.

Ibid., 155
43
29

4) Diketahui, maksudnya, barang yang diperjual belikan dapat

diketahui baik oleh penjual maupun pembeli dengan jelas, baik,

bentuknya, zatnya, sifat dan harganya.

5) Barang yang di aqadkan ada ditangan, maksudnya adalah

perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang belum ditangan atau

tidak berada dalam kekuasaan penjual adalah dilarang, sebab bisa

jadi barang tersebut sudah rusak atau tidak dapat diserahkan

sebagaimana telah diperjanjikan di awal.

d. Ada nilai tukar pengganti barang, yaitu sesuatu yang memenuhi tiga

syarat;44

1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas.

2) Dapat disahkan pada saat terjadinya akad (transaksi), sekalipun

secara hukum seperti pembayaran menggunakan cek atau kartu

kredit. Apabila barang itu dibayar kemudian berhutang maka

waktu pembayarannyapun harus jelaswaktunya.

3) Jika jual beli itu dilakukan dengan cara barter, maka barang yang

dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan oleh

syara‟ seperti Babi dan Khamr karena kedua jenis barang tersebut

tidak bernilai dalam pandangansyara‟.

Syarat jual beli dalam Islam mengikut pada rukun yang disertakan

dalam jual beli. Rukun-rukun yang disebut sebelumnya akan sempurna

bila diiringi dengan syarat-syarat berikut :

Ibid., 156.
44
30

a. Terkait dengan a>qidain (2 orang yang berakad) maka yang

perlu diperhatikan diantaranya berakal dan dua orang yang berbeda.

Jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak waras maka jual beli

itu tidak sah. Untuk objek jual beli terdapat 4 hal yang perlu

diperhatikan diantaranya:

1) Keberadaan barang tersebut harus tampak,

2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat,

3) Dimiliki sendiri oleh penjual, tidak diperkenankan menjual

barang yang bukan dimiliki oleh penjual,

4) Diserahkan langsung ketika akad.

b. Dari segi shi>ghah yang perlu diperhatikan adalah adanya kerelaan

kedua belah pihak. Hal ini karena terdapat kaidah mu’a>malah

yaitu suka sama suka/saling memiliki kerelaan.

c. Terakhir, terkait dengan nilai uang/nilai tukar barang yang dijual

maka ada lima hal yang harus diperhatikan, diantaranya:

1) Suci (Tidak boleh barang najis),

2) Dapat diserahterimakan/dipindahkan,

3) Ada manfaatnya,

4) Dimiliki sendiri atau yang mewakilinya,

5) Diketahui oleh penjual dan pembeli.

Syarat sahnya penjual maupun pembeli sebagai berikut:45

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, cet


45

1(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), 42.


31

a. Baliqh/berakal agar tidak mudah ditipu orang lain.

b. Beragama Islam (muslim), syarat ini harus untuk pembeli dalam

benda-benda tertentu. Misalnya dilarang menjual hamba yang

beragama Islam kepada orang kafir, karena ditakutkan pembeli

merendahkan orang yang beragama Islam.

c. Ada benda atau barang yang di perjualkan (ma’qu>d alaih)

d. Tidak mubazir (pemborosan) dan kehendak sendiri tidak ada paksaan

dari pihak lain.

Syarat barang yang diperjualbelikan (ma’qu>d alaih) adalah sebagai

berikut:46

a. Barang ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual mengatakan

kesanggupan untuk mengadakan barang itu. Misalnya di suatu toko

karena tidak mungkin memajang barang semuanya maka sebagian

diletakkan pedagang digudang atau masih dipabrik, akan tetapi secara

meyakinkan barang itu boleh didatangkan sesuai dengan persetujuan

pembeli dengan penjual. Barang digudang dan dalam proses pabrik di

hukumkan sebagai barang yang ada.

b. Dapat dimamfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu,

bangkai, khamar dan darah tidak sah menjadi objek jaul beli, karena

dalam pandangan syara‟ benda-benda seperti itu tidak bermanfaat.

c. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak

46
Abdul Rahman Ghazaly, Dkk, Fiqh Muamalah (Jakarta: Prenada
Media Group, 2012), 75-76.
32

boleh diperjualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan di laut atau mas

dalam tanah, karena ikan dan mas ini belum di miliki penjual.

d. Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang

disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.

4. Jual Beli Yang Diperbolehkan

Islam menghalalkan jual beli namun jual beli yang diperbolehkan

disini adalah jual beli yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat

Islam adalah:47

a. Jual beli pesanan

Jual beli pesanan adalah jual beli yang dilakukan dengan cara

menyerahkan uang muka terlebih dahulu, kemudian setelah itu baru

barangnya diantar belakangan sesuai dengan ciri-ciri yang telah

disepakati kedua belah pihak.

b. Jual beli barter

Jual beli barter adalah jual beli dengan cara tukar- menukar barang.

Contohnya menukar sayur dengan beras.

c. Jual beli mutlak

Jual beli mutlak adalah jaul beli barang dengan sesuatu yang telah

diepakati sebagai alat penukar misalnya uang.

d. Jual beli Al-Musawah

Jual beli Al-Musawah adalah transaksi jual beli dimana penjual

Marfu‟ah, Jual Beli Yang Benar, (Semarang: PT Sindu Press, 2009), 19.
47
33

menyembunyikan harga aslinya, tetapi kedua belah pihak saling ridha.48

e. Jual beli kontan

Jual beli kontan adalah jual beli suatu barang yang pembayarannya

dilakukan secara tunai.

f. Jual beli kredit

Jual beli kredit adalah jual beli suatu barang yang pembayarnya tidak

dilakukan secara tuani, tetapi dengan cara mengangsur.

g. Jual beli lelang

Jual beli lelang adalah jual beli yang dilakukan dihadapan orang banyak

dengan tawaran yang dipimpin oleh pejabat lelang.

5. Jual Beli Yang Dilarang

a. Bat> hil

Ba>thil adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual

beli,dan ini tidak diperkenankan oleh syara‟. Misalnya:49

1) Jual beli atas barang yang tidak ada ( bai’ al-ma’dum), seperti jual

beli janin di dalam perut ibu dan jual beli buah yang tidak tampak.

2) Jual beli barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi, bangkai

dan khamar.

3) Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan

dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual

beli.

Ibid., 22.
48

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah ( Jakarta: Rajawali Pers, 2016),78


49
34

4) Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti jual beli patung,

salib atau buku-buku bacaan porno.

5) Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan

hukumnya haram, seperti menjual anak binatang yang masih

bergantung pada induknya.

b. Fas> id

Fa>sid yaitu jual beli yang secara prinsip tidak bertentangan

dengan syara‟namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi

keabsahannya.Misalnya :

1) Jual beli barang yang wujudnya ada, namun tidak dihadirkan ketika

berlangsungnya akad.

2) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota atau pasar, yaitu

menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membelinya

dengan harga murah.

3) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian

akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut

4) Jual beli barang rampasan atau curian.

6. Macam-macam Jual Beli

Jual beli bisa ditinjau dari beberapa segi. Dilihat dari segi kacamata

hukum jual beli terbagi menjadi dua macam, yang pertama yaitu jual beli

yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum, dan yang kedua dari

segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli.


35

a. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat

dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin 50


bahwa jual beli dibagi

menjadi tiga bentuk:

1) Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual

beli barang atau benda yang diperjualbelikan ada didepan penjual

dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan

hukumnya boleh dilakukan, seperti membeli beras di pasar.

2) Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual

beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam

adalah untuk jual beli tidak tunai (kontan), salam pada awalnya

berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan

harga tertentu, maksudnya ialah, perjanjian yang penyerahan barang-

barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan

harga yang telah ditetapkan ketika akad.51

3) Jual beli barang yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli

yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya masih gelap atau

belum tentu ada sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh

dari cucian atau barang titipan orang lain yang akibatnya dapat

menimbulkan kerugian salah satu pihak. Sementara itu, merugikan

dan menghancurkan harta benda seseorang tidak dibolehkan, seperti

yang telah dijelaskan oleh Muhammad Syarbini Khatib bahwa

penjualan bawang merah dan wortel serta yang lainnya yang masih
50
Taqiyyudin Abi Bakr Bin Muhammad al-Husaini, Kifayah al- Akhiyar Juz 1 (Surabaya
:Syirkah Piramida, t.t), 329.
51
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994), 178-179.
36

berada di dalam tanah adalah batal sebab hal tersebut merupakan

perbuatan ghara>r.

b. Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli:

1) Akad dengan lisan, ialah akad yang dilakukan oleh kebanyakan

orang, bagi orang bisu diganti dengan isyarat, karena isyarat

merupakan pembawaan alami bagi dalam menampakkan kehendak.

2) Akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan atuu surat menyurat

jual beli sama halnya dengan ijab> dan qabul> dengan ucapan,

misalnya via pos dan giro. Jual beli seperti ini dibolehkan menurut

syara‟.

3) Jual beli dengan perbuatan, atau dikenal dengan istilah mu’athah

yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ija>b dan qabu>l

Seperti kita membeli barang di alfamart yang mana barang tersebut

sudah ada label/bandrol harganya dan kemudian membayarkan

kepada kasir. Jual beli dengan cara demikian dilakukan tanpa si>ghah

ija>b dan qabu>l antara penjual dan pembeli, menurut sebagian

Syafi’iyah tentu hal ini dilarang sebab ija>b dan qabu>l sebagai rukun

jual beli. Tetapi sebagian syafi’iyah lainnya, seperti Imam Nawawi

membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan cara

yang demikian, yakni tanpa ija>b dan qabu>l terlebih dahulu.

7. Benda Mutanajiz

a. Minyak padat yang terkena najiz


37

Benda Mutanajiz adalah benda yang suci, namun terkena najiz.

Di antara syarat sah barang yang diperjual-belikan adalah barang

tersebut harus suci. Jika barang tersebut najis, maka tidak sah diperjual-

belikan. Misalnya, menjual khamar, menjual bangkai, dan lainnya.

Namun bagaimana jika barang tersebut hanya terkena najis, apakah

boleh menjualbelikan barang terkena najis tersebut. Menurut para

ulama, terdapat dua kategori mengenai barang yang terkena najis.

Pertama, barang yang terkena najis berupa benda padat. Kedua, barang

yang terkena najis berupa benda cair.

