Anda di halaman 1dari 14

KLIPING SYARI’AH

- ZAKAT
- JUAL BELI
- HARTA RIBA
- PERNIKAHAN

GURU PENGAMPU : AUNUN NADHIR

PENYUSUN: FATIKA DILA RAHAYUNINGTYAS


KELAS IX C

SMP KY AGENG GIRI


TAHUN 2024

1
ZAKAT: PENGERTIAN, HUKUM, JENIS, SYARAT, RUKUN, DAN
ASNAF

Zakat adalah salah satu dari lima pilar utama dalam agama Islam dan merupakan kewajiban
keuangan yang dikenakan kepada umat Muslim yang mampu untuk membersihkan harta
seseorang dari sifat-sifat negatif seperti kekikiran, keserakahan, dan egoisme. Zakat merupakan
ibadah yang mengandung unsur sosial, ekonomi, dan spiritual. Selain itu, zakat juga salah satu
cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan pahala dan keberkahan dari-
Nya. Zakat mengandung harapan untuk mendapatkan berkah, membersihkan jiwa, serta
menumbuhkan dan mengembangkannya dengan berbagai kebaikan, berasal dari kata "zaka" yang
memiliki makna suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. (Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq: 5).
Hukum Zakat Dalam Islam

Hukum zakat dalam Islam adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat
tertentu. Hukum zakat ini didasarkan pada dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadits, di antaranya
adalah:

 Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 43: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”
 Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
 Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “Islam dibangun di atas
lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi yang
mampu.”

2
 Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “Barangsiapa yang diberi
harta oleh Allah lalu ia tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari kiamat hartanya itu
akan dijadikan seekor ular besar yang berbisa yang akan melilit lehernya, kemudian ular itu
akan menggigit kedua pipinya sambil berkata: Aku hartamu, aku simpananmu.”

Jenis-Jenis Zakat

Zakat terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Zakat fitrah: Zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim pada bulan Ramadhan
sebelum shalat Idul Fitri. Zakat fitrah berupa bahan makanan pokok yang disesuaikan
dengan kebiasaan masyarakat setempat. Besaran zakat fitrah adalah 2,5 kg atau 3,5 liter per
orang.
2. Zakat mal: Zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim yang memiliki harta melebihi
nisab (batas minimal) dan telah mencapai haul (masa kepemilikan) selama satu tahun
hijriyah. Zakat mal berlaku untuk harta-harta seperti emas, perak, uang, ternak, hasil
pertanian, perdagangan, profesi, pertambangan, dan lain-lain. Besaran zakat mal bervariasi
tergantung jenis hartanya, mulai dari 2,5% hingga 20%.

Syarat-Syarat Zakat

Syarat-syarat zakat adalah sebagai berikut:

1. Beragama Islam
2. Orang merdeka (bukan budak)
3. Harta yang dimiliki halal
4. Kepemilikan penuh atas hartanya
5. Mencapai nisab sesuai jenis hartanya
6. Mencapai haul sesuai dengan ketentuannya
7. Tidak memiliki hutang
8. Harta atau penghasilan yang bertambah

Rukun-Rukun Zakat

1. Niat.
2. Harta yang dizakati
3. Pemberi zakat
4. Penerima zakat

Asnaf (Golongan) Penerima Zakat

1. Fakir: Orang yang sangat miskin dan tidak memiliki harta sama sekali atau harta yang
dimilikinya tidak mencapai nisab.
2. Miskin: Orang yang miskin dan memiliki harta tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya.
3. Amil: Orang yang ditugaskan untuk mengumpulkan, mendistribusikan, dan mengelola
zakat.
4. Muallaf: Orang yang baru masuk Islam atau cenderung masuk Islam dan membutuhkan
bantuan untuk memperkuat imannya.

3
5. Riqab: Orang yang terbelenggu perbudakan atau hutang dan membutuhkan bantuan untuk
membebaskan dirinya.
6. Gharimin: Orang yang berhutang untuk kepentingan umum atau mendesak dan tidak
mampu membayar hutangnya.
7. Fisabilillah: Orang yang berjuang di jalan Allah SWT, seperti mujahidin, da’i, ilmuwan,
pelajar, dan lain-lain.
8. Ibnu sabil: Orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan kehabisan bekal atau mengalami
kesulitan.

