Anda di halaman 1dari 305

ANALISIS GAYA BAHASA PADA GEGURITAN

DALAM MAJALAH DJAKA LODANG


EDISI 3 OKTOBER 2015 - 2 APRIL 2016

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Dyah Nur Lailyana
NIM 122160109

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2017

i
ii
iii
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Dyah Nur Lailyana

NIM : 122160109

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

dengan ini saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar

hasil karya sendiri, bukan plagiat karya orang lain, baik sebagian maupun

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Apabila terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil plagiat, saya

bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan oleh Universitas

Muhammadiyah Purworejo.

Purworejo, 7 Maret 2017

Dyah Nur Lailyana

iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
1. Segala yang pernah dilalui jadikanlah suatu pengalaman, segala yang sedang
dilalui adalah kenyataan, dan segala yang akan dialui adalah harapan dan cita-cita.
(Fitriyani)
2. Ketika kita dihadapkan pada suatu masalah, siapkan diri kita untuk hasil (takdir)
yang paling buruk. (Fitriyani)
3. Kawula mung saderma, mobah-mosik kersaning Gusti.
“Lakukan yang kita bisa, setelahnya kita serahkan kepada Tuhan” (Wijaya)

PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku yang selalu memberikan
dukungan, dan doanya, serta kasih sayangnya.
2. Kakakku tercinta khususnya Arif Santosa dan
Muhammad Sholikhin Mughoni yang selalu
memberikan semangat dan mendukung dalam
menyusun skripsi ini.
3. Kamu yang selalu ada untuk mendoakan, dan
memberikan motivasi, Herman.
4. Teman serta sahabatku Uty dan Fitri yang selalu
menemani dan selalu ada disaat suka ataupun
duka, Ratri dan Dona yang telah memberikan
semangat dan memberikan curahan ilmu dan
selalu menemani saat bimbingan.
5. Teman-teman angkatan 2012, khususnya kelas
8C PBSJ yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, terima kasih atas kebersamaannya
selama 4,5 tahun.
6. Semua sahabatku yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu yang telah memneri semangat,
motivasi dan doa.

v
PRAKATA

Alhamdullilah, seiring dengan untaian pujian dan syukur atas rahmat dan

karunia yang telah diberikan Allah Swt. Atas segala nikmat dan karunia yang tak

ternilai sehingga penyusunan skripsi dengan judul Analisis Gaya Bahasa pada

Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016

sekarang ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini merupakan tugas wajib yang ditempuh mahasiswa sebagai

tugas akhir studi di Universitas Muhammadiyah Purworejo jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Jawa. Dalam skripsi ini, saya sangat menyadari kekurangan dan

keterbatasan untuk mencapai kesempurnaan, sehingga keberhasilan sangat sulit

tercapai tanpa adanya bimbingan dan motivasi dari beberapa pihak, untuk itu saya

ingin menyampaikan rasa hormat serta ucapan terimakasih yang tak ternilai

kepada:

1. Drs. H. Supriyono, M.Pd., Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Purworejo, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan studi di Universitas Muhammadiyah Purworejo.

2. Yuli Widiyono, M.Pd., Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah

Purworejo, yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada penulis

mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

vi
3. Rochimansyah, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa

dan Sastra Jawa, yang telah memberikan perhatian dan dorongan sehingga

penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Aris Aryanto, S.S., M. Hum., selaku pembimbing I yang telah

mengkoreksi dan memberikan saran.

5. Zuli Qurniawati, S. Pd., M. Hum selaku pembimbing II yang telah

mengkoreksi dan memberikan saran.

6. Keluarga, Sahabat, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan

dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam

meyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Peneliti hanya dapat berdo‟a semoga Allah Swt memberikan rahmat dan

karunia-Nya sebagai balasan atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti khususnya dan para pembaca

umumnya.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Purworejo, 28 Februari 2017

Penulis

Dyah Nur Lailyana

vii
ABSTRAK

Dyah Nur Lailyana. “Analisis Gaya Bahasa Pada Geguritan Dalam Majalah
Djaka Lodang Edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016”. Skripsi. Pendidikan Bahasa
dan Sastra Jawa. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah Purworejo. 2017.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) jenis gaya bahasa
berdasarkan langsung tidaknya makna pada geguritan dalam majalah Djaka
Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Sumber data penelitian yaitu geguritan pada majalah Djaka Lodang.
Data penelitian adalah kutipan-kutipan dalam rubrik geguritan majalah Djaka
Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016. Teknik pengumpulan data ini
menggunakan teknik simak-catat. Instrumen penelitian adalah human instrument
dengan dibantu buku tentang sastra dan puisi serta kartu pencatat data. Teknik
analisis data menggunakan content analysis. Penyajian hasil analisis digunakan
metode informal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rubrik geguritan pada majalah Djaka
Lodang mengandung gaya bahasa dan makna-makna tertentu, gaya bahasa yang
digunakan antara lain yaitu gaya bahasa berlangsung tidaknya makna pada
geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016. Gaya
bahasa berlangsung tidaknya makna meliputi: (a) 11 indikator asonansi, 3
indikator litotes, 2 indikator hiperbol, (b) gaya bahasa kiasan meliputi: 9 indikator
simile, 11 indikator personifikasi, 5 indikator sinisme.

Kata kunci: geguritan, gaya bahasa, majalah Djaka Lodang

viii
SARIPATI

Dyah Nur Lailyana. “Analisis Gaya Bahasa Pada Geguritan Dalam Majalah Djaka
Lodang Edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016”. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa. Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2017.
Ancasipun panaliten inggih menika kangge ngandharaken: (1) jinising
gaya bahasa wonten salebeting geguritan kalawarti Djaka Lodang edisi 3 Oktober
2015 - 2 April 2016. Jinising panaliten punika inggih panaliten deskriptif
kualitatif. Sumber dhata panaliten inggih punika geguritan wonten kalawarti
Djaka Lodang. Dhata panaliten inggih punika kutipan-kutipan wonten salebeting
geguritan kalawarti Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016. Teknik
pangempalan dhata ngginakaken teknik simak-catat. Instrumen panaliten ingkang
dipunginakaken inggih punika pangripta human instrument ingkang dipunbiyantu
kaliyan buku-buku babagan sastra lan analisis geguritan sarta kartu pencatat
dhata. Teknik analisis dhata wonten ing panaliten punika ngginakaken content
analysis. Teknik penyajian analisis dhata inggih punika ngginakaken teknik
penyajian informal.
Asil panaliten dhata tinemu bilih rubrik geguritan wonten ing majalah
Djaka Lodang ngemot gaya bahasa lan makna-makna geguritan. Gaya bahasa
ingkang dipunginakaken inggih punika gaya bahasa miturut langsung mboten
makna inggih punika gaya bahasa retoris awujud: (a) 11 indikator asonansi, 3
indikator litotes, 2 indikator hiperbol, (b) lan gaya bahasa kiasan inggih punika
awujud: 9 indikator simile, 11 indikator personifikasi, 5 indikator sinisme.

Tembung Wos : geguritan, gaya bahasa, majalah Djaka Lodang

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
PERNYATAAN ............................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PRAKATA ...................................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
SARIPATI ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 7
C. Batasan Masalah ......................................................................... 8
D. Rumusan Masalah ........................................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 9
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEROETIS


A. Kajian Teoretis ............................................................................. 11
1. Sastra ...................................................................................... 11
a. Pengertian Sastra.............................................................. 11
b. Fungsi Karya Sastra ......................................................... 12
2. Puisi Jawa .............................................................................. 13
a. Pengertian Puisi Jawa Modern (Geguritan)..................... 13
b. Jenis Puisi Jawa ............................................................... 15
3. Stilistika ................................................................................. 17
a. Pengertian Stilistika ......................................................... 17
b. Gaya Bahasa .................................................................... 18
c. Jenis-jenis Gaya Bahasa................................................... 19
d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna... 20
4. Hermeneutik........................................................................... 37
B. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian ............................................................................ 43
B. Sumber Data dan Data ................................................................. 43
C. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 44
D. Instrumen Penelitian .................................................................... 45
E. Teknik Analisis Data ................................................................... 46
F. Teknik Keabsahan Datas ............................................................. 46

x
G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ......................................... 48

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA


A. Penyajian Data ............................................................................ 49
B. Pembahasan Data ........................................................................ 76

BAB V PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 255
B. Saran ........................................................................................... 255

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 257


LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kartu data untuk mencatat gaya bahasa ......................................... 45


Tabel 2 : Gaya Bahasa Retoris Pada Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang
Edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016 ................................................. 50
Tabel 3 : Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada
Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 3 Oktober 2015-
2 April 2016 ..................................................................................... 61

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: SK Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi


Lampiran 2: SK Penetapan Dosen Penguji Skripsi
Lampiran 3: Kartu Bimbingan Skripsi
Lampiran 4: Rubrik Geguritan dalam Majalah Djaka Lodang
Edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan sebuah hasil kreativitas seorang yang memiliki

unsur keindahan. Sebuah karya sastra tercipta dari pengalaman-pengalaman hidup

seorang pengarang. Pengalaman itu berupa peristiwa atau masalah-masalah yang

menarik disekitar pengarang sehingga memunculkan suatu ide-ide dan imajinasi

yang dituangkan atau diekspresikan dalam sebuah tulisan yang indah dan

imajinatif yang disebut dengan karya sastra. Keindahan sebuah karya sastra

terletak pada isi yang terkandung di dalamnya dan pilihan bahasa yang digunakan

dalam bahasa tersebut yang bersifat metaforis dan imajinatif. Bersifat metaforis

dan imajinatif karena biasanya isi dalam karya sastra sangat melebih-lebihkan,

berupa imajinasi pengarang yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.

Dalam kesusastraan, sastra terbagi menjadi dua yaitu sastra tulis dan

sastra lisan. Sastra berhubungan dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk

mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu melalui pemikiran secara

imajinatif. Karya sastra imajinatif adalah karya sastra yang menonjolkan sifat

khayali dengan menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat

keindahan agar karya sastra hidup. Maka akan tercipta suatu karya yang menarik

untuk dinikmati, dipahami, dan dipelajari sebagai tolak ukur untuk kehidupan

dalam masa mendatang. Kesusastraan dibagi dalam kategori sastra antara lain

berupa novel, syair, roman, cerbung, hikayat, cerkak, cerita rakyat, dongeng,

drama, cerpen, dan puisi (geguritan).

1
2

Puisi atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan geguritan merupakan salah

satu karya sastra yang merupakan perwujudan kreativitas buatan pengarang.

Dalam sebuah geguritan mengandung unsur keindahan yang sangat menarik

untuk dinikmati pembaca. Menurut Widayat (2011: 169) bahwa semula puisi

Jawa tradisional secara umum sangat menekankan berbagai ikatan masing-

masing. Misalnya tembang gedhe terikat pada aturan lampah, tembang tengahan

dan macapat terikat pada guru gatra, guru wilangan dan guru lagu dan

sebagainya. Geguritan merupakan jenis karya sastra yang paling pendek dan

paling bebas dibandingkan karya sastra lainnya. Hal ini karena geguritan dapat

saja berisi beberapa baris atau bahkan satu baris.

Seiring dengan banyaknya media yang dapat diakses dan semakin

majunya perkembangan zaman, masyarakat bukannya memahami geguritan

sebagai salah satu warisan budaya Jawa yang berbentuk tulis sebagai fenomena

dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terbukti geguritan semakin tidak dikenal

generasi muda maupun masyarakat. Kurangnya generasi muda yang mampu

membuat geguritan terkecuali seseorang yang mampu membuat karyanya

kemudian dipublikasikan di media masa. Pada kehidupan saat ini kebanyakan

generasi muda tidak bisa memahami isi yang terkandung dalam geguritan, karena

menggunakan bahasa Krama dan tidak sedikit geguritan menggunakan bahasa

rinengga.

Semakin berkembangnya zaman maka geguritan semakin tidak popular di

kalangan anak muda. Masyarakat beranggapan membaca geguritan hanya

menyita waktu yang lebih penting. Kurangnya sarana pendukung berupa kamus
3

dan latar belakang pada tingkat pendidikan pembaca yang berbeda-beda sehingga

masyarakat berfikiran yang cenderung pasif.

Menurunnya kapasitas pembaca geguritan disebabkan adanya

penggunaan ambiguitas dalam geguritan, kata-kata, frase, dan kalimat sering

mempunyai arti ganda apabila ejaan tidak lengkap dan menimbulkan banyak

ambigu. Simbol (perlambangan) untuk memperjelas makna dinyatakan oleh

Waluyo (2008: 102) bahwa perlambangan seperti halnya kiasan, perlambangan

digunakan penyair untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana

sajak menjadi lebih jelas sehingga dapat menggugah hati pembaca. Oleh sebab itu

diperlukan penggantian dengan benda lain, supaya lebih hidup, lebih jelas,dan

lebih mudah dibayangkan oleh pembaca.

Media penyampaian geguritan dapat dijumpai melalui media masa,

khususnya majalah berbahasa Jawa. Majalah tesebut tidak hanya Djaka Lodang,

tetapi seperti majalah Panjebar Semangat, Jaya Baya, Mekar Sari dan lain-lain.

Majalah Djaka Lodang merupakan majalah Mardika berbahasa Jawa

yang sudah berdiri sejak tanggal 1 Juni tahun 1971 sampai sekarang ini.

Pendirinya adalah Bapak Kusfandi dan Bapak Drs. H Abdullah Purwodarsono,

kantornya berada di Jl. Patehan Tengah no. 29 Yogyakarta. Setiap minggunya

menerbitkan satu majalah dan diterbitkan pada hari sabtu. Dalam penelitian ini

mengambil majalah Djaka Lodang yang satu majalah berisi 4 rubrik dengan

jumlah 96 judul geguritan. Geguritan tidak hanya dapat dikaji melalui gaya

bahasa, tetapi dapat dikaji melalui pencitraan, moral, diksidan lain-lain.

Peneliti memfokuskan pada gaya bahasa, karena pengarang menyisipkan kata-


4

kata yang mampu memadukan kemanisan secara puitis yang tersirat. Dari

karya pengarang yang berbeda-beda sehingga lebih menarik untuk diteliti

lebih jauh.

Gaya bahasa merupakan salah satu unsur yang menarik dalam sebuah

bacaan. Setiap pengarang mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam

menuangkan setiap ide tulisannya. Menurut Muljana dalam (Pradopo, 2014:94-

95) menyatakan bahwa gaya bahasa ialah susunan perkataan yang terjadi karena

perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis yang menimbulkan suatu

perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa itu menghidupkan kalimat,

memberi gerak pada kalimat dan menimbulkan reaksi tertentu terhadap pikiran

pembaca.

Adanya gaya bahasa kiasan maupun retoris. Menurut Keraf (2010:130-

145). Gaya retoris adalah gaya yang bertujuan menyatakan sesuatu pada makna

denotatifnya (makna sebenarnya) seperti aliterasi, asonansi, apostrof, apofasis,

litotes dan lain-lain. Sedangkan gaya bahasa kiasan adalah gaya yang digunakan

untuk membandingkan sesuatu dengan sesuatu lain dengan menunjukkan

kesamaan antara kedua hal tersebut seperti perbandingan atau simile, metafora,

alegori, personifikasi, alusi, dan lain-lain.

Selain ditemukan adanya gaya bahasa dalam majalah Djaka Lodang

edisi 2 Oktober 2015-3 April 2016 yang berjumlah 94 judul geguritan, juga

ditemukan adanya makna yang dapat memberi nilai positif yang dapat diambil

dan direalisasikan oleh pembaca dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya


5

geguritan yang berjudul Wuyung terdapat gaya bahasa personifikasi.

Kemudian sebuah pesan untuk pembaca bahwa cinta itu tidak harus memiliki.

1. Kutipan kalimatnya :

“Gawang-gawang esemmu cah bagus


Netramu… nyumunurake sih katresnan
Liringane gawe atiku trataban
Eman…
Esem kuwi
Netra kuwi
Dudu kanggo aku
Legawa atiku nyawang tan bisa duweni”

(Wuyung, DL,35/30/01/2016)

Terjemahan :
„Terbayang-bayang senyum lelaki tampan
Matamu. . . menyinarkan kasih sayang
Kerlingannya membuat hatiku berdebar
Akan tetapi. . .
Senyum itu
Mata itu
Bukan untukku
Pasrah hatiku hanya memandang tanpa bisa memiliki‟

Kutipan di atas menceritakan tentang kekaguman seorang wanita

terhadap lelaki karena seorang lelaki yang penyayang kepada wanita.

Walaupun hanya bisa memandang saja tanpa bisa memiliki itu sudah lebih

dari cukup baginya. Makna kutipan tersebut adalah terbayang akan seseorang

yang dikasihinya tetapi tidak bisa memiliki.

Geguritan yang berjudul Jaman Akhir terdapat gaya bahasa asonansi

dan adanya pesan bahwa jangan melakukan hal sifat buruk akan menambah

banyak dosa.

2. Kutipan kalimatnya :

“Lemah wis padha mlekah


Brongkah-brongkah nganti mrambah-mrambah
Dunya pancen wis rengka
6

Dunya iki pancen wis tua


Mangsane urip kanggo tata-tata
Aja seneng gawe bab ala

Nora gampang urip ing donya


Urip kang jare liyan pancen rekasa
Mula kanca ayo aja padha gawe gela lan cuwa”

(Jaman Akhir, DL, 29/19/12/2015)

Terjemahan:
„Tanah mengalami kekeringan
Bongkahan tanah melebar
Dunia ini sudah rapuh

Dunia ini sudah tua


Sudah saatnya hidup untuk bersiap-siap
Jangan senang membuat hal buruk

Tidak mudah menjalani kehidupan


Hidup yang menurut orang lain susah
Sehingga janganlah saling mengecewakan‟

Kutipan di atas menggambarkan bahwa dunia yang sudah

mulai tua dan rapuh. Saatnya manusia untuk bersiap-siap membawa

bekal menuju akhirat. Manusia diharapkan untuk bersikap dan

berperilaku sesuai dengan ajaran Tuhan yaitu memperbanyak

berbuat kebaikan dan mengurangi perbuatan yang buruk. Makna

kutipan di atas adalah nasihat kepada manusia agar menjalankan

perintah Tuhan untuk berbuat baik karena hidup di dunia hanya

sementara.

Banyaknya penggunaan gaya bahasa yang dipakai pengarang.

Penggunaan objek benda mati menurut pembaca satu dengan yang lainnya

menafsirkannya berbeda-beda Benda mati itu sifatnya mati, tetapi


7

pembaca lainnya menafsirkan benda mati diibaratkan layaknya aktifitas

manusia sehari-hari.

Gaya bahasa erat hubungannya dengan stilistika. Stilistika adalah ilmu

yang mempelajari gaya bahasa dengan mempertimbangkan bahwa aspek-

aspek keindahan sastra tergantung dalam pemanfaatan gaya bahasanya.

Menurut Nurgiyantoro (2014: 77) stilistika dibagi menjadi dua yaitu gaya

retorik dan gaya kiasan. Gaya retorik digunakan untuk menjelaskan dalam

bentuk pemajasan, penyiasatan struktur, citraan dan lain-lain. Gaya kiasan

digunakan untuk menjelaskan makna bukan sebenarnya.

Stilistika tidak hanya digunakan dalam geguritan, dapat digunakan

dalam novel, cerbung, cerkak, dan lain-lain. Jika diterapkan ke dalam

geguritan mengandung makna baik secara langsung maupun tidak langsung

yang berkaitan dengan makna konotatif, dan makna lugas.

Dari uraian tersebut peneliti tertarik untuk memfokuskan judul

Analisis Gaya Bahasa pada Geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3

Oktober 2015-2 April 2016, agar pembaca dapat memahami penggunaan

ragam gaya bahasa yang dipakai sehingga mereka mampu menangkap pesan-

pesan tertentu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dikemukakan

identifikasi masalah sebagai berikut :


8

1. Kurangnya perhatian masyarakat dan generasi muda khususnya terhadap

salah satu warisan budaya Jawa lisan sebagai fenomena sehari-hari karena

pengaruh adanya teknologi perkembangan zaman.

2. Menurunnya kapasitas pembaca geguritan semakin berkurang disebabkan

adanya penggunaan gaya bahasa dengan menggunakan ambiguitas, intuitif

atau bermakna ganda apabila ejaannya tidak lengkap, imajinatif meng-

gunakan simbol (lambang) untuk memperjelas makna dan nada sajak lebih

jelas, dari penjelasan tersebut sebagai langkah awal untuk membatasi

geguritan.

3. Kurangnya perhatian mengenai puisi jawa atau geguritan sebagai langkah

untuk diteliti lebih jauh hal ini menarik untuk diteliti dan minimnya peminat,

sehingga eksistensinya tidak lagi populer dikalangan masyarakat khususnya

kaum muda.

4. Adanya penggunaan gaya bahasa yang beragam pada geguritan menyebab-

kan sebuah ungkapan atau pemikiran pembaca yang berbeda-beda.

5. Geguritan yang terdapat dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober

2015- 2 April 2016 merupakan karya dari pengarang yang berbeda-beda

sehingga kemungkinan penggunaan gaya bahasa yang lebih beragam.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka

batasan masalahnya sebagai berikut:


9

Stilistika berdasarkan langsung tidaknya makna yang disebut gaya retorik

dan gaya kiasan terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3

Oktober 2015- 2 April 2016.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gaya bahasa yang terdapat pada majalah Djaka Lodang edisi 3

Oktober 2015- 2 April 2016?

2. Apa saja makna yang terdapat pada masing-masing geguritan dalam

majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015- 2 April 2016?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian yang berjudul Analisis Gaya Bahasa pada geguritan dalam

Majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016.

Bertujuan untuk :

Mendeskripsikan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang

disebut dengan gaya bahasa retoris dan kiasan yang terdapat dalam majalah

Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebagai berikut ini :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang

sastra, khususnya tentang gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna


10

yang terdapat pada geguritan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat

menambah kajian terhadap karya sastra yaitu analisis gaya bahasa pada

geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015- 2 April 2016.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dapat menambah referensi dan sebagai acuan untuk

penelitian selanjutnya khususnya untuk mahasiswa yang akan melaku-

kan penelitian yang tentang gaya bahasa.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan sastra dan ilmu

pengetahuan mengenai gaya bahasa dan juga menambah khasanah

penelitian sastra khususnya sastra Jawa.


BAB II
KAJIAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Sastra

a. Pengertian Sastra

Kesusastraan berasal dari kata dasar “sas” dan “tra”. Kata sastra

berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “sas” yang artinya mengarahkan,

sedangkan “tra” yang artinya sebagai alat atau sarana untuk mengajar,

buku pentunjuk, dan pengajaran (Endraswara, 2008 : 4). Sastra dapat

diartikan sebagai sarana untuk mengarahkan, alat mengajar, buku

petunjuk, dan buku instruksi atau pengajaran. Sejalan dengan hal

tersebut, Teeuw (2015 : 20) mengemukakan bahwa sarana untuk

mengajar tersebut dapat berupa alat-alat mengajar, buku petunjuk, dan

buku instruksi atau pengajaran.

Sastra sebuah karangan gambaran kehidupan masyarakat hasil

dari pengalaman seseorang dengan bahasa sebagai perantaranya (Semi

dalam Widayat, 2011: 9). Sejalan dengan hal itu, Purwadi (2009 : 3)

menyatakan bahwa sastra adalah karangan bahasa mengarah pada

konflik sosial budaya yang mendapat nilai positif dari masyarakat,

sehingga dipelihara. Karya sastra adalah ungkapan dari apa yang

disaksikan, dialami, dan dirasakan seseorang dimana pengalaman

tersebut merupakan hal yang menarik.

11
12

Sementara itu Daiches (dalam Nurhayati, 2012: 3) menyatakan

sastra merupakan suatu karya sastra untuk menyampaikan

pengetahuan dengan memberikan kenikmatan unik dan pengetahuan

untuk memperluas wawasan pembaca. Melalui sastra, pengarang

dapat menyampaikan pesan dan kesannya kepada para pembaca.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra

merupakan hasil kreatifitas pengarang untuk mengungkapkan pe-

rasaannya dengan penuh penghayatan. Sastra mempunyai sifat meng-

hibur dan memperkaya wawasan pembacanya.

b. Fungsi Karya Sastra

Menurut Horatius (dalam Ginanjar, 2012: 1) sastra memiliki

fungsi dulce et utile, dimana sastra memiliki fungsi ganda, yakni

menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya. Sastra meng-

hibur karena memberikan keindahan, memberikan makna terhadap

kehidupan. Karya sastra juga menjadi sarana untuk menyampaikan

pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca, baik

secara langsung maupun secara tak langsung. Menurut Wellek &

Werren (2014: 24) karya sastra berfungsi sesuai dengan sifatnya,

dibagi menjadi dua segi (kesenangan dan manfaat bukan hanya ada

melainkan saling mengisi. Ginanjar (2012: 57) berpendapat bahwa

fungsi karya sastra bagi kehidupan dibagi ke dalam lima kelompok,

antara lain: fungsi rekreatif, estetis, didaktif, moralitas, dan religius.

Fungsi rekreatif adalah karya sastra dapat memberikan rasa senang


13

bagi pembaca ketika membacanya. Fungsi estetis adalah karya sastra itu

indah dan memberikan keindahan bagi pembacanya. Fungsi didaktif

adalah karya sastra dapat diajarkan banyak pengetahuan dan nilai-nilai

kebenaran. Fungsi moralitas adalah karya sastra yang baik mengandung

nilai moral yang tinggi, sehingga pembaca dapat mengetahui moral yang

baik dan moral yang buruk. Fungsi religius adalah karya sastra

mengandung ajaran agama yang dapat diteladani pembaca. Menurut

Ismawati (2013: 3), sastra sebagai sesuatu yang dipelajari dapat berfungsi

sebagai bahan renungan dan refleksi kehidupan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi

sastra untuk menghibur dan memberikan manfaat kepada penikmatnya.

manfaat tersebut dapat berupa moral, pengetahuan, dan religi. Fungsi

sastra yang lain adalah mewariskan dan meneruskan tradisi suatu bangsa,

dimana sastra dapat diwariskan ke generasi berikutnya.

2. Puisi Jawa

a. Pengertian Puisi Jawa Modern ( Geguritan)

Menurut Purwadi (2007: 455) mengemukakan bahwa puisi

dalam sastra Jawa disebut geguritan gagrak anyar. Dimana terdapat

aturan-aturan seperti dalam tembang, parikan, wangsalan, dan

lainnya. Keindahan geguritan terletak pada isi yang digunakan

sebagai ekspresi perasaan seseorang.

Geguritan dalam bahasa Indonesia adalah puisi. Secara

etimologi. istilah puisi berasal dari bahasa Yunani Poeima „membuat‟


14

atau poesis „pembuatan‟, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau

poetry (Aminudin, 2014: 134). Melalui puisi, seseorang dapat

menciptakan suatu dunia tersendiri. Dunia tersebut dapat berisi pesan

maupun gambaran suasana tertentu. Penciptaan seni tersebut dengan

menyusun kata-kata berdasar syarat-syarat tertentu, seperti irama,

sajak, dan kiasan (Tarigan, 2015: 3).

Menurut Pradopo (2014: 7) puisi adalah ekspresi dari dalam

pikiran untuk membangkitkan perasaan dan dapat membangkitkan

imajinasi atau khayalan panca indra dalam susunan berirama.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa puisi merupakan sebuah alat

yang menghubungkan antara rasa yang dimiliki pengarang dengan

dunia luar melalui kata-kata yang indah.

Menurut Widayat (2011: 167) ada dua pendapat mengenai asal

kata guritan.

“Pertama, kata guritan berasal dari kata gurit mendapat


akhiran-an. Gurit berarti „tulisan‟ atau „pahatan‟ atau
„senandung‟. Kata nggegurit dapat berarti „menggubah puisi
atau bersenandung‟. Pendapat kedua, kata guritan terbentuk
dari kata gurita dan akhiran –an. Kata gurita berarti „tempat
tulisan dari kayu‟. Jadi guritan merupakan „pahatan tulisan
pada kayu”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

geguritan atau puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang

merupakan sebuah alat yang menghubungkan antara rasa yang

dimiliki pengarang dengan dunia luar melalui kata-kata yang indah.

Puisi berisi pesan dan gambaran suasana tertentu.


15

b. Jenis Puisi Jawa

1. Kekawin

Menurut Purwadi (2007: 435) kekawin dapat diartikan sebagai

syair. Orang jaman kuno yang pintar membuat kesusastraan

kekawin dinamakan kayya. Kekawin memiliki ciri-ciri dalam satu

bait terdiri dari empat baris dan tiap baris memiliki jumlah suku

katanya sama. Jadi kakawin adalah puisi pada zaman kuno yang

terdiri dari empat baris dan tiap baris memiliki jumlah suku kata

yang sama.

2. Parikan

Menurut Purwadi (2007: 446) parikan termasuk puisi. Kata

parikan ada hubungannya dengan kata pari, atau pantun. Puisi

Jawa yang berupa parikan ada hubungannya dengan pantun dalam

kesusastraan Indonesia. Akan tetapi parikan Jawa lebih bebas

daripada pantun. Parikan adalah kata-kata yang terbentuk dari dua

kalimat yang digabungkan menggunakan purwakanthi guru swara

dimana kalimat pertama adalah awalan sedangkan kalimat kedua

adalah isi (Widayat, 2011: 164). Dapat ditarik kesimpulan,

parikan adalah kalimat yang di dalamnya terdapat dua kalimat

yaitu awalan sebagai kalimat pertama, dan kedua sebagai isi.

3. Tembang

Menurut Padmasoekotja (1960: 25) tembang adalah karangan

atau rangkaian bahasa menggunakan aturan yang cara membacanya


16

harus dilakukan dengan seni suara. Sejalan dengan Purwadi (2007:

437) tembang merupakan puisi yang dinyanyikan. Dengan demikian,

tembang merupakan rangkaian bahasa yang dalam membacanya

dengan cara dinyanyikan.

4. Wangsalan

Menurut Widayat (2011: 160) wangsalan adalah bentuk

ungkapan yang dinyatakan melalui bentuk sejenis teka-teki yang

isinya berupa jawaban, dan dalam jawaban tersebut menyiratkan

dengan ungkapan tertentu. Menurut Purwadi (2007: 450)

wangsalan merupakan puisi yang sangat indah, karena susunan

kata-katanya berhubungan secara semu. Jadi wangsalan merupakan

ungkapan yang dinyatakan dalam sebuah teka-teki secara semu dan

memiliki isi atau jawaban.

5. Kidung

Menurut Padmosoekotjo (1960: 30) kidung adalah nyanyian

yang didalamnya terdapat bahasa Jawa Tengahan di dalam

tembang, yang kebanyakan lagu tengahan menggunakan guru

gatra, guru wilangan dan guru lagu. Menurut Purwadi (2007: 436)

pada jaman Majapahit akhir bahwa ada puisi yang disebut kidung.

Ciri-ciri kidung yaitu memiliki jumlah bait tetap dan jumlah suku

kata tiap baris tetap. Jadi kidung merupakan puisi yang

berkembang pada zaman akhir Majapahit dengan menggunakan


17

bahasa Jawa Tengahan yang terikat oleh beberapa aturan seperti

guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu.

3. Stilistika

a. Pengertian Stilistika

Menurut Endrawara (2013: 72) stilistika adalah ilmu yang

mempelajari atau membahas mengenai gaya bahasa suatu karya sastra.

Stilistika akan membangun aspek keindahan karya sastra. Jadi stilistika

adalah ilmu yang mempelajari gaya bahasa, karena gaya bahasa tidak

akan hidup, maupun berdiri sendiri tanpa adanya stilistika.

Bentuk-Bentuk Stilistika

Menurut Endraswara (2013: 73), stilistika terbagi menjadi dua

bentuk yaitu gaya retorik dan gaya kiasan.

1) Gaya retorik adalah gaya yang bertujuan menyatakan sesuatu pada

makna denotatifnya (makna sebenarnya) meliputi eufemismus,

paradoks, tautologi, polisidenton dan sebagainya.

2) Gaya kiasan adalah gaya yang digunakan untuk membandingkan

sesuatu dengan lain untuk menunjukkan kesamaan antara kedua hal

meliputi alegori, personifikasi, simile, sarkasme dan sebagainya.

Fungsi Puitis

Menurut Nurgiyantoro (2014: 110) fungsi puitis adalah isi pesan

pada bahasa yang digunakan pada puisi dan berkaitan dengan gaya

retoris. Jadi fungsi puitis berkaitan pada pesan yang terdapat dalam

puisi yang kaitannya dengan pesan dalam majas tersebut.


18

b. Pengertian Gaya Bahasa

Menurut Keraf (2010: 112) gaya dalam retorika disebut dengan

style. Style lalu berubah menjadi kemampuan dan kemahiran untuk

menulis kata–kata secara indah. Sejalan dengan Nurgiyantoro (2015:

370) stile dapat digunakan sebagai pemilihan ungkapan kebahasaan

digunakan untuk mewakili sesuatu untuk mencapai keindahan. Jadi

stile merupakan cara dalam menentukan atau memilih bahasa yang

digunakan untuk mengungkapkan suatu hal yang dirasa dapat

mewakili maksud dari pengarang sehingga menghasilkan bahasa yang

indah.

Menurut Nurgiyantoro (2014: 148) bahasa merupakan sarana

dalam kehidupan sehari-hari pada saat berkomunikasi. Menurut Keraf

(2010: 113) gaya bahasa sebagai pengungkapan imajinasi melalui

bahasa secara khas untuk memperlihatkan kepribadian pengarang. Jadi

gaya bahasa merupakan alat untuk menulis kata-kata yang indah,

secara umum kemampuan menulis seseorang baik atau buruknya

tergantung kepribadian masing-masing. Semakin baik keahlian

menulis gaya bahasanya maka dipandang orang baik, dan sebaliknya.

Dan bahasa merupakan sistem alat berkomunikasi dalam kehidupan

sehari-hari.

Menurut Tarigan (2013: 4) gaya bahasa adalah bahasa yang

indah yang digunakan untuk meningkatkan efek tertentu dengan cara

membandingkan benda yang satu dengan benda lain yang lebih umum.
19

Jadi gaya bahasa tersebut tidak hanya terpaku pada makna asal

melainkan dapat menimbulkan makna yang berbeda.

Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan gaya merupakan

kemampuan bagaimana seseorang menulis kata yang indah, sedangkan

bahasa adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik. Jadi

gaya bahasa merupakan gaya yang dimiliki masing-masing seseorang

dengan menuangkan berbagai idenya sesuai dengan karakteristik jiwa

masing-masing. Gaya bahasa dapat digunakan untuk membandingkan

benda satu dengan benda yang lain yang nanti sifatnya bisa

menyimpang dari makna sebenarnya.

c. Jenis-jenis Gaya Bahasa

Menurut Keraf (2010: 117-127) dilihat dari sudut bahasa atau

unsur-unsur bahasa yang digunakan, gaya bahasa dibedakan

berdasarkan penggunaan unsur bahasa antara lain :

1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata meliputi: gaya bahasa resmi,

gaya bahasa tak resmi, gaya bahasa percakapan.

2) Gaya bahasa berdasarkan nada meliputi: gaya bahasa sederhana,

gaya mulia dan bertenaga, gaya menengah.

3) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat meliputi: klimaks,

antiklimaks, pararelisme, anthitesis, repetisi.

4) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna meliputi: gaya

bahasa retoris dan gaya bahasan kiasan.


20

Dalam penelitian ini difokuskan untuk meneliti gaya bahasa ber-

dasarkan langsung tidaknya makna. Penelitian gaya bahasa berdasar-

kan langsung tidaknya makna sesuai dengan teori yang dikemukakan

oleh Gorys Keraf yang meliputi gaya bahasa retoris dan gaya bahasa

kiasan.

d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya

makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan

makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang

digunakan masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu

masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, berupa

makna denotatif berarti sudah memiliki makna yang berbeda.

Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna terbagai

menjadi dua macam yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.

1) Gaya Bahasa Retoris

Gaya bahasa retoris terdiri dari 21 macam antara lain:

a) Aliterasi

Menurut Keraf (2010: 130) aliterasi adalah gaya bahasa

berwujud perulangan konsonan yang sama. Sedangkan

menurut Tarigan (2013: 175) aliterasi adalah gaya bahasa

tersebut menggunakan kata-kata awal mulanya sama bunyinya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aliterasi

merupakan gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan


21

atau kata-kata. Perulangan ini dimaksudkan untuk penekanan

sehingga memperindah suatu karya.

b) Asonansi

Menurut Keraf (2010: 130) asonansi adalah gaya

bahasa perulangan dengan bunyi vokal yang sama. Sejalan

dengan Tarigan (2013: 176) asonansi adalah gaya bahasa

repetisi yang bunyinya dengan vokal yang sama.

Berdasarkan dari pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa asonansi gaya perulangan untuk mendapatkan efek

penekanan juga memiliki keindahan dalam suatu karya sastra.

c) Anastrof

Menurut Keraf (2013: 130) anastrof adalah gaya bahasa

retoris dimana mendapatkannya dengan pembalikan susunan kata

biasa dalam kalimat. Sejalan dengan Tarigan (2010:85) anastrof

atau infersi adalah gaya retoris dimana diperoleh dengan

pembalikan susunan kata biasa dalam kalimat.

Jadi kesimpulan bahwa anastrof adalah membalikan

susunan kata ini membuat kalimat yang dituangkan dalam

sebuah karya semakin menarik dan menunjukkan jiwa

kreatifitas pengarangnya.

d) Apofasis atau Prateresio

Menurut Keraf (2010: 130) apofasis atau prateresio

adalah gaya bahasa dimana penulis menegaskan sesuatu,


22

kemudian menyangkal. Sejalan dengan Tarigan (2013: 86)

apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa dimana pengarang

yang awalnya menegaskan sesuatu tetapi menyangkal.

Jadi kesimpulannya bahwa apofasis atau preterisio adalah

gaya bahasa digunakan pengarang untuk menegaskan sesuatu

tetapi menyangkal. Namun, sangkalan tersebut ditujukan atau

dimaksudkan untuk memamerkan sesuatu

e) Apostrof

Menurut Keraf (2010: 131) apostrof adalah gaya bahasa

dimana berupa pengalihan amanat dari hadirin kepada yang tidak

hadir. Menurut Tarigan (2013: 83) apostrof berarti

menghilangkan. Menghilangkan ini dimaksudkan agar tidak ada

yang tersindir

Jadi kesimpulannya bahwa apostrof adalah penggunaan

gaya bahasa ini untuk mengalihkan atau menghilangkan supaya

tidak dimaksudkan tidak menuduh orang lain

f) Asidenton

Menurut Keraf (2010: 131) asindenton adalah gaya

bahasa dimana bersifat padat dan mampat serta dihubungkan

dengan kata sambung. Sejalan dengan Tarigan (2013: 136)

asidenton adalah gaya bahasa dimana acuan padat dan jelas.

Gaya bahasa ini biasanya hanya dipisahkan oleh tanda baca

koma.
23

Kesimpulan di atas bahwa asindeton adalah gaya yang

sifatnya padat dan jelas. Dimana gaya bahasa ini hanya

dipisahkan oleh tanda koma.

g) Polisidenton

Menurut Keraf (2010: 131) polisidenton adalah gaya

bahasa dimana kebalikan dari asindenton dimana frasa dan

klauasa diikuti dengan kata sambung. Menurut Tarigan (2013:

137) polisidenton merupakan gaya bahasa dimana kebalikan

dari asidenton.

Disimpulkan bahwa polisideton merupakan gaya

berbahasa kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau

klausa secara berurutan dirangkai dengan menggunakan kata

sambung.

h) Kiasmus

Menurut Keraf (2010: 131) kiasmus adalah gaya bahasa

dimana terdiri dua bagian frasa atau klausa yang sifatnya

berimbang dan dipertentangkan dengan yang lain. Menurut

Tarigan (2013: 180) kiasmus adalah gaya bahasa perulangan dan

sebagai susunan hubungan antara dua kata dalam satu kalimat.

Disimpulkan bahwa kiasmus merupakan gaya bahasa

yang terdiri dua bagian baik berupa frasa maupun klausa yang

berimbang dan perulangan tersebut dipertentangkan satu sama

lain.
24

i) Elipsis

Menurut Keraf (2010: 132) elipsis adalah gaya bahasa

dengan cara menghilangkan unsur kalimat agar dapat

ditafsirkan oleh pembaca sehingga kalimatnya memenuhi pola

yang berlaku. Menurut Tarigan (2013: 133) elipsis adalah gaya

bahasa yang untuk menghilangkan kata-kata berupa kalimat

berdasarkan tata bahasa.

Kesimpulannya bahwa elipsis merupakan penggunaan

bahasa dengan cara menghilangkan suatu unsur kalimat agar

memudahkan pembaca untuk memahami sebuah kalimat.

j) Eufemismus

Menurut Keraf (2010: 132) eufemismus adalah ungkapan

halus untuk menggantikan acuan menyindir perasaan tidak

menyenangkan. Menurut Tarigan (2013: 125) eufemisme

berasal dari bahasa Yunani euphemizein berarti berbicara

dengan kata-kata yang jelas. Eufemismus merupakan ungkapan

halus tanpa merugikan orang lain.

Disimpulkan bahwa eufemismus untuk mengungkapkan

hal yang baik dan halus tanpa ada niat menghina atau

menyinggung serta berbicara dengan penuh kejelasan.

k) Litotes

Menurut Keraf (2010: 132) litotes adalah gaya bahasa

dimana bertujuan untuk merendahkan diri. Sejalan dengan


25

Tarigan (2013: 58) litotes adalah gaya bahasa yang

mengandung pernyataan untuk merendahkan diri.

Kesimpulannya bahwa litotes merupakan gaya bahasa

dengan cara merendakan diri. Gaya bahasa tersebut juga

menyenangkan orang lain.

l) Histeron Proteron

Menurut Keraf (2010: 132) histeron proteron adalah

gaya bahasa dimana kebalikan dari sesuatu yang logis. Sejalan

dengan Tarigan (2013: 88) histeron proteron adalah gaya

dimana dalam menulis digunakan untuk membalikkan sesuatu

yang logis.

Jadi histeron proteron adalah gaya bahasa untuk mem-

balikkan sesuatu yang logis. Penggunaan gaya bahasa ini

menggunakan bahasa yang tidak sewajarnya secara umum.

m) Pleonasme dan Tautologi

Menurut Keraf (2010: 133) pleonasme dan tautologi

adalah acuan yang menggunakan kata-kata berlebihan daripada

yang diperlukan untuk menyatakan ide. Sejalan dengan Tarigan

(2013: 28) pleonasme dan tautologi adalah acuan yang

menggunakan kata-kata banyak dari yang dibutuhkan untuk

menyatakan idenya.
26

Disimpulkan bahwa pleonasme dan tautologi adalah acuan

yang menggunakan kata-kata yang banyak daripada yang

dibutuhkan untuk menyatakan gagasan.

n) Perifrasis

Menurut Keraf (2010: 134) perifrasis adalah gaya bahasa

yang mirip dengan pleonasme yang menggunakan kata lebih

banyak dari yang dibutuhkan. Menurut Tarigan (2010: 31)

perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa perifrasis

adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme yang

menggunakan kata-kata yang sangat berlebihan.

o) Prolepsis atau Antisipasi

Menurut Keraf (2010: 134) prolepsis atau antisipasi

adalah gaya bahasa dimana orang menggunakan sebuah kata-

kata sebelum kejadian terjadi. Sejalan dengan Tarigan (2010:

33) antisipasi atau prolepsis adalah berasal dari bahasa Latin

“anticipatio” yang berarti sesuatu yang akan terjadi. Antisipasi

atau prolepsis merupakan gaya bahasa dimana menggunakan

kata-kata sebelum peristiwa terjadi.

Kesimpulannya bahwa antisipasi atau prolepsis adalah

penulis menggunakan kata-kata terlebih dahulu sebelum

peristiwa atau kejadian yang sebenarnya terjadi.


27

p) Erotesis

Menurut Keraf (2010: 134) erotesis adalah gaya bahasa

berupa pertanyaan yang digunakan dalam pidato dengan tujuan

penekanan yang tidak memerlukan jawaban. Sejalan dengan

Tarigan (2010: 130) erotesis adalah gaya bahasa isinya berupa

pertanyaan pidato untuk mencapai efek yang lebih mendalam

tanpa membutuhkan jawaban.

Disimpulkan bahwa erotesis adalah gaya bahasa Gaya

bahasa ini sering digunakan sebagai alat oleh para orator

dalam berpidato akan tetapi tidak memerlukan jawaban.

q) Silepsis atau Zeugma

Menurut Keraf (2010: 135) silepsis atau zeugma adalah

gaya bahasa dimana dua kontruksi menghubungkan sebuah kata

dengan dua kata lain yang salah satunya berhubungan dengan

kata pertama. Sejalan dengan Tarigan (2010: 68) zeugma dan

silepsis adalah gaya bahasa menggunakan dua kontruksi

dengan cara menghubungkan beberapa kata atau lebih kata

lain yang berhubungan dengan kata yang pertama.

