Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wayang kulit adalah seni tradisional


Indonesia yang terutama berkembang di
Jawa. Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang'
yang artinya menuju kepada roh spiritual,
dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga
yang mengartikan wayang adalah istilah
bahasa Jawa yang bermakna 'bayangan', hal
ini disebabkan karena penonton juga bisa
menonton wayang dari belakang kelir atau
hanya bayangannya saja. Wayang kulit
dimainkan oleh seorang dalang yang juga
menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang,
dengan diiringi oleh musik gamelan yang
dimainkan sekelompok nayaga dan tembang
yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang

1
memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu
layar yang terbuat dari kain putih, sementara
di belakangnya disorotkan lampu listrik atau
lampu minyak (blencong), sehingga para
penonton yang berada di sisi lain dari layar
dapat melihat bayangan wayang yang jatuh
ke kelir. Untuk dapat memahami cerita
wayang (lakon), penonton harus memiliki
pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang
bayangannya tampil di layar.

Seperti halnya dengan daerah-daerah


lainnya, antara lain Cirebon, Banyumas,
Kedu, Yogyakarta, Surakarta, dan Jawa
Timur pun mempunyai wayang kulit dengan
coraknya sendiri dan sering di sebut wayang
Jawatimuran atau wayang Jek Dong. Sebutan
Jek Dong berasal dari kata Jek yaitu bunyi
keprak dan Dong adalah bunyi instrumen
kendang. Meskipun menggunakan pola

2
wayang Jawa Tengah sesudah zaman
masuknya agama Islam di Jawa, wayang kulit
Jawatimuran mempunyai sunggingan dan
gagrag tersendiri dalam pergelaranya, sesuai
dengan apresiasi dan kreativitas selera
masyarakat setempat. Hal ini membuktikan
bahwa sejak runtuhnya kerajaan Majapahit,
kebangkitan kembali wayang kulit
Jawatimuran dimulai sebelum terjadinya
perjanjian Giyanti yang membagi kerajaan
Mataram menjadi Kasultanan Yogyakarta
dan Kasunanan Surakarta. Konon tercatat
bahwa wayang gagrag Surakarta
merupakan perkembangan kemudian
setelah perjanjian Giyanti terlaksana. Ciri
khas wayang kulit Jawatimuran yang
mencolok terdapat pada beberapa tokoh
wayang yang mengenakan busana kepala
(irah-irahan) gelung yang dikombinasi

3
dengan makutha (topong atau kethu dewa).
Ciri lain terdapat pada gunungan.

Gunungan merupakan salah satu jenis


alat peraga yang biasanya digunakan dalam
pertunjukan wayang kulit purwa. Wayang
Jawatimuran juga memiliki gunungan yang
berbeda dengan daerah lain. Makna simbolik
gunungan Jawatimuran merupakan simbol
kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di
dalamnya melambangkan seluruh alam raya
beserta isinya mulai dari manusia sampai
dengan hewan serta hutan dan
perlengkapannya, serta penggambaran surge
dan neraka. Gunungan gagrag Jawatimuran
memiliki ciri khas dari suatu corak yang
berbeda dari gagrag lainnya yaiku gambar
dari dua naga. Maka dari itu, perlunya
penelitian ini terhadap gunungan
Jawatimuran agar dapat mengungkap seluk

4
beluk gunungan gagrag Jawatimuran yang
juga memiliki perbedaan.

1.2 Rumusan Masalah

(1) Bagamana sejarah gunungan dalam


wayang Jawatimuran?
(2) Bagaimana corak dan makna
gunungan wayang Jawatimuran?
(3) Bagaimana fungsi kayon atau
gunungan wayang Jawatimuran?
(4) Seperti apa modifikasi gunungan
wayang Jawatimuran?

1.3 Tujuan Penelitian

(1) Untuk mengetahui sejarah dalam


gagrag wayang Jawatimuran.
(2) Untuk mengetahui corak dan makna
dalam wujud gunungan gagrag
Jawatimuran.

5
(3) Untuk mengetahui fungsi kayon atau
gunungan wayang Jawatimuran.
(4) Untuk mengetahui modifikasi
gunungan wayang gagrag
Jawatimuran.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wayang Jawatimuran


Wayang kulit Jawa Timuran memiliki
karakter khusus. Karakter tersebut berkaitan
dengan iringan atau instrumen pengiring,
bentuk wayang, susunan adegan, bahasa dan
penampilan dalang. Alat pengiring
pementasan wayang Jawa Timuran terdiri
dari seperangkat alat musik Jawa yang
disebut gamelan. Alat musik tersebut terdiri
dari: bonang babok, bonang penerus,
gambang, slenthem, kempul, kenong, saron,
siter, rebab, demung, gender, kendhang, dan
gong.

Kendhang Jawa Timuran berbeda


dengan Jawa Tengah. Kendhang Jawa
Timuran lebih panjang dan lebih

7
besar, sehingga kalau dipukul
berbunyi dong…dong….dong.
Berdasarkan bunyi kendhang tersebut,
wayang Jawa Timuran juga disebut
wayang cek dong. Cek berasal dari
bunyi kecrek, beberapa lempengan
logam yang disentuh dengan kaki dan
berbunyi crek….crek….crek,
kemudian diikuti bunyi kendhang
dong….dong….dong (Susilo,
2001:38).
Pementasan wayang Jawa
Timuran tidak pernah ketinggalan
dengan tari Remo. Tari Remo
merupakan tari khas Jawa Timur. Tari
tersebut selalu menghiasi pementasan
gaya Jawa Timur, seperti kesenian
Ludruk. Tari Remo disajikan pada
awal acara sebelum wayang dimulai.

