Anda di halaman 1dari 13

TENGGELAMNYA KEROKO PUKEN

In Art, film, Pendidikan, Sastra Siswa on 27 April 2010 at 6:09 pm

Suatu hari pada zaman dahulu


berangkatlah seorang janda ke tegalannya. Di dekat tegalan ada kolam yang
keramat nan angker. Tatkala matahari sangat panas, wanita itu beristirahat di
pondok. Saat itu dari arah kolam terdengar suara tawa-canda gadis-gadis.
Wanita itu mendekat ke kolam. Dari tempat ketinggian ia dapat mengintip
tujuh gadis cantik yang sedang berenang bersuka ria di kolam. Setelah puas
mandi, dalam sekejap mata ketujuh gadis itu berubah menjadi tujuh burung
merpati yang terbang lalu menghilang di awan biru.
Hari berikutnya wanita yang sudah menjanda itu cepat-cepat pergi ke kolam.
Ia bersembunyi di balik batu besar yang tertutup semak belukar. Tidak lama
kemudian terbanglah ketujuh burung merpati. Sampai di kolam, ketujuh
burung itu berubah menjadi tujuh gadis cantik yang asyik berenang di kolam.
Wanita itu sangat terpikat pada gadis paling kecil. Kebetulan sekali pada hari
berikutnya si gadis bungsu meletakkan pakaiannya di dekat persembunyian
si janda. Tatkala ketujuh gadis itu asyik berendam di kolam, pakaian si
bungsu diambilnya secara diam-diam. Gadis bungsu itu ke luar dari kolam
lalu menuju ke tempat pakaiannya, namun pakaiannya tidak ditemukannya
lagi. Dicarinya kian kemari, namun tak kunjung didapatinya. Iapun menangis.
Seketika itu juga keluarlah wanita tua itu dari persembunyiannya. Dibujuknya
si gadis bungsu. Ia menyodorkan selembar sarung yang telah disiapkannya.
Keduanya duduk sambil berkisah tentang kehidupan masing-masing. Pada
akhir kisah si gadis bungsu berpesan agar wanita tua itu merahasiakan
namanya dan asal usul dirinya. Setelah bersepakat, keduanya menuju ke
pondok di tegalan dan tidur di pondok. Sementara itu, Lagan Doni sangat
gelisah karena sudah lima hari ibunya tidak pulang ke rumah. Keesokannya
pergilah Lagan Doni ke pondok di tegalan untuk mencari ibunya, si gadis
bungsu disuruh oleh ibu Lagan Doni untuk bersembunyi.
Kenapa Ibu tidak pulang ke rumah selama ini? Tanya Lagan Doni kepada
Ibunya. Di sini saya tinggal bersama dengan seorang gadis pilihanku, jawab

sang ibu. Untuk apa Ibu tinggal dengan gadis itu? Untuk mencari jodohmu
dan inilah pilihanku yang terakhir sebelum ibumu meninggal, jawab sang ibu
lagi. Ibunya memanggil si gadis bungsu untuk menemui Lagan Doni.
Bagaikan dalam mimpi Lagan Doni memandang gadis cantik nan rajin.
Akhirnya Lagan Doni yang tampan itu menerima pilihan ibunya. Ibunya
gembira karena anak tunggalnya sudah mempunyai istri. Akan tetapi,
beberapa bulan kemudian istri Lagan Doni tidak menunjukkan tanda-tanda
kehamilan. Pada saat itu timbullah niatnya untuk cari tahu tentang asal-usul
istrinya.
Pada suatu hari Lagan Doni menyadap lontar. Ia terjatuh dari pohon lontar
lalu pingsan. Harapan hidup baginya sangat tipis. Maka, sang ibu dan istrinya
meratapinya. Dalam keadaan pingsan itu Lagan Doni sempat mendengar
ratapan istrinya, Wahai Lagan Doni raja dunia, jangan kau tinggalkan aku
Nini Sari Kolong Merpati Kayangan! Tidak lama kemudian Lagan Doni siuman
kembali. Istri dan ibunya merawatnya hingga kesehatannya pulih kembali.
Setelah siuman, Lagan Doni bergurau, Saya sudah tahu asal-usulmu dan
namamu Nini Sari. Mendengar gurauan itu, wajah Nisi Sari merah padam
dan benar-benar tersinggung. Ia pun segera membakar kotoran/sampah
kemudian ia melompat ke dalam kepulan asap dan terbang ke angkasa.
Lagan Doni menceritakan peristiwa itu kepada ibunya. Ibunya langsung jatuh
sakit sampai meninggal dunia.
Setelah menguburkan jenazah ibunya, Lagan Doni bertapa agar memperoleh
kesaktian guna mencari istrinya ke dunia kayangan. Ia bertapa di kuburan
orang tuanya. Setelah genap masa bertapa, ia pergi ke puncak gunung
tertinggi sesuai dengan petunjuk orang tuanya. Di sana Lagan Doni
memanjat sebatang pohon yang sangat licin. Akhirnya laki-laki itu sampai di
kayangan dan ia menunggu di mata air yang biasa dipakai oleh semua gadis
kayangan untuk menimba air. Di dekat mata air terdapat sebatang pohon
asam. Pohon itu dipanjatnya dan dari sanalah ia mengamati semua gadis
yang datang menimba air. Di antara gadis-gadis itu ada istrinya, Nini Sari.
Pada saat Nini menimba air, Lagan Doni menjatuhkan daun asam ke dalam
tempayannya. Ia juga menjatuhkan cincin permata dan Nini mengambilnya.
Lagan Doni turun, keduanya bertemu. Nini Sari tidak lagi merahasiakan asalusulnya.
Sebelum membawa Lagan Doni ke rumah ayahnya, Nini berpesan agar Lagan
Doni harus tabah menghadapi ujian/hukuman yang diberikan ayahnya.
Keduanya berjalan menuju rumah sang ayah. Begitu ayah Nini melihat Lagan
Doni, kedua algojo diperintahkannya untuk menyeret Lagan Doni ke tahanan.
Namun, Lagan Doni tabah menghadapi cobaan itu sesuai dengan pesan Nini.

Keesokan harinya kedua algojo datang dan membawa Lagan Doni ke pantai
yang berpasir putih. Di situ telah disiapkan tujuh bakul berisi jawawut yang
bijinya sangat halus seperti butir pasir. Jawawut itu dituangkan ke pasir lalu
Lagan Doni disuruh untuk mengisi kembali jawawut itu ke dalam bakul.
Kalau kau tidak bisa mengisi kembali jawawut yang berserakan ini ke dalam
bakul, kau akan dibunuh di pantai ini, demikian ancam kedua algojo. Lagan
Doni sedih mengenang nasibnya. Wahai anak manusia, kenapa kau sedih?
Tanya raja pipit. Lagan Doni menceritakan semuanya. Raja pipit pun
memerintahkan kawanan pipit untuk mencotok biji jawawut yang berserakan
dan memasukkannya ke dalam bakul. Sore harinya algojo datang dan melihat
bakul-bakul telah terisi. Lagan Doni dikembalikan ke tahanan.
Keesokannya lagi Lagan Doni dibawa ke tengah laut. Di sana algojo
menuangkan mute tana (sejenis bahan perhiasan untuk membuat kalung)
dari dalam tujuh gumbang ke dalam lautan. Algojo kembali ke daratan. Pada
saat Lagan Doni berada dalam kesulitan itu, datanglah kawanan bangau
untuk membantunya. Sore harinya algojo datang dan melihat ketujuh
gombang itu telah terisi dengan mute tana seperti semula. Ia kembali ke
tahanan. Hari berikutnya Lagan Doni dibawa ke suatu areal untuk
membangun rumah adat seperti di Keroko Puken. Dalam keadaan susah
payah itu, datanglah raja landak dan kawanannya untuk memahat dan
bergotong royong membangun rumah adat. Sore harinya algojo datang dan
melihat sebuah rumah adat nan indah. Lagan Doni pun dikembalikan ke
tahanan. Hari berikutnya lagi dibawa ke sebuah gedung yang gelap pekat. Di
situ berkumpul pasangan suami istri dan Nini berada di antara pasangan itu.
Lagan Doni disuruh menggandeng Nini dan jika ia menggandeng istri orang
maka ia akan dibunuh. Dalam keadaan bingung itu Lagan Doni dibantu oleh
kunang-kunang. Begitu lampu dinyalakan terlihat Lagan Doni menggandeng
tangan Nini Sari.
Akhirnya laki-laki itu dapat menikah dengan Nini Sari. Setelah pesta
pernikahan, pada hari ketujuh Nini dan suaminya diantar ke bumi di Keroko
Puken. Di bumi Nini rajin bekerja kepandaiannya menenun tiada duanya.
Pada suatu hari seekor ular naga kecil yang sangat elok warna kulitnya dilihat
Nini. Ular itu dipungutnya dan dibawa ke rumahnya lalu diletakkan di
hadapannya sambil meniru membuat motif tenunannya dari kulit ular itu.
Kian hari ular itu membesar, mengganas, dan membunuh anak manusia. Nini
yang kesohor itu diumpat dicaci maki oleh masyarakat Keroko Puken.
Penduduk Keroko Puken mendatangkan dukun untuk membunuh ular yang
semakin ganas itu. Mulut sang ular naga itu ditusuk dengan tombak berpijar.
Sang ular pun mati dengan meneriakkan suara gemuruh menggelegar yang

sangat menakutkan. Bersamaan dengan teriakan ular itu, hujan lebat pun
turun, air mulai naik, dan gelombang yang ganas menghempas penduduk
Keroko Puken. Tenggelamlah Keroko Puken dan penduduknya lari ke manamana.