Referensi : https://baznas.jogjakota.go.id/detail/index/29612

4
Jual Beli dalam Islam: Pengertian, Hukum, Syarat, & Macamnya


Link Copied

Kenali bagaimana cara jual beli dalam Islam yang sah.

Aturan jual beli dalam Islam membatasi tindakan yang sah dan tidak untuk dilakukan. Adapun
hal ini diatur sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis.
Berdasarkan fatwa-fatwanya, jual beli dalam Islam adalah pertukaran harta dengan tata cara dan
akad yang sesuai dengan hukum, rukun, dan syarat-syaratnya.
Perlu diketahui, jual beli dalam Islam juga harus dipastikan sah dan/atau tidak dilarang menurut
Al-Qur’an dan hadis. Adapun terdapat beberapa jenis jual beli yang memenuhinya maupun tidak.
Jika ingin menggunakan sistem ekonomi syariah, Sobat OCBC NISP sebaiknya mengetahui
bagaimana aturan jual beli dalam Islam beserta akadnya.
Untuk mengetahui bagaimana jual beli dalam Islam, yuk, baca artikel ini hingga akhir!

Pengertian Jual Beli dalam Islam


Dalam Islam, jual beli disebut al-bai' yang berarti memindahkan kepemilikan benda dengan akad
saling mengganti. Selain itu, istilah ini juga dapat diartikan tukar menukar barang.
Adapun, berdasarkan mazhab Hanafi, jual beli merupakan pertukaran harta dengan memakai
metode tertentu.
Sementara itu, menurut mazhab Syafi'i, jual beli adalah pertukaran harta benda yang dapat
dikelola dan disertai ijab kabul sesuai syariat agama Islam.
Dapat disimpulkan, jual beli dalam islam berarti pertukaran harta atau benda yang tata caranya
sesuai dengan syariat Islam.

Hukum Jual Beli dalam Islam


Dalam Islam, hukum jual beli diatur menurut Al-Qur'an dan hadis. Selengkapnya, hukum jual
beli dalam Islam adalah sebagai berikut.
1. Hukum Jual Beli dalam Islam Menurut Al-Qur’an
Menurut Al-Qur'an, jual beli merupakan kegiatan halal dilakukan dalam agama Islam. Hal ini
tercantum dalam surat Al-Baqarah pada ayat 275. Adapun arti ayat tersebut adalah sebagai
berikut.
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah:275)

5
2. Hukum Jual Beli dalam Islam Menurut Hadis
Menurut hadis riwayat Al-Bazzar, Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda mengenai hukum
jual beli.
Dalam hadis ini, dinyatakan bahwa jual beli yang mabrur adalah salah satu pekerjaan terbaik.
Adapun mabrur merujuk kepada kegiatan yang terhindar dari tindakan menipu orang lain.
Berikut ini adalah arti hadis tersebut selengkapnya.
“Dari Rifa’ah bin Rafi’ Ra., bahwasanya, Rasulullah pernah ditanya mengenai mata
pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab, Seseorang bekerja dengan tangannya dan
setiap jual beli yang mabrur." (H.R. Al-Bazzar)

Rukun Jual Beli dalam Islam


Selain itu, terdapat pula rukun jual beli dalam ajaran agama Islam. Jika rukun tak terpenuhi, jual
beli dianggap tidak sah. Adapun empat rukun jual beli dalam Islam adalah sebagai berikut.
 Harus ada penjual dan pembeli.
 Harus ada barang yang akan dijual.
 Harus ada nilai tukar yang dapat menggantikan barang.
 Harus ada ijab kabul atau ucapan serah terima antara penjual dan pembeli.

Syarat Jual Beli dalam Islam


Kemudian, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi jika ingin melakukan jual beli dalam
ajaran agama Islam. Berikut ini adalah syarat-syarat jual beli dalam Islam.
 Penjual dan pembeli harus baligh atau dewasa, berakal sehat, dan tidak suka boros.
 Jual beli dilakukan atas kehendak sendiri.
 Barang yang dijual harus ada saat transaksi serta jelas dan dapat dilihat oleh kedua pihak.
 Barang yang dijual harus bermanfaat.
 Barang yang dijual tidak kotor.
 Barang yang dijual adalah miliki pedagangnya.

Macam-Macam Jual Beli dalam Islam


Dalam Islam, jual beli terbagi menjadi tiga macam yang berkaitan dengan kesahan dan
larangannya.
Selengkapnya, berikut ini adalah macam-macam jual beli yang sah dan/atau dilarang dalam
Islam.
1. Jual Beli yang Sah dalam Islam
Terdapat beberapa macam jual beli yang dianggap sah dalam Islam. Dalam Islam, segala jual
beli yang memenuhi rukun dan syaratnya dianggap sah sehingga dapat dilakukan.
2. Jual Beli yang Dilarang dalam Islam
Ada berbagai macam jual beli yang dilarang dalam agama Islam. Dalam jual beli ini, syarat dan
rukunnya tidak terpenuhi sehingga transaksi tak dianggap sah. Berikut ini adalah macam-macam
jual beli yang dilarang dalam Islam.
 Jual beli hasil tanaman yang belum tampak panennya. Sebab, akhirnya tanaman itu bisa gagal panen di
kemudian hari.
 Jual beli barang haram, seperti darah, bangkai, dan daging babi.
 Jual beli sperma hewan. Sebab, kadarnya tidak diketahui dan bentuknya tak bisa diterima.
 Jual beli anak binatang padahal masih dalam perut induknya. Pasalnya, belum tentu anak hewan tersebut
lahir.
 Jual beli barang yang belum sepenuhnya dimiliki.
 Jual beli yang tidak pasti atau gharar. Sebab, hasil jual beli ini hanya mengandalkan spekulasi.
3. Jual Beli yang Sah tapi Dilarang dalam Islam
Ketika dianggap sah karena sudah memenuhi rukun dan syaratnya, jual beli bisa jadi dilarang
sebab tata caranya tidak sesuai syariat dalam agama Islam.
Selengkapnya, macam-macam jual beli yang sah tapi dilarang dalam Islam adalah sebagai
berikut.
 Jual beli saat sedang khutbah dan/atau salat Jumat.
 Jual beli yang dilakukan dengan menghadang penjual sebelum masuk ke pasar.

6
 Jual beli yang dilakukan dengan tujuan menimbun barang.
 Jual beli yang dilakukan dengan mengurangi timbangan.
 Jual beli yang dilakukan dengan mengecoh atau menipu pelanggan.
 Jual beli barang yang sebelumnya sudah dipesan oleh orang lain.

Akad Jual Beli dalam Islam


Seperti disebutkan sebelumnya, terdapat akad jual beli dalam Islam. Adapun akad jual beli adalah
kesepakatan antara penjual dan pembeli yang wajib ada pada setiap prosesnya.
Dalam hal ini, akad harus diucapkan secara jelas setelah ada kegiatan jual beli. Selain itu, kedua
pihak harus ikhlas saat akad telah diucapkan.
Ketika mengucapkan akad, semua rukun dan syarat jual beli harus sudah terpenuhi. Dalam Islam,
terdapat dua belas macam akad jual beli yang sesuai syariat Islam, yaitu:
 Musyarakah, yaitu akad yang dilakukan antara pengumpul-pengumpul modal usaha.
 Wadi'ah, yaitu akad yang dilakukan jika ada penitipan barang kepada salah satu pihak.
 Wakalah, yaitu akad yang menjadi pengikat antara kedua pihak.
 Kafalah, yaitu akad yang mengatur jaminan dalam proses jual beli.
 Qardh, yaitu akad yang mengatur pemberian pinjaman ke nasabah.
 Hawalah, yaitu akad yang mengatur pengalihan utang.
 Rahn, yaitu akad yang mirip pegadaian.
 Ijarah, yaitu akad yang mengatur pengalihan hak guna barang.
 Mudharabah, yaitu akad yang dilakukan antara pengelola modal dan pemilik.
 Istishna', yaitu akad yang proses transaksi dan pembayarannya disepakati pembeli.
 Murabahah, yaitu akad yang harga jual dan keuntungannya disepakati kedua pihak.
 Salam, yaitu akad yang dilakukan dengan melakukan pemesanan.

7
Riba Adalah: Pengertian, Jenis, dan Dasar Hukumnya dalam
Islam

Yuk kita bahas mendalah soal riba, mulai dari pengertian, jenis, hingga dasar hukumnya
dalam Islam berikut ini:

Pengertian Riba
Secara etimologi, riba dalam bahasa Arab ialah “az-ziyadah” yang berarti kelebihan atau
tambahan. Secara umum, riba adalah kelebihan nilai uang yang diminta oleh pemberi
pinjaman dari peminjam uang sebagai imbalan atas waktu meminjam.

Melansir laman Ekonomi Islam UII, menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 1
Tahun 2004, riba merupakan tambahan tanpa imbalan yang dimintakan karena adanya
penambahan waktu dalam pembayaran.

Dasar hukum Riba dalam Islam


Agama Islam mengharamkan riba. Allah SWT telah jelas melarang riba. Larangan ini bisa
dilihat baik di dalam Al-Qur'an maupun Hadis. Misalnya, dalam firman Allah Surat Al-
Baqarah ayat 275:

Artinya: Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa
jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang
telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Allah juga telah memerintahkan orang beriman untuk meninggalkan riba dalam Surat Al-
Baqarah ayat 278:

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman.

Jenis-jenis Riba
Sebenarnya, riba ada di tengah kehidupan sehari-hari. Namun, bisa jadi kita tidak
menyadari hal tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui jenis-jenis riba.

1. Riba Nasi’ah
Riba nasi'ah adalah kelebihan nilai dalam proses transaksi jual-beli dengan jangka waktu
tertentu. Transaksi menggunakan jenis barang yang sama, namun nilai kelebihan
dimintakan dari waktu penangguhan pembayaran.

8
2. Riba Yad
Riba yad adalah kelebihan nilai dalam transaksi jual-beli atau pertukaran barang yang
terdapat penangguhan waktu pembayaran di dalamnya.

3. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah kelebihan nilai dalam kegiatan pertukaran barang atau transaksi jual-beli.
Misalnya saat lebaran orang sering menukar uang untuk mendapat uang baru. Seseorang
menukarkan uang Rp100 ribu dengan pecahan Rp2.000, tapi hanya mendapat Rp90 ribu
karena ada biaya “imbalan”.

4. Riba Qardh
Riba qardh adalah kelebihan nilai dalam kegiatan pinjam-meminjam uang dengan waktu
pelunasan dan bunga. Misalnya seseorang meminjam uang sebesar Rp10 juta dengan
bunga 15 persen dan waktu pelunasan empat bulan.

5. Riba Jahiliyah
Riba jahiliyah adalah kelebihan nilai dalam pelunasan utang. Besaran pelunasan utang
lebih besar ketimbang jumlah uang yang dipinjam.

Itulah penjelasan mengenai riba dalam syariat Islam. Kesimpulannya, riba sangat dilarang
dalam Islam. Allah telah melarang sendiri hamba-Nya yang mengambil riba dalam transaksi
atau kegiatan pinjam-meminjam.

9
Pengertian, Tujuan, Hukum, dan Ayat tentang Pernikahan

Ayat tentang pernikahan – Pernikahan sebagai kegiatan menyatukan dua insan manusia secara
sah di dalam suatu mata hukum maupun agama. Tak hanya kegiatan biasa saja, kegiatan ini juga
dipandang sebagai sebuah ibadah yang terpanjang di dalam hidup yang bisa jadi gudang pahala.
Dalam Al-Quran juga terdapat bahasan mengenai pernikahan tak hanya satu dua kali saja
disebut, melainkan beberapa kali.
Namun, bagi sebagian seorang muslim, belum mengetahui ayat tentang pernikahan. Pada
kesempatan kali ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang ayat tentang pernikahan. Namun,
sebelum membahas ayat tentang pernikahan, ada baiknya kita akan bahas dulu pengertian
pernikahan menurut Islam.

