Anda di halaman 1dari 10

HUKUMAN MATI

RIRIN PRISILIA 2020207997

Program Studi Teologi Kristen

FAKULTAS TEOLOGI DAN SOSIOLOGI KRISTEN

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI (IAKN) TORAJA

2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukuman mati merupakan tindak pidana yang ditetapkan

kepada narapidana atas kasus kejahatan besar. Hukuman mati

bukanlah hukuman yang dapat diberikan kepada saja sebagai

wujud penghukuman terhadap narapidana atas segala kasus.

Hanya pada kasus-kasus besarlah seorang narapidana dapat

dijatuhkan hukuman mati. Secara hukum, mejatuhkan putusan

tindak pidana merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan

untuk menegakkan norma-norma hukum yang berlaku, terutama

di Indonesia. Hukuman mati di Indonesia diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang disebut dengan Kitab Undang Hukum

Pidana (KUHP). Dalam tatanan KUHP Indonesia, hukuman mati

adalah salah satu pokok hukuman yang telah dirumuskan dalam,

Pasal 10 KUHP. Kejahatn-kejahatan yang diperingatkan dengan

sanksi hukuman mati terdapat dal KUHP Pasal 104, Pasal 111 (2),

Pasal 124 ayat (3), Pasal 140 ayat (3), Pasal 340, Psal 365 ayat (4),

Pasal 368, Pasal 444, Pasal 479k ayat (2), dan Pasal 479o ayat (2),

juga terdapat rumusan mengenai hukuman mati yang terdapat

diluar dari KUHP.

Dalam sudut pandang etika, hukuman mati tidak mutlak

harus diberikan kepada narapida, sebab dalam etika Kristen

hukuman mati memiliki pandangan yang menyatakan

pembunuhan terhadap manusia dengan kehendak manusia. Oleh


karena itu dalam etika terdapat tiga pandangan yang

mempengaruhi hukuman mati pada narapidana; rekontruksi,

rehabilitasi, dan retribusi. Ketiga pandangan ini memiliki argument

yang mendukung prinsip mereka. Rekontrusionisme, yaitu

memegang prinsip untuk menuntutkan hukuman mati pada setiap

kejahatan besar. Rehabilitasionisme, prinsip yang tidak

mengizinkan hukuman mati atas kejahatan apapaun. Terakhir

yaitu Retribusionisme, pendapat ini memiliki kesamaan yang

hampir serupa denga rekontruksionisme, retribusionisme

menganut prinsip bahwa hukuman mati diberlakukan untuk

beberapa kejahatan yaitu kejahatan-kejahatan besar, perbedaan

dengan rekontruksionisme adalah prinsip ini pada intinya adalah

menghukum tetapi tidak dengan konteks narapidana sebagai orang

sakit, melainkan sebagai orang yang berdosa.

Inilah yang menjadi pembahasan utama penulis dalam

makalah ini,yaitu bagaimana ketiga prinsip hukuman mati yang

dianut oleh beberapa orang Kristen menyatu dengan hukum yang

bekerja di Indonesia,yang terdapat dalam Kitab Undang Hukum

Pidana (KUHP).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan perihalyang telah disinggung oleh penulis, maka

pokok-pokok yang akan dibahas meliputi:

1. Apa jenis-jenis etika hukuman mati?

2. Bagaimana pandangan Alkitab terhadap ketiganya?

3. Bagaimana pandangan moral terhadap ketiganya?


4. Bagaimana bila dikaitkan dengan contoh kasus?

BAB II

PEMBAHASAN

A. PANDANGAN ETIKA KRISTEN

Terdapat tiga pandangan dalam hukuman mati, dimana masing-

masing dari pendapat ini memiliki prinsip yang berbeda satu sama

lain, yang juga banyak dianut oleh orang Kristen.

1. REHABILITASIONISME

yaitu yang tidak mengizinkan hukuman mati atas kejahatan

apapaun. Prinsip yang digunakan yaitu tujuan keadilan

aadalah rehabilitative, bukan retribusi. Dimana kejahatan yang

terjadi harus diperbaiki bukan dihukum atau setidaknya bukan

dengan hukuman mati.

2. REKONTRUKSIONISME

Hukuman mati bagi semua kejahatan besar. Pandangan ini

berbanding terbalik dengan rehabilitasionisme, sebab

rekontruksionisme yitu menuntut hukuman mati untuk setiap

kejahatan besar. Dengan arti lain bahwa penganut

rekontruksionisme percaya bahwa hukuman mati seharusnya

diterapkan untuk setiap kejahatan. Mereka percaya bahw

masyrakat harus dihukum berdasarkan hukum musa. Dengan


tujuan mereka yitu retribusi (menghukum), bukan rehabilitasi

(pembaharuan).

3. RETRIBUSIONISME

Hukuman mati untuk sejumlah kejahatan. Pandangan besar

yang ketiga adalah retribusionisme yang berpendapat bahwa

hukuman mati diberlakukan untuk beberapa kejahatan yaitu

kejahatan-kejahatan besar. Berbeda dengan rehabilitasionisme

retribusionisme tidak percaya bahwa tujuan utama dari

hukuman mati adalah untuk menghukum. Berbeda dengan

rekonstruksionisme, retribusionisme tidak percaya bahwa

pemerintahan sipil saat ini terikat oleh hukum Musa yaitu

mengenai hukuman mati. Retribusionisme berpendapat bahwa

penjahat tidaklah sakit tetapi berdosa. Pelanggarannya yang

utama bukan bersifat patologis tetapi moral. Karena mereka

adalah manusia yang bertanggung jawab secara rasional dan

moral mereka lebih tahu dan karena itu layak dihukum.

Sekalipun hukuman mati juga melindungi orang yang tidak

bersalah dari kejahatan berat yang terjadi berulang kali, ini

bukanlah tujuan utamanya. Selanjutnya sekalipun hukuman

mati bisa mencegah kejahatan setidaknya oleh para pelaku,

sebagai bagaimanapun ini bukanlah tujuan utamanya. Tujuan

utamanya adalah menghukum bukan memperbaiki tujuannya

menghukum orang yang bersalah bukan melindungi orang

yang tidak bersalah.


B. PANDANGAN ALKITAB

Dasar dasar Alkitabiah untuk hukuman mati

1. Hukuman mati terkandung dalam PL sejak semula. Ini diulang

terus-menerus di sepanjang kitab suci termasuk PB.

2. Ketika Allah memerintahkan hukuman mati kepada orang

Israel (Kel. 21), ini bukanlah perintah Allah yang pertama

kalinya. Hukuman mati tersirat sejak awal (Kej. 4) dan

diberikan kepada pemerintahan manusia di masa Nuh untuk

kejahatan-kejahatan yang besar (Kej. 9:6). Yang Musa lakukan

hanyalah memasukannya dan memperluasnya ke dalam

banyak kejahatan-kejahatan yang tidak besar lainnya, Israel

adalah bangsa pilihan, yang harus diatur oleh dengan cara

khusus (Kel. 19). Israel sering dihukum oleh Allah karena

melanggar hukum-hukum yang khusus ini ( kesombongan

sampai ketidakadilan). Ada yang bahkan dijatuhi hukuman

mati karena tidak memelihara hari sabat (Kel. 31:14). AllAh

tidak memberikan hukuman mati kepada bangsa-bangsa secara

umum tetapi dia memberlakukannya untuk bangsa pilihan

Allah dengan cara-cara khusus.

3. Jika hukuman mati tidak diterapkan terhadap kejahatan

kejahatan besar bersama dengan hukum Musa, maka hukuman

ini tidak hilang bersama dengan hukum Musa. Hukum ini tetap

ada meskipun keunikan hukum Musa sudah dihapus (Ibr. 7-8).

4. Hukuman mati ditegaskan kembali dalam PB. Hukuman mati

untuk kejahatan-kejahatan yang besar tidak hanya diberikan


Allah kepada orang Israel seperti hukum Musa (Ul. 4:8; Mzm.

147:19-20). Hukuman ini diberikan kepada Nuh untuk seluruh

umat manusia (Kej. 9:6; 9-10). Dan karena Allah tidak pernah

menghapuskan hukuman ini sama seperti dia tidak menghapus

janjinya kepada Nuh untuk seluruh bangsa itu tidak pernah ada

lagi air bah di atas permukaan bumi( Kej. 9:11), maka hukuman

mati yang ditetapkan Tuhan masih tetap berlaku untuk seluruh

bangsa. Maka hukuman mati setidaknya untuk kejahatan-

kejahatan besar, dinyatakan sebelum hukum Musa dan diulang

lagi sesudahnya. Karena itu tambahan apapun yang dibuat

dalam hukum Musa mengenai hukuman mati karena alasan-

alasan lain tidak mengikat untuk umat manusia saat ini.

C. KASUS

Dalam pandangan etika ini, mari kita melihat dalam kasus

perzinahan. Pada Negara Iran hukum Syariah memiliki arti

‘jalan’ dimana hukum yang berlaku merupakan hukum yang

diwahyukan oleh Tuhan. Terdapat suatu kasus, dimana telah

terjadinya tindakan perzinahan yang menghukum mati

pasangan kekasih (wanita yang telah menikah dengan

kekasihnya). Dalam hukum Syariah Iran, perzinahan diluar

nikah akan mendapatkan hukuman mati. Tetapi apabila

keluarga dari korban memaafkan pelaku yang melakukan

kejahatan, hukuman mereka akan diringankan menjadi

hukuman penjara atau bahkan mereka akan diampuni.


Melihat dari perspektif etika Kristen, kasus ini memuat 3

pandangan tersebut, pertama yaitu rehabilitasionisme. Melihat

pada kasus ini, rehabilitasionisme diberikan saat pelaku

kejahatan mendapatkan pengampunan dari korban

bersangkutan (keluarga pelaku), dimana mereka akan

mendapatkan pengurangan hukuman atau bahkan

pengampunan. Ini sangat berkenaan dengan prinsip dari

rehabilitasionisme yaitu memperbaiki, bukan menghukum.

Kedua dari sudut pandang rekontruksionisme. Dari contoh

kasus diatas, hukuman mati yang diberikan oleh pemerintah

Iran menunjukkan bahwa perzinahan diluar pernikahan adalah

kejahatan besar, sehingga apapun alasannya hal tersebut tidak

dapat dibenarkan dan mereka dijatuhi hukuman mati. Terlebih

salah satu dari pelaku perzinahan tersebut adalah seorang yang

telah menikah. Sebuah pelanggaran besar apabila terjadi

perzinahan bagi seseorang yang telah menikah. Terakhir yaitu

retribusionisme. Pandangan ini memiliki kesamaan, yaitu

mejatuhi hukuman kepada pelaku kejahatan, tetapi konsep

yang dimiliki oleh retribusionisme ialah menganggap pelaku

kejahatan sebagai orang berdosa, bukan orang sakit. Sehingga

bagaimanapun kejahatan itu, hukuman harus tetap dijalankan.

Dengan demikian pada kasus ini, karena Negara Iran telah

menentukan hukuman yang mereka tetapkan berdasarkan

kejahatan masyarakat, maka hukuman mati yang menjadi titk

fokus makalah ini hanya diberikan pada beberapa kejahatan

besar.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
tiga pandangan dasar mengenai hukuman mati yang dianut oleh

orang Kristen: rehabilitationisme rekonstruksionisme dan

retribusionisme merupakan pandangan yang berkaitan satu sama

lain, dan berlku dalam tatanan hukum dibeberapa negara di dunia.

rehabilitationisme menentang hukuman mati atas kejahatan

ataupun titik-titik rekonstruksionisme menuntut hukuman mati

atas semua kejahatan besar baik moral maupun agama sedangkan

retribusionisme berpendapat bahwa hukuman mati sesuai dengan

sejumlah kejahatan yaitu kejahatan-kejahatan besar.

Rehabilitasionisme didasarkan pada pandangan keadilan yang

berhubungan dengan perbaikan atau dipenjarakan. Pelaku

pelanggaran dianggap sebagai pasien yang sakit dan

membutuhkan perawatan 2 pandangan lainnya yakni bahwa

keadilan bersifat pembalas mereka menganggap pelaku kejahatan

sebagai orang yang secara moral bertanggung jawab dan layak

mendapatkan hukuman. Retribusionisme berbeda dengan

rekonstruksionisme yang tidak yakin bahwa pelanggaran-

pelanggaran yang menuntut hukuman mati di bawah hukum

khusus saat ini masih mengikat. Sebaliknya retribusionisme

berpendapat bahwa hukuman mati di dasarkan pada prinsip

Alkitab yaitu nyawa ganti nyawa yang berlaku untuk semua orang

di segala tempat dan segala zaman.

Anda mungkin juga menyukai