Mengenai kategori pertama, yaitu barang yang terkena najis

berupa benda padat, para ulama sepakat bahwa barang tersebut boleh

dan sah diperjual-belikan. Hal ini karena meski barang tersebut terkena

najis, namun barang bisa disucikan. Sehingga meski terkena najis tidak

masalah karena tetap bisa digunakan dan dimanfaatkan sesuai fungsi

utamanya. Misalnya, minyak padat yang kejatuhan tikus, maka cukup

dibuang bagian yang terkena tikus itu saja jika sudah bersih maka

minyak itu bebas dari najiz. Sesuai dengan Hadits Nabi yang berbunyi:

“Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdullah telah


menceritakan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari 'Ubaidullah bin
38

Abdullah dari Ibnu Abbas dari Maimunah radliallahu 'anhhum dia


berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah di tanya mengenai
seekor tikus yang terjatuh di minyak samin, beliau bersabda: "Buanglah
tikus itu dan sesuatu yang ada disekitarnya, lalu makanlah minyak
samin tersebut.”52

Ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-

Majmu berikut;

“Jika barang yang terkena berupa najis berupa benda padat, seperti baju,

permadani, pedang, perobotan, tanah dan lainnya, maka boleh

menjualnya tanpa ada perbedaan di kalangan para ulama.”

Adapun kategori kedua, yaitu barang yang terkena najis berupa

benda cair, masih ditafsil oleh para ulama.Jika benda cair tersebut

masih bisa disucikan, maka boleh diperjual-belikan. Namun jika barang

tersebut tidak bisa disucikan, seperti susu yang terkena najis, maka

tidak boleh diperjual-belikan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu berikut;

52
Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Hushny, Kifâyatu al-Akhyar fi hilli Ghâyati al-
Ikhtishâr (Surabaya: Al-Hidayah, 1993), 242.
39

“Jika barang yang terkena najis berupa benda cair, maka harus dilihat
terlebih dahulu. Jika tidak mungkin untuk disucikan, seperti cuka, susu,
madu dan lainnya, maka tidak boleh diperjual-belikan tanpa ada
perbedaan ulama.”

Dengan demikian, selama barang terkena najis itu masih bisa

disucikan, maka para ulama sepakat bahwa barang tersebut bisa

diperjual-belikan. Namun jika tidak bisa disucikan, maka tidak bisa

diperjual-belikan.53

b. Air liur Unta

“Dari „Amr bin Kharijah radhiyallaahu „anhu, ia berkata: Rasulullah


shallallahu „alaihi wa sallam berkhuthbah di Mina, dan beliau di atas
tunggangannya, dan air liurnya mengalir di atas kedua pundakku.”
(dikeluarkan oleh Ahmad dan al-Tirmidzi, dan al-Tirmidzi menilai
shahih)54

Faidah hadits:

1) Sucinya air liur unta. Ini merupakan kesepakatan kaum muslimin. Hal

ini karena Nabi melihat air liur untanya mengalir ke pundaknya „Amr

bin Kharijah dan beliau tidak menyuruhnya untuk mencucinya.

Mendiamkannya Nabi terhadap sesuatu merupakan

53
Bincang Syariah, “Barang terkena najiz apakah boleh diperjualbelikan?” dalam
https://bincangsyariah.com/kalam/barang-terkena-najis-bolehkah-djualbeli/ , (diakses pada
tanggal 31 oktober 2020, jam 15.00).
54
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Taudhiih al-Ahkaam min Buluugh al-
Maraam (I/177-178)
40

sunnahnya/kebiasaannya. Boleh jadi Nabi tidak mengetahuinya,

namun Allah mengetahuinya. Seandainya air liur tersebut adalah najis,

maka tidak akan didiamkan.

2) Semisal dengan air liur, menurut pendapat yang benar adalah air

kencing dan kotorannya, munurut hadits al-„Uraniyyin dan selainnya.

3) Semisal dengan unta adaalah seluruh bahiimah al-an‟am (hewan

peliharaan berkaki empat. Misal: sapi dan kambing) dan selainnya

yang merupakan binatang yang suci ketika hidupnya. Karena ada

nash-nash yang khusus. Dan juga dikarenakan adanya „illah (sebab

hukum) yang sama yang mencakup semuanya.55

B. Akad jual beli dan Pembagiannya

1. Pengertian Akad

Kata akad berasal dari bahasa Arab yaitu al-aqd yang secara

etimologi berarti perikatan, perjanjian, dan permufakatan (al-ittifaq).

Sedangkan menurut fiqh atau terminologi, akad didefenisikan dengan

“pertalian ija>b (pernyataan melakukan ikatan) dan qabu>l

(pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang

berpengaruh terhadap objek perikatan”.56

Didalam akad pada dasarnya dititikberatkan pada kesepakatan

antara kedua belah pihak yang ditandai dengan ija>b qabu>l. Dengan

55
Ummu Waraqah, “Hukum Seputar Unta – Kitab Bulughul Maram” dalam
http://www.ummuwaraqah.com/2017/12/024-hukum-seputar-unta-kitab-bulughul.html , (diakses
pada tanggal 31 oktober 2020, jam 15.10).
56
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq. Fiqh Muamalat (Jakarta:
Kencana, 2010), 50-51.
41

demikian ija>b dan qabu>l adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk

menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih, sehingga terhindar dari suatu ikatan yang tidak

berdasarkan syara‟. Karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk

kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama

kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syariat Islam.57

Menurut Wahbah Al Zuhaily, akad adalah ikatan antara dua

perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari

suatu segi ataupun dua segi.58 Dalam menafsirkan QS. Al Ma‟idah (5):1 :

                     


      g 

          


   

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.


Dihalalkan bagimu binatang-binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.”59

2. Pembagian Akad

Pembagian akad dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi tujuannya

dan segi jenisnya. Dari segi tujuannya atau ada tidaknya kompensasi

(imbalan), akad dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

a. Akad Tabarru’a>t

Qomarul Huda. Fiqh Mu‟amalah (Yogyakarta: TERAS, 2011), 27-28.


57

Wahbah Al-Zuhaily, al-fiqh al-islami wa adillatuh, Juz IV (Damsyik: Daar Al-Fikr,1989),


58

80.
59
Soenarto, Al-Qur‟an dan terjemahannya, 156.
42

Akad tabarru’ (grotuitus contract), yaitu perjanjian yang merupakan

transaksi yang tidak ditunjukkan untuk memperoleh profit. Tujuannya

untuk tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Pada

hakikatnya transaksi ini bukan transaksi bisnis untuk mencari

keuntungan komersil. Tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa

Arab berarti kebaikan. Ada tiga bentuk akad tabarru’, yaitu sebagai

berikut;60

1) Meminjamkan uang

2) Meminjamkan jasa

3) Memberikan sesuatu

b. Akad Tija>rah

Akad tija>rah, yaitu akad yang tujuannya untuk mencari keuntungan

atau segala macam perjanjian menyangkut transaksi untuk laba (for

profit transaction). Akad ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari

keuntungan, karena itu bersifat komersial. Contoh akad tija>rah

antara lain

1) Akad-akad investasi,

2) Jual-beli,

3) Sewa-menyewa.61

Sedangkan berdasarkan jenisnya, Hasby ash-Shiddieqy membagi

akad menjadi dua bagian yaitu:

60
Neneng nurhasanah, Mudharabah dalam teori dan praktik (Bandung: PT Refika Aditama,
2015), 42-43.
61
Ibid., 46-47.
43

a. Akad Musammah, yaitu akad-akad yang diberikan namanya oleh

syara‟ dan ditetapka untuknya hukum-hukum tertentu. Jumlahnya ada

25 macam. Contohnya, jual-beli, ijar> ah, ariyah, mudha>rabah,

musya>rakah rahn, wadi’ah dan lain-lain. Dengan demikian akad ini

sudah ada dan dikenal pada zaman Nabi Muhammad Saw.

b. Akad Ghairu Musammah, yaitu akad-akad yang tidak diberikan

namanya secara tertentu, ataupun tidak ditentukan hukum-hukum

tertentu oleh syara‟, misalnya ba’i al wafa. Akad-akad ghairu

musammah ini belum dikenal pada zaman Nabi Muhammad Saw.,

karena muncul seiring perkembangan , perubahan zaman dan kebutuhan

dalam msyarakat seperti akad-akad yang terjadi di perbankan, asuransi,

lising, vactoring dan lain-lain.62

3. Rukun dan Syarat Akad

Menurut jumhur fuqaha rukun akad terdiri atas;

a. Aq> id yaitu orang yang berakad (bersepakat). Pihak yang melakukan

akad ini dapat terdiri dua orang atau lebih. Pihak yang berakad dalam

transaksi jual beli di pasar biasanya terdiri dari dua orang yaitu pihak

penjual dan pembeli.

b. Ma’qud> alaih ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-

benda yang ada dalam transaksi jual beli, dalam akad hibah, dalam akad

gadai dan bentuk-bentuk akad lainnya.

62
Hasby Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, cet ke-3 (Jakarta: Bulan Bintang,
1989), 84.
44

c. Maudhu’u>l ‘aqd yaitu tujuan pokok dalam melakukan akad.

Seseorang ketika melakukan akad, biasanya mempunyai tujuan yang

berbeda- beda. Karena itu, berbeda dalam bentuk akadnya, maka

berbeda pula tujuannya. Dalam akad jual beli, tujuan pokoknya adalah

memindahkan barang dari pihak penjuan ke pihak pembeli dengan

disertai gantinya (berupa uang/barang).

d. Shi>ghah al-aqd yang terdiri dari ija>b dan qabu>l.63

Adapun syarat dari akad yaitu terdiri atas dua macam syarat, ada

syarat yang bersifat umum dan ada syarat yang bersifat khusus, syarat-

syarat akad antara lain terdiri atas;

a. Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib

sempurna wujudnya dalam berbagai akad. Syarat-syarat umum yang

harus dipenuhi dalam berbagai macam akad sebagai berikut:

1) Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak

sah akad orang yang tidak cakap bertindak, seperti orang gila,

orang yang berada di bawah pengampuan (mahjur) dan karena

boros.

2) Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.

3) Akad itu diizinkan oleh syara‟, dilakukan oleh orang yang

mempunyai hak

4) Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara’, seperti jual

beli mulasamah (saling merasakan).

63
Qomarul Huda, Fiqh Mu‟amalah(Yogyakarta: TERAS, 2011), 28-29.
45

5) Akad dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah sah bila rahn

(gadai) dianggap sebagai imbangan amanah (kepercayaan).

6) Ija>b itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi qabul> .

Maka apabila orang yang berijab menarik kembali ija>bnya

sebelum qabu>l maka batallah ijabnya.

7) Ija>b dan qabu>l mesti bersambung, sehingga bila seseorang yang

berija>b telah berpisah sebelum adanya qabu>l, maka ija>b tersebut

menjadi batal.

b. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya

wajib ada dalam sebagian akad. Syarat khusus ini dapat juga disebut

syarat idhafi (tambahan) yang harus ada di samping syarat-syarat

yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam perniakahan.64

4. Subtansi Akad

Substansi akad merupakan pilar untuk terbangunnya sebuah akad.