Disimpulkan bahwa silepsis atau zeugma adalah gaya

bahasa menggunakan dua kontruksi dengan cara menghubung-

kan beberapa kata bahkan lebih yang berkaitan dengan kata

pertama.
28

r) Koreksio atau Epanortosis

Menurut Keraf (2010: 135) koreksio atau epanortosis

adalah gaya yang semula menegaskan sesuatu kemudian mem-

perbaikinya. Sejalan dengan Tarigan (2010: 34) koreksio atau

epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan

sesuatu kemudian memperbaiki mana yang salah.

Kesimpulannya bahwa koreksio atau epanortosis adalah

gaya yang semula menegaskan sesuatu kemudian mengoreksi

kesalahan yang terjadi.

s) Hiperbol

Menurut Keraf (2010: 136) hiperbol adalah gaya bahasa

digunakan untuk membesarkan sesuatu hal. Sejalan dengan

Tarigan (2010: 55) hiperbola berasal dari bahasa Yunani yang

berarti berlebihan dan diturunkan dari hyper disebut melebihkan

+ ballien yaitu melemparkan. Hiperbol adalah gaya bahasa yang

melebih-lebihkan situasi.

Disimpulkan bahwa hiperbol berasal dari bahasa Yunani

yang berarti berlebihan dan diturunkan dari hyper disebut

melebihkan + ballien yaitu melemparkan. Gaya bahasa ini

digunakan untuk membesarkan sesuatu hal dari semestinya.

t) Paradoks

Menurut Keraf (2010: 136) paradoks adalah gaya

bahasa berwujud pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta


29

yang ada. Sejalan dengan Tarigan (2010: 77) paradoks adalah

gaya bahasa berupa pertentangan nyata dengan fakta-fakta

yang ada.

Disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa per-

tentangan nyata dengan fakta-fakta yang ada. Pertentangan nyata

yang sesuai dengan fakta ini sehingga banyak menarik perhatian.

u) Oksimoron

Menurut Keraf (2010: 136) oksimoron adalah gaya

bahasa digunakan untuk menggabungkan kata-kata untuk

mencapai efek yang bertentangan. Menurut Tarigan (2010: 63)

kata oksimoron berasal dari bahasa Latin okys berati runcing +

moros berarti bodoh. Oksimoron adalah gaya bahasa yang

sifatnya bertentangan.

Kesimpulannya bahwa oksimoron berasal dari bahasa

Latin okys berati runcing + moros berarti bodoh. Oksimoron

adalah gaya bahasa dimana untuk menggabungkan kata-kata

untuk mencapai efek yang bertentangan.

2) Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan dibagi menjadi 16 macam antara lain:

a) Persamaan atau Simile

Menurut Keraf (2010: 138) persamaan atau Simile

adalah perbandingan yang bersifat langsung menyatakan hal

sama dengan yang lain. Sejalan dengan Tarigan (2013: 9)


30

perumpamaan adalah untuk membandingan dua hal yang

berbeda dianggap sama.

Disimpulkan bahwa persamaan atau simile adalah

perbandingan yang bersifat langsung menyatakan hal sama

dengan yang lain secara eksplisit yaitu dengan kata-kata:

seperti, sama, bagaikan, laksana dan sebagainya.

b) Metafora

Menurut Keraf (2010: 139) metafora adalah analogi

untuk membandingkan dua hal secara exsplisit dalam bentuk

yang singkat. Menurut Tarigan (2013: 14) metafora adalah

gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun

rapi.

Disimpulkan bahwa metafora adalah gaya bahasa

perbandingan secara langsung secara singkat, padat dan

tersusun rapi tanpa menggunakan kata bagaikan, bak dan

sebagainya.

c) Alegori

Menurut Keraf (2010: 140) alegori adalah cerita singkat

berwujud makna bukan sebenarnya. Menurut Tarigan (2013:

24) alegori adalah cerita yang mengandung sifat moral dan

spiritual. Menurut Keraf (2010: 140) parabel adalah

mengisahkan tokoh manusia yang mengajarkan sifat moral.

Sejalan dengan Tarigan (2013: 25) Parabel merupakan gaya


31

bahasa yang mengandung moral. Menurut Keraf (2010: 140)

fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia

binatang atau makhluk tidak bernyawa melakukan aktivitas

seperti manusia. Menurut Tarigan (2013: 24) fabel adalah cerita

mengenai dunia binatang yang dapat berbicara dan bertingkah

laku seperti manusia yang mengandung ajaran moral.

Disimpulkan bahwa alegori adalah cerita singkat yang

mengandung kiasan untuk memberikan amanat dan nasihat

kepada pembacanya. Sedangkan, parabel adalah kisah tokoh-

tokoh manusia yang mengandung tema nilai-nilai moral yang

ingin disampaikan pengarang kepada masyarakat. Kemudian,

fabel adalah metafora berbentuk cerita mengenai dunia

binatang atau makhluk yang tidak bernyawa bertindak seperti

manusia untuk menyampaikan ajaran moral atau budi pekerti.

d) Personifikasi

Menurut Keraf (2010: 140) personifikasi adalah gaya

bahasa kiasan dimana benda-benda mati mempunyai sifat sama

dengan manusia. Personifikasi atau Prosopopoeia menurut

Tarigan (2013: 17) berasal dari bahasa Latin persona berarti

seseorang yang memainkan dalam serial komedi atau drama.

Jadi personifikasi berasal dari bahasa Latin persona

berarti seseorang yang memainkan dalam serial komedi atau

drama. Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang


32

menggambarkan benda-benda seolah-olah seperti manusia yang

melakukan aktivitas sehari-hari.

e) Alusi

Menurut Keraf (2010: 141) alusi adalah gaya bahasa yang

berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat atau

peristiwa. Menurut Tarigan (2013: 124) alusi adalah gaya bahasa

secara tidak langsung ke suatu peristiwa pembaca harus mampu

memahami.

Kesimpulannya bahwa alusi adalah acuan yang berusaha

mensugestikan kesamaan antara orang, tempat atau peristiwa

dalam kehidupan nyata sehingga seseorang harus benar-benar

memahami hal tersebut.

f) Eponim

Menurut Keraf (2010: 141) eponim adalah gaya dimana

seseorang yang namanya dihubungkan dengan sifat tertentu

digunakan untuk menyatakan sifat itu. Sejalan dengan Tarigan

(2013: 127) eponim adalah gaya bahasa dimana nama

seseorang sering dihubungkan dengan sifat tertentu digunakan

untuk menyatakan sifat itu.

Disimpulkan bahwa eponim merupakan gaya bahasa

dengan memberikan nama yang dihubungkan dengan sikap

yang dimilikinya menunjukkan sifat yang dimiliki seseorang

tersebut.
33

g) Epitet

Menurut Keraf (2010: 141) epitet adalah gaya bahasa

digunakan menyatakan ciri yang khusus dari seseorang atau

sesuatu hal. Sejalan dengan Tarigan (2013: 128) epitet adalah

gaya bahasa dimana berupa acuan untuk menyatakan ciri khas

seseorang atau sesuatu hal.

Disimpulkan bahwa epitet adalah acuan yang

menyatakan ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal

dan acuan ini digunakan sebagai keterangan pengganti.

h) Sinekdoke

Menurut Keraf (2010: 142) sinekdoke adalah gaya

bahasa figuratif dimana menggunakan sebagian dari suatu hal

untuk keseluruhan (pars prototo) atau menggunakan

keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte).

Sejalan dengan Tarigan (2013: 123) sinekdoke adalah majas

dimana nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan atau

sebagian.

Kesimpulannya bahwa sinekdoke adalah majas dimana

nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan atau nama

sebagian untuk menggantikan keseluruhan.

i) Metonimia

Menurut Keraf (2010: 139) metonimia adalah gaya

bahasa untuk menyatakan hal lain, berupa pertalian yang dekat.


34

Menurut Tarigan (2013: 121) metonimia adalah gaya bahasa

dimana memakai nama dihubungkan dengan nama orang lain

atau hal lain.

Jadi, metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama

dikaitkan dengan nama orang atau hal lain yang memiliki suatu

kedekatan.

j) Antomasia

Menurut Keraf (2010: 142) antonomasia adalah gaya

bahasa dimana dari sinekdoke dengan pemakaian epitet untuk

mengantikan nama diri, jabatan, gelar. Sejalan dengan Tarigan

(2013: 129) antonomasia adalah gaya bahasa dimana bentuk

khusus dari sinekdoke untuk pemakaian epitet untuk

menggantikan nama diri, jabatan, atau gelar.

Disimpulkan bahwa antomsia adalah gaya bahasa dalam

bentuk khusus dari sinekdoke untuk pemakaian epitet untuk

menggantikan nama diri. Nama tersebut dapat menggantikan

nama diri, gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama

seseorang.

k) Hipalase

Menurut Keraf (2010: 142) hipalase adalah gaya bahasa

digunakan untuk menjelaskan kata yang harusnya digunakan

pada kata lain. Menurut Tarigan (2013: 89) hipalase adalah


35

gaya bahasa dimana kebalikan dari hubungan ilmiah antara dua

gagasan.

Kesimpulannya bahwa hipalase merupakan gaya

bahasa untuk menerangkan kata yang digunakan pada kata lain

dan gaya bahasa tersebut merupakan kebalikan ini suatu relasi

alamiah antara dua komponen gagasan.

l) Ironi

Menurut Keraf (2010: 143) ironi adalah gaya bahasa

untuk mengatakan sesuatu dengan maksud berbeda dari

rangkaian kata-katanya. Menurut Tarigan (2013: 61) ironi

adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan,

dengan maksud menghina. Menurut Keraf (2010: 143) sinisme

adalah gaya bahasa berupa sindiran menyinggung terhadap

ketulusan hati. Menurut Tarigan (2013: 91) sinisme adalah

gaya bahasa dimana mengandung sindiran ejekan terhadap

ketulusan hati. Menurut Keraf (2010: 143) sarkasme adalah

gaya bahasa berupa sindiran lebih kejam dari ironi dan sinisme.

Sedangkan menurut Tarigan (2013: 92) sarkasme adalah gaya

bahasa berupa sindiran kejam menyakitkan hati.

Kesimpulannnya bahwa ironi, sinisme dan sarkasme

memiliki kemiripan yaitu untuk menyindir orang lain. Namun,

memiliki kadar yang berbeda sehingga gaya bahasa untuk

memberikan kritikan orang lain nampak menyakitkan.


36

m) Satire

Keraf (2010: 144) menyatakan satire adalah gaya bahasa

untuk menertawakan atau menolak hal. Sejalan dengan Tarigan

(2013: 70) satire adalah ungkapan gaya bahasa untuk mener-

tawakan atau menolak sesuatu.

Disimpulkan bahwa satire merupakan gaya bahasa yang

bertujuan untuk menertawakan sebagai bentuk kritikan agar

memperbaiki kesalahannya.

n) Inuendo

Keraf (2010: 144) mengemukakan inuendo adalah

sindiran dengan mengecilkan keadaan yang sebenarnya.

Menurut Tarigan (2013: 74) inuendo adalah gaya bahasa ber-

wujud sindiran dengan mengecilkan kenyataan sebenarnya.

Kesimpulannya bahwa inuendo adalah gaya bahasa yang

berwujud sindiran dengan mengecilkan keadaan yang

sebenarnya sehingga tidak menyakiti perasaan orang lain.

o) Antifrasis

Menurut Keraf (2010: 144) antifrasis adalah gaya bahasa

sindiran berupa penggunaan kata dengan makna kebalikannya.

Sejalan dengan Tarigan (2013: 76) antifrasis adalah gaya bahasa

dimana menggunakan kata-kata dengan makna sebaliknya.

Disimpulkan bahwa antifrasis adalah gaya bahasa

dengan penggunaan kata yang memiliki makna berkebalikan.


37

Gaya bahasa ini berupa sindiran baik pada diri juga orang lain

secara berkebalikan.

p) Fun atau Paranomasia

Menurut Keraf (2010: 145) fun atau Paranomasia adalah

gaya bahasa kiasan dimana menggunakan kesamaan bunyi.

Sejalan dengan Tarigan (2013: 64) paranomasia adalah gaya

bahasa yang isinya berupa kata-kata yang memiliki kemiripan

bunyi tapi bermakna lain.

Disimpulkan bahwa fun atau paronomasia adalah gaya

bahasa kiasan dimana menggunakan kemiripan bunyi. Kemiripan

bunyi tersebut terdapat perbedaan yang besar pada maknanya.

4. Hermeneutik

Menurut Ratna (2015: 44) secara etimologis hermeneutika berasal

dari kata hermeneuein, bahasa Yunani berarti menafsirkan atau

menginterpretasikan makna. Hermeneutika merupakan metode yang paling

sering digunakan dalam penelitian teks sastra. Hermeneutik adalah teori

mengenai interpretasi makna sebagai sebuah pendekatan, karena pada

umumnya membahas hubungan teks sastra dan pembaca untuk mengetahui

lebih jauh bahasa yang digunakan. Secara lebih luas hermeneutik juga

berhubungan dengan objek puisi untuk membantu dalam menafsirkan bait

atau puisi untuk diketahui makna sesuai dengan konteks. Metode ini

dilakukan dengan cara membaca secara berulang-ulang dari awal sampai

akhir sehingga diketahui makna yang tersembunyi ada konteks. Pengarang


38

sengaja menyembunyikan makna agar pembaca berfikir dengan

pengetahuan untuk mencari makna di dalamnya.

Ricoeur (2012: 211) berpendapat bahwa hermeneutik merupakan

teori penafsiran interpretasi terhadap teks dan tanda-tanda yang lain yang

dianggap ada sebuah teks. (Teeuw dalam Nurgiyantoro 2015:49)

berpendapat bahwa hermeneutik adalah ilmu untuk memahami karya sastra

dan kebahasaan secara luas, cara kerjanya dengan pemahaman keseluruhan

berdasarkan unsur-unsurnya. Menurut Purwadi (2009: 17) teori hermeneutik

menjelaskan penafsiran terhadap karya sastra yang dilakukan oleh penafsir

karena di dalam karya sastra khususnya banyak tersembunyi suatu bahasa,

makna, maupun pesan yang ada dalam teks tersebut.

Dalam sebuah intepretasi sastra dapat dibedakan menjadi enam pokok

antara lain:

1. Seorang penafsir harus mempunyai pemahaman yang lebih dapat

mengungkapkan arti dari sebuah teks.

2. Penafsir harus berusaha menyusun kembali arti ceritanya. Dalam hal ini

penafsir berpedoman pada maksud dari pengarang seperti tampak dari

teks sendiri atau di luar teks.

3. Penafsir memahami teks dan kemudian menerapkannya teks yang baku

dan tidak terikat oleh waktu pada situasinya sendiri

4. Penafsiran dilakukan secara bertitik tolak pada pandangan sastra. Hal ini

dilakukan dengan menunjukkan arti teks yang pokok.


39

5. Penafsiran bertitik pada permasalahan seperti permasalahan psikologi

atau sosiologi. Demikian penafsiran bagian bukan kebenaran yang

ditampilkan akan tetapi pada kejelasan ada okok bidang

6. Penafsiran secara tidak langsung ditunjukkan dengan kemungkinan yang

terdapat dalam teks, sehingga pembaca dapat menafsirkan sendiri.

Jadi hermeneutik adalah penafsiran yang digunakan dalam karya sastra

seperti puisi karena terdapat banyak bahasa yang digunakan. Dalam bahasa

tersebut didalamnya mengandung banyak makna. Menginterpretasikan makna

dalam puisi dapat dilakukan dengan pembacaan secara berulang-ulang agar

diketahui makna seperti dengan konteks. Hermeneutik sebagai pendekatan

dalam semua karya sasta berbentuk teks ada umumya.

B. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian secara teoritis terhadap kerja

terdahulu, sehingga diketahui persamaan dan perbedaan yang khas antara

kerja yang terdahulu dengan kerja yang akan peneliti lakukan.

1. Novita Handayani (2012) dengan judul Analisis Gaya Bahasa Perulangan

dan Pemadatan Arti pada Antologi Geguritan “Garising Pepesthen” karya

R Bambang Nur Singgih. Universitas Negeri Yogyakarta.

Hasil penelitian berupa gaya bahasa perulangan aliterasi, asonansi,

anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.

Hasil penelitian juga menunjukkan adanya fungsi gaya bahasa perulangan

berupa fungsi intensitas, ekspresifitas, ritmis dan pemadatan arti.


40

Penelitian ini dengan penelitian Novi Handayani memiliki

persamaan yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa. Perbedaan terletak

pada objek dimana peneliti mengkaji gaya bahasa pada geguritan dalam

majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober - 2 April 2016. Sedangkan Novi

Handayani mengkaji gaya bahasa perulangan dan pemadatan arti pada

antologi geguritan “Garising Pepesthen” karya R Bambang Nur Singgih.

2. Eny Setyowati (2013) dengan judul Analisis Gaya Bahasa Kias dalam

Ketoprak Siswobudoyo “Sri Hunning Mustika Tuban”. Universitas Negeri

Yogyakarta.

Dari hasil penelitian berupa gaya bahasa kias yaitu perumpamaan,

hiperbola, dan personifikasi. Bahasa kias dalam cerita tersebut mempunyai

beberapa fungsi antara lain (a) menjelaskan gambaran, (b) melukiskan

perasaan tokoh, (c) memberikan penekanan penuturan atau emosi, (d)

memperindah bunyi atau penuturan, (e) konkritisasi, (f) menghidupkan

gambaran, dan (g) membangkitkan suasana tertentu

Penelitian ini dengan penelitian Eny Setyowati persamaan sama-

sama menganalisis gaya bahasa. Perbedaan terletak pada objek penelitian

yang dimana peneliti mengkaji gaya bahasa pada geguritan dalam majalah

Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016. Sedangkan Eny

Setyowati mengkaji analisis gaya bahasa kias dalam Ketoprak

Siswobudoyo “Sri Hunning Mustika Tuban”.


41

3. Rizky Maysaroh (2010) dengan judul gaya bahasa dalam cerbung

“Salindri Kenya Kebak Wewadi” karya Pakne Puri dalan majalah Panjebar

Semangat. Universitas Negeri Semarang.

Hasil penelitian berupa analisis bahasa figuratif menemukan empat

majas yang digunakan dalam cerbung Salindri Kenya Kebak

Wewadi yaitu majas simile, personifikasi, metafora, dan metonomia.

Konteks dan kohesi yang digunakan dalam cerbung tersebut berfungsi

untuk mengetahui hubungan antara kalimat serta memperjelas maksud

kalimat.

Penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Rizky Maysaroh

memiliki persamaan yaitu sama-sama mengkaji tentang penggunaan gaya

bahasa. Perbedaan terletak pada pada objek yang dikaji yaitu peneliti

mengkaji gaya bahasa pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang,

sedangkan Rizky Maysaroh mengkaji gaya bahasa pada cerbung “Salindri

Kebak Wewadi” karya Pakne Puri dalam majalah Panjebar Semangat.

4. Iva Avri Ana (2012) dengan judul Analisis Gaya Bahasa dalam Novel

“Teratak” karya Evi Idawati. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hasil Penelitian berupa gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat

yang meliputi: repetisi, anafora, mesodiplosis, antithesis. Gaya bahasa

bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna meliputi: simile, metafora,

ironi, personifikasi, sinentensia.

Penelitian ini dengan penelitian Iva Avri Ana memiliki persamaan

yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa. Perbedaan adalah Iva Avri Ana
42

mengkaji gaya bahasa pada Novel “Teratak” karya Evi Idawati,

sedangkan peneliti mengkaji gaya bahasa pada geguritan dalam majalah

Djaka Lodang.

5. Eka Nur Fidiyani (2012) dengan judul Analisis Pemajasan dalam kumpulan

Geguritan “Layang Pangentasan” karya Suryanto Sastroadmodjo.

Universitas Negeri Semarang.

Dari hasil penelitian menemukan enam majas yaitu majas

personifikasi, simile, metafora, sinekdoke, metonimia, dan alegori. Majas

yang mendominasi dalam geguritan karya Sastroatmodjo adalah majas

personifikasi. Fungsi majas untuk menghasilkan kesenangan imajinatif,

menghasilkan imajinasi tambahan, menambah intensitas perasaan, dan

untuk mengkonsentrasikan makna.

Penelitian ini dengan penelitian Eka Nur Fidiyani memiliki

persamaan yaitu sama-sama mengkaji gaya bahasa. Perbedaannya adalah

Eka Nur Fidiyani mengkaji gaya bahasa pada geguritan “Layang

Pangentasan” karya Suryanto Sastroadmodjo. Sedangkan peneliti

mengkaji gaya bahasa pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif

kualitatif. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif karena

bertujuan untuk memaparkan hasil penelitian yang berupa data kualitatif

Menurut Sugiyono (2014: 3) metode kualitatif digunakan untuk memperoleh

hasil data yang akurat, pada suatu data yang mengandung makna. Penelitian yang

akan dilakukan pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober

2015- 2 April 2016 adalah mendeskripsikan jenis gaya bahasa yang digunakan

pada geguritan kemudian menerjemahkan serta mencari makna pada masing-

masing geguritan

B. Sumber Data dan Data

Menurut Arikunto (2013: 172), sumber data adalah subjek dimana data

dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini yaitu rubrik geguritan dalam

majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016. Dari 96 pengarang

geguritan hanya 42 judul yang dapat dianalisis gaya bahasanya dan 54

pengarang mempergunakan bahasa umum.

Menurut Ratna (2015: 47), data pada penelitian sastra isinya kata-kata,

kalimat dan wacana. Data dalam penelitian ini adalah kutipan-kutipan dalam

rubrik geguritan majalah Djaka Lodang edisi 2 Oktober 2015-3 April 2016

dengan jumlah 96 judul dan 42 judul geguritan berupa bait-bait puisi yang

43
44

didalamnya terdapat penggunaan gaya bahasa. Selain itu juga berupa kutipan

geguritan yang didalamnya mengandung makna tertentu.

C. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2014: 62) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data adalah

langkah paling tepat dalam penelitian, mempunyai tujuan utama dari penelitian

adalah memperoleh data.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik simak-catat.

1. Teknik Simak-Catat

Menurut Subroto (1992: 41) teknik simak adalah teknik dilakukan

dengan cara menyimak pada penggunaan bahasa lisan yang bersifat spontan

dan melakukan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran

dan tujuan penelitian. Penggunaan teknik simak dimaksudkan agar peneliti

memperoleh data yang akurat. Simak yang dilakukan dengan cara membaca

kritis rubik geguritan pada majalah Djaka Lodang dalam yang selanjutnya

diinterpretasikan ke dalam kartu pencatat dan menggolongkan ke dalam

variabel yang dicari yaitu jenis gaya bahasa, kutipan dan terjemahan.

Teknik catat yang dimaksud adalah melakukan pencatatan secara

akurat dan teliti terhadap data yang relevan tepat pada sasaran dan tujuan

penelitian (Subroto, 1992: 42). Adapun penggunaan teknik catat dalam

penelitian ini yaitu dengan mencatat data-data yang termasuk ke dalam

gaya bahasa pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang. Pada saat
45

penyimakan terdapat kutipan yang mengandung gaya bahasa akan

mempermudah peneliti dalam mengelompokkan data.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah

(Arikunto, 2013: 203). Instrumen dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan

human instrument yang dibantu dengan buku tentang sastra dan puisi serta kartu

pencatat data berfungsi mencatat data-data yang diperoleh dari rubrik geguritan

pada majalah Djaka Lodang. Menurut Sugiyono (2014 : 222) dalam penelitian

kualitatif ,yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri.

Tabel 1
Kartu data untuk mencatat gaya bahasa

Judul
No. Jenis Gaya Bahasa Kutipan dan Terjemahan
Geguritan

Keterangan tabel:

No. : Merupakan nomor urut dari data yang diambil.

Jenis gaya bahasa : Merupakan data yang valid yang masuk ke dalam

gaya bahasa yang digunakan pada masing-masing

geguritan

Kutipan dan Terjemahan : Hasil dari data geguritan yang diambil kemudian di

terjemahkan apa maksud hasil dari kutipan tersebut


46

Judul geguritan : Penggolongan data yang akan diambil sebagai objek

yang di analisis

E. Teknik Analisis Data

Menurut Ismawati (2011: 81) content analysis adalah sebuah teknik

penelitian untuk membuat inferensi-inferensi dengan mengidentifikasi secara

sistematik dan objektif karakteristik–karakteristik khusus dalam sebuah teks.

Lebih lanjut, dikatakan karakteristik penelitian analisis isi bahwa metode ini

secara mendasar berorientasi empiris, bersifat menjelaskan, berkaitan dengan

gejala-gejala nyata, dan bertujuan prediktif.

Berikut ini tahap-tahap yang ditempuh oleh peneliti dalam menganalisis

data menggunakan metode content analysis yaitu

1. Membaca serta memahami jenis gaya bahasa yang digunakan pada rubrik

geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016

yang sudah dikelompokkan dalam tabel.

2. Menganalisis jenis gaya bahasa yang digunakan pada masing-masing rubrik

geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016.

3. Menganalisis kutipan dan terjemahan yang terkandung pada rubrik geguritan

dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016.

4. Kutipan-kutipan tersebut dibaca menggunakan teori hermeneutika.

F. Teknik Keabsahan Data

Menurut Endraswara (2013: 164) validitas semantis yakni mengukur

tingkat kesensitifan makna perlambangan sesuai dengan konteks. Pengukuran


47

makna simbolik dikaitkan dengan konteks karya sastra dan konsep atau

konstruk analisis. Data-data dimaknai setelah dikategorikan sesuai dengan

konsep teori dan konteks dalam data penelitian. Melalui validitas semantis

dapat diukur seberapa jauh data berupa kalimat-kalimat yang mengandung

gaya bahasa dalam geguritan tersebut.

Dalam penelitian kualitatif reliabilitas sangat diperlukan agar data yang

diperoleh lebih akurat. Reliabilitas yang dipakai adalah keakuratan, yakni

penyesuaian antara hasil penelitian dengan kajian pustaka yang telah

dirumuskan (Endraswara, 2013: 164). Data yang isinya gaya bahasa setelah itu

dibaca dan dicermati berulang-ulang sampai menghasilkan data real.

Teknik keabsahan data yang digunakan peneliti adalah teknik

keakuratan, yaitu menyesuaikan antara hasil penelitian dengan kajian pustaka

yang telah dirumuskan, kemudian data yang berupa gaya bahasa dan diteliti

secara berulang-ulang sampai menghasilkan data yang reliabel. langkah-

langkah yang ditempuh pada penelitian gaya bahasa pada geguritan dalam

majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016 adalah:

1. Melakukan pengecekan ulang serta pengamatan lebih mendalam terhadap

gaya bahasa pada rubrik geguritan yang terdapat pada majalah Djaka

Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016.

2. Melakukan keabsahan data dengan membaca beberapa teori tentang gaya

bahasa pada saat menganalisis rubrik geguritan yang terdapat pada

majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016


48

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penyajian hasil analisis

informal. Teknik penyajian informal adalah penyajian hasil analisis dengan

menggunakan kata–kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Penyajian data dalam

penelitian ini menggunakan tabel data yang membahas data mengenai gaya

bahasa langsung tidaknya makna pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang

edisi 3 Oktober 2015- 2 April 2016. Hal ini berhubungan dengan sifat dan

karakter penelitian kualitatif yang datanya berupa kalimat (kata–kata) yang

terdapat dalam pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober

2015 - 2 April 2016 dengan jumlah 96 judul geguritan dari beberapa pengarang

yang dapat dikaji 42 judul geguritan yang masuk dalam gaya bahasa, dan 54

geguritan menggunakan bahasa umum.


BAB IV
PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

A. Penyajian Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah geguritan yang

terdapat dalam rubrik pada majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2

April 2016. Data-data yang terdapat dalam penyajian data merupakan

gambaran tentang gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

Penyajian data yang penulis buat dalam bentuk tabel yang terdiri dari dua

tabel yaitu tabel 1 berisi tentang gaya bahasa retoris dan tabel 2 berisi tentang

gaya bahasa kiasan. Dalam analisis gaya bahasa pada geguritan dalam majalah

Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016 tidak semua pengarang

menggunakan gaya bahasa yang indah, banyak diantaranya menggunakan

gaya bahasa umum. Alasannya mengapa pengarang tidak menggunakan

bahasa keindahan karena setiap pengarang dalam membuat karya sastra

mempunyai karakter tersendiri. Ada yang hanya menitik beratkan pada rasa

emosionalnya sehingga hasilnya tidak realistis dan tidak mempunyai makna

yang tersirat atau tersembunyi didalamnya. Banyak pengarang berfikir dalam

membuat geguritan tidak harus menggunakan bahasa indah, yang paling

penting dalam imajinasi pengarang saat menuangkan idenya berdasarkan

keadaan yang ada di depan mata. Tanpa berfikir bahwa geguritan tanpa bahasa

rinengga akan tetap jadi walaupun hasilnya tidak menarik. Dalam rubrik

geguritan sebagian pengarang dalam membuat karyanya hanya mengedepankan

49
50

pada kecintaanya dalam menulis tanpa mempelajari lebih jauh tentang

menuliskan kosa kata, kurang mempelajari kamus Jawa.

Tabel 2
Gaya Bahasa Retoris Pada Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi
3 Oktober 2015-2 April 2016

Jenis Gaya Judul


No. Kutipan dan Terjemahan
Bahasa Geguritan
1. Asonansi a. “Mbok sliramu wis tuwa Simbok
Lerena anggonmu seneng rekasa
Yen ana tamu teka….pethukna
kanthi gita
Simbok ora perlu neka-neka
Rasah ndadak nyilih kursi neng
tangga
Temanana ing njogan,gelarna
klasa
Cepakana segelas jarang putih
lamba
Suguhana esem tulus sakajroning
nala
Tamu mau mesthi rumangsa
Begja lan mulya jroning dhada
Simbok linuberan berkah saka sing
Kuwasa”

(Simbok, DL, 20/17/10/2015)


b. “Sapa wonge tan nora susah lan Pitutur Kang
sedhih Sejati
Ngrasakake petenging ati
Tanpa pepadhang kang
amemadhangi
Padhanging wulan ndadari tan
bisa madhangi ati
Gumebyaring lintang ing akasa
nora bisa nglelipur ati
Kauningana kang sayekti
Amung pitutur kang sejati
Bisa gawe padhanging ati”

(Pitutur Kang Sejati, DL,


26/28/10/2015)
c. “Lemah wis padha mlekah Jaman Akhir
Brongkah-brongkah nganti
51

mrambah-mrambah
Dunya pancen wis rengka

Dunya iki pancen wis tua


Mangsane urip kanggo tata-tata
Aja seneng gawe bab ala
Nora gampang urip ing donya
Urip kang jare liyan pancen
rekasa
Mula kanca ayo aja padha gawe
gela lan cuwa”

(Jaman Akhir, DL, 29/19/12/2015)


d. “Adhem rinasa Tirta Akasa
Batin siniram tetesing tirta akasa
Rinengga endahing sedya tama
Sinandhing sihing dewa
Kinemulan katresnan jati
widadari
Jinaga langgeng
Tan sinenggol watak candhala
Manunggal tan uwal tumekeng
puputing jaman
Ayem rinegem
Sajeroning nala nggubet naleni
jiwa
Suksma suci tan kendhat muji
donga
Tinebihna sakehing sukerta
Pepalang godha rencana
sumingkir
Pinayungan langgeng
Sihing Gusti nyawiji ngreksa
Manunggale dwi suksma kang
tuhu tresna”

(Tirta Akasa, DL, 29/19/12/2015)


e. “O ngger anak-anakku ngertiya Kekudang
Nalikane kowe isih padha bayi Geseh Lan
abang Kenyataan
Ndak rumat ndak emban ndak
eman-eman
Ndak gulawenthah lan ndak
kekudang
Simbok tansah nyenyuwun mring
Gusti Kang Maha Suci
52

Muga gedhemu mbesuk dadia


wong sing migunani
Tumpraping nusa bangsa lan
negari

O ngger nalika kowe wiwit mlebu


sekolah
Simbok mbudidaya ngulir budi
wiwit sesinggah
Murih bisa cukup kanggo urip ing
sadhengah wayah
Makarya lali sayah, lali lungkrah
sikil dianggo sirah
Kabeh tak lakoni kanthi bungah
tanpa ngresah
Sajuga esthi, mbesuk kowe mulya
ora keri sesamaning titah

Eman ngger kekudangan mleset


lan kenyataan
Jebul ijasah dudu senjata peng-
pengan
Mangka olehmu golek niba tangi
kedhekukan
Direwangi ndlenjet komet lehmu
nglamar gawean
Wangsulane kok kabeh padha “ra
ana lowongan”
Simbok atine bingung kebak
pitakonan
Apa gunane sekolah, ijazah,
prihatin, lan kangelan?
Yen kabeh lamaran ora payu
mung dadi tampikan
Ning yen duwe dhuwit sagebok,
bisa nglancarake golek gawean”

(Kekudang Geseh Lan Kenyataan,


DL, 29/19/12/2015)
f. “Wektu sing lumaku tanpa Ing Enteke
mandhek mangu Taun
Ngajak ngaca beninge banyu
Sing metha wewayangan bisu
Metha urip mega klawu

Sapa taberi lan tlaten


53

Ngetung wektu tanpa sayah


Sewu njangkah, saleksa
pengangkah
Ginambar cetha ing angen sayuta

Mung kang ngrungu osiking ati


Nalika wengi tidhem
Sumusup rasa katentreman
Ngebaki rasa jroning nala
Nggawa pepenginan lan pangarep-
arep
Rasa ayem lan tentrem
Nggayuh urip lelandhesan syukur
Lan rasa matur nuwun
Marang Sang juru Slamet
Kang miyos sesidheman
Ing ati lan panguripan”

(Ing Enteke Taun, DL,


30/26/12/2015)
g. “Apa isih ana sing bisa diluru Gurit Wektu
Nalika ati kebak tatu
Gilir gumantine wektu tansaya
nambah perihing tatu
Amarga rasa kapangku kasingal
dahuru

Ing antarane mendhung-


mendhung klawu
Dakrakit lungite ukara tresna
Nalika esemmu bali pecah ing
semburate mega jingga
Nanging kena apa esemmu
nggawa wisa
Sing tembe mburine tansaya gawe
ati tansaya tatu

Rinakit tembung-tembung lungit


Kang karonce ing pinggire langit
Gurit wektu wis dadi seksi
Ati sing tansaya adoh saka nur
illahi”

(Gurit Wektu, DL, 31/2/1/2016)


h. “Papanmu prasaja sepi kaya tan Patehan
mbejaji Tengah No.
54

Ning sliramu nggegegi adeging 29


sastra Jawi
Budaya adiluhung tilarane para
suwargi
Wis akeh sing ngramal yen sastra
Jawa bakal mati
Aku bengok sora... ora bakal iki
dumadi
Toh isih akeh wong Jawa sing urip
ing bumi iki
Sing tansah nggunakake basa
budaya lan jati diri
Memetri unggah-ungguh .... solah
bawa lan tata krami

Crita cekak, macapat, gurit ora


bakal purna
Djaka Lodang kebak saloka
sanepa katutupan warana
Sing ngemot pitutur wewarah ajine
ngluwihi brana
Para mudha aja isin... aja wegah...
kabeh iki openana
Yen sliramu mung njingglengi
lipuring ati ing gedhah kaca
Sing critane akehe mung kebak
sandiwara

Numpuk bandha....hura-
hura...nguja hawa sepi tepa salira
Sliramu bakal kelangan semangat
nglumpruk tanpa daya‟

(Patehan Tengah No. 29,


DL, 32/9/1/2016)
i. “Jero jembaring samodra Sangkan
Wis nate ndak langeni Paran
Mung kanggo ngudi jatining dhiri
Nanging datan kasil nemoni
Sewu dhuwuring arga
Wis nate ndak pecaki
Kanggo nemokake pangiloning
dhiri
Nanging kabeh kebak eri
Ing suwaliking kitab suci iki
Ati kasil nemu sabda peni
55

Kang bisa dadi tekening jati


Jumangkah tumuju kamulyan
swargi
Ing rerangkening kidung donga
Rasa kapanging jiwa nemu tamba
Datan ana rasa lara lan nalangsa
Kabeh sarwa suka gambira‟

(Sangkan Paran, DL, 36/6/2/2016)


j. “Sawetara aku tan bisa cedhak Kapangku
sliramu Marang
Ngupadi wektu kadia Sliramu
Goleki jarum satengahing lamen
Dak olak-alik angel tinemu
Nganti kangen iki nyiksa ati
Rasa bungah ing dalu iki
Tinemu wekdal sawuse dedonga
marang Gusti
Tabuh kalih ing wulan Nopember
iki
Kapang dak sok kaya ora kepengin
nguwali
Mugi rasa iki tansah sambung
salami
Atur panuwun tanpa upami
Kapangku bisa diobati
Kasarasan lahir batin mugio
angrenggani
Makarya tansah kebak semangad
Pangajab kasil kanthi murwad”

(Kapangku Marang Sliramu, DL,


32/ 9/1/2016)
k. “Ora sah kok enteni Setyaku
Yen mangsa iki gumanti
Aku mesti bali
Nggawa kabar peni
Ora sah kok antu-antu
Wektu kang bisa diluru
Tunggunen ing sangisore mega
biru
Esemku ora bakal keplayu
Ora sah kok weling-welingake
Yen isih ana sunare srengenge
Aku ora-orane nglalekake
Setyaku kang tuhu nedya
56

dakwujudake”

(Setyaku, DL, 39/27/2/2016)


l. “Adoh sadurunge tumapak Hikmah
pensiun Jroning
Gawang-gawang pensiun katon Mangsa
endah Pengsiune
Leha-leha lungguh neng omah
Dhuwit pensiun mudhun
marambah

Nanging sawise tumapak lumebu


pensiune
Jebul akeh sandhungane
Dhuwit pensiune akeh sudane
Mung semene persen saka bayare
Kabeh tunjangan kaadhegake
Omah lan mobil dinas kudu
dibaleake
Tundone, urip krasa kosong sepi
Peran kang wus nyawiji dhiri
pribadi
Karucat saka pundhake mbaka
siji
Yen mangkono banjur” apa
gunane urip iki?
Mula tuwuh frustasi, ilang
gregeting ati.

Sayekti kabeh iku mrosot


mungguhing lahiriah
Nanging tumpraping
batiniah malah tambah
Sapantase atur syukur marang
Gusi Allah
Dene lakuning karier wus bisa
lumampah
Tugas tuntas rampung tekan
“garis finish”
tan kecer kandheg tengahing
margi
antuk slamet hayu basuki”

(Hikmah Jroning Mangsa


Pengsiune, DL,41/12/3/2016)
57

m. “Ocehe manuk neng kurungan Manuk


cinipta geguritan tembang Klangenan
kang endah menehi pralambang
Sanajan neng njero krankeng
swarane bablas gumlanthang
Tangis atine krodha nanging wis
tanpa tanja
Timbang nelangsa aluwung
parisuka
Ora mergo mangan tan ngombe
kang tansah ana
Nanging rumangsa yen urip
mung saderma

Ora ana kang kumecap neng


alam donya
Kang ngemohi apa kang den
lakonana
Kejaba uripe janma kang bisa
nggelar nggulung
Pangrasa tuwin lelakon kebak
petung
Iya mung aku lan kowe kang bisa
premana
Endi kang bener kang pancen
pener
Lan endi kang salah kang pancen
bubrah

Yen kepengin urip merdika


Manuk neng kurungan uga
rinasa padha
Iku mung kagawa sapa sing
krungu
Yen dheweke bisa tata basa
Sanajan atine keranta-ranta
nanging atine ewuh aya
Upama lunga uga bakal cilaka
Aluwung ngoceh ngumbar
suwara
Utawa mbisu ing salawase urip

Ngayahi lelakon kang pancen wis


ana sing kongkon
Urip pisan neng kurungan
Kudu manut upama dadi
58

dagangan
Kabeh iku perjuangan lan
pengurbanan
Kanggo nuruti kesenengane liyan
Pancen wis kalah janji kowe dadi
manungsa
Aku dadi manuk
Nanging eling-elingen
Kapan-kapan aku lan kowe
Tekan mangsane drajate padha
Kaya nalika semana”

(Manuk Klangenan, DL,


42/19/3/2016)
2. Litotes a. “Menawa seliramu ketemu Ngucapa
Pawongan mbuh sapa wae Jroning
Ngucapa jroning atimu Atimu
Mbok menawa dheweke
Luwih becik ibadahe ing ngrasane
Gusti
Dheweke luwih mulya drajate
tinimbang aku

Menawa seliramu kepethuk


Pawongan luwih enom utawa
bocah cilik
Ngucapa jroning atimu
Wis mesthi dheweke durung okeh
dosane
Ora kaya aku kang wis kakean
dosa
Muga Gusti paring pangapura

Menawa seliramu ketemu


Pawongan kang luwih tuwa
Ngucapa jroning atimu
Mbok menawa wis akeh ilmu lan
amale
Dheweke luwih dhisik manembah
mring Gusti
Wis mesthi luwih mulya
tinimbang aku”

(Ngucapa Jroning Atimu, DL,


31/2/1/2016)
59

b. “Dhuh Gusti Ingkang Maha Agung Pamujiku


Kula timpuh, mustaka konjem ing
bantala
Boten rinasa waspa tumetes
Jaja sesak gero-gero tanpa ukara

Dhuh Gusti Ingkang Hakarya Loka


Kula sujud kebak nistha
Mustaka konjem ing bantala
banjir waspa
Sepi ing ukara kebak panyuwun
Mugi paduka paring pitedah
gesang kula

Dhuh Gusti, Dhuh Gusti, Dhuh


Pangeran kula
Puji syukur tan kedhat ing lisan
tulus ing sanubari
Ilang sanalika pedhut ing qolbu
maya-maya
Padhang trawangan tanpa aling-
aling
Hangrantu berkah gesang bagya
mulya”

(Pamujiku, DL, 38/20/2/2016)


c. “Sarumpun pari padha jejogedan Tahajud Ing
ing tengah sawah Wengi Iki
Disengguh sang angin sing sumilir
silir
Yen sliramu gelem namatake
kanthi kacamata jiwa
Wit-witan mau sejatine lagi
nglafalake zikir

Sagrombol jangkrik ngengkrik


nganti enteking wengi
Pating pencolot ing sangisore
suketan
Yen sliramu gelem ngrungoake
kanthi kupinge ati
Kewan-kewan mau padha
nembang qosidahan
mangayubagya
Kanugrahan sing diparingake
dening Gusti Kang Maha Kuwasa
60

Ngadeg nggejejer sumarah


munajad ing arah kiblat
Ing tengah wengi nalika jalma
manungsa padha turu
Marak sowan dhumateng
Ngarsane Gusti Allah kang Maha
Suci

Tahajudmu ing wengi iki


Tahajud kanthi pasrahing jiwa
lan raga
Ndremis ngemis marang Gusti
kang Maha Paring
Ngluluhke jiwa kang sinengguh
amarah lan nepsu
Tahajudmu ing wengi iki
Tahajud tajjali nyambung karo
kersane Gusti
Sing cedhake ngungkuli
tumempeling getih ing urat nadi
Tahajudmu wengi iki, solat kaya-
kaya arep mati”

(Tahajud Ing Wengi Iki, DL,


38/20/2/2016)
3. Hiperbol a. “Ing gisik samodra wayah esuk Srengenge
Dheweke lungguh nyawang
jumedhule srengenge
Angene tumlawung kelingan dina-
dina kepungkur
Srengenge ing mripatmu, jebul
panas, mbakar awak
Lan nggawa ati lara, panggresahe
binareng jumlegure ombak
Luh tumetes ana rasa gela lan
kuciwa

Nanging, dheweke banjur eling


Isih ana srengenge liya
Srengene ing socane krasa edhum
Ing angene, pasuryan wening kebak
asih
AstaNe kaangkat, paring berkah lan
panguat
Luh panalangsa gumanti esem
katentreman
61

Sikil jumangkah miwiti urip anyar”

(Srengenge, DL, 24/14/11/2015)


b. “Apa sing mbokgoleki wong ayu Serende
Kalane kangen kebacut mambu Klawu
Diungkep mbesesege dhadha
Saben dina mung ketampeg rasa
jubriya
Apa sing mbokgoleki, wong ayu
Kalane janji kadhung lumayu
keglandhang mangsa bedhidhing
ninggal mingis-mingise lading

Kangen lan janji


Sapa kumawa miwiri
Nyatane terus nggendong misteri”

(Serende Klawu, DL, 30,


26/12/2015)

Tabel 3
Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna Pada Geguritan
Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016

Gaya
No Kutipan dan Terjemahan Judul
Bahasa
1. Simile a. Wis makaping kaping demonstrasi Demonstrasi
ginelar
Ora enom ora tuwa saeka praya
Atusan tekan ewon cacahe
Seka buruh, guru, karyawan, kaum
elite
Mahasiswa perguruan tinggi ora keri
Ana ing endi wae papan parane
Nuntut keadilan marang panguwasa

Demonstrasi kanthi orasi


Swara sora kaya bledheg ngampar-
ngampar
Gembar-gembor sangarape wakil
rakyat
Aparat wis pacak njaga ketentreman
Saya entek kesabarane
Orasi dianggep kaya dene angin
Mlebu kuping tengen metu kuping
kiwa
62

Kabeh datan ana kawigaten

Sedalan-dalan lan papan panggonan


Kabeh katon sampyuh salang tunjang
Sawat-sawatan watu mbaka siji
Bareng arep nedya ngrusak gedhung
Ora mung siji loro kena penthungan
Awak kojur, babak belur
Sajak nekad emoh kalah

Tawuran sampyuh, buyar sanalika


Bareng kena semprotan gas air mata
Peringatan tembakan mendhuwur
Ndadekna kabeh padha kabur”

(Demonstrasi, DL,19/10/10/2015)
b. “Sidhem premanem tan ana sabawa Sidhem
Memanise ndak tampa
Ayem tentrem murakabi
Rumasuk ing sanubari

Ngudhari sakehing reruwet


Mbrastha dur angkara
Ngicali memala
Kang tinemu rasa suka
Yaiki kang dak antu-antu
Rinten kalawan dalu
Nalika tabuh
Nyengkakake kang ginayuh
Prasasat tombok nyawa
Badan aking tinemu gering
Kaya klaras kasempyok angin
Pating sliwir
Rontang-ranting tanpa aji
Muga lestari
Dadi pepajar
Lan dadi pepadhang
Sarta maneh kelegan”

(Sidhem, DL,19/10/10/2015)
c. “Yen daksawang praupamu Rembulan
Kadya cah ayu lagi gumuyu
Bunder seser amadhangi jagad
Celuk-celuk kancanana aku

Ayo konco padha dolanan


63

Ing plataran rame-rame gegojegan


Suka parisuka bebarengan
Ngilangke rasa susah

Cobo sawangen, saya padhang saya


wengi
Angin sumilir gawe tentreme ati
Kaya datan ana kang lagi bunek
Kabeh pada bungah sumringah
Rembulan sumunar kadya lintang
Padhange kaya rina ngelikake aja
turu sore-sore
Mumpung jembar kelangane”

(Rembulan, DL, 20/17/2015)


d. “Dakjlimeti sakabehing sabda dewa Dhawuh
kang kaweca Sinengkar
Dakugemi dhawuh kang sinengker
sajroning ukara
Sakehing niyat candhala sirna
Dhuhkitaning rasa musna
Lumantar lakune banyu lan playune
angin
Uga lewat lawange jurang lan kawah
Piwulang jelas gamblang tinampa
Pinayungan sihing Gusti sedyatama
langgeng manjing ing nala
Kakang, ing sepining gurit-guritmu
ngancani
Kadya diyan sumunar madhangi ati
kingkin
Nadyan tansah katlikung petenge
mendhung

Musna...sirna..sakehing sengkala
Sawise kabengkas wingiting langit
Kabungkem suwarane gludhug
Kasumpet mripate bethari durga
Kabentusake sirahe ing padhas ganas
Rahayuning Gusti nyencang suksma
suci
Tetep nyawiji tumekaning janji”

(Dhawuh Sinengkar, DL,


20/17/11/2015)
64

e. “Apa isih pantes awake dhewe Kangen


miwiri kangen
Selawase iki tansah ngrembuleng
jroning di dhadha
Kayadene drama sababak:
jayaprana-layonsari
Ketang kober nyendal-nyendal ati”

(Kangen, DL, 23/07/11/2015)


f. “Nadyan sinengkar ngrembuyung Dunung
niyat angkara
Kinemulan mega peteng sadhuwure
angkasa
Kadya regemenge reseksa ngoyak
maruta
Banjir bandhang ngglandhang isine
bantala
Ora bakal mundur sejangkah
nadyan jinegala
Nglari janji suci mukti wibawa ing
urip nyata
Nadyan Bethari Durga ngguyu
lakak-lakak
Ngumbar suwara ngiteri buwana
Rumangsa tan tinandhing paling
kuwasa
Mitrane balasrewu ati culika
Nanging ora gawe gigrig nadyan
sinumpah pati
Nglabuhi gegayuhan luhur
sumandhing tumekeng titiwanci

Nadyan bala ati candhala pamer


kadigdayan
Apa kang kinucap tan wani suwala
Ngerti sadurunge winarah jare
waskitha
Kabeh pawongan kudu sumujud
kadya brahmana,
Nanging ora bakal njugarake niyat
luhur nadyan
kinepung sewu dukun
dunung sucining jiwa raga
kawahyon kinemulan
karahayon Sang Hyang Agung”

(Dunung, DL, 26/28/11/2015)


65

g. “Kaya impen teka kabur Lebu


Impen siji lebu ing panglocitan
Universal angen kumpulane lebu
Nganti saiki”

(Lebu, DL, 30/26/12/2015)


h. “Kaya banyu sing mili gumilir Esuk
Nyasak pesawahan sepi nyenyet
Kaya tumiyupe angin ketiga
Alon sumusup jroning nala”

(Esuk, DL, 38/20/2/2016)


i. “Pasar esuk sega pincuk Pasar esuk
Nyamuk-nyamuk lungguh ebuk
Lawuh tempe karo benguk
Telung repis wes oleh tanduk

Uripe kaya iline kalen


Tanpa sangga rugi mecaki wektu
Tekan endi sing dituju
Wis cetha panggonan tempura

Pasar esuk gambar cetha


Untabe urip tanpa sangga runggi
Ati semeleh tanpa anane
Najan dudu takdir nyipta gurit
Jago kluruk aweh sasmita
Gayuhan lan karep tansah
sumandhing
Reruntungan tanpa ana pendhote”

(Pasar esuk, DL, 12/12/03/2016)


2. Personifikasi a. “Iba panase awan iki Awan
Ngajab udan rendheng adoh parane Mangsa
Banyu kali kari dhelikan grumbulan Ketiga
pandhan
Ngranti tekane udan gegrontolan

Awan ketiga iki


Tegalan garing sambat memelas
Kagonjak aluming wit-witan
Sambat ngelak jaluk ngombe

Iba adohe wektu diranti


Ngajab sasmita ketele mendhung
Awan saya panas, banyu saya langka
66

Tanpa suwala
Kalagar panase Sang Surya”

(Awan Mangsa Ketiga, DL,


21/24/10/2015)
b. “Nalika gelombang durung ngitung Sadurunge
jarak nafas sing sisa Pamitan
Ana apike ngitung batas layar sing
bakal dituju
Nasib ing geladhag ora mungkin
ngerti
Bisa wae badai tumeka ing sadengah
waktu

Ayo nulis cerita keseksen dhewe-


dhewe
Sapa ngerti pancen umure kabeh wis
ora suwe
Ora ana sing bisa njegal yen pancen
wis titi wancine
Maneka cara bisa wae dadi jalaran
nyawa dipundhut

Wis dadi ginarise papesthan


Sapa sing duwe nyawa bakal ketemu
maut
Embuh piye carane takdir nggawa
awake dhewe ing pinggiring nasib
Sing jelas ginaris, sapa sing duwe
nyawa bakal mati
Awit saka kui ayo padha nulis
dongenge dhewe-dhewe
Sapa ngerti bisa dadi seksi sejarah
tumprap anak lan putu
Yen ora kober ya sak ora-orane gawe
layang pamit lan wasiyat
Kanggo anak putu tembe besuke
Supaya urip rukun lan ayem tentrem”

(Sadurunge Pamitan DL,


23,7/11/2015)
c. “Esemmu rembulan kang pait Dumunung
madu
Nyugatake teka-teki sinandi kurepe
langit biru
Lungite patembayan
67

Ora kena kagerba kanthi lamban


Batangan-batangan carangan
Mung menthul-menthul
Yen mung di asah kanthi ati wantah
Kangge mbencah sari patining crita
awit
Lamising pangucap
Mung isa nyigar kulit
Ninggal pangaji
Tanpa isi

Esem rembulan
Daktemu huruf-Mu
Samun suwung
dumunung
ana ing
wang wung”

(Dumunung, DL, 23/7/11/2015)


d. “Wengi iki isih kaya wingi Isih Kaya
Nalika aku ijen nyawang gojege Wingi
lintang klawan mega
Esem kang diumbar dening lintang
Pranyata ora kumawa mbuwang
sepine ati
Tan rinasa wengi wis ing punjere
wengi
Lan nalika kabeh titah padha lerem
ing cangkange dhewe-dhewe
Jebul isih akeh kang padha singidan
Ing antarane langgam wengi kang
kebak wewadi
Apa mung lakune angin kang aran
globalisasi
Manungsa padha ngumbar napsu
Kanthi ninggalake tata krama lan
tata susila
Manungsa luwih seneng nglegena
tanpa busana
Saengga perawan sunthi
Akeh kang padha pamer wewege
payudara
Kang nuwuhake napsune para priya
wuta
Yen wis kaya mangkene
Kapan bakal tuwuh wiji-wiji utama
68

Kang bakal njunjung drajate bangsa


lan negara
Nanging wengi iki isih kaya wingi
Wengi isih nyimpen sewu wewadi
kang dumadi
Lan mung ati kang suci bakal
nemoni bener kang sejati”

(Isih Kaya Wingi, DL,


24/14/11/2015)
e. “Semburat esem rembulan ing Pungkasane
pungkasane mangsa Mangsa
Kumawa nyisipke rasa kangen
Marang gumebyare dawane dalan
kuthamu
Ing isih tumanjem ana ing
pangelingku
Nalika daksawang mawar ana
plataran omahmu semplah
Tansaya negesake yen ana waspa
kulah

Ing pungkasane mangsa


Kanthi sineksen klawan semburate
asem rembulan
Kang mapan ana pucuke gapura
isih dakrantu tekamu
Sanajan ati iki wis kebak maneka
crita
Nanging wengi iki daksaguhke
Atiku nampa tangismu”

(Pungkasane Mangsa, DL,


26/28/11/2015)
f. “Lintang-lintang ing jembare Lintang
langit
Padha cumlorot kanthi kebak
pangganggit
Mbarengi laire gurit ing satengah
wengi kang pahit
Dheweke pilih kumleyang lan
ngambah bumi ringkih
Lan tumiba ing netramu kanggo
njilma
Dadi lintang waluku
Lintang-lintang ing netramu
69

Wis suwe anggenku ngrantu


Amarga saka lintang ing netramu
Bakal dakpilah endi sing dadi
panuntuning laku”

(Lintang, DL, 34/23/1/2016)


g. “Jakarta dadi pangewan-ewan Jakarta
Dikilani dhadhane dening rendheng Mangsa
kang nggendheng Rendheng
Kumawasa. Omah-omah kadhemen
gigilen
Diungkep tendha langit klawu
Pindha sapi glonggongan
Jakarta dicangar diglontor turas
langit Bogor
Dumadak salah kedaden
Dadi rawa raseksa rinengga pulo-
pulo gendhong tundha
Bocah-bocah gumyak lelangen
Ing banyu cem-ceman uwuh lan
tinja
Sawetara cangkem dandang lan
wajan
Ing pos pengungsian ndlongop
Ngrantu kumlawene tangan asih
Wuwur bantuwan sakdhare
Jakarta ngalumpruk
Kesemrawutan kaleming kedhung
prihatin
Reca selamat datang gigilen
Kembang ing tangane tinekem
kenceng
Sumelang ngregeli kali
Tugu Monas
Nuding langit”

(Jakarta Mangsa Rendheng, DL,


34/23/1/2016)
h. “Ing puputing mangsa ketiga iki Kali Serayu
Katon esemu kang edi
Kumriciking banyumu mili ing
sadawaning kali
Leledhang nyempyok kanan kering
Nyenggol watu-watu garing
Yagene lakumu marikelu
Mandheg mangu
70

Kadya nunggu kancamu kang murca


Sumusup ing oyot-oyot tuwa
Ndhelik ana sela-selaning lemah nela
Awit udan ora teka-teka
Apa krana salah mangsa

Gumrujuge banyu tawa ing


perenging kampung kali
Dadi seksi
Banyu kang mili sepi ora kaya wingi
Nalika udan gedhe lakumu katon
ngawe-awe
Ngajak lelumban lan gegojegan
Kepara apa wae kok ranggeh
Nganti playune menggeh-menggeh
Godhong, pang, wit-witan, sawah lan
omah
Katrejang banjir bandhang
Kabeh ilang”

(Kali Serayu, DL, 35/30/01/2016)


i. “Gawang-gawang esemmu cah Wuyung
bagus
Netramu… nyumunurake sih
katresnan
Liringane gawe atiku trataban
Eman…
Esem kuwi
Netra kuwi
Dudu kanggo aku
Legawa atiku nyawang tan bisa
duweni”

(Wuyung, DL,35/30/01/2016)
j. “Sakehing manuk tetep wae Watu-Watu
jejogedan nadyan ing watu-watu Karang
karang
Tetembangan ngidung nata
pangangen kang tan bisa ilang
Nalika raga tanpa daya, langit isih
eman nguncalake udan
Dakkulungake sakabehing dayaku
murih telesih lemah garing
Sinawang ayem tentrem
Sawangen…
Lintang rembulan reruntungan
71

maca guriting jagad


kang cetha:
Sanyatane laku iki kinupeng pedhut-
pedhut peteng
watu karang kang sumebar
Dakkira beninge banyu
Bener sliramu
Jebul atosing watu sinamar ing
amun-amun
Sangsaya cetha
Juntrunge uran-uran ing alas
Padhang trawangan binabar
keketing bundhetan
Padhas lan watu-watu angkara
kang siningit
Babaring kidang kang adigang,
Gajah kang adigung
adiguna ginawa ula
bareng mati sampyuh tanpa guna
Banjur bundhelaning wulangreh
dakwaca maneh
ing wusana lintang rembulan tetep
puguh
reruntungan”

(Watu-Watu Karang, DL,


36/06/2/2016)
k. “Wayang kulit temancep ing debog Wayang
Jejer-jejer nedya mamerake Kulit
kaprigelane
Jogede manut Ki Dhalang
Sinareng antawacana kang becik
Kuciwane datan akeh wong kang
nyawang
Wayang kulit tersingkur sampai
pinggir kali
Suket teki setya ngancani
Watu-watu item asung beta
sungkawa
Sakehing iwak pijer ndedonga
Lumut-lumut asung panglipur
Sejatine wayang kulit ngemot
pitutur luhur
Piguna kanggo pancase urip
Eman pra mudha jaman saiki datan
tepung
72

Emoh nyawang apa maneh nyinau


Luwih kapilut budaya manca kang
mblasukake moral”

(Wayang Kulit, DL, 36/06/2/2016)


3. Sinisme a. “Kanthi esem rangu Ing Kapal
Kowenehake swara fals
Ngiringi lagu kulonan
Sing nambahi asin banyu segara
Uluk salam
Tan klambimu sing kumel
Ngrogoh saben ati
Satus repis rongatus repis
Kanggo nambahi dawane wektu
clathumu

Cilikmu wis tumindhak diwasa


“Embuh.. ora ngerti, pak...!!
clathumu saka ing arah jero
Disuk dening gumrenggenge
penumpang kapal

Aku kelangan lacak


Amung uwuh ngawe-awe
Nyenggol mburitan
Mingka dolanan ombak”

(Ing Kapal, DL, 25/21/11/2015)

Terjemahan:
„Dengan senyum palsu
Kauberikan suara fals
Mengiringi nyanyian kulonan
Menambah asam air laut
Memberi salam
Tidak pakaianmu yang kumal
Mengambil setiap hati
Seratus rupiah, dua ratus rupiah
Untuk menambah waktu bicaramu

Kecilmu sudah bertindak dewasa


“Tidak ….tau, pak..!! suaramu dari
dalam
Berdesakan dengan suara penumpang
kapal
Aku kehilangan arah
73

Hanya sampah yang melambai-


lambai
Menyenggol belakang
Dengan bermain ombak‟
b. “Luwar sakeng hotel prodheo Tugimin Ora
limang warsa lawase Eling
Klanthi nyangking paraban aran
Bang Jimmy
Tugimin ora mareni tindak culikane
Tato lengene tambah gambar
tengkorak mata siji
Sanyaya tan eling purwaduksinane

Wengi wingi Jimmy ngumbar


napsu setanne
Mlebu metu kamar kucem kebak
esem palsu
Njangkepi kabiyasan malima tan
ana mereme
Sawise winginane nyaut kalunge
bakul tahu tanpa eling alang-ujure
Kanthi wengis terus mrajaya swara
atine dhewe
Ora kemuthan kenthang
Nuruti playune hawa kadonyan
pupur wewe

Rina-marina Jimmy sansaya klalen


sewu supe
Mabuk luwak brendhi tekan nguntal
pil-pil pauk
Wusana bablas tan eling sapa jati
dhirine”

(Tugimin Ora Eling, DL,


20/17/10/2015)
c. “Padha dene luru saben wektu Panguwasa
Nganggo cara-cara apa wae
Kasar alus halal haram
Mung dadi lamise lambe
Adoh saka kasunyatan laku
Nadyan wus ana paugeran
Kang padha disarujuki bebarengan
Pungkasane ora dipaelu
Selinthutan dhisik-dhisikan
nyingkiri paugeran
74

Kang den tuju


Mung piye bisane
Merga yen wus karengkuh
Kaya-kaya apa wae bisa uga
karengkuh
Saka bandha raja brana
Tekane ngumbar nafsu-nafsu
aluamah
Amarah sarta supiyah
Ninggalke nafsu mutmainah uga
amanah
Sing wingi jare saguh dicekel puguh
Jebul kalepyan dening gebyare
Dhuwit yutan, milyaran tekane
triliyunan
Sing kaya-kaya kari nyaruk
Kanggo mulyane anak putu pitung
turunan
Senadyan pungkasan bisa musna
sagebyaran
Yen wis konangan lan kabukten ana
mejane pesakitan
Nggawa wirang nganggo klambi
pakunjaran
Amarga padha klreu nggone cekel
panguwasa
Lali marang kawula lan Kang
Kuwasa”

(Panguwasa, DL, 26/28/11/2016)


d. “Wong urip ing donya Langit
Mung siji panggayuhe yen Anyar
ketimbalan Gusti
Ngudi urip ing langit tundha pitu
Papan suci Sang Hyang Widhi
Yen sliramu kepingin langit anyar
Tumujua ing papan kang padhang
Singkirna pepetenging urip
Enggal-enggal nganggo klambi
anyar
Yen sliramu kepingin langit anyar
Udharen, buwangen urip lawas
Kebak dosa dur angkara murka
Seneng nindhes kang apes
Dedalane nggayuh langit anyar
Asing tuladha mring pepadha
75

Seneng andum katresnan


Setya tuhu ndherek Gusti”

(Langit Anyar, DL, 33/16/1/2016)


e. “Ing plataran wayah sore Pacelathon
Ana sawetara bocah padha dolanan Wayah Sore
Salah sijine pitakon
“Sapa sing galak neng donya iki”
“Macan, “wangsulane kancane
“Singa, baya, iwak hiu, “liyane saur
manuk
Melu wangsulan
Dumadakan, ana bocah ora pakra

Nyedak karo omong


“Ana sing luwih galak
Tak kandhani ya, sandyan galak
Kewan yen wis wareg anteng
meneng”

“Beda karo manungsa


Sanadyan wis wareg, kanca lan
sedulur tegel diuntal

Wis turah bandha, isih wae


srakah”
Rampung omong bocah mau lap,
ilang

Lamat-lamat aku kelingan


Bocah mau dadi sengsara
Amarga bandha tinggalane wong
tuwane
Dikakahi sedulur sing pancen
srakah”

(Pacelathon Wayah Sore, DL,


33/16/1/2016)
76

B. Pembahasan Data

1. Gaya Bahasa Langsung Tidaknya Makna Pada Geguritan Dalam


Majalah Djaka Lodang Edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016.

Dalam menganalisis gaya bahasa yang terdapat pada rubrik geguritan

pada majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015-2 April 2016, dalam hal ini

penulis hanya mengambil beberapa gaya bahasa seperti gaya bahasa langsung

tidaknya makna yang dibagi menjadi dua yaitu gaya bahasa retoris dan gaya

bahasa kiasan. Penulis juga mencari makna yang tersembunyi dalam setiap

geguritan untuk memperkuat dalam menganalisis masing-masing geguritan.

Penulis hanya mengambil kedua jenis gaya bahasa tersebut karena, sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Gaya berdasarkan langsung

tidaknya makna dibagi menjadi dua bagian yaitu gaya bahasa retoris dan gaya

bahasa kiasan. Dalam menganalisis gaya bahasa retoris, dan kiasan peneliti

tidak menggunakan seluruh gaya bahasa untuk diteliti hanya sebagian saja

yang ditemui ketika menganalisis geguritan sesuai dengan teori yang telah

dijelaskan dalam kajian teori. Gaya bahasa retoris yang digunakan dalam

menganalisis geguritan yaitu gaya bahasa asonansi, litotes dan hiperbola

sedangkan gaya bahasa kiasan yang digunakan yaitu gaya bahasa simile,

personifikasi, sinisme. Berikut ini peneliti akan menguraikan pembahasan

data gaya bahasa di bawah ini.

a. Gaya Bahasa Retoris

1) Asonansi

Asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan

bunyi vokal yang sama. Penggunaan gaya bahasa asonansi pada


77

geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 2 Oktober 2015-2

April 2016 terdapat pada kutipan-kutipan berikut.

a) “Mbok sliramu wis tuwa


Lerena anggonmu seneng rekasa
Yen ana tamu teka .. . pethukna kanthi gita
Simbok ora perlu neka-neka
Rasah ndadak nyilih kursi neng tangga
Temanana ing njogan, gelarna klasa
Cepakana segelas jarang putih lamba
Suguhana esem tulus saka jroning nala
Tamu mau mesthi rumangsa
Begjalan mulya jroning dhada
Simbok linuberan berkah saka sing Kuwasa”

(Simbok, DL, 20/17/10/2015)

Terjemahan:
„Ibu sudah tua
Saatnya ibu beristirahat ketika bekerja keras
Jika ada tamu datang sambutlah dengan ramah
Ibu tidak perlu repot-repot
Tidak perlu pinjam kursi tetangga
Dipersilahkan dilantai, beralaskan tikar
Berikan segelas air putih
Berilah senyum tulus dari dalam hati
Tamu tadi pasti merasa
Beruntung dan mulia dalam dada
Ibu mendapatkan berkah dari Sang Pencipta‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “mbok sliramu wis

tuwa”, „ibu sudah tua‟, “lerena anggonmu seneng rekasa”,

„saatnya ibu beristirahat ketika bekerja keras‟, “yen ana tamu teka

pethukna kanthi gita”, „jika ada tamu datang... sambutlah dengan

ramah‟, “simbok ora perlu neka-neka”, “rasah ndadak nyilih

kursi neng tangga”, „ibu tidak perlu repot-repot‟, “temanana ing

njogan, gelarna klasa”, „tidak perlu pinjam kursi tetangga‟,


78

“cepakana segelas jarang putih lamba”, „dipersilahkan dilantai,

beralaskan tikar‟, “suguhana esem tulus saka jroning nalab”,

„berilah senyum tulus dari dalam hati‟, “tamu mau mesthi

rumangsa”, „tamu tadi pasti merasa‟, “begjalan mulya jroning

dhada”, „beruntung dan mulia dalam dada‟, “simbok linuberan

berkah saka sing Kuwasa”, „ibu mendapatkan berkah dari Sang

Pencipta‟.

Kutipan tersebut menceritakan seorang anak yang melarang

ibunya agar tidak perlu bekerja keras lagi. Seorang anak

menginginkan agar ibunya bersikap apa adanya jika ada tamu datang

yaitu dengan mempersilahkan untuk duduk di lantai dengan

beralaskan tikar. Anak ini menginginkan ibunya agar tidak perlu

repot-repot meminjam kursi pada tetangga. Anak ini menginginkan

ibunya agar menjamu tamu sesuai apa yang mereka miliki yaitu

cukup dengan memberikan segelas air putih dan senyuman yang tulus

dari dalam hati. Tamu nantinya akan mengerti dengan keadaan yang

ada. Cukup dengan senyuman yang tulus dari tuan rumah akan

membuat tamu merasa beruntung dan bahagia. Kebahagiaan yang

dirasakan tamu karena sikap baik dari tuanrumah akan membuat tuan

rumah (Ibu) mendapat limpahan berkah dari Tuhan.

b) “Sapa wonge tan nora susah lan sedhih


Ngrasakake petenging ati
Tanpa pepadhang kang amemadhangi
Padhanging wulan ndadari tan bisa madhangi ati
Gumebyaring lintang ing akasa nora bisa nglelipur ati
Kauningana kang sayekti
79

Amung pitutur kang sejati


Bisa gawe padhanging ati”

(Pitutur Kang Sejati, DL, 26/28/10/2015)

Terjemahan:
„Siapa orang yang mau susah dan sedih
Merasakan gelapnya hati
Tanpa cahaya yang menerangi
Sinar bulan purnama tidak dapat menyinari hati
Banyaknya bintang di angkasa tidak bisa menghibur hati
Ketahuilah ucapan yang benar
Hanya nasehat yang sejati
Dapat menjadikan terangnya hati‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “sapa wonge tan nora

susah lan sedhih”, „siapa orang yang mau susah dan sedih‟,

“ngrasakake petenging ati”, „merasakan gelapnya hati‟, “tanpa

pepadhang kang amemadhangi ”, „tanpa cahaya yang menerangi‟,

“padhanging wulan ndadari tan bisa madhangi ati”, „sinar bulan

purnama tidak dapat menyinari hati‟, “gumebyaring lintang ing

akasa nora bisa nglelipur ati”, „banyaknya bintang di angkasa

tidak bisa menghibur hati‟, “kauningana kang sayekti”,

„ketahuilah ucapan yang benar‟, “amung pitutur kang sejati”,

„hanya nasehat yang sejati‟, “bisa gawe padhanging ati”, „dapat

menjadikan terangnya hati‟.

Kutipan di atas menggambarkan bahwa tidak ada manusia

yang mau hidup menderita dan merasakan jauh dari Tuhan. Tuhan

lah yang akan memberikan petunjuk di jalan yang benar. Cahaya

bulan purnama pun tidak akan bisa menerangi hati. Walaupun


80

sejuta bintang tidak akan bisa menerangi hati, karena yang dapat

menerangi hati seseorang hanyalah penasehat.

c) “Lemah wis padha mlekah


Brongkah-brongkah nganti mrambah-mrambah
Dunya pancen wis rengka

Dunya iki pancen wis tua


Mangsane urip kanggo tata-tata
Aja seneng gawe bab ala
Nora gampang urip ing donya
Urip kang jare liyan pancen rekasa
Mula kanca ayo aja padha gawe gela lan cuwa”

(Jaman Akhir, DL, 29,19/12/2015)

Terjemahan:
„Tanah mengalami kekeringan
Bongkahan tanah melebar
Dunia ini sudah rapuh

Dunia sudah tua


Sudah saatnya hidup untuk bersiap-siap
Jangan senang membuat hal buruk
Tidak mudah menjalani kehidupan
Hidup yang menurut orang lain memang susah
Oleh karena itu jangan saling mengecewakan‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “lemah wis padha

mlekah”, „tanah mengalami kekeringan‟, “brongkah-brongkah

nganti mrambah-mrambah”, „bongkahan tanah melebar‟, “dunya

pancen wis rengka”, „dunia ini sudah rapuh‟, “dunya iki pancen

wis tua”, „dunia sudah tua‟, “mangsane urip kanggo tata-tata”,

„sudah saatnya hidup untuk bersiap-siap‟, “aja seneng gawe bab

ala”, „jangan senang membuat hal buruk‟, “nora gampang urip

ing donya”, „tidak mudah menjalani kehidupan‟, “urip kang jare


81

liyan pancen rekasa”, „hidup yang menurut orang lain memang

susah‟, “mula kanca ayo aja padha gawe gela lan cuwa”, „oleh

karena itu jangan saling mengecewakan‟.

Kutipan di atas menggambarkan bahwa dunia yang sudah

mulai tua dan rapuh. Saatnya manusia untuk bersiap-siap membawa

bekal menuju akhirat. Manusia diharapkan untuk bersikap dan

berperilaku sesuai dengan ajaran Tuhan yaitu memperbanyak

berbuat kebaikan dan mengurangi perbuatan yang buruk. Hidup di

dunia ini memang tidak mudah seperti menurut kebanyakan orang.

Oleh karena itu manusia diharuskan untuk tidak saling

mengecewakan.

d) “Adhem rinasa
Batin siniram tetesing tirta akasa
Rinengga endahing sedya tama
Sinandhing sihing dewa
Kinemulan katresnan jati widadari
Jinaga langgeng
Tan sinenggol watak candhala
Manunggal tan uwal tumekeng puputing jaman
Ayem rinegem
Sajeroning nala nggubet naleni jiwa
Suksma suci tan kendhat muji donga
Tinebihna sakehing sukerta
Pepalang godha rencana sumingkir
Pinayungan langgeng
Sihing Gusti nyawiji ngreksa
Manunggale dwi suksma kang tuhu tresna”

(Tirta Akasa, DL, 29/19/12/2015)

Terjemahan:
„Merasakan kedinginan
Seperti batin yang tersiram tetesan hujan
Menjaga keindahan yang utama
Disanding dengan kasih Tuhan
82

Terselimuti cinta yang tulus dari bidadari


Dijaga selamanya
Tidak tersentuh oleh sifat buruk
Menyatu tidak lepas hingga akhir jaman
Ketentraman yang didapatkan
Didalam hati yang mengikat jiwa
Jiwa yang suci tidak akan berhenti berdoa
Dijauhkan dari malapetaka
Segala marabahaya menyingkir
Dilindungi selamanya
Kasih Tuhan menjadi satu
Sukma yang menyatu menjadi cinta sejati‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “Adhem rinasa”,

„merasakan kedinginan‟, “batin siniram tetesing tirta akasa”,

„seperti batin yang tersiram tetesan hujan‟, “rinengga endahing

sedya tama”, „menjaga keindahan yang utama‟, “sinandhing

sihing dewa”, „disanding dengan kasih Tuhan‟, “kinemulan

katresnan jati widadari”, „terselimuti cinta yang tulus dari

bidadari‟, “jinaga langgeng”, „dijaga selamanya‟, “tan sinenggol

watak candhala”, „tidak tersentuh oleh sifat buruk‟, “manunggal

tan uwal tumekeng puputing jaman”, „menyatu tidak lepas hingga

akhir jaman‟, “ayem rinegem”, „ketentraman yang didapatkan‟,

“sajeroning nala nggubet naleni jiwa”, „didalam hati yang

mengikat jiwa‟, “suksma suci tan kendhat muji donga”, „jiwa

yang suci tidak akan berhenti berdoa‟, “tinebihna sakehing

sukerta”, „dijauhkan dari malapetaka‟, “pepalang godha rencana

sumingkir”, „segala marabahaya menyingkir‟, “pinayungan

langgeng”, „dilindungi selamanya‟, “sihing Gusti nyawiji


83

ngreksa”, „kasih Tuhan menjadi satu‟, “manunggale dwi suksma

kang tuhu tresna”, „sukma yang menyatu menjadi cinta sejati‟.

Kutipan di atas menggambarkan bahwa seseorang yang dekat

dengan Tuhan dirinya pasti merasakan penuh ketentraman batin serta

jiwanya. Kasih sayang Tuhan yang sudah menyatu pada jiwanya tidak

akan pernah tersentuh oleh keburukan. Kasih sayang yang sudah

menyatu pada dirinya sampai kapan pun tidak akan lepas dari dirinya.

Dirinya juga tidak ingin jauh dariNya. Seorang yang berdoa secara

tulus jiwanya akan selalu dilindungi serta dijauhkan dari malapetaka.

Sehingga yang dia rasakan adalah ketentraman yang abadi.

e) “O ngger anak-anakku ngertiya


Nalikane kowe isih padha bayi abang
Ndak rumat ndak emban ndak eman-eman
Ndak gulawenthah lan ndak kekudang
Simbok tansah nyenyuwun mring Gusti Kang Maha
Suci
Muga gedhemu mbesuk dadia wong sing migunani
Tumpraping nusa bangsa lan nagari
O ngger nalika kowe wiwit mlebu sekolah
Simbok mbudidaya ngulir budi wiwit
sesinggah
Murih bisa cukup kanggo urip ing sadhengah
wayah
Makarya lali sayah, lali lungkrah sikil dianggo sirah
Kabeh tak lakoni kanthi bungah tanpa ngresah
Sajuga esthi, mbesuk kowe mulya ora keri
sesamaning titah

Eman ngger kekudangan mleset lan kenyataan


Jebul ijasah dudu senjata peng-pengan
Mangka olehmu golek niba tangi kedhekukan
Direwangi ndlenjet komet lehmu nglamar gawean
Wangsulane kok kabeh padha“ra ana lowongan”
Simbok atine bingung kebak pitakonan
Apa gunane sekolah, ijazah, prihatin, lan kangelan?
Yen kabeh lamaran ora payu mung dadi tampikan
84

Ning yen duwe dhuwit sagebok, bisa nglancarake golek


gawean”

(Kekudangan Geseh Lan Kenyataan, DL, 29/19/12/2015)


Terjemahan:
„Putraku ketahuilah
Ketika kamu masih bayi merah
Dahulu ku rawat, ku gendong, ku sayang-sayang
Dahulu ku didik dan ku harapkan
Ibu berdoa kepada Tuhan
Semoga kamu kelak menjadi anak berguna
Bagi nusa bangsa dan negara

Putraku ketika kamu memasuki massa sekolah


Ibu berusaha semaksimal mungkin dan mulai menabung
Agar terpenuhi kehidupan dimassa yang akan datang
Bekerja tanpa mengenal lelah, tanpa mengenal waktu
Semua aku lakukan dengan tulus tanpa berkeluh kesah
Satu harapan, agar kelak hidupmu bahagia
tercukupi

Putraku ternyata yang aku harapkan tidak sesuai


kenyataan
Ternyata ijasah bukan senjata yang utama
Padahal caramu mencari ijasah sampai jatuh bangun
Dengan sekuat tenaga saat melamar pekerjaan
Tetapi jawaban semua sama“tidak ada lowongan”
Ibu bingung dan banyak pertanyaan
Apa gunanya sekolah, ijasah, prihatin, dan kesusahan?
Jika semua lamaran hanya ditolak
Tetapi jika punya banyak uang, mencari pekerjaan
adalah hal yang mudah‟

Pada kutipan di atas dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “O ngger anak-anakku

ngertiya”, „putraku ketahuilah‟, “nalikane kowe isih padha bayi

abang”, „ketika kamu masih bayi merah‟, “ndak rumat ndak emban

ndak eman-eman”, „dahulu ku rawat, ku gendong, ku sayang-

sayang‟, “ndak gulawenthah lan ndak kekudang”, „dahulu ku didik

dan ku harapkan‟, “simbok tansah nyenyuwun mring Gusti Kang


85

Maha Suci”, „ibu berdoa kepada Tuhan‟, “muga gedhemu mbesuk

dadia wong sing migunanii”, „semoga kamu kelak menjadi anak

berguna‟, “tumpraping nusa bangsa lan nagari”, „bagi nusa bangsa

dan negara‟, “O ngger nalika kowe wiwit mlebu sekolah”, „putraku

ketika kamu memasuki massa sekolah‟, “simbok mbudidaya ngulir

budi wiwit sesinggah”, „ibu berusaha semaksimal mungkin dan

mulai menabung‟, “murih bisa cukup kanggo urip ing sadhengah

wayah”, „agar terpenuhi kehidupan dimassa yang akan datang‟,

“makarya lali sayah, lali lungkrah sikil dianggo sirah”, „bekerja

tanpa mengenal lelah, tanpa mengenal waktu‟, “kabeh tak lakoni

kanthi bungah tanpa ngresah”, „semua aku lakukan dengan tulus

tanpa berkeluh kesah‟, “sajuga esthi, mbesuk kowe mulya ora keri

sesamaning titah”, „satu harapan, agar kelak hidupmu bahagia

tercukupi‟, “eman ngger kekudangan mleset lan kenyataan”,

„putraku ternyata yang aku harapkan tidak sesuai kenyataan‟,

“jebul ijasah dudu senjata peng-pengani”, „ternyata ijasah bukan

senjata yang utama‟, “mangka olehmu golek niba tangi

kedhekukan”, „padahal caramu mencari ijasah sampai jatuh

bangun‟, “direwangi ndlenjet komet lehmu nglamar gawean”,

„dengan sekuat tenaga saat melamar pekerjaan‟, “wangsulane kok

kabeh padha “ra ana lowongan”, „tetapi jawaban semua

sama“tidak ada lowongan”, “simbok atine bingung kebak

pitakonan”, „ibu bingung dan banyak pertanyaan‟, “apa gunane


86

sekolah, ijazah, prihatin, lan kangelan?”, „apa gunanya sekolah,

ijasah, prihatin, dan kesusahan?‟, “yen kabeh lamaran ora payu

mung dadi tampikan”, „jika semua lamaran hanya ditolak‟, “ning

yen duwe dhuwit sagebok, bisa nglancarake golek gawean”, „tetapi

jika punya banyak uang, mencari pekerjaan adalah hal yang

mudah‟.

Kutipan di atas menggambarkan seorang ibu yang

menceritakan kepada anak tentang masa lalu, dimana anaknya

selalu digendong, dirawat, di sayang-sayang. Ibu mengharapkan

agar kelak anaknya menjadi seorang yang berguna. Ketika

memasuki masa sekolah ibu berusaha semaksimal mungkin dengan

giat bekerja keras. Uang yang yang didapatkan dari hasil kerja

keras ibunya kemudian ditabung untuk memenuhi kehidupan di

masa yang akan datang. Suatu saat nanti anaknya bisa hidup

tercukupi tanpa kekurangan apapun. Ternyata harapan ibu selama

ini tidak sesuai dengan kenyataan, karena sebuah ijasah bukanlah

hal yang utama untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Sepertinya dunia mulai tidak adil karena jaman sekarang ini

uanglah yang menentukan nasib. Seorang ibu ini merasa bahwa

semua usaha dan perjuangan anaknya untuk mendapatkan sebuah

ijasah telah sia-sia. Anaknya telah berjuang kesana kemari untuk

mendapatkan pekerjaaan namun ditolak. Namun jika ada orang


87

yang mempunyai uang banyak dapat dengan mudah mendapatkan

pekerjaan.

f) “Wektu sing lumaku tanpa mandhek mangu


Ngajak ngaca beninge banyu
Sing metha wewayangan bisu
Metha urip mega klawu
Sapa taberi lan tlaten
Ngetung wektu tanpa sayah
Sewu jangkah, saleksa pengangkah
Ginambar cetha ing angen sayuta

Mung kang ngrungu osiking ati


Nalika wengi tidhem
Sumusup rasa katentreman
Ngebaki rasa jroning nala
Nggawa pepenginan lan pangarep-arep
Rasa ayem lan tentrem
Nggayuh urip lelandhesan syukur
Lan rasa matur nuwun
Marang Sang juru Slamet
Kang miyos sesidheman
Ing ati lan panguripan”

(Ing Enteke Taun, DL, 30/26/12/2015)

Terjemahan:
„Waktu terus berjalan
Mengajak bercermin pada air jernih
Yang terlihat hanya bayangan bisu
Bayangan hidup yang samar-samar

Siapa yang rajin dan tekun


Menghitung waktu tanpa lelah
Seribu langkah, banyaknya keinginan
Tergambar jelas dalam sejuta khayalan

Hanya terdengar bisikan dalam hati


Dimalam yang sunyi
Menelusuri rasa ketentraman
Memenuhi rasa di dalam hati
Membawa keinginan dan harapan
Rasa nyaman dan tentram
Menginginkan hidup yang dilandasi rasa syukur
Dan rasa terimakasih
88

Kepada Pemberi Selamat


Yang diam-diam hadir
Di dalam hati dan kehidupan‟

Pada kutipan di atas dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “wektu sing lumaku

tanpa mandhek mangu”, „waktu terus berjalan‟, “ngajak ngaca

beninge banyu”, „mengajak bercermin pada air jernih‟, “sing

metha wewayangan bisu”, „yang terlihat hanya bayangan bisu‟,

“metha urip mega klawu”, „bayangan hidup yang samar-samar‟,

“sapa taberi lan tlaten”, „siapa yang rajin dan tekun‟, “ngetung

wektu tanpa sayah”, „menghitung waktu tanpa lelah‟, “sewu

jangkah, saleksa pengangkah”, „seribu langkah, banyaknya

keinginan‟, “ginambar cetha ing angen sayuta”, „tergambar jelas

dalam sejuta khayalan‟, “mung kang ngrungu osiking ati”, „hanya

terdengar bisikan dalam hati‟, “nalika wengi tidhem”, „dimalam

yang sunyi‟, “sumusup rasa katentreman”, „menelusuri rasa

ketentraman‟, “ngebaki rasa jroning nala”, „memenuhi rasa di

dalam hati‟, “nggawa pepenginan lan pangarep-arep”, „membawa

keinginan dan harapan‟, “rasa ayem lan tentrem”, „rasa nyaman

dan tentram‟, “nggayuh urip lelandhesan syukur”, „menginginkan

hidup yang dilandasi rasa syukur‟, “lan rasa matur nuwun”, „dan

rasa terimakasih‟, “marang Sang juru Slamet”, „kepada Pemberi

Selamat‟, “kang miyos sesidheman”, „yang diam-diam hadir‟, “ing

ati lan panguripan”, „di dalam hati dan kehidupan‟.


89

Kutipan di atas menggambarkan bahwa waktu yang terus

berjalan mengharuskan manusia untuk introspeksi diri. Semua

keinginan manusia akan tercapai dengan usaha yang keras dan

tekun. Manusia akan merasakan ketentraman dan kedaimaian

dalam jiwanya jika hidupnya dipenuhi rasa syukur dan terimakasih

kepada Tuhan. Tuhan lah yang selalu ada untuk memberikan

limpahan rahmat dalam kehidupan manusia.

g) “Apa isih ana sing bisa diluru


Nalika ati kebak tatu
Gilir gumantine wektu tansaya nambah perihing tatu
Amarga rasa kapangku kasingal dahuru

Ing antarane mendhung-mendhung klawu


Dakrakit lungite ukara tresna
Nalika esemmu bali pecah ing semburate mega jingga
Nanging kena apa esemmu nggawa wisa
Sing tembe mburine tansaya gawe ati tansaya tatu

Rinakit tembung-tembung lungit


Kang karonce ing pinggire langit
Gurit wektu wis dadi seksi
Ati sing tansaya adoh saka nur illahi”

(Gurit Wektu, DL, 31,2/1/2016)

Terjemahan:
„Apa masih dapat dicari
Ketika hati penuh luka
Silih bergantinya waktu menambah perihnya luka
Karena rasa rinduku yang tertinggal

Di antara mendung kelabu


Kurangkai indahnya kata cinta
Ketika senyum palsu kembali bersamaan dengan
terbenamnya matahari
Tetapi kenapa senyummu membawa luka
Pada akhirnya membuat hati semakin terluka
90

Kurangkai kata-kata indah


Yang diceritakan di tepi langit
Bergantinya waktu yang menjadi saksi
Hati semakin jauh dari petunjuk Tuhan‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “apa isih ana sing

bisa diluru”, „apa masih dapat dicari‟, “nalika ati kebak tatu”,

„ketika hati penuh luka‟, “gilir gumantine wektu tansaya nambah

perihing tatu”, „silih bergantinya waktu menambah perihnya luka‟,

“amarga rasa kapangku kasingal dahuru”, „karena rasa rinduku

yang tertinggal‟, “ing antarane mendhung-mendhung klawu”, „di

antara mendung kelabu‟, “dakrakit lungite ukara tresna”,

„kurangkai indahnya kata cinta‟, “nalika esemmu bali pecah ing

semburate mega jingga”, „ketika senyum palsu kembali bersamaan

dengan terbenamnya matahari‟,“nanging kena apa esemmu

nggawa wisa”, „tetapi kenapa senyummu membawa luka‟, “sing

tembe mburine tansaya gawe ati tansaya tatu”, „pada akhirnya

membuat hati semakin terluka‟, “rinakit tembung-tembung lungit”,

„kurangkai kata-kata indah‟, “kang karonce ing pinggire langiti”,

„yang diceritakan di tepi langit‟, “durit wektu wis dadi seksi”,

„bergantinya waktu yang menjadi saksi‟, “ati sing tansaya adoh

saka nur illahi”, „hati semakin jauh dari petunjuk Tuhan‟.

Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang terluka

hatinya karena sangat merindukan orang yang dia cintai. Semakin ia

merindukan orang yang dicintai semakin sakit hatinya. Berjalannya


91

waktu rasa sakit itu semakin dalam karena kerinduan yang tak

terbalaskan. Kerinduannya pada sesama manusia terlalu berlebihan

sehingga membuatnya jauh dari Tuhan yang telah menciptakannya.

h) “Papanmu prasaja sepi kaya tan mbejaji


Ning sliramu nggegi adeging sastra Jawi
Budaya adiluhung tilarane para suwargi
Wis akeh sing ngramal yen sastra Jawa bakal mati.
Aku bengok sora... ora bakal iki dumadi
Toh isih akeh wong Jawa sing urip ing bumi iki
Sing tansah nggunakake basa budaya lan jati diri
Memetri unggah-ungguh .... solah bawa lan tata krami

Crita cekak, macapatan, gurit ora bakal purna


Djaka Lodang kebak saloka sanepa katutup warana
Sing ngemot pitutur wewarah ajine ngluwihi brana
Para mudha aja isin... aja wegah... kabeh ik openana
Yen sliramu mung njingglengi lipuring ati ing gedhah
kaca
Sing critane akehe mung kebak sandiwara

Numpuk bandha ....hura-hura...nguja hawa sepi tepa


salira
Sliramu bakal kelangan semangat nglumpruk tanpa
daya”

(Patehan Tengah No. 29, DL, 32/9/1/2016)

Terjemahan:
„Tempatmu sepi tak berguna
Tapi kamu kukuh melestarikan sastra Jawa
Budaya yang dijunjung tinggi peninggalan para leluhur
Sudah banyak yang memperkirakan bahwa sastra Jawa
akan sirna
Aku berteriak keras tidak akan terjadi
Masih banyak orang jawa yang hidup di bumi
Selalu menggunakan bahasa budaya dan jati diri
Menjaga sopan santun dan tata krama
Cerita pendek, lagu, puisi tidak akan sirna
Djaka Lodang penuh peribahasa yang membandingkan
tertutup oleh penghalang
Isinya berupa pembelajaran kekuatan melebihi kekayaan
Pemuda jangan malu... jangan malas.. semua ini jagalah
Jika dirimu hanya menghibur hati dibalik kaca
92

Banyaknya cerita hanya sandiwara

Bertumpuk kekayaaan kesenangan dan memuliakan


suasana sunyi menjaga perasaan
Dirimu akan kehilangan semangat kebersamaan tanpa
tenaga‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “papanmu prasaja

sepi kaya tan mbejaji”, „tempatmu sepi tak berguna‟, “ning

sliramu nggegi adeging sastra Jawi”, „tapi kamu kukuh

melestarikan sastra Jawa‟, “budaya adiluhung tilarane para

suwargi”, „budaya yang dijunjung tinggi peninggalan para

leluhur‟, “wis akeh sing ngramal yen sastra Jawa bakal mati”,

„sudah banyak yang memperkirakan bahwa sastra Jawa akan sirna‟,

“aku bengok sora... ora bakal iki dumadi”, „aku berteriak keras

tidak akan terjadi, “toh isih akeh wong Jawa sing urip ing bumi

ikii”, „masih banyak orang jawa yang hidup di bumi‟, “sing

tansah nggunakake basa budaya lan jati diri”, „selalu

menggunakan bahasa budaya dan jati diri‟, “memetri unggah-

ungguh .... solah bawa lan tata krami”, „menjaga sopan santun

dan tata krama‟, “crita cekak, macapatan, gurit ora bakal purna”,

„cerita pendek, lagu, puisi tidak akan sirna‟, “djaka Lodang kebak

saloka sanepa katutup waranai”, „djaka Lodang penuh peribahasa

yang membandingkan tertutup oleh penghalang‟, “sing ngemot

pitutur wewarah ajine ngluwihi branai”, „isinya berupa

pembelajaran kekuatan melebihi kekayaan‟, “para mudha aja


93

isin... aja wegah... kabeh ik openanai”,‟pemuda jangan malu...

jangan malas.. semua ini jagalah‟, “yen sliramu mung njingglengi

lipuring ati ing gedhah kaca”, „jika dirimu hanya menghibur hati

dibalik kaca‟, “sing critane akehe mung kebak sandiwara”,

„banyaknya cerita hanya sandiwara‟, “numpuk bandha ....hura-

hura...nguja hawa sepi tepa salira”, „bertumpuk kekayaaan

kesenangan dan memuliakan suasana sunyi menjaga perasaan‟,

”sliramu bakal kelangan semangat nglumpruk tanpa daya”,

„dirimu akan kehilangan semangat kebersamaan tanpa tenaga‟.

Kutipan di atas menceritakan bahwa banyak orang

memperkirakan kebudayaan Jawa akan mati tapi kenyataannya

tidak seperti yang dibicarakan. Masih banyak orang yang

mendalami atau mempelajari tentang kebudayaan serta menjaga

etika sopan santun yang masih tetap berlanjut. Ada seseorang yang

sedang menggambarkan sebuah surat kabar. Surat kabar ini telah

melestarikan budaya Jawa dengan memuat karya sastra Jawa di

dalamnya. Karya sastra Jawa ini membuat pembelajaran mengenai

budaya jawa yaitu perilaku sopan santun dan bertata krama.

Seseorang ini juga mengajak kepada para pemuda agar tidak malu

untuk melestarikan budaya Jawa. Seseorang ini menasihati pemuda

yang menyendiri di dalam kamar yang tidak memiliki semangat

tinggi.
94

i) “Jero jembaring samodra


Wis nate ndak langeni
Mung kanggo ngudi jatining dhiri
Nanging datan kasil nemoni
Sewu dhuwuring arga
Wis nate ndak pecaki
Kanggo nemokake pangiloning dhiri
Nanging kabeh kebak eri
Ing suwaliking kitab suci iki
Ati kasil nemu sabda peni
Kang bisa dadi tekening jati
Jumangkah tumuju kamulyan swargi
Ing rerangkening kidung donga
Rasa kapanging jiwa nemu tamba
Datan ana rasa lara lan nalangsa
Kabeh sarwa suka gambira”

(Sangkan Paran, DL, 36/6/2/2016)

Terjemahan:
„Dalam luasnya samudra
Sudah pernah kuarungi
Hanya untuk mencari jati diri
Tapi tidak membuahkan hasil
Seribu tingginya gunung
sudah pernah kudaki
Untuk menemukan cerminan diri
Tapi semua penuh duri
Dibalik kitab suci ini
Hati ini mendapat penerangan
Yang menjadi penuntun hati
Untuk menuju kesenangan surgawi
Untaian syair doa
Rasa rindu jiwa menemukan obatnya
Tanpa rasa sakit dan menderita
Semua menjadi bahagia‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “jero jembaring

samodra”, „dalam luasnya samudra‟ “wis nate ndak langeni”, „sudah

pernah kuarungi‟, “mung kanggo ngudi jatining dhiri”, „hanya untuk

mencari jati diri‟, “nanging datan kasil nemoni”, tapi tidak


95

membuahkan hasil‟, “sewu dhuwuring arga”, „seribu tingginya

gunung‟,“wis nate ndak pecaki”, sudah pernah kudaki‟, “kanggo

nemokake pangiloning dhiri”, „untuk menemukan cerminan diri‟,

“nanging kabeh kebak eri”, „tapi semua penuh duri‟, “ing

suwaliking kitab suci iki”, „dibalik kitab suci ini‟, “ati kasil nemu

sabda peni”, „hati ini mendapat penerangan‟, “kang bisa dadi

tekening jati”, „yang menjadi penuntun hati‟, “jumangkah tumuju

kamulyan swargi”, „untuk menuju kesenangan surgawi‟,“ing

rerangkening kidung donga”, „untaian syair doa‟, “rasa kapanging

jiwa nemu tamba”, „rasa rindu jiwa menemukan obatnya‟, “datan

ana rasa lara lan nalangsa”, „tanpa rasa sakit dan menderita‟,

“kabeh sarwa suka gambira”, „semua menjadi bahagia‟.

Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang sedang

mencari jati diri. Seseorang ini dalam menjalani kehidupan telah

melewati berbagai macam cobaan dalam hidupnya. Susah senang

telah ia lewati. Namun seseorang ini tidak menemukan jati dirinya

yang ia cari. Pada akhirnya ia mendapat petunjuk dari kitab suci yang

diturunkan Tuhan. Ia mendapatkan petunjuk untuk berbuat kebaikan

karena kebaikan itu nantinya akan membawanya ke surgaNya.

Cobaan hidup yang dialami seseorang akan terasa ringan jika ia jalani

dengan ikhlas dan penuh doa. Pada akhirnya semua akan menjadi

kebahagiaan yang sesungguhnya.


96

j) “Sawetara aku tan bisa cedhak sliramu


Ngupadi wektu kadia
Goleki jarum satengahing lamen
Dak olak-alik angel tinemu
Nganti kangen iki nyiksa ati
Rasa bungah ing dalu iki
Tinemu wekdal sawuse dedonga marang Gusti
Tabuh kalih ing wulan Nopember iki
Kapang dak sok kaya ora kepengin nguwali
Mugi rasa iki tansah sambung salami
Atur panuwun tanpa upami
Kapangku bisa diobati
Kasarasan lahir batin mugio angrenggani
Makarya tansah kebak semagad
Pangajab kasil kanthi murwad”

(Kapangku Marang Sliramu, DL, 32/ 9/1/2016)

Terjemahan:
„Sementara aku tak bisa dekat denganmu
Menunggu waktu yang tepat
Mencari jarum ditengah jerami
Di bolak-balik sulit ditemukan
Sehingga rindu ini menyiksa hati
Rasa bahagia malam ini
Didapatkan setelah berdoa Tuhan
Tanggal dua di bulan November
Rindu takkan pernah terganti
Semoga rasa ini tak akan terganti
Semoga rasa ini ada selamanya
Terimakasih tiada tara
Rinduku telah terobati
Sehat lahir batin semoga menyertai
Bekerja penuh dengan semangat
Keinginan mendapatkan keberhasilan‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “sawetara aku tan bisa

cedhak sliramu”, „sementara aku tak bisa dekat denganmu‟,

“ngupadi wektu kadia”, „menunggu waktu yang tepat‟, “goleki

jarum satengahing lamen”, „mencari jarum ditengah jerami‟, “dak


97

olak-alik angel tinemu”, „di bolak-balik sulit ditemukan‟, “nganti

kangen iki nyiksa ati”, „sehingga rindu ini menyiksa hati‟, “Rasa

bungah ing dalu iki”, „rasa bahagia malam ini‟, “Tinemu wekdal

sawuse dedonga marang Gusti”, „didapatkan setelah berdoa Tuhan‟,

“tabuh kalih ing wulan Nopember iki”, „tanggal dua di bulan

November‟, “kapang dak sok kaya ora kepengin nguwali”, „rindu

takkan pernah terganti‟, “mugi rasa iki tansah sambung salami”,

„semoga rasa ini ada selamanya‟, “atur panuwun tanpa upami”,

„terimakasih tiada tara‟, “kapangku bisa diobati”, „rinduku telah

terobati‟, “kasarasan lahir batin mugio angrenggani”, „sehat lahir

batin semoga menyertai‟, “makarya tansah kebak semagad”,

„bekerja penuh dengan semangat‟, “pangajab kasil kanthi murwad”,

„keinginan mendapatkan keberhasilan‟.

Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang merindukan

kekasihnya tapi untuk saat ini kerinduan tersebut hanya dapat

dipendam saja. Dengan menunggu waktu yang tepat agar dapat

bertemu dengannya. Walaupun rindu ini semakin hari semakin

menyiksa hati, tapi akan ia sempatkan untuk berdoa pada Tuhan, agar

kerinduan dan rasa sayang ini tidak akan pernah terganti. Setelah

bergantinya bulan kerinduan ini dapat terobati karena dapat bertemu

dengan kekasihnya. Rasa bahagia, kesehatan, dan semangat bekerja

mulai bangkit lagi. Berharap semua ini menjadikan kebahagiaan yang

tiada tara.
98

k) “Ora sah kok enteni


Yen mangsa iki gumanti
Aku mesti bali
Nggawa kabar peni
Ora sah kok antu-antu
Wektu kang bisa diluru
Tunggunen ing sangisore mega biru
Esemku ora bakal keplayu
Ora sah kok weling-welingake
Yen isih ana sunare srengenge
Aku ora-orane nglalekake
Setyaku kang tuhu nedya dakwujudake”

(Setyaku, DL, 39/27/2/2016)

Terjemahan:
„Tak perlu ditunggu-tunggu
Ketika waktu silih berganti
Aku pasti pulang
Membawa kabar kebahagiaan
Tak perlu ditunggu-tunggu
Waktu yang dapat dicari
Tunggulah di bawah awan biru
Senyumku tidak akan hilang

Tak perlu diingatkan


Jika masih ada sinar matahari
Aku tak akan melupakan
Kesetiaanku yang tulus akan kuwujudkan‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “ora sah kok enteni”,

„tak perlu ditunggu-tunggu‟, “yen mangsa iki gumanti”, „ketika

waktu silih berganti‟, “aku mesti bali”, „aku pasti pulang‟, “nggawa

kabar peni”, „membawa kabar kebahagiaan‟, “ora sah kok antu-

antu”, „tak perlu ditunggu-tunggu‟, “wektu kang bisa diluru”, „waktu

yang dapat dicari‟, “tunggunen ing sangisore mega biru”, „tunggulah

di bawah awan biru‟, “esemku ora bakal keplayu”, „senyumku tidak


99

akan hilang‟, “ora sah kok weling-welingake”, „tak perlu diingatkan‟,

“yen isih ana sunare srengenge”, „jika masih ada sinar matahari‟,

“aku ora-orane nglalekake”, „aku tak akan melupakan‟, “setyaku

kang tuhu nedya dakwujudake”, „kesetiaanku yang tulus akan

kuwujudkan‟.

Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang sedang

menghitung hari demi hari mengharapkan kabar dari kekasihnya.

Seorang kekasih yang setia tak perlu diragukan lagi kesetiaanya. Pasti

dia akan pulang membawa kabar kebahagiaan demi orang yang

disayangi. Jangan pernah mengkhawatirkannya, karena dia tidak akan

pernah mengingkari kesetiaanya walaupun waktu silih berganti.

Senyum tulus ini hanya untuk seseorang yang terpenting dalam

hidupnya. Jika sudah saatnya waktu telah tiba dia akan datang

menemui kekasihnya.

l) “Adoh sadurunge tumapak pensiun


Gawang-gawang pensiun katon endah
Leha-leha lungguh neng omah
Dhuwit pensiun mudhun marambah

Nanging sawise tumapak lumebu pensiune


Jebul akeh sandhungane
Dhuwit pensiune akeh sudane
Mung semene persen saka bayare
Kabeh tunjangan kaadhegake
Omah lan mobil dinas kudu dibaleake

Tundone, urip krasa kosong sepi


Peran kang wus nyawiji dhiri pribadi
Karucat saka pundhake mbaja siji
Yen mangkono banjur “apa gunane urip iki?”
Mula tuwuh frustasi, ilang gregeting ati
Sayekti kabeh iku mrosot mungguhing lahiriah
100

Nanging tumpraping batinlah malah tambah


Sapantase atur syukur marang Gusi Allah
Dene lakuning karier wus bisa lumampah
Tugas tuntas rampung tekan “garis finish”
Tan kecer kandheg tengahing margi
Antuk slamet hayu basuki”

(Hikmah Jroning Mangsa Pengsiune, DL,41/12/3/2016)

Terjemahan:
„Jauh sebelum memasuki massa pensiun
Gambaran pensiun terlihat indah
Duduk santai di rumah
Uang pensiun semakin berkurang

Tetapi setelah memasuki massa pensiun


Ternyata banyak kendala
Uang pensiun semakin berkurang
Hanya sebagian dari gajinya
Semua tunjangan diberhentikan
Rumah dan mobil dinas harus dikembalikan
Hidupnya berakhir menderita
Jabatan yang pernah menyatu pada dirinya
Hilang dari bahunya satu persatu
Jika sudah begitu “apa manfaatnya hidup ini?”
Sehingga timbul frustasi, kehilangan rasa semangat

Ternyata semua itu hilang dari lahirnya


Tetapi batinnya semakin bertambah
Sepantasnya mengucapkan syukur pada Tuhan
Karena perjalan karir dapat terselesaikan
Tugas selesai sampai pada massanya
Tak ada sedikitpun yang tertinggal
Yang didapatkan ketentraman‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “adoh sadurunge

tumapak pensiun”, „jauh sebelum memasuki massa pensiun‟,

“gawang-gawang pensiun katon endah”, „gambaran pensiun

terlihat indah‟, “leha-leha lungguh neng omah”, „duduk santai di

rumah‟, “dhuwit pensiun mudhun marambah”, „uang pensiun


101

semakin berkurang‟, “nanging sawise tumapak lumebu

pensiune”, „tetapi setelah memasuki massa pensiun‟, “jebul akeh

sandhungane”, „ternyata banyak kendala‟, “dhuwit pensiune akeh

sudane”, „uang pensiun semakin berkurang‟, “mung semene

persen saka bayare”, „hanya sebagian dari gajinya‟, “kabeh

tunjangan kaadhegake”, „semua tunjangan diberhentikan‟, “omah

lan mobil dinas kudu dibaleake”, „rumah dan mobil dinas harus

dikembalikan‟, “tundone, urip krasa kosong sepi”, „hidupnya

berakhir menderita‟, “peran kang wus nyawiji dhiri pribadi”,

„jabatan yang pernah menyatu pada dirinya‟, “karucat saka

pundhake mbaja siji”, „hilang dari bahunya satu persatu‟, “Yen

mangkono banjur “apa gunane urip iki?”, „jika sudah begitu “apa

manfaatnya hidup ini?‟, “mula tuwuh frustasi, ilang gregeting ati”,

„sehingga timbul frustasi, kehilangan rasa semangat‟, “sayekti kabeh

iku mrosot mungguhing lahiriah”, „ternyata semua itu hilang dari

lahirnya‟, “Nanging tumpraping batinlah malah tambah”, „tetapi

batinnya semakin bertambah‟, “Sapantase atur syukur marang

Gusi Allah”, „sepantasnya mengucapkan syukur pada Tuhan‟, “Dene

lakuning karier wus bisa lumampah”, „karena perjalan karir dapat

terselesaikan‟, “tugas tuntas rampung tekan “garis finish”, „tugas

selesai sampai pada massanya‟, “tan kecer kandheg tengahing

margi”, „tak ada sedikitpun yang tertinggal‟, “antuk slamet hayu

basuki”, „yang didapatkan ketentraman‟.


102

Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang sedang

berandai-andai jika suatu saat masa jabatannya telah habis, maka

hidupnya akan terasa indah karena dapat bersantai-santai dirumah

tanpa memikirkan tugas yang harus ditanggungnya. Kemudian

setiap bulannya mendapat gaji tanpa harus bekerja. Setelah

beberapa tahun kemudian massa pensiunnya telah tiba. Ternyata

yang selama ini dibayangkan tak seindah dengan kenyataanya.

Karena banyak kendala yang dihadapi pada masa pensiunnya yaitu

seperti berkurangnya (sedikitnya) gaji serta semua fasilitas dari

kantor diberhentikan. Hidupnya yang dulu serba berkecukupan dan

sekarang berubah menjadi kekosongan. Tidak hanya itu saja,

jabatan satu per satu terlepas dari bahunya sehingga membuatnya

merasakan ketidakpuasan untuk menjalani kehidupannya saat ini.

Sehingga timbulah patah semangat untuk menjalani hidupnya yang

sekarang. Apa gunanya hidup ini tanpa bergelimpang harta dan

jabatan semua yang ia jalani akan sia-sia tanpa itu semua. Ternyata

tak ada gunanya meratapi itu semua lebih baik mensyukuri segala

nikmatnya karena sudah dapat menjalankan tugasnya sampai

finish. Yang paling penting saat ini lebih baik mendekatkan diri

pada Tuhan dan berdoa semoga kehidupan yang dijalani penuh

dengan rasa tentram.


103

a) “Ocehe manuk neng kurungan cinipta geguritan


tembang
kang endah menehi pralambang
Sanajan neng njero krangkeng swarane bablas
gumlanthang

Tangis atine krodha nanging wis tanpa tanja


Timbang nelangsa aluwung parisuka

Ora mergo mangan tan ngombe kang tansah ana


Nanging rumangsa yen urip mung saderma

Ora ana kang kumecap neng alam donya


Kang ngemohi apa kang den lakonana
Kejaba uripe janma kang bisa nggelar nggulung
Pangrasa tuwin lelakon kebak petung
Iya mung aku lan kowe kang bisa premana
Endi kang bener kang pancen pener
Lan endi kang salah kang pancen bubrah

Yen kepengin urip merdika


Manuk neng kurungan uga rinasa padha
Iku mung kagawa sapa sing krungu
Yen dheweke bisa tata basa
Sanajan atine keranta-ranta nanging atine ewuh aya
Upama lunga uga bakal cilaka
Aluwung ngoceh ngumbar suwara
Utawa mbisu ing salawase urip

Ngayahi lelakon kang pancen wis ana sing kongkon


Urip pisan neng kurungan
Kudu manut upama dadi dagangan
Kebeh iku perjuangan lan pengurbanan
Kanggo nuruti kesenengane liyan
Pancen wis kalah janji kowe dadi manungsa
Aku dadi manuk
Nanging eling elingen
Kapan kapan aku lan kowe
Tekan mangsane drajate padha
Kaya nalika semana”

(Manuk Klangenan, DL, 42/19/3/2016)

Terjemahan:
„Kicauan burung di sangkar menciptakan puisi lagu
yang indah memberi perlambang
104

Meskipun di dalam sangkar suara tetap terdengar jelas

Tangisnya hati bergejolak tetapi sudah tanpa hasil


Daripada sengsara lebih baik bersuka hati

Bukan karena makan dan minum yang selalu tersedia


Tetapi (karena) merasa jika hidupnya hanya sementara

Tidak ada pengecualian di dunia


Yang menolak apa yang dilakukan
Kecuali hidup manusia yang bisa menggelar dan
menggulung
Perasaan dan tindakan yang penuh dengan perhitungan
Ya hanya aku dan kamu yang bisa jelas melihat
Mana yang benar yang memang benar
Dan mana yang salah yang memang bubar

Jika ingin hidup merdeka


Burung di sangkar juga merasakan yang sama
Itu hanya terbawa siapa yang mendengarnya
Jika ia dapat berbicara
Meskipun hatinya merana tetapi hatinya sangatlah malu
Jika pergi juga akan celaka
Lebih baik berkicau atau membisu selama hidupnya

Melakukan segala tindakan yang sudah diatur


Hidup sekali di dalam sangkar
Harus menurut jika menjadi barang dagangan
Semua itu perjuangan dan pengorbanan
Untuk menuruti kesenangan orang lain
Memang sudah kalah janji kamu menjadi manusia
Aku yang akan menjadi burung
Tetapi ingatlah
Kapan-kapan aku dan kamu
Suatu saat nanti derajatnya akan sama
Seperti waktu itu‟

Pada kutipan di atas, dikategorikan gaya bahasa asonansi

karena adanya perulangan huruf vokal yaitu “ocehe manuk neng

kurungan cinipta geguritan tembang”, „kicauan burung di

sangkar menciptakan puisi lagu, “kang endah menehi

pralambang”, „yang indah memberi perlambang‟, “sanajan neng


105

njero krangkeng swarane bablas gumlanthang”, „meskipun di

dalam sangkar suara tetap terdengar jelas‟, “tangis atine krodha

nanging wis tanpa tanja”, „tangisnya hati bergejolak tetapi sudah

tanpa hasil‟, “timbang nelangsa aluwung parisuka”, „daripada

sengsara lebih baik bersuka hati‟, “ora mergo mangan tan ngombe

kang tansah ana”, „bukan karena makan dan minum yang selalu

tersedia‟, “nanging rumangsa yen urip mung saderma”, „tetapi

(karena) merasa jika hidupnya hanya sementara‟, “ora ana kang

kumecap neng alam donya”, „tidak ada pengecualian di dunia‟,

“kang ngemohi apa kang den lakonana”, „yang menolak apa yang

dilakukan‟, “kejaba uripe janma kang bisa nggelar nggulung”,

„kecuali hidup manusia yang bisa menggelar dan menggulung‟,

“pangrasa tuwin lelakon kebak petung”, „perasaan dan tindakan

yang penuh dengan perhitungan‟, “iya mung aku lan kowe kang

bisa premana”, „ya hanya aku dan kamu yang bisa jelas melihat‟,

“endi kang bener kang pancen peneri”, „mana yang benar yang

memang benar‟, “lan endi kang salah kang pancen bubrah”, „dan

mana yang salah yang memang bubar‟, “yen kepengin urip

merdika”, „jika ingin hidup merdeka‟, “manuk neng kurungan

uga rinasa padha”, „burung di sangkar juga merasakan yang

sama‟, “iku mung kagawa sapa sing krungu”, „itu hanya terbawa

siapa yang mendengarnya‟, “yen dheweke bisa tata basa”, „jika ia

dapat berbicara‟, “sanajan atine keranta-ranta nanging atine


106

ewuh aya”, „meskipun hatinya merana tetapi hatinya sangatlah

malu‟, “upama lunga uga bakal cilaka”, „jika pergi juga akan

celaka‟, “aluwung ngoceh ngumbar suwara”, „lebih baik

berkicau‟, “utawa mbisu ing salawase urip”, „atau membisu

selama hidupnya‟, “ngayahi lelakon kang pancen wis ana sing

kongkon”, „melakukan segala tindakan yang sudah diatur‟, “urip

pisan neng kurungan”, „hidup sekali di dalam sangkar‟, “kudu

manut upama dadi dagangan”, „harus menurut jika menjadi

barang dagangan‟, “kebeh iku perjuangan lan pengurbanan”,

„semua itu perjuangan dan pengorbanan‟, “kanggo nuruti

kesenengane liyani”, „untuk menuruti kesenangan orang lain‟,

“pancen wis kalah janji kowe dadi manungsa”, „memang sudah

kalah janji kamu menjadi manusia‟, “aku dadi manuk”, „aku yang

akan menjadi burung‟, “nanging eling elingen”, „tetapi ingatlah‟,

“kapan kapan aku lan kowe”, „kapan-kapan aku dan kamu‟,

“tekan mangsane drajate padha”, „suatu saat nanti derajatnya

akan sama‟, “kaya nalika semana”, „seperti waktu itu‟.

Kutipan di atas menggambarkan seseorang yang merasakan

kepedihan karena keinginannya mendapatkan kebebasan dan

kesuksesan tidak dapat diwujudkan. Hidupnya seperti di dalam

penjara karena ia harus menuruti apa yang diperintahkan. Karena

kebenaran dan kesalahan hanyalah kamu dan aku yang tau saat ini.

Dunia ini memang penuh dengan perhitungan, karena aku disini


107

juga merasakan kepedihan, meratapi semua yang aku jalani saat

ini. Dimana aku menjadi seorang pekerja keras akan tetapi

pekerjaan yang aku kerjakan tidak halal. Sebenarnya aku

menginginkan pekerjaan halal bukan menginginkan pekerjaan

seperti ini. Pekerjaan seperti ini dilakukan secara terpaksa tak dapat

mengelak kecuali hanya bisa menuruti semua keinginannya. Hidup

ini hanya sementara, yang dapat dilakukan hanya berpasrah diri

serta menyimpan sakit hati. Hidup ini berdasarkan dagangan dan

pengorbanan. Setiap harinya harus menuruti kesenangan orang lain

dengan cara diperjualbelikan. Jika ia menolaknya dan memaksakan

diri untuk keluar dari pekerjaan tersebut, yang ia dapatkan

hanyalah celaka.

2) Litotes

Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan

sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal yang

dinyatakan kurang dari keadaaan sebenarnya atau suatu pikiran

dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya.

a) “Menawa seliramu ketemu


Pawongan mbuh sapa wae
Ngucapa jroning atimu
Mbok menawa dheweke
Luwih becik ibadahe ing ngarsane Gusti
Dheweke luwih mulya drajate tinimbang aku

Menawa seliramu kepethuk


Pawongan luwih enom utawa bocah cilik
Ngucapa jroning atimu
Wis mesthi dheweke durung okeh dosane
Ora kaya aku kang wis kakean dosa
108

Muga Gusti paring pangapura

Menawa seliramu ketemu


Pawongan kang luwih tuwa
Ngucapa jroning atimu
Mbok menawa wis akeh ilmu lan amale
Dheweke luwih dhisik manembah mring Gusti
Wis mesthi luwih mulya tinimbang aku”

(Ngucapa Jroning Atimu, DL, 31/2/1/2016)

Terjemahan:
„Apabila kamu bertemu
Orang lain entah siapa saja
Ucapkanlah dalam hatimu
Mungkin dirinya
Lebih baik ibadahnya di hadapan Tuhan
Dirinya lebih mulia derajatnya daripada aku

Apabila kamu bertemu


Orang yang lebih muda atau anak kecil
Ucapkanlah dalam hatimu
Pasti dia belum banyak dosanya
Tidak seperti aku yang penuh dosa
Semoga Tuhan memaafkan

Apabila kamu bertemu


Orang yang lebih tua
Ucapkanlah dalam hatimu
Mungkin sudah banyak ilmu dan amalnya
Dirinya lebih awal bertirakat kepada Tuhan
Sudah pasti lebih terhormat daripada aku‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa litotes ditunjukkan pada

kutipan “Mbok menawa wis akeh ilmu lan amale”, „mungkin

sudah banyak ilmu dan amalnya‟, “dheweke luwih dhisik

manembah mring Gusti”, „dirinya lebih awal bertirakat pada

Tuhan‟, “Wis mesthi luwih mulya tinimbang aku”, „sudah pasti

terhormat daripada aku‟.


109

Kutipan di atas menceritakan tentang seseorang yang

bertemu dengan orang yang lebih muda atau anak kecil maupun

orang yang lebih tua darinya harus berprasangka baik kepada

semua orang. Mungkin saja orang yang ditemui tersebut adalah

orang yang banyak amal kebaikan dan lebih mulia daripada

dirinya. Yang masih banyak kekurangan dalam mendalami agama.

Banyaknya dosa yang ditanggung selama ini, ia berharap penuh

semoga dosanya tersebut di ampuni oleh Tuhan. Seorang yang ia

temui diperjalanan kemungkinan dia lebih dahulu mendalami

agama dan pastinya adalah umat yang paling mulia di hadapan

Tuhan.

b) “Dhuh Gusti Ingkang Maha Agung


Kula timpuh, mustaka konjem ing bantala
Boten rinasa waspa tumetes
Jaja sesak gero-gero tanpa ukara

Dhuh Gusti Ingkang Hakarya Loka


Kula sujud kebak nistha
Mustaka konjem ing bantala banjir waspa
Sepi ing ukara kebak panyuwun
Mugi paduka paring pitedah gesang kula

Dhuh Gusti, Dhuh Gusti, Dhuh Pangeran kula


Puji syukur tan kedhat ing lisan tulus ing sanubari
Ilang sanalika pedhut ing qolbu maya-maya
Padhang trawangan tanpa aling-aling
Hangrantu berkah gesang bagya mulya”

(Pamujiku, DL, 38/20/2/2016)

Terjemahan:
„Oh Tuhan Yang Maha Agung
Aku bersimpuh, bersujud di bumi
Tak terasa bergelinang air mata
Tak banyak permintaan yang aku minta
110

Oh Tuhan Maha Pengampun


Aku bersimpuh penuh dosa
Kepala bersujud bergelinang air mata
Tidak banyak yang aku minta
Semoga Tuhan memberikan petunjuk hidupku

Oh Tuhan, oh Tuhan, oh Tuhanku


Ucapan syukur tidak lepas dari lisan dari dalam hati
Hilang seketika bayangan hitam dari dalam hati
Terang benderang tanpa penghalang
Semoga Tuhan memberikan hidup yang penuh berkah‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa litotes ditunjukkan pada

kutipan“kula timpuh, mustaka konjem ing bantala”, „aku

bersimpuh bersujud di bumi‟, “kula sujud kebak nistha”, „aku

bersimpuh penuh dosa‟, “mustaka konjem ing bantala banjir

waspa”, „kepala bersujud bergelinang air mata‟.

Kutipan di atas menceritakan seseorang segala kesalahan

yang dilakukannya semasa hidupnya, tak ada yang ia minta selain

meminta maaf kepada Tuhan, dan mengakui segala kesalahan yang ia

lakukan. Berharap Tuhan menerima taubat yang tulus dari hambanya

dan memberikan panjang umur penuh berkah agar dapat memperbaiki

diri untuk menjadi lebih baik.

c) “Sarumpun pari padha jejogedan ing tengah sawah


Disengguh sang angin sing sumilir silir
Yen sliramu gelem namatake kanthi kacamata jiwa
Wit-witan mau sejatine lagi nglafalake zikir

Sagrombol jangkrik ngengkrik nganti enteking wengi


Pating pencolot ing sangisore suketan
Yen sliramu gelem ngrungoake kanthi kupinge ati
Kewan-kewan mau padha nembang qosidahan
mangayubagya
Kanugrahan sing diparingake dening Gusti Kang Maha
Kuwasa
111

Ngadeg nggejejer sumarah munajad ing arah kiblat


Ing tengah wengi nalika jalma manungsa padha turu
Marak sowan dhumateng Ngarsane Gusti Allah kang
Maha Suci

Tahajudmu ing wengi iki


Tahajud kanthi pasrahing jiwa lan raga
Ndremis ngemis marang Gusti kang Maha Paring
Ngluluhke jiwa kang sinengguh amarah lan nepsu

Tahajudmu ing wengi iki


Tahajud tajjali nyambung karo kersane Gusti
Sing cedhake ngungkuli tumempeling getih ing urat nadi
Tahajudmu wengi iki, solat kaya-kaya arep mati”

(Tahajud Ing Wengi Iki, DL, 38/20/2/2016)

Terjemahan:
„Serumpun padi bergoyang di tengah sawah
Diterpa oleh angin yang semilir
Jika kamu mau memperhatikan dengan hati
Tanaman-tanaman tadi sejatinya sedang melafalkan zikir
Segrombol jangkrik bernyanyi hingga habisnya malam
Saling melompat di bawah rerumputan
Jika kamu mau mendengarkan dengan telinga hati
Hewan-hewan mengungkapkan kebahagiaan menyanyikan
qosidahan
Atas anugrah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa

Berdiri pasrah berdoa menghadap kiblat


Ditengah malam ketika manusia sedang tidur
Menghadap kepada Tuhan Yang Maha Suci

Tahajudmu di malam ini


Tahajud dengan memasrahkan jiwa dan raga
Memohon dengan tulus kepada Tuhan Yang Maha
Pemberi
Meluluhkan Jiwa yang penuh amarah dan nafsu

Tahajud di malam ini


Tahajud mengharapkan dekat dengan Tuhan
Dekatnya melebihi aliran darah ke urat nadi
Tahajud malam ini, shalat berasa mau mati‟
112

Pada kutipan di atas gaya bahasa litotes karena

merendahkan diri, ditunjukkan pada kutipan “tahajudmu ing

wengi iki”, „tahajud di malam ini‟, “tahajud kanthi pasrahing

jiwa lan raga”, „tahajud dengan pasrah jiwa dan raga‟,“ngluluhke

jiwa kang sinengguh amarah lan nepsu”, „meluluhkan jiwa yang

penuh amarah dan nafsu‟.

Kutipan di atas menceritakan seseorang yang sedang berdzikir

setiap malamnya, dan bersholawat dengan penuh rasa syukur atas

semua yang diberikan Tuhan kepada umatnya. Setiap malamnya tak

lupa melaksanakan shalat tahajud dengan berserah diri atas jiwa dan

raganya. Meminta ampunan atas segala amarah dan nafsu duniawi

yang ia perbuat. Tahajud yang ia lakukan semata-mata agar lebih

dekat pada Tuhan, karena semua amalan-amalan yang diperbuat tidak

dapat dibanggakan. Tahajud malam ini serasa hidupnya sudah tidak

lama lagi. Sehingga ia memohon agar mendapat belas kasihan dari

Tuhan dan semoga Tuhan selalu memberkahi hidupnya.

3) Hiperbol

Hiperbol adalah gaya bahasa yang mengandung suatu

pertanyaan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu

hal.

a) “Ing gisik samodra wayah esuk


Dheweke lungguh nyawang jumedhule srengenge
Angene tumlawung kelingan dina-dina kepungkur
Srengenge ing mripatmu, jebul panas, mbakar awak
Lan nggawa ati lara, panggresahe binareng jumlegure
ombak
113

Luh tumetes ana rasa gela lan kuciwa

Nanging, dheweke banjur eling


Isih ana srengenge liya
Srengene ing socane krasa edhum
Ing angene, pasuryan wening kebak asih
AstaNe kaangkat, paring berkah lan panguat
Luh panalangsa gumanti esem katentreman
Sikil jumangkah miwiti urip anyar”

(Srengenge, DL, 24/14/11/2015)

Terjemahan:
„Di tepi samudra pagi hari
Dia duduk melihat terbitnya matahari
Melamun membayangkan hari-hari lusa
Sorot cahaya di matamu, ternyata panas, membakar
badan
Dan membawa luka dihati, seperti deburan ombak
Sehingga meneteskan air mata karena penyesalan dan
kekecewaan

Tetapi, dirinya mengingat


Masih ada matahari lain
Matahari yang matanya terasa edhum
Tampak wajah yang penuh kasih sayang
TanganNya di angkat memberikan berkah dan kekuatan
Air mata penuh senyum ketrentaman
Melangkahkan kaki menuju kehidupan baru‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa hiperbol karena melebih-

lebihkan, ditunjukkan pada kutipan “srengenge ing mripatmu,

jebul panas, mbakar awak”, „sorot cahaya dimatamu, ternyata

panas, membakar badan, “lan nggawa ati lara, panggresahe

binareng jumlegure ombak”, „dan membawa luka dihati, seperti

deburan ombak‟, “luh tumetes ana rasa gela lan kuciwa”,

„sehingga meneteskan air mata karena penyesalan dan

kekecewaan‟.
114

Kutipan di atas menceritakan seseorang yang duduk

merenung di pagi hari sambil menunggu terbitnya sinar matahari.

Di saat itu ia melamun mengingat-ngingat masa lalu yang sangat

menyedihkan, karena dahulu kekasihnya selalu memandang sebelah

mata pasangannya, karena kekurangannya sehingga timbullah

penyesalan dan kekecewaan karena pernah mengenalnya. Silih

bergantinya waktu ia mengingat bahwa yang dapat menerangi hatinya

yang kecewa hanyalah Tuhan. Tuhan selalu bersama orang-orang

yang tersakiti, dan orang yang selalu mengingatNya. Tuhan selalu

memberikan keberkahan dan kekuatan pada orang yang selalu

mengingatNya. Oleh karena itu ia meneteskan air mata dengan penuh

senyum ketentraman, ia tidak akan lagi mengingat massa lalunya. Ia

akan melangkah memulai hidup baru dan meninggalkan kehidupan

yang suram.

b) “Apa sing mbokgoleki wong ayu


Kalane kangen kebacut mambu
Diungkep mbesesege dhadha
Saben dina mung ketampeg rasa jubriya
Apa sing mbokgoleki, wong ayu
Kalane janji kadhung lumayu
Keglandhang mangsa bedhidhing
Ninggal mingis-mingise lading

Kangen lan janji


Sapa kumawa miwir
Nyatane terus nggendong misteri”

(Serende Klawu, DL, 30, 26/12/2015)


Terjemahan:
„Apa yang kau cari gadis cantik
Saat dilanda rindu
Terpendam menyesakkan dada
115

Setiap hari hanya merasakan kecewa

Apa yang kau cari gadis cantik


Saat janji sudah dikhianati
Terbawa musim yang silih berganti
Meninggalkan luka yang dalam

Rindu dan janji


Siapa yang kuat menahan
Selamanya menyimpan teka-teki‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa hiperbol karena melebih-

lebihkan, ditunjukkan pada kutipan “apa sing mbokgoleki wong

ayu”, „apa yang kau cari gadis cantik‟, “kalane kangen kebacut

mambu”, „saat dilanda rindu‟, “diungkep mbesesege dhadha”,

„terpendam menyesakkan dada‟, “saben dina mung ketampeg rasa

jubriya”, „setiap hari hanya merasakan kecewa‟, “apa sing

mbokgoleki, wong ayu”, „apa yang kamu cari gadis cantik‟, “kalane

janji kadhung lumayu”, „saat janji sudah dikhianati‟, “keglandhang

mangsa bedhidhing”, „terbawa musim yang silih berganti‟,

“ninggal mingis-mingise lading”, „meninggalkan luka yang dalam‟.

Kutipan di atas menceritakan seorang wanita cantik yang

sedang memendam rindu pada kekasihnya. Kerinduan yang

terpendam di dalam hati, semakin hari semakin membuatnya sakit

karena kerinduanya tidak terobati. Semuanya yang telah ia rangkai

selama ini terbalaskan dengan sebuah pengkhianatan. Seiring

bergantinya waktu goresan luka dihatinya hanya meninggalkan luka

kekecewaan. Ketika janji dan rindu yang sudah dirangkai hanya


116

meninggalkan rahasia yang penuh duri yang sama sekali tidak dapat

diwujudkan.

b. Gaya Bahasa Kiasan

1) Simile

Simile adalah perbandingan yang bersifat ekspilsit. Yang

dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit adalah bahwa

secara langsung menyatakan sesuatu dengan hal yang lain. Untuk itu,

memerlukan upaya secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu

kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana dan sebagainya.

a) Wis makaping kaping demonstrasi ginelar


Ora enom ora tuwa saeka praya
Atusan tekan ewon cacahe
Seka buruh, guru, karyawan, kaum elite
Mahasiswa perguruan tinggi ora keri
Ana ing endi wae papan parane
Nuntut keadilan marang panguwasa

Demonstrasi kanthi orasi


Swara sora kaya bledheg ngampar-ngampar
Gembar-gembor sangarape wakil rakyat
Aparat wis pacak njaga ketentreman
Saya entek kesabarane
Orasi dianggep kaya dene angin
Mlebu kuping tengen metu kuping kiwa
Kabeh datan ana kawigaten

Se dalan-dalan lan papan panggonan


Kabeh katon sampyuh salang tunjang
Sawat-sawatan watu mbaka siji
Bareng arep nedya ngrusak gedhung
Ora mung siji loro kena penthungan
Awak kojur, babak belur
Sajak nekad emoh kalah
Tawuran sampyuh, buyar sanalika
Bareng kena semprotan gas air mata
Peringatan tembakan mendhuwur
Ndadekna kabeh padha kabur”

(Demonstrasi, DL,19/10/10/2015)
117

Terjemahan:
„Sudah berkali-kali demonstrasi diadakan
Tidak muda tidak tua berkumpul
Ratusan hingga ribuan
Mulai dari buruh, guru, karyawan, dan kaum elite
Mahasiswa perguruan tinggi tidak ketinggalan
Dari mana saja asalnya
Menuntut keadilan pada penguasa

Demonstrasi berasal dari orasi


Menyerukan suara seperti petir
Mengumbar perkataan di depan wakil rakyat
Aparat sudah menjaga keamanan
Semakin hilang kesabarannya
Orasi hanya dianggap sebagai angin lalu
Masuk telinga kanan keluar telinga kiri
Menjadi pusat perhatian semua orang

Sepanjang jalan dan tempat


Semua terlihat saling tunjang menunjang
Lempar-lemparan bebatuan
Setelah merusak gedung tidak hanya satu dua yang terkena
pukulan
Badan hancur, babak belur semakin nekat tidak mau kalah

Tawuran berhenti seketika


Setelah terkena semprotan gas air mata
Peringatan tembakan ke atas
Menjadikan semua berlarian‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada

kutipan “swara sora kaya bledheg ngampar-ngampar”,

„menyerukan suara seperti petir‟, „orasi dianggep kaya dene

angin”, „orasi hanya dianggap angin lalu‟.

Kutipan di atas menceritakan demonstrasi yang sudah

diadakan berkali-kali, yang diikuti oleh kaum muda, buruh hingga

kaum elite. Semua demonstrasi menyuarakan keinginannya di

depam wakil rakyat, akan tetapi wakil rakyat tidak menanggapi


118

keinginan para pendemo. Semua aparat dikerahkan untuk menjaga

para demonstrasi agar tidak membuat kericuhan. Kesabaran para

demonstrasi habis karena orasi tidak didengarkan oleh wakil rakyat

sehingga mereka membuat kericuhan yang akhirnya mereka saling

lempar-melempar bebatuan dan saling tunjang-menunjang

sehingga gedung-gedung hancur. Setelah merusak gedung satu-

persatu mereka terkena pukulan, akan tetapi tidak membuatnya

takut akan tetapi malah semakin nekat. Aparat menghentikan

tawuran tersebut dengan tembakan gas air mata sehingga orasi

berhenti.

b) “Sidhem premanem tan ana sabawa


Memanise ndak tampa
Ayem tentrem murakabi
Rumasuk ing sanubari
Ngudhari sakehing reruwet
Mbrastha dur angkara
Ngicali memala
Kang tinemu rasa suka
Yaiki kang dak antu-antu
Rinten kalawan dalu
Nalika tabuh
Nyengkakake kang ginayuh
Prasasat tombok nyawa
Badan aking tinemu gering
Kaya klaras kasempyok angin
Pating sliwir
Rontang-ranting tanpa aji
Muga lestari
Dadi pepajar
Lan dadi pepadhang
Sarta maneh kelegan”

(Sidhem, DL,19/10/10/2015)
119

Terjemahan:
„Sunyi tanpa suara
Manisnya kuterima
Ketentraman yang bermanfaat
Masuk ke dalam hati

Menyingkirkan semua kegelisahan


Menumpas kejahatan
Menyingkirkan keburukan
Yang di temukan rasa suka
Inilah yang ditunggu-tunggu
Siang dan malam
Ketika datang
Sekuat tenaga yang diinginkan
Sampai badannya kurus
Seperti daun kering yang diterpa angin
Tanpa harga diri
Semoga lestari
Menjadi kenyataan
Menjadikan penerangan
Serta merasakan kebahagiaan‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada

kutipan “kaya klaras kasempyok angin”, „seperti daun kering yang

diterpa angin‟.

Kutipan di atas menceritakan kesunyiaan dan kemanisan yang

tergambar jelas di angan-angan. Dengan membayangkan keinginan

yang di cita-citakan selama ini. Kegelisahan serta penghalang mulai

datang yang selalu menghalangi keinginannya, Tetapi tak

membuatnya lengah. Ia perlahan-lahan menyingkirkan semua yang

menghalangi niat baiknya (keinginan). Kemudian yang tersisa

hanyalah kebahagiaan yang diharapkan selama ini. Bergantinya siang

menjadi malam ia selalu membayangkan tentang cita-cita yang ingin

ia raih. Dengan sekuat tenaga walaupun badannya menjadi taruhan


120

hingga membuatnya sakit-sakitan, sampai tak mempunyai harga diri.

Sekuat tenaga ia berusaha keras mengejar impiannya agar dapat

terwujudkan. Yang diterima hanyalah bayangan semu yang tidak

membuahkan hasil sama sekali.

c) “Yen daksawang praupamu


Kadya cah ayu lagi gumuyu
Bunder seser amadhangi jagad
Celuk-celuk kancanana aku

Ayo konco padha dolanan


Ing plataran rame-rame gegojegan
Suka parisuka bebarengan
Ngilangke rasa susah

Cobo sawangen, saya padhang saya wengi


Angin sumilir gawe tentreme ati
Kaya datan ana kang lagi bunek
Kabeh pada bungah sumringah
Rembulan sumunar kadya lintang
Padhange kaya rina ngelikake aja turu sore-sore
Mumpung jembar kelangane”

(Rembulan, DL, 20/17/2015)

Terjemahan:
„Ketika kupandang wajahmu
Bagaikan wanita cantik sedang tersenyum
Bulat menerangi dunia
Memanggil-manggil temanilah aku

Teman-teman bermain bersama


Di halaman bercanda bersendau gurau
Menghilangkan kesusahan

Lihatlah, semakin terang semakin malam


Angin yang berhembus membuat hati tenang
Bagaikan tak ada yang kesusahan
Semua senang dan bahagia
Bulan bersinar bagaikan bintang
Terangnya bagaikan siang mengingatkan jangan tidur sore
Selagi luas tempatnya‟
121

Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada

kutipan “kadya cah ayu lagi gumuyu”, „bagaikan wanita cantik

sedang tersenyum‟, “kaya datan ana kang lagi bunek”, „bagaikan

tak ada yang kesusahan‟, “rembulan sumunar kadya lintang”,

„bulan bersinar bagaikan bintang‟, “padhange kaya rina ngelikake

aja turu sore-sore”, „terangnya bagaikan siang mengingatkan

jangan tidur sore‟.

Kutipan di atas menceritakan seseorang yang sedang

mengagumi bulan yang begitu indah. Bulan tersebut baginya

menggambarkan seorang wanita cantik yang sedang tersenyum

kepadanya. Seolah-olah dia berkata kepadanya untuk selalu

menemaninya. Di halaman rumah anak-anak tetap bermain sambil

diselingi canda tawa kebahagiaan tanpa ada rasa kesusahan sedikit

pun. Semakin lama waktu semakin berlarut, diselingi hembusan

angin yang menenangkan pikiran, semua terlihat bahagia. Bulan

yang indah tersebut menyinari dunia seperti bintang di malam hari

yang terlihat semakin cantik. Terangnya mengingatkan kepada kita

agar jangan pernah tidur diwaktu sore hari karena sore hari masih

luas tempatnya untuk bermain.

d) “Dakjlimeti sakabehing sabda dewa kang kaweca


Dakugemi dhawuh kang sinengker sajroning ukara
Sakehing niyat candhala sirna
Dhuh kitaning rasa musna
Lumantar lakune banyu lan playune angin
Uga lewat lawange jurang lan kawah
Piwulang jelas gamblang tinampa
122

Pinayungan sihing Gusti sedyatama langgeng manjing


ing nala.
Kakang, ing sepining gurit-guritmu ngancani
Kadya diyan sumunar madhangi ati kingkin
Nadyan tansah katlikung petenge mendhung

Musna...sirna..sakehing sengkala,
Sawise kabengkas wingiting langit,
Kabungkem suwarane gludhug,
Kasumpet mripate bethari durga,
Kabentusake sirahe ing padhas ganas,
Rahayuning Gusti nyencang suksma suci
Tetep nyawiji tumekaning janji”

(Dhawuh Sinengkar, DL, 20/17/11/2015)

Terjemahan:
„Kucari semua ucapan dari Tuhan
Kulaksanakan perintah yang dirahasiakan dalam cerita
Banyak niat kejahatan menyingkir
Rasa kesedihan hilang
Bersama aliran air dan hembusan angin
Melewati pintu jurang dan kawah
Pengajaran yang jelas diterima
Dibawah naungan Tuhan tujuan utama selamanya abadi
di dalam hati

“Mas, pada sepinya malam syair-syairmu menemani


Bagaikan lentera yang menerangi sakitnya hati
Walaupun selalu tertutup gelapnya awan”

Hilang semua bencana


Setelah itu mendapatkan rahmat dari Tuhan
Di tutup suara petir
Tertutupnya mata bethari durga
Dibenturkan kepalanya di batu cadhas
Rahmatnya Tuhan mengikat roh suci
Berjanji untuk bersatu‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan

pada kutipan “kadya diyan sumunar madhangi ati kingkin”,

„seperti lentera menerangi sakitnya hati‟.


123

Kutipan di atas menggambarkan seseorang sedang

menekuni amalan kebaikan yang diperintahkan oleh Tuhan serta

melaksanakannya. Walaupun setiap langkahnya untuk berbuat

kebaikan banyak rintangan yang menghampirinya. Ia tetap

berpegang teguh pada agama yang sudah ditekuni selamanya,

maka dari itu godaan yang menyelimuti rasa kesedihannya satu

persatu hilang karena ia sudah mendapatkan pencerahan agama. Ia

yakin bahwa Tuhan akan selalu melindunginya. Di malam hari

yang begitu sepi (sunyi) hanya sajak-sajak yang menemaninya

setiap malam. Setiap malamnya ia mendapatkan pencerahan dari

yang Kuwasa yang dapat menerangi hatinya. Akhirnya bencana

yang menyelimutinya hilang seketika hilang karena ia

mendapatkan rahmat dari Tuhan yang selalu bersamanya.

e) “Apa isih pantes awake dhewe miwiri kangen


Selawase iki tansah ngrembuleng jroning di dhadha
Kayadene drama sababak: jayaprana-layonsari
Ketang kober nyendal-nyendal ati”

(Kangen, DL, 23/07/11/2015)

Terjemahan:
„Apakah kita masih pantas, menguri rindu
Selamanya akan selalu bergejolak dalam dada
Bagaikan drama satu babak
Meskipun sempat mengusik hati‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada

kutipan “kayadene drama sababak: jayaprana-layonsari”, „bagaikan

drama satu babak‟.


124

Kutipan tersebut menceritakan menyimpan kerinduan dengan

mantan kekasihnya diibaratkan seperti putaran drama yang akhirnya

hanya kesedihan yang ia dapatkan.

f) “Nadyan sinengkar ngrembuyung niyat angkara


Kinemulan mega peteng sadhuwure angkasa
Kadya regemenge reseksa ngoyak maruta
Banjir bandhang ngglandhang isine bantala
Ora bakal mundur sejangkah nadyan jinegala
Nglari janji suci mukti wibawa ing urip nyata

Nadyan Bethari Durga ngguyu lakak-lakak


Ngumbar suwara ngiteri buwana
Rumangsa tan tinandhing paling kuwasa
Mitrane balasrewu ati culika
Nanging ora gawe gigrig nadyan sinumpah pati
Nglabuhi gegayuhan luhur sumandhing tumekeng
titiwanci

Nadyan bala ati candhala pamer kadigdayan


Apa kang kinucap tan wani suwala
Ngerti sadurunge winarah jare waskitha
Kabeh pawongan kudu sumujud kadya brahmana,
Nanging ora bakal njugarake niyat luhur nadyan
kinepung sewu dukun
dunung sucining jiwa raga kawahyon kinemulan
karahayon Sang Hyang Agung”

(Dunung, DL, 26/28/11/2015)

Terjemahan:
„Meskipun bergejolak niat jahat
Terselimuti awan hitam di angkasa
Bagaikan bayangan raksasa mengejar angin
Banjir bandang menyapu isi dunia
Tidak akan mundur meski di hadang
Mencari janji suci yang dibawa untuk menentramkan
kehidupan
Meskipun Bethari Durga tertawa lepas
Merasa tak tertandingi paling kuwasa
Temannya balasrewu berhati jahat
Tidak akan mundur walupun di sumpah mati
Mengelabuhi keinginan luhur bersading sampai akhir
hayat
125

Meskipun temannnya berhati jahat memamerkan


kekuatan
Apa yang diucapkan tidak akan mengingkari janji
Mengetahui kejadian sebelum terjadi
Semua orang harus tunduk bagaikan brahmana
Tidak akan membatalkan tujuan utama
Meskipun dikerumuni banyak dukun
Sampai sucinya jiwa raga terselimuti ketentraman dari
Tuhan Yang Maha Agung‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada

kutipan “kadya regemenge reseksa ngoyak maruta”, „bagaikan

bayangan raksasa mengejar angin‟, “Kabeh pawongan kudu

sumujud kadya brahmana”, „semua orang harus tunduk bagaikan

brahmana‟.

Kutipan di atas menceritakan seseorang yang berhati jahat

ingin menghalangi niat baik dia dengan cara apapun. Walaupun

dihadang oleh seorang yang berhati jahat akan tetapi dia tak akan

mundur. Dia teguh pendirian akan mencari janji suci yang nantinya

dibawa ke dalam kehidupan yang menentramkannya. Seseorang

berhati jahat tersebut telah memfitnah banyak orang dan merasa

dirinya paling hebat tidak dapat tertandingi, begitu juga temannya

balasrewu berhati jahat. Namun dia tidak akan menyerah begitu saja

walaupun disumpah mati. Di antara temannya yang berhati jahat serta

suka memamerkan kekuatannya, semua orang dipaksa untuk tunduk

kepadanya. Tetap saja dia tidak akan mau, dan tetap meneruskan niat

yang baik sebagai tujuan utama. Walaupun dia sekarang sedang

dikerumuni banyak dukun untuk menghalangi niat baiknya. Dia tetap


126

yakin bahwa Tuhan yang akan selalu melindunginya serta

menentramkan jiwanya yang suci.

g) “Kaya impen teka kabur


Impen siji lebu ing panglocitan
Universal angen kumpulane lebu
Nganti saiki”

(Lebu, DL, 30/26/12/2015)

Terjemahan:
„Seperti mimpi datang pergi
Satu mimpi masuk di angan-angan
Universal angan kumpulan debu
Hingga saat ini‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada

kutipan “kaya impen teka kabur”, „seperti mimpi datang pergi‟

Kutipan di atas menceritakan tentang sebuah mimpi, dan

dari beberapa mimpi tersebut salah satunya masuk dalam pikiran,

akan tetapi mimpi tersebut hanyalah mimpi yang tidak ada

manfaatnya.

h) “Kaya banyu sing mili gumilir


Nyasak pesawahan sepi nyenyet
Kaya tumiyupe angin ketiga
Alon sumusup jroning nala”

(Esuk, DL, 38/20/2/2016)

Terjemahan:
„Bagaikan air yang mengalir deras
Menyusuri sawah sunyi senyap
Bagaikan hembusan angin di musim kemarau
Perlahan menusuk hati‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada

kutipan “kaya banyu sing mili gumilir”, „bagaikan air yang


127

mengalir deras”, “kaya tumiyupe angin ketiga”, „bagaikan

hembusan angin di musim kemarau‟.

Kutipan di atas menceritakan tentang kehidupan yang

dijalani penuh dengan tanda teka-teki seperti perumpaan yang

terkadang apabila dijalani serasa kehidupan ini penuh duri yang

menyakitkan.

i) “Pasar esuk sega pincuk


Nyamuk-nyamuk lungguh ebuk
Lawuh tempe karo benguk
Telung repis wes oleh tanduk

Uripe kaya iline kalen


Tanpa sangga rugi mecaki wektu
Tekan endi sing dituju
Wis cetha panggonan tempura

Pasar esuk gambar cetha


Untabe urip tanpa sangga runggi
Ati semeleh tanpa anane
Najan dudu takdir nyipta gurit
Jago kluruk aweh sasmita
Gayuhan lan karep tansah sumandhing
Reruntungan tanpa ana pendhote”

(Pasar Esuk, DL, 12/12/03/2016)

Terjemahan:
„Pasar pagi nasi pincuk
Berkecap-kecap duduk di jembatan
Lauk tempe dan benguk
Tiga ratus rupiah sudah nambah

Hidupnya bagaikan aliran sungai


Tanpa mengukur waktu
Sampai mana yang dituju
Sudah jelas titik temunya
Pasar pagi tergambar jelas
Menginginkan hidup tanpa beban
Hati pasrah menerima kenyataan
Walaupun bukan takdir yang menciptakan puisi
128

Ayam berkokok memberikan perlambang


Keinginan dan usaha harus sejalan
Beriringan tanpa ada putusnya‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa simile ditunjukkan pada

kutipan “uripe kaya iline kalen”, „hidupnya bagaikan aliran sungai‟.

Kutipan di atas menceritakan sebelum semua orang

memulai aktivitas di pagi hari. Mereka terlebih dahulu mengisi

tenaganya dengan membeli nasi pincuk di pasar pagi, berlaukkan

tempe dan benguk, dengan membayar tiga ratus rupiah tersebut sudah

boleh menambah. Di dalam kehidupan yang ada saat ini harus dijalani

dengan apa adanya seperti air mengalir, dimana tempat yang dituju

disitulah arti kehidupan. Di pasar pagi tergambar jelas bahwa semua

orang menginginkan hidupnya itu berkecukupan tanpa memikul beban

berat. Semua itu hanyalah keinginan semu yang tidak terwujudkan.

Mereka semua hanya bisa pasrah menerima kenyataan hidup yang

penuh beban walaupun itu bukan takdir. Pagi hari ayam berkokok

memberikan perlambang bahwa semua orang menginginkan

kehidupan bahagia tanpa beban yang selalu bersamanya.

2) Personifikasi

Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambar-

kan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa

seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.

a) “Iba panase awan iki


Ngajab udan rendheng adoh parane
Banyu kali kari dhelikan grumbulan pandhan
Ngranti tekane udan gegrontolan
129

Awan ketiga iki


Tegalan garing sambat memelas
Kagonjak aluming wit-witan
Sambat ngelak jaluk ngombe

Iba adohe wektu diranti


Ngajab sasmita ketele mendhung
Awan saya panas, banyu saya langka
Tanpa suwala
Kalagar panase Sang Surya”

(Awan Mangsa Ketiga, DL, 21/24/10/2015)

Terjemahan:
„Bersedih karena panas hari ini
Mengharapkan musim hujan masih jauh
Air sungai tinggal sedikit
Sampai datangnya musim hujan

Musim kemarau ini


Perkebunan kering yang memprihatinkan
Ditambah layunya pepohonan
Mengeluh kehausan
Jauh waktu yang ditunggu
Meminta menunda kekurangan
Siang semakin panas, air semakin sedikit
Tanpa mengelak
Terbakar panasnya matahari‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan

pada kutipan “tegalan garing sambat memelas”, „perkebunan kering

yang memprihatinkan‟, “kagonjak aluming wit-witan”, „ditambah

layunya pepohonan‟, “sambat ngelak jaluk ngombe”, „mengeluh

kehausan‟.

Kutipan di atas menceritakan keadaan seseorang yang

hidupnya serba kekurangan, tidak pernah merasakan ketentraman, dan

kesejukan hatinya. Setiap harinya ia hanya mengeluh dengan keadaan

yang ia jalani dan tidak pernah menerima takdir kehidupannya. Jauh


130

dari waktu yang ditunggu-tunggu hidupnya masih sama serba

kekurangan tanpa ada perubahan, sehingga adanya semakin hari

hidupnya semakin miskin.

b) “Nalika gelombang durung ngitung jarak nafas sing


sisa
Ana apike ngitung batas layar sing bakal dituju
Nasib ing geladhag ora mungkin ngerti
Bisa wae badai tumeka ing sadengah waktu

Ayo nulis cerita keseksen dhewe-dhewe


Sapa ngerti pancen umure kabeh wis ora suwe
Ora ana sing bisa njegal yen pancen wis titi wancine
Maneka cara bisa wae dadi jalaran nyawa dipundhut

Wis dadi ginarise papesthan


Sapa sing duwe nyawa bakal ketemu maut
Embuh piye carane takdir nggawa awake dhewe ing
pinggiring nasib
Sing jelas ginaris, sapa sing duwe nyawa bakal mati
Awit saka kui ayo padha nulis dongenge dhewe-dhewe
Sapa ngerti bisa dadi seksi sejarah tumprap anak lan
putu
Yen ora kober ya sak ora-orane gawe layang pamit lan
wasiyat
Kanggo anak putu tembe besuke
Supaya urip rukun lan ayem tentrem”

(Sadurunge Pamitan, DL, 23,7/11/2015)

Terjemahan:
„Ketika gelombang belum menghitung jarak nafas yang
tersisa
Ada baiknya menghitung batas yang akan dituju
Nasib di keadaan yang sebenarnya tidak ada orang yang
tau
Mungkin saja badai datang sewaktu-waktu

Lebih baik menceritakan kehidupan masing-masing


Mungkin saja tidak panjang umur
Tidak ada yang dapat mencegah karena sudah garisnya
masing-masing
Berbagai cara dapat merenggut nyawa
131

Sudah menjadi takdir kehidupan


Siapa yang punya nyawa akan bertemu dengan maut
Tidak tau caranya takdir membawa kita di ujung
kematian
Sudah jelas ditakdirkan, siapa yang punya nyawa pasti
mati
Oleh karena itu, tulislah cerita masing-masing
Mungkin saja dapat menjadi saksi sejarah pada anak dan
cucu
Jika tidak sempat setidaknya membuat surat perpisahan
Untuk anak dan cucu di massa yang akan datang
Agar hidup rukun dan tentram‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan

pada kutipan “nalika gelombang durung ngitung jarak nafas sing

sisa”, „ketika gelombang belum menghitung jarak nafas yang

tersisa‟, “ana apike ngitung batas layar sing bakal dituju”, „ada

baiknya menghitung batas yang akan dituju‟.

Kutipan di atas menceritakan sisa hidup seseorang yang

sebenarnya tidak akan pernah ada yang tau. Sewaktu-waktu

bencana pasti akan datang merenggut nyawanya. Sebelum

merenggut nyawanya sendiri, lebih baik umur yang tersisa

dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Semua orang tidak akan ada

yang dapat menghalangi takdir kematian. Bencana apa saja

mungkin bisa merenggut nyawanya. Semua itu sudah menjadi

takdir karena setiap orang yang memiliki nyawa berakhir dengan

kematian. Maka dari itu lebih baik introspeksi diri dengan keadaan

masing-masing dengan cara memperbaiki diri untuk lebih baik.

Apabila diceritakan kepada anak dan cucu mempunyai sejarah

yang baik jangan sampai meninggalkan sejarah yang buruk untuk


132

anak dan cucunya. Sebelum nyawa direnggut, jangan lupa

membuat surat pamit atau wasiyat untuk anak dan cucunya, agar

kehidupannya tentram dan damai.

c) “Esemmu rembulan kang pait madu


Nyugatake teka-teki sinandi kurepe langit biru
Lungite patembayan
Ora kena kagerba kanthi lamban
Batangan-batangan carangan
Mung menthul-menthul
Yen mung di asah kanthi ati wantah
Kangge mbencah sari patining crita awit
Lamising pangucap
Mung isa nyigar kulit
Ninggal pangaji
Tanpa isi

Esem rembulan
Daktemu huruf-Mu
Samun suwung
dumunung
ana ing
wang wung”

(Dumunung, DL, 23/7/11/2015)

Terjemahan:
„Senyum bulan yang manis
Melukiskan teka-teki dibalik awan
Rahasia kehidupan
Tidak dapat dihitung secara pasti
Rangkaian yang tak dapat ditentukan
Tak dapat dipastikan
Jika digosok secara sederhana
Untuk mengetahui akhir ceritanya
Hanya ucapan
Dapat menyayat kulit
Meninggalkan harga diri
Tanpa guna

Senyum bulan
Kutemukan huruf- Mu
Tampak sepi
tempatnya
133

tampak
kosong‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan

pada kutipan “esemmu rembulan kang pait madu”, „senyum bulan

yang manis‟, “nyugatake teka-teki sinandi kurepe langit biru”,

„menciptakan teka-teki dibalik awan‟.

Kutipan di atas menceritakan tentang senyuman wanita

yang cantik yang menyembunyikan banyak rahasia tentang

kehidupan yang tidak dapat diketahui oleh orang lain. Harapan

demi harapan yang tergambar jelas di angan-angan. Usaha keras

yang dilakukannya untuk menggapai yang diinginkan ternyata

tidak sejalan dengan apa yang diharapkan. Karena semua itu takdir

kehidupan yang akan menentukan. Maka sebagai manusia hanya

bisa pasrah menerima kenyataan walaupun sudah berusaha dengan

semaksimal mungkin.

d) “Wengi iki isih kaya wingi


Nalika aku ijen nyawang gojege lintang klawan mega
Esem kang diumbar dening lintang
Pranyata ora kumawa mbuwang sepine ati
Tan rinasa wengi wis ing punjere wengi
Lan nalika kabeh titah padha lerem ing cangkange
dhewe-dhewe
Jebul isih akeh kang padha singidan
Ing antarane langgam wengi kang kebak wewadi
Apa mung lakune angin kang aran globalisasi
Manungsa padha ngumbar napsu
Kanthi ninggalake tata krama lan tata susila
Manungsa luwih seneng nglegena tanpa busana
Saengga perawan sunthi
Akeh kang padha pamer wewege payudara
Kang nuwuhake napsune para priya wuta
Yen wis kaya mangkene
134

Kapan bakal tuwuh wiji-wiji utama


Kang bakal njunjung drajate bangsa lan negara
Nanging wengi iki isih kaya wingi
Wengi isih nyimpen sewu wewadi kang dumadi
Lan mung ati kang suci bakal nemoni bener kang
sejati”

(Isih Kaya Wingi, DL, 24/14/11/2015)

Terjemahan :
„Malam ini masih seperti kemarin
Ketika aku melihat bercandanya bintang melawan
mendung
Senyum yang diterbakan oleh bintang
Kenyataannya tidak dapat membuang sunyinya hati
Tidak terasa malam semakin larut
Dan ketika semua orang terlelap di tempat masing-
masing
Ternyata masih ada yang menyelinap
Di antara nyanyian malam yang penuh rahasia
Hanya hembusan angin mengarah globalisasi
Manusia mengumbar nasfu
Dengan meninggalkan tata krama dan tata susila
Manusia lebih suka tanpa memakai baju
Sehingga perawan cantik
Banyak yang memamerkan payudara
Menumbuhkan nafsu lelaki hidung belang
Jika sudah begitu
Kapan tumbuh generasi utama
Akan menjunjung derajat bangsa dan negara
Tetapi malam masih seperti kemarin
Malam masih menyimpan seribu rahasia
Hanya hati yang suci dapat menemukan kebenaran
sejati‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan

pada kutipan “nalika aku ijen nyawang gojege lintang klawan

mega”, „ketika aku sendiri melihat bercanda bintang melawan

mendung‟, “esem kang diumbar dening lintang”, „senyum yang

ditebarkan oleh bintang‟, “pranyata ora kumawa mbuwang sepine

ati”, „kenyataannya tidak dapat membuang sunyinya hati‟.


135

Kutipan di atas adalah keadaan di malam hari yang masih

sama seperti biasa dengan kegiatan negatif setiap malamnya. Di saat

aku melihat canda tawanya bintang dengan mendung yang tidak dapat

membuang sunyinya hati. Tak terasa semakin malam semakin

berlarut, di saat semua orang terlelap di tempatnya masing-masing

tetapi masih banyak wanita yang sering keluar malam hari. Mereka

setiap malamnya bermain dengan lelaki hidung belang tidak

memperdulikan etika kesopanan serta tata susilanya. Setiap hari yang

dilakukan oleh para pemuda hanya seperti ini tanpa ada perubahan

untuk menjadi lebih baik. Mereka bahagia jika setiap malamnya dapat

membuat para hidung belang semakin beringas. Berharap semoga

masih ada generasi yang baik, sejati dan berjiwa suci yang dapat

merubah bangsa menjadi lebih baik.

e) “Semburat esem rembulan ing pungkasane mangsa


Kumawa nyisipke rasa kangen
Marang gumebyare dawane dalan kuthamu
Ing isih tumanjem ana ing pangelingku
Nalika daksawang mawar ana plataran omahmu
semplah
Tansaya negesake yen ana waspa kulah

Ing pungkasane mangsa


Kanthi sineksen klawan semburate asem rembulan
Kang mapan ana pucuke gapura isih dakrantu tekamu
Sanajan atiiki wis kebak maneka crita
Nanging wengi iki daksaguhke
Atiku nampa tangismu”

(Pungkasane Mangsa, DL, 26/28/11/2015)

Terjemahan:
„Samarnya senyum bulan di akhir musim
Dapat menyisipkan kerinduan
136

Kepada terangnya jalan kotamu


Yang masih melekat di ingatanku
Ketika kupandang mawar di halamanmu menyesali
Menegaskan air mata yang tumpah

Di akhir musim
Yang menyaksikan melawan samarnya senyum bulan
Yang berada di ujung gerbang masih kuharap
kedatanganmu
Walaupun hati sudah penuh banyak cerita
Tetapi malam ini kusiapkan
Hatiku menerima tangismu‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan

pada kutipan “semburat esem rembulan ing pungkasane mangsa”,

„samarnya senyum bulan di akhir musim‟, “kumawa nyisipke rasa

kangen”, „dapat menyisipkan kerinduan‟, “kanthi sineksen klawan

semburate asem rembulan”, „dengan menyaksikan melawan

samarnya senyum bulan‟, “kang mapan ana pucuke gapura isih

dakrantu tekamu”, „yang bertempat diujung gerbang masih kuharap

kedatanganmu‟.

Kutipan di atas menceritakan bergantinya musim menyisipkan

kerinduan di sepanjang jalan kota yang masih tersimpan di

ingatannya. Ketika ia sedang melihat mawar di halaman rumah

terlihat sedang menyesali karena perbuatan buruk yang pernah

dilakukan. Bunga mawar tersebut menegaskan bahwa air mata

seseorang yang sedang bertumpah-tumpah. Setiap malam ia

menyesali apa yang telah diperbuat. Di akhir musim disaksikan

senyum bulan yang berada di ujung gerbang ia masih mengharapkan

kedatangannya. Walaupun hati penuh dengan banyak permasalahan


137

tetapi ia tetap menerima tangisanya, karena kehidupan ini tidak ada

yang sempurna.

f) “Lintang –lintang ing jembare langit


Padha cumlorot kanthi kebak pangganggit
Mbarengi laire gurit ing satengah wengi kang pahit
Dheweke pilih kumleyang lan ngambah bumi ringkih
Lan tumiba ing netramu kanggo njilma
Dadi lintang waluku
Lintang-lintang ing netramu
Wis suwe anggenku ngrantu
Amarga saka lintang ing netramu
Bakal dakpilah endi sing dadi panuntuning laku”

(Lintang, DL, 34/23/1/2016)

Terjemahan:
„Bintang-bintang di luasnya langit
Saling menyinari penuh dengan teka-teki
Bersama lahirnya puisi di tengah malam yang pahit
Dia memilih melayang dan mendekati bumi yang rapuh
Dan menjadi rasi bintang waluku
Bintang-bintang di matamu
Sudah lama aku menunggu
Karena dari bintang dimatamu
Akan kupilih mana yang menjadi penuntun hidup‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan

pada kutipan “lintang–lintang ing jembare langit”, „bintang-bintang

di luasnya langit‟, “padha cumlorot kanthi kebak pangganggit”,

„saling menyinari penuh dengan teka-teki‟, “mbarengi laire gurit ing

satengah wengi kang pahit”, „bersama puisi ditengah malam yang

pahit”, “dheweke pilih kumleyang lan ngambah bumi ringkih”, „dia

memilih melayang dan mendekati bumi yang rapuh‟.

Kutipan di atas menceritakan kehidupan di dunia penuh

dengan rahasia. Dunia ini begitu rapuh dan sudah tua, maka berhati-
138

hatilah dalam melewati kehidupan ini. Semoga kehidupan yang

dijalani saat ini mendapat penerangan sehingga dapat menerangi

kehidupan menuju jalan kebenaran.

g) “Jakarta dadi pangewan-ewan


Dikilani dhadhane dening rendheng
kang nggendheng
Kumawasa. Omah-omah kadhemen gigilen
Diungkep tendha langit klawu
Pindha sapi glonggongan
Jakarta dicangar diglontor turas langit Bogor
Dumadak salah kedaden
Dadi rawa raseksa rinengga pulo-pulo gendhong
tundha
Bocah-bocah gumyak lelangen
Ing banyu cem-ceman uwuh lan tinja
Sawetara cangkem dandang lan wajan
Ing pos pengungsian ndlongop
Ngrantu kumlawene tangan asih
Wuwur bantuwan sakdhare
Jakarta ngalumpruk
Kesemrawutan kaleming kedhung prihatin
Reca selamat datang gigilen
Kembang ing tangane tinekem kenceng
Sumelang ngregeli kali
Tugu Monas
Nuding langit”

(Jakarta Mangsa Rendheng, DL, 34/23/1/2016)

Terjemahan :
„Jakarta menjadi pusat pembicaraan
Di hina, di ejek oleh musim penghujan
yang menggila
Berkuasa. Rumah-rumah tenggelam
Terselimuti oleh mendung
Sapi glonggongan dipenuhi air
Jakarta mendapat kiriman hujan dari Bogor
Tidak sesuai dengan kenyataan
Menjadi rawa menghiasi rumah-rumah tingkat
Anak-anak ramai berenang
Di air kubungan sampah dan kotoran
Sementara mulut dandang dan wajan
Di pos pengungsian kosong
139

Menanti bantuan dari orang lain


Menerima bantuan seadanya
Jakarta lumpuh total
Sepi dalam keramaian
Patung selamat datang kedinginan
Bunga yang ditangannya digenggam erat takut jika
terbawa arus
Tugu Monas
Mengarah ke langit‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan

pada kutipan “sawetara cangkem dandang lan wajan”, „sementara

mulut dandang dan wajan‟, “ing pos pengungsian ndlongop”, „ing

pos pengungsian kosong‟, “ngrantu kumlawene tangan asih”,

„menanti bantuan dari orang lain‟, “reca selamat datang gigilen”,

„patung selamat datang kedinginan‟.

Kutipan di atas menceritakan keadaan Jakarta sebagai ibu kota

metropolitan sering menjadi pusat pembicaraan, akan tetapi setiap

tahunnya mendapatkan hujan dari Bogor yang menyebabkan

terjadinya banjir. Tidak sesuai dengan namanya yang menjadi pusat

Ibu kota. Setiap tahunnya banjir tersebut membanjiri perkampungan

(rumah), serta jalanan, sehingga terlihat seperti rawa yang tidak dapat

dilalui akses jalannya. Jakarta lumpuh total, masyarakat tidak dapat

melakukan aktivitas seperti biasa. Masyarakat berlarian

menyelamatkan diri dengan mengungsi di tempat yang sudah

disediakan. Sekarang yang dapat mereka lakukan hanya menunggu

bantuan dari orang lain.

h) “Ing puputing mangsa ketiga iki


Katon esemu kang edi
140

Kumriciking banyumu mili ing sadawaning kali


Leledhang nyempyok kanan kering
Nyenggol watu-watu garing
Yagene lakumu marikelu
Mandheg mangu
Kadya nunggu kancamu kang murca
Sumusup ing oyot-oyot tuwa
Ndhelik ana sela-selaning lemah nela
Awit udan ora teka-teka
Apa krana salah mangsa

Gumrujuge banyu tawa ing perenging kampung kali


Dadi seksi
Banyu kang mili sepi ora kaya wingi
Nalika udan gedhe lakumu katon ngawe-awe
Ngajak lelumban lan gegojegan
Kepara apa wae kok ranggeh
Nganti playune menggeh-menggeh
Godhong, pang, wit-witan, sawah lan omah
Katrejang banjir bandhang
Kabeh ilang”

(Kali Serayu, DL, 35/30/01/2016)

Terjemahan :
„Akhir musim kemarau
Terlihat senyummu yang indah
Kegemericiknya air di sepanjang sungai
Tidak biasanya datang menyentuh tanah kering
Menyentuh bebatuan kering
Mengapa jalanmu ragu-ragu
Bagaikan menunggu temanmu yang jahat
Menelusuri akar-akar tua
Bersembunyi di sela-sela tanah kering
Karena hujan tidak kunjung datang
Apa karena salah musim

Derasnya air di pinggir sungai


Menjadi saksi
Air mengalir sedikit tidak seperti kemarin
Ketika hujan deras langkahmu melambai-lambai
Mengajak bercanda dan bermain
Semua diambil
Sampai larinya terbirit-birit
Daun, ranting pohon-pohon, sawah dan rumah
Diterjang banjir bandang
Semua hilang‟
141

Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan

pada kutipan “gumrujuge banyu tawa ing perenging kampung kali”,

„derasnya air dipinggir sungai‟, “dadi seksi”, „menjadi saksi‟, “banyu

kang mili sepi ora kaya wingi”, „air yang mengalir sedikit tidak

seperti kemarin‟, “nalika udan gedhe lakumu katon ngawe-awe”,

„ketika hujan deras langkahmu melambai-lambai‟, “ngajak lelumban

lan gegojegan”, „mengajak bercanda dan bermain‟,“kepara apa wae

kok ranggeh”, „semua diambil‟, “nganti playune menggeh-

menggeh”, „sampai larinya terbirit-birit‟.

Kutipan di atas menceritakan tentang air yang tiba-tiba datang

menyentuh tanah dan bebatuan kering. Air yang mengalir semakin

deras mengakibatkan banjir bandang di sungai serayu. Banjir bandang

tersebut menerjang pepohonan, rumah, sawah, sehingga

mengakibatkan banyak kerugian di perkampungan tersebut.

i) “Gawang-gawang esemmu cah bagus


Netramu… nyumunurake sih katresnan
Liringane gawe atiku trataban
Eman…
Esem kuwi
Netra kuwi
Dudu kanggo aku
Legawa atiku nyawang tan bisa duweni”

(Wuyung, DL,35/30/01/2016)

Terjemahan :
„Terbayang-bayang senyum lelaki tampan
Matamu. . . menyinarkan kasih sayang
Kerlingannya membuat hatiku berdebar
Akan tetapi. . .
Senyum itu
Mata itu
Bukan untukku
Pasrah hatiku hanya memandang tanpa bisa memiliki‟
142

Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan

pada kutipan “gawang-gawang esemmu cah bagus”, „terbayang-

bayang senyum lelaki tampan‟, “netramu..nyumunurake sih

katresnan”, „matamu menyinarkan kasih sayang‟.

Kutipan di atas menceritakan tentang kekaguman seorang

wanita terhadap lelaki karena seorang lelaki yang penyayang

kepada wanita. Walaupun hanya bisa memandang saja tanpa bisa

memiliki itu sudah lebih dari cukup baginya.

j) “Sakehing manuk tetep wae jejogedan nadyan ing


watu-watu karang
Tetembangan ngidung nata pangangen kang tan bisa
ilang
Nalika raga tanpa daya, langit isih eman nguncalake
udan
Dakkulungake sakabehing dayaku murih telesih lemah
garing
Sinawang ayem tentrem
Sawangen…
Lintang rembulan reruntungan maca guriting jagad
kang cetha:
Sanyatane laku iki kinupeng pedhut-pedhut peteng
watu karang kang sumebar
Dakkira beninge banyu
Bener sliramu
Jebul atosing watu sinamar ing amun-amun
Sangsaya cetha
Juntrunge uran-uran ing alas
Padhang trawangan binabar keketing bundhetan
Padhas lan watu-watu angkara kang siningit
Babaring kidang kang adigang
Gajah kang adigung
adiguna ginawa ula
bareng mati sampyuh tanpa guna
Banjurbundhelaning wulangreh dakwaca maneh
ing wusana lintang rembulan tetep puguh
reruntungan”

(Watu-Watu Karang, DL, 36/06/2/2016)


143

Terjemahan:
„Banyaknya burung di batu karang tetap berkicau
Bernyanyi dan membuat rindu yang tidak dapat hilang
Ketika badan tidak berdaya
Langit masih mau memberikan hujan
Kukerahkan semua tenagaku
Supaya tanah menjadi basah
Terlihat tenang dan tentram
Lihatlah. . .
Bintang bulan beriringan membacakan puisi
dengan jelas:
Kenyataanya perjalanan ini terselimuti awan hitam, batu
karang yang bertebaran
Benar dirimu
Ternyata kerasnya batu tersamar oleh bayang-bayang
Semakin lama semakin jelas
Nyanyian berasal dari hutan
Terang menerangi segala kesulitan hilang
Keras dan batu kejahatan yang dirahasiakan
Akhirnya kidang yang sakti
Gajah yang memamerkan keluhuran
kepintaran terbawa ular
setelah mati tak ada gunanya
Setelah itu kumpulan pengetahuan aku baca
Akhirnya bintang bulan saling beriringan‟

Kutipan di atas menggugah semangat hati semua warga

untuk lebih giat bekerja keras, agar hidupnya senantiasa diberikan

ketentraman. Apabila melihat ke langit, banyaknya bintang dan

bulan selalu beriringan menyinari dunia tanpa ada kegelapan.

Ketika perjalanan hidup seseorang yang berhati sombong, suka

memamerkan kekuatan. Maka jika suatu saat takdir mengambil

semua yang dimiliknya, ia seperti tak berguna lagi dan kehilangan

semuanya. Jika seseorang yang berhati baik, berbudi pekerti luhur

akan memetik kebahagiaan.

k) “Wayang kulit temancep ing debog


Jejer-jejer nedya mamerake kaprigelane
144

Jogede manut Ki Dhalang


Sinareng antawacana kang becik
Kuciwane datan akeh wong kang nyawang
Wayang kulit tersingkur sampai pinggir kali
Suket teki setya ngancani
Watu-watu item asung beta sungkawa
Sakehing iwak pijer ndedonga
Lumut-lumut asung panglipur
Sejatine wayang kulit ngemot pitutur luhur
Piguna kanggo pancase urip
Eman pra mudha jaman saiki datan tepung
Emoh nyawang apa maneh nyinau
Luwih kapilut budaya manca kang mblasukake moral”

(Wayang Kulit, DL, 36/06/2/2016)

Terjemahan:
„Wayang kulit tertancap di simpingan
Berjajar-jajar memamerkan keuletan
Goyangnya mengikuti Dhalang
Bersama alunan gending yang indah
Kecewanya tidak banyak orang yang menyaksikan
Wayang kulit tersingkir jauh
Rumput teki setia menemani
Batu hitam ikut berbela sungkawa
Banyak ikan ikut berdoa
Lumut-lumut ikut menghibur
Sejatinya wayang kulit mengandung ajaran yang baik
Berguna untuk tujuan hidup
Sayangnya para pemuda sekarang tidak menghiraukan
Tidak mau melihat bahkan mempelajari
Lebih menyukai budaya manca Negara yang menjerumuskan
moral‟

Pada kutipan di atas gaya bahasa personifikasi ditunjukkan

pada kutipan “wayang kulit tersingkur sampai pinggir kali”,

„wayang kulit tersingkir jauh‟, “suket teki setya ngancani”,

„rumput teki setya menemani‟, “watu-watu item asung beta

sungkawa”, „batu hitam ikut berbela sungkawa‟, “sakehing iwak

pijer ndedonga”, „banyak ikan turut berdoa‟, “lumut-lumut asung


145

panglipur”, „lumut-lumut ikut menghibur,“sejatine wayang kulit

ngemot pitutur luhur”, „sejatinya wayang kulit mengandung

ajaran yang baik‟.

Kutipan di atas menceritakan tentang pagelaran wayang,

dimana wayang-wayang tadi ditancapkan di simpingan pertanda

bahwa pagelaran wayang akan dimulai. Seorang dalang tersebut

memainkan wayang dengan penuh keuletan, dan serta

menggambarkan jalannya wayang yang mengandung nilai positif

yang dapat dipetik. Dalang merasakan kekecewaan kepada

masyarakat Jawa khususnya generasi muda karena yang menonton

pagelaran wayang hanya sedikit. Semakin lama wayang semakin

tersingkir jauh dari kebudayaan Jawa khususnya di Indonesia.

Generasi muda tidak pernah menghiraukan kebudayaannya sendiri.

Mereka bahkan enggan mau mempelajari budayanya sendiri akan

tetapi lebih memilih mendalami budaya luar yang merusak moral

bangsa.

3) Sinisme

Sinisme adalah sindiran yang berbentuk kesangsian yang

mengandung ejekan mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan

ketulusan hati. Walaupun sinisme lebih dianggap kasar daripada ironi.

a) “Kanthi esem rangu


Kowenehake swara fals
Ngirigi lagu kulonan
Sing nambahi asin banyu segara
146

Uluk salam
Tan klambimu sing kumel
Ngrogoh saben ati
Satus repis rongatus repis
Kanggo nambahi dawane wektu clathumu

Cilikmu wis tumindhak diwasa


“Embuh.. ora ngerti, pak...!! clathumu saka ing arah
jero
Disuk dening gumrenggenge penumpang kapal

Aku kelangan lacak


Amung uwuh ngawe-awe
Nyeggol mburitan
Mingka dolanan ombak”

(Ing Kapal, DL, 25/21/11/2015)

Terjemahan:
„Dengan senyum palsu
Kau berikan suara fals
Mengiringi nyanyian kulonan
Menambah asam air laut

Memberi salam
Tidak pakaianmu yang kumal
Mengambil setiap hati
Seratus rupiah, dua ratus rupiah
Untuk menambah waktu bicaramu

Kecilmu sudah bertindak dewasa


“Tidak ….tau, pak..!! suaramu dari dalam
Berdesakan dengan suara penumpang kapal
Aku kehilangan arah
Hanya sampah yang melambai-lambai
Menyenggol belakang
Dengan bermain ombak‟

Kutipan di atas gaya bahasa sinisme ditunjukkan pada kutipan

“kanggo nambahi dawane wektu clathumu”, „untuk menambah

waktu bicaramu‟.
147

Kutipan di atas menceritakan tentang seorang pengamen yang

sedang memberikan senyum palsu dengan penumpang kapal agar

terlihat akrab. Dengan suara fals tadi ia gunakan untuk mengambil

hati para penumpang. Ia mengamen demi mendapatkan sebongkah

rupiah dari para penumpang kapal. Sudah dari kecil mengamen di

dalam kapal agar dapat menyambung hidup. Pada saat mengamen

ternyata ada kejadian yang membuatnya kehilangan jalur karena di

dalam kapal terjadi desak-desakan antar penumpang.

b) “Luwar sakeng hotel prodheo limang warsa lawase


Klanthi nyangking paraban aran Bang Jimmy
Tugimin ora mareni tindak culikane
Tato lengene tambah gambar tengkorak mata siji
Sanyaya tan eling purwaduksinane

Wengi wingi Jimmy ngumbar napsu setanne


Mlebu metu kamar kucem kebak esem palsu
Njangkepi kabiyasan malima tan ana mereme
Sawise winginane nyaut kalunge bakul tahu tanpa eling
alang-ujure
Kanthi wengis terus mrajaya swara atine dhewe
Ora kemuthan kenthang
Nuruti playune hawa kadonyan pupur wewe

Rina-marina Jimmy sansaya klalen sewu supe


Mabuk luwak brendhi tekan nguntal pil-pil pauk
Wusana bablas tan eling sapa jatidhirine”

(Tugimin Ora Eling, DL, 20/17/10/2015)

Terjemahan:
„Keluar dari penjara lima tahun lamanya
Membawa julukan Bang Jimmy
Tugimin tidak menghentikan kejahatannya
Tato di lengannya bertambah tengkorak bermata satu
Semakin lupa asal-usulnya

Malam kemarin Jimmy mengumbar nafsu setannya


Masuk keluar kamar penuh senyum palsu
148

Melengkapi kebiasaan perilaku buruk tanpa ada puasnya


Setelah kemarin merampas kalung pedagang tahu tanpa
memiliki rasa belas kasihan
Sehingga rasa kejam membunuh rasa hatinya
Tidak mengingat asal-usulnya
Menuruti nafsu dunia
Hari demi hari Jimmy semakin lupa
Mabuk tuwak brendhi sampai menelan pil
Berlarut-larut tanpa mengingat jati dirinya‟

Kutipan di atas gaya bahasa sinisme ditunjukkan pada kutipan

“wengi wingi Jimmy ngumbar napsu setanne”, „kemarin malam

Jimmy mengumbar nafsu setannya‟, “mlebu metu kamar kucem

kebak esem palsu”, „keluar masuk kamar penuh senyum palsu‟.

Kutipan di atas menceritakan tentang seorang pencuri yang

sudah keluar dari massa tahanan lima tahun dengan julukan bang

Jimmy. Ia tidak mengakhiri massa kejahatannya, akan tetapi

mengulangi tindakan kejahatannya. Dengan menambah tato

tengkorak di lengannya menjadikan ia semakin bengis pada siapa

saja. Kemudian kemarin malam ia beraksi dengan mencuri kalung

milik seorang pedagang tahu untuk menuruti nafsu duniawi tanpa

memiliki rasa belas kasihan. Setiap harinya ia menghabiskan massa

hidupnya dengan mabuk-mabukan dan menelan pil haram. Ia

menelan pil tesebut agar dirinya tidak memiliki rasa keraguan dalam

melakukan tindakan kejahatan.

c) “Padha dene luru saben wektu


Nganggo cara-cara apa wae
Kasar alus halal haram
Mung dadi lamise lambe
Adoh saka kasunyatan laku
Nadyan wus ana paugeran
149

Kang padha disarujuki bebarengan


Pungkasane ora dipaelu
Selinthutan dhisik-dhisikan nyingkiri paugeran
Kang den tuju
Mung piye bisane
Merga yen wus karengkuh
Kaya-kaya apa wae bisa uga karengkuh
Saka bandha raja brana
Tekane ngumbar nafsu-nafsu aluamah
Amarah sarta supiyah
Ninggalke nafsu mutmainah uga amanah
Sing wingi jare saguh dicekel puguh
Jebul kalepyan dening gebyare
Dhuwit yutan, milyaran tekane triliyunan
Sing kaya-kaya kari nyaruk
Kanggo mulyane anak putu pitung turunan
Senadyan pungkasan bisa musna sagebyaran
Yen wis konangan lan kabukten ana mejane pesakitan
Nggawa wirang nganggo klambi pakunjaran
Amarga padha klreu nggone cekel panguwasa
Lali marang kawula lan Kang Kuwasa”

(Panguwasa, DL, 26/28/11/2016)

Terjemahan:
„Sama halnya mencari setiap waktu
Menggunakan segala cara
Kasar, halus, halal dan haram
Hanya menjadi kebohongan
Jauh dari perilaku sehari-hari
Walaupun sudah ada peraturan
Melanggar peraturan secara bersama
Akhirnya tidak ditaati
Secara diam-diam menyingkirkan peraturan
Yang dituju
Bagaimana supaya dapat memperoleh
Ketika sudah memperoleh
Sepertinya semua dapat diperoleh
Dari harta yang berharga
Mengumbar hawa nafsu kerakusan
Kemarahan dan meninggalkan kebaikan
Meninggalkan nafsu ketentraman juga kepercayaan
Yang kemarin ditangkap tetapi menyelak
Hanya sepintas saja
Uang jutaan, miliaran hingga triliunan
Yang sepertinya tinggal mengambil
150

Untuk kemakmuran anak tujuh turunan


Pada akhirnya akan habis
Jika sudah ketahuan dan terbukti di meja hijau
Membawa kemurkaan memakai baju penjara
Karena kekeliruan dalam mengambil kekuasaan
Lupa dengan saudaranya dan Tuhan‟

Kutipan di atas gaya bahasa sinisme ditunjukkan pada

kutipan “mung dadi lamise lambe”, „hanya menjadi kebohongan‟.

Kutipan di atas merupakan sindiran kepada pejabat tinggi yang

selalu menghalalkan semua cara dalam melakukan tugasnya.

Sebagai pejabat melakukan itu semua dengan cara kebohongan

agar tetap mendapatkan apa yang diinginkan. Mereka melakukan

secara diam-diam. Mereka hanya memikirkan bagaimana cara

mendapatkan kekuasaan dengan cara melanggar peraturan yang

ada. Ketika semuanya sudah tercapai yang diinginkan serta harta

yang diperoleh mereka meninggalkan kepercayaan. Ketika mereka

mendapatkan uang jutaan hingga triliuan maka uang tersebut untuk

kebahagiaan untuk anak beserta turunannya. Walaupun uang

tersebut akhirnya akan habis, akan tetapi jika mereka sudah

terbukti menggelapkan uang maka akhirnya akan di tuntut di meja

hijau dan berakhir dalam sel tahanan. Oleh sebab itu mereka salah

dalam mengambil kekuasan yang bukan haknya. Karena kekuasaan

menjadikannya lupa kepada saudara dan Tuhan yang berkuasa.

d) “Wong urip ing donya


Mung siji panggayuhe yen ketimbalan Gusti
Ngudi urip ing langit tundha pitu
Papan suci Sang Hyang Widhi
Yen sliramu kepingin langit anyar
151

Tumujua ing papan kang padhang


Singkirna pepetenging urip
Enggal-enggal nganggo klambi anyar
Yen sliramu kepingin langit anyar
Udharen, buwangen urip lawas
Kebak dosa dur angkara murka
Seneng nindhes kang apes
Dedalane nggayuh langit anyar
Asing tuladha mring pepadha
Seneng andum katresnan
Setya tuhu ndherek Gusti”

(Langit Anyar, DL, 33/16/1/2016)

Terjemahan:
„Orang hidup di dunia
Hanya satu keinginannya jika dipanggil Tuhan
Hidup di langit lapis ke tujuh
Tempat suci Tuhan Yang Maha Esa
Jika kamu menginginkan langit yang baru
Berjalanlah menuju jalan yang terang
Singkirkan gelapnya kehidupan
Cepat-cepat memakai baju baru
Jika kamu menginginkan kehidupan baru
Bongkar, buanglah kehidupan lamamu
Penuh dosa dan kemungkaran
Suka menindas orang yang kekurangan
Jalan menuju langit yang baru
Memberikan contoh kepada sesama
Suka memberikan kasih sayang
Setia dan patuh kepada Tuhan‟

Kutipan di atas gaya bahasa sinisme ditunjukkan pada

kutipan “kebak dosa dur angkara murka”, „penuh dosa dan

kemungkaran, “seneng nindhes kang apes”, „suka menindas orang

yang kekurangan‟.

Kutipan di atas merupakan sindiran kepada seseorang

bahwa hidup di dunia ini hanya sementara nantinya seluruh umat di

dunia akan kembali pada yang Kuwasa. Semua orang


152

menginginkan kebahagian (surga lapis ke 7) karena surga tersebut

adalah surganya Tuhan yang paling indah. Jika menginginkan

kemuliaan sebisa mungkin jalani kehidupan tersebut ke jalan yang

benar dan terang. Jalan yang terang dengan cara membuang jauh-

jauh kehidupan yang menyesatkan penuh dosa. Kejahatan yang

berupa menindas orang yang kurang mampu. Perbaikilah tingkah

lakumu kemudian berikan contoh yang baik dan saling mengasihi

satu sama lain. Serta setia dan patuh kepada Tuhan dengan

menjalankan segala perintahnya.

e) “Ing plataran wayah sore


Ana sawetara bocah padha dolanan
Salah sijine pitakon
“Sapa sing galak neng donya iki”
“Macan, “wangsulane kancane
“Singa, baya, iwak hiu, “liyane saur manuk
Melu wangsulan
Dumadakan, ana bocah ora pakra

Nyedak karo omong


“Ana sing luwih galak
Tak kandhani ya, sandyan galak
Kewan yen wis wareg anteng meneng”

“Beda karo manungsa


Sanadyan wis wareg, kanca lan sedulur tegel
diuntal

Wis turah bandha, isih wae srakah”


Rampung omong bocah mau lap, ilang

Lamat-lamat aku kelingan


Bocah mau dadi sengsara
Amarga bandha tinggalane wong tuwane
Dikakahi sedulur sing pancen srakah”

(Pacelathon Wayah Sore, 33/16/1/2016)


153

Terjemahan:
„Di halaman ketika sore hari
Ada beberapa anak tengah bermain
Salah satu di antaranya bertanya
“Siapakah yang galak di dunia ini”
“Macan”, jawab temannya
“Singa, buaya, ikan hiu”, yang lain saling menyahut
Ikut menjawab

Tiba-tiba ada anak yang kurang sempurna


Mendekat sambil berbicara
“Ada yang lebih galak
Saya beri tahu, meskipun galak
Hewan tersebut jika sudah kenyang akan diam”
“Berbeda dengan manusia
Meskipun sudah kenyang, teman dan saudara tega
dimakan
Sudah berlimpah harta, masih saja serakah”
Selesainya bicara kemudian anak itu menghilang

Samar-samar saya teringat


Anak tersebut menjadi sengsara
Karena harta warisan orang tuanya
Dikuasai saudaranya yang serakah‟

Kutipan di atas gaya bahasa sinisme ditunjukkan pada kutipan

“beda karo menungsa”, „berbeda dengan manusia‟, “sanadyan wis

wareg, kanca lan sedulur tegel diuntal”, „walaupun sudah kenyang,

teman, saudara tega di makan‟, “wis turah bandha isih wae srakah”,

„sudah berlimpah harta, masih saja serakah‟, “bocah mau dadi

sengsara”, „anak tadi menjadi sengsara‟, “amarga bandha

tinggalane wong tuwane”, „karena harta warisan dari orang tuanya‟,

“dikakahi sedulur sing pancen srakah”, „dikuasai oleh saudaranya

yang serakah‟.

Kutipan di atas merupakan sindiran kepada manusia yang

sangat berbeda dengan sifat binatang. Dimana jika binatang sedang


154

kelaparan mereka umumnya akan mencari mangsa, jika mangsanya

sudah didapatkan mereka akan menerkamnya. Apabila sudah

kenyang, mereka tidak akan memangsa hak temannya melainkan

akan diam. Berbeda dengan manusia, manusia merasa hidupnya

tidak pernahpuas walaupun hidupnya sudah dipenuhi harta. Namun

jika mengetahui harta warisan saudaranya yang telah tiada ia akan

bergegas merebut semua kekayaan tersebut walaupun itu bukan

haknya. Melainkan hak anak yang ditinggal pergi oleh orang

tuanya.

2. Makna Geguritan Dalam Majalah Djaka Lodang Edisi 3 Oktober 2015 –


2 April 2016

Dalam puisi atau geguritan kata-kata, frasa, dan kalimat

mengandung makna tambahan atau makna konotatif bahasa figuratif yang

digunakan menyebabkan makna-makna didalam baris-baris puisi

(geguritan) tersembunyi dan harus ditafsirkan. Dalam menafsirkan

geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 – 2 April

2016 penulis menafsirkannya dengan cara mencari arti kata-kata yang

terdapat dalam setiap geguritan dengan bantuan Kamus Jawa Kuna

(Kawi). Berikut penulis sajikan pembahasan data makna geguritan yang

terdapat dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 – 2 April

2016.

1) “Mbok sliramu wis tuwa


Lerena anggonmu seneng rekasa
Yen ana tamu teka .. . pethukna kanthi gita
Simbok ora perlu neka-neka
Rasah ndadak nyilih kursi neng tangga
155

Temanana ing njogan, gelarna klasa


Cepakana segelas jarang putih lamba
Suguhana esem tulus saka jroning nala
Tamu mau mesthi rumangsa
Begjalan mulya jroning dhada
Simbok linuberan berkah saka sing Kuwasa”

(Simbok, DL, 20/17/10/2015)

Terjemahan:
„Ibu sudah tua
Saatnya ibu beristirahat ketika bekerja keras
Jika ada tamu datang. .. sambutlah dengan ramah
Ibu tidak perlu repot-repot
Tidak perlu pinjam kursi tetangga
Dipersilahkan dilantai, beralaskan tikar
Berikan segelas air putih
Berilah senyum tulus dari dalam hati
Tamu tadi pasti merasa
Beruntung dan mulia dalam dada
Ibu mendapatkan berkah dari Sang Pencipta‟

Makna geguritan di atas adalah bahwa seorang ibu yang sudah

tua ditunjukkan pada kutipan “mbok sliramu wis tuwa”, waktunya

bagi seorang ibu untuk beristirahat dalam bekerja keras karena masa

tua adalah masa dimana menikmati kehidupan yang ditunjukkan pada

kutipan “lerena anggonmu seneng rekasa”, „apabila ada tamu

datang dianjurkan untuk menyambut sang tamu dengan senyum yang

tulus dari hati maka tamu akan merasa bahagia ditunjukkan pada

kutipan“yen ana tamu teka .. . pethukna kanthi gita”, „sebaiknya ibu

tidak perlu repot-repot berikan saja apa yang sekarang dimiliki

ditunjukkan pada kutipan“simbok ora perlu neka-neka”, „tamu

tersebut juga mengerti dengan keadaan Tuan rumahnya‟, yang

ditunjukkan pada kutipan“rasah ndadak nyilih kursi neng tangga”,


156

“lebih baik tamu tadi ditemani dan dipersilahkan duduk di lantai

dengan beralaskan tikar”, ditunjukkan pada kutipan“temanana ing

njogan, gelarna klasa”, „suguhkan apa yang dimiliki sekarang ini,

tak perlu menjamu dengan mewah, cukup dengan memberikan

segelas air putih kepada tamu maka tamu tersebut akan merasa

senang‟ ditunjukkan pada kutipan “cepakana segelas jarang putih

lamba”, „senyuman tulus dari sang Tuan rumah kepada tamunya akan

membuatnya menjadi seorang yang beruntung ditunjukkan pada

kutipan “suguhana esem tulus saka jroning nala”, „kebahagiaan

yang dirasakan tamu karena sikap baik dari tuan rumah tersebut

ditunjukkan pada kutipan “tamu mau mesthi rumangsa”, „dan

nantinya Tuan rumah tersebut akan mendapatkan limpah rejeki karena

sudah menysukuri nikmat yang diberikan Tuhan‟, ditunjukkan pada

kutipan “begjalan mulya jroning dhada”,„sehingga ibu tersebut akan

diberikan balasan setimpah berupa keberkahan karena sudah

menerima hidup dengan apa adanya tak pernah berkeluh kesah

dengan keadaan yang ada, ditunjukkpan pada kutipan “simbok

linuberan berkah saka sing Kuwasa”.

2) “Sapa wonge tan nora susah lan sedhih


Ngrasakake petenging ati
Tanpa pepadhang kang amemadhangi
Padhanging wulan ndadari tan bisa madhangi ati
Gumebyaring lintang ing akasa nora bisa nglelipur ati
Kauningana kang sayekti
Amung pitutur kang sejati
Bisa gawe padhanging ati”

(Pitutur Kang Sejati, DL, 26/28/10/2015)


157

Terjemahan:
„Siapa orang yang mau susah dan sedih
Merasakan gelapnya hati
Tanpa cahaya yang menerangi
Sinar bulan purnama tidak dapat menyinari hati
Banyaknya bintang di angkasa tidak bisa menghibur hati
Ketahuilah ucapan yang benar
Hanya nasehat yang sejati
Dapat menjadikan terangnya hati‟

Makna geguritan di atas adalah bahwa tidak ada manusia yang

mau hidup menderita ditunjukkan pada kutipan “sapa wonge tan

nora susah lan sedhih”, „karena hatinya dipenuhi dengan kegelapan

yang tidak pernah diisi dengan penerangan hati‟, ditunjukkan pada

kutipan “ngrasakake petenging ati”, „tak ada sedikit pun

penerangan yang akan menerangi hatinya yang penuh kegelisahan”,

ditnjukkan pada kutipan”tanpa pepadhang kang amemadhangi”,„

hal tersebut disebabkan karena manusia jauh dari Tuhan sehingga

dilingkupi kegelapan‟, ditunjukkan pada kutipan “padhanging

wulan ndadari tan bisa madhangi ati”, „walaupun pancaran dari

angkasa yang menerangi seluruh dunia namun hatinya tetap

merasakan kerisauan‟, ditunjukkan pada kutipan “gumebyaring

lintang ing akasa nora bisa nglelipur ati”, „maka sebagai manusia

harus lebih mendekatkan diri kepada Tuhan‟, ditunjukkan pada

kutipan “kauningana kang sayekti”, „karena jika kita dekat Tuhan

maka Tuhan akan menunjukkan jalan yang terang‟, ditunjukkan pada

kutipan “amung pitutur kang sejati”, „dan Tuhan juga akan

memberikan kamu seorang penasihat yang dapat membuatmu


158

merasakan ketentraman yang abadi‟, ditunjukkan pada kutipan“bisa

gawe padhanging ati”.

3) Lemah wis padha mlekah


Brongkah-brongkah nganti mrambah-mrambah
Dunya pancen wis rengka

Dunya iki pancen wis tua


Mangsane urip kanggo tata-tata
Aja seneng gawe bab ala
Nora gampang urip ing donya
Urip kang jare liyan pancen rekasa
Mula kanca ayo aja padha gawe gela lan cuwa”

(Jaman Akhir, DL, 29,19/12/2015)

Terjemahan:
„Tanah mengalami kekeringan
Bongkahan tanah melebar
Dunia ini sudah rapuh

Dunia sudah tua


Sudah saatnya hidup untuk bersiap-siap
Jangan senang membuat hal buruk
Tidak mudah menjalani kehidupan
Hidup yang menurut orang lain memang susah
Oleh karena itu jangan saling mengecewakan‟

Makna geguritan di atas adalah semakin bertambahnya usia

dunia maka bukan semakin lebih baik ditunjukkan pada kutipan

“lemah wis padha mlekah”, „namun kehidupan di dunia akan

berubah dengan berjalannya waktu”, ditunjukkan pada kutipan

“brongkah-brongkah nganti mrambah-mrambah”, „sehingga

bergantinya waktu dunia akan mengalami kerapuhan yang

disebabkan karena perbuatan manusia‟, “ditunjukkan pada

kutipan“dunya pamcen wis rengka”, „berjalannya waktu dunia

akan menjadi tua‟, ditunjukkan pada kutipan“dunya iki pancen

wis tua”, Tuhan memberi peringatan kepada manusia agar


159

senatiasa menjalani kehidupan dengan memperbanyak kebaikan

untuk dibawa menuju akhirat‟, ditunjukkan pada kutipan “mangsane

urip kanggo tata-tata”, serta mengurangi perbuatan buruk”,

ditunjukkan pada kutipan “aja seneng gawe bab ala”, „karena

menjalani kehidupan di dunia yang hanya sementara itu tidak

semudah yang dibayangkan‟, ditunjukkan pada kutipan “nora

gampang urip ing donya”, „kehidupan yang berliku-liku yang tidak

mudah dijalani menurut kebanyakan orang‟,ditunjukkan pada kutipan

“urip kang jare liyan pancen rekasa”, „maka jangan pernah saling

mengecewakan kepada sesama‟, ditunjukkan pada kutipan“mula

kanca ayo aja padha gawe gela lan cuwa”.

4) “Adhem rinasa
Batin siniram tetesing tirta akasa
Rinengga endahing sedya tama
Sinandhing sihing dewa
Kinemulan katresnan jati widadari
Jinaga langgeng
Tan sinenggol watak candhala
Manunggal tan uwal tumekeng puputing jaman
Ayem rinegem
Sajeroning nala nggubet naleni jiwa
Suksma suci tan kendhat muji donga
Tinebihna sakehing sukerta
Pepalang godha rencana sumingkir
Pinayungan langgeng
Sihing Gusti nyawiji ngreksa
Manunggale dwi suksma kang tuhu tresna”

(Tirta Akasa, DL, 29/19/12/2015)

Terjemahan:
„Merasakan kedinginan
Seperti batin yang tersiram tetesan hujan
Menjaga keindahan yang utama
Disanding dengan kasih Tuhan
Terselimuti cinta yang tulus dari bidadari
Dijaga selamanya
160

Tidak tersentuh oleh sifat buruk


Menyatu tidak lepas hingga akhir jaman
Ketentraman yang didapatkan
Didalam hati yang mengikat jiwa
Jiwa yang suci tidak akan berhentiberdoa
Dijauhkan dari malapetaka
Segala marabahaya menyingkir
Dilindungi selamanya
Kasih Tuhan menjadi satu
Sukma yang menyatu menjadi cinta sejati‟

Makna geguritan di atas adalah seorang manusia yang hatinya

selalu merasakan ketentraman ditunjukkan pada kutipan “adhem

rinasa”, „setiap harinya yang ia rasakan hanya kesejukkan jiwa yang

melingkupinya‟, ditunjukkan pada kutipan “batin siniram tetesing

tirta akasa”, disebabkan karena dirinya patuh kepada Tuhan dan

tidak pernah melanggar ajaran Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan

“rinengga endahing sedya tama”, kepatuhannya tersebut kepada

Tuhan sehingga kasih sayang Tuhan menyatu kepadanya‟,

ditunjukkan pada kutipan “sinandhing sihing dewa”, „setiap

langkahnya selalu dijaga oleh sang bidadari‟, ditunjukkan pada

kutipan “kinemulan katresnan jati widadari”, „ia selalu dijaga oleh

Tuhan karena ia tidak pernah lepas dalam memanjatkan doa‟,

ditunjukkan pada kutipan “jinaga langgeng”, „selama hidupnya ia

tidak pernah tersentuh dari sifat buruk karena ia berdoa tulus pada

Tuhan dan enggan jauh dari Nya‟, ditunjukkan pada kutipan “tan

sinenggol watak candhala”, „kasih sayang Tuhan yang sudah

menyatu padanya tidak pernah sampai akhir hayat hidupnya‟,

ditunjukkan pada kutipan “manunggal tan uwal tumekeng puputing


161

jaman”, „yang ia dapatkan selama menjalano kehidupannya adalah

ketentraman yang abadi‟, ditunjukkan pada kutipan “ayem rinegem”,

„kasih sayang Tuhan kepada dirinya yang sudah mengikat jiwanya

menjadikan ia tidak mau jauh dari Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan

“sajeroning nala nggubet naleni jiwa”, „karena hanya jiwa yang suci

yang tidak pernah tergores sifat buruk sehingga lafal doa selalu

dilantunkan olehnya‟, ditunjukkan pada kutipan “suksma suci tan

kendhat muji donga”, „lafal doa yang ia panjatkan secara tanpa

berhenti maka ia dijauhkan dari marabahaya‟, kutipan tersebut

ditunjukkan “tinebihna sakehing sukerta”, „segala malapetakan yang

menghadangnya menyikir satu persatu‟, ditunjukkan pada kutipan

“pepalang godha rencana sumingkir”, „sehingga selama hidupnya

selalu dilindungi oleh Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “pinayungan

langgeng”, „disebabkan karena kasih sayang Tuhan yang sudah

menjadi satu pada dirinya maka ia juga diberikan limpahan rahmat

dari Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “sihing Gusti nyawiji

ngreksa”, „kasih Tuhan yang menyatu pada jiwanya menjadi cinta

sejati yang tidak pernah lepas‟, ditunjukkan pada kutipan

“manunggale dwi suksma kang tuhu tresna”.

5) “O ngger anak-anakku ngertiya


Nalikane kowe isih padha bayi abang
Ndak rumat ndak emban ndak eman-eman
Ndak gulawenthah lan ndak kekudang
Simbok tansah nyenyuwun mring Gusti Kang Maha Suci
Muga gedhemu mbesuk dadia wong sing migunani
Tumpraping nusa bangsa lan nagari
O ngger nalika kowe wiwit mlebu sekolah
162

Simbok mbudidaya ngulir budi wiwit


sesinggah
Murih bisa cukup kanggo urip ing sadhengah
wayah
Makarya lali sayah, lali lungkrah sikil dianggo sirah
Kabeh tak lakoni kanthi bungah tanpa ngresah
Sajuga esthi, mbesuk kowe mulya ora keri
sesamaning titah

Eman ngger kekudangan mleset lan kenyataan


Jebul ijasah dudu senjata peng-pengan
Mangka olehmu golek niba tangi kedhekukan
Direwangi ndlenjet komet lehmu nglamar gawean
Wangsulane kok kabeh padha“ra ana lowongan”
Simbok atine bingung kebak pitakonan
Apa gunane sekolah, ijazah, prihatin, lan kangelan?
Yen kabeh lamaran ora payu mung dadi tampikan
Ning yen duwe dhuwit sagebok, bisa nglancarake golek
gawean”

(Kekudangan Geseh Lan Kenyataan, DL, 29/19/12/2015)

Terjemahan:
„Putraku ketahuilah
Ketika kamu masih bayi merah
Dahulu ku rawat, ku gendong, ku sayang-sayang
Dahulu ku didik dan ku harapkan
Ibu berdoa kepada Tuhan
Semoga kamu kelak menjadi anak berguna
Bagi nusa bangsa dan negara
Putraku ketika kamu memasuki massa sekolah
Ibu berusaha semaksimal mungkin dan mulai menabung
Agar terpenuhi kehidupan dimassa yang akan datang
Bekerja tanpa mengenal lelah, tanpa mengenal waktu
Semua aku lakukan dengan tulus tanpa berkeluh kesah
Satu harapan, agar kelak hidupmu bahagia
tercukupi

Putraku ternyata yang aku harapkan tidak sesuai


kenyataan
Ternyata ijasah bukan senjata yang utama
Padahal caramu mencari ijasah sampai jatuh bangun
Dengan sekuat tenaga saat melamar pekerjaan
Tetapi jawaban semua sama“tidak ada lowongan”
Ibu bingung dan banyak pertanyaan
Apa gunanya sekolah, ijasah, prihatin, dan kesusahan?
163

Jika semua lamaran hanya ditolak


Tetapi jika punya banyak uang, mencari pekerjaan adalah
hal yang mudah‟

Makna geguritan di atas adalah seorang yang menceritakan

masa lalu nya kepada anaknya ditunjukkan pada kutipan “ongger

anak-anakku ngertiya”, „ketika sang buah hatinya masih bayi

merah‟, ditunjukkan pada kutipan “nalikane kowe isih padha bayi

abang”, „dahulu ketika masih bayi merah ibunya memberikan seluruh

kasih sayangnya kepada anaknya yang masih bayi merah, ditunjukkan

pada kutipan “ndak rumat ndak emban ndak eman-eman”,„ibunya

sudah mendidik anaknya sejak masih di bayi dan berharap

kesuksesan melingkupinya‟, ditunjukkan pada kutipan “ndak

gulawenthah lan ndak kekudang”, „ibu berdoa secara tulus

mengharapkan ridhonya Tuhan‟, yang ditunjukkan pada

kutipan“simbok tansah nyenyuwun mring Gusti Kang Maha Suci”,

„semoga apa yang diharapkan ibunya selama ini agar anaknya

menjadi seorang yang berguna‟,“ditunjukkan pada kutipan “muga

gedhemu mbesuk dadia wong sing migunani”, „berguna bagi nusa

bangsa dan negara‟, ditunjukkan pada kutipan “tumpraping nusa

bangsa lan nagari”, „ketika anaknya beranjak dewasa memasuki

dunia pendidikan”, yang ditunjukkan pada kutipan“o ngger nalika

kowe wiwit mlebu sekolah”, „ibu berusaha dengan cara bekerja keras

demit terckecupukannya tuntutan hidup dan untuk keberhasilan anak

sehingga sedikit demi sedikit ibu menyisihkan uang untuk biaya

pendidikan anaknya‟, ditunjukkan pada kutipan “simbok mbudidaya


164

ngulir budi wiwit sesinggah”, „agar dapat tercukupi semua kebutuhan

hidup yang semakin banyak‟, ditunjukkan pada kutipan “murih bisa

cukup kanggo urip ing sadhengahwayah”, „ibu tidak pernah

mengeluh demi sang anak ibu rela mengorbankan seluruh tenaga

tanpa mengenal waktu‟, ditunjukkan pada kutipan“makarya lali

sayah, lali lungkrah sikil dianggo sirah”,„semua yang dilakukan oleh

ibunya dilakukan dengan ikhlas‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh

tak lakoni kanthi bungah tanpa ngresah”, „ibunya sangat

mengaharapkan anaknya agar sukses di masa depan‟, “sajuga esthi,

mbesuk kowe mulya ora keri sesamaning titah”, „ yang diharapkan

ibunya selama ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada‟, “eman

ngger kekudangan mleset lan kenyataan”, „walaupun anaknya

disekolahkan SMA namun tidak merubah nasib keluarga kecil

tersebut‟, ditunjukkan pada kutipan “jebul ijasah dudu senjata peng-

pengan”, „mengejar pendidikan hingga SMA tidak ada artinya‟,

ditunjukkan pada kutipan “mangka olehmu golek niba tangi

kedhekukan”, „anak tadi sudah berusaha keras melamar pekerjaan

dimana-mana tapi tidak membuahkan hasil‟, kutipan tersebut

ditunjukkan pada “direwangi ndlenjet komet lehmu nglamar

gawean”, „lamaran yang dimasukkan ke kantor-kantor ternyata tidak

membuka lowongan‟, kutipan tersebut ditunjukkan pada

“wangsulane kok kabeh padha“ra ana lowongan”, „ibunya

merasakan kegundahan, karena sudah susah payah mencarikan uang

demi anaknya agar mendapat pekerjaan‟, ditunjukkan pada kutipan


165

“simbok atine bingung kebak pitakonan”, „ternyata itu semua tidak

ada gunanya walaupaun mengenyam pendidikan setinggi mungkin

untuk mendapatkan ijasah dengan bersusah payah, ibu bertanya

dalam hati mungkin karena hidupnya serba pas-pas an sehingga tak

mampu memberikan uang kepada anaknya untuk menyogok

pekerjaan”, ditunjukkan pada kutipan “apa gunane sekolah, ijazah,

prihatin, lan kangelan?”, karena semua lamaran yang ia masukkan

hanya sebagai bahan penolakan saja‟, “ning yen duwe dhuwit

sagebok, bisa nglancarake golek gawean”, „karena ijasah bukan

senjata yang utama untuk melamar pekerjaan, karena yang dibutuh-

kan di dunia ini adalah uang. Hanya uang yang dapat memperlancar

semua masalah maupun pekerjaan‟, ditunjukkan pada kutipan “ning

yen duwe dhuwit sagebok, bisa nglancarake golek gawean”.

6) “Wektu sing lumaku tanpa mandhek mangu


Ngajak ngaca beninge banyu
Sing metha wewayangan bisu
Metha urip mega klawu

Sapa taberi lan tlaten


Ngetung wektu tanpa sayah
Sewu jangkah, saleksa pengangkah
Ginambar cetha ing angen sayuta

Mung kang ngrungu osiking ati


Nalika wengi tidhem
Sumusup rasa katentreman
Ngebaki rasa jroning nala
Nggawa pepenginan lan pangarep-arep
Rasa ayem lan tentrem
Nggayuh urip lelandhesan syukur
Lan rasa matur nuwun
Marang Sang juru Slamet
Kang miyos sesidheman
Ing ati lan panguripan”

(Ing Enteke Taun, DL, 30/26/12/2015)


166

Terjemahan:
„Waktu terus berjalan
Mengajak bercermin pada air jernih
Yang terlihat hanya bayangan bisu
Bayangan hidup yang samar-samar

Siapa yang rajin dan tekun


Menghitung waktu tanpa lelah
Seribu langkah, banyaknya keinginan
Tergambar jelas dalam sejuta khayalan

Hanya terdengar bisikan dalam hati


Dimalam yang sunyi
Menelusuri rasa ketentraman
Memenuhi rasa di dalam hati
Membawa keinginan dan harapan
Rasa nyaman dan tentram
Menginginkan hidup yang dilandasi rasa syukur
Dan rasa terimakasih
Kepada Pemberi Selamat
Yang diam-diam hadir
Di dalam hati dan kehidupan‟

Makna geguritan di atas adalah perjalanan waktu yang tak dapat

diputar kembali untuk melihat masa lalu ditunjukkan pada kutipan

“wektu sing lumaku tanpa mandhek mangu”, „dimana seseorang

yang hidup di dunia ini harus lebih menyadari kesalahan atau

memperbaiki masa lalu yang suram untuk menjadi lebih baik‟,

ditunjukkan pada kutipan “ngajak ngaca beninge banyu”, „akan

tetapi yang terlihat hanyalah masa suram saja‟, ditunjukkan pada

kutipan “sing metha wewayangan bisu”, „gambaran hidup yang

begitu samar-samar seperti tidak ada masa depan yang cerah‟,

ditunjukkan pada kutipan “metha urip mega klawu”, „akan tetapi jika

seseorang mau merubah dirinya untuk menjadi lebih baik dengan cara

berusaha keras‟ ditunjukkan pada kutipan “sapa taberi lan tlaten”,


167

„tanpa mengenal lelah‟, ditunjukkan pada kutipan “ngetung wektu

tanpa sayah”, „serta keinginan yang kuat untuk menggapai cita-

citanya‟, ditunjukkan pada kutipan “sewu jangkah, saleksa

pengangkah”, „akan terlihat jelas jika kita berusaha semaksimal

mungkin‟, ditunjukkan pada kutipan “ginambar cetha ing angen

sayuta”, hanya hati kita sendiri yang tau bagaimana usaha keras yang

dilakukan sekarang ini‟, ditunjukkan pada kutipan “mung kang

ngrungu osiking ati”, „silih bergantinya waktu menuju malam hari‟,

ditunjukkan pada kutipan “nalika wengi tidhem”, usaha keras yang

dilakukan selama ini membuahkan rasa ketentraman‟, ditunjukkan

pada kutipan “sumusup rasa katentreman”, „ketentraman serta rasa

kenyamanan yang dirasakan sekarang ini melingkupi ke dalam hati‟,

ditunjukkan pada kutipan “ngebaki rasa jroning nala”, „dari

ketentraman tersebut membawa banyak harapan agar dapat

terpenuhi‟, ditunjukkan pada kutipan “ nggawa pepenginan lan

pangarep-arep”, „keinginan tersebut berupa rasa ketentraman hidup‟,

ditunjukkan pada kutipan “rasa ayem lan tentrem”, „rasa ketentraman

tersebut mengajarkan seseorang untuk lebih banyak bersyukur kepada

sang Maha Pemberi‟, ditunjukkan pada kutipan “nggayuh urip

lelandhesan syukur”, „jika seseorang memperbanyak rasa syukur

kepada Tuhan yang telah memberikan nikmat‟, ditunjukkan pada

kutipan “lan rasa matur nuwun”, „pasti Tuhan akan memberikan

keberkahan lebih pada umatnya‟, ditunjukkan pada kutipan “marang


168

Sang juru Slamet”, „karena Tuhan selalu disamping kita‟,

ditunjukkan pada kutipan “kang miyos sesidheman”, „dan selalu

mengawasi perjalanan kita sehari-hari‟, ditunjukkan pada kutipan “ing

ati lan panguripan”.

7) “Apa isih ana sing bisa diluru


Nalika ati kebak tatu
Gilir gumantine wektu tansaya nambah perihing tatu
Amarga rasa kapangku kasingal dahuru

Ing antarane mendhung-mendhung klawu


Dakrakit lungite ukara tresna
Nalika esemmu bali pecah ing semburate mega jingga
Nanging kena apa esemmu nggawa wisa
Sing tembe mburine tansaya gawe ati tansaya tatu

Rinakit tembung-tembung lungit


Kang karonce ing pinggire langit
Gurit wektu wis dadi seksi
Ati sing tansaya adoh saka nur illahi”

(Gurit Wektu, DL, 31,2/1/2016)

Terjemahan:
„Apa masih dapat dicari
Ketika hati penuh luka
Silih bergantinya waktu menambah perihnya luka
Karena rasa rinduku yang tertinggal

Di antara mendung kelabu


Kurangkai indahnya kata cinta
Ketika senyum palsu kembali bersamaan dengan
terbenamnya matahari
Tetapi kenapa senyummu membawa luka
Pada akhirnya membuat hati semakin terluka

Kurangkai kata-kata indah


Yang diceritakan di tepi langit
Bergantinya waktu yang menjadi saksi
Hati semakin jauh dari petunjuk Tuhan‟
169

Makna geguritan di atas adalah sesorang yang merindukan

kehadiran cinta yang pernah dirasakan yang ditunjukkan pada kutipan

“apa isih ana sing bisa diluru”, „walaupun hatinya penuh dengan

luka namun ia masih ingin menantikan cinta yang pernah

bersemayam di hatinya‟,ditunjukkan pada kutipan “nalika ati kebak

tatu”, „semakin hari, waktu terus berjalan tak dapt memutar cinta

yang dulu yang dirasakan sekarang hanya meninggalkan bekas luka

yang mendalam‟, ditunjukkan pada kutipan “gilir gumantine wektu

tansaya nambah perihing tatu”, „karena rasa cintanya kepada mantan

kekasihnya melebihi apapun‟, ditunjukkan pada kutipan “marga rasa

kapangku kasingal dahuru”, „kini hatinya hanya dipenuhi rasa

gundah gulana‟, ditunjukkan pada kutipan “ing antarane mendhung-

mendhung klawu”, „yang ia harapkan saat ini hanya mengukir indah

cinta seperti yang dulu‟, ditunjukkan pada kutipan “dak rakit lungite

ukara tresna”, „akan tetapi sudah tidak ada harapan lagi karena

mantan kekasih yang ia rindukan serta ia sayangi memberikan sejuta

harapan palsu kepadanya‟, ditunjukkan pada kutipan “nalika esemmu

bali pecah ing semburate mega jingga”, „senyum yang diberikan

kepadanya hanyalah senyum palsu agar dapat membuatnya terlihat

bahagian akan tetapi hanya menambah luka‟, ditunjukkan pada

kutipan “nanging kena apa esemmu nggawa wisa”, „semakin hari

harapan palsu tadi selalu membayangi hatinya sehingga menggores

hatinya‟, ditunjukkan pada kutipan “sing tembe mburine tansaya


170

gawe ati tansaya tatu”, „walaupun hatinya penuh luka namun ia tak

henti-hentinya mengukir rasa kasih sayangnya‟, ditunjukkan pada

kutipan “rinakit tembung-tembung lungit”, „kemudian ia termenung

menceritakan isi hatinya penuh rasa sakit‟, ditunjukkan pada kutipan

“kang karonce ing pinggire langit”, „dan hanyalah waktu yang

menemani hari-harinya dan menjadi saksi bisu‟, ditunjukkan pada

kutipan “gurit wektu wis dadi seksi”, „karena kecintaanya pada

seseorang membuatnya lupa dengan Tuhan yang selalu mencintainya

sampai akhir hayat‟, ditunjukkan pada kutipan “ati sing tansaya adoh

saka nur illahi”.

8) Papanmu prasaja sepi kaya tan mbejaji


Ning sliramu nggegi adeging sastra Jawi
Budaya adiluhung tilarane para suwargi
Wis akeh sing ngramal yen sastra Jawa bakal mati.
Aku bengok sora... ora bakal iki dumadi
Toh isih akeh wong Jawa sing urip ing bumi iki
Sing tansah nggunakake basa budaya lan jati diri
Memetri unggah-ungguh .... solah bawa lan tata krami

Crita cekak, macapatan, gurit ora bakal purna


Djaka Lodang kebak saloka sanepa katutup warana
Sing ngemot pitutur wewarah ajine ngluwihi brana
Para mudha aja isin... aja wegah... kabeh ik openana
Yen sliramu mung njingglengi lipuring ati ing gedhah
kaca
Sing critane akehe mung kebak sandiwara
Numpuk bandha ....hura-hura...nguja hawa sepi tepa
salira
Sliramu bakal kelangan semangat nglumpruk tanpa
daya”

(Patehan Tengah No. 29, DL, 32/9/1/2016)

Terjemahan:
„Tempatmu sepi tak berguna
Tapi kamu kukuh melestarikan sastra Jawa
171

Budaya yang dijunjung tinggi peninggalan para leluhur


Sudah banyak yang memperkirakan bahwa sastra Jawa
akan sirna
Aku berteriak keras tidak akan terjadi
Masih banyak orang jawa yang hidup di bumi
Selalu menggunakan bahasa budaya dan jati diri
Menjaga sopan santun dan tata krama
Cerita pendek, lagu, puisi tidak akan sirna
Djaka Lodang penuh peribahasa yang membandingkan
tertutup oleh penghalang
Isinya berupa pembelajaran kekuatan melebihi kekayaan
Pemuda jangan malu... jangan malas.. semua ini jagalah
Jika dirimu hanya menghibur hati dibalik kaca
Banyaknya cerita hanya sandiwara

Bertumpuk kekayaaan kesenangan dan memuliakan


suasana sunyi menjaga perasaan
Dirimu akan kehilangan semangat kebersamaan tanpa
tenaga‟

Makna geguritan di atas adalah sebuah pedesaan yang

menggambarkan pelestarian kebudayaan Jawa, ditunjukkan pada

kutipan “papanmu prasaja sepi kaya tan mbejaji”, dimana pada

suatu desa tersebut masih ada seseorang yang mempelajari atau

meneruskan kebudayaan Jawa‟, ditunjukkan pada kutipan “ning

sliramu nggegi adeging sastra Jawi”, „kebudayaan Jawa yang dari

jaman nenek moyang selalu dijunjung tinggi dan mempunyai nilai

luhur yang tinggi‟, ditunjukkan pada kutipan “budaya adiluhung

tilarane para suwargi”, akan tetapi kebudayaan nenek moyang tadi

mulai tergusur dan banyak orang memberikan opini bahwa

kebudayaan Jawa akan sirna‟, ditunjukkan pada kutipan “wis akeh

sing ngramal yen sastra Jawa bakal mati‟, „namun sebagian besar

masyarakat Jawa khususnya yang masih mendalami kebudayaan Jawa


172

mengatakan bahwa itu tidak akan pernah terjadi‟, ditunjukkan pada

kutipan “aku bengok sora... ora bakal iki dumadi”, „karena di dunia

ini masih banyak orang Jawa asli yang menduduki daerah ini‟,

ditunjukkan pada kutipan “toh isih akeh wong Jawa sing urip ing

bumi iki”, „mereka masih menggunakan kebudayaan Jawa atau

bahasa Jawa untuk menunjukkan identitasnya sebagai orang Jawa‟,

ditunjukkan pada kutipan “sing tansah nggunakake basa budaya lan

jati diri”, „mereka masih menggunakan etika sopan santun dalam

bermasyarakat‟, ditunjukkan pada kutipan “memetri unggah-ungguh

.... solah bawa lan tata krami”, di dalam sebuah surat kabar yang

dimuat di majalah Djaka Lodang menggambarkan tentang cerita

pendek, lagu, dan puisi yang masih digunakan sebagai kebudayaan

peninggalan para leluhur‟, ditunjukkan pada kutipan “crita cekak,

macapatan, gurit ora bakal purna”, tidak hanya itu saja yang lainnya

seperti menggambarkan tata cara hidup sebagai orang Jawa‟,

ditunjukkan pada kutipan “djaka Lodang kebak saloka sanepa

katutup warana”, dalam surat kabar tersebut juga memuat banyak

pembelajaran yang dapat dipetik untuk direalisasikan dalam

kehidupan sehari-hari‟ ditunjukkan pada kutipan “sing ngemot

pitutur wewarah ajine ngluwihi brana”, „khususnya untuk para

pemuda sekarang bangkitlah, tinggalkan rasa malas lebih baik mulai

sekarang jagalah kebudayaan Jawa ini jangan sampai sirna‟,

ditunjukkan pada kutipan “para mudha aja isin... aja wegah... kabeh
173

ik openana”, „jika anak muda jaman sekarang merenungi nasibnya

dibalik kaca dan enggan mau berkarya bagaimana nasib masa depan

orang Jawa pada generasi berikutnya‟, ditunjukkan pada kutipan “yen

sliramu mung njingglengi lipuring ati ing gedhah kaca”, „apabila

sekarang enggan mau berkarnya dan tak mau mengubah nasib maka

dunia ini isinya hanya sandiwara semata‟, ditunjukkan pada kutipan

“sing critane akehe mung kebak sandiwara”, „mulai sekarang jangan

hanya menutup diri dibalik suasana sunyi‟, ditunjukkan pada kutipan

“numpuk bandha ....hura-hura...nguja hawa sepi tepa salira”, selagi

masih muda rubahlah hidupmu untuk berkarya akan tetapi jika hanya

menyendiri dengan merenungi nasib, maka kamu akan kehilangan

rasa semangat untuk mengubah masa depan‟, ditunjukkan pada

kutipan “sliramu bakal kelangan semangat nglumpruk tanpa daya”.

9) “Jero jembaring samodra


Wis nate ndak langeni
Mung kanggo ngudi jatining dhiri
Nanging datan kasil nemoni
Sewu dhuwuring arga wis nate ndak pecaki
Kanggo nemokake pangiloning dhiri
Nanging kabeh kebak eri
Ing suwaliking kitab suci iki
Ati kasil nemu sabda peni
Kang bisa dadi tekening jati
Jumangkah tumuju kamulyan swargi
Ing rerangkening kidung donga
Rasa kapanging jiwa nemu tamba
Datan ana rasa lara lan nalangsa
Kabeh sarwa suka gambira”

(Sangkan Paran, DL, 36/6/2/2016)

Terjemahan:
„Dalam luasnya samudra
174

Sudah pernah kuarungi


Hanya untuk mencari jati diri
Tapi tidak membuahkan hasil
Seribu tingginya gunung sudah pernah kudaki
Untuk menemukan cerminan diri
Tapi semua penuh duri
Dibalik kitab suci ini
Hati ini mendapat penerangan
Yang menjadi penuntun hati
Untuk menuju kesenangan surgawi
Untaian syair doa
Rasa rindu jiwa menemukan obatnya
Tanpa rasa sakit dan menderita
Semua menjadi bahagia‟

Makna geguritan di atas adalah mengajar kepada manusia untuk

selalu bersabar dalam menjalani kehidupan yang ditunjukkan pada

kutipan “jero jembaring samodra”, „berbagai macam usaha sudah ia

lakukan‟, ditunjukkan pada kutipan “wis nate ndak langeni”, „demi

menemukan sosok jati dirinya yang belum ia ketahui‟, ditunjukkan

pada kutipan “mung kanggo ngudi jatining dhiri”, „namun usaha

keras yang ia lakukan tak kunjung membuahkan hasil‟, ditunjukkan

pada kutipan “nanging datan kasil nemoni”, „beribu macam cobaan

sudah ia lalui dengan penuh kesabaran‟, ditunjukkan pada kutipan

“sewu dhuwuring arga wis nate ndak pecaki”, „untuk menemukan

jati diri yang sesungguhnya‟, ditunjukkan pada kutipan “kanggo

nemokake pangiloning dhiri”, „perjalanan untuk menemukan jati diri

dilalui dengan penuh rintangan‟, ditunjukkan pada kutipan “nanging

kabeh kebak eri”, „dibalik kesabarannya ia memasrahkan segala

usahanya kepada Tuhan, sehingga mendapatkan petunjuk melalui

kitab suci yang diturunkanNya‟, ditunjukkan pada kutipan “ing


175

suwaliking kitab suci iki”, „kemudian ia memahami serta

megamalkan inti sari kitab suci‟, ditunjukkan pada kutipan “ati kasil

nemu sabda peni”, „inti dari kitab suci yang dipelajari dapat membuat

hatinya menjadi lebih terang dan tenang‟, ditunjukkan pada kutipan

“kang bisa dadi tekening jati”, „setiap langkahnya dengan

mengamalkan inti sari kitab suci tersebut agar mendapatkan

kebahagaiaan di surga‟, ditunjukkan pada kutipan “jumangkah

tumuju kamulyan swargi”, „setiap hari ia memahami serta

melafalkan doa‟, ditunjukkan pada kutipan “ing rerangkening kidung

donga”, „setelah ia melafalkan doa tadi jiwanya merasakan

ketentraman‟, ditunjukkan pada kutipan “rasa kapanging jiwa nemu

tamba”, „hilanglah rasa sakit dan kepedihan yang melingkupinya

selama ini‟, ditunjukkan pada kutipan “datan ana rasa lara lan

nalangsa”, „yang ia dapatkan adalah kebahagiaan, karena ia telah

menjalankan semua perintahNya‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh

sarwa suka gambira”.

10) “Sawetara aku tan bisa cedhak sliramu


Ngupadi wektu kadia
Goleki jarum satengahing lamen
Dak olak-alik angel tinemu
Nganti kangen iki nyiksa ati
Rasa bungah ing dalu iki
Tinemu wekdal sawuse dedonga marang Gusti
Tabuh kalih ing wulan Nopember iki
Kapang dak sok kaya ora kepengin nguwali
Mugi rasa iki tansah sambung salami
Atur panuwun tanpa upami
Kapangku bisa diobati
Kasarasan lahir batin mugio angrenggani
Makarya tansah kebak semangad
176

Pangajab kasil kanthi murwad”

(Kapangku Marang Sliramu, DL, 32/ 9/1/2016)

Terjemahan:
„Sementara aku tak bisa dekat denganmu
Menunggu waktu yang tepat
Mencari jarum ditengah jerami
Di bolak-balik sulit ditemukan
Sehingga rindu ini menyiksa hati
Rasa bahagia malam ini
Didapatkan setelah berdoa Tuhan
Tanggal dua di bulan November
Rindu takkan pernah terganti
Semoga rasa ini tak akan terganti
Semoga rasa ini ada selamanya
Terimakasih tiada tara
Rinduku telah terobati
Sehat lahir batin semoga menyertai
Bekerja penuh dengan semangat
Keinginan mendapatkan keberhasilan‟

Makna geguritan di atas adalah kerinduannya kepada kekasihnya

yang sementara ini belum dapat bertemu karena jarak yang

memisahkannya, yang ditunjukkan pada kutipan “sawetara aku tan

bisa cedhak sliramu”, „begitu sabar menunggu hingga waktu datang‟,

ditunjukkan pada kutipan “ngupadi wektu kadia”, „berbagai cara ia

lakukan‟, “goleki jarum satengahing lamen”, „agar dapat

mempercepat waktu namun tak kunjung berganti‟, ditunjukkan pada

kutipan “dak olak-alik angel tinemu”, „sampai kerinduannya tak

dapat dibendung hingga menyakitkan hati‟, ditunjukkan pada kutipan

“nganti kangen iki nyiksa ati”, „waktu silih berganti menjadi malam

timbulah rasa bahagia‟, ditunjukkan pada kutipan “rasa bungah ing

dalu iki”, „setelah ia berdoa kepada Tuhan hatinya menjadi tenang‟,


177

ditunjukkan pada kutipan “tinemu wekdal sawuse dedonga marang

Gusti”, „waktu yang dinanti-nanti akhrinya tiba‟, ditunjukkan pada

kutipan “tabuh kalih ing wulan Nopember iki”, „rasa kerinduannya

yang terobati tak pernah berganti‟, ditunjukkan pada kutipan “kapang

dak sok kaya ora kepengin nguwali”, „ia mengharapkan

kerinduannya tetap menyatu selamanya‟, ditunjukkan pada kutipan

“mugi rasa iki tansah sambung salami”, „kebahagiaan yang ia

rasakan tak dapat diungkapkan‟, ditunjukkan pada kutipan “atur

panuwun tanpa upami”, „karena kerinduannya telah terobati‟,

ditunjukkan pada kutipan “kapangku bisa diobati”, „yang diharapkan

tidak hanya kerinduan saja yang terobati namun agar diberikan

kesehatan yang bermanfaat‟, ditunjukkan pada kutipan “kasarasan

lahir batin mugio angrenggani”, „agar dalam bekerja penuh dengan

rasa semangad tanpa ada halangan apapun‟, ditunjukkan pada kutipan

“makarya tansah kebak semangad”, „sehingga apa yang ia cita-

citakan dapat membuahkan hasil‟, ditunjukkan pada kutipan

“pangajab kasil kanthi murwad”.

11) “Ora sah kok enteni


Yen mangsa iki gumanti
Aku mesti bali
Nggawa kabar peni
Ora sah kok antu-antu
Wektu kang bisa diluru
Tunggunen ing sangisore mega biru
Esemku ora bakal keplayu

Ora sah kok weling-welingake


Yen isih ana sunare srengenge
Aku ora-orane nglalekake
178

Setyaku kang tuhu nedya dakwujudake”

(Setyaku, DL, 39/27/2/2016)

Terjemahan:
„Tak perlu ditunggu-tunggu
Ketika waktu silih berganti
Aku pasti pulang
Membawa kabar kebahagiaan
Tak perlu ditunggu-tunggu
Waktu yang dapat dicari
Tunggulah di bawah awan biru
Senyumku tidak akan hilang

Tak perlu diingatkan


Jika masih ada sinar matahari
Aku tak akan melupakan
Kesetiaanku yang tulus akan kuwujudkan‟

Makna geguritan di atas adalah menanti kesetiaan kekasihnya

yang diragukan, yang ditunjukkan pada kutipan “ora sah kok enteni”,

„wanita tersebut dengan penuh kesabaran dan kepercayaan ia

menunggu hingga waktu terus berlalu‟, ditunjukkan pada kutipan

“yen mangsa iki gumanti”, „ia memegang janji kekasihnya yang

pernah mengatakan meskipun jauh akan jika tiba waktunya akan

pulang demi pujaan hati‟, ditunjukkan pada kutipan “aku mesti bali”,

„ia tak akan pernah mengingkari janjinya, dan akan selalu membuat

pasangannya tetap bahagia‟, ditunjukkan pada kutipan “nggawa

kabar peni”, „namun wanita tersebut masih meragukan ucapan

kekasihnya. Kekasihnya yang selalu mengatakan tak perlu kamu

menungguku dengan gundah gulana seperti itu”, ditunjukkan pada

kutipan “ora sah kok antu-antu”, „karena waktu tak dapat dicari,

cukup peganglah janji ini karena tak pernah sedikit pun


179

mengkhianati‟, ditunjukkan pada kutipan “wektu kang bisa diluru”,

„lebih baik tunggulah, jika sudah tiba waktuya ia akan datang‟,

ditunjukkan pada kutipan “tunggunen ing sangisore mega biru”,

„karena senyum ini hanya untukmu seorang tidak akan mungkin

diberikan pada wanita lain‟, ditunjukkan pada kutipan “esemku ora

bakal keplayu”, „tak perlu kamu mengingatkan, karena ia tak akan

pernah lupa dengan janji yang penah dibuat‟, ditunjukkan pada

kutipan “ora sah kok weling-welingake”, „jika cahaya masih

menerangi hatimu‟, ditunjukkan pada kutipan “yen isih ana sunare

srengenge”, „maka ia akan tetap menjaga janji kesetiaannya, dan ia

tidak akan pernah melupakannya‟, ditunjukkan pada kutipan “aku

ora-orane nglalekake”, „jika suatu saat tiba maka ia akan hadir

dalam kehidupan wanita itu, ditunjukkan pada kutipan “setyaku kang

tuhu nedya dakwujudake”.

12) “Adoh sadurunge tumapak pensiun


Gawang-gawang pensiun katon endah
Leha-leha lungguh neng omah
Dhuwit pensiun mudhun marambah

Nanging sawise tumapak lumebu pensiune


Jebul akeh sandhungane
Dhuwit pensiune akeh sudane
Mung semene persen saka bayare
Kabeh tunjangan kaadhegake
Omah lan mobil dinas kudu dibaleake

Tundone, urip krasa kosong sepi


Peran kang wus nyawiji dhiri pribadi
Karucat saka pundhake mbaja siji
Yen mangkono banjur “apa gunane urip iki?”
Mula tuwuh frustasi, ilang gregeting ati
Sayekti kabeh iku mrosot mungguhing lahiriah
180

Nanging tumpraping batinlah malah tambah


Sapantase atur syukur marang Gusi Allah
Dene lakuning karier wus bisa lumampah
Tugas tuntas rampung tekan “garis finish”
Tan kecer kandheg tengahing margi
Antuk slamet hayu basuki”

(Hikmah Jroning Mangsa Pengsiune, DL,41/12/3/2016)

Terjemahan:
„Jauh sebelum memasuki massa pensiun
Gambaran pensiun terlihat indah
Duduk santai di rumah
Uang pensiun semakin berkurang

Tetapi setelah memasuki massa pensiun


Ternyata banyak kendala
Uang pensiun semakin berkurang
Hanya sebagian dari gajinya
Semua tunjangan diberhentikan
Rumah dan mobil dinas harus dikembalikan
Hidupnya berakhir menderita
Jabatan yang pernah menyatu pada dirinya
Hilang dari bahunya satu persatu
Jika sudah begitu “apa manfaatnya hidup ini?”
Sehingga timbul frustasi, kehilangan rasa semangat

Ternyata semua itu hilang dari lahirnya


Tetapi batinnya semakin bertambah
Sepantasnya mengucapkan syukur pada Tuhan
Karena perjalan karir dapat terselesaikan
Tugas selesai sampai pada massanya
Tak ada sedikitpun yang tertinggal
Yang didapatkan ketentraman‟

Makna geguritan di atas adalah gambaran pensiun yang masih

jauh dari masanya, ditunjukkan pada kutipan “adoh sadurunge

tumapak pensiun”, „seseorang yang sedang membayangkan masa

pensiun yang indah‟, ditunjukkan pada kutipan “gawang-gawang

pensiun katon endah”, „apabila sudah mendekati pensiun tidak

serumit pada saat masih bekerja, hanya bersantai-santai menikmati


181

masa pensiun‟, ditunjukkan pada kutipan “leha-leha lungguh neng

omah”, tak perlu bersusah payah memikirkan tanggung jawab, cukup

diam dan menikmati uang gajian pensiun‟, ditunjukkan pada kutipan

“dhuwit pensiun mudhun marambah”, „ternyata semua itu tak

seindah yang dibayangkan, setelah memasuki masa pensiun‟,

ditunjukkan pada kutipan “nanging sawise tumapak lumebu

pensiune”, „masa pensiun yang dibayangkan selama ini indah dengan

melepas semua tanggung jawab. Ternyata saat pensiun banyak

kendala yang dirasakan”, ditunjukkan pada kutipan “jebul akeh

sandhungane”, „mulai dari penerimaan uang gajian yang semakin

berkurang”, „ditunjukkan pada kutipan “dhuwit pensiune akeh

sudane”, „hanya sebagaian dari uang kerja penuh padahal kebutuhan

semakin tinggi‟, ditunjukkan pada kutipan “mung semene persen

saka bayare”, „semua fasilitas kantor yang dulu dipinjamkan sekarang

dikembalikan seperti semula‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh

tunjangan kaadhegake”, „fasilitas mewah berupa rumah dan mobil

dinas harus dikembalikan‟, ditunjukkan pada kutipan “omah lan

mobil dinas kudu dibaleake”, „ia merasakan kesusahan setelah

memasuki pensiun. Hidupnya berasa tak seperti dulu yang serba

kecukupan berubah menjadi kekurangan‟, ditunjukkan pada kutipan

“tundone, urip krasa kosong sepi”, „semua jabatan yang pernah ia

dapatkan‟, ditunjukkan pada kutipan “peran kang wus nyawiji dhiri

pribadi”, „satu persatu lepas dari dalam dirinya‟, ditunjukkan pada


182

kutipan “karucat saka pundhake mbaja siji”, „ia menyesali semua

kehidupan yang ada di dunia yang sifat kemewahan hanya

sementara‟, ditunjukkan pada kutipan “yen mangkono banjur “apa

gunane urip iki?”, „karena jabatan yang sudah tak dimilikinya

sehingga membuatnya frustasi, kehilangan rasa semangad untuk

bangkit‟, ditunjukkan pada kutipan “mula tuwuh frustasi, ilang

gregeting ati”, „ia sadar bahwa semua itu tak dapat dinikmati

selamanya. Sudah saatnya lepas satu persatu dan akan digantikan oleh

generasi berikutnya‟, ditunjukkan pada kutipan “sayekti kabeh iku

mrosot mungguhing lahiriah”, „akan tetapi dibalik itu semua dapat

diambil hikmahnya, karena yang ia rasakan sekarang batiniah yang

semakin bertambah‟, ditunjukkan pada kutipan “nanging tumpraping

batinlah malah tambah”, „sudah saatnya masa tua untuk lebih

bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan yang

ada pada saat ini‟, ditunjukkan pada kutipan “sapantase atur syukur

marang Gusi Allah”, „karena tugasnya dapat teselesaikan tanpa

kendala‟, ditunjukkan pada kutipan “dene lakuning karier wus bisa

lumampah”, „tugas yang pernah ia laksanakan dapat terselesaikan

sampai batasnya‟, ditunjukkan pada kutipan “tugas tuntas rampung

tekan “garis finish”, „tak ada sedikit pun tugasnya yang tertinggal‟,

ditunjukkan pada kutipan “tan kecer kandheg tengahing margi”,

„maka yang ia dapatkan setelah masa pensiun adalah ketentraman‟,

ditunjukkan pada kutipan “antuk slamet hayu basuki”.


183

13) Ocehe manuk neng kurungan cinipta geguritan


tembang
kang endah menehi pralambang
Sanajan neng njero krangkeng swarane bablas
gumlanthang
Tangis atine krodha nanging wis tanpa tanja
Timbang nelangsa aluwung parisuka

Ora mergo mangan tan ngombe kang tansah ana


Nanging rumangsa yen urip mung saderma

Ora ana kang kumecap neng alam donya


Kang ngemohi apa kang den lakonana
Kejaba uripe janma kang bisa nggelar nggulung
Pangrasa tuwin lelakon kebak petung
Iya mung aku lan kowe kang bisa premana
Endi kang bener kang pancen pener
Lan endi kang salah kang pancen bubrah

Yen kepengin urip merdika


Manuk neng kurungan uga rinasa padha
Iku mung kagawa sapa sing krungu
Yen dheweke bisa tata basa
Sanajan atine keranta-ranta nanging atine ewuh aya
Upama lunga uga bakal cilaka
Aluwung ngoceh ngumbar suwara
Utawa mbisu ing salawase urip

Ngayahi lelakon kang pancen wis ana sing kongkon


Urip pisan neng kurungan
Kudu manut upama dadi dagangan
Kebeh iku perjuangan lan pengurbanan
Kanggo nuruti kesenengane liyan
Pancen wis kalah janji kowe dadi manungsa
Aku dadi manuk
Nanging eling elingen
Kapan kapan aku lan kowe
Tekan mangsane drajate padha
Kaya nalika semana”

(Manuk Klangenan, DL, 42/19/3/2016)

Terjemahan:
„Kicauan burung di sangkar menciptakan puisi lagu
yang indah memberi perlambang
Meskipun di dalam sangkar suara tetap terdengar jelas
184

Tangisnya hati bergejolak tetapi sudah tanpa hasil


Daripada sengsara lebih baik bersuka hati

Bukan karena makan dan minum yang selalu tersedia


Tetapi (karena) merasa jika hidupnya hanya sementara

Tidak ada pengecualian di dunia


Yang menolak apa yang dilakukan
Kecuali hidup manusia yang bisa menggelar dan
menggulung
Perasaan dan tindakan yang penuh dengan perhitungan
Ya hanya aku dan kamu yang bisa jelas melihat
Mana yang benar yang memang benar
Dan mana yang salah yang memang bubar

Jika ingin hidup merdeka


Burung di sangkar juga merasakan yang sama
Itu hanya terbawa siapa yang mendengarnya
Jika ia dapat berbicara
Meskipun hatinya merana tetapi hatinya sangatlah malu
Jika pergi juga akan celaka
Lebih baik berkicau atau membisu selama hidupnya

Melakukan segala tindakan yang sudah diatur


Hidup sekali di dalam sangkar
Harus menurut jika menjadi barang dagangan
Semua itu perjuangan dan pengorbanan
Untuk menuruti kesenangan orang lain
Memang sudah kalah janji kamu menjadi manusia
Aku yang akan menjadi burung
Tetapi ingatlah
Kapan-kapan aku dan kamu
Suatu saat nanti derajatnya akan sama
Seperti waktu itu‟

Makna geguritan di atas adalah nasib wanita yang tidak sesuai

dengan yang diharapkan ditunjukkan pada kutipan “ocehe manuk

neng kurungan cinipta geguritan tembang”, „di dalam tempat ia

bekerja yang dapat dilakukan hanya meratapi keadaan‟, ditunjukkan

pada kutipan “kang endah menehi pralambang”, „walaupun ia

berada di sebuah tempat pekerjaan namun jeritan hatinya sampai


185

keluar‟, ditunjukkan pada kutipan “sanajan neng njero krangkeng

swarane bablas gumlanthang”, „yang dapat ia lakukan sekarang

hanyalah menangis akan tetapi tangisannya tidak dapat merubah

nasibnya‟, ditunjukkan pada kutipan “tangis atine krodha nanging

wis tanpa tanja”, „sudah tak ada gunanya meratapi nasib, karena nasi

sudah menjadi bubur‟, ditunjukkan pada kutipan “timbang nelangsa

aluwung parisuka”, „wanita tersebut menderita bukan karena

makanan, minuman yang ada‟, ditunjukkan pada kutipan “ora mergo

mangan tan ngombe kang tansah ana”, „akan tetapi hidup yang

hanya sementara dan tak dapat hidup seperti layak wanita pada

umumnya‟, ditunjukkan pada kutipan “nanging rumangsa yen urip

mung saderma”, „tidak ada suatu pengecualian jika hidup di dunia‟,

ditunjukkan pada kutipan “ora ana kang kumecap neng alam

donya”, tidak dapat menolak pekerjaan yang dilakukan jika sudah

terlanjur masuk‟, ditunjukkan pada kutipan “kang ngemohi apa kang

den lakonana”, „kecuali hidup dimana orang dapat menarik atau

menggulung yang dapat mengubah nasibnya menjadi lebih baik‟,

ditunjukkan pada kutipan “kejaba uripe janma kang bisa nggelar

nggulung”, „semua pekerjaan yang ia lakukan dengan mengorbankan

harga dirinya itu penuh dengan perhitungan karena ia dijual oleh tuan

rumah‟, ditunjukkan pada kutipan “pangrasa tuwin lelakon kebak

petung‟, „yang dapat mengetahui penderitaan yang dialami wanita

tersebut hanya dirinya dan tuan rumah‟, ditunjukkan pada kutipan


186

“iya mung aku lan kowe kang bisa premana”, „dimana jika

menjalani kehidupan dengan jalan yang lurus akan berakhir dengan

kebenaran‟, ditunjukkan pada kutipan “endi kang bener kang pancen

pener”, „dan mana memilih jalan yang salah hidupnya selamanya

akan menderita seperti yang dirasakan wanita tersebut‟, ditunjukkan

pada kutipan “lan endi kang salah kang pancen bubrah”, „semua

orang juga menginginkan hidup yang tentram‟, ditunjukkan pada

kutipan “yen kepengin urip merdika”, „akan tetapi wanita tersebut

terjerat di sebuah tempat pekerjaan, ia juga menginginkan kehidupan

yang bebas‟, ditunjukkan pada kutipan “manuk neng kurungan uga

rinasa padha”, „keinginannya agar terbebas dari dunia perdagangan,

yang dapat mengerti keadaannya hanyalah sesama wanita yang

nasibnya sama‟, ditunjukkan pada kutipan “iku mung kagawa sapa

sing krungu”, „jika ia berusaha membantah keluar dari dunia tersebut

dengan mencari pekerjaan yang halal ‟, ditunjukkan pada kutipan

“yen dheweke bisa tata basa”, „akan tetapi iai takut jika keluar,

karena diluar dijaga oleh penjaga yang sangat seram, lebih baik ia

menangisi semua keadaan yang ada‟, ditunjukkan pada kutipan

“sanajan atine keranta-ranta nanging atine ewuh aya”, „jika

memaksakan untuk keluar pasti akan celaka atau sanksi yang lebih

pedih‟, ditunjukkan pada kutipan “upama lunga uga bakal cilaka”,

„lebih baik sekarang menerima nasib yang ada di depan mata‟,

ditunjukkan pada kutipan “aluwung ngoceh ngumbar suwara”, „atau


187

merenungi keadaan yang ada‟, ditunjukkan pada kutipan “utawa

mbisu ing salawase urip”, „ia terpaksa melakukan semua tindakan

atau peraturan dalam sebuah pekerjaan yang tidak dapat di selak‟,

ditunjukkan pada kutipan “ngayahi lelakon kang pancen wis ana

sing kongkon”, „hidup sementara yang harus terbelenggu dalam

sebuah perdagangan‟, ditunjukkan pada kutipan “urip pisan neng

kurungan”, „harus menuruti kesenangan orang lain karena

pekerjaannya adalah sebagai wanita pelacur‟, ditunjukkan pada

kutipan “kudu manut upama dadi dagangan”, „karena semua itu

adalah perjuangan hidup yang pahit dan mengorbankan semuanya‟,

ditunjukkan pada kutipan “kabeh iku perjuangan lan pengorbanan”,

„demi menuruti nafsu lelaki hidung belang‟, ditunjukkan pada

kutipan “kanggo nuruti kesenengane liyan”, „sudah kalah dengan

janji manusia‟, ditunjukkan pada kutipan “pancen wis kalah janji

kowe dadi manungsa”, „aku disini sebagai seorang pelacur yang

ibaratkan seperti burung di dalam sangkar‟, ditunjukkan pada kutipan

“aku dadi manuk”, „untuk kalian semua ingatlah‟, ditunjukkan pada

kutipan “nanging eling elingen”, „suatu saat nanti aku dan dirimu‟,

ditunjukkan pada kutipan “kapan kapan aku lan kowe”, „jika tiba

saatnya derajat kita akan menjadi sama seperti yang aku lakukan saat

ini‟, ditunjukkan pada kutipan “tekan mangsane drajate padha”,

„seperti pada waktu itu, dengan pekerjaan yang aku lakukan sehari-
188

hari melayani semua lelaki‟, ditunjukkan pada kutipan “kaya nalika

semana”.

14) Menawa seliramu ketemu


Pawongan mbuh sapa wae
Ngucapa jroning atimu
Mbok menawa dheweke
Luwih becik ibadahe ing ngarsane Gusti
Dheweke luwih mulya drajate tinimbang aku

Menawa seliramu kepethuk


Pawongan luwih enom utawa bocah cilik
Ngucapa jroning atimu
Wis mesthi dheweke durung okeh dosane
Ora kaya aku kang wis kakean dosa
Muga Gusti paring pangapura

Menawa seliramu ketemu


Pawongan kang luwih tuwa
Ngucapa jroning atimu
Mbok menawa wis akeh ilmu lan amale
Dheweke luwih dhisik manembah mring Gusti
Wis mesthi luwih mulya tinimbang aku”

(Ngucapa Jroning Atimu, DL, 31/2/1/2016)

Terjemahan:
„Apabila kamu bertemu
Orang lain entah siapa saja
Ucapkanlah dalam hatimu
Mungkin dirinya
Lebih baik ibadahnya di hadapan Tuhan
Dirinya lebih mulia derajatnya daripada aku

Apabila kamu bertemu


Orang yang lebih muda atau anak kecil
Ucapkanlah dalam hatimu
Pasti dia belum banyak dosanya
Tidak seperti aku yang penuh dosa
Semoga Tuhan memaafkan

Apabila kamu bertemu


Orang yang lebih tua
Ucapkanlah dalam hatimu
Mungkin sudah banyak ilmu dan amalnya
189

Dirinya lebih awal bertirakat kepada Tuhan


Sudah pasti lebih terhormat daripada aku‟

Makna geguritan di atas adalah menjadi makhluk ciptaan Tuhan

jika bertemu dengan orang lain, yang ditunjukkan pada kutipan

“menawa seliramu ketemu”, „entah kamu kenal dengan dia atau

tidak‟, ditunjukkan pada kutipan “pawongan mbuh sapa wae”,

„berbicaralah dalam hati dengan berprasangka baik‟, ditunjukkan pada

kutipan “ngucapa jroning atimu”, „mungkin saja dirinya lebih baik

dan tak banyak kekurangan‟, ditunjukkan pada kutipan “mbok

menawa dheweke”, „bisa saja dia dalam beribadah dia lebih sempurna

di hadapan Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “luwih becik ibadahe

ing ngarsane Gusti”, „karena jika kita merendah diri dan berprasangka

baik kepada semua orang, kemungkinan besar pengalaman agama

lebih tinggi dia daripada dirinya. Sehingga mendapatkan rahmat dari

Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “dheweke luwih mulya drajate

tinimbang aku”, „dan apabila kita bertemu dengan orang lain‟,

ditunjukkan pada kutipan “menawa seliramu kepethuk”, „namun

dirinya lebih muda dibandingkan dirinya‟, ditunjukkan pada kutipan

“pawongan luwih enom utawa bocah cilik”, „tetaplah berprasangkan

baik walaupun dia lebih muda dari kita‟, ditunjukkan pada kutipan

“ngucapa jroning atimu”, „biasannya anak-anak belum banyak dosa

atau masih dalam keadaan suci‟, ditunjukkan pada kutipan “wis

mesthi dheweke durung okeh dosane”, „dibandingkan kita yang sudah

banyak dosa yang pernah melanggar perintah Tuhan‟, ditunjukkan


190

pada kutipan “ora kaya aku kang wis kakean dosa”, „yang diharapkan

saat ini, jika masih diberi panjang umur hanya satu yaitu semoga

Tuhan memberikan maaf dan mengapus semua dosa yang pernah

diperbuat di dunia‟, ditunjukkan pada kutipan “muga Gusti paring

pangapura”, „jika bertemu dengan orang lain lagi‟, ditunjukkan pada

kutipan “menawa seliramu ketemu”, „tetapi ia lebih tua darinya‟,

“ditunjukkan pada kutipan “pawongan kang luwih tuwa”,

„berprasangka baiklah‟, ditunjukkan pada kutipan “ngucapa jroning

atimu”, „mungkin saja dia dalam mengamalkan agama dan tauhid

lebih lama serta lebih mendalami‟, ditunjukkan pada kutipan “mbok

menawa wis akeh ilmu lan amale”, „karena dirinya yang lebih muda

mungkin belum lama dalam melaksanakan ibadah kepada Tuhan.

Berbeda dengannya yang lebih Tua lebih dahulu hidup di dunia serta

beribadah pada Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “dheweke luwih

dhisik manembah mring Gusti”, „sudah pasti dia lebih mulia

derajatnya dihadapan Tuhan daripada dirinya yang masih banyak

kekurangan‟, ditunjukkan pada kutipan “wis mesthi luwih mulya

tinimbang aku”.

15) Dhuh Gusti Ingkang Maha Agung


Kula timpuh, mustaka konjem ing bantala
Boten rinasa waspa tumetes
Jaja sesak gero-gero tanpa ukara

Dhuh Gusti Ingkang Hakarya Loka


Kula sujud kebak nistha
Mustaka konjem ing bantala banjir waspa
Sepi ing ukara kebak panyuwun
Mugi paduka paring pitedah gesang kula
191

Dhuh Gusti, Dhuh Gusti, Dhuh Pangeran kula


Puji syukur tan kedhat ing lisan tulus ing sanubari
Ilang sanalika pedhut ing qolbu maya-maya
Padhang trawangan tanpa aling-aling
Hangrantu berkah gesang bagya mulya”

(Pamujiku, DL, 38/20/2/2016)

Terjemahan:
„Oh Tuhan Yang Maha Agung
Aku bersimpuh, bersujud di bumi
Tak terasa bergelinang air mata
Tak banyak permintaan yang aku minta

Oh Tuhan Maha Pengampun


Aku bersimpuh penuh dosa
Kepala bersujud bergelinang air mata
Tidak banyak yang aku minta
Semoga Tuhan memberikan petunjuk hidupku

Oh Tuhan, oh Tuhan, oh Tuhanku


Ucapan syukur tidak lepas dari lisan dari dalam hati
Hilang seketika bayangan hitam dari dalam hati
Terang benderang tanpa penghalang
Semoga Tuhan memberikan hidup yang penuh berkah‟

Makna geguritan di atas adalah seseorang yang mengakui

kesalahannya sehingga ia memohon-mohon pada Tuhan agar di

ampuni, ditunjukkan pada kutipan “dhuh Gusti Ingkang Maha

Agung”, „pada saat itu ia melaksanakan shalat Taubat. Kemudian

bersujud memohon ampunan kepada Tuhan‟, ditunjukkan pada

kutipan “kula timpuh, mustaka konjem ing bantala”, „karena

perbuatannya yang jahat sehingga hidupnya dipenuhi banyak dosa.

Maka ia tak bisa menahan air mata penuh dengan penyesalan‟,

ditunjukkan pada kutipan “boten rinasa waspa tumetes”, „yang ia

inginkan hanya satu‟, ditunjukkan pada kutipan “jaja sesak gero-gero


192

tanpa ukara”, „ia terus berdoa kepada Tuhan yang Maha

Pengampun‟, ditunjukkan pada kutipan “dhuh Gusti Ingkang Hakarya

Loka”, „sebab dirinya tak luput dari dosa‟, ditunjukkan pada kutipan

“kula sujud kebak nistha”, „air mata tak henti-hentinya terus

mengalir‟, ditunjukkan pada kutipan “mustaka konjem ing bantala

banjir waspa”, „tak banyak yang ia minta ketika ia berdoa mohon

ampunan‟, ditunjukkan pada kutipan “sepi ing ukara kebak

panyuwun”, „hanya satu semoga Tuhan memberikan panjang umur

yang berkah‟, ditunjukkan pada kutipan “mugi paduka paring pitedah

gesang kula”, „oh Tuhanku‟, ditunjukkan pada kutipan “dhuh Gusti,

Dhuh Gusti, Dhuh Pangeran kula”, „tak henti-hentinya mengucapkan

rasa syukur kepada Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “puji syukur tan

kedhat ing lisan tulus ing sanubari”, „sehingga rasa ketakutan,

prasangka buruk dan bayang-bayangan dosa kemudian hilang setelah

berdoa‟, ditunjukkan pada kutipan “ilang sanalika pedhut ing qolbu

maya-maya”,„oleh karena itu hatinya mulai merasakan ketenangan,

serta pencerahan‟, ditunjukkan pada kutipan “padhang trawangan

tanpa aling-aling”, „dengan bertaubat secara tulus, yang diharapkan

saat ini semoga dalam menjalani kehidupan selalu diberi keberkahan‟,

ditunjukkan pada kutipan “hangrantu berkah gesang bagya mulya”.

16) “Sarumpun pari padha jejogedan ing tengah sawah


Disengguh sang angin sing sumilir silir
Yen sliramu gelem namatake kanthi kacamata jiwa
Wit-witan mau sejatine lagi nglafalake zikir
193

Sagrombol jangkrik ngengkrik nganti enteking wengi


Pating pencolot ing sangisore suketan
Yen sliramu gelem ngrungoake kanthi kupinge ati
Kewan-kewan mau padha nembang qosidahan
mangayubagya
Kanugrahan sing diparingake dening Gusti Kang Maha
Kuwasa

Ngadeg nggejejer sumarah munajad ing arah kiblat


Ing tengah wengi nalika jalma manungsa padha turu
Marak sowan dhumateng Ngarsane Gusti Allah kang
Maha Suci

Tahajudmu ing wengi iki


Tahajud kanthi pasrahing jiwa lan raga
Ndremis ngemis marang Gusti kang Maha Paring
Ngluluhke jiwa kang sinengguh amarah lan nepsu

Tahajudmu ing wengi iki


Tahajud tajjali nyambung karo kersane Gusti
Sing cedhake ngungkuli tumempeling getih ing urat nadi
Tahajudmu wengi iki, solat kaya-kaya arep mati”

(Tahajud Ing Wengi Iki, DL, 38/20/2/2016)

Terjemahan:
„Serumpun padi bergoyang di tengah sawah
Diterpa oleh angin yang semilir
Jika kamu mau memperhatikan dengan hati
Tanaman-tanaman tadi sejatinya sedang melafalkan zikir
Segrombol jangkrik bernyanyi hingga habisnya malam
Saling melompat di bawah rerumputan
Jika kamu mau mendengarkan dengan telinga hati
Hewan-hewan mengungkapkan kebahagiaan menyanyikan
qosidahan
Atas anugrah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa
Berdiri pasrah berdoa menghadap kiblat
Ditengah malam ketika manusia sedang tidur
Menghadap kepada Tuhan Yang Maha Suci

Tahajudmu di malam ini


Tahajud dengan memasrahkan jiwa dan raga
Memohon dengan tulus kepada Tuhan Yang Maha
Pemberi
Meluluhkan Jiwa yang penuh amarah dan nafsu
194

Tahajud di malam ini


Tahajud mengharapkan dekat dengan Tuhan
Dekatnya melebihi aliran darah ke urat nadi
Tahajud malam ini, shalat berasa mau mati‟

Makna geguritan di atas adalah seseorang yang di sepertiga

malam selalu berdzikir, yang ditunjukkan pada kutipan “sarumpun

pari padha jejogedan ing tengah sawah”, „di setiap malam yang sunyi

selalu ditemani angin yang semilir‟, ditunjukkan pada kutipan

“disengguh sang angin sing sumilir silir”, „perhatikan dengan

seksama bahwa ada seseorang‟, ditunjukkan pada kutipan “yen

sliramu gelem namatake kanthi kacamata jiwa”, „yang bersama-sama

melafalkan zikir‟, ditunjukkan pada kutipan “wit-witan mau sejatine

lagi nglafalake zikir”,„melafakalkan zikir hingga larut malam‟,

ditunjukkan pada kutipan “sagrombol jangkrik ngengkrik nganti

enteking wengi”, „sunyi malam ketika sedang berdzikir hanya

ditemani suara jangkrik‟, ditunjukkan pada kutipan “pating pencolot

ing sangisore suketan”, „apabila kalian semua dapat mendengarkan

dengan kata hati‟, ditunjukkan pada kutipan “yen sliramu gelem

ngrungoake kanthi kupinge ati”, „maka mereka secara bersamaan

melafkalkan shalawat‟, ditunjukkan pada kutipan “kewan-kewan mau

padha nembang qosidahan mangayubagya”, „kemudian

mengucapakan rasa syukur karena telah diberikan rahmat oleh

Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “kanugrahan sing diparingake

dening Gusti Kang Maha Kuwasa”, „seseorang yang sedang

melaksanakan shalat tahajud dengan khusuk‟, ditunjukkan pada


195

kutipan “ngadeg nggejejer sumarah munajad ing arah kiblat”,

„walaupun orang lain sedang terlelapdi tempat tidurnya‟, ditunjukkan

pada kutipan “ing tengah wengi nalika jalma manungsa padha

turu”,„ia menyempatkan untuk bermunajad dihadapan kiblat

menghadap Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “marak sowan

dhumateng Ngarsane Gusti Allah kang Maha Suci”, „shalat tahajud di

sepertiga malam ini‟, ditunjukkan pada kutipan “tahajudmu ing

wengi iki”, „ia memasrahkan hidupnya‟, ditunjukkan pada kutipan

“tahajud kanthi pasrahing jiwa lan raga”, „dengan cara memohon

dengan tulus kepada Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “ndremis

ngemis marang Gusti kang Maha Paring”, „kemudian melepaskan

semua sifat manusiawi seperti kemarahan, dan nafsu yang penuh dosa

yang pernah diperbuat semasa hidupnya‟, ditunjukkan pada kutipan

“ngluluhke jiwa kang sinengguh amarah lan nepsu”, „shalat tahajud

di sepertiga malam ini‟, ditunjukkan pada kutipan “tahajudmu ing

wengi iki”, „shalat tahajud agar dekat dengan Tuhan‟, ditunjukkan

pada kutipan “tahajud tajjali nyambung karo kersane Gusti”, „dalam

melaksanakan shalat tahajud ia merasakan bahwa seakan-akan Tuhan

menyatu padanya‟, ditunjukkan pada kutipan “sing cedhake ngungkuli

tumempeling getih ing urat nadi”, „sepertinya shalat Tahajud di mala

mini hidupnya tidak lama lagi sehingga ia memohon dengan tulus

agar Tuhan memberikan maaf‟, ditunjukkan pada kutipan “tahajudmu

wengi iki, solat kaya-kaya arep mati”.


196

17) Ing gisik samodra wayah esuk


Dheweke lungguh nyawang jumedhule srengenge
Angene tumlawung kelingan dina-dina kepungkur
Srengenge ing mripatmu, jebul panas, mbakar awak
Lan nggawa ati lara, panggresahe binareng jumlegure
ombak
Luh tumetes ana rasa gela lan kuciwa

Nanging, dheweke banjur eling


Isih ana srengenge liya
Srengene ing socane krasa edhum
Ing angene, pasuryan wening kebak asih
AstaNe kaangkat, paring berkah lan panguat
Luh panalangsa gumanti esem katentreman
Sikil jumangkah miwiti urip anyar”
(Srengenge, DL, 24/14/11/2015)

Terjemahan:
„Di tepi samudra pagi hari
Dia duduk melihat terbitnya matahari
Melamun membayangkan hari-hari lusa
Sorot cahaya di matamu, ternyata panas, membakar badan
Dan membawa luka dihati, seperti deburan ombak
Sehingga meneteskan air mata karena penyesalan dan
kekecewaan

Tetapi, dirinya mengingat


Masih ada matahari lain
Matahari yang matanya terasa edhum
Tampak wajah yang penuh kasih sayang
TanganNya di angkat memberikan berkah dan kekuatan
Air mata penuh senyum ketrentaman
Melangkahkan kaki menuju kehidupan baru‟

Makna geguritan di atas adalah seseorang yang sedang

melamun pada pagi hari, yang ditunjukkan pada kutipan”ing gisik

samodra wayah esuk”, „ia dengan santai duduk melihat terbitnya

matahari‟, ditunjukkan pada kutipan “dheweke lungguh nyawang

jumedhule srengenge”, „dengan duduk santai, akan tetapi terlihat

sorot matanya yang kosong sedang memikirkan sesuatu‟, ditunjukkan


197

pada kutipan “angene tumlawung kelingan dina-dina kepungkur”,

„karena ucapan kasar seseorang sehingga menyakiti hatinya‟,

ditunjukkan pada kutipan “srengenge ing mripatmu, jebul panas,

mbakar awak”, „apabila diingat-ingat hatinya tak kuasa menahan

luka, hanya karena dirinya kurang sempurna dibandingkan wanita

lain‟, ditunjukkan pada kutipan “lan nggawa ati lara, panggresahe

binareng jumlegure ombak”, „kejadian di masa lalu hanya

meninggalkan air mata dan kekecewaan yang tak diinginkan‟,

ditunjukkan pada kutipan “luh tumetes ana rasa gela lan kuciwa”,

„setelah itu ia perlahan-lahan menghapus masa lalunya yang begitu

menderita. Ia mengingat bahwa pernah melalaikan Tuhan‟,

ditunjukkan pada kutipan “nanging, dheweke banjur eling”, „bahwa

Tuhan lah yang selalu bersamanya‟, ditunjukkan pada kutipan “isih

ana srengenge liya”, „yang tidak pernah membeda-bedaknnya

umatnya dan selalu memberikan rasa ketentraman jika dekat

denganNya‟, ditunjukkan pada kutipan “srengene ing socane krasa

edhum”, „dan hanya Tuhan yang selalu memberikan seluruh kasih

sayangnya kepada umatnya selalu mengingatNya‟, ditunjukkan pada

kutipan “ing angene, pasuryan wening kebak asih”, „Tuhan telah

memberikan banyak kenikmatan serta kekuatan‟, ditunjukkan pada

kutipan “astaNe kaangkat, paring berkah lan panguat”, „jika selalu

mengingat Tuhan dengan cara berdoa maka hidupnya selalu diberikan

ketentraman dan Tuhan juga akan mengingat dirinya, ditunjukkan


198

pada kutipan “luh panalangsa gumanti esem katentreman”, „mulai

dari sekarang lebih baik menghapus masalalu kenudian membuka

lembaran hidup baru yang lebih baik‟, ditunjukkan pada kutipan “sikil

jumangkah miwiti urip anyar”.

18) “Apa sing mbokgoleki wong ayu


Kalane kangen kebacut mambu
Diungkep mbesesege dhadha
Saben dina mung ketampeg rasa jubriya
Apa sing mbokgoleki, wong ayu
Kalane janji kadhung lumayu
Keglandhang mangsa bedhidhing
Ninggal mingis-mingise lading

Kangen lan janji


Sapa kumawa miwir
Nyatane terus nggendong misteri”

(Serende Klawu, DL, 30, 26/12/2015)

Terjemahan:
„Apa yang kau cari gadis cantik
Saat dilanda rindu
Terpendam menyesakkan dada
Setiap hari hanya merasakan kecewa
Apa yang kau cari gadis cantik
Saat janji sudah dikhianati
Terbawa musim yang silih berganti
Meninggalkan luka yang dalam
Rindu dan janji
Siapa yang kuat menahan
Selamanya menyimpan teka-teki‟

Makna geguritan di atas adalah seorang wanita cantik yang

selalu balasa rindu dari kekasihnya, yang ditunjukkan pada kutipan

“apa sing mbokgoleki wong ayu”, „kerinduan yang selama ini

menyelimutinya‟, ditunjukkan pada kutipan “kalane kangen kebacut

mambu”, „kerinduan yang tak terbalaskan membuatnya menjadi rasa


199

sakit‟, ditunjukkan pada kutipan “diungkep mbesesege dhadha”,

setiap hari ia hanya merasakan kekecewaan bukan rasa kebahagiaan

yang didapatkan‟, ditunjukkan pada kutipan “saben dina mung

ketampeg rasa jubriya”, „semua yang ia lakukan sia-sia, ditunjukkan

pada kutipan “apa sing mbokgoleki, wong ayu”, „karena janji yang

pernah ia katakan hanyalah semu‟, ditunjukkan pada kutipan “kalane

janji kadhung lumayu”, „kepercayaan wanita tersebut telah

dikhianati‟, ditunjukkan pada kutipan “keglandhang mangsa

bedhidhing”, „yang tersisa sekarang ini hanya goresan luka yang tidak

akan pernah hilang hingga bergantinya waktu‟, ditunjukkan pada

kutipan “ninggal mingis-mingise lading”, „kerinduan serta janji yang

pernah ia katakan pada kekasihnya hanya menjadi sebuah omong

kosong‟, ditunjukkan pada kutipan “kangen lan janji”, „selamanya

akan membekas tak akan pernah dapat terobati‟, ditunjukkan pada

kutipan “sapa kumawa miwir”, „dan sampai kapan pun hanya

menjadi sebuah rahasia kehidupan‟, ditunjukkan pada kutipan

“sayatane terus nggendong misteri”.

19) Wis makaping kaping demonstrasi ginelar


Ora enom ora tuwa saeka praya
Atusan tekan ewon cacahe
Seka buruh, guru, karyawan, kaum elite
Mahasiswa perguruan tinggi ora keri
Ana ing endi wae papan parane
Nuntut keadilan marang panguwasa

Demonstrasi kanthi orasi


Swara sora kaya bledheg ngampar-ngampar
Gembar-gembor sangarape wakil rakyat
Aparat wis pacak njaga ketentreman
200

Saya entek kesabarane


Orasi dianggep kaya dene angin
Mlebu kuping tengen metu kuping kiwa
Kabeh datan ana kawigaten

Se dalan-dalan lan papan panggonan


Kabeh katon sampyuh salang tunjang
Sawat-sawatan watu mbaka siji
Bareng arep nedya ngrusak gedhung
Ora mung siji loro kena penthungan
Awak kojur, babak belur
Sajak nekad emoh kalah
Tawuran sampyuh, buyar sanalika
Bareng kena semprotan gas air mata
Peringatan tembakan mendhuwur
Ndadekna kabeh padha kabur”

(Demonstrasi, DL,19/10/10/2015)

Terjemahan:
„Sudah berkali-kali demonstrasi diadakan
Tidak muda tidak tua berkumpul
Ratusan hingga ribuan
Mulai dari buruh, guru, karyawan, dan kaum elite
Mahasiswa perguruan tinggi tidak ketinggalan
Dari mana saja asalnya
Menuntut keadilan pada penguasa

Demonstrasi berasal dari orasi


Menyerukan suara seperti petir
Mengumbar perkataan di depan wakil rakyat
Aparat sudah menjaga keamanan
Semakin hilang kesabarannya
Orasi hanya dianggap sebagai angin lalu
Masuk telinga kanan keluar telinga kiri
Menjadi pusat perhatian semua orang

Sepanjang jalan dan tempat


Semua terlihat saling tunjang menunjang
Lempar-lemparan bebatuan
Setelah merusak gedung tidak hanya satu dua yang terkena
pukulan
Badan hancur, babak belur semakin nekat tidak mau kalah

Tawuran berhenti seketika


Setelah terkena semprotan gas air mata
201

Peringatan tembakan ke atas


Menjadikan semua berlarian‟

Makna geguritan di atas adalah demonstrasi sudah berkali-kali

dilakukan setiap tahunnya, yang ditunjukkan pada kutipan “wis

makaping kaping demonstrasi ginelar”, „diikuti oleh anak muda

hingga orang tua‟, ditunjukkan pada kutipan “ora enom ora tuwa

saeka praya”, „pada umumnya demonstrasi dilakukan secara besar-

besar di jalanan yang pengikutnya berjumlah ribuan‟, ditunjukkan

pada kutipan “atusan tekan ewon cacahe”, „tidak hanya pelajar saja

yang mengikuti aksi tersebut namun buruh, guru, karyawan,dan kaum

elite juga tak mau ketinggalan‟, ditunjukkan pada kutipan “seka

buruh, guru, karyawan, kaum elite”, „serta diikuti oleh mahasiswa‟,

ditunjukkan pada kutipan “mahasiswa perguruan tinggi ora keri”,

„mereka tidak hanya berasal dari kalangan kalangan manapun yang

ikut menyerukan‟, ditunjukkan pada kutipan “ana ing endi wae papan

parane”, „mereka hanya menginginkan keadalian untuk rakyat kecil

agar hidupnya layak‟, ditunjukkan pada kutipan “nuntut keadilan

marang panguwasa”, „demostrasi memang berasal dari orasi‟,

ditunjukkan pada kutipan “demonstrasi kanthi orasi”, „suara mereka

yang menggemparkan‟, ditunjukkan pada kutipan “swara sora kaya

bledheg ngampar-ngampar”, „seluruh demonstrasi berteriak keras di

depan wakil rakyat, ditunjukkan pada kutipan “gembar-gembor

sangarape wakil rakyat”, „seluruh polisi dikerahkan untuk menjaga

aksi demo mereka agar tidak terjadi kericuhan‟, ditunjukkan pada


202

kutipan “aparat wis pacak njaga ketentreman”, „kesabaran para

demonstrasi semakin habis‟, ditunjukkan pada kutipan “saya entek

kesabarane”, „karena tuntutan keadilan tidak mendapat respon dari

wakil rakyat‟, ditunjukkan pada kutipan “orasi dianggep kaya dene

angin”, „orasi mereka tidak dihiraukan‟, ditunjukkan pada kutipan

“mlebu kuping tengen metu kuping kiwa”, „aksi demo tadi menjadi

pusat perhatian seluruh orang namun juga meresahkan warga

sekitarnya‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh datan ana kawigaten”,

„sepanjang jalan dan dimana tempat berdemo‟, ditunjukkan pada

kutipan “se dalan-dalan lan papan panggonan”, „aksi mereka

semakin brutal dengan saling-tunjang- menunjang satu dengan yang

lain‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh katon sampyuh salang

tunjang”, „mereka melampiaskannya dengan lempar-lemparan

bebatuan di depan gedung wakil rakyat‟, ditunjukkan pada kutipan

“sawat-sawatan watu mbaka siji”, „akibatnya gedung tersebut rusak

karena lemparan bebatuan dari massa‟, ditunjukkan pada kutipan

“bareng arep nedya ngrusak gedung „sehingga pendemo tadi banyak

yang luka-luka akibat terkena pukulan benda tajam‟, ditunjukkan pada

kutipan “ora mung siji loro kena penthungan”, „membuat badan

menjadi babak belur, akan tetapi mereka tidak mau mengalah dengan

polisi‟, ditunjukkan pada kutipan “awak kojur, babak belur sajak

nekad emoh kalah”, „tawuran berhenti seketika‟, ditunjukkan pada

kutipan “tawuran sampyuh, buyar sanalika”, setelah polisi


203

menembakkan gas air mata kepada pendemo‟, ditunjukkan pada

kutipan “bareng kena semprotan gas air mata”, „peringatan

tembakan gas air mata tersebut mengarah kepada pendemo‟,

ditunjukkan pada kutipan “peringatan tembakan mendhuwur”,

„menjadikan seluruh pendemo berlarian menyelamatkan diri‟,

ditunjukkan pada kutipan “ndadekna kabeh padha kabur”.

20) “Sidhem premanem tan ana sabawa


Memanise ndak tampa
Ayem tentrem murakabi
Rumasuk ing sanubari
Ngudhari sakehing reruwet
Mbrastha dur angkara
Ngicali memala
Kang tinemu rasa suka
Yaiki kang dak antu-antu
Rinten kalawan dalu
Nalika tabuh
Nyengkakake kang ginayuh
Prasasat tombok nyawa
Badan aking tinemu gering
Kaya klaras kasempyok angin
Pating sliwir
Rontang-ranting tanpa aji
Muga lestari
Dadi pepajar
Lan dadi pepadhang
Sarta maneh kelegan”

(Sidhem, DL,19/10/10/2015)

Terjemahan:
„Sunyi tanpa suara
Manisnya kuterima
Ketentraman yang bermanfaat
Masuk ke dalam hati

Menyingkirkan semua kegelisahan


Menumpas kejahatan
Menyingkirkan keburukan
Yang di temukan rasa suka
204

Inilah yang ditunggu-tunggu


Siang dan malam
Ketika datang
Sekuat tenaga yang diinginkan
Sampai badannya kurus
Seperti daun kering yang diterpa angin
Tanpa harga diri
Semoga lestari
Menjadi kenyataan
Menjadikan penerangan
Serta merasakan kebahagiaan‟

Makna geguritan di atas adalah hari-hari yang dijalani olehh

seseorang tersebut serasa sunyi, yang ditunjukkan pada kutipan

“sidhem premanem tan ana sabawa”, „setiap harinya ia

membayangkan impiannya yang begitu manis‟, ditunjukkan pada

kutipan “memanise ndak tampa”, „impian yang begitu indah di masa

depan menjadikan sebuah ketentraman‟, ditunjukkan pada kutipan

“ayem tentrem murakabi”, „ketentraman tersebut perlahan-lahan

masuk dalam hati‟, ditunjukkan pada kutipan “rumasuk ing

sanubari”, „sehingga kegelisahan yang menyelimutinya seketika

hilang tergantikan oleh ketenraman‟, ditunjukkan pada kutipan

“ngudhari sakehing reruwet”, „menghilangkan semua beban yang

menjadikan sebuah penghalang”, „ditunjukkan pada kutipan

“mbrastha dur angkara”, „serta menghilangkan keburukan yang

menghalangi impiannya‟, ditunjukkan pada kutipan “ngicali

memala”, „kemudian yang tersisa hanya rasa bahagia‟, ditunjukkan

pada kutipan “kang tinemu rasa suka”, „cita-cita yang dibayangkan

melalui angan-angan yang sangat diharapkan dapat terwujud‟,


205

ditunjukkan pada kutipan “yaiki kang dak antu-antu”, „silih

bergantinya siang menjadi malam‟, ditunjukkan pada kutipan “rinten

kalawan dalu”, „keinginan serta harapan semakin menggebu-

nggebu‟, ditunjukkan pada kutipan “nalika tabuh”, „terus-menerus

membayangkan cita-cita yang ingin di raih‟, ditunjukkan pada kutipan

“nyengkakake kang ginayuh”, „seluruh tenaga dikerahkah agar cita-

citanya tercapai‟, ditunjukkan pada kutipan “prasasat tombok nyawa”,

„seluruh badannya yang menjadi taruhannya sehingga ia tampak tak

berdaya‟, ditunjukkan pada kutipan “badan aking tinemu gering”,

„sehingga ia tampak sakit-sakitan, ditunjukkan pada kutipan “kaya

klaras kasempyok angin”, „tidak hanya itu saja harga dirinya juga

ikut menjadi taruhannya‟, ditunjukkan pada kutipan “pating sliwir”,

„walaupun badannya tak berdaya namun ia tetap gigih dalam

mewujudkan cita-citanya‟, ditunjukkan pada kutipan “rontang-

ranting tanpa aji”, „usaha kerasnya lewat angan-angan semoga akan

selalu menyatu dengannya‟, ditunjukkan pada kutipan “muga

lestari”, „semoga impiannya dapat menjadi kenyataan, jangan sampai

hanya menjadi bayangan semu‟, ditunjukkan pada kutipan “dadi

pepajar”, „menjadikan masa depan yang indah‟, ditunjukkan pada

kutipan “lan dadi pepadhang”, „dan hasilnya dapat menjadikan

kebahagiaan yang tidak ternilai harganya‟, ditunjukkan pada kutipan

“sarta maneh kelegan”.

21) “Yen daksawang praupamu


Kadya cah ayu lagi gumuyu
206

Bunder seser amadhangi jagad


Celuk-celuk kancanana aku

Ayo konco padha dolanan


Ing plataran rame-rame gegojegan
Suka parisuka bebarengan
Ngilangke rasa susah

Cobo sawangen, saya padhang saya wengi


Angin sumilir gawe tentreme ati
Kaya datan ana kang lagi bunek
Kabeh pada bungah sumringah
Rembulan sumunar kadya lintang
Padhange kaya rina ngelikake aja turu sore-sore
Mumpung jembar kelangane”

(Rembulan, DL, 20/17/2015)

Terjemahan:
„Ketika kupandang wajahmu
Bagaikan wanita cantik sedang tersenyum
Bulat menerangi dunia
Memanggil-manggil temanilah aku

Teman-teman bermain bersama


Di halaman bercanda bersendau gurau
Menghilangkan kesusahan

Lihatlah, semakin terang semakin malam


Angin yang berhembus membuat hati tenang
Bagaikan tak ada yang kesusahan
Semua senang dan bahagia
Bulan bersinar bagaikan bintang
Terangnya bagaikan siang mengingatkan jangan tidur sore
Selagi luas tempatnya‟

Makna geguritan di atas adalah seseorang yang sedang

menggagumi wanita cantik, ditunjukkan pada kutipan “yen

daksawang praupamu”, „senyuman wanita cantik tersebut

mengalihkan dunia‟ ditunjukkan pada kutipan “kadya cah ayu lagi

gumuyu”, „karena kecantikannya sehingga dikagumi banyak orang‟,


207

ditunjukkan pada kutipan “bunder seser amadhangi jagad”, „seolah-

olah ia mengucapkan kepada semua orang untuk selalu menemani

dirinya‟, ditunjukkan pada kutipan “celuk-celuk kancanana aku”,

„pada sore hari anak-anak sedang bermain bersama‟ ditunjukkan pada

kutipan “ayo konco padha dolanan”, „bermain di halaman rumah

dengan bersendau gurau‟, ditunjukkan pada kutipan “ing plataran

rame-rame gegojegan”, „mereka terlihat bahagia‟, ditunjukkan pada

kutipan “suka parisuka bebarengan”, „tanpa ada rasa kesedihan‟,

ditunjukkan pada kutipan “ngilangke rasa susah”, „namun waktu

semakin berlarut. Berlarutnya waktu menjelang malam terlihat cahaya

menerangi dunia‟, ditunjukkan pada kutipan “cobo sawangen, saya

padhang saya wengi”, „angin malam yang berhembus menusuk ke

hati sehingga membuat rasa ketentraman yang dirasakan‟,

ditunjukkan pada kutipan”angin sumilir gawe tentreme ati”,

„sehingga tidak yang merasakan kesusahan‟, ditunjukkan pada

kutipan “kaya datan ana kang lagi bunek”, „semua anak-anak

terlihat bahagia dan menikamati suasana‟, ditunjukkan pada kutipan

“kabeh pada bungah sumringah”, „bulan yang dianggap seperti

wanita cantik bersinar seperti bintang yang dikagumi banyak orang

sehingga tak ada kegelapan‟, ditunjukkan pada kutipan “rembulan

sumunar kadya lintangnya”, „terangnya bulan mengingatkan pada

seluruh orang jangan pernah tidur sore hari‟, ditunjukkan pada kutipan

“padhange kaya rina ngelikake aja turu sore-sore”, „karena sore


208

hari masih bisa melakukan aktivitas bermain bersama‟, ditunjukkan

pada kutipan “mumpung jembar kelangane”.

22) “Dakjlimeti sakabehing sabda dewa kang kaweca


Dakugemi dhawuh kang sinengker sajroning ukara
Sakehing niyat candhala sirna
Dhuh kitaning rasa musna
Lumantar lakune banyu lan playune angin
Uga lewat lawange jurang lan kawah
Piwulang jelas gamblang tinampa
Pinayungan sihing Gusti sedyatama langgeng manjing ing
nala.
Kakang, ing sepining gurit-guritmu ngancani
Kadya diyan sumunar madhangi ati kingkin
Nadyan tansah katlikung petenge mendhung

Musna...sirna..sakehing sengkala,
Sawise kabengkas wingiting langit,
Kabungkem suwarane gludhug,
Kasumpet mripate bethari durga,
Kabentusake sirahe ing padhas ganas,
Rahayuning Gusti nyencang suksma suci
Tetep nyawiji tumekaning janji”

(Dhawuh Sinengkar, DL, 20/17/11/2015)

Terjemahan:
„Kucari semua ucapan dari Tuhan
Kulaksanakan perintah yang dirahasiakan dalam cerita
Banyak niat kejahatan menyingkir
Rasa kesedihan hilang
Bersama aliran air dan hembusan angin
Melewati pintu jurang dan kawah
Pengajaran yang jelas diterima
Dibawah naungan Tuhan tujuan utama selamanya abadi di
dalam hati

“Mas, pada sepinya malam syair-syairmu menemani


Bagaikan lentera yang menerangi sakitnya hati
Walaupun selalu tertutup gelapnya awan”

Hilang semua bencana


Setelah itu mendapatkan rahmat dari Tuhan
Di tutup suara petir
Tertutupnya mata bethari durga
209

Dibenturkan kepalanya di batu cadhas


Rahmatnya Tuhan mengikat roh suci
Berjanji untuk bersatu‟

Makna geguritan di atas adalah seseorang yang sedang

mempelajari tauhid yang diperintahkan oleh Tuhan, yang ditunjukkan

pada kutipan “dakjlimeti sakabehing sabda dewa kang kaweca”, „dan

ia terus menerus dengan ikhlas melaksanakan perintah Tuhan tanpa

melalaikannya‟, ditunjukkan pada kutipan “dakugemi dhawuh kang

sinengker sajroning ukara”, „walaupun marabahaya berdatangan

namun ia tetap berpegang teguh pada agamanya, sehingga

marabahaya menyingkir‟, ditunjukkan pada kutipan “sakehing niyat

candhala sirna”, „semua kegelapan, serta kesedihan yang

membayanginya hilang seketika‟, ditunjukkan pada kutipan “dhuh

kitaning rasa musna”, „kesedihan sedikit demi sedikit hilang „,

ditunjukkan pada kutipan “lumantar lakune banyu lan playune

angin”, „bersamaan dengan bergantinya waktu‟, ditunjukkan pada

kutipan “uga lewat lawange jurang lan kawah”, „pengamalan agama

yang ia pelajari dengan khidmat‟, ditunjukkan pada kutipan

“piwulang jelas gamblang tinampa”, „ia juga yakin bahwa Tuhan

akan selalu melindunginya, karena Tuhan menyatu dengan dirinya‟,

ditunjukkan pada kutipan “pinayungan sihing Gusti sedyatama

langgeng manjing ing nala”, „bergantinya waktu menjadi malam,

setiap hari ia hanya ditemani puisi indah‟, ditunjukkan pada kutipan

“kakang, ing sepining gurit-guritmu ngancani”, „ia tak pernah


210

merasakan kesepian karena hatinya selalu mendapat pencerahan dari

Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “kadya diyan sumunar madhangi

ati kingkin”, „walaupun cahaya tadi tertutup oleh mendung‟,

ditunjukkan pada kutipan “nadyan tansah katlikung petenge

mendhung”, „karena pencerahan dari Tuhan yang telah

menyingkirkan semua marabahaya”, „ditunjukkan pada kutipan

“musna...sirna..sakehing sengkala”, „yang ia dapatkan adalah rahmat

dari Tuhan yang sudah menyatu pada dirinya‟, ditunjukkan pada

kutipan “sawise kabengkas wingiting langit”, „semua marabahaya

tertutup oleh suara petir‟, „bethari durga tadi mendapatkan imbalan

yang kejam dari Tuhan sehingga matanya di tutup‟, ditunjukkan pada

kutipan “kasumpet mripate bethari durga”, „kemudian dibenturkan

di bebatuan‟, ditunjukkan pada kutipan “kabentusake sirahe ing

padhas ganas”, „rahmat Tuhan selalu menyatu pada jiwa seseorang

yang suci‟, ditunjukkan pada kutipan “rahayuning Gusti nyencang

suksma suci”, „selamannya akan terus bersama‟ ditunjukkan pada

kutipan “tetep nyawiji tumekaning janji”.

23) “Apa isih pantes awake dhewe miwiri kangen


Selawase iki tansah ngrembuleng jroning di dhadha
Kayadene drama sababak: jayaprana-layonsari
Ketang kober nyendal-nyendal ati”

(Kangen, DL, 23/07/11/2015)

Terjemahan:
„Apakah kita masih pantas, menguri rindu
Selamanya akan selalu bergejolak dalam dada
Bagaikan drama satu babak
Meskipun sempat mengusik hati‟
211

Makna geguritan di atas adalah seseorang yang sedang

memendam rindu dengan mantan kekasihnya, ditunjukkan pada

kutipan “apa isih pantes awake dhewe miwiri kangen”, „kerinduan

yang selamanya terus terpendam dalam hati seakan-akan tidak dapat

terobati sebelum bertemu dengan mantannya‟, ditunjukkan pada

kutipan “selawase iki tansah ngrembuleng jroning di dhadha”,

„kerinduannya seperti serial drama‟, ditunjukkan pada kutipan

“kayadene drama sababak: jayaprana-layonsari”, „setiap harinya

kerinduannya hanya menjadi bayangan yang selalu mengusik hatinya

setiap saat‟, ditunjukkan pada kutipan “ketang kober nyendal-nyendal

ati”.

24) “Nadyan sinengkar ngrembuyung niyat angkara


Kinemulan mega peteng sadhuwure angkasa
Kadya regemenge reseksa ngoyak maruta
Banjir bandhang ngglandhang isine bantala
Ora bakal mundur sejangkah nadyan jinegala
Nglari janji suci mukti wibawa ing urip nyata

Nadyan Bethari Durga ngguyu lakak-lakak


Ngumbar suwara ngiteri buwana
Rumangsa tan tinandhing paling kuwasa
Mitrane balasrewu ati culika
Nanging ora gawe gigrig nadyan sinumpah pati
Nglabuhi gegayuhan luhur sumandhing tumekeng
titiwanci

Nadyan bala ati candhala pamer kadigdayan


Apa kang kinucap tan wani suwala
Ngerti sadurunge winarah jare waskitha
Kabeh pawongan kudu sumujud kadya brahmana,
Nanging ora bakal njugarake niyat luhur nadyan
kinepung sewu dukun
dunung sucining jiwa raga kawahyon kinemulan
karahayon Sang Hyang Agung”

(Dunung, DL, 26/28/11/2015)


212

Terjemahan:
„Meskipun bergejolak niat jahat
Terselimuti awan hitam di angkasa
Bagaikan bayangan raksasa mengejar angin
Banjir bandang menyapu isi dunia
Tidak akan mundur meski di hadang
Mencari janji suci yang dibawa untuk menentramkan
kehidupan
Meskipun Bethari Durga tertawa lepas
Merasa tak tertandingi paling kuwasa
Temannya balasrewu berhati jahat
Tidak akan mundur walupun di sumpah mati
Mengelabuhi keinginan luhur bersading sampai akhir
hayat
Meskipun temannnya berhati jahat memamerkan kekuatan
Apa yang diucapkan tidak akan mengingkari janji
Mengetahui sebelum peristiwa terjadi
Semua orang harus tunduk bagaikan brahmana
Tidak akan membatalkan tujuan utama
Meskipun dikerumuni banyak dukun
Sampai sucinya jiwa raga terselimuti ketentraman dari
Tuhan Yang Maha Agung‟

Makna geguritan di atas adalah ada seseorang yang berhati jahat,

yang ditunjukkan pada kutipan “nadyan sinengkar ngrembuyung niyat

angkar”, „ia merencanakan kejahatan dengan menghalangi niat baik

seseorang‟, ditunjukkan pada kutipan “kinemulan mega peteng

sadhuwure angkasa”, „segala upaya ia lakukan agar dapat

menggugurkan niat baiknya‟, ditunjukkan pada kutipan “kadya

regemenge reseksa ngoyak maruta”, „bencana mulai

menghadangnya‟, ditunjukkan pada kutipan “banjir bandhang

ngglandhang isine bantala”, „walaupun marabaya menghadangnya

namun ia tak lengah‟, ditunjukkan pada kutipan “ora bakal mundur

sejangkah nadyan jinegala”, „demi impiannya agar tercapai untuk

dibawa ke dalam kehidupan yang lebih tentram‟, ditunjukkan pada


213

kutipan “nglari janji suci mukti wibawa ing urip nyata”, „walaupun

sang Bethari Durga tertawa lepas,karena dirinya dapat mengacaukan

segala rencana niat baik seseorang tadi‟, ditunjukkan pada kutipan

“nadyan Bethari Durga ngguyu lakak-lakak”, „ia merasa paling hebat

di antara mereka‟, ditunjukkan pada kutipan “ngumbar suwara ngiteri

buwana”, „merasa kekuatannya tidak dapat tertandingi oleh siapa

pun‟, ditunjukkan pada kutipan “rumangsa tan tinandhing paling

kuwasa”, „kemudian temannya bernama balasrewu ia juga berhati

jahat‟, ditunjukkan pada kutipan “mitrane balasrewu ati culika”,

„namun dirinya yang sendirian tidak takut meskipun dihadang dan di

sumpah mati‟, ditunjukkan pada kutipan “nanging ora gawe gigrig

nadyan sinumpah pati”, „ia akan tetap memperjuangkan impiannya

sampai tetesan darah penghabisan‟, ditunjukkan pada kutipan

“nglabuhi gegayuhan luhur sumandhing tumekeng titiwanci”,

„walaupun ia mempunyai teman yang berhati jahat senang

memamerkan kekuatannya namun ia tidak tidak takut‟, ditunjukkan

pada kutipan “nadyan bala ati candhala pamer kadigdayan”, „apa

yang selama ini sudah iya ucapkan tidak dapat ditarik lagi, karena ia

yakin bahwa Tuhan yang akan selalu melindunginya‟, ditunjukkan

pada kutipan “apa kang kinucap tan wani suwala”, „ia juga tau

bahwa nanti akan terjadi perang besar‟, ditunjukkan pada kutipan

“ngerti sadurunge winarah jare waskitha”, „semua masyarakat yang

ada disana harus tunduk dengan perintahnya namun dirinya enggan


214

menundukkan kepalanya‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh

pawongan kudu sumujud kadya brahmana”, „walaupun sampai saat

ini ia dihadang banyak teman balasrewu namun ia tetap

memperjuangkan apa yang menjadi tujuan utamanya‟, ditunjukkan

pada kutipan “nanging ora bakal njugarake niyat luhur”, „meskipun

ia dihadang banyak dukun‟, ditunjukkan pada kutipan “nadyan

kinepung sewu dukun”, „ ia yakin bahwa jiwa, raganya akan

diselimuti kententraman abadi. Ia juga yakin akan diberikan kekuatan

untuk menumpas kejahatan‟, ditunjukkan pada kutipan “dunung

sucining jiwa raga kawahyon kinemulan”, „Tuhan sudah menyatu

dengan Jiwanya dan suatu saat akan ada keajaiban‟, ditunjukkan pada

kutipan “karahayon Sang Hyang Agung”.

25) “Kaya impen teka kabur


Impen siji lebu ing panglocitan
Universal angen kumpulane lebu
Nganti saiki”

(Lebu, DL, 30/26/12/2015)

Terjemahan:
„Seperti mimpi datang pergi
Satu mimpi masuk di angan-angan
Universal angan kumpulan debu
Hingga saat ini‟

Makna geguritan di atas adalah seseorang yang sedang

memimpikan sesuatu, yang ditunjukkan pada kutipan “kaya impen

teka kabur”, „dari beberapa yang dimimpikan hanya datang dan

pergi‟, ditunjukkan pada kutipan “impen siji lebu ing panglocitan”,

„dari beberapa mimpi berubah menjadi kumpulan angan-angan tak


215

beralasan sebagai mimpi yang sia-sia‟, ditunjukkan pada kutipan

“universal angen kumpulane lebu‟, „sampai sekarang‟, ditunjukkan

pada kutipan “nganti saiki”.

26) “Kaya banyu sing mili gumilir


Nyasak pesawahan sepi nyenyet
Kaya tumiyupe angin ketiga
Alon sumusup jroning nala”

(Esuk, DL, 38/20/2/2016)

Terjemahan:
„Bagaikan air yang mengalir deras
Menyusuri sawah sunyi senyap
Bagaikan hembusan angin di musim kemarau
Perlahan menusuk hati‟

Makna geguritan di atas adalah perjalanan hidup seperti aliran

air, yang ditunjukkan pada kutipan “kaya banyu sing mili gumilir”,

„perjalanan hidup yang tak semulus yang dibayangkan. Banyak

rintangan yang harus dilalui‟, ditunjukkan pada kutipan “nyasak

pesawahan sepi nyenyet”, „perjalanan hidup penuh dengan

perumpamaan‟, ditunjukkan pada kutipan “kaya tumiyupe angin

ketiga”, „mengharapkan ditengah kekecewaan tanpa ada putusnya

silih berganti yang selalu menusuk hati‟, ditunjukkan pada kutipan

“alon sumusup jroning nala”.

27) “Pasar esuk sega pincuk


Nyamuk-nyamuk lungguh ebuk
Lawuh tempe karo benguk
Telung repis wes oleh tanduk

Uripe kaya iline kalen


Tanpa sangga rugi mecaki wektu
Tekan endi sing dituju
Wis cetha panggonan tempura
216

Pasar esuk gambar cetha


Untabe urip tanpa sangga runggi
Ati semeleh tanpa anane
Najan dudu takdir nyipta gurit
Jago kluruk aweh sasmita
Gayuhan lan karep tansah sumandhing
Reruntungan tanpa ana pendhote”

(Pasar Esuk, DL, 12/12/03/2016)

Terjemahan:
„Pasar pagi nasi pincuk
Berkecap-kecap duduk di jembatan
Lauk tempe dan benguk
Tiga ratus rupiah sudah nambah

Hidupnya bagaikan aliran sungai


Tanpa mengukur waktu
Sampai mana yang dituju
Sudah jelas titik temunya
Pasar pagi tergambar jelas
Menginginkan hidup tanpa beban
Hati pasrah menerima kenyataan
Walaupun bukan takdir yang menciptakan puisi
Ayam berkokok memberikan perlambang
Keinginan dan usaha harus sejalan
Beriringan tanpa ada putusnya‟

Makna geguritan di atas adalah kegiatan pagi hari dimana

banyaknya orang sebelum mengawali aktivitas, sarapan pagi terlebih

dahulu, yang ditunjukkan pada kutipan “pasar esuk sega pincuk”,

„mereka duduk berjajar-jajar‟, ditunjukkan pada kutipan “nyamuk-

nyamuk lungguh ebuk”, „sarapan pagi yang berlaukkan tempe, dan

benguk‟, „ditunjukkan pada kutipan “lawuh tempe karo benguk”,

„sarapan yang mereka beli dengan harga tiga ratus rupiah boleh

menambah‟, ditunjukkan pada kutipan “telung repis wes oleh

tanduk”, „perjalanan hidup dilalui dengan apa adanya‟, ditunjukkan


217

pada kutipan “uripe kaya iline kalen”, „tak perlu menginginkan hal

yang tak mungkin‟, ditunjukkan pada kutipan “tanpa sangga rugi

mecaki wektu”, „cukup dijalani saja sesuai dengan alurnya‟,

ditunjukkan pada kutipan “tekan endi sing dituju”, „sehingga nantiya

akan tiba ditempat tujuan‟, ditunjukkan pada kutipan “wis cetha

panggonan tempur”, „pasar pagi yang tergambar jelas di dalam

kehidupan‟, ditunjukkan pada kutipan “pasar esuk gambar cetha”,

„semua orang juga menginginkan kehidupan yang layak tanpa

memikul beban‟, ditunjukkan pada kutipan “untabe urip tanpa

sangga runggi”, „namun nasib tersebut tidak memihaknya, karena

semua itu sudah menjadi takdir‟, ditunjukkan pada kutipan “ati

semeleh tanpa anane”, „walaupun itu semua sudah menjadi takdir

namun jika mau berusaha untuk merubahnya‟, ditunjukkan pada

kutipan “najan dudu takdir nyipta gurit”, „pagi hari ketika ayam

berkokok memberikan tanda kepada semua orang‟, ditunjukkan pada

kutipan “jago kluruk aweh sasmita”, „bahwa keinginan untuk

merubah nasib kehidupan menjadi lebih baik harus sejalan dengan

usaha keras. Selebihnya serahkan pada yang Kuasa‟, ditunjukkan

pada kutipan “gayuhan lan karep tansah sumandhing”, „kehidupan

yang seperti itu semua orang juga berharap demikian tanpa harus

memikul beban‟, ditunjukkan pada kutipan “reruntungan tanpa ana

pendhote”.

28) “Iba panase awan iki


Ngajab udan rendheng adoh parane
218

Banyu kali kari dhelikan grumbulan pandhan


Ngranti tekane udan gegrontolan

Awan ketiga iki


Tegalan garing sambat memelas
Kagonjak aluming wit-witan
Sambat ngelak jaluk ngombe

Iba adohe wektu diranti


Ngajab sasmita ketele mendhung
Awan saya panas, banyu saya langka
Tanpa suwala
Kalagar panase Sang Surya”

(Awan Mangsa Ketiga, DL, 21/24/10/2015)

Terjemahan:
„Bersedih karena panas hari ini
Mengharapkan musim hujan masih jauh
Air sungai tinggal sedikit
Sampai datangnya musim hujan

Musim kemarau ini


Perkebunan kering yang memprihatinkan
Ditambah layunya pepohonan
Mengeluh kehausan
Jauh waktu yang ditunggu
Meminta menunda kekurangan
Siang semakin panas, air semakin sedikit
Tanpa mengelak
Terbakar panasnya matahari‟

Makna geguritan di atas adalah keluarga yang setiap harinya

mengeluh dengan keadaannya, yang ditunjukkan pada kutipan “ iba

panase awan iki”, „penantian musim hujan yang masih lama‟,

ditunjukkan pada kutipan “ngajab udan rendheng adoh parane”,

„sehingga tampungan air hanya sedikit‟, ditunjukkan pada kutipan

“banyu kali kari dhelikan grumbulan pandhan”, „menunggu dan terus

menunggu agar hujan turun‟, ditunjukkan pada kutipan “ngranti


219

tekane udan gegrontolan”, „musim kemarau masih panjang‟,

ditunjukkan pada kutipan “awan ketiga iki”, „musim kemarau yang

panjang menyebabkan perkebunan menjadi kering, sehingga keluarga

tadi tak dapat memanen hasil dari perkebunan‟, ditunjukkan pada

kutipan “tegalan garing sambat memelas”, „tidak hanya itu saja

tanaman-tanaman yang mulanya subur menjadi kering keruntang‟,

ditunjukkan pada kutipan “kagonjak aluming wit-witan”, „keluarga

tadi mengeluh dengan penuh harap agar diberikan hujan sehingga

tanaman-tanaman kembali subur‟, ditunjukkan pada kutipan “sambat

ngelak jaluk ngombe”, „keluarga yang hidupnya serba kekurangan

tidak pernah mensyukuri nikmat yang ada‟, ditunjukan pada kutipan

“iba adohe wektu diranti‟, „seorang keluarga tadi mengharapkan nasib

baik memihaknya‟, ditunjukkan pada kutipan “ngajab sasmita ketele

mendhung”, „namun yang diharapkan selama ini agar dapat

mengubah nasibnya semakin kaya namun sama sekali takdir tidak

mengubah nasib keluarga tersebut‟, ditunjukkan pada kutipan “awan

saya panas, banyu saya langka”, „setiap hari mereka tidak pernah

merasakan ketentraman‟, ditunjukkan pada kutipan “tanpa suwala”,

„apalagi kesejukan hati yang ada hanyalah kemiskinan hidupnya dan

kemiskinan untuk bersyukur dengan keadaan yang ada”, ditunjukkan

pada kutipan “kalagar panase Sang Surya”.

29) “Nalika gelombang durung ngitung jarak nafas sing


sisa
Ana apike ngitung batas layar sing bakal dituju
Nasib ing geladhag ora mungkin ngerti
220

Bisa wae badai tumeka ing sadengah waktu

Ayo nulis cerita keseksen dhewe-dhewe


Sapa ngerti pancen umure kabeh wis ora suwe
Ora ana sing bisa njegal yen pancen wis titi wancine
Maneka cara bisa wae dadi jalaran nyawa dipundhut

Wis dadi ginarise papesthan


Sapa sing duwe nyawa bakal ketemu maut
Embuh piye carane takdir nggawa awake dhewe ing
pinggiring nasib
Sing jelas ginaris, sapa sing duwe nyawa bakal mati
Awit saka kui ayo padha nulis dongenge dhewe-dhewe
Sapa ngerti bisa dadi seksi sejarah tumprap anak lan putu
Yen ora kober ya sak ora-orane gawe layang pamit lan
wasiyat
Kanggo anak putu tembe besuke
Supaya urip rukun lan ayem tentrem”

(Sadurunge Pamitan, DL, 23,7/11/2015)

Terjemahan:
„Ketika gelombang belum menghitung jarak nafas yang
tersisa
Ada baiknya menghitung batas yang akan dituju
Nasib di keadaan yang sebenarnya tidak ada orang yang
tau
Mungkin saja badai datang sewaktu-waktu
Lebih baik menceritakan kehidupan masing-masing
Mungkin saja tidak panjang umur
Tidak ada yang dapat mencegah karena sudah garisnya
masing-masing
Berbagai cara dapat merenggut nyawa

Sudah menjadi takdir kehidupan


Siapa yang punya nyawa akan bertemu dengan maut
Tidak tau caranya takdir membawa kita di ujung kematian
Sudah jelas ditakdirkan, siapa yang punya nyawa pasti
mati
Oleh karena itu, tulislah cerita masing-masing
Mungkin saja dapat menjadi saksi sejarah pada anak dan
cucu
Jika tidak sempat setidaknya membuat surat perpisahan
Untuk anak dan cucu di massa yang akan datang
Agar hidup rukun dan tentram‟
221

Makna geguritan di atas adalah sebelum ajal menjemput,

ditunjukkan pada kutipan “nalika gelombang durung ngitung jarak

nafas sing sisa”, „lebih baik kita menghitung umur kita apakah umur

kita masih panjang atau tidak‟, ditunjukkan pada kutipan “ana apike

ngitung batas layar sing bakal dituju”, „tidak ada satu pun orang

yang tau kapan ajalnya tiba‟, ditunjukkan pada kutipan “nasib ing

geladhag ora mungkin ngerti”, karena ajal sewaktu-waktu dapat

menjemput siapa saja‟, ditunjukkan pada kutipan “bisa wae badai

tumeka ing sadengah waktu”, „daripada menghitung kematian yang

tidak tau kapan datangnya lebih baik mulai saat ini benahi hidup

masing-masing‟, ditunjukkan pada kutipan “ayo nulis cerita keseksen

dhewe-dhewe”, „pergunakan sisa umur menuju ke jalan yang benar.

Mungkin saja diantara kalian tidak lama lagi ajal akan menjemput‟,

ditunjukkan pada kutipan “sapa ngerti pancen umure kabeh wis ora

suwe”, „tidak ada satu pun orang yang dapat mencegah kematian‟,

ditunjukkan pada kutipan “ora ana sing bisa njegal yen pancen wis

titi wancine”, „segala cara dapat merenggut nyawa masing-masing,

sehingga tidak ada satu pun yang dapat menentang‟, ditunjukkan pada

kutipan “maneka cara bisa wae dadi jalaran nyawa dipundhut”,

„semua itu sudah menjadi takdir kehidupan‟, ditunjukkan pada

kutipan “wis dadi ginarise papesthan”, „semua orang yang diberikan

nyawa akan berakhir dengan kematian‟, ditunjukkan pada kutipan

“sapa sing duwe nyawa bakal ketemu maut”, „tidak ada yang pernah
222

tau bagaimana ajal menjemput karena semua itu adalah rahasia

Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “embuh piye carane takdir nggawa

awake dhewe ing pinggiring nasib”, „semua itu adalah takdir

kehidupan yang abadi”, ditunjukkan pada kutipan “sing jelas ginaris,

sapa sing duwe nyawa bakal mati”, „lebih baik mulai sekarang

introspeksi diri masing-masing dan jangan lupa dituliskan di selembar

kertas‟, ditunjukkan pada kutipan “awit saka kui ayo padha nulis

dongenge dhewe-dhewe”, „sisa hidup yang tinggal sedikit lebik baik

berbuatlah kebaikan agar menjadi sejarah yang baik untuk anak dan

cucunya‟, ditunjukkan pada kutipan “kanggo anak putu tembe

besuke”, „apabila tidak sempat membuat cerita kehidupan yang

dijalani setidaknya sebelum ajal menjemput membuat surat

perpisahan‟, ditunjukkan pada kutipan “yen ora kober ya sak ora-

orane gawe layang pamit lan wasiyat”, „untuk anak cucunya di masa

yang mendatang‟, ditunjukkan pada kutipan “kanggo anak putu tembe

besuke”, „dengan cerita tersebut agar kehidupan anak serta cucunya

menjadi lebih rukun, dan diberikan ketentraman‟, ditunjukkan pada

kutipan “supaya urip rukun lan ayem tentrem”,

30) “Esemmu rembulan kang pait madu


Nyugatake teka-teki sinandi kurepe langit biru
Lungite patembayan
Ora kena kagerba kanthi lamban
Batangan-batangan carangan
Mung menthul-menthul
Yen mung di asah kanthi ati wantah
Kangge mbencah sari patining crita awit
Lamising pangucap
Mung isa nyigar kulit
223

Ninggal pangaji
Tanpa isi
Esem rembulan
Daktemu huruf-Mu
Samun suwung
dumunung
ana ing
wang wung”

(Dumunung, DL, 23/7/11/2015)

Terjemahan:
„Senyum bulan yang manis
Melukiskan teka-teki dibalik awan
Rahasia kehidupan
Tidak dapat dihitung secara pasti
Rangkaian yang tak dapat ditentukan
Tak dapat dipastikan
Jika digosok secara sederhana
Untuk mengetahui akhir ceritanya
Hanya ucapan
Dapat menyayat kulit
Meninggalkan harga diri
Tanpa guna

Senyum bulan
Kutemukan huruf- Mu
Tampak sepi
tempatnya
tampak
kosong‟

Makna geguritan di atas adalah senyuman wanita yang cantik,

yang ditunjukkan pada kutipan “esemmu rembulan kang pait madu”,

„dibalik senyuman manis wanita tadi menyembunyikan sejuta

rahasia‟, ditunjukkan pada kutipan “nyugatake teka-teki sinandi

kurepe langit biru”, „rahasia kehidupan yang tidak ada seorang pun

yang tau ditunjukkan pada kutipan “lungite patembayan”, „tidak dapat

dipastikan karena hanya angan-angan kehidupan‟, ditunjukkan pada


224

kutipan “ora kena kagerba kanthi lamban”, „cita-cita yang diharapkan

selama ini entah menjadi kenyataan atau sebaliknya‟, ditunjukkan

pada kutipan “batangan-batangan carangan”, sehingga tidak dapat

dipastikan secara jelas‟, ditunjukkan pada kutipan “mung menthul-

menthul”, „jika secara terus menerus impian tersebut dikejar‟,

ditunjukkan pada kutipan “yen mung di asah kanthi ati wantah”,

„untuk mengetahui apakah harapan itu dapat menjadi kenyataan‟,

ditunjukkan pada kutipan “kangge mbencah sari patining crita awit”,

„namun usaha keras yang dilakukan tidak sejalan yang diharapkan‟,

ditunjukkan pada kutipan “lamising pangucap”, „hanya meninggalkan

luka‟, ditunjukkan pada kutipan “mung isa nyigar kulit”, „yang tak

bermanfaat‟, ditunjukkan pada kutipan “ninggal pangaji”, „dan harga

diri yang menjadi taruhan‟, ditunjukkan pada kutipan “tanpa isi”,

„senyum wanita cantik‟, ditunjukkan pada kutipan “esem rembulan”,

„ditemukan sebuah tempat‟, ditunjukkan pada kutipan “daktemu

huruf-Mu”, „yang tampak kosong seperti angan-angan‟, ditunjukkan

pada kutipan “samun suwung”, „dimana tempat tadi‟, ditunjukkan

pada kutipan “dumunung”, „seperti kehidupan‟, ditunjukkan pada

kutipan “ana ing”, „yang tak bermakna‟, ditunjukkan pada kutipan

“wang wung”.

31) “Wengi iki isih kaya wingi


Nalika aku ijen nyawang gojege lintang klawan mega
Esem kang diumbar dening lintang
Pranyata ora kumawa mbuwang sepine ati
Tan rinasa wengi wis ing punjere wengi
225

Lan nalika kabeh titah padha lerem ing cangkange dhewe-


dhewe
Jebul isih akeh kang padha singidan
Ing antarane langgam wengi kang kebak wewadi
Apa mung lakune angin kang aran globalisasi
Manungsa padha ngumbar napsu
Kanthi ninggalake tata krama lan tata susila
Manungsa luwih seneng nglegena tanpa busana
Saengga perawan sunthi
Akeh kang padha pamer wewege payudara
Kang nuwuhake napsune para priya wuta
Yen wis kaya mangkene
Kapan bakal tuwuh wiji-wiji utama
Kang bakal njunjung drajate bangsa lan negara
Nanging wengi iki isih kaya wingi
Wengi isih nyimpen sewu wewadi kang dumadi
Lan mung ati kang suci bakal nemoni bener kang sejati”

(Isih Kaya Wingi, DL, 24/14/11/2015)

Terjemahan :
„Malam ini masih seperti kemarin
Ketika aku melihat bercandanya bintang melawan mendung
Senyum yang diterbakan oleh bintang
Kenyataannya tidak dapat membuang sