Disebut gunungan karena bentuknya seperti gunung yang ujung atasnya meruncing. Gunungan
ini dalam legendanya berisi mitos sangkan paraning dumadi, yaitu asal mulanya kehidupan ini
dan disebut juga kayon. Kata kayon melambangkan semua kehidupan yang terdapat di dalam
jagad raya yang mengalami tiga tingkatan yakni:
Tanam tuwuh (pepohonan) yang terdapat di dalam gunungan, yang orang mengartikan pohon
Kalpataru, yang mempunyai makna pohon hidup.
Lukisan hewan yang terdapat di dalam gunungan ini menggambarkan hewan- hewan yang
terdapat di tanah Jawa.
Kehidupan manusia yang dulu digambarkan pada kaca pintu gapura pada kayon, sekarang hanya
dalam prolog dalang saja.
Kayon atau gunungan yang biasanya diletakkan di tangah kadang disamping itu mempunyai
beberapa arti, arti dari diletakkannya gunungan ada 3 yakni:
Dipergunakan dalam pembukaan dan penutupan, seperti halnya layar yang dibuka dan
ditutup pada pentas sandiwara.
Sebagai tanda untuk pergantian jejeran (adegan/babak).
Digunakan untuk menggambarkan pohon, angin, samudera, gunung, guruh, halilintar,
membantu menciptakan efek tertentu (menghilang/berubah bentuk).
Gunungan merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di dalamnya
melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta
hutan dan perlengkapannya. Gunungan dilihat dari segi bentuk segi lima, mempunyai makna
bahwa segi lima itu lima waktu yang harus dilakukan oleh agama adapun bentuk gunungan
meruncing ke atas itu melambangkan bahwa manusia hidup ini menuju yang di atas yaitu Allah
SWT.
Kebo = pemalas
Monyet = serakah
Ular = licik
Banteng = lambang roh , anasir tanah , dengan sifat kekuatan nafsu Aluamah
Harimau = lambang roh , anasir api dengan sifat kekuatan nafsu amarah, emosional, pemarah
Naga = lambang Roh , anasir air dengan sifat kekuatan nafsu sufiah
Burung Garuda = lambang Roh , anasir udara dengan sifat kekuatan nafsu Muthmainah.
Sedangkan dari filosofi bentuk adalah : bentuk gunungan sendiri menyerupai serambi bilik kiri
yang ada di dalam tubuh kita, itu mungkin mempunyai makna kalau kita harus menjaga apapun
yang ada di dalam hati kita hanya kepada sang pencipta. Dan yang lebih hebat lagi adalah dari
segi bentuk yang persisi dengan mustoko di atas masjid yang ada banyak di negara kita. itu
perlambang dari sipembuat untuk kita supaya menjaga hati kita secar lurus (seperti pohon)
kepada masjid/agama/tuhan.
Gunungan bisa diartikan lambang Pancer, yaitu jiwa atau sukma, sedang bentuknya yang segitiga
mengandung arti bahwa manusia terdiri dari unsure cipta, rasa dan karsa. Sedangkan lambang
gambar segi empat lambing sedulur papat dari anasir tanah, api , air, udara.
Gunungan atau kayon merupakan lambang alam bagi wayang, menurut kepercayaan hindu,
secara makrokosmos gunungan yang sedang diputar-putar oleh sang dalang, menggambarkan
proses bercampurnya benda-benda untuk menjadi satu dan terwujudlah alam beserta isinya.
Benda-benda tersebut dinamakan Panca Maha Bhuta, lima zat yakni: Banu (sinar-udara-setan),
Bani (Brahma-api), Banyu (air), Bayu (angin), dan Bantala (bumi-tanah).
Makara yang terdapat dalam pohon Kalpataru dalam gunungan tersebut berarti Brahma mula,
yang bermakna bahwa benih hidup dari Brahma. Lukisan bunga teratai yang terdapat pada
umpak (pondasi tiang) gapura, mempunyai arti wadah (tempat) kehidupan dari Sang hyang
Wisnu, yakni tempat pertumbuhan hidup.
Berkumpulnya Brahma mula dengan Padma mula kemudian menjadi satu dengan empat unsur,
yaitu sarinya api yang dilukiskan sebagai halilintar, sarinya bumi yang dilukiskan dengan tanah
di bawah gapura, dan sarinya air yang digambarkan dengan atap gapura yang menggambarkan
air berombak.
Dari kelima zat tersebut bercampur menjadi satu dan terwujudlah badan kasar manusia yang
terdiri dari Bani, Banyu, Bayu, dan Bantala, sedang Banu merupakan zat makanan utamanya.
Jawa memang menyimpan berbagai macam budaya yang beragam dan menyimpan berbagai
makna yang terkandung dalam setiap itemnya, bahkan secara tidak kita sadari sesuatu yang kita
pegang sekarangpun itu juga mengandung makna filosofis yang sangat besar jika kita mau
mangkaji lebih dalam.
FILOSOFIS GUNUNGAN WAYANG