Substansi akad sebagai maksud pokok atau tujuan yang ingin dicapai

dengan adanya akad yang dilakukan. Hal ini merupakan sesuatu yang

sangat penting, karena akan berpengaruh terhadap implikasi tertentu.

Substansi akad akan berbeda untuk masing-masing akad yang

berbeda. Untuk akad jual beli, substansi akadnya adalah pindahnya

kepemilikan barang dari penjual kepada pembeli dengan adanya

penyerahan harga jual. Dalam akad ija>rah (sewa-menyewa), tujuannya

64
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq. Fiqh Muamalat(Jakarta:
Kencana, 2010), 54-55.
46

adalah pemindahan kepemilikan nilai manfaat dari barang dengan adanya

upah sewa.

Motif yang dimiliki oleh seseorang tidak berpengaruh terhadap

bangunan akad. Akad akan tetap sah sepanjang motif yang bertentangan

dengan syara tidak diungkapkan secara verbal dalam prosesi akad.

Misalnya, seseorang menyewa sebuah gedung, akad sewa tetap sah dan

penyewa berhak untuk memiliki nilai manfaat sewa serta berkewajiban

untuk membayar upah (substansi). Walaupun mungkin, ia memiliki motif

akan menggunakan gedung tersebut untuk bisnis klub malam.65

5. Akad Mura>bahah

a. Pengertian Mura>bahah

Mura>bahah dalam perspektif fikih merupakan salah satu

dari bentuk jual beli yang bersifat amanah ( bai’ al-amanah).Jual beli

ini berbeda dengan jual beli musawwamah / tawar menawar.

Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga

barang, harga asli pembelian penjual yang diketahui oleh pembeli dan

keuntungan yang diambil oleh penjual pun diberitahukan kepada

pembeli, sedangkan musawwamah adalah transaksi yang terlaksana

antara penjual dan pembeli dengan suatu harga tanpa melihat harga

asli barang.66

65
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
58-59.
66
Wiroso, Jual Beli Murabahah (Yogyakarta : UII Prees, 2005), 14.
47

Secara etimologis, murabahah berasal berasal dari kata al-ribh

(ْ‫ِّ ل‬Z’‫ )بح ر‬atau al-rabh ( َّ‫ ) رَبح ال‬yang memiliki arti kelebihan
atau

pertambahan dalam perdagangan ( ْ‫التَّ ال‬Z‫) جر َّنماءفي‬. Dengan kata lain,

al- ribh tersebutdapat diartikan sebagai keuntungan 67


. Dalam konteks

mu’a>malah, kata mura>bahah biasanya diartikan sebagai jual beli yang

dilakukan dengan menambah harga awal.

Secara istilah, pada dasarnya terdapat kesepakatan ulama dalam

substansi pengertian mura>bahah. Hanya saja terdapat beberapa variasi

bahasa yang mereka gunakan dalam mengungkapkan definisi tersebut.

Menurut ulama Hanafiyyaħ, yang dimaksud dengan mura>bahah

ialah Mengalihhkan kepemilikan sesuatu yang dimiliki melalui akad

pertama dengan harga pertama disertai tambahan sebagai

keuntungan.68

Menurut Ibnu Rusyd, sebagaimana dikutip oleh Syafi‟i Antonio,

mengatakan bahwa mura>bahah adalah jual beli barang pada harga asal

dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli jenis

ini, penjual harus memberitahu harga barang yang ia beli dan

menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.

Sedangkan menurut Zuhaily, transaksi mura>bahah adalah jual

beli dengan harga awal ditambah dengan keuntungan tertentu.

67
Ibid
68
M. Syaf ‟i‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2001),
102.
48

Lebih lanjut, Imam Syafi‟i berpendapat, jika seseorang

menujukkan suatu barang kepada orang lain dan berkata : ”belikan

barang seperti ini untukku dan aku akan memberi mu keuntungan

sekian”. Kemudian orang itu pun membelinya, maka jual beli ini

adalah sah. Imam Syafi‟i menamai transaksi sejenis ini

(mura>bahah yang dilakukan untuk pembelian secara pemesanan)

dengan istilah al- mura>bahah li al-ami>r bi asy-syira>’.69

b. Landasan Hukum Jual Beli Mura>bahah

Jual beli dengan sistem murab> ahah merupakan akad jual beli

yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan pada dalil-dalil yang

terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Di antara dalil yang

memperbolehkan praktik akad jual beli mura>bahah adalah

firman Allah:70

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan atas dasar suka sama suka di antara
kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.71

69
Ibid., 103
70
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia
2017), 91.
71
Soenarto, Al-Qur‟an Dan Terjemahannya, 122.
49

Dalam literatur fiqh klasik, murabahah mengacu pada suatu

penjualan yang pembayarannya ditangguhkan. Justru elemen pokok

yang membedakannya dengan penjualan normal lainnya adalah

penangguhan pembayaran itu. Pembayaran dilakukan dalam suatu

jangka waktu yang disepakati, baik secara tunai maupun secara

angsuran. Oleh karena itu, keberadaan murabahah juga didasarkan

pada hadis yang menegaskan bahwa murabahah termasuk dalam

ketegori perbuatan dianjurkan (diberkati). Hadis tersebut berbunyi :

Artinya:” Dari Shalih bin Shuhayb dari ayahnya, ia berkata:


RasulullahSAW bersabda: "Tiga hal yang di dalamnya
terdapatkeberkahan: jual beli secara tangguh,
muqâradhaħ(mudhârabaħ) dan mencampur gandum
dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk
dijual”. (HR. Ibn Mâjaħ).

c. Rukun Mura>bahah

Sebagai bagian dari jual beli, maka pada dasarnya rukun dan

syarat jual beli murabahah juga sama dengan rukun dan syarat jual

beli secara umum. Rukun jual beli menurut mazhab Hanafi adalah ija>b

dan qabu>l yang menunjukkan adanya pertukaran atau kegiatan

saling

memberi yang menempati kedudukan dan qabu>l itu.72 Sedangkan


ijab>

menurut jumhur ulama ada 4 rukun dalam jual beli itu, yaitu penjual,

72
Wiroso, Jual Beli Murabahah,16.
50

pembeli, si>ghah, serta barang atau sesuatu yang diakadkan.Adapun

untuk rukun jual beli mura>bahah itu sendiri antara lain:73

1) Penjual (Ba‟i)

Adalah pihak bank atau BMT yang membiayai pembelian barang

yang diperlukan oleh nasabah pemohon pembiayaan dengan sistem

pembayaran yang ditangguhkan. Biasanya di dalam teknis

aplikasinya bank atau BMT membeli barang yang diperlukan

nasabah atas namabank atau BMT itu sendiri. Walaupun terkadang

bank atau BMT menggunakan media akad wakalah dalam

pembelian barang, dimana si nasabah sendiri yang mebeli barang

yang diinginkan atas nama bank.

2) Pembeli (Musytari)

Pembeli dalam pembiayaan murabahah adalah nasabah yang

mengajukan permohonan pembiayaan ke bank atau BMT.

3) Objek jual beli (Mabi‟)

Yang sering dilakukan dalam permohonan pembiayaan murabahah

oleh sebagian besar nasabah adalah terhadap barang-barang yang

bersifat konsumtif untuk pemenuhan kebutuhan produksi, seperti

rumah, tanah, mobil, motor dan sebagainya.74 Walaupun demikian,

ada rambu-rambu yang harus diperhatikan juga, bahwa benda atau

73
Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah (Panduan teknis
pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah) (Yogyakarta : UII Press, 2009), 58.
74
Karnaen A. Perwata Atmadja dan M. Syafi‟i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank
Islam (Yogyakarta : Dana Bhakti wakaf, 1992), 25.
51

barang yeng menjadi objek akad mempunyai syarat-syarat yang

harus dipenuhi menurut hukum Islam, antara lain :

a) Suci, maka tidak sah penjualan terhadap benda-benda najis

seperti anjing, babi, dan sebagainya yang termasuk dalam

kategori najis.

b) Manfaat menurut syara>’, dari ketentuan ini, maka tidak boleh

jualbeli yang tidak diambil manfaatnya menurut syara‟.

c) Jangan ditaklikan, dalam hal apabila dikaitkan atau

digantungkan kepada hal-hal lain, seperti : ”Jika Bapakku

pergi, ku jual kendaraan ini kepadamu”.

d) Tidak dibatasi waktu, dalam hal perkataan, ”saya jual

kendaraan ini kepada Tuan selama satu tahun”. Maka

penjualan tersebut tidak sah, sebab jual beli adalah salah satu

sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi ketentuan

syara>’.

e) Dapat dipindahtangankan/diserahkan, karena memang dalam

jual beli, barang yang menjadi obJek akad harus beralih

kepemilikannya dari penjual ke pembeli. Cepat atau pun

lambatnya penyerahan, itu tergantung pada jarak atau tempat

diserahkannya barang tersebut.

f) Milik sendiri, tidak dihalalkan menjual barang milik orang lain

dengan tidak seizin dari pemilik barang tersebut. Sama halnya

juga terhadap barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.


52

g) Diketahui (dilihat), barang yang menjadi objek jual beli harus

diketahui spesifikasinya seperti banyaknya (kuantitas),

ukurannya, modelnya, warnanya dan hal-hal lain yang terkait.

Maka tidak sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah

satu pihak.75

4) Harga (Tsaman)

Harga dalam pembiayaan murabahah dianalogikan dengan pricing

atau plafond pembiayaan.

5) Ija>b qabu>l.

Dalam perbankan syariah ataupun Lembaga Keuangan Syariah

(BMT), dimana segala operasionalnya mengacu pada hukum Islam,

maka akad yang dilakukannya juga memilki konsekuensi duniawi

dan ukhrawi.

d. Syarat-Syarat Mura>bahah

Dalam akad biasanya memuat tentang spesifikasi barang

yang diinginkan nasabah, kesediaan pihak bank syariah atau BMT

dalam pengadaan barang, juga pihak bank syariah atau BMT harus

memberitahukan harga pokok pembelian dan jumlah keuntungan

yang ditawarkan kepada nasabah (terjadi penawaran), kemudian

penentuan lama angsuran apabila terdapat kesepakatan mura>bahah.

Menurut Muhammad Syafi‟i Antonio dalam bukunya yang

berjudul Bank Syari‟ah: dari teori ke praktek, di samping harus

75
Hendi, Fiqh Muamalah,71-72.
53

memenuhi rukun jual beli, ada syarat yang harus dipenuhi supaya

menjadi sah sehingga tidak terjadi rusak pada akad tersebut. Adapun

syarat-syarat Syarat mura>bahah sebagai berikut:

1) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah,

2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang diterapkan,

3) Kontrak harus bebas dari riba,

4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas

barang sesudah pembelian.

5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian dilakukan secara utang. Jadi, disini terlihat adanya

unsur keterbukaan.76

Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4)atau (5) tidak terpenuhi,

pembeli memiliki pilihan:

1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya,

2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuan atas

barang yang dijual,

3) Membatalkan kontrak.

Muhamad Syafi‟i, Bank Syariah, 102.


76
BAB III

PRAKTIK JUAL BELI SARANG BURUNG SRITI DI DESA

CAMPUREJO KECAMATAN SAMBIT KABUPATEN

PONOROGO

A. Gambaran Umum Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten

Ponorogo

Secara administratif Desa Campurejo terdiri atas 23 RT yang dibagi

menjadi 4 Dusun atau Dukuh yaitu :

1. Dusun Bibis I

2. Dusun Bibis II

3. Dusun Kebatan I

4. Dusun Kebatan II

Adapun kepala Desa yang pernah menjabat adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Daftar Kepala Desa yang pernah menjabat

No Nama Masa Jabatan


1 Joleksono -
2 Kartodimedjo -
3 Djojoleksono -
4 Djojo Asmo -
5 Djojo Sumarno 1930 – 1947
6 Djojo Kusno 1948 – 1979
7 Suwandi 1980 – 1998
8 Sugeng Haryono 1998 – 2006
9 Basuki Wibowo, S.HI 2007 - Sekarang

53
54

1. Letak Geografis

Campurejo adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Sambit, yang

secara administartif berada di dalam Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa

Timur, Indonesia. Desa ini merupakan daerah yang dilalui jalan raya

antarkota Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Trenggalek. Sebagian besar

masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani baik yang memiliki

lahan sendiri maupun hanya bekerja sebagai buruh tani. Beberapa anggota

masyarakat bekerja sebagai pedagang yang mendirikan toko di pinggir

jalan antarkota. Sedangkan sebagian kecil bekerja sebagai Guru Honorer

dan Pegawai Negeri Sipil.

Luas wilayah Desa Campurejo adalah 218,80 Ha yang berada pada

titik 27°57‟27” LS dan 111°29‟49” BT. Sedangkan ketinggiannya sekitar

kurang lebih 120 MDPL77. Dengan curah hujan 200,00 mm dan suhu rata-

rata 32⁰ C. Untuk batasan wilayahnya penulis telah merangkumnya

menjadi tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2 Batas Wilayah

No Batas Wilayah Desa/Kecamatan

1 Sebelah Utara Desa Campursari, Dan Desa Bulu/Kec. Sambit

2 Sebelah Timur Desa Bulu/Kec. Sambit

3 Sebelah Selatan Desa Bancangan/Kec. Sambit

4 Sebelah Barat Desa Ngasinan/Kec. Jetis

MDPL : Meter Diatas Permukaan Laut.


77
55

2. Kehidupan Sosial dan Ekonomi

Desa Campurejo memiliki 6 sekolah diantaranya TK Dharma

Wanita, Persatuan TK NU Muslimat, SDN Campurejo 1, MI Al

islamiyyah, MTs Arjowinangun/Al Jawahirriyyah dan MA

Arjowinangun/Al Jawahirriyyah

Tabel 3.3Prasarana dan Sarana Desa

No Jenis Prasarana dan Sarana Desa Jumlah

1 Kantor Desa 1

2 Gedung TPQ 3

3 Gedung SD/MI 2

4 Gedung TK/RA 3

5 MTs dan MA 1

6 Tempat Pemakaman Umum 3

7 Pasar Desa 1

8 Polindes 1

.9 PAUD 1

. 10 Poskamling 15

11 Masjid 5

12 Mushola 11

Dari tabel tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum

prasarana dan sarana yang ada di desa sudah cukup lengkap mengingat

jumlah penduduk sebanyak 3.939 jiwa.


56

Berdasarkan data administrasi Pemerintahan Desa tahun 2016

jumlah penduduk Desa Campurejo adalah terdiri dari 1.244 Kepala

Keluarga, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia

No Usia Laki-laki Perempuan Jumlah


1 0-4 106 68 174
2 5-9 133 124 257
3 10-14 113 143 256
4 15-19 153 151 303
5 20-24 139 135 274
6 25-29 139 130 269
7 30-34 145 132 277
8 35-39 139 135 274
9 40-44 129 127 256
10 45-49 131 134 265
11 50-54 137 139 276
12 55-59 140 123 263
13 >59 435 448 883
Jumlah Total 1.926 2.289 4.215

Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai

petani baik yang memiliki lahan sendiri maupun hanya bekerja sebagai

buruh tani. Beberapa anggota masyarakat bekerja sebagai pedagang yang

mendirikan toko di pinggir jalan antarkota. Sedangkan sebagian kecil

bekerja sebagai Guru Honorer dan Pegawai Negeri Sipil.78

Arsip Data Desa Campurejo


78
57

Tabel 3.5 Mata Pencaharian Pokok

Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan


Petani 534 orang 246 orang
Buruh tani 473 orang 358 orang
Pegawai Negri Sipil 24 orang 28 orang
Pedagang barang kelontong 5 orang 6 orang
POLRI 3 orang -
Bidan swasta - 2 orang
Guru swasta 6 orang 7 orang
Pedagang keliling 5 orang 3 orang
Pembantu rumah tangga - 18 orang
Karyawan swasta 38 orang 46 orang
Belum bekerja 48 orang 23 orang
Pelajar 266 orang 285 orang
Ibu rumah tangga - 24 orang
Purnawirawan/pensiunan 11 orang 2 orang
Perangkat desa 7 orang 1 orang
Pemulung 3 orang 4 orang
Tukang anyaman - 5 orang
Tukang cukur 4 orang 2 orang
Wiraswasta Sarang Sriti 7 orang 3 orang

Adapun warga masyarakat Desa Campurejo yang berwirausaha

sebagagai pengusaha sarang burung sriti berjumlah 10 (orang) termasuk

pengepul dan pedagang.


58

B. Praktik Jual Beli Sarang Burung Sriti Di Desa Campurejo Kecamatan

Sambit Kabupaten Ponorogo

Dari bentuk tubuhnya, burung Sriti berbeda dengan apa yang dikenal

dengan burung walet. Rata-rata panjang tubuh sriti adalah 9 cm. Walet

memiliki ekor yang lebih pendek dan mengkotak sementara Sriti memiliki

ekor yang lebih panjang dan runcing. Makanannya adalah serangga-serangga

kecil.

Burung sriti dengan mudah dijumpai hampir di seluruh pelosok

Indonesia. Family Apodidae dijumpai disetiap ketinggian permukaan bumi,

dari dataran rendah sampai pegunungan. Burung sriti merupakan burung

berkelompok yang menempati daerah berlimpah akan pakan mereka

(serangga kecil), seperti hutan yang padat, lahan pertanian terbuka,

pegunungan tandus bahkan bangunan yang sengaja dijadikan sebagai tempat

tinggal. Beberapa penelitian mengindikasikan penurunan jumlah populasi

burungsriti di habitat alaminya, seperti Kepulauan Andaman dan Nikobar di

India serta Sabah dan Serawak di Malaysia Walaupun demikian, jumlah total

populasi burung sriti mengalami peningkatan akibat kolonisasi pada rumah

buatan manusia (rumah sriti).79

Pembudidayaan sarang burung sriti cukup mudah dibandingkan

dengan burung walet. Yaitu cukup disediakan rumah (kosong lebih baik)

yang atapnya dipasang plafon dan diberi sekat-sekat untuk burung membuat

sarang. Lalu diberi buah-buahan setengah busuk agar serangga-serangga kecil

79
Adiwicaksana, Pengelolaan Sarang Burung Walet Di Taman Nasional Betung Kerihun
Propinsi Kalimantan Barat, Skripsi (Bogor:IPB, 2006), 20-21.
59

datang dan dapat memancing burung sriti. Lalu dipasang media sarang seperti

daun pinus atau cemara di depan rumah agar sriti mau bersarang dirumah

buatan itu. Setelah banyak burung yang bersarang, harus menunggu sekitar 3

(tiga) bulan untuk memanen, karena menunggu burung bertelur dan

menetaskannya. Setelah anak burung bisa terbang baru bisa dipanen.

Ada beberapa jenis sarang burung sriti, jenisnya dilihat dari bahan apa

yang digunakan burung sriti dalam membuat sarangnya, seperti, pinus, daun

padi, daun bambu, cemara, rumput laut dan lain-lain. Dan harganya

ditentukan dari bahan tersebut.

Di Desa Campurejo sendiri ada 4 (empat) warga yang memiliki rumah

sriti, karena pada saat itu harganya sangat tinggi sehingga banyak yang

berminat. Namun sekarang harga turun drastis sehingga kebanyakan rumah

sriti digusur atau dibiarkan tidak terurus. Karena tidak sesuai dengan waktu

yang lumayan lama dan harganya murah. Berikut daftar harga sarang burung

sriti pada februari 2020:

Tabel 3.6 Harga sarang burung sriti

NO Jenis Sarang Sriti Harga


1 Sarang Sriti ijuk <100.000
2 Sarang Sriti Rumput Laut <100.000
3 Sarang Sriti Daun Padi <250.000
4 Sarang Sriti Cemara <400.000
5 Sarang Sriti Pinus >450.000
60

1. Mekanisme Akad Dalam Transaksi Jual Beli Sarang Burung Sriti

Di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo

Jual beli Sarang Burung Sriti merupakan usaha rumahan yang

dimiliki oleh pak Sidul dan beberapa orang lainnya yang berada di Desa

Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo. Awal mula

berdirinya usaha tersebut adalah sekitar tahun 1999 bapak Sidul

mengetahui dari temannya kalau sarang burung sriti juga laku dijual, lalu

beliau mencari atau memburu sarang sriti tersebut di kolong jembatan,

dan di gua-gua. Beliau tidak sendiri namun bersama saudaranya yaitu

bapak Panut. Awalnya mereka mencari sarang berdua dan hasil penjualan

dibagi dua. Kemudian selang beberapa tahun bapak Sidul sudah tidak

bersama lagi dengan bapak Panut dalam berbisnis, mereka mencari

dagangan tersebut sendiri-sendiri namun tidak jarang saling jual beli

juga.

Pada saat itu harga sarang burung sriti sekitar 1 (satu) juta

rupiah per kilogram dan meningkat drastis pada masa pemerintahan Gus

Dur yakni mencapai 2,5 (dua setengah) juta rupiah. Sehingga sejak saat

itu masyarakat khususnya di Kabupaten Ponorogo mulai banyak yang

memburu dan membudidayakan sarang burung sriti ini. Karena semakin

berkembang, bapak Sidul yang awalnya mencari sarang sriti sendiri pada

sekitar tahun 2004 mulai memiliki anak buah beberapa orang yang

mencari sarang sriti, dan dijual ke beliau. Saya sendiri selaku peneliti

juga pernah ikut bekerja bersama beliau sekitar tahun 2015.


61

Semenjak itu pak sidul jadi jarang keluar sendiri dan

mengandalkan anak buahnya, kini beliau hanya tinggal terima barang,

dan setelah terkumpul sekitar 50 (limapuluh) kilogram beliau menyetor

ke pabrik langganannya yaitu di Kota Madiun dan Blitar. Namun sesekali

beliau juga masih mencari dagangan sendiri di lokasi petani atau

pedagang lain.80

Disini ada yang menurut saya perlu diteliti, yaitu pada akad

dalam transaksi jual beli yang melibatkan tiga pihak, yaitu;

a. Bos atau pengepul (pemilik modal),

b. Anak buahnya selaku pencari sarang atau pedagang,

c. Petani sarang burung sriti.

Dari beberapa pedagang saya memilih pak Jarno dan pak Agus

sebagai narasumber. Transaksi yang dilakukan di dalam usaha ini,

digunakan untuk pembiayaan yang ditujukan kepada pedagang yang mau

bekerjasama, dengan mencarikan sarang sriti dari hasil membeli ke

petani atau pedagang lain atau bisa juga mencari sendiri di alam. Namun

akad yangdigunakan kurang jelas, maklum karena sebagian masyarakat

awam belum mengerti berbagai macam transaksi dalam Islam. Bagi

masyarakat yang terpenting adalah bagaimana mereka dapat

menghasilkan uang dengan bekerja.

Adapun mekanisme dalam transaksi jual beli sarang burung sriti

ini adalah sebagai berikut:

Sidul, Hasil Wawancara, Ponorogo, 7 maret 2020.


80
62

a. Pedagang menawarkan sarang sriti yang ada di suatu tempat, karena

tidak mau mengeluarkan modal akhirnya meminta pembiayaan ke

Pengepul dalam hal ini yaitu bapak Sidul. Atau pedagang meminta

modal untuk mencari sarang sriti sedapatnya.

b. Pedagang memberikan informasi jenis sarang dan jumlahnya

c. Pengepul mentaksir harga dan memberikan sejumlah uang

d. Pedagang mencari sarang sriti di lokasi tertentu dengan harga yang

paling murah

e. Pedagang menjual kembali ke pengepul dengan harga yang lebih

tinggi

f. Setelah sepakat uang hasil penjualan akan dikurangi uang jumlah

modal.

g. Dan pengepul tidak mengetahui berapa modal yang digunakan untuk

mendapatkannya.

Sebagai contoh, pak Jarno (pedagang) menawarkan sarang sriti

milik pak Darman (petani sarang) sejumlah 1 kilogram yang berbahan

pinus kepada pak Sidul (pengepul). Namun pak Jarno tidak memiliki

modal untuk membeli, akhirnya meminta modal kepada pak sidul sebesar

500.000 (limaratus ribu rupiah). Setelah diberi modal pak Jarno pergi ke

tempat pak Darman dan membeli sarangnya dengan harga 400.000

(empatratus ribu rupiah). Setelah dapat, sarang tersebut oleh pak Jarno

dijual kembali kepada yang memberi modal atau pengepul dengan harga

550.000 (limaratus limapuluh ribu rupiah), jika mereka sepakat maka


63

pengepul hanya tinggal memberikan uang sejumlah 50.000 (limapuluh

ribu rupiah). Dan pak Jarno mendapat untung 150.000 (seratus limapuluh

ribu rupiah). Disini dia tidak memberitahu berapa modal yang

dihabiskan.

Ada beberapa petani di Desa Campurejo salah satunya yaitu

Bapak Darman, menurut keterangan beliau biasanya pedagang datang ke

tempatnya setiap tiga bulan sekali, beliau punya pelanggan sendiri

sehingga jika ada orang lain yang menawar untuk membeli sarangnya

akan ditolak jika harganya tidak jauh beda. Pencari sarang mengunduh

sendiri sarang burung sriti di rumah buatan. Lalu ditimbang dan

bernegosiasi, barangnya biasa dibeli Rp.350.000 (tigaratus limapuluh

ribu rupiah) per kilogram, dan jika sudah sepakat maka jual beli pun

terjadi.81

2. Objek Jual Beli Sarang Burung Sriti Di Desa Campurejo Kecamatan

Sambit Kabupaten Ponorogo

Objek jual beli disebut juga dengan ma‟qud „alayh adalah

barang yang diperjualbelikan. Adapun obyek yang diperjualbelikan

berupa sarang burung sriti yang masih asli atau alami. Sarang burung sriti

mudah berkembang biak di tempat yang sedikit lembab dan teduh seperti

di bawah jembatan, gua dan rumah buatan. Sehingga menjadi minat

peluang usaha.

Seperti yang diungkapkan oleh bapak Sidul sebagai pengepul

81
Darman (petani sarang), Hasil wawancara, Ponorogo, 9 Maret 2020.
64

sarang burung sriti, bahwa untuk mendapatkan sarang burung sriti harus

mencarinya kalau jaman dulu masih banyak di kolong-kolong jembatan,

sekarangpun masih ada, namun tidak ada yang mau mengambilnya

karena bahaya dan harganya murah. Sekarang sudah banyak warga yang

budidaya burung sriti ini, warga yang memiliki rumah kosong bisa

dijadikan sebagai lokasi untuk burung sriti bersarang.

Sebenarnya yang dimanfaatkan dari sarang burung sriti ini

adalah liurnya saja, karena digunakan untuk mengobati beberapa

penyakit, dan menjaga kebugaran tubuh. Usaha pengepul sarang burung

sriti ini terjadi dengan meningkatnya permintaan orang asing dalam

mengkonsumsi olahan sarang burung sriti. Sarang bururng sriti yang

terkumpul banyak dijual kembali ke pabrik olahan sarang untuk diolah

dan di ekspor keluar negri seperti China, Hongkong dan Taiwan. 82

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa sarang burung

sriti bisa didapatkan dengan membeli kepada para petani sarang atau jika

bersedia bisa berburu di alam. Sarang burung sriti yang didapat bisa

disimpan paling lama enam bulan, jika lebih dari itu sarang bisa lapuk

atau rusak. Sarang burung sriti diperjualbelikan dalam keadaan alami dan

masih kotor. Terdiri dari beberapa zat yang ada dialamnya, diantaranya

dedaunan, liur, ranting pohon, bulu dan kotoran burung itu sendiri.

Praktik jual beli sarang burung sriti sebenarnya sudah terjadi

sejak lama. Kurang lebih sejak tahun 1980 an. Hingga saat ini sarang

Sidul (pengepul), Hasil wawancara, Ponorogo, 7 Maret 2020.


82
65

burung sriti sudah tidak asing lagi di Indonesia khususnya di Kabupaten

Ponorogo. Meskipun hanya sebagai pekerjaan sampingan namun dapat

memberikan tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Menurut bapak Jarno salah satu pedagang sarang bururng sriti

menyatakan bahwa beliau telah melakoni bisnis sarang bururng sriti sejak

tahun 2000an dengan banyaknya permintaan dari pengepul dan untuk

meningkatkan ekonomi keluarga. Beliau juga mengatakan bahwa

pemahaman tentang hukum sarang bururng sriti terdapat dua persepsi,

ada yang berpendapat halal dan ada yang mengatakan haram. Hukumnya

haram karena sarang bururng sriti merupakan barang yang menjijikkan.

Namun hukum sarang bururng sriti menjadi halal bagi yang tidak merasa

jijik atau sebagai obat.83

Dalam pelaksanaan mendapatkan obyek barang yaitu sarang

bururng sriti, para pedagang mencari secara individu di tempat para

petani sarang baik dari dalam kota (Ponorogo) dan sampai ke luar kota

seperti Trenggalek, Tulungagung, Magetan, Madiun dan Kediri. Pada

awal waktu musim hujan sarang bururng sriti mulai membuat sarang dan

bisa dipanen setelah tiga bulan.84

Dari beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa

sarang bururng sriti diperjualbelikan dalam keadaan masih alami yang

bagi mereka sama sekali tidak menjijikkan. Pencari atau penjual menjual

sarang bururng sriti untuk mencukupi kebutuhan ekonominya, karena

Jarwanto (pedagang), Hasil wawancara, Ponorogo, 7 Maret 2020.


83

Agus (pedagang), Hasil wawancara, Ponorogo, 9 maret 2020.


84
66

tidaklah cukup jika mengandalkan hasil pekerjaan pokoknya bahkan

bekerja sebagai serabutan. Adapun pengepul atau pembeli membeli

sarang bururng sriti untuk dijualkembali dalam keadaan mentah dan

untuk diproduksi menjadi olahan sarang bururng sriti(makanan).

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pelaksanaan jual beli

sarang bururng sriti dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang

berakad pada khususnya penjual dan pembeli serta masyarakat Desa

Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo pada umumnya.


BAB IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI SARANG

BURUNG SRITI DI DESA CAMPUREJO KECAMATAN SAMBIT

KABUPATEN PONOROGO

A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Jual Beli Sarang Burung Sriti

Di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo

Tujuan diadakan penelitian ini terhadap praktek jual beli sarang

burung srtiti adalah untuk mengetahui apakah akad yang dilakukan oleh pihak

pengepul dan pedagang sarang burung sriti di Desa Campurejo Kecamatan

Sambit Kabupaten Ponorogo telah sesuai dengan ketentuan hukum Islam

yang telah dijabarkan oleh para ulama dan dalam fikih.

Akad merupakan tindakan hukum dua pihak karena akad adalah

pertemuan ija>b yang merepresentasikan kehendak dari satu pihak dan

qabu>l yang menyatakan kehendak pihak lain. Tindakan hukum satu pihak,

seperti janji memberi hadiah, wasiat, wakaf, atau pelepasan hak,

bukanlah akad, karena tindakan-tindakan tersebut tidak merupakan tindakan

dua pihak dan karenanya tidak memerlukan qabu>l. Pada zaman pra modern

terdapat perbedaan pendapat. Sebagian besar fukaha memang memisahkan

secara tegas kehendak sepihak dari akad, akan tetapi sebagian lain

menjadikan akad meliputi juga kehendak sepihak. Bahkan ketika berbicara

tentang aneka ragam akad khusus mereka tidak membedakan antara akad dan

kehendak sepihak sehingga mereka membahas pelepasan hak, wasiat dan

wakaf

67
68

bersama-sama dengan pembahasan mengenai jual beli, sewa menyewa dan

semacamnya.85

Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum. Lebih

tegas lagi tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang hendak

diwujudkan oleh para pihak. Akibat hukum akad dalam hukum Islam disebut

“hukum akad” (al-aqd). Tujuan akad untuk akad bernama sudah ditentukan

secara umum oleh pembuat hukum Syariah, sementara tujuan akad untuk

akad tidak bernama ditentukan oleh para pihak sendiri sesuai dengan maksud

mereka menutup akad. Tujuan akad bernama dapat dikategorikan menjadi

lima, yaitu:

1. Pemindahan milik dengan imbalan ataupun tanpa imbalan

2. Melakukan pekerjaan

3. Melakukan persekutuan

4. Melakukan pendelegasian

5. Melakukan penjaminan

Jual beli sarang burung sriti adalah suatu kegiatan pemanfaatan

sumber daya hewani yang dilakukan beberapa kelompok orang untuk ajang

berbisnis yang menghasilkan bahan pangan, obat-obatan dan kosmetik. Salah

satu pengusaha sarang burung sriti di Kabupaten Ponorogo ada di Desa

Campurejo Kecamatan Sambit. Beliau adalah bapak Sidul yang memiliki

beberapa anak buah atau pedagang. Beliau sebagai pengepul yang memberi

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad dalam Fiqih
85

Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), 69.


69

modal kepada para pedagang untuk bekerjasama mencarikan sarang burung

sriti.

Dari hasil wawancara peneliti dengan pihak pengepul, pedagang dan

petani dapat peneliti lihat bahwa memang benar ada kesenjangan, dimana saat

pengepul memberikan modal misalnya Rp.1.000.000 (satu juta rupiah)

kepada pedagang itu tidak ditargetkan akan dapat berapa kilogram sarang,

akan tetapi pengepul hanya berkata yang penting mendapatkan barang dan

nanti akan dibeli lagi dengan harga tertentu tergantung negosiasi tanpa ada

kejelasan di awal. Setelah itu pedagang yang diberikan modal itu berkeliling

dan mencari barang sedapatnya ke petani-petani yang ada di Ponorogo

ataupun di luar Ponorogo.

Saat pedagang tiba di tempat petani dan sarang sriti siap untuk di

panen maka setelah sarang di panen terjadilah negosiasi harga. Misal

pedagang menawar sarang milik petani dengan harga yang murah sekitar

Rp.300.000 (tiga ratus ribu rupiah) per kilogram dan petani setuju maka

terjadilah kesepakatan jual beli. Dan jika sarang sriti yang di dapatnya adalah

sebanyak 2 (dua) kilogram maka uang modal yang di habiskan adalah

sejumlah Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah).

Disini petani tidak begitu mengetahui harga terbaru dari sarang sriti

tersebut, intinya petani ikut saja berapa pedagang menawarnya. Pedagang

akan membeli sarang dengan harga semurah mungkin agar mendapatkan

keuntungan yang banyak atas transaksi tersebut.


70

Setelah pedagang mendapatkan sarang sriti dengan menghabiskan

modal Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah) maka harus dijual lagi kepada

pengepul atau pemberi modal. Sarang sriti yang di dapatkan tadi dijual lagi

ke pengepul dengan harga tinggi, tanpa diketahui berapa modal yang

dihabiskan. Seperti yang sudah peneliti jelaskan pada bab tiga, bahwa ada

yang perlu diteliti dalam akad transaksi jual beli sarang burung sriti di Desa

Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo. Akad tersebut

menjelaskan bahwa, Pengepul memberikan modal pembelian barang kepada

pedagang, dan pedagang harus menjual kembali barang tersebut kepada

pengepul. Namun pada faktanya, pedagang membeli barang tersebut dari

Petani atau Pedagang lain dengan harga yang tidak diketahui oleh Pengepul.

Hasil analisa dari akad yang terjadi di atas menunjukan

kesesuaiannya dengan akad murab> ahah meskipun ada sedikit perbedaan, letak

perbedaannya terdapat pada modal yang digunakan untuk mendapatkan

barang berupa sarang burung sriti adalah dari Pengepul sarang tersebut, dan

harus dijual lagi kepadanya. Sementara mura>bahah adalah jual beli barang

pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati. 86

Menurut Syafi‟i Antonio, secara istilah mura>bahah adalah jual beli barang

dengan harga asal dengan tambahan harga keuntungan yang disepakati. 87

Istilah yang hampir sama juga diberikan oleh Hulwati yang menyatakan

bahwa mura>bahah secara istilah adalah menjual suatu barang dengan harga

86
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari‟ah(Yogyakarta: AMP
YPKN, 2002), 75.
87
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah Dari Teori Ke Praktek (Jakarta: Gema
Insani, 2001), 101.
71

modal ditambah dengan keuntungan. 88


Dalam Fatwa Dewan Syari‟ah

Nasional (DSN) No. 04/DSN-MUI/VI/2000 juga menjelaskan bahwa,

mura>bahah adalah jual beli barang kepada nasabah (pemesan) dengan

harga jual senilai harga beli plus keuntungannya.

Seperti yang telah dijelaskan oleh Zuhayli, transaksi murabahah

adalah jual beli dengan harga awal ditambah dengan keuntungan tertentu.

Dan juga sesuai dengan pendapat Imam Syafi‟i yang mengatakan jika

seseorang menunjukkan suatu barang kepada orang lain dan berkata :

“belikan aku barang seperti ini dan aku akan memberimu keuntungan

sekian”. Kemudian orang itu membelinya, maka jual beli ini adalah sah.

Imam Syafi‟i menamai transaksi sejenis ini (murabahah yang dilakukan

untuk pembelian secara pemesanan) secara istilah al-murabahah li al-amir

bi asy-syira‟.

Dan juga rukun-rukunnya sudah terpenuhi dengan adanya penjual,

pembeli, objek, harga dan ijab qabul. Begitupula dengan syarat-syaratnya

dimana menurut Muhammad Syafi‟i Antonio syarat yang harus terpenuhi

dalam jual beli murabahah adalah sebagai berikut:

1. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah,

2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang diterapkan,

3. Kontrak harus bebas dari riba,

Hulwati, Ekonomi Islam Teori dan Praktiknya dalam Perdagangan Obligasi Syari‟ah di
88

Pasar Modal Indonesia dan Malaysia (Jakarta: Ciputat Press Group, 2009),76.
72

4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang

sesudah pembelian.

5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian dilakukan secara utang. Jadi, disini terlihat adanya unsur

keterbukaan.89

Secara prinsip, jika syarat dalam (1), (4)atau (5) tidak terpenuhi,

pembeli memiliki pilihan:

1. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya,

2. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuan atas barang

yang dijual,

3. Membatalkan kontrak.

Jadi menurut hasil penelitian penulis mengenai mekanisme akad

transaksi jual Beli Sarang Bururng Sriti Di Desa Campurejo Kecamatan

Sambit Kabupaten Ponorogo telah sesuai dengan hukum Islam karena

memenuhi rukun akad jual beli pada umumnya dan mura>bahah pada

khususnya. Pengepul yang bertindak sebagai pemberi modal sekaligus

pembeli barang telah memberikan modalsejumlah sesuai dengan yang

diperlukan oleh pedagang.Dalam hal ini Pengepul hanya bersedia

memberikan modal kepada pedagang yang sudah lama bekerjasama atau

dengan kata lain kepada orang yang memang sudah dipercaya dan dikenal

baik oleh Pengepul. Setelah barang diterima, jika Pengepul bertanya berapa

harga belinya maka akan tetap diberitahu, meskipun tekadang diberikan

Muhamad Syafi‟i, Bank Syariah, 102.


89
73

jawaban palsu. Namun akan tetap dibeli jika kiranya Pengepul masih bisa

mendapat keuntungan.Dan modal yang diberikan kepada pedagang itu

dianggap sebagai hutang-piutang oleh si pengepul.

Berikut syarat-syarat untuk mendapatkan modal dari pengepul

antara lain:

1. Jujur

2. Kedua belah pihak sudah kenal dengan baik

3. Bertanggung jawab

4. Mampu dan siap mencarikan barang berupa sarang sriti

5. Sarang yang didapat tidak dijual kepada orang lain.

Hal ini di dasaridengan kesepakatan-kesepakatankedua belah pihak

atas kerelaan pengepul. Dari analisis di atasmaka penulis menganggap akad

jual beli tersebut tetap sahkarena sudah memenuhi rukunjual beli.

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Objek Jual Beli Sarang Burung Sriti

Di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo

Kegiatan bermu’a>malah adalah merupakan kegiatan- kegiatan

yang menyangkut antara hubungan manusia yang meliputi aspek politik,

sosial dan ekonomi. Kegiatan mu’a>malah yang menyangkut aspek

ekonomi meliputi kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas

hidup, kegiatan dibidang ekonomi meliputi perdagangan, pelayanan dan

industri. Objek dalam ekonomi ialah harta kekayaan sedangkan tujuannya

ialah memperoleh keutungan ataupun laba. Keuntungan atau laba itu istilah

ekonomi yang
74

menunjukan nilai yang lebih diperoleh dari modal yang dijalankan.90

Jual beli menurut bahasa, artinya menukar kepemilikan barang

dengan barang atau saling tukar menukar. 91 Adapun secara istilah jual beli

adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan

melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling

merelakan. 92
Dalam suatu transaksi jual beli harus memenuhi rukun dan

syarat yang telah ditentukan, jika salah satu tidak terpenuhi maka jual beli

tersebut tidak sah atau batal karena tidak terpenuhinya rukun atau syarat.

Untuk melihat status hukum sarang burung sriti sebagai obyek jual

beli yang terjadi di Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo,

maka terlebih dahulu dilihat dari aspek rukun dan syarat yang harus

terpenuhi. Syarat-syarat alaih (barang atau objek) yang


Ma’qud>

diperjualbelikan adalah93

1. Suci barangnya.

Suci barangnya artinya adalah barang yang diperjualbelikan bukanlah

barang yang dikategorikan barang najis atau barang yang diharamkan,

oleh syara‟ barang yang diharamkan itu seperti minuman keras dan kulit

binatang babi atau anjing yang belum disamak. Adapun hadits yang

menjelaskan larangan jual beli barang najis adalah hadits yang

diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah R.A.

