Anda di halaman 1dari 7

Pluralisme Hukum Perdata dan Mahasiwa di Indonesia

Juan Richard Ratag

Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Luwuk


E-mail : juanrichardratag95@gmail.com

ABSTRACK
Timbulnya hukum karena manusia hidup bermasyarakat. Hukum perdata
mengatur hak dan kewajiban pribadi dalam hidup bermasyarakat manusia adalah
sentral. Manusia adalah penggerak kehidupan masyarakat, karena manusia itu adalah
pendukung hak dan kewajiban. Hukum perdata mengatur siapakah yang dimaksud
dengan orang sebagai pendukung hak dan kewajiban. Manusia adalah mahluk ciptaan
Tuhan yang dijadikan atas jenis kelamin pria dan wanita. Sesuai dengan kodratnya,
mereka hidup berpasang-pasang antara pria dan wanita. Hubungan hidup tersebut terikat
dalam tali perkawinan yang kemudian melahirkan anak. Dengan demikian timbulah
yang disebut keluarga. Hukum perdata mengatur tentang kehidupan keluarga. Sebagai
mahluk sosial, manusia mempunyai kebutuhan. Kebutuhan itu hanya dapat terpenuhi
apabila dilakukan dengan usaha dan kerja keras. Mereka mengadakan hubungan antara
satu sama lain. Keberhasilan dalam usaha kehidupan adalah harta kekayaan yang
mereka peroleh, sehingga kelangsungan hidup keluarga dapat terjamin. Hukum perdata
mengatur tentang harta kekayaan. Manusia hidup tidak abadi. Pada suatu saat ia akan
mati. Jika demikian, bagaimana nasib keluarga yang ditinggalakan, bagaimana pula
dengan harta kekayaan yang telah diperoleh selama hidup. Siapakah yang berhak
mengurus dan memiliki harta kekayaan itu. Harta kekayaan orang mati menjadi hak
keluarganya yang masih hidup, yang disebut pewarisan.

PENDAHULUAN

Kenyataan obyektif bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai tingkat


heterogenitas sangat tinggi dalam keberagaman, baik dari suku, etnis, adat istiadat dan
agama. Keanekaragaman itu juga mengakibatkan adanya pluralitas dalam bidang hukum
perdata, dimana ada beberapa aturan dalam bidang hukum perdata yang mengatur

1
kehidupan masyarakat dalam lapangan perdata, hal ini sebagai suatu realitas yang harus
dihadapi secara realistik. Suasana pluralisme hukum perdata yang berlaku pada masa
kolonial masih tetap diwarisi oleh bangsa Indonesia sampai sekarang ini. Ditinjau dari
segi keadaan pluralisme, hukum perdata di Indonesia belum mengalami perubahan ke
arah yang bersifat unifikasi yang berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang
berlaku secara nasional. Corak hukum perdata yang diterapkan masih tetap berpegang
pada prinsip pluralistik yang terdiri dari sistem hukum perdata Eropa yang diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sistem hukum perdata adat dan sistem hukum
perdata Islam. Ketiga sistem hukum perdata yang bercorak pluralistik tersebut, sampai
sekarang ternyata masih tetap bertahan dan diterapkan secara formal oleh badan
peradilan dalam putusan-putusan yang dihasilkan. Sehingga upaya untuk kodifikasi dan
unifikasi hukum perdata yang berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia secara
nasional mengalami hambatan, sebagai salah satu akibat dari pluralisme hukum perdata
yang secara kenyataan terjadi di dalam masyarakat saat ini. Dalam rangka pembangunan
hukum nasional perlu upaya pembaharuan hukum yang terarah dan terpadu, antara lain
dalam bentuk kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu. Dalam
penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung
pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat
kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.

PEMBAHASAN
Pluralisme dalam Sistem Hukum Perdata Indonesia

Sejarah perjalanan hukum Indonesa menjelaskan bahwa Belanda sebagai negara


penjajah berupaya untuk menerapkan hukum-hukumnya diantaranya dalam bidang
hukum perdata, sehingga pada tanggal 1 Mei 1848 BW diberlakukan di Indonesia
dengan berdasarkan asas konkordansi, yaitu asas kesamaan hukum yang berlaku di
daerah jajahan dengan hukum yang berlaku di Belanda. Sehingga BW diberlaku bagi
golongan Eropa, golongan Timur Asing, dan bagi golongan Bumi Putera yaitu rakyat
Indonesia Asli berlaku hukum perdata adat atau hukum adat. Keadaan pluralisme
hukum perdata ini berlaku dalam masyarakat pada saat itu sehingga terjadi dualisme
hukum, yaitu perbedaan hukum yang berlaku untuk golongan orang yang berbeda-beda

2
dalam suatu negara. Hukum perdata yang beraneka ragam itu, karena berlaku
bermacam-macam sistem hukum perdata, yaitu hukum perdata Eropa (Barat), hukum
perdata Timur asing dan hukum perdata adat (hukum adat), yang semuanya berlaku
resmi bagi golongan-golongan penduduk di Hindia Belanda (Indonesia). Keadaan
demikian merupakan pluralime dalam hukum perdata.

Sesudah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, hukum perdata Barat
dalam BW masih tetap berlaku berdasarkan pada ketentuan Pasal II Aturan Peralihan
UUD 1945. Dan untuk menyesuaikan dengan suasana nasional, maka BW peninggalan
penjajah itu berganti nama menjadi Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dan sampai
sekarang ini masih tetap dan teus berlaku sebagai salah satu sumber hukum perdata di
Indonesia. Disamping berlaku hukum perdata Barat tersebut, ternyata juga berlaku
hukum perdata lainnya, yaitu hukum perdata adat dan hukum perdata Islam dalam
masyarakat Indonesia. Adapun faktor yang menyebabkan terjadi pluralisme dalam
hukum perdata di Indonesia adalah faktor golongan penduduk. Dimana setelah
proklamasi kemerdekaan, sejak berlakunya UU Darurat No. 1 Tahun 1951 ketentuan
pasal 163 IS jo Pasal 75 RR secara formal tidak berlaku lagi.

Akan tetapi di bidang hukum perdata, faktor golongan penduduk masih tetap
memainkan peranan. Jadi secara kenyataan, peninggalan sejarah hukum yang membagi
penduduk Indonesia atas tiga golongan, masih tetap bertahan dalam bidang hukum
perdata. Keberadaannya masih persisi seperti yang diatur dalam pasal 163 IS jo pasal 75
RR. Oleh karena itu, penerapan hukum perdata dalam praktek peradilan masih bertitik
tolak dari faktor kelompok golongan penduduk. Bagi golongan Eropa dan Tionghoa
tetap merujuk kepada ketentuan hukum perdata yang diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata. Dan bagi golongan Bumiputera berlaku hukum adat. Dasar
berlakunya pasal 163, 131 IS dan stb. 1917-129, stb. 1924-556 merupakan ketentuan-
ketentuan hukum dari tata hukum Hindia Belanda adalah Pasal II Aturan Peralihan
UUD 1945. Jadi peraturan-peraturan itu masih tetap berlaku, karena belum diganti oleh
peraturan perundang-undangan. Dengan berdasarkan Aturan Peralihan tersebut, maka
orang Indonesia asli (Bumiputera) dapat memakai peraturan-peraturan undang-undang
hukum perdata Eropa baik yang dimuat dalam BW dan WvK maupun dalam
undangundang diluar kedua kodifikasi tersebut.

3
Faktor agama dalam pluralisme hukum perdata telah ikut juga mempertajam
penerapan pluralistik hukum perdata, karena ada perbedaan penerapan hukum bagi
penduduk yang berbeda agama. Dimana bagi mereka yang beragama Islam dapat
diterapkan hukum perdata Islam, sedang bagi golongan Bumiputera yang non Islam
diterapkan hukum adat.

Dengan demikian secara teoritis kepada golongan Bumiputera berlaku hukum


adat, tetapi inkonkreto penerapan hukum adat pada saat sekarang hanya diterapkan
kepada golongan Bumiputera yang non-Islam. Sedang kepada mereka yang beragama
Islam, diperlakukan hukum perdata Islam sebagaimana yang diatur dalam Komplilasi
Hukum Islam. Jadi hukum perdata yang berlaku saat ini dalam penerapannya adalah
bagi golongan Eropa, golongan Timur asing berlaku hukum perdata yang diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Bagi golongan penduduk Bumiputera yang non
Islam berlaku hukum adat. Sedang bagi golongan penduduk yang beragama Islam
berlaku hukum perdata Islam. Dan kekuasaan mengadili sengketa perdata adalah bagi
golongan Eropa, Timur Asing, dan Bumiputera yang non Islam menjadi yuridiksi
Peradilan Umum, sedang untuk mereka yang beragama Islam, kewenangan mengadili
menjadi yuridiksi Peradilan Agama.

Pandangan Mahasiswa terhadap pluralisme dalam masyarakat

Sebagaimana kita tau bahwa Indonesia ini merupakan negara yang memiliki
masyarakat yang sangat majemuk. Indonesia berdiri di atas dasar pluralisme yang
sangat kental dan membentuk satu kesatuan dengan semboyan bhineka tunggal ika yang
sanagt di pegang Teguh oleh masyarakat Indonesia sampai sekarang. Pluralisme sangat
kental kaitannya dengan mahasiswa karena jika kita melihat lebih dalam suatu
universitas tidak hanya di masuki oleh mahasiswa dari satu daerah saja namun berbagai
daerah yang ada di Indonesia. secara tidak langsung itu merupakan bukti pluralisme
yang sangat nyata dalam lingkungan mahasiswa.

Dalam lingkungan yang demikian mahasiswa tidak hanya di tutut untuk menyesuaikan
dengan lingkungan sekitar namun juga memiliki rasa toleransi yang tinggi. Pluralisme

4
sendiri sudah mendarah daging dalam tubuh bangsa ini karena pluralisme juga orang-
orang mau menghormati antar sesamanya.

Dengan adanya pluralisme keberagaman yang ada itu menjadi ciri khas tersendiri bagi
bangsa-bangsa lain terhadap bangsa Indonesia. Dalam masyarakat pluralisme terlihat
sangat mencolok dibandingkan dengan lingkungan kampus. Jika dalam kampus
pluralisme hanya menyangkut ras, suku dan budaya dalam masyarakat pluralisme juga
menjangkau agama juga etnis yang jika masalah akan menjadi hal yang harus di jaga
agar tetap damai dengan semua perbedaan yang ada.

Jika berbicara mengenai mahasiswa dalam pluralisme, mahasiswa mempunyai peran


besar dalam menjaga stabilitas bangsa agar tetap damai tanpa ada peperangan baik yang
berupa fisik maupun yang melalui media sosial. Mahasiswa merupakan agen perubahan
yang harus mampu membawa perubahan-perubahan dalam masyarakat. Namun jika
melihat realita sekarang sepertinya mahasiswa sudah tidak peduli terhadap lingkungan
sekitarnya. Bisa dikatakan mereka lebih peduli dalam kehidupan pribadinya dari terjun
di masyarakat luas dan mendengarkan keluhan-keluhan mereka.

Zaman sekarang mahasiswa tidak lagi mempunyai mahasiswa Wibawa tidak lagi
menjadi seorang pemberontak yang ingin memerdekakan kaum dan rakyat Indonesia.
Dimana mahasiswa sekarang tidak sibuk dalam memperjuangkan kemajuan bangsa
namun mereka hanya memikirkan kesenangan sewaktu-waktu yang hanya bisa di
nikmati sekarang. Seakan pemberontak jiwa jiwa demi kebangkitan hak-hak rakyat
sudah tidak ada lagi dalam hati maupun akal mahasiswa sekarang. Bahkan tidak jarang
mahasiswa juga melakukan kepedulian terhadap mahasiswa lain yang di anggap tidak
sama seperti dia. Pluralisme di kampus merupakan salah satu faktor terjadinya
pembullyan antar mahasiswa tidak jarang juga dari mereka yang tidak kuat ahirnya
memutuskan pindah ke kampus lain. Lantas apakah perbedaan itu merupakan hal yang
harus di besar-besarkan dalam lingkungan sehari-hari?.