Kesimpulan :
Sampai sekarang, kaum wanita desa Leworok mau pun desadesa tetangganya teiap yakin bahwa mereka tidak boleh
meniru motif tenunan orang Iain kecuali motif ibunya atau
ibu menuanya, Jika hal itu dilanggan akan tedadi bencana
yang menimpa mereka atau kampung halaman mereka.
Cerita di atas dapat digolongkan sebagai legenda.
Penduduk Kabuparen Flores Timur percaya bahwa kisahnya
pernah tejadi pada zaman dahulua. Mereka dapat
membuktikan bahwa marga-marga yang terpencar di Flores
Timur merupakan penduduk Keroko Puken yang Iari waktu
terjadi bencana. Marga itu misalnya rnarga Keraf di
Lernbata, Solor dan masyarakat Lewolema di kecamatan
Tanjung Bunga.
Hikmah yang dapat kita petik dari cerita ini adalah kita
diajak untuk tabah menghadapi cobaan dan tidak Iekas
putus asa. Seperti Lagan Doni ia tabah dan berusaha
terus-menerus untuk menggapai sesuatu yang diinginkannya.
Lagan Dani berani menghadapi hukuman algojo karena memang
ia tidak bersalah.

Hendaknya kita juga harus berani membela kebenaran, pasti


ada yang membantu kita. Hikmah Iainnya, kita bisa menikah
dengan orang dari mana pun asalnya asal saling cinta dan
saling kasih. Kasih artinya tidak menyinggung perasaan
orang Iain. Kita harus berhati-hati dalam bertutur kata
agar orang lain tidak tersinggung.

Pada umumnya orang senang dengan cerita, baik dalam bentuk dongeng, legenda
ataupun kisah. Orang tua maupun anak-anak pada umumnya senang dengan cerita.
Menikmati sebuah cerita, sudah mulai tumbuh pada seorang anak semenjak ia mulai
mengerti akan suatu kejadian yang terjadi di sekitarnya dan setelah memorinya mampu
menangkap beberapa kabar cerita. Masa tersebut mulai pada akhir tahun ketiga usia
seorang anak yang belia dapat memperhatikan penyampaian cerita sesuai dengan
karakter anak tersebut. Ia akan mendengarkan cerita tersebut dan menikmatinya, ia
akan meminta cerita tersebut diceritakan kembali. Cerita atau dongeng yang disajikan

dengan baik membangun sejenis energi yang istimewa antara si pendongeng/penderita


dan pendengar.
Cerita bisa menjadi sarana kontak batin antara orang tua dan anak, pendidik dan anak
didik, bahkan pasangan manusia. Cerita juga bisa dijadikan media untuk menyampaikan
informasi, pesan-pesan moral atau ajaran tertentu, sarana pendidikan bahasa, daya
pikir, emosi, fantasi, imajinasi dan kreativitas anak didik. Selain itu, cerita bisa menjadi
sarana memperkaya pengalaman batin dan khazanah pengetahuan, sarana hiburan dan
pencegah kejenuhan.
Sedangkan bercerita merupakan ketrampilan bahasa lisan yang bersifat produktif.
Dengan demikian, bercerita menjadi bagian dari ketrampilan berbicara. Ketrampilan
bercerita sangat penting bagi penumbuhkembangan ketrampilan berkomunikasi.
Bercerita adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa
manusia. Bahkan dalam teks kitab sucipun banyak berisi cerita-cerita. Tuhan mendidik
jiwa manusia menuju keimanan dan kebersihan rohani, dengan mengajak manusia
berfikir dan merenung, menghayati dan meresapi pesan-pesan moral yang terdapat
dalam kitab suci.
Bercerita juga merupakan salah satu teknik untuk menyampaikan sebuah pesan yang
seringkali digunakan oleh guru kepada anak didiknya, kakak kepada adiknya, orang tua
kepada anaknya, dan lain-lain. Banyak sekali alasan mengapa seseorang memilih
menggunakan teknik bercerita dibanding teknik lainnya seperti drama, diskusi, atau
menggunakan peralatan audio visual. Tiga alasan yang sering dikemukan adalah :
1.
Lebih
Praktis
dan
Fleksibel.
Praktis karena dapat dilakukan seorang diri tanpa koordinasi dengan orang lain (seperti
drama dan film misalnya) dan juga fleksibel karena cerita dapat disampaikan hampir di
segala tempat maupun situasi, baik di dalam atau di luar kelas, kepada orang dalam
jumlah banyak atau sedikit.
2.
Tidak
Memerlukan
Biaya
Mahal.
Bercerita merupakan alat pengajaran yang sangat murah, karena dapat digunakan
dengan atau tanpa alat peraga. Guru/Pengasuh/pendidik dapat bebas memilih dan
mengembangkan sendiri alat peraga yang bervariasi, baik membawa gambar, peraga,
boneka sebagai partner, membuat sketsa selama bercerita, menciptakan gerak-gerik
tertentu dan melibatkan anak dalam cerita, dan variasi-variasi yang lain.
3.
Anak
Lebih
Menyukai
Mendengarkan
Cerita.
Jaman sekarang anak sangat suka sekali menyaksikan film-film animasi atau bentuk
audio visula lainnya. Namun sebenarnya mereka justru akan lebih tertarik
mendengarkan cerita dari kita kalau kita bisa memikat mereka dengan kemasan cerita
yang kreatif dan variatif. Hal itu dapat mengakibatkan anak-anak merasa lebih dekat
dengan tokoh-tokoh dan peristiwa dalam cerita yang kita sampaikan.