Pengertian Pernikahan Menurut Islam

Kata pernikahan berasal dari Bahasa Arab, yaitu ‘An-nikah’ yang memiliki beberapa makna.
Menurut bahasa, kata nikah ini sendiri berarti berkumpul, bersatu serta berhubungan. Selain itu,
pengertian pernikahan dalam Islam ini kemudian lebih diperjelas oleh beberapa ahli ulama yang
biasa dikenal dengan empat mazhab fiqih, yaitu:
Imam Maliki
Menurut Imam Maliki, pernikahan adalah sebuah akad yang kemudian menjadikan hubungan
seksual seorang perempuan yang bukan mahram, budak serta majusi menjadi halal
dengan shighat.
Imam Hanafi
Menurut Imam Hanafi pernikahan adalah seseorang memperoleh hak untuk melakukan
hubungan seksual dengan seorang perempuan. Dalam hal ini, perempuan yang dimaksud ialah
seseorang yang hukumnya tak ada halangan sesuai dengan syar’i untuk dinikahi.

Imam Syafi’i
Menurut Imam Syafii, pernikahan adalah akad yang membolehkan hubungan seksual dengan
lafadz nikah, tazwij ataupun lafadz lain dengan makna serupa.

Imam Hambali
Menurut Imam Hambali, pernikahan merupakan proses terjadinya akad perkawinan. Nantinya,
akan memperoleh suatu pengakuan dalam lafadz nikah ataupun kata lain yang memiliki sinonim.

Pada dasarnya, semua pengertian pernikahan yang telah disampaikan oleh keempat imam
tersebut memiliki kandungan makna yang hampir sama. Adapun kesamaan yang dimaksud

10
adalah mengubah hubungan di antara laki-laki serta perempuan yang sebelumnya tidak halal
menjadi halal dengan akad atau shighat.
Tujuan Pernikahan dalam Islam
Banyak tujuan yang ingin dicapai oleh suatu pasangan saat akan mengarungi bahtera rumah
tangga. Tentunya salah satunya ialah ingin memiliki keluarga yang bahagia di dunia dan akhirat
bersama seseorang yang dicintainya.

Selain itu, dalam Islam, ada beberapa tujuan pernikahan, antara lain:

1. Memenuhi Kebutuhan Manusia

Pernikahan di dalam Islam ialah hal yang suci serta menjadi pertalian antar manusia yang
kemudian disaksikan oleh Allah. Melalui pernikahan, kebutuhan manusia terutama dalam hal
kebutuhan biologis akan tersalurkan dengan benar serta sesuai dengan aturan Allah.

Rasulullah SAW pernah bersabda: “Wahai para pemuda, barang siapa dari kamu yang telah
mampu memikul tanggung jawab keluarga, hendaknya kamu segera menikah, karena dengan
pernikahan engkau akan lebih mampu untuk menundukkan pandangan serta menjaga
kemaluanmu.” (Bukhari Muslim).
2. Membangun Rumah Tangga
Pernikahan juga bertujuan membangun sebuah keluarga yang tentram, nyaman, damai, serta
penuh dengan cinta juga mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Allah pernah Berfirman: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia yang
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu kemudian cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih serta rasa sayang.
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi
para kaum yang berpikir.” (Ar Ruum: 21).
3. Meningkatkan Ibadah
Dengan pernikahan, diharapkan juga akan meningkatkan ibadah, lebih taat serta saling
meningkatkan ketaqwaan.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Apabila seorang hamba menikah, maka telah sempurnalah
separuh agamanya. Maka takutlah kamu kepada Allah SWT untuk separuh sisanya.” (HR.
Baihaqi).
4. Mendapatkan Keturunan
Tujuan pernikahan dalam Islam selanjutnya adalah mendapatkan generasi yang akan meneruskan
nasab keluarga. Anak-anak soleh dan solehah kemduian akan terlahir dari pasangan yang selalu
taat beribadah kepada Allah.