90
M. Azzam Abdul Aziz, Fiqh Muamalah (Jakarta : SinarGrafika,2011),20.
91
Sohari Aahrani Dan Ruf‟ahAbdullah, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia,2011),
65.
92
Atik Abidah, Fiqh Muamalah (Ponorogo: Stain Ponorogo Press,2006), 55.
93
Abdul rahman, et. al. fiqih muamalat (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2010), 75.
75

Artinya: “Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli


khamar, bangkai, babi, dan patung.” Ada yang bertanya,
“Wahai Rasulullah, apa pendapatmu mengenai jual beli lemak
bangkai, mengingat lemak bangkai itu dipakai untuk
menambal perahu, meminyaki kulit, dan dijadikan minyak
untuk penerangan?”Nabi shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda, “Tidak boleh!Jual beli lemak bangkai itu
haram.”Kemudian, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda, “Semoga Allah melaknat Yahudi. Sesungguhnya,
tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka
mencairkannya lalu menjual minyak dari lemak bangkai
tersebut, kemudian mereka memakan hasil penjualannya.”94

2. Bermanfaat

Memberi manfaat menurut syara>’, maka dilarang jual beli benda-benda

yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara>’, seperti

menjual babi, kala, cecak dan yang lainnya. Adapun jual beli binatang

harimau, buaya dan ular boleh dijual kalau hendak mengambil kulitnya

untuk disamak, buat dijadikan sepatu dan lain-lain dan tidak sah untuk

permainan.95

3. Milik penjual atau yang mewakilkan

Barang yang diperjualbelikan harus dimiliki secara penuh oleh pelaku

transaksi, atau pelaku transaksi diizinkan oleh pemiliknya untuk

memperjualbelikannya. Jadi jika transaksi jual beli terjadi sebelum

HR. Bukhari no. 2236 dan Muslim no. 4132.


94

Idris achmad, fiqh syafi‟i (Jakarta: Karya Indah, 1986), 14.


95
76

pelaku transaksi mendapatkan izin dari pemilik barang.96

4. Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati

bersama ketika transaksi berlangsung.

5. Dapat diketahui barangnya. Dapat diketahui barangnya maksudnya

keberadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli, yaitu mengenai

bentuk, takaran, sifat dan kualitas barang. Apabila dalam suatu transaksi

keadaan barang dan jumlah harganya tidak diketahui, maka perjanjian

jual beli tersebut tidak sah karena perjanjian tersebut mengandung unsur

penipuan.

6. Barang yang diperjualbelikan jelas dan dapat dikuasai. Bahwa perjanjian

yang menjadi objek perjanjian jual beli harus benar-benar berada di

bawah penguasaan pihak penjual. Sehingga apabila jual beli dilakukan

terhadap barang milik penjual yang ada di bawah penguasaan orang lain

sebaiknya dihindarkan, karena bisa menimbulkan kerugian bagi pihak

pembeli.97

Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang hukum jual beli

yang objeknya berupa sarang burung sriti yang diperjualbelikan untuk

diambil liurnya dan digunakan sebagai bahan konsumsi bagi masyarakat

kalangan atas dan biasa juga di ekspor ke luar negeri. Dimana sarang burung

sriti ini masih alami belum diolah atau dibersihkan.Di dalamnya selain

96
Ibid.
97
Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (Yogyakarta:
Citra Media, 2006), 36.
77

bahan utama yaitu liur burung, masih terdapat zat lainnya seperti kotoran

burung, rumput, ranting pohon, dan zat-zat lainnya.98

Seperti yang kita ketahui air liur binatang adalah zat yang menjijikan

terlebih lagi masih bercampur dengan kotoran burung itu, sementara jual

beli bahan yang najis itu diharamkan. Maka dari itu disini peneliti akan

mengkaji lebih dalam lagi mengenai hal ini,akan peneliti bahas menganai

bahan utama sarangnya yaitu air liur burung sriti yang diperjualbelikan.

1. Air liur burung sriti

Secara umum, pada asalnya memelihara burung hukumnya adalah

boleh, karena hal itu termasuk urusan dunia, dan kaidahnya: “Asal dalam

masalah dunia adalah boleh sehingga ada dalil yang

melarangnya.”Apalagi, ada beberapa dalil yang menunjukkan bolehnya,

diantaranya adalah sabda Nabi kepada seorang anak kecil:

Artinya: Rasulullah adalah orang yang paling bagus akhlaknya. Aku


(Anas) mempunyai seorang saudara laki-laki yang dikenal
dengan Abu „Umair. Pada saat itu aku mengira dia masih dalam
usia menyusui (kurang dari 2 tahun). Apabila Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam datang, biasanya beliau
melihatnya. Kemudian beliau shallallahu „alaihi wa sallam
berkata, “Wahai Abu „Umair ada apa dengan nughair?”Anas
berkata, “(Nughair)

98
Sidul, hasil wawancara, Ponorogo, 7 maret 2020.
78

adalah burung kecil yang dia (Abu „Umair) biasa bermain


dengannya.”99

Di antara faedah yang dapat dipetik dari hadits ini adalah bolehnya

anak kecil bermain dengan burung, dan bolehnya mengurung burung di

sangkar dan sejenisnya.Namun hal itu dengan syarat memberinya makan

dan minum serta kebutuhan-kebutuhan lainnya.Dari keterangan di atas,

dapat dipetik kesimpulan bahwa memelihara burung sriti hukumnya

adalah boleh-boleh saja.

Adapun liurnya, maka hukumnya juga halal atau boleh, karena liur

burung sriti tidak najis, tidak ada dalil yang menajiskannya, bahkan

terdapat dalil yang menunjukkan kesuciannya.

Artinya:”Dari Amr bin Kharijah berkata: Nabi berkhutbah kepada kami di

Mina dan beliau berada di atas kendaraannya dan liur

kendaraannya (Unta) mengalir di pundakku.”100

Ash-Shan‟ani berkata:

“Hadits ini menunjukkan bahwa liur hewan yang boleh dimakan

dagingnya adalah suci, bahkan diceritakan bahwa hal itu merupakan

kesepakatan ulama, apalagi hal ini sesuai dengan kaidah asal.”

99
Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Terjemah Sahih Bukhari, HR. Bukhari no. 6129,
6203 dan Muslim no. 2150
100
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Taudhiih al-Ahkaam min Buluugh al-
Maraam (I/177-178)
79

Demikian pula menurut Ustadz M. Abdul Shomad, LC. Beliau

pernah berkata jikalau air liur tersebut halal, beliau mengqiyaskannya

dengan peristiwa dimana pada suatu hari seekor kucing sedang menjilati

air di tempat minum dan Rasululloh Saw membiarkannya dan tidak

membuangnya, itu menunjukkan kalau air liur kucing tidak najis.101

2. Sarang burung sriti

Sebagaimana telah peneliti singgung sebelumnya, bahwa sarang

burung sriti ini yang dimanfaatkan adalah air liurnya, namun zat yang ada

pada sarang burung sriti ini bukan hanya liur saja namun ada zat lain

seperti kotoran burung, dengan kata lain air liur burung sriti ini masih

bercampur dengan kotorannya. Dan yang menjadi permasalahan peneliti

adalah bagaimana hukumnya jual beli barang yang bercampur dengan

kotoran tersebut.

Adakalanya, barang diperjualbelikan juga terdiri atas barang suci.

Namun, secara tidak disangka-sangka, jatuh perkara najis ke dalam barang

tersebut. Dalam hal ini diqiyaskan kepada minyak goreng. Dalam bentuk

minyak goreng, ia bisa diperjualbelikan manakala keempat syarat

berikutnya dari barang dagangan terpenuhi, antara lain, bisa dimanfaatkan,

milik sendiri atau dikuasai, maklum, dan bisa diserahterimakan. Masalah

kemudian timbul, tatkala ada tikus yang jatuh ke dalam wajan

penggorengan. Jika minyak gorengnya dalam jumlah sedikit, maka tidak

101
Para pejalan, “hukum membudidaya sarang burung walet,” dalam
https://www.youtube.com/watch?v=CoFwGQwD-c , diakses pada tanggal 08 april 2020, jam
11.00)
80

ada masalah bagi orang yang memiliki. Yang jadi masalah, bila minyak

yang ada dalam penggorengan jumlahnya banyak, sementara harga jual

minyak goreng melambung tinggi. Minyak goreng demikian dihukumi

sebagai barang mutanajjis, yaitu barang yang terkena najis. Bisakah

disucikan? Jika tidak bisa, bolehkah ia dijual, atau dihibahkan? Terhadap

persoalan terakhir, pendapat yang paling shah}ih (qaul ashah) dari kalangan

ahli fikih mazhab Syafi‟i adalah pernyataan tidak bisa disucikannya.

Dengan demikian, ia tidak bisa dijual, apalagi dihibahkan atau

dishadaqahkan.102 Sebagaimana Sabda Nabi Saw :

Artinya: “Suatu ketika beliau Rasulillah Saw ditanya tentang bangkai tikus
yang mati dalam minyak samin. Beliau menjawab: “Jika minyak
itu dalam kondisi keras, maka buang bekas bagian yang terjatuhi
tikus dan sekelilingnya. Namun, jika ia dalam kondisi cair,maka
buanglah!”103

Itu menunjukkan bahwa minyak yang bercampur dengan najis jika

minyak itu berbentuk cair maka minyak tersebut menjadi najis, namun jika

minyak tersebut keras bisa dibuang bagian yang terkena najis tersebut

maka hukumnya halal atau tidak menjadi najis.

Seperti halnya sarang burung sriti, zatnya suci namun jika

bercampur dengan kotoran burung maka akan menjadi barang mutanajiz


102
NU ONLine, “Ekonomi Syariah: Kedudukan Barang Suci dan Barang Najis dalam Jual
Beli,” dalam https://islam.nu.or.id/post/read/95069/kedudukan-barang-suci-dan-barang-najis-
dalam-jual-beli , (diakses pada tanggal 08 april 2020, jam 11.25).
103
Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Hushny, Kifâyatu al-Akhyar fi hilli Ghâyati
al-Ikhtishâr (Surabaya: Al-Hidayah, 1993), 242.
81

bukan najis. Karena sarang burung sriti berbentuk zat keras atau padat

maka bisa dibersihkan kotorannya, dan sarang sriti tersebut menjadi bebas

dari najis dan artinya halal untuk diperjualbelikan.

Selanjutnya, Imam As-Syaukani menginformasikan ada sebagian

ulama yang berpendapat bahwa kotoran hewan yang dagingnya halal

dimakan adalah suci.104

Kesimpulannya, membudidaya burung sriti hukumnya boleh dan

liurnya hukumnya halal. Dan hukum jual belinya pun halal atau boleh.