8
Tari Remo ditarikan oleh penari
Remo putri dan putra. Selain tari
Remo, juga disajikan gendhing-
gendhing lancaran dan ladrang.
Bentuk wayang Jawa Timuran
kecil-kecil, mengembangkan bentuk
wayang Surakarta yang memang
berukuran lebih kecil dibanding
wayang gaya Yogyakarta. Demikian
pula dengan tokoh. Wayang kulit
Jawa Timuran memiliki tokoh-tokoh
khas seperti Besut, Klamatdarum, Pak
Mujeni, dan Pak Mundu. Tokoh-
tokoh tersebut tidak ditemui di
wayang Jawa Tengah, baik Surakarta
mapun Yogyakarta.
Bahasa wayang gagrag Jawa
Timuran seperti telah disinggung,
mennggunakan dialek Surabaya-an

9
dan sekitarnya atau Gerbang
kertasusila, yakni Gresik, Jombang,
Mojokerto, Sidoarjo, dan Lamongan.
Kosa kata khas Jawa Timuran seperti
koen, barek, arek, embong, logor,
molih, ndhok, dan sebagainya.
Sedangkan narasi atau vokal dalang
pada umumnya berbentuk bahasa
indah. Ciri menonjol vokal wayang
Jawa Timuran terletak pada nada yang
digunakan, yakni cenderung tinggi
(Parwoto, 1985:46).
Dalang wayang Jawa Timuran
pada waktu pentas berpenampilan
khas Jawa Timuran. Pada umumnya
mereka mengenakan blangkon Jawa
Timuran, bawahankain panjang atau
sewek, atasan beskap, tidak
mengenakan keris. Dalang wayang

10
kulit Jawa Timuran memiliki
penampilan yang khas Jawa Timuran.
Di samping perbedaan tersebut, di
dalam tubuh wayang kulit Jawa
Timuran terdapat versi atau cengkok
yang lebih beragam. Seperti telah
diuraikan, bahwa wayang kulit Jawa
Timuran memiliki sedikitnya 6
cengkok, yaitu cengkok Porong,
Malang, Surabaya, Lamongan,
Jombang, dan Mojokerto. Keenamnya
meskipun terikat dalam bentuk
wayang Jawa Timuran yang memiliki
ciri utama memakai bahasa dialek
Jawa Timuran, di dalamnya masih
memiliki keunikan-keunikan yang
beragam.
2.2 Gunungan

11
Gunungan merupakan salah satu
perwujudan karya seni dalam budaya
Jawa.Gunungan adalah salah satu karya seni
tradisional yang terdapat dalam wayang kulit
purwa.Secara etimologi kata purwa berasal
dari bahasa Sansekerta yang berarti pertama,
yang terdahulu. Dalam kamus lengkap bahasa
Indonesia menjelaskan bahwa pengertian
purwa adalah permulaan, awal, dahulu
(Hizair: 2013: 489). Selaras dengan yang
dikatakan Sri Mulyono (1987:5) berpendapat
bahwa kata ”purwa” berasal dari kata
”parwa”, yang artinya bagian dari cerita
Mahabarata, dengan demikian wayang purwa
adalah pertunjukan bayang-bayang yang
bersumber dari cerita Mahabarata dan
Ramayana. Berdasarkan pendapat tersebut,
maka pengertian wayang kulitpurwaadalah
wayang dengan bahan kulit (pipih / dua

12
dimensi) yang sumber ceritanya Ramayana,
Mahabarata, dan variannya (carangannya)
yang terdiri dari beberapa parwa.Wayang
kulit purwa di Jawa dikenal dengan
Gagrag.Istilah gagrag dipinjam dari istilah
Jawa yang artinya gaya (style), model yang
dimaksud gaya atau corak langgam
sebenarnya berurusan dengan bentuk suatu
karya seni.Padanan kata gagrag ini pada
bahasa Jawa antara lain langgam dan
cengkok, istilah langgam dan cengkok lebih
tepat digunakan untuk gaya yang berkaitan
dengan lagu, musik atau gending. Sedangkan
istilah gagrag lazim digunakan untuk
mengantikan istilah gaya suatu daerah
tertentu terutama yang berhubungan dengan
hal-hal yang bersifat visual, istilah
gagragtersebut antara lain digunakan dalam
wayang kulit.

13
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian yang akan dilakukan ini


menggunakan model penelitian kualitatif.
Menurut Idrus (2007:14), penelitian kualitatif
adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis dan lisan tentang orang-orang
atau perilaku yang dapat diamati. Oleh karena
itu, sifat penelitian kualitatif adalah
deskriptif, yaitu menggambarkan secara
mendalam tentang situasi atau proses yang
diteliti. Danandjaja (1990: 89) disebut juga
etnografi. Dijelaskan lebih jauh oleh Spradly
(1997:11), bahwa dengan etnografi peneliti
berupaya mendiskripsikan kebudayaan baik
secara implisit maupun eksplisit yang

14
terungkap melalui perkataan, tingkah laku,
dan berbagai artefak.

Penelitian ini, melalui desain penelitian


kualitatif akan dideskripsikan tentang
kekhasan pertunjukkan wayang kulit Jawa
Timuran yang pada akhirnya akan diperoleh
peta penyebaran wayang Jawa Timuran.
Deskripsi untuk menemukan kekhasan atau
cengkok dalang akan dipandu oleh teori
stilistika.

Penelitian ini menggunakan metode


wawancara dan studi pustaka. Wawancara
adalah proses memperoleh keterangan valid
dari narasumber yang terpercaya dan
menghasilkan suatu data yang valid dan bisa
dipertanggungjawabkan dengan landasan
tujuan penelitian. Narasumber dalam
penelitian ini yaitu dengan mewawancarai

15
dalang Jawa Timuran yaitu Dalang Ki
Surwedi Ki Wardono, yang sama-sama
berasal dari Mojokerto. Wawancara ini
dilakukan untuk mengetahui jenis corak dan
makna dalam gunungan wayang Jawa
Timuran.

16
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gunungan dan Aspek Sejarah


4.1.1 Pengertian Gunungan

Berbeda dengan wayang-wayang


lainnya, wayang kayon adalah sebuah
wayang yang penuh dengan beraneka macam
gambar/pahatan yang diterapkan sedemikian
rupa sehingga menjadi sebuah bentuk
perwujudan yang indah dan serasi dengan
pewarnaan merah kehitam-hitaman atau
gambar api yang berkobar, dan atau air
samudra yang kibiru-biruan. Makna dari
gunungan sendiri merupakan penggambaran
perjalanan sebuah kehidupan. Menurut ki
Surwedi, kayon atau gunungan ini
berhubungan dengan cerita agama-agama,
karena sejarah itupun sendiri wayang

17
dibawah oleh para wali. Gunungan
merupakan penggambaran kehidupan
manusia dengan semua godaan-godaan
syetan. Setiap bagian corak memiliki makna-
makna filosofi tersendiri. Berikut cuplikan
wawancara:

“Kayu atau kayon artinya hidup. Ularnya


itu penggambaran dari iblis ketika
pertama kali disuruh sujud menghormati
Adam gak mau. Makanya belum ada
apa-apanya adam belum diciptakan iblis
gak mau nyembah. (Sabtu, 16 Maret
2019: lampiran narasumber 2).”