I.

TEKNIK DASAR BERCERITA

Dalam menyampaikan sebuah cerita ada beberapa teknik dasar dalam menyampaikan
cerita kepada anak-anak. Teknik mana yang dipilih bisa disesuaikan dengan usia anak,
tujuan yang dicapai, sarana dan prasarana yang tersedia, serta kesiapan dari si
pendongeng itu sendiri. Teknik bercerita yang umum kita ketahui antara lain, yaitu :
1.

Menggunakan Alat Peraga, macamnya berupa :

a.
Visual/gambar.
Penggunaan gambar dapat menarik perhatian anak sehingga dapat membantu dalam
memusatkan perhatian terhadap cerita yang sedang disampaikan. Di samping itu,
ilustrasi gambar juga dapat membantu anak agar lebih mudah dalam menangkap
pesan-pesan yang disampaikan dalam cerita. Ilustarsi gambar dapat berupa gambar
seri maupun gambar lepas. Gambar berseri merupakan sejumlah gambar yang
menggambarkan suasana yang sedang diceritakan dan menunjukkan adanya
kontinyuitas antara gambar yang satu dengan lainnya. Sedang gambar lepas
merupakan gambar yang menunjukkan situasi ataupun tokoh dalam cerita yang dipilih
untuk menggambarkan situasi-situasi tertentu, antara gambar satu dengan lainnya
tidak menunjukkan kontinyuitas.
b.
Boneka.
Tokoh yang terlibat dalam suatu cerita, dapat ditampilkan melalui sosok boneka. Boneka
yang digunakan bisa berbentuk boneka manusia maupun boneka binatang. Boneka
tersebut digunakan untuk menunjukkan karakter atau watak dari pemegang peran
dalam cerita. Bisa pula kita lengkapi dengan adanya panggung bonekanya.
c.
Papan
Flannel.
Apabila dalam bercerita hendak menekankan pada urutan kejadian dan karakter tokoh
sebagai model bagi anak, maka tokoh-tokoh yang dimodelkan tersebut dapat
digambarkan dan ditempel di papan flannel. Papan flannel merupakan media berupa
papan seperti papan tulis, yang dilapisi kain flannel yang dapat digunakan untuk
menempel gambar-gambar. Gambar-gambar tersebut dapat disiapkan sendiri oleh
pendongeng ataupun mengambil gambar yang sudah ada seperti dari majalah atau
koran yang digunting sesuai dengan pola yang diinginkan. Bagian belakang dari kertas
bergambar tersebut kemudian dilapisi dengan kertas gosok atau kaian perekat sebagai
media untuk merekatkan di papan flannel. Gambar-gambar yang disiapkan dapat
ditempel ataupun diambil kembali sesuai dengan kebutuhan pada saat proses
penyampaian cerita
d.
Peralatan/benda
sehari-sehari
yang
biasa
kita
gunakan.
Perlengkapan atau benda sehari yang bisa kita gunakan antara lain seperti gayung,
ember, payung, plastik kresek, dan lain-lain. Perlengkapan atau benda-benda itu bisa
kita gunakan untuk merangsang imajinasi anak-anak. Seperti gayung yang terbalik bisa
kita imajinasikan sebagai helikopter, ember bisa kita imajinasikan sebagai gunung,
payung bisa kita imajinasikan sebagai matahari, kantong plastik kresek bisa kita
imajinasikan sebagai awan cerah dan awan mendung.
2.

Tanpa Alat Peraga.

Bercerita tanpa menggunakan alat peraga adalah bercerita yang mengandalkan


kekuatan ekspresi wajah dan gerak-gerik tubuh kita. Tubuh kita adalah medianya, tubuh
kita adalah tokoh ceritanya, tubuh kita adalah emosi ceritanya, dan tubuh kita adalah
adegan ceritanya.
Bercerita hanya dengan mengandalkan tubuh kita memang terasa lebih sulit
dibandingkan dengan menggunakan alat peraga, khususnya lebih sulit untuk bisa
mengambil perhatian anak-anak kepada kita. Namun kelebihannya antara lain adalah
dapat merangsang imajinasi anak, anak-anak lebih fokus mendengar cerita, serta
pendongeng lebih bisa berinterkasi, berekspresi, beratraksi, dan berimprovisasi.
Macam-macam teknik bercerita tanpa alat peraga antara lain :
a.
Dengan
membaca
buku
cerita.
Teknik ini dilakukan dengan cara pendongeng menyampaikan cerita dengan
membacakan buku cerita secara langsung. Teknik ini bisa digunakan apabila
pembimbing yakin bahwa tema dan materi cerita yang dibacakan benar-benar sesuai
dengan materi dan kompetensi bimbingan yang akan dicapai. Agar cerita yang
disampaikan tetap menarik, maka pendongeng disyaratkan menguasai teknik membaca

dengan baik. Aspek yang perlu diperhatikan seperti intonasi suara, cara pelafalan kata
atau kalimat, tempo, warna suara serta ekspresi yang menggambarkan suasana cerita.
b.
Dengan
memainkan
jari
tangan.
Pendongeng dapat berkreasi menciptakan cerita yang disampaikan dengan cara
memainkan jari-jari tangan. Jari-jari digunakan sebagai alat untuk menggambarkan
bentuk-bentuk tertentu untuk mewakili tokoh dalam cerita seperti bentuk burung
terbang, bentuk kepala anjing ataupun untuk menggambarkan aktivitas tertentu.
c.
Dengan
dramatisasi.
Ketika pembimbing menyampaikan suatu cerita, maka pembimbing melakukannnya
sambil memainkan karakter dari tokoh yang sedang diceritakan. Misalnya ketika
menceritakan seorang kakek yang berjalan tertatih-tatih dengan membawa tongkat,
maka pembimbing menirukan sebagaimana jalannya seorang kakek yang tertatih-tatih.
Dari kedua teknik dasar bercerita di atas, kita bisa menentukan teknik dasar yang mana
yang bisa akan kita lakukan sesuai dengan kemampuan kita. Bisa pula kalau kita
melakukan penggabungan dua teknik dasar bercerita dengan tujuan lebih
memaksimalkan penampilan kita. Bahkan ada pula yang melakukan teknik bercerita
dengan berkelompok/grup.

II.

PENGUASAAN DASAR BERCERITA.

Untuk bisa bercerita dengan baik di depan anak-anak, ada 5 hal dasar yang perlu
dikuasai, yaitu :
1.

Cerita.

Cerita mutlak harus benar-benar kita kuasai, baik isi cerita, alur cerita, tokoh-tokoh
cerita mau pun maksud dan tujuan cerita. Bukan hanya sekedar menghafal saja alur
ceritanya, nama-nama tokohnya, serta letak konflik dan klimaksnya. Kita juga perlu
mengetahui lebih jelas mengenai :
a.
Seluruh
rangkaian
peristiwa
dalam
cerita.
b. Jumlah tokoh dalam cerita serta membedakan masing-masing sifat, karakter, dan
keistimewaannya.
c.
Berbagai emosi yang ada dalam cerita seperti sedih, gembira, marah, kasihan,
heran, lucu, dan sebagainya
Untuk bisa menguasai cerita dengan baik perlunya kita membaca dan menggali cerita
yang akan kita sampaikan berulang kali dengan tenang hingga keseluruhannya benarbenar melekat di otak dan hati kita. Melekat di otak kita berarti kita tahu persis isi, alur,
dan tokoh-tokoh cerita. Melekat di hati berarti kita bisa menjadikan cerita tersebut
seolah-olah pernah kita alami dan bisa kita hayati serta dapat membuat tutur kata kita
dalam bercerita akan menjadi lepas dan mudah berimprovisasi.
Pahamilah cerita untuk kepentingan kita sendiri. Bila cerita itu sudah jelas seluruhnya,
analisalah, sempurnakan bentuknya, hapuskan perincian yang tak perlu, dan uraikan
garis-garis besar yang penting.
2.

Pernapasan.

Dalam bercerita pernapasan termasuk penting karena bernapas dengan baik akan
sangat membantu dalam membentuk suara, artikulasi suara, intonasi suara, dan
dinamisasi suara, serta dapat memenuhi phrasering atau panjang dan pendeknya
sebuah kalimat dalam cerita.

Ada tiga macam pernapasan yang kita kenal, yaitu pernapasan dada, penapasan
diafragma, dan pernapasan perut. Ketiga macam pernapasan tersebut memiliki cirri-ciri
khusus untuk mengenalnya:
a.
Pernapasan Dada, saat menarik napas dada terangkat. Pernapasan ini hanya
mendapatkan udara yang sedikit.
b.
Pernapasan Diafragma, saat bernapas seluruh lingkar diafragma membengkak.
Udara masuk tidak hanya dari hidung melainkan juga dari mulut. Lingkar diafragma
terletak sedikit di atas perut sampai dengan ke bagian belakang badan. Udara yang
didapat sangat banyak dan dapat mudah diatur pemakaiannya serta .
c.
Pernapasan Perut, saat menarik nafas perut menjadi besar. Pernafasan ini tidak
terlalu banyak mendapatkan udara namun bisa menghasilkan vokal/suara yang lantang.
Kalau kita adalah seorang penyanyi, maka kita jelas harus menggunakan pernapasan
diafragma karena dapat memudahkan kita mengatur pemakaiannya dan menghasilkan
stabilitas suara yang baik. Sedangkan kalau kita adalah seorang aktor, anda lebih
disarankan menggunakan pernapasan perut karena dapat menghasilkan power suara
yang lantang hingga bisa terdengar dengan jelas meskipun kita bercerita tanpa
menggunakan microphone di dalam sebuah ruangan minimal seukuran dua kali ruangan
kelas.
Dari ketiga macam pernapasan di atas, yang baik kita gunakan untuk penampilan kita
bercerita adalah dengan menggunakan pernapasan perut dan diafragma.
Cara melatih pernapasan yang baik adalah dengan cara tarik/hirup napas kita sedalamdalamnya, lalu tahan napas kira-kira 5 detik, kemudian keluarkan napas kita dengan
mendesis dan perlahan-lahan sekali atau sehemat mungkin tanpa terdengar terputusputus.
Lakukan latihan itu berulang-ulang dan saat mengeluarkan napas, suara desis kita bisa
diganti dengan mengucapkan a, i, u, dan lain-lain.
3.