Jika pluralisme merupakan hal yang di anggap mengganggu tidak akan mungkin
Indonesia berdiri selama 73 tahun dengan berbagai perbedaannya. Pluralisme bukan

5
alasan untuk mbenci atau bahkan memusuhi orang lain namun pluralisme ada untuk
mempersatukan mereka- mereka yang berbeda agar terciptanya jiwa-jiwa nasionalis
yang tumbuh di atas dasar Cinta tanah air. Seharusnya sebagai mahasiswa yang
mengeyam ilmu melebihi mereka yang tidak bisa melanjutkan harus lebih sigap dan
tanggap mengenai pluralisme dalam masyarakat. Dengan ikut sertanya mahasiswa
dalam menjaga kerukunan dalam masyarakat akan tercipta masyarakat yang damai.
Mahasiswa bukan hanya akan membawa perubahan-perubahan dalam masyarakat tetapi
juga akan menjadi pengendali dari hal-hal yang sudah terstruktur dalam masyarakat.
Dengan ilmu yang dimiliki mahasiswa diharapkan akan lebih berguna bagi masyarakat
yang membutuhkan pengetahuan atau bahkan bimbingan dalam menjaga perdamaian
dalam kehidupan yang sangat kental dengan pluralisme. Yang pasti peran mahasiswa
sangat di harapkan oleh masyarakat agar apa yang menjadi keresahan dalam masyarakat
luas bisa di atasi dan lebih tertahan dalam menjalankannya.

PENUTUP

Kesimpulan
Sebagai mahasiswa haruslah bisa menjadi kaum yang memimpin Indonesia
berjalan menuju negara yang maju serta bisa bersaing dalam persaingan global. Namun,
mahasiswa tidak boleh lupa dengan kondisi di mana Indonesia merupakan suatu negara
kesatuan yang terdiri dari 6 agama besar dan ratusan suku bangsa yang tersebar dari
Sabang sampai Merauke. Kunci dari kesuksesan Indonesia dalam memanfaatkan masa
emas di masa bonus demografi adalah dengan memiliki sumber daya manusia yang
unggul dan tidak mudah terpecah belah. Mahasiswa dalam hal ini merupakan mesin
penggerak untuk mencapai kesuksesan itu. Oleh karena itu, perlu ditanamkan kesadaran
tentang ke-bhinekaan kepada mahasiswa agar terhindar dari tindakan-tindakan yang
cenderung diskriminatif atau mendiskreditkan kelompok lainnya yang memiliki latar
belakang yang berbeda dari dirinya. Selain itu, pihak perguruan tinggi juga dapat
membuat kurikulum mata kuliah kewarganegaraan yang memuat nilai-nilai toleransi,
serta persatuan dan kesatuan bangsa.

6
Bila mahasiswa dapat mulai hidup dalam harmonis, niscaya pluralisme yang ada
di kalangan mahasiswa akan menjadi senjata yang ampuh untuk membawa Indonesia ke
arah yang lebih baik. Hal ini juga tentu akan menunjukkan kepada dunia bahwa
Indonesia adalah bangsa besar yang terdiri dari berbagai macam etnis, suku bangsa, dan
agama yang tetap bisa menjaga kerukunan antar penduduknya.

DAFTAR PUSTAKA

https://communication.binus.ac.id/2018/04/04/menyikapi-pluralisme-di-kalangan-
mahasiswa/#:~:text=Mahasiswa%20harus%20menerima%20fakta%20bahwa,mereka
%20dan%20tidak%20membeda%2Dbedakan.

https://media.neliti.com/media/publications/57818-ID-unifikasi-hukum-perdata-dalam-
pluralitas.pdf

Anda mungkin juga menyukai