Anda di halaman 1dari 5

Masa Depan Hukum Adat

Oleh : Hariadi

Sebelum kedatangan orang-orang Belanda pada tahun 1596 di Indonesia


hukum yang berlaku di daerah-daerah Indonesia pada umumnya adalah hukum
yang tidak tertulis yang disebut hukum adat. Hukum adat merupakan hukum yang
hidup dalam masyarakat (living law of the people) yang keberlakuannya ditaati
oleh masyarakat dengan keyakinan bahwa peraturan tersebut berlaku sebagai
hukum sebagaimana halnya dengan peraturan perundang-undangan. hukum adat
adalah bagian tata hukum Indonesia yang berasal dari adat istiadat dan
mempunyai sanksi hukum. Menurut R. Soepomo, hukum adat adalah hukum
nonstatutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil
hukum Islam. Hukum adat asal usulnya bersifat agak sakral, berasal dari nenek
moyang, agama, dan tradisi rakyat.
Sebagian dari hukum adat bisa menjadi hukum tertulis setelah adanya
keputusan dari fungsionaris hukum yang berwenang, yaitu hakim, kepala adat
yang diturunkan baik dalam sengketa maupun di luar sengketa. Hukum adat
merupakan sistem hukum yang dikenal dalam tatanan lingkungan sosial, sehingga
dapat dikatakan jika sistem sosial merupakan titik tolak dalam membahas hukum
adat di Indonesia.
Sepanjang berdirinya negara Indonesia hingga saat ini, hukum adat selalu
mempunyai tempat khusus bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam
pembangunan hukum nasional. Baik dalam pembentukan peraturan di tingkat
nasional maupun daerah, pertimbangan-pertimbangan terkait dengan kebiasaan
masyarakat secara umum dan hukum adat pada khususnya selalu menjadi salah
satu tolak ukur yang tidak dapat diabaikan.
Seperti yang kita ketahui saat ini bahwa dalam perkembangan hukum
daridulu hingga saat ini, kita mengenal adanya konsep pluralisme hukum.
Dimana, pluralisme hukum boleh dikatakan sebagai jawaban terhadap kekurangan
yang ditemui pada cara pandang sistem hukum nasional di Indonesia yang
cenderung sentralistik. Sebagai contoh, yakni hukum waris yang sampai saat ini
masih bersifat pluralisme, setidaknya terdapat tiga sistem hukum yang hidup dan
berkembang serta diakui keberadaannya, yakni sistem Hukum Adat, sistem
Hukum Islam dan sistem Hukum Barat.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, konsep pluralisme begitu berkembang
dalam ranah dikotomi antara sistem negara (state law) dengan sistem hukum
rakyat (folk law) serta hukum agama (religious law). Perkembangan tersebut
beriringan dengan konsep pluralisme hukum lebih menekankan pada interaksi dan
ko-eksistensi berbagai sistem hukum yang mempengaruhi bagaimana kemudia
suatu norma, proses, dan institusi hukum dalam masyarakat dapat bekerja.
Walaupun, secara resmi sesungguhnya negara tidak pernah meridhoi kehadiran
hukum lain dalam politik pembangunan dan penegakan hukum nasional kecuali
hukum positif, klaim ini diperkuat dengan paradigma pembangunan hukum
nasional yang mengandalkan kodivikasi dan univikasi, logika paradigma ini jelas-
jelas tidak mengijinkan adanya pluralisme hukum dalam satu rumah besar yang
bernama Indonesia. Walau sebenarnya UUD 1945 dan beberapa ketentuan
peraturan perudang-undangan sedikit membuka peluang untuk menghadirkan
hukum adat dalam proses penyelesaian persoalan ditengah masyarakat.
Namun, sejatinya, tidak dapat dinafikkan mengenai keberadaan hukum
adat itu sendiri, dimana setiap daerah dengan hukum adatnya masing-masing yang
berbeda-beda akan selalu mempertahankan kebiasaan-kebasaan mereka serta
tradisi yang ada terkait dengan berbagai hal mengenai hukum. Baik itu yang
mengatur hubungan antar individu, kelompok, maupun individu dengan
kelompok. Hukum adat saat ini, sekalipun sudah tidak seeksis sebelum hukum
tertulis mulai diterapkan di Indonesia, akan tetapi hukum adat tetap selalu
mempunyai tempat yang istimewa bagi masing-masing kelompok masyarakat di
setiap daerah dengan hukum adatnya masing-masing.
Sebagaiman yang telah dijelaskan sebelumnya terkait dengan konsep
pluralisme hukum, beberapa bentuk atau kebiasaan-kebiasaan yang didasarkan
pada tradisi dalam hukum adat telah menjelma menjadi bagian dalam peraturan
perundang-undangan maupun peraturan daerah yang diberlakukan saat ini. Dari
hal ini, tentu lagi-lagi dapat dikatakan bahwa hukum adat punya tempatnya
tersendiri dan tidak akan hehilangan eksistensinya sampai kapanpun. Peraturan
perundang-undang nasional yang kemudian mengakomodasi hukum adat, atau
peraturan perundang-undangan ditingkat daerah maupun pemerintah paling bawah