Suara/Vokal.

Bila pernapasan kita sudah baik tentunya kita juga akan mudah menghasilkan suara
yang jelas artikulasinya, baik intonasinya, dinamis, dan lantang. Suara atau vokal
sangat jelas sekali peranan pentingnya dalam bercerita sebab itu adalah kunci dalam
penampilan kita bercerita. Bagaimana mungkin anak-anak akan bisa fokus
mendengarkan cerita kita kalau suara kita lemah dan tak ada tenaga. Bagaimana
mungkin anak-anak akan menikmati cerita dan terbawa emosi atau perasaannya kalau
intonasi suara kita statis. Jadi jelaslah bahwa suara atau vokal kita adalah sangat
penting bagi kita dalam berkomunikasi menyampaikan cerita kita kepada anak-anak.
Suara atau vokal kita bukan hanya sekedar untuk mengucapkan kata-kata atau kalimatkalimat dalam cerita dan bukan juga hanya untuk mengucapkan dialog-dialog tokoh
cerita, namun juga dengan suara kita dapat memperkaya cerita kita memberikan
ornament-ornament cerita seperti bunyi-bunyian/efek-efek suara atau menirukan suarasuara binatang yang ada dalam cerita. Dengan begitu cerita yang kita sampaikan akan
menjadi hidup dan menarik untuk disimak. Jangan lupa atur dan perhatikanlah artikulasi
dan pengucapan kata-kata agar terdengar jelas, tidak terdengar seperti orang
bergumam.
Banyak yang beranggapan bahwa setiap pendongeng pasti bisa menirukan berbagai
macam bunyi-bunyian atau suara. Dan beranggapan pula bahwa kalau kita ingin bisa
bercerita atau mendongeng untuk anak-anak kita harus mampu menguasai berbagai
macam bunyi-bunyian atau suara. Sebenarnya anggapan itu adalah salah besar. Untuk
bisa mendongeng dengan baik, tidak mutlak kita harus bisa menirukan berbagai macam
bunyi-bunyian atau suara. Namun yang perlu menjadi perhatian kita sebagai

pendongeng adalah karakter dan warna suara pada setiap tokoh-tokoh cerita. Kita harus
bisa memberikan karakter suara yang berbeda dan khas pada masing-masing tokoh
cerita sehingga anak-anak pun akan mudah membedakan antara tokoh cerita yang satu
dengan tokoh cerita lainnya. Suara-suara yang membedakan antara satu tokoh dengan
tokoh lainnya membuat sebuah cerita menjadi sangat menarik. Namun jika kita tidak
bisa, jangan pernah memaksakan diri untuk melakukannya. Membuat suara-suara aneh
hanya akan mempersulit kita dalam mendongeng jika kita tidak menguasainya.
Karakter dan warna suara pada setiap tokoh harus kita sesuaikan dengan :
a.
Karakter
atau
sifatnya.
Suara atau vokal pada tokoh cerita yang jahat tentu berbeda tokoh cerita yang baik.
Suara pada tokoh cerita yang pendiam tentunya juga berbeda dengan tokoh cerita
cerewet. Sebagai contoh, kita dapat memberikan penekanan suara yang keras, berat
dan bernada kejam untuk tokoh yang jahat , sedangkan untuk tokoh yang baik kita
dapat memberikan penekanan suara yang agak lemah dan bernada lembut untuk tokoh
yang baik.
b.
Usianya.
Suara atau vokal pada tokoh cerita yang berusia tua tentu berbeda dengan tokoh cerita
yang berusia lebih muda. Suara pada tokoh cerita yang dewasa tentu berbeda dengan
tokoh cerita anak-anak. Sebagai contoh, kita dapat memberikan penekanan suara yang
agak serak dan terbatuk-batuk untuk tokoh cerita yang berusia tua, sedangkan untuk
tokoh cerita yang berusia lebih muda kita dapat memberikan penekanan suara yang
stabil dan bertenaga.
c.
Kondisi
atau
keadaannya.
Suara atau vokal pada tokoh cerita yang sedang sakit tentu berbeda dengan tokoh
cerita yang ketakutan. Sebagai contoh, kita dapat memberikan penekanan suara agak
berdesis dan merintih pada tokoh cerita yang sedang sakit, sedangkan untuk tokoh
cerita yang sedang ketakutan kita dapat memberikan penekanan suara terputus-putus
dan gemetar
4.

Tubuh.

Tubuh juga merupakan bagian penting dalam penampilan bercerita. Gerak dan sikap
tubuh merupakan salah satu cara penting yang bisa digunakan kita untuk menunjukkan
emosi. Oleh karena itu gerak dan sikap tubuh kita saat mendongeng akan
mempengaruhi anak-anak dalam memandang kita. Misalnya, kalau kita mendongeng
dengan gerak dan sikap tubuh yang santai saja atau kikuk, anak-anak mungkin akan
meresponnya dengan sikap kurang hormat dan tidak memperhatikan kita. Berbeda
kalau gerak dan sikap tubuh kita sewajarnya, enerjik dan atraktif, anak-anak tentunya
akan menyukai penampilan kita.
Penampilan gerak dan tubuh kita dalam bercerita juga berhubungan dengan karakter,
sifat, kondisi dan usia tokoh cerita yang digambarkan. Berdayagunakanlah tubuh kita.
Jadikanlah tubuh kita untuk bisa mendukung penampilan kita dalam bercerita. Bergerak
dan bersikaplahlah dengan wajar namun kalau bisa enerjik dan atraktif hingga bisa
membuat penampilan kita menjadi lebih menarik dari pada kita hanya lebih banyak
statis hingga bisa mengakibatkan pergerakan tubuh kita terlihat monoton dan tidak bisa
mempertahankankan mata dan telinga anak-anak kepada kita.
Banyak sekali pendongeng pemula, khususnya yang tidak menggunakan alat peraga,
merasakan tubuhnya justru menjadi beban pada penampilannya. Anggota tubuh yang
sering terasa jadi beban adalah kedua lengannya. Bahkan bingung harus diapakan
kedua lengannya hingga ada yang akhirnya lengannya dimasukan ke dalam saku celana
atau ada pula yang seringkali melakukan gerak-gerik tangan yang berulang-ulang dan
cenderung kurang atau tidak sinkron dengan kata-kata yang diucapkan.

Oleh karena itu tidak ada salahnya pendongeng juga berlatih olah tubuh guna melatih
kesadaran dan kelenturan tubuh serta cara mendayagunakan tubuh.
Latihan olah tubuh dasar yang bisa kita lakukan antara lain seperti : senam kelenturan
tubuh, koprol, backroll, gerakan bergetar, gerakan robot (patah-patah), gerakan api,
gerakan angin, gerakan pohon tumbuh, gerakan lilin meleleh, dan lain-lain.
Khusus untuk melatih kedua lengan kita, bentangkan kedua lengan kita ke depan
dengan lurus, lalu buka tutup kepalan tangan kita seperti meremas sesuatu berulang
kali. Lakukan sekuat mungkin. Kemudian, lakukan lagi hal serupa, tanpa menurunkan
kedua lengan kita, namun dengan posisi kedua lengan lurus mengarah ke samping
kanan dan kiri tubuh kita. Lakukan juga dengan posisi kedua lengan kita mengarah lurus
ke atas, tanpa menurunkan kedua lengan kita.
5.

Penjiwaan dan Ekspresi.

Mendongeng dihadapan anak-anak hampir sama dengan berteater/bermain drama.


Sama
halnya
dengan
berteater,
mendongeng
juga
memerlukan penjiwaan.Dalam teater, mendongeng hampir sama dengan monolog.
Bercerita untuk anak-anak harus dilakukan dengan penjiwaan atau penghayatan. Akan
hambar dan monoton cerita yang kita sampaikan bila kita tidak bisa menyampaikan
cerita dengan penghayatan. Bercerita tanpa penghayatan akan mengakibatkan pula
tidak munculnya emosi dan imajinasi dari cerita yang kita sampaikan. Anak-anak yang
mendengarkan cerita kita pun akan mengalihkan fokusnya dari kita.
Cerita yang kita sampaikan dengan penuh penjiwaan/penghayatan tentunya juga akan
menghasilkan ekspresi wajah kita yang setara dengan emosi cerita atau tokoh-tokoh
ceritanya. Mungkin saja ekspresi wajah kita bisa keluar tanpa penghayatan, namun itu
tentunya akan sangat berbeda jauh dengan ekspresi yang dilahirkan dari dalam hati
saat menuturkan cerita. Ekspresi wajah yang benar akan terlihat dari mata kita, sebab
mata kita adalah pusat ekspresi. Jadi jelas bahwa penjiwaan/penghayatan sangat terkait
erat dengan ekspresi wajah yang terlihat ketika kita bercerita.
Lahirkanlah ekspresi kita mengalir keluar ke permukaan wajah dengan melakukan
penjiwaan. Hindarilah latihan ekspresi di depan cermin karena ekspresi yang kita latih di
depan cermin bukan berasal dari penghayatan kita namun itu terlahir secara mekanik.

III.

TEKNIK PENAMPILAN BERCERITA

Penampilan ketika kita akan memulai dan saat bercerita patut kita pikirkan dan
persiapkan pula. Hal ini demi tercapainya kelengkapan kita mempersembahkan sebuah
cerita.
Beberapa teknik penampilan yang sebaiknya kita lakukan antara lain adalah :
1.

Mengenakan Kostum.

Karena anak-anak sangat memperhatikan penampilan orang dewasa, maka kita sebagai
pendongeng juga tidak akan luput dari perhatian mereka. Kenakanlah kostum yang
wajar namun cukup bisa menarik perhatian, berwarna cerah. Tidak harus berlebihan dan
kelihatan aneh. Ciptakanlah sendiri gaya penampilan kostum kita.
2.

Memulai Penampilan.

Pemunculan kita dihadapan anak-anak harus kita mulai dengan sesuatu yang cukup
menarik perhatian dan kegembiraan anak-anak. Kita harus bisa merebut perhatian anak

diawal kemunculan kita. Misalnya, muncul dengan tiba-tiba dan sedikit mengejutkan,
atau melakukan sedikit akrobat ringan, atau bernyanyi gembira, dan lain-lain.
3.

Menyampaikan Cerita.

Sampaikanlah cerita dengan dinamis. Pada awal cerita, kita bisa bertutur kata dengan
nada yang ringan, Pada adegan cerita yang sedih, kita bertutur kata dengan nada
menghanyutkan. Pada adegan cerita yang gembira, kita bertutur kata dengan nada
meluap-luap. Pada adegan cerita yang seru,kita bertutur kata dengan nada berapi-api,
dan seterusnya.
Selain dengan gerak-gerik alat peraga atau tubuh kita, hidupkanlah pula tokoh-tokoh
cerita dengan memberikan ekspresi emosi dalam dialog tokoh-tokoh cerita. Suara juga
dapat mengkomunikasikan emosi, tergantung dari nada, intensitas, dan kekerasan nada
saat berbicara.
Bedakan pula suara serta sikap dan tubuh kita antara narasi cerita dan dialog dari
tokoh-tokoh cerita. Bahkan akan lebih baik lagi kalau kita bisa menambahkan unsur
bunyi-bunyian dari mulut kita atau dari media lainnya guna lebih menghidupkan
suasana cerita.
Jangan lupa, pada saat kita bercerita lakukan kontak mata kepada dengan anak-anak.
Jangan hanya fokus pada bacaan, gambar, boneka, atau alat peraga kita lainnya. Jangan
pula melakukan kontak mata hanya dengan satu atau dua anak di depan kita. Bagi rata
kontak mata kita ke semua anak.
4.

Memanfaatkan Luas Area.

Dalam menyampaikan cerita akan lebih baik lagi kalau kita tidak banyak berdiam di
satu titik di sebuah area penampilan kita. Manfaatkan luas area yang ada. Bergeraklah
kita ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang, atau sekali-sekali ke belakang anak-anak.
Bagilah tubuh dan ekpresi kita kepada semua anak-anak dengan jelas.
5.

Memanfaatkan Audiens.

Kita memang bercerita untuk anak-anak yang menonton/menyaksikan kita. Namun


tidak ada salahnya kalau kita juga bisa melibatkan penonton anak-anak berperan serta
atau menjadi bagian dari cerita yang kita sampaikan. Misalnya, nama-nama tokoh
ceritanya menggunakan nama anak-anak yang menyaksikan dihadapan kita. Atau bisa
juga, misalkan ada sebuah adegan raksasa yang menculik salah satu tokoh cerita,
jadikanlah diri kita raksasanya dan tokoh cerita yang diculik adalah salah satu anak
yang sedang menyaksikan kita, dan lain-lain.
6.

Mengakhiri penampilan.

Akhirilah penampilan kita dengan menyampaikan pesan atau makna dari cerita kita
tanpa ada kesan menggurui. Dan tutuplah penampilan kita dengan sesuatu hal yang
bisa menyenangkan anak-anak seperti contoh yang bisa kita lakukan pada saat
memulai penampilan.
Dengan bercerita atau mendongeng secara luwes, menarik, dan menyenangkan anak,
maka kita akan mendapatkan kepuasan tersendiri dalam menghadapi anak. Artinya,
kita juga akan mendapatkan kebahagiaan karena berhasil menyampaikan sebuah cerita
yang terkandung nilai-nilai ajaran positif dan budi pekerti.
Bercerita atau mendongeng memerlukan ketrampilan fisik, mental, dan daya pikir.
Ketrampilan itu harus dilatih dengan serius. Oleh karena itu pendongeng harus mau
berlatih agar bisa menguasai suasana, keadaan, cara dan teknik-teknik bercerita.

Jadilah pendongeng/pendongeng yang penuh penghayatan, ekspresif, imajinatif, dan


kreatif.
Keinginan yang besar untuk belajar mendongeng dengan baik akan membuat dongeng
kita menjadi lebih baik dan bermakna. Sebab semua keinginan yang lahir dari dalam
hati yang paling dalam akan bisa menciptakan sebuah perwujudan yang indah

0821-3442-8945

Anda mungkin juga menyukai