4.1.2 Sejarah Gunungan

Wayang kayon juga disebut wayang


gunungan, karena bentuknya yang mirip
sebuah gunung. Wayang tersebut adalah
ciptaan Kanjeng Sunan Kalijaga tokoh wali
zaman keraton Demak. Hasil daya cipta
tersebut tersirat suatu ungkapan bergeloranya

18
semangat yang menuju ke satu cita-cita demi
keselamatan jiwa manusia untuk dapat
terhindar dari bencana karena nafsu yang tak
terkendalikan, dengan mensucikan diri
berdasarkan ke-Imanan. Ungkapan tersebut
kecuali tersirat pada susunan Candrasengkala
yang diperuntukkan sebagai data tahun di
buatnya wayang kayon itu, yang berbunyi:
“Geni dadi sucining jadad” (th. 1443 C), juga
sesuai dengan waktu sedang bergeloranya
penyebarluasan agama Islam yang dipelopori
oleh para Wali. Kata-kata “kayon” berasal
dari bahasa Arab “Al Khayu” yang artinya
hidup, atau berasal dari bahasa kawi “Kayun”
yang artinya karsa/karep/kehendak, atau
keinginan. Dengan demikian kata-kata kayon
sedikit banyak telah mengungkapkan pula
tujuan atau maksud yang terkandung di
dalam bentuk wayang tersebut, sehingga

19
dengan adanya kayon maka dapat diambil
kesimpulan bahwa siapapun yang masih
mempunyai keinginan berarti masih
mempunyai kehidupan. (buku pedalangan).

4.1.3 Ciri Khas Gunungan Wayang


Gagrag Jawatimuran
Gunungan dalam wayang gagrag
Jawatimuran adalah adanya dua ekor ular
naga yang saling membelakangi. Ular
tersebut merupakan penggambaran iblis.
Dimana merupakan penggambaran di Surga.
Seperti yang dikatakan oleh Ki Surwedi,
dalam wawancara tanggal 16 Maret 2019:
“Ciri khas tersebut adanya perbedaan
dimana tidak ada dalam gunungan
Solo, yaitu penggambaran iblis itu tadi.
Ada lagi kayon Kalau ingin
penggambaran iblis nyata silahkan ke
candi cetha, karanganyar. Sebelum itu
ke candhi soko ceritanya karakea.” (Ki
Surwedi)

20
“Itu memang corak sini, cerita
pedalangan jawatimuran kental dengan
cerita-cerita agama yang artinya
tauhid percaya dengan Allah.
Penggambaran gunungan di
Jawatimuran mengapa tidak ada
gambar yang lain selain tumbuhan dan
ular dll tersebut. Itu merupakan
penggambaran di Surga.” (Ki Surwedi)

4.2 Jenis Corak dan Makna Dalam


Gunungan Wayang Gageag
Jawatimuran

BANASPATI

PEPOHONAN

ULAR NAGA

GAPURA

GAPIT

RAKSASA

21
a. Isen-isen

Isen-isen merupakan wujud dari


keseluruhan dari bagian yang membangun
penciptaan corak dalam gunungan. Isen-isen
tersebut ada tujuh bagian yaitu pohon,
binatang, samudra, gapura, penjaga, warna-
warni cahaya, gapit. Tujuh bagian tersebut
dalam kehidupan melambangkan jumlah hari
yaitu minggu, senin, selasa, rabu, kamis
,jumat, sabtu dan juga dilengkapi dengan
kebutuhan sehari-hari. Di samping tujuh
bagian tersebut sama dengan jumlah hari,
akan tetapi sesuai dengan wujud pada kayon,
maka bagian-bagian tersebut juga berarti isi
yang ada pada kayon. (Supriyono, dkk,
2008:8)

b. Pohon

22
Gunungan Jawatimuran dapat ditemukan
salah satu corak yaitu pohon. Pohon dalam
kayon digambarkan selayaknya pohon yang
terdapat ranting yang bercabang disertai
dengan daun, bunga serta buahnya. Adapun
tafsir mengenai gambar pohon pada wayang
kayon baik dari segi nama atau sebutan
maupun arti yang terkandung di dalamnya,
antara lain pohon hidup yaitu sumber hidup,
pohon kebahagiaan yaitu sumber
kebahagiaan, pauh jenggi/puh jenggi yaitu
sumber keagungan, waringin sungsang yaitu
sumber hidup berada di atas, kalpataru adalah
sumber/induk keagungan/ keluhuran, pohon
purwaning dumadi adalah sumber asal mula
makluk hidup, pohon sangkan paran yaitu
sumber asal dan tujuan hidup. (Supriyono,
dkk, 2008:85).

23
Adanya buah-buahan berhubungan
dengan sumber hidup. Sumber kehidupan
untuk makhluk hidup dapat ditemukan dalam
lingkungan sekitar. Buah merupakan
lambangnya. Buah dapat dimakan. Ketika
seorang makan dia sudah memenuhi
kehidupannya. Selain itu, pohon dengan
buah-buahan tersebut menggambarkan
kejadian di surga ketika nabi Adam sebelum
diturunkan ke Bumi. Ini dikatakan oleh ki
Surwedi sebagai berikut:

“Banyak buah-buahan silahkan dimakan,


silahkan dipergunakan yang satu ini
mendekat saja jangan, buah kuldi. Lalu
dibisikkan yang membisiki bukan iblis.
Anda akan salah yang menurunkan Adam
itu dibisiki iblis. Yang membisiki itu setan.
Setan ini digambarkan banaspati. Tetapi
ketika menggoda Adam dia tidak
berbentuk kalo dalam agama islam. Dia
hanya bersuara.”

24
c. Ular Naga

Seekor ular besar (ular naga) yang


melilit pada pokok pohon.. Adapun tafsir
mengenai pohon dengan lilitan seekor ular
adalah sebagai lambang badan jasmani dan
rohkhani yang bersatu, yang diibaratkan
sebagai kayu mati rinambatan hardawalika
(Supriyono, dkk, 2008:85).

d. Raksasa

25
Dua raksasa Yang dimaksud penjaga
adalah dua raksasa di sebelah kanan dan
sebelah kiri gapura yang bersenjatakan
pedang dan perisai. Hal tersebut
menggambarkan nafsu manusia. Untuk dapat
memasuki gapura haruslah melalui dan
mengalahkan kedua penjaga pintu yang
terdiri dari dua raksasa sebagai lambang
nafsu indria. (Supriyono, dkk, 2008:85).

e. Banaspati

Banaspati merupakan penggambaran


setan yang ada di dunia ini. Setan dapat
menyerupai jin dan juga manusia. Selain itu,
makna dari banaspati dalam gunungan ini

26
yaitu sebagai lambing nafsu. Hal tersebut
dikemukanan oleh Ki Suwerdi, kutipannya
ada di bawah ini:

“Yang namanya setan itu bisa berwujud


jin dan berwujud manusia. Makanya
adanya neraka itu karena suguhane
banyu neraka iku badan wadabe
manungsa. Maknanya yang ada. Corak-
corak yang lain sama yang ada di Solo,
maknanya sama saja. itu penggambaran
nafsu-nafsu.”

f. Pintu Gerbang

Pada bagian bawah wayang kayon


terdapat pintu gerbang. Gambar pintu
gerbang tersebut menggambarkan pintu
masuk ke alam kebahagiaan abadi, yaitu
akhir sebuah kehidupan yang menjadi tujuan

27
setiap manusia yang hidup di alam ini.
(Supriyono, dkk, 2008:86)

g. Gapit

Gapit adalah tangkai untuk pegangngan


pada wayang agar wayang dapat digerakan
menurut kebutuhan serta dapat berfungsi
seperti apa yang diinginkan. Gapit pada
wayang kayon melambangkan daya berpikir
manusia pada saat hidup di dunia bahwa
manusia hidup di wajibkan untuk berusaha
sesuai dengan kemampuan masing-masing
agar tercapai apa yang di harapkan dan dicita-
citakan. (Supriyono, dkk, 2008:85).

28
h. Warna

Warna merupakan perwakilan dari


lambang keempat anasir. Keempat anasir
tersebut adalah tanah, api, air dan angin
(bumi, geni, banyu lan angin). Warna yang
ada di sisi lain diantaranya adalah warna
merah sebagai lambang api, warna biru
melambangkan air warna hitam atau coklat
melambangkan tanah, dan lain-lainya.
Dengan demikian pada wayang kayon
terdapat gambar-gambar yang dimaksudkan
untuk menggambarkan atau sebagai lambang
keempat anasir yang menyangkut terjadinya
manusia. Seperti yang dikatakan oleh Ki
Surwedi sebagai berikut:

29
“Merah berguna sebagai api, biru
berguna sebagai air, berguna sebagai
kayangan. Kalau disini orang sudah tau
ketika gunungan dibalik berwarna merah
itu adegan kayangan. Karena Dewa itu
terbuat dari api, sejenis jin. Kalau
kayangan di air sang hyang baruna ya
dibalik. Tapi biasanya merahnya banyak,
birunya sitok. Ya gapapa sitoke biru,
sitoke abang. Menggambarkan sang
hyang baruna itu dewa, kalo hijau
menggambarkan bahwa itu kerajaan
dilautan.”

i. Binatang

Binatang dan jenis unggas atau burung


yang hinggap di pohon. Tafsir Di bawah
pohon digambarkan adanya berbagai
binatang buas seperti macan, banteng dan

30
lainnya. Gambar binatang dan unggas atau
burung-burung yang bermacam-macam
adalah menggambarkan macam tingkatan
hidup yang terdapat di dunia ini. (Supriyono,
dkk, 2008:85)

 Corak berdasarkan bentuk dan Makna


Dalam Gunungan Wayang Gageag
Jawatimuran
a. Bilangan dua (2)

Bilangan dua tdalam gunungan, apabila


dihubungkan dengan lingkungan maka
melambangkan isi dunia (isen-isene donya).
Misalnya waktu yaitu siang dan malam, jenis
kelamin yaitu laki-laki dan perempuan,
tempat yaitu atas dan bawah, sisi yaitu kanan
dan kiri, kelakuan yaitu baik dan buruk,
hukum yaitu benar dan salah, rasa yaitu pahit
dan manis, suasana yaitu senang dan susah,

31
ukuran yaitu berat dan ringan, dan lain-
lainnya. (Supriyono, dkk, 2008:86)
b. Meruncing ke Atas
Bentuk keseluruhan kayon adalah
meruncing ke atas, hal tersebut dapat
diartikan bahwa semua kehidupan akhirnya
akan menyatu dan kembali menuju ke Yang
Satu, yaitu ke Yang Maha Kuasa.
(Supriyono, dkk, 2008:86)
Arah runcing

c. Segitiga
Menurut Supriyono (2008:86) bentuk
kayon setengah bagian atas adalah bentuk
segitiga yang mempunyai tiga sisi. Angka

32
tiga melambangkan perjalanan kehidupan,
yaitu permulaan, pertengahan, akhiran
(purwa, madya, wasana), yang artinya adalah
bahwa, kehidupan itu dari tidak ada, menjadi
ada, dan kembali menjadi tidak ada yang
lebih dikenal dengan istilah sangkan
paraning dumadi yaitu lahir, hidup dan mati.
Ucapan dalang pada saat wayang sumbar
khususnya dalang Jawatimuran, akan
menyebutkan tiga hal sebagai peringatan
terhadap musuh. Tiga hal peringatan tersebut
adalah sebagai berikut “pisan tak sepura,
pindho kalamerta, ping telu rad pengadilan”,
yang artinya pada saat bertempur di meda
perang, kekalahan pertama akan di maafkan,
kekalahan kedua anjuran untuk memilih maju
atau mundur, kekalahan ketiga berarti mati.

33
d. Segiempat

Bentuk kayon setengah bagian bawah


adalah segiempat yang menunjukan arah
kiblat, yaitu utara, selatan, timur, barat.
Dalam kehidupan melambangkan nafsu pada
diri manusia, yaitu aluamah, supiah,
mutmainah dan amarah (empat nafsu
manusia).

e. Segilima
Gunungan memiliki bentuk segilima
yang memiliki arti lima hal yang dimiliki

34
oleh agama islam. Lima hal tersebut yaitu
waktu sholat lima waktu yang harus
dilaksanakan oleh umat islam. Selain waktu
sholat, lima juga menandakan rukun islam
yang jumlahnya ada lima. Ketika islam
masuk ke tanah Jawa, gunungan yang
diciptakan oleh sunan Kalijaga dan sunan
Bonang digunakan untuk penyebaran agama
islam.

4.3 Fungsi Kayon atau Gunungan Wayang


Gagrag Jawatimuran

Kayon memiliki fungsi untuk


melambangkan dan menggambarkan
berbagai hal yang tidak dapat di wujudkan
secara nyata sehingga hanya merupakan
lambang dan gambaran-gambaran saja
(Supriyono, 2008:91). Adapun fungsi kayon
yaitu:

35
 Menandakan adanya kehidupan. Pada
saat kayon belum bergerak tanda belum
ada kehidupan dan sebaliknya pada saat
kayon bergerak tanda sudah ada
kehidupan.

Makna filosofi lain adanya gunungan dan


wayang Semar Baging dibelakangnya
memiliki gambaran ketika nabi Adam dan
Hawa masih di Surga, ketika gunungan sudah
digerakkan menandakan sudah adanya
kehidupan seperti yang dikatakan oleh Ki
Surwedi dibawah ini:

36
“Gambaran wayang jawatimuran ada
ditengah. Maknanya ia masih ada di
surga belum ada manusia. Karna belum
digerakkan. Kenapa ada semar bagong?
Itu biji hidup. Artinya disini itu pertama
yang dihidupkan kan semar. Bagong itu
cangkok. Adam kan satu, Hawa kan
cangkok. Kalo gak ada Adam kan gak ada
Hawa. Kalo gak ada Semar ya gak ada
Bagong. Hla ketika ada disurga, ketika itu
sebelum wayang dimainkan semar bagong
diambil oleh Tuhan. Diambilnya kemana?
Kalo dsini kan di kotak. Tapi artinya itu
diturunkan didunia dengan terpisah.
Diturunkan terpisah itu menurut paham
masing-masing. Ada yang mengatakan
Adam dipertumakan di Bukit Safa dan
Marwa dan ada yang lainnya. bertemunya
mereka digambarkan semar bagong itu
mau. Setelah semar bagong gunungan
ditarik ketepi itu tandanya sudah tidak
ada disurga lagi”

 Alih adegan atau beralih tempat, contoh


dari adegan jejer ke adegan bedholan, dari

37
adegan paseban njaba ke adegan perang,
dan lain-lainnya.
“Fungsinya banyak, pertama kayon.
Kayon itu berbentuk gunungan,
diibaratkan sebagai gunung. Kayon
sebagai kayu diibaratkan sebagai
kayu. Kayon sebagai hijab (tabir)
berfungsi sebagai hijab. Makanya
ganti suasana laa, geber nek neng
ludruk. Dalang njupuk kayon iku ana
karepe. Iku ana karepe ganti
adegan.”

 Alih pathet yang di bagi menjadi tiga


bagian, yaitu pathet Wolu, pathet Sanga,
pathet Serang (pedalangan Jawatimuran),
pathet Nem, pathet Sanga, pathet
Manyura (pedalangan Surakarta). Ketiga
pathet tersebut melambang kehidupan
manusia di masa kecil atau kanak-kanak,
di masa remaja, dan di masa tua. Hal ini
juga disampaikan oleh Ki Wardono seperti
yang ada pada kutipan di bawah ini:

38
“Fungsi gunungan menika damel
perpindhahan pathet, damel ngetokakae
wayang, nek wonten perpindhahan niku
ngginakaken gunungan. Yen sampun
langsung ditancepne malih.”

4.4 Perkembangan Modifikasi Gunungan


Wayang Gagrag Jawatimuran

Seiring dengan perkembangan jaman,


terdapat modifikasi atau hal-hal yang berubah
dalam gunungan wayang gagrag
Jawatimuran. Modifikasi atau perubahan
tersebut salah satunya terletak pada corak
yang ada pada gunungan. Pada jaman dahulu,
gunungan Jawatimuran hanya terdapat dua
corak saja yaitu hitam dan merah. Namun
sekarang corak itu telah berkembang menjadi
lebih banyak sebagai hasil dar kreatifitas
penciptanya. Hal terebut dikemukakan oleh
Ki Wardono, kutipannya ada di bawah ini:

39
“Asline jawatimuran rumiyin corakipun
namung ireng lan abang. Abang
pralambang geni, yen ireng niki namung
variasi kemawon.”
Ki Wardono juga ngengatakan bahwa
modifikasi lainnya yaitu berada pada jumlah
gunugan yang digunakan dalam pertunjukan
wayang Jawatimuran. Dahulu, seorang
dalang dalam mempertunjukkan wayang
hanya menggunakan dua gunungan saja.
Namun sekarang seiring perkembangan
jaman, gunungan yang digunakan lebih
banyak. Hal tersebut bertujuan agar
pertunjukan lebih menarik. Kutipan
pernyataan Ki Wardono tersebut ada di
bawah ini:
“Rumiyin gunungan cacahe namung 2.
Nanging saniki gumantung dhalange,
mulakne akeh-akeh dhalang niku
nggunakake gunungan kathah nggih
diencepne kabeh. Manut gebyare donya,

40
merga dados tontonan supaya para
penonton seneng,”

Selain itu, modifikasi bentuk. Bentuk


gunungan sekarang ada yang berbentuk
adanya lubang ditengah. Ini juga merupakan
sebuah modifikasi oleh seseorang Pak
Bambang Suwarno saat berkembang pesat
dalang Ki Manteb Sudarsono.
“Kalo sekarang itu ada yang seperti Solo
itu meniru aja. Yang sekarang itu,
gambaran kecil bolong itu gambaran pak
Bambang Suwarno masih baru. Sanggit
baru ketika pak Manteb berkembang
pesat. Pak Bambang banyak menggambar
menurut sanggitnya ternyata diiyakan oleh
para dosen. Dan mereka senang karena
gambarannya sangat bagus. Dan
penggunaannya tergantung kebutuhan
dalang.”

41
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Dudutan

Ragam corak dalam salah satu gunungan


digunakan sebagai pembelajaran yang luhur
untuk manusia dalam menjalankan hidup
didunia ini. Wayang mempunyai pralambang
bukan semata hanya untuk keindahan namun
ada sebuah tuntunan didalamnya yang harus
digali informasinya. Ada larangan, ada
pengingat, juga ada perintah yang dirangkum
rapi dalam wujud gunungan. Gunungan
wayang gagrag Jawatimuran memiliki ciri
khas dengan adanya penggambaran dua ekor
ular sebagai iblis.

5.2 Kritik dan Saran

Tulisan dalam makalah tentang


gunungan utamanya gagrag Jawatimuran

43
belum pernah ada yang menulis. Hanya saja
ditemukan sumber dari salah satu buku
pembelajaran dengan judul Pedalangan dan
itu belum fokus dalam satu pembahasan. Data
masih belum lengkap dan hal-hal lain masih
jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami
memerlukan coretan yang membangun, dan
bersifat informatif untuk dikembangkan lagi
supaya menambah wawasan dan lebih baik
dari sebelumnya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Heragooen, Randhita Yuka. 2009. Aspek-


Aspek Simbolik Gunungan Wayang
Kulit Purwa Gaya Surakarta. Fakultas
Ilmu Budaya. Universitas Indonesia:
Jakarta.
Supriyono, dkk. 2008. Pedalangan. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
Sabdho, Wahyuntoro. 2014. Makna Simbolis
lan Nilai FIlosofis Gunungan ing
Pagelaran Wayang Kulit. Fakultas
Bahasa Dan Seni. Universitas Negeri
Surabaya. Surabaya.