Rasulullah SAW juga pernah bersabda “Nikahilah perempuan-perempuan yang bersifat


penyayang serta subur (banyak anak), karena aku akan berbangga-bangga dengan (jumlah)
kalian di hadapan umat-umat lainnya kelak saat datang hari kiamat.” (HR Ahmad, Ibnu
Hibban, dan Thabrani)
Hukum Pernikahan dalam Islam
Karena merupakan kegiatan sakral serta bernilai ibadah, pernikahan kemudian memiliki hukum-
hukum yang harus ditaati. Hukum pernikahan ini sendiri dilaksanakan berdasarkan pada kondisi
yang terjadi pada kedua calon pasangan pengantin. Hukum pernikahan di dalam Islam kemudian
dibagi kepada beberapa jenis, di antaranya:

11
Wajib
Jika baik pada pihak laki-laki dan perempuan kemudian sudah memasuki usia wajib nikah, tak
ada halangan, memiliki kemauan untuk berumah tangga serta khawatir terjadi zina. Kondisi
seperti ini kemudian menjadi wajib untuk segera melangsungkan pernikahan.

Sunnah
Menurut pendapat para ulama, sunnah ialah kondisi di mana seseorang yang memiliki kemauan
serta kemampuan untuk menikah namun belum juga melaksanakannya. Orang ini kemudian
masih dalam kondisi terhindar atau terlindung dari perbuatan zina, sehingga meskipun belum
menikah, tak merasa khawatir terjadi zina.

Haram
Ketika pernikahan dilaksanakan saat seseorang tidak memiliki keinginan serta kemampuan untuk
menikah, namun dipaksakan. Jika hal ini tetap dilanjutkan, maka kehidupan rumah tangga yang
dijalaninya akan dikhawatirkan istri serta anaknya ditelantarkan.

Makruh
Jika seseorang memiliki kemampuan untuk menahan diri dari berbagai perbuatan zina. Akan
tetapi, belum berkeinginan untuk dapat melaksanakan pernikahan serta memenuhi kewajiban
sebagai suami.

Mubah
Jika pernikahan dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan serta keinginan, tetapi jika
tidak pun dia bisa menahan diri dari zina. Jika pernikahan kemudian dilakukan, orang tersebut
juga tidak akan menelantarkan istrinya.

Rukun dan Syarat Sah Pernikahan dalam Islam


Saat melangsungkan pernikahan, tak hanya terikat dengan akad saja, tetapi juga memiliki rukun
serta syarat. Rukun nikah ialah semua perkara yang wajib dilaksanakan karena untuk
menentukan sah atau tidaknya sebuah pernikahan. Rukun pernikahan dalam Islam sendiri ada 5,
yaitu:

1. Calon Pengantin Pria, yang memiliki persyaratan seperti diantaranya beragama islam, identitas jelas,
sehat, serta baligh, adil dan merdeka.
2. Calon Pengantin Perempuan, yang memenuhi berbagai persyaratan seperti di antaranya beragama
islam, bukan mahram, tak dalam kondisi terlarang, baligh, sehat dan lain sebagainya.
3. Wali, adalah ayah dari pihak perempuan yang kemudian diwajibkan kehadirannya.
4. Saksi ialah orang yang akan menyaksikan pelaksanaan prosesi pernikahan. Dianjurkan juga untuk
mendatangkan 2 saksi laki-laki yang memenuhi syarat sebagai saksi.
5. Ijab dan Qabul, ialah akad yang dilakukan calon pengantin pria serta wali dalam prosesi pernikahan.
Meskipun bukan bagian dari rukun nikah, pemberian mahar dari pihak laki-laki kepada si mempelai
perempuan dinilai sebagai budaya serta bersifat tidak wajib dan mengikat.
Adapun beberapa syarat sah pernikahan dalam Islam di antaranya

1. Beragama Islam bagi si pengantin laki-laki.


2. Untuk non muslim, wajib untuk beragama Islam terlebih dahulu baru pernikahan dapat dilanjutkan.
3. Bukan laki-laki mahram bagi calon istri
4. Mengetahui wali akad nikah. Dalam Islam, pemilihan wali sendiri sudah diatur dengan tepat dan
tidak sembarangan. Allah juga menjadikan keluarga dari pihak perempuan seperti ayah, kakek dan
seterusnya secara berurutan sebagai wali.
5. Tak sedang melaksanakan ibadah haji.
6. Tidak dilakukan karena paksaan. Pernikahan yang dilangsungkan bukan merupakan paksaan dari
pihak manapun. Karena menikah adalah atas dasar keinginan calon pengantin sendiri.

12
Apabila tidak dilengkapi, maka pernikahan dalam Islam akan dianggap tidak sah secara agama.
Oleh karena itu, pernikahan dalam Islam juga merupakan sesuatu yang tidak boleh disepelekan.

Ayat Al-Quran Tentang Pernikahan

Pernikahan adalah suatu bentuk keseriusan dalam suatu hubungan. Selain merupakan bentuk
cinta, pernikahan di dalam Islam juga merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah.
Bahkan, disebutkan juga bahwa pernikahan adalah menggenapkan setengah agama. Penyatuan
dua insan, antara laki-laki dan perempuan ini kemudian diharapkan menjadi media serta tempat
yang sempurna untuk mendapatkan pahala serta ridho dari Allah SWT.

Oleh karena itu, pernikahan di dalam islam bisa dibilang sebagai sesuatu yang sakral, jadi sebisa
mungkin harus dijaga bahkan hingga maut memisahkan. Allah SWT juga memberikan
keterangan mengenai keutamaan menikah. Bahkan, Allah SWT juga akan memberikan karunia-
Nya kepada laki-laki dan perempuan yang menikah karena-Nya.

Di bawah ini akan dijelaskan Beberapa ayat Al-Quran tentang pernikahan ini yang perlu kamu
ketahui, antara lain:

Ayat Al-Quran mengenai Hidup Harus Berpasang-pasangan


‫َوِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء َخ َلْقَنا َز ْو َج ْيِن َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُروَن‬

Artinya: “Dan segala sesuatu Kami Ciptakan Berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah.” (QS Az-Zariyat: 49).
Ayat Al-Quran mengenai Pernikahan dan Jodoh
‫َيا َأُّيَها الَّناُس اَّتُقوا َر َّبُك ُم اَّلِذ ي َخ َلَقُك ْم ِم ْن َنْفٍس َو اِحَدٍة َو َخ َلَق ِم ْنَها َز ْو َجَها َو َبَّث ِم ْنُهَم ا ِر َج ااًل َك ِثيًرا َو ِنَس اًء َو اَّتُقوا َهَّللا اَّلِذ ي َتَس اَء ُلوَن‬
‫ِبِه َو اَأْلْر َح اَم ِإَّن َهَّللا َك اَن َع َلْيُك ْم َرِقيًبا‬

Artinya: “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa
dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan dari keduanya banyak laki-
laki dan perempuan; dan bertakwalah kepada Allah SWT yang dengan nama-Nya kamu saling
bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah SWT adalah
pengawas atas kamu.” (QS An-Nisa: 1).
Ayat Al-Quran mengenai Pernikahan dan Qodrat
‫َفَجَعَل ِم ْنُه الَّز ْو َج ْيِن الَّذ َك َر َو اُأْلْنَثٰى‬

Artinya: “Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan.” (QS Al-
Qiyamah: 39).
Ayat Al-Quran mengenai Pernikahan dan Kewajiban Menikah
‫م‬ٞ‫َو َأنِك ُحوْا ٱَأۡلَٰي َم ٰى ِم نُك ۡم َو ٱلَّٰص ِلِح يَن ِم ۡن ِعَباِد ُك ۡم َو ِإَم ٓاِئُك ۚۡم ِإن َيُك وُنوْا ُفَقَر ٓاَء ُيۡغ ِنِهُم ٱُهَّلل ِم ن َفۡض ۗۦِلِه َو ٱُهَّلل َٰو ِس ٌع َع ِلي‬

Artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkahwin) dari hamba-hamba sahaya yang lelaki dan hamba-hamba sahaya yang
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS An-Nur: 32).
Ayat Al-Quran mengenai Pernikahan dan Perjanjian
‫َو َك ۡي َف َتۡأ ُخ ُذ وَن ۥُه َو َقۡد َأۡف َض ٰى َبۡع ُض ُك ۡم ِإَلٰى َبۡع ٖض َو َأَخ ۡذ َن ِم نُك م ِّم يَٰث ًقا َغ ِليٗظ ا‬

13
Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS An-Nisa: 21).

14

Anda mungkin juga menyukai