Anda di halaman 1dari 18

Disusun Oleh : Tri Priyo Saputro 2162201093

DALIL-DALIL NAQLI TENTANG ZAKAT


01
02 PENGERTIAN ZAKAT, INFAK, SHADAQAH

03 SYARAT WAJIB ZAKAT DAN MUSTAHIQ


ZAKAT
04 JENIS HARTA YANG WAJIB DIZAKATKAN, NISHAB,
DAN KADARNYA

05 VISI DAN DIMENSI SPIRITUAL ZAKAT

06 MAKNA SOSIAL ZAKAT


Zakat disebut sebanyak 32 kali dalam Al-Quran
Zakat disyari’atkan pada tahun kedua Hijriyah dekat dengan waktu disyari’atkannya puasa Ramadhan. Zakat ini merupakan suatu
kewajiban dan bagian dari rukun Islam. Hal ini tidak bisa diragukan lagi karena telah terdapat berbagai dalil dari Alquran, As Sunnah,
dan ijma’ (kata sepakat ulama).
Dalil yang menyatakan wajibnya zakat di antaranya terdapat dalam Quran Surat Al Baqarah: 43, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

Perintah zakat ini berulang di dalam Alquran dalam berbagai ayat sampai berulang hingga 32 kali.
Begitu pula dalam hadis ditunjukkan mengenai wajibnya melalui hadis dari Ibnu Umar r.a., ia berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah
melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan salat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan
Ramadhan.”

Begitu juga dalam sabda Nabi SAW ketika memerintahkan pada Mu’adz yang ingin berdakwah ke Yaman, “Jika mereka telah
mentaati engkau (untuk mentauhidkan Allah dan menunaikan salat), maka ajarilah mereka sedekah (zakat) yang diwajibkan atas
mereka di mana zakat tersebut diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan kemudian disebar kembali oleh orang miskin di
antara mereka.”

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata, “Zakat adalah suatu kepastian dalam syari’at Islam, sehingga tidak perlu lagi kita
bersusah payah mendatangkan dalil-dalil untuk membuktikannya. Para ulama hanya berselisih pendapat dalam hal perinciannya.
Adapun hukum asalnya telah disepakati bahwa zakat itu wajib, sehingga barang siapa yang mengingkarinya, ia menjadi kafir.”
Perlu diketahui bahwa istilah zakat dan sedekah dalam syari’at Islam memiliki makna yang sama. Keduanya terbagi menjadi dua: (1)
wajib, dan (2) sunnah. Adapun anggapan sebagian masyarakat bahwa zakat adalah yang hukum, sedangkan sedekah adalah yang
sunnah, maka itu adalah anggapan yang tidak berdasarkan kepada dalil yang benar nan kuat.
Ibnul ‘Arobi rahimahullah mengatakan, “Zakat itu digunakan untuk istilah sedekah yang wajib, yang sunnah, untuk nafkah, kewajiban
dan pemaafan.”
Ganjaran bagi yang enggan menunaikkan zakat
Para ulama bersepakat (berijma’) bahwa siapa yang menentang dan mengingkari kewajiban zakat, maka ia telah kafir dan murtad
dari Islam. Karena ini adalah perkara ma’lum minad diini bid doruroh, yaitu sudah diketahui akan wajibnya. Imam
Nawawi rahimahullahberkata, “Barangsiapa mengingkari kewajiban zakat di zaman ini, ia kafir berdasarkan kesepakatan para
ulama.” Sementara Ibnu Hajar berkata, “Adapun hukum asal zakat adalah wajib. Siapa yang menentang hukum zakat ini, ia kafir.”
Orang yang enggan menunaikan zakat dalam keadaan meyakini wajibnya, ia adalah orang fasik dan akan mendapatkan siksa yang
pedih di akhirat. Ini peringatan Allah dalam Quran Surat At Taubah: 34-35, “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan
tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka
(lalu dikatakan) kepada mereka: ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat
dari) apa yang kamu simpan itu.’” (Q.S. At Taubah: 34-35)

Sahabat yang budiman, di dalam beberapa hadis juga disebutkan ancaman bagi orang yang enggan menunaikan zakat. Dari Abu
Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada
hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahanam, lalu disetrika dahi,
rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada
hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.”
Diriwayatkan dari Abu Dzar r.a., ia berkata, “Aku datang menemui Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang berlindung di
bawah naungan Kabah. Beliau bersabda, ‘Merekalah orang-orang yang paling merugi, demi Rabb Pemilik Kabah’. Beliau
mengucapkannya tiga kali. Abu Dzar berkata, ‘Aku pun menjadi sedih, aku menarik napas lalu berkata, ‘Ini merupakan peristiwa yang
buruk pada diriku. Aku bertanya, Siapakah mereka? Ayah dan ibuku menjadi tebusannya?’ Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, ‘Orang-orang yang banyak hartanya. Kecuali yang menyedekahkannya kepada hamba-hamba Allah begini dan
begini. Namun sangat sedikit mereka itu. Tidaklah seorang lelaki mati lalu ia meninggalkan kambing atau unta atau sapi yang tidak ia
keluarkan zakatnya melainkan hewan-hewan itu akan datang kepadanya pada hari kiamat dalam bentuk yang sangat besar dan
sangat gemuk lalu menginjaknya dengan kukunya dan menanduknya dengan tanduknya. Hingga Allah memutuskan perkara di
antara manusia. Kemudian hewan yang paling depan menginjaknya kembali, begitu pula hewan yang paling belakang berlalu,
begitulah seterusnya.’”
Apa itu zakat?
Zakat adalah penunaian kewajiban pada
harta yang khusus, dengan cara yang
khusus, dan disyaratkan ketika dikeluarkan
telah memenuhi haul (masa satu tahun)
dan nisab (ukuran minimal dikenai
kewajiban zakat). Zakat pun kadang
dimaksudkan untuk harta yang dikeluarkan.
Sedangkan muzakki adalah istilah untuk
orang yang memiliki harta dan
mengeluarkan zakatnya.
PENGERTIAN ZAKAT, INFAK, SHADAQAH
ZAKAT, berasal dari akar kata zaka yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan berkembang. Adapun menurut istilah syariat, zakat adalah
harta yang wajib dikeluarkan kepada orang yang berhak menerimanya karena telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Zakat merupakan pembersih diri dan harta dari kemungkinan diperoleh dengan jalan tidak halal. Membayar zakat juga akan membuat
harta semakin tumbuh dan berkembang.

Seorang yang membayar zakat karena keimanannya nicaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah SWT berfirman, “Pungutlah
zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. (QS : At-Taubah : 103)

Infaq adalah mengeluarkan sebagian harta benda yang dimiliki untuk kepentingan yang mengandung kemaslahatan. Dalam infaq tidak ada
nishab. Karna itu infak boleh dikeluarkan oleh orang yang berpenghasilan tinggi atau rendah, disaat lapang atau sempit (QS Ali ‘Imran [3]
:134).

Infaq merupakan ibadah social yang sangat utama. Kata infaq mengandung pengertian bahwa menafkahkan harta di jalan Allah tidak akan
mengurangi harta, tetapi justru akan semakin menambah harta.

Shodaqoh/Sedekah adalah pemberian sesuatu yang bersifat kebaikan , baik berupa barang maupun jasadari seseorang kepada orang lain
tanpa mengharapkan suatu imbalan apapun selain ridha Allah.

Hukum dan ketentuan shodaqoh sama dengan ketentuan infaq. Hanya saja jika infak berkaitan dengan materi. Shodaqoh/sedekah
memiliki arti yang lebih luas. Termasuk pemberian yang sifanya non materi, seperti memberi jasa, mengajarkan ilmu pengetahuan, dan
memdoakan orang lain.

Sedekah menunjukkan, pengertian tentang kenenaran keimanan seseorang (shaddaqa). Dengan bershodaqoh/bersedekah berarti
seseorang tidak hanya meyakini keimanannya dalam hati, tetapi juga mengaflikasikannya dalam kehidupan nyata.Allah.
Syarat Zakat
Secara umum, syarat orang-orang yang wajib membayarkan zakat jika mampu
adalah orang-orang dengan kriteria di bawah ini:
a.Islam.
b.Merdeka.
c.Berakal dan baligh.
d.Berkecukupan, mampu secara finansial.
e.Hartanya memenuhi nisab
f.Dari hasil usaha yang baik
g.Kepemilikan Sempurna
Sebagai salah satu rukun Islam, Zakat ditunaikan untuk diberikan
kepada golongan yang berhak menerimanya (asnaf), yaitu:
1. Fakir; Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok hidup.
2. Miskin; Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar untuk hidup.
3. Amil; Mereka yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
4. Mu'allaf; Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menguatkan dalam tauhid dan syariah.
5. Hamba sahaya; Budak yang ingin memerdekakan dirinya.
6. Gharimin; Mereka yang berhutang untuk kebutuhan hidup dalam mempertahankan
jiwa dan izzahnya.
7. Fisabilillah; Mereka yang berjuang di jalan Allah dalam bentuk kegiatan dakwah,
jihad dan sebagainya.
8. Ibnus Sabil; Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan dalam ketaatan kepada
Allah.
Dari buku Fiqih Sunnah 2 karya Sayyid Sabiq, berikut ini jenis harta yang wajib ditunaikan zakatnya, antara lain:

1. Hasil Perdagangan
Harta yang diperoleh dari berdagang/berniaga wajib untuk dizakati, termasuk barang yang didagangkan, uang kontan serta piutang
yang mungkin kembali. Besarnya zakat untuk hasil perdagangan yakni 2,5 persen setelah dikurangi kerugian dan utang, sudah berusia
satu tahun haul serta sudah mencapai nisab (85 gram emas).

2. Hasil Pertanian & Buah-Buahan


Harta dari hasil pertanian atau paneh buah-buahan juga harus dizakati dengan nisab 5 wasg (setara dengan 653 kg). Jika menggunakan
aliran air sungai atau hujan, maka zakat yang diwajibkan sebesar 10%. Sementara jika sumber pengairannya perlu memakan biaya, maka
zakat yang dikeluarkan 5%.

3. Hewan Ternak
Pemilik hewan ternak juga wajib mengeluarkan zakat atas hasil ternaknya. Besaran zakat berbeda antar jenis hewan ternak, dengan
ketentuan berikut ini:

Unta
5-9 unta : zakat 1 ekor kambing
10 – 14 unta : zakat 2 ekor kambing
15-19 unta : zakat 3 ekor kambing
20 – 24 unta : zakat 4 ekor kambing
Sapi atau Kerbau
30 – 39 ekor: zakat 1 ekor sapi betina/jantan usia 1 tahun
40 – 59 ekor: zakat 2 ekor anak sapi betina umur 2 th
60 – 69 ekor : zakat 2 ekor anak sapi jantan
70 – 79 ekor : zakat 2 ekor anak sapi betika umur 2 tahun + 1 ekor anak sapi jantan 1 th
Kambing atau Domba
0 – 120 ekor : zakat 1 kambing
120 – 200 ekor : zakat 2 kambing
201 – 399 ekor : zakat 3 kambing
400 – 499 ekor : zakat 4 kambing
4. Rikaz (Barang Temuan)
Apabila menemukan barang atau harta dalam tahan selama bertahun-tahun, maka wajib mengeluarkan zakatnya. Biasanya barang yang
ditemukan berupa emas atau perak, sementara zakatnya sebesar 20 persen.

5. Hasil Profesi
Setiap pekerja baik yang berprofesi sebagai pegawai negeri maupun di swasta, maka wajib mengeluarkan zakatnya apabila memiliki
penghasilan setara dengan 522 kg beras. Zakatnya adalah 2,5%.

6. Investasi
Zakat yang wajib dikeluarkan saat melakukan investasi, seperti kendaraan, properti/bangunan dan lainnya. Modal tidak termasuk
dizakati, melainkan hasil atau keuntungan investasinya. Besarnya zakat yang dikeluarkan adalah 5% untuk hasil kotor dan 10% untuk
hasil bersih.