45
LAMPIRAN 1
TRANSKRIPSI WAWANCARA
NARASUMBER 1
Nama : Ki Wardono
Alamat : Jalan Goa Putih, Dusun Durung,
Desa Jiyu, Kecamatan Kutorejo,
Mojokerto.

1. Ciri khas gunungan wetanan menika


menapa?
Ingkang mbentenaken niku corakipun.
Antarane yogya, solo, bali, lsp sing
mbedakne corake. Kados niki wonten corak
rupa abang lan biru menika maknane yen
abang geni, yen biru menika saged geni saged
banyu.Asline jawatimuran rumiyin corakipun
namung ireng lan abang. Abang pralambang
geni, yen ireng niki namung variasi
kemawon.
2. Menapa kemawon jinis gunungan
jawatimuran?

46
Gunungan wayang jawatimuran menika
wonten kalih, gunungan lanang lan gunungan
wadon.
 Gunungan lanang: ibarat wong lanang
niku kesit.
 Gunungan wadon: bentuke luwih
mblendhuk. Ngibaratake wong wadon.
3. Menapa fungsinipun gunungan ing
pementasan wayang?
Damel perpindhahan pathet, damel
ngetokake wayang, nek wonten perpindhahan
niku ngginakaken gunungan. Nek sampun,
langsung di encepne malih. Tancepe
gunungan saben pathet niku nggih wonten
bentene, wonten sing miring ugi wonten sing
jejeg. (Wolujejeg, benten malih kalihan
nyanga).
4. Gunungan nalika pambuka menika
wonten tiga, wonten semar ugi bagong.
Menika maknanipun menapa?

47
Niku ciri khas saking wayang jawa
timuran. Dados mboten wonten ing
wayangan sanesipun.

5. Kadospundi ewah-ewahan gunungan


jawa timuran wekdal rumiyin lan
wekdal saniki?
- Rumiyin gunungan niku langkung alit-alit
tinimbang saniki. Dados, wayang niku
wiwit riyin sampun setunggal paket kalihan
gunungan. Gunungan menika wiwit riyin
sampun dipunginakaken ing wayangan.
- Rumiyin, gunungan cacahe namung 2.
Nanging saniki gumantung dhalange,
mulakne akeh-akeh dhalang niku
ngginakaken gunungan kathah. Nggiih di
encepne kabeh. Manut gebyare donya,
merga dados tontonan supaya para penonton
seneng.

6. Menapa makna saking gerakan


gunungan ingkang dipunmumet-
mumetaken?

48
Pralambang mbuukak donya, lajeng wonten
tiyang ingkang medal.

49
LAMPIRAN 2

TRANSKRIPSI WAWANCARA

NARASUMBER 2

Nama : Ki Surwedi, S.E


Alamat : Dusun Plumpung, Desa
Pringgodani, Kecamatan
Balongbendo, Kabupaten
Mojokerto.
1. Salebetipun gunungan wonten punika
wonten gambar-gambar kathah, punika
gadhah makna filosofi menapa?
Itu memang corak sini, cerita pedalangan
jawatimuran kental dengan cerita-cerita
agama yang artinya tauhid percaya dengan
Allah. Penggambaran gunungan di
Jawatimuran mengapa tidak ada gambar yang
lain selain tumbuhan dan ular dll tersebut. Itu

50
merupakan penggambaran di Surga. Kayu
atau kayon artinya hidup. Ularnya itu
penggambaran dari iblis ketika pertama kali
disuruh sujud menghormati Adam gak mau.
Makanya belum ada apa-apanya adam belum
diciptakan iblis gak mau nyembah. Kedua,
biasanya ada ular ada hewan juga itu
menggambarkan sudah hidup dunia ketika
adam diturunkan didunia. Iblis pasti ada, ada
baraspati juga itu penggambaran setan. Setan
kan tidak ada yang tau, setan itu hanya nama
sesungguhnya adalah perbuatan. Di Alqur’an
dikatakan syaiton yaitu perbuatan yang
merugikan diri dan orang lain. Setan itu
makhluk yang diberikan akal. Makhluk yang
diberikan akal oleh Tuhan yaitu ada dua.
Yaitu jin dan manusia. Yang namanya setan
itu bisa berwujud jin dan berwujud manusia.
Makanya adanya neraka itu karena suguhane

51
banyu neraga iku badan wadabe
manungsa.Maknanya yang ada. Corak-corak
yang lain sama yang ada di Solo, maknanya
sama saja. itu penggambaran nafsu-nafsu.

“Kuwi pancen corake kene, cerita


pedhalangan Jawatimuran kenthel karo
crita-crita agama sing nduweni arti ngenani
tauhid kapercayan marang Gusti Allah.
Penggambaran gunungan Jawatimuran
nyangapa ora ana gambar liya saliyane
tanduran lan ula kasebut. Iku kalbu
penggambaran ing Suwarga. Kayu utawa
kayon artine urip. Ulane kuwi penggambaran
saka Iblis nalika kapisanan diutus sujud lan
ngormati Adam nanging ora gelem.
Kapindho, biasane ana ula lan ana kewan
liyane, kuwi nggambarake yen wis urip ing
donya nalika adam diturunake menyang
donya. Iblis mesthi ana, ana baraspati uga
nggambarake setan. Setan kan ora na sing
ngerti, setan kuwi mung jeneng, satemene
yaiku tumindak utawa lelakon. Ing Al-Qur’an
diandharake yen syaiton yaiku tumindak kang
ngrugekake awake dhewe uga wong liya.
Setan kuwi makhluk sing diwenehi akal.
Makhluk sing diwenehi akal dening Gusti

52
Allah ana 2, yaiku jin lan manungsa. Sing
jenege setan kuwi bisa awujud jin lan awujud
manungsa. Mula anane neraka kuwi merga
suguhane banyu neraka kuwi bdan wadabe
manungsa. Maknane sing ana. Corak-corak
sing liyane padha karo sing ana ing Solo,
maknane padha wae. Kuwi nggambarake
nepsu.”
2. Menapa ingkang dados ciri khas
gunungan wayang Jawatimuran?
Ciri khas tersebut adanya perbedaan
dimana tidak ada dalam gunungan Solo, yaitu
penggambaran iblis itu tadi. Ada lagi kayon
Kalau ingin penggambaran iblis nyata
silahkan ke candi cetha, karanganyar.
Sebelum itu ke candhi soko ceritanya
karakea. Kalau di cetha penggambaran satu
samudra muntana yang kedua gambaran pure
ya itu kalo disini masuk dalam ajaran agama
bibit hidup yang akan diturunkan dialam.
Sebelum dihidupkan diberi sandhangan hidup