sangatlah terbuka dan akomodatif bagi perkembangan dan pertumbuhan hukum
adat dan tidak tertutup kemungkinan hukum adat yang biasanya tidak tertulis akan
berkembang secara perlahan-lahan secara tertulis. Walaupun di sisi lain dipahami
bahwa ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan hukum
adat, mulai dari globalisasi, kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi,
kondisi alam, hingga faktor-faktor yang bersifat tradisional. Tetapi dalam
perkembangannya saat ini, hukum adat telah memperlihatkan peranannya yang
luar biasa dalam menyelesaikan dan memberi solusi dalam permasalahan sosial.
Eksistensi hukum adat ini berupa nilai-nilai yang hidup di tengah
masyarakat sekalipun tidak tertulis, sehingga walaupun hukum adat tersebut tidak
ditetapkan oleh negara (positifisasi), tetap berlaku ditengah-tengah masyarakat.
Oleh Karena itu, hukum adat sebagai hukum yang berlaku tidaklah mesti harus
dilihat dari adanya penerapan sanksi, akan tetapi hukum adat telah cukup
dinyatakan berlaku apabila ada pernyataan-pernyataan yang diungkapkan sebagai
pernyataan rasa keadilan dalam perhubungan pamrih, yang dinyatakan berlaku
sebagai uger-ugeran, sehingga hukum adat lebih menjamin rasa keadilan yang
dibutuhkan masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa cukup banyak peraturan
(hukum positif) yang dalam pelaksanaannya kurang atau tidak diterima oleh
masyarakat. Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum adat masih
dibutuhkan dalam menjawab tuntutan kompleksitas persoalan globalisasi. Sebab
hukum adat merupakan nilai-nilai (kebenaran dan keadilan) yang hidup ditengah
tengah masyarakat. Dan tuntutan masyarakat sebenarnya adalah kebenaran dan
keadilan, bukan berlakunya hukum secara prosedural.
Berbicara mengenai keberadaan dan kedudukan dari hukum adat itu
sendiri, dapat dicermati dalam batang tubuh UUD 1945 Pasal 18B yang
menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur damam undang-undang. Walaupun tidak ditegaskan secara
eksplisit, namun pengakuan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum adat itu
sekaligus pengakuan terhadap hukum adatnya. Dengan demikian berlakunya
hukum adat bukanlah tergantung kepada penguasa negara atau tergantung kepada
kemuan politik penyelenggara negara, melainkan bagian dari kehendak konstitusi.
Bahkan, keberadaan hukum adat makin kuat dengan adanya deklarasi PBB
tentang hak-hak masyarakat adat yang antara lain menyatakan bahwa PBB
Mengakui dan menegaskan kembali bahwa warga-warga masyarakat adat diakui,
tanpa perbedaan, dalam semua hak-hak asasi manusia yang diakui dalam hukum
internasional, dan bahwa masyarakat adat memiliki hak-hak kolektif yang sangat
diperlukan dalam kehidupan dan keberadaan mereka dan pembangunan yang utuh
sebagai kelompok masyarakat.
Berdasarkan semua hal tersebut di atas, dapat dilihat bahwa di masa depan
eksistensi hukum adat bukan hanya akan menjadi perhatian dalam pembangunan
hukum nasional, akan tetapi juga menjadi perhatian dalam pergaulan dunia hukum
internasional. Khusunya dengan makin derasnya tuntutan globalisasi hukum yang
terkadang, bahkan pada saat ini, tampak lebih berkembang dalam skala
kepentingan hubungan ekonomi yang mereduksi kedaulatan hukum negara-negara
nasional. Imbasnya tentu akan lebih berat terhadap hukum adat. Karena itu di
dalam pembangunan hukum nasional, pemerintah harus memberikan tempat
kepada tumbuh dan berkembangnya hukum adat dengan baik. Dengan deklarasi
masyarakat hukum adat 1989, sesungguhnya menjadi piranti bagi suatu negara,
termasuk Indonesia dalam menekan penetrasi internasional, pada saat mana
hukum nasional berkemungkinan tidak mampu melawan kuatnya tekanan dunia
internasional. Bahakan konvesi masyarakat hukum adat itu menegaskan,
pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyusun, dengan partisipasi dari
masyarakat hukum adat yang bersangkutan, aksi yang terkoordinasi dan sistematis
untuk melindungi hak-hak dari masyarakat hukum adat ini dan untuk menjamin
dihormatinya keutuhan mereka.
Saat ini maupun nanti, hukum adat memiliki masa depan yang cukup baik.
Karna kuatnya ikatan masyarakat dengan hukum adat yang sejatinya tumbuh dan
berkembang bersama masyarakat itu sendiri. Dengan tradisi dan kebiasaan-
kebiasaan yang akan terus dipertahankan tanpa mengabaikan tantangan zaman
yang semakin modern. Hukum adat tidak akan dimatikan hanya karena adanya
hukum positif dengan eksistensinya yang semakin tinggi, namun terdapat banyak
kelemahan di dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai