Anda di halaman 1dari 3

Ririn Prisilia

XII AKL 1

LEBONNA – PAERENGAN MASSUDILALONG

(Kisah Cinta Sehidup Semati )

Sebuah kisah cinta sehidup semati dua sejoli dimabuk asmara yang terjadi sejak zaman kuno (Jauh sebelum Romeo-
Juliet di-filmkan) dan telah mengakar dan akan selalu dikenang dalam masyarakat adat Tana Toraja.
Kisah cinta antara Lebonna dan kekasihnya Massudilalong Paerengan yang berakhir sangat tragis.

Namanya Lebonna, seorang wanita cantik, berkulit putih, berhidung mancung, tinggi semampai dan berambut
panjang dari Daerah Bau, Bonggakaradeng. Selama perjalanan hidupnya, ia seoang primadona yang menjadi
rebutan para lelaki, namun akhirnya ia jatuh hati pada seorang lelaki tampan, pemberani dan sakti bernama
Massudilalong Paerengan.
Dalam jalinan hubungan asmaranya, kedua sejoli mengikat janji untuk sehidup semati, dan saat meninggal nanti
keduanya harus dimakamkan dalam satu peti mati yang sama.

Seiring berjalannya waktu, hubungan asmara keduanya semakin mesra sehingga membuat banyak pria cemburu
terhadap Paerengan yang berhasil merebut hati Lebonna, begitu juga sebaliknya banyak wanita yang cemburu
terhadap Lebonna yang berhasil merebut hati Paerengan, pemuda tampan dan pemberani.

Namun, takdir berkata lain saat muncul kabar bahwa daerah tetangga akan melakukan penyerbuan dan Paerengan
yang memang dikenal sebagai ksatria, diminta untuk memimpin pasukan. Akhirnya mereka pun berangkat ke medan
pertempuran untuk berperang (Mangrari).

Sementara itu Lebonna tinggal di Kampung sembari menenun menunggu kekasihnya kembali. Namun, ditengah
terjadinya pertempuran, salah seorang anak buah Paerengan diam-diam lari dari medan pertempuran, dengan
maksud memberitakan kabar bohong kepada Lebonna bahwa kekasihnya yaitu Paerengan telah gugur di medan
perang, agar dia dapat merebut hati Lebonna dan memilikinya.
Mendengar kabar tentang kematian sang kekasih, Lebonna sangat terkejut dan tidak sanggup menerima kabar
tersebut, bahkan ia sampai mengurung diri dan tak mau makan selama beberapa hari.

Usaha anak buah Paerengan yang kabur dari medan perang itu ternyata tidak membuahkan hasil. Lebonna tak
bergeming sedikitpun untuk dibujuk ataupun dirayu karena cintanya memang hanya untuk Paerengan. Tiap malam
Lebonna selalu teringat akan janji yang telah ia sepakati bersama kekasihnya, Paerengan. Dan akhirnya, ia pun
berfikir untuk menepati janjinya terhadap Paerengan, yaitu sehidup semati bersama kekasihnya dengan cara gantung
diri. Setelah tewas gantung diri, demi membuktikan cinta sucinya, jenasah Lebonna pun dimakamkan melalui
prosesi “dialuk”, kemudian ditempatkan dalam sebuah liang batu, tepatnya di desa Salu Barana, Lembang Bua
Kayu.

Pada saat mayat Lebonna di masukkan kedalam Liang, Pintu baru tiba-tiba tertutup rapat, dan rambut panjang
Lebonna masih terurai keluar sampai bibir Gua. Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, saat itu Lebonna masih
belum rela masuk ke dalam Liang tanpa ditemani oleh Paerengan Massudilalong, sang kekasih yang sudah mengikat
janji dengannya untuk sehidup semati.
Setelah beberapa hari berperang Paerengan pun kembali dengan kabar kemenangan, dan langsung menuju ke rumah
Lebonna, kekasihnya yang sangat ia rindukan. Namun setelah tiba dirumah Lebona langkah Paerengan terhenti
karena mendengar bahwa Lebonna gadis yang sangat ia cintai telah pergi untuk selamanya.

Setelah mengetahui Kekasih telah tiada, kehidupan Paerengan sangat tidak menentu. Dia yang dikenal sebagai
kesatria sejati dan sangat disegani, kini hidup dalam kondisi tertutup. Setiap hari ia selalu bersedih dan menyendiri.
Setiap hari Paerengan selalu berfikir apakah ia harus memilih memenuhi janjinya dengan sehidup semati bersama
Lebonna atau hidup untuk membela wilayahnya wilayahnya dari serangan musuh.

Ada seorang pemuda bernama Dodeng, ia merupakan pembantu dari Paerengan yang sangat dekat dengannya.
Dodeng memiliki sebuah pohon enau yang berdekatan dengan Liang kubur Lebonna. Pada suatu ketika, Dodeng
terlambat mengambil nira/tuak, sehingga ia harus berangkat setelah petang hari. Saat mengambil Tuak, Dodeng
mendengar suara yang tidak asing baginya, suara yang ia sangat ketahui dan kenal yaitu suara Lebonna.
Sebagian masyarakat Toraja percaya bahwa arwah seseorang yang meninggal dengan cara bunuh diri akan tidak
tenang, seperti halnya arwah Lebonna.
Dodeng pun mendengarkan suara jeritan Lebonna mengenai kekasihnya yang belum memenuhi janjinya untuk
sehidup-semati. Pesan Lebonna kepada Paerengan Massudilalong melalui Dodeng tersirat melalui lirik sebuah
lagu :

Dodeng mangrambi mandedek, Dodeng ma’pa tuang-tuang, rampananpi pededekmu, annapi te kamali’ku
…. ammu perangina’ mati’, ammu tanding talingana’…. Parampoanpa kadanku, pepasan mase-maseku,
lako to Massudilalong, muane sangkalamma’ku…

Mukua duka la sang mateki e so’ eee…. Paerengan o… Rendengku.

Angku dolo, angku mate(…) tae’ si la matena, lasisarak sunga’na, (…) Ulli-ulli soladuka Borro sito’doan
duka(…) o Rendengku….

Artinya ;

Hei.. Dodeng yang mengambil tuak, hentikanlah dahulu aktivitasmu…. Dengarlah pesan deritaku… untuk
kekasihku Massudilalong…. Katanya akan sependeritaan… Juga sehidup-semati…. Tapi semuanya cuma hampa…
saya telah lama mati, bunuh diri karena janji… sementara dia masih hidup.

Dodeng yang mendengar suara rintihan penuh permohonan itu tak sanggup berbuat apa-apa, Ia terpaku.
Saat tersadar, ia langsung lari ke rumah Paerengan dan tak sempat mengambil tuak lagi. Sesampai di rumah ia
langsung keringat dingin kemmudian jatuh sakit.
Pesan Lebonna untuk kekasihnya tidak langsung disampaikan Dodeng, karena masih kurang percaya dengan apa
yang ia dengar dan ia berfikir bahwa itu hanya khayalan belaka.
Karena ia berfikir apakah itu hanya sebuah halusinasi akhirnya Dodeng pun kembali mencoba untuk mengambil
ballo atau tuak, namun kali ini ia lebih awal datang. Alangkah terkejutnya Dodeng ketika suara itu kembali ia
dengar, padahal suasana belum terlalu gelap (malam). Mendengar suara sedih yang berintihkan pesan itu, Dodeng
pun lari secepat tanpa membawa tuak .

Akhirnya perubahan sikap Dodeng membuat Paerengan curiga. Ia kemudian mendesak Dodeng untuk menceritakan
apa yang terjadi padanya, Dodeng pun tak tahan untuk menyimpannya akhirnya memberitahu semua hal tesebut
kepada Paerengan. Tak yakin dengan cerita Dodeng, Paerengan pun ingin membuktikannya, sehingga keesokan
harinya saat petang Paerengan ikut bersama Dodeng ke pohon enau, yang tak jauh dari pemakaman Lebonna.
Dodeng pun naik keatas pohon enau untuk membuktikan apa yang disampaikan oleh Dodeng, setelah menunggu
suara itu pun kembali terdengar. Paerengan yang hadir secara diam-diam menyimaknya dengan jelas apa isi pesan
tersebut . Setelah mendengar langsung pesan Lebonna, Paerengan pun langsung ke rumahnya lalu masuk ke kamar
dan menutup pintu rapat-rapat. Ia sangt terpukul dengan hak itu, karena ia teah lalai dari janji setia yang telah
disepakatinya bersama Lebonna, kekasih yang sangat dicintainya.

Tak menunggu lama akhirnya Paerengan sang panglima perang meminta agar semua pasukannya berkumpul dengan
membawa tombak. Khawatir akan kecurigaan masyarakat, ia pun beralasan akan melaksanakan upacara merok yaitu
ritual dengan menyembelih kerbau dengan cara ditombak.

Keesokan harinya, semua tentara berkumpul di lapangan terbuka, keluarga Paerengan juga telah hadir. Saat itu,
puluhan kerbau telah disiapkan para tentara juga telah membawa tombak masing-masing.
Kemuian Paerengan meminta agar semua tentaranya menancapkan tombak dengan posisi mata tombak keatas. Saat
semua warga dan tentara berkumpul, diam-diam Paerengan naik keatas atap pendopo yang memang telah ada
sebelumnya. Pekiraan maysarakat dia akan menyampaikan pidato sebagai pemimpin dalam peperangan, namun
tidak disangka ternyata ia justru melompat tepat diatas ratusan ujung tombak yang telah ditancapkan.

Akhirnya Paerengan pun tewas secara tragis dan telah memenuhi janjinya terhadap Lebonna. Pada saat Paerengan
dimakamkan, ia tidak ditempatkan pada satu liang bersama dengan jenazah Lebonna dimakamkan. Setelah hari itu
jenasah Paerengan pun selalu muncul dirumahnya secara tiba-tiba. Kejadian ini telah terjadi tiga kali, sampai
akhirnya Dodeng mengisahkan kejadian yang sebenarnya termasuk suara yang didengarnya saat hendak mengambil
tuak kepada masyarakat. Kemudian dipindahkanlah jenazah Paerengan ke liang tempat Lebonna dimakamkan,
barulah mayat Paerengan menjadi tenang.

Anda mungkin juga menyukai