104
Jaih Mubarak, Fikih Kontemporer Halal Haram Bidang Peternakan(Bandung: Cv
Pustaka Setia, 2003), 107.
82

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan penelitian, kajian, dan pembahasan pada

bab sebelumnya atas permasalahan yang telah dirumuskan dan sesuai dengan

tujuan penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tinjauan Hukum Islam terhadap akad jual beli sarang burung sriti di

Desa Campurejo Kecamatan Sambit Kabupaten Ponorogo adalah telah

sesuai dengan hukum Islam yaitu halal atau boleh hukumnya karena

memenuhi syarat akad jual beli menurut hukum Islam pada umumnya

dan akad mura>bahah pada khususnya. Sehingga akad transaksi

jual belinya sah.

2. Tinjauan Hukum Islam terhadap objek jual beli sarang burun sriti di

Desa Campurejo Kecamatan Ngawi Kabupaten Ponorogo, peneliti

menggunakan metode istinbat hukum berupa qiyas dalam

menentukan hukum jual beli sarang burung sriti yang dimanfaatkan air

liurnya yang sudah mengering yaitu mengqiyaskannya dengan air liur

hewan unta dan kucing, yang menurut Rosululloh Saw hukumnya tidak

najis. Sehingga air liur burung sriti yang terdapat pada sarang burung sriti

tersebut hukumnya tidak najis dan objek sarang burung yang ada

kotorannya diqiyaskan dengan hadits Nabi, yang menyebutkan minyak

samin kering yang kemasukan tikus, jika dihilangkan bagian

82
yang terkena tikus maka hukumnya tidak najis danboleh dimanfaatkan.

Demikian pula sarang burung sriti yang terdapat kotoran, benda tersebut

tidak najis akan tetapi termasuk benda mutanajis karena terkena kotoran,

jika sarang burung sriti telah dibersihkan dari kotorannya maka sebagai

obyek jual beli adalah halal atau boleh hukumnya karena sudah

dihilangkan najisnya dan mengandung manfaat untuk dikonsumsi, jadi

sarang burung sritit sebagai obyek jual beli, meskipun menjijikkan akan

tetapi dapat dimanfaatkan sebagai obat maka boleh diperjualbelikan.

B. Saran

Sebagai catatan penutup penelitian ini, penulis ingin menyampaikan

saran-saran sebagai berikut:

1. Jika suatu benda tersebut masih menjadi perdebatan tentang hukum dan

kehalalannya, alangkah baiknya kita mengambil ranah terbaik dengan cara

mengambil ranah baiknya atau dengan menghindarinya.

2. Saya berharap kepada pemilik usaha tersebut agar menjelaskan terlebih

dahulu mengenai hukum sarang burung sriti kepada pembeli atau

masyarakat, dan apabila para pengusaha juga tidak mengetahaui mengenai

hukum sarang burung tersebut akan lebih baik bertanya juga kepada tokoh

agama. Apakah barang tersebut boleh atau tidak diperjualbelikan. Agar

barang tersebut menjadi berkah dunia danakhirat.

3. Bagi pengusaha sarang burung sriti, hendaklah segera memberikan payung

hukum terhadap usaha tersebut, karena di takutkan di kemudian hari ada

permasalahan yang rumit mengenai keabsahan usaha jual beli sarang


burung sriti tersebut. Dan sebagai tambahan hendaklah mengadakan

konsolidasi dengan ulama setempat atau pemerintah setempat tentang

hukum dari sarang burung sriti tersebut secara jelas.


85

DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku:
A. Perwata Atmadja,Karnaen dan M. Syafi‟i Antonio. Apa dan Bagaimana
BankIslam. Yogyakarta: Dana Bhakti wakaf. 1992.

Aahrani, Sohari Dan Ruf‟ah Abdullah. Fikih Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia.
2011.

Abdurahman, Dudung.Pengantar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Kurnia


Kalam Semesta. 2003.

Abidah, Atik. Fiqh Muamalah. Ponorogo: Stain Ponorogo Press. 2006.

Abu Bakar bin Muhammad Al-Hushny, Taqiyuddin. Kifâyatu al-Akhyar fi hilli


Ghâyati al-Ikhtishâr. Surabaya: Al-Hidayah. 1993.

Achmad, Idris. fiqh syafi‟i. Jakarta: Karya Indah. 1986.

Afandi, Yazid. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Logung Pustaka. 2009.

Al-Husny, Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad. Kifâyatu al-Akhyar fi hilli


Ghâyati al-Ikhtishâr. Surabaya: Al-Hidayah. 1993.

Ali, M. Hasan. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam.Jakarta: Raja Grafindo


Persada,2003.

Al-Zuhaily, Wahbah. al-fiqh al-islami wa adillatuh, Juz IV. Damsyik: Daar Al-
Fikr. 1989.

An-NabhaniTaqyuddin.An-Nidlam Al-Iqtishadi Fil Islam :terj, Moh.Maghfur


Wachid : “Membangun Sistem Ekonomi Alternatif : Perspektif Islam”.
Surabaya :Risalah Gusti. 2002.

Antonio, M. Syafi‟i. Bank Syariah dari Teori ke Praktek.Jakarta: Gema Insani.


2001.
86

Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad dalam
Fiqih Muamalah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010.

Ash-Shiddieqy, Hasby. Pengantar Fiqh Muamalah, cet ke-3. Jakarta: Bulan


Bintang. 1989.

Aziz, M. Azzam Abdul. Fiqh Muamalah. Jakarta : SinarGrafika. 2011.

Brannen, Julia. Memadu Metode Penelitian Kualitatf dan Kuantitatif. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. 2002.

Bungin, Burhan.Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo Persada,


2012.

Djuwaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2010.

Furchan, Arief dan Agus Maimun.Studi Tokoh Metodologi Penelitian Mengenai


Tokoh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.

Ghofur Anshori, Abdul. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia.cet 1. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press. 2010.

Ghofur Anshori, Abdul. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia.


Yogyakarta: Citra Media. 2006.

Gitbiah, Fiqh Kontemporer. Palembang: Karya Sukses Mandiri. 2015.

Hidayat, Enang. Fiqh Jual beli. Bandung: PT Remaja Posdakarya. 2015.

Huda, Qomarul. Fiqh Mu‟amalah. Yogyakarta: TERAS. 2011.


87

Hulwati. Ekonomi Islam Teori dan Praktiknya dalam Perdagangan Obligasi


Syari‟ah di Pasar Modal Indonesia dan Malaysia (Jakarta: Ciputat Press
Group. 2009.

Mardani. Fiqh Ekonomi Islam: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana. 2013.

Marfu‟ah. Jual Beli Yang Benar. Semarang: PT Sindu Press. 2009.

Mubarak, Jaih. Fikih Kontemporer Halal Haram Bidang Peternakan. Bandung:


Cv Pustaka Setia. 2003.

Muhammad. Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah. (Panduan teknis


pembuatan akad/perjanjian pembiayaan pada bank syariah).
Yogyakarta: UII Press. 2009.

Muhammad. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari‟ah.Yogyakarta: AMP


YPKN. 2002.

Mustofa, Imam. Fiqih Muamalah kontemporer. Jakarta: RajawaliPers. 2016.

Nasution, S.Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Transito. 1996.

Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik Dan Kontemporer. Bogor: Ghalia


Indonesia. 2017.

Nurhasanah, Neneng. Mudharabah dalam teori dan praktik. Bandung: PT Refika


Aditama. 2015.

Prastowo, Andi. Metode penelitian kualitatif dalam perspektif


rancangan.Jogjakarta: AR-RUZZ Media. 2014.

Rahman Ghazaly, Abdul, dkk. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana. 2010.

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 1994.


88

Rozalinda. Fikih dan Ekonomi Syariah (prinsip dan relasinya dalam keuangan
ekonomi syariah). Jakarta: Rajawali Pers. 2016.

Sahroni, Oni dan A. Karim. Maqashid bisnis & keuangan islam. Depok: Raja
Grafindo Persada. 2015.

Soenarto. Al-Qur‟an Dan Terjemahannya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara


Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an. 1971.

Sudarsono, Heri. konsep ekonomi islam:suatu pengantar. Yogyakarta: Ekonisia.


2002.

Sugiyono.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:


ALFABETA. 2013.

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers. 2016.

Syafi‟i Antonio, Muhammad. Bank Syari‟ah Dari Teori Ke Praktek. Jakarta:


Gema Insani. 2001.

Syarifuddin, Amir. Garis - Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana. 2013.

Wiroso.Jual Beli Murabahah. Yogyakarta : UII Prees. 2005.

Referensi Jurnal dan Artikel Ilmiah:


Adiwicaksana, “Pengelolaan Sarang Burung Walet Di Taman Nasional Betung
Kerihun Propinsi Kalimantan Barat”. Skripsi. Bogor:IPB. 2006.

Ismi, Bariatul. “Hukum Bekicot (Halzun) Menurut Imam Malik Dan


Relevansinya Dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)”. Skripsi.
Ponorogo: IAIN Ponorogo. 2014.
89

Mulyono, Joko. “Kajian Tentang Usaha Sarang Burung Walet Di Kabupaten


Sampang”.Skripsi.Surabaya: UPN Veteran. 2010.

Nurani Yaqin, Siti.“Tinjauan maslahah terhadap jual beli jus cacing sebagai Obat
di Kabupaten Ponorogo”.Skripsi. Ponorogo: IAIN Ponorogo.2018.

Pangat. “Tinjauan fiqh muamalah terhadap jual beli pupuk kandang di Desa
Langkan Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin Provinsi
Sumatra Selatan”.Skripsi. Palembang: UIN Raden Fatah. 2018.

Syahrony, Akur Budi. “Studi komparatif istinbat hukum madhhab shqfi‟i dan
madhhab maliki tentang jual beli katak untuk di konsumsi”. Skripsi.
Ponorogo: IAIN Ponorogo. 2018.

Referensi Internet:
Bincang Syariah, Barang terkena najiz apakah boleh diperjualbelikan?. Dikutip
dari https://bincangsyariah.com/kalam/barang-terkena-najis-bolehkah-
djualbeli/ [Diakses pada tanggal 31 oktober 2020]

NU ONLine, Ekonomi Syariah: Kedudukan Barang Suci dan Barang Najis dalam
Jual Beli, Dikutip dari https://islam.nu.or.id/post/read/95069/kedudukan-
barang-suci-dan-barang-najis-dalam-jual-beli [diakses pada tanggal 08
april 2020]

Para pejalan, Hukum membudidaya sarang burung walet. Dikutip dari


https://www.youtube.com/watch?v=CoFwGQwD-c [diakses pada
tanggal 08 april 2020]

Ummu Waraqah, Hukum Seputar Unta – Kitab Bulughul Maram. Dikutip dari
http://www.ummuwaraqah.com/2017/12/024-hukum-seputar-unta-kitab-
bulughul.html [diakses pada tanggal 31 oktober 2020]

Anda mungkin juga menyukai