7. Tabungan
Jika memiliki tabungan seperti uang yang disimpan, sudah mencapai 1 tahun dan setara dengan 85 gram emas, maka wajib
mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen.

8. Emas/Perak
Memiliki simpanan dalam bentuk emas atau perak dengan nilai minimal 85 gram serta sudah mencapai 1 tahun juga wajib mengeluarkan
zakatnya sebesar 2,5 persen.
Visi Dan Dimensi Spiritual Zakat
Allah swt menegaskan bahwa sesungguhnya balasan kebaikan yang akan didapatkan oleh orang yang
menunaikan kewajiban zakat dengan taat dan ikhlas, Allah akan memberikan ganjaran (reward) terbaik bagi
mereka di akhirat kelak, sebagaimana firmanNya, Artinya: “Sesungguhnya orang yang beriman, beramal
shalih, mendirikan shalat, dan membayar zakat, mereka mendapatkan pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa
takut atas mereka dan mereka tidak pula bersedih”. (Qs. Al-Baqarah: 277)

Ayat tersebut di atas memberikan penjelasan secara umum bahwa ganjaran atau pahala (reward) bagi orang
yang beriman, beramalshalih, mendirikan shalat dan membayar zakat. Ada perbedaan yang bisa kita pahami
antara ancaman siksa bagi para pembangkang zakat dan jaminan kebaikan bagi para muzakki. Untuk
kelompok pertama yaitu orang-orang yang membangkang zakat, al-Qur’an menjelaskan beragam macam
siksaan yang akan mereka alami dengan gambaran yang jelas dan terperinci (Qs. At-Taubah: 34-35).
Sementara untuk kelompok yang kedua yaitu orang-orang yang menunaikan zakat, balasan kebaikan
(reward)nya disampaikan dengan gambaran yang umum.

Dengan demikian secara spiritual zakat merupakan perwujudan iman seseorang kepada Allah swt, mensyukuri
nikmatnya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat
kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hati, menghilangkan sifat kikir dan rakus.
Penciptaan alam semesta berawal dari ketiadaan menjadi ada (QS. Al-Baqarah: 117). Allah menciptakan alam semesta ini dengan susunan
yang teratur (QS. Al-An’am: 102). Karena Allah Sang Pencipta, maka Dialah yang memiliki seluruh alam ini (QS. Al-Nisa’: 131). Hanya saja
sebagai Pemilik Alam, Allah menciptakan manusia yang difungsikan sebagai khalifah di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Dalam kapasitas
sebagai khalifah, manusia diberi tugas memakmurkan alam semesta ini (Q.S. Hud: 61).

Dalam misi memakmurkan alam dan seisinya, Allah menyediakan fasilitas yang dibutuhkan manusia untuk menjaga eksistansinya dalam
kehidupan, seperti oksigen, air, ataupun tumbuh-tumbuhan (QS. Qaf: 7-11). Bahkan manusia diperbolehkan untuk memanfaatkan sumber
daya alam yang ada (QS. an-Nahl: 14). Allah juga memberikan karunia hujan untuk kesuburan tanah (QS. As-Sajdah: 27), sehingga dapat
menumbuhkan buah-buahan yang dapat dimanfaatkan (QS. Al-Nahl: 69).

Manusia tidak memiliki kekuatan untuk menciptakan air, menggerakkan awan, dan membuat pohon. Manusia hanya mampu mengolah,
memperdayakan, dan memanfaatkan segala fasilitas kehidupan yang telah diciptakan Allah. Semua harta kekayaan yang ada di bumi
merupakan milik Allah, sementara kepemilikan manusia hanya bersifat nisbi (QS. Thaha: 20). Jadi, kepemilkan manusia dalam batas-batas
menikmati dan memperdayakan harta kekayaan yang ada, bukan sebagai pemilik mutlak.

Dengan kepemilikan manusia yang hanya sebatas melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuannya (Q.S. Al-
Hadid: 7), maka konsekuensi yuridisnya adalah tidak semua harta yang dimiliki adalah miliknya secara mutlak, melainkan di dalamnya
terdapat hak orang lain (QS. Al-Dzariyat: 19). Seseorang yang mempunyai harta berlebih dalam tempo tertentu diperintahkan untuk
mendermakan hartanya kepada yang berhak yaitu kaum dhuafa dan lain-lain (QS. At-Taubah: 60). Praktek ini kemudian dikenal dengan
zakat—di samping infak dan sedekah.

Karenanya zakat (al-zakat) ditinjau dari sudut bahasa mengandung arti suci, tumbuh, berkah, dan terpuji; semua digunakan dalam al-Qur’an
dan Hadis. Makna tumbuh dan suci ini tidak hanya diasumsikan pada harta kekayan, lebih dari itu, juga untuk jiwa orang yang
menzakatkannya. Dalam Fikih Zakat Kontemporer yang disusun Majelis Tarjih, secara syar’I zakat berarti nama suatu ibadah wajib yang
dilaksanakan dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta milik sendiri kepada orang yang berhak menerimanya menurut yang
ditentukan oleh syariat Islam.
Zakat merupakan salah satu bentuk ibadah sosial yang berusaha mengentaskan
kemiskinan umat. Dengan zakat, Islam telah menunjukkan semangat sosial dan
perlindungan antara mereka yang kaya untuk memperhatikan mereka yang miskin
sehingga tidak adanya ketimpangan sosial. Hal ini juga mengisyaratkan agar umat
Islam menjadi manusia kaya dalam sebuah ekuilibrium yang proporsional. Tidak
sampai tenggelam dalam bianglala kehidupan yang penuh pesona duniawi, sebab
ada kewajiban intrinsik yang bersifat moral-etis bagi si kaya kepada si miskin.

Hal tersebut secara tidak langsung merupakan kritik terhadap paham


kapitalisme yang menciptakan ketimpangan yang sangat jauh antara si kaya dan si
miskin. Orang kaya semakin bertambah kekayaannya. Sementara rakyat miskin
semakin jauh dari sekadar memenuhi standar hidup layak. Kita mesti bersyukur
dengan adanya kewajiban menunaikan zakat, sebab di dalamnya terdapat usaha
penataan struktur sosial yang secara bertahap namun masif dilakukan oleh Islam.
Zakat dalam Islam tidak memandang kemiskinan sebagai sebuah sunnatullah yang berlaku pada
manusia, namun juga menawarkan solusi pengentasannya. Meskipun kemiskinan sebagai realitas
sosial yang tidak dapat dihilangkan secara mutlak, tetapi dengan adanya zakat dapat diatasi dan
diperbaiki kualitasnya sehingga tidak menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan.

Dengan demikian, zakat dipahami sebagai bentuk keadilan distributif. Pemaknaaan dari Majelis
Tarjih ini ingin meluruskan anggapan bahwa siapapun yang tidak memiliki tanggungjawab, tidak
mendapatkan apa-apa. Dengan kata lain, tidak ada keadilan bagi yang tidak berkontribusi.
Misalnya, kaum difabel, orang-orang lansia, atau golongan miskin yang dilemahkan oleh sistem.
Teori keadilan distributif ini kemudian direvisi oleh al-Qur’an, sehingga istilah keadilan dalam
Islam yang tepat adalah keadilan distributif-terkoreksi.

Lalu seperti apa koreksinya, hal tersebut dijelaskan dalam QS. Adz-Dzariyat: 19, QS. Al-
Baqarah: 267, QS. At-Taubah: 34-35, dan dari beberapa hadis Nabi menerangkan bahwa dalam
harta kekayaan yang kita miliki—atau tepatnya yang dititipkan Allah kepada kita— ada hak kaum
mustadh’afin sebesar 2,5%. Mustadl’afin adalah mereka yang bukan hanya fakir miskin alamiah,
tetapi juga mereka yang menjadi korban struktural.

Anda mungkin juga menyukai