53
ini banyak disekeliling kita milyaran. Bahkan
yang ada dalam diri laki-laki itupun milyaran
juga. Orang jawa mengataka bejijade
manungsa.
“Ciri khas kasebut anane pambeda ngenani
ora ana ing gunungan Slo, yaiku
penggambaran Iblis kuwi maeg. Ana maneh
kayon, yen pingin ngeti penggambaran iblis
kanthi nyata, menyanga Candhi Cetha
Karanganyar. Sadurunge kuwi meyang
candhi Soko ceritane karakea.Yen dideleng
kanthi cetha,penggambaran siji samudra
muntana sing kapindho gambaran pure, ya
kuwi yen ing kene mlebu ing pasionaon
agama bibit urip kang bakal diturunake ing
ngalam. Sawise diuripi diwenehi sandhangna
urip akeh ing sakiwa tengene adhewe ana
milyaran. Uga ana ing sajrone dirine wong
lanang iku uga milyaran. Yen wong jawa
narani bejijade manungsa.”
3. Jenis saking gunungan gagrag
Jawatimuran?
Kalau di Jawa Timur aslinya ya itu yang
ada ularnya, tapi disekitar ular itu bolong.

54
Yang itu cirikhas yang asli. Sekarang banyak
modofikasi soalnya itu sudah pembaharuan.
Kalo sekarang itu ada yang seperti Solo itu
meniru aja. Yang sekarang itu, gambaran
kecil bolong itu gambaran pak Bambang
Suwarno masih baru. Sanggit baru ketika pak
Manteb berkembang pesat. Pak Bambang
banyak menggambar menurut sanggitnya
ternyata diiyakan oleh para dosen. Dan
mereka senang karena gambarannya sangat
bagus. Dan penggunaannya tergantung
kebutuhan dalang.
“Yen ing Jawa Timur asline ya kuwi sing ana
ulane, nanging ing sakiwa tengene ula kuwi
bolong. Sing kuwi ciri khas sing asli.
Sekarang akeh modifikasi merga wis ana
pembaharuan. Yen saiki kuwi ana sing mirip
karo Solo, kuwi pancene niru.sing saiki kuwi,
gambaran cilik bolong kuwi gambaran Pak
Bambang Suwarno isih anyar. Sanggit anyar
nalika pak Manteb berkembang pesat. Pak
Bambang akeh nggambar miturut sanggite

55
ternyata diiyani dening para dhosen. Lan
dheweke seneg merga gambarane apik
banget. Sarta panganggone gumantung
kabutuwane dhalang.”
4. Dados punika nggih Pak, ingkang asli?
(menunjukkan gambar gunungan
jawatimuran)
Inikan penggambara iblis (menunjuk ular)
dan mengapa baraspati ada? Jin itu diciptakan
bersama dengan iblis. Karena iblis ini
jenisnya jin. Jin diciptakan oleh Tuhan dari
api yang tidak ada asapnya. Api yang
membara. Jin yang paling pandai
mengalahkan kepandaian malaikat ya iblis
itu. Makanya ketika ada penciptaan baru iblis
gak mau tunduk, karena dia sudah paling
pandai dan umurnya dari api saya diciptakan
dari api mengapa saya harus tunduk kepada
Adam. Gambar pendapa dua raksasa
Gambaran di surga. Ibarat malaikat penjaga,

56
malaikat- bait kala. Rumah ini dibawah iblis.
Disekitarnya penggambaran surga. Banyak
buah-buahan silahkan dimakan, silahkan
dipergunakan yang satu ini mendekat saja
jangan, buah kuldi. Lalu dibisikkan yang
membisiki bukan iblis. Anda akan salah yang
menurunkan Adam itu dibisiki iblis. Yang
membisiki itu setan. Setan ini digambarkan
banaspati. Tetapi ketika menggoda Adam dia
tidak berbentuk kalo dalam agama islam. Dia
hanya bersuara. Jadi rumah-rumah itu hanya
penggambaran tempat singgah. Adam dan
Hawa itu tidak sempat bertempat hanya
bersinggah. Adam ada disurga itu diibaratkan
ketika sudah waktunya ashar ke maghrib.
“Iki kan penggambaran iblis (nuduhake
gambar ula) lan ngapa banaspati ana? Jin
kuwi diciptakake bareng karo iblis. Merga
iblis iki jinis saka jin. Jin diciptakake dening
Tuhan sakageni sing ora ana beluke. Geni
sing mborap-mborap. Jin sing paling pinter

57
ngalahake kapinterane malaekat yaikuniblis.
Mula nalika ana penciptaan anyar, iblis ora
gelem tundhuk merga wis paling pinter lan
umure saka geni ngapa kudu tundhuk
menyang Adam. Gambar pendhapa 2
raksasa.
Gambaran ing suwarga. Ibarat malaekat
panjaga, malaikat bait kala. Omah iki
sangisore iblis. Ing sakiwa tengene
nggambarake suwarga. Akeh woh-wohan
oleh dipangan, oleh digunakake nanging sing
sijiiki nyedhak wae aja, woh kuldi. Banjur
dibisiki nanging dudu iblis sing mbisiki. Sing
mbisiki kuwi setan. Setan iki digambarake
kanthi banaspati. Nanging nalika nggodha
Adam dheweke ora mawujud yen sajrone
agama Islam. Dheweke mung nyuwara. Dadi
omah-omah kuwi mung penggambaran
panggon singgahe. Adam lan Hawa ora
sempat manggon, mung singgah wae. Adam
ana ing suwarga kuwi diibaratake nalika wis
wayahe ashar menyang magrib.”
5. Fungsi gunungan dalam pertunjukan
wayang?
Fungsinya banyak, pertama kayon. Kayon
itu berbentuk gunungan, diibaratkan sebagai

58
gunung. Kayon sebagai kayu diibaratkan
sebagai kayu. Kayon sebagai hijab (tabir)
berfungsi sebagai hijab. Makanya ganti
suasana laa, geber nek neng ludruk. Dalang
njupuk kayon iku ana karepe. Iku ana karepe
ganti adegan. Bisa juga sebagai angin,
berguna sebagai api, berguna sebagai air,
berguna sebagai kayangan. Kalau disini
orang sudah tau ketika gunungan dibalik
berwarna merah itu adegan kayangan. Karena
Dewa itu terbuat dari api, sejenis jin. Kalau
kayangan di air sang hyang baruna ya dibalik.
Tapi biasanya merahnya banyak, birunya
sitok. Ya gapapa sitoke biru, sitoke abang.
Menggambarkan sang hyang baruna itu
dewa, kalo hijau menggambarkan bahwa itu
kerajaan dilautan. Menapa makna lain?
Ya itu tadi, kalo dimaknakan kalo disana
itu ya itu. Gambaran wayang jawatimuran

59
ada ditengah. Maknanya ia masih ada di
surga belum ada manusia. Karna belum
digerakkan. Kenapa ada semar bagong? Itu
biji hidup. Artinya disini itu pertama yang
dihidupkan kan semar. Bagong itu cangkok.
Adam kan satu, Hawa kan cangkok. Kalo gak
ada Adam kan gak ada Hawa. Kalo gak ada
Semar ya gak ada Bagong. Hla ketika ada
disurga, ketika itu sebelum wayang
dimainkan semar bagong diambil oleh Tuhan.
Diambilnya kemana? Kalo dsini kan di kotak.
Tapi artinya itu diturunkan didunia dengan
terpisah. Diturunkan terpisah itu menurut
paham masing-masing. Ada yang
mengatakan Adam dipertumakan di Bukit
Safa dan Marwa dan ada yang lainnya.
bertemunya mereka digambarkan semar
baging itu mau. Setelah semar bagong
gunungan ditarik ketepi itu tandanya sudah

60
tidak ada disurga lagi. Jadi kehidupan didunia
sudah dimulai. Biasanya adegan itu kerajaan.
Karena disana aja panjang punjung. Setelah
berdoa menceritakan negara menceritakan
negara itu dan harapan raja supaya apa.
Dalang itu macam-macam ada yang paham
ada yang tidak, kalo adaadegan pertapan wah
ngaco.
“Fungsine akeh, sing kapisan kayon. Kayon
kuwi awujud gunungan, diibaratake
minangka gunungan. Kayon minangka kayu
diibaratake kayu. Kayon minangka hijab
(tabir) nfuweni fungsi minangka hijab. Mula
ganti swasana, bener yen ing ludryk.
Dhalang njupuk kayon iku ana karepa. Iku
ana karepe ganti adegan, bisa uga mnangka
angin, geni, banyu, lan khayangan. Yen ing
kene wong wis ngerti nalika gunungan
diwalik werna abang kuwi adegan kayangan.
Merga eda kuwi asale saka geni, sejinis karo
jin. Yen kayangan ing banyu Sang Hyang
Baruna diwalik. Tapi biyasane abanye akeh,
birune sijik. Ya orapapa sijine biru, sijine
abang. Nggambarake Sang Hyang Baruna

61
kuwi dewa. Yen ijo nggambarake yen kuwi
ing alam ing lautan.
Menapa makna sanesipun? Ya kuwi, yen
dimaknani neng kpno ya ngono kuwi.
Gambaran wayang Jawatimuran manggon
ing tengah. Maknane dheweke isih ana ing
suwarga durung ana manungsa merga
durung diobahake. Menyangapa ana semar
bagong? Kuwi wiji urip. Tegese ing kono
kuwi kapisanan sing diciptakake kan semar.
Bagong kuwi cangkoke. Adam kan siji, Hawa
kan cangkok. Yen ora ana Adam ora ana
Hawa yen ora ana Semar ora ana Bagong.
Hla nalika ing suwarga, nalika kuwi
sadurunge wayang dimainake semar bagong
dijupuk dening tuhan. Dijupuk menyang
ngendi? Yen ing kene kan ing kothak.
Nanging kuwi tegese diturunake menyang
donya kanthi kepisah. Diturunake terpisah
kuwi miturut pahame dhewe-dhewe. Ana sing
ngandharake yen Adam dipertemukan ing
Bukit Safa lan Marwa ana sing liyane.
Pethuke kalorone digambarake semar
bagong kuwi maeng. Sawise semar bagong
gunungan ditarik menyang pinggir kuwi
tandhane wis ora ing suwarga maneh. Dadi
panguripan ing donya wis diwiwiti. Biyasane
adegan kuwi kraton. Merga ing kono ana

62
panjang punjung. Sawise ndonga nyritakake
negara nyritakake negara kuwi lan
kekarepan raja supaya apa. Dhalang kuwi
macem-macem ana sing paham ana sing ora,
yen ana adegan pertapan wah ngaco.”
6. Selain fungsi yang sudah disebutkan
tadi, apa gunungan juga menunjukkan
perpindahan pathet?
Gantos pathet digambarkan tabir iku mau.
Tabir kan ganti suasana. Adegan itu tadi kana
ada adegan pathet disana-disana. Disana itu
bebarengan pergantian pathet. Pindahnya
pathet disini tidak ada aturan bakunya. Kalau
saya, pasti condong puncuknya kekiri. Tapi
ada juga yang sebagai filsafat kiri tengah
kanan. Menunjukkan matahari, itu perjalanan
waktu itu tergantung dalangnya. Kesenian itu
tidak ada batasnya, siapa yang mau apa saja
kreasi dari seniman ada yang menjaga ada
yang memaui itu sudah betul. Bahasa tidak

63
harus benar yang penting komunikatif. Hanya
orang-orang yang menggunakan bahasa benar
itu yang memang memang ingin
mempelajarinya.
“Gantos pathet digambarake tabir kuwi
maeng. Tabira kan ganti swasana. Adegan
kuwi maeg merga ana adegan pathet ing
kono-kono. Ing kono kuwi bareng karo
pergantian pathet. Pindhahe pathet ing kene
ora ana aturan bakune. Yen aku, emsthi
condhong pucuke meyang kiwa. Ning uga
ana saperangan filsafat kiwa tengah tengen.
Nuduhake arah matahari, kuwi perjalanan
wektu iku gumantung dhalange. Kesenian
kuwi ora ana watesane, sapa sing arep kreasi
saka seiman ana sing njaga ana sing
nggelemi kuwi wis pener. Basa ora kuwu
bener sing penting komunikatif. Mung

64
pawonga sing nggunakake basa sing ber
kuwi sing bener-bener nyinaoni.”
7. Munculnya gunungan dalam wayang
gagrag Jawatimuran?
Hla itu, saya belum tau dari pada keliru
menjelaskan malah jadi informasi yang salah.
“Hla kuwi, aku ora ngerti tinimbang sakah
anggonku njlentrehake malah dadi informasi
sing salah,”

65
LAMPIRAN 3

BUKTI OBSERVASI

66

Anda mungkin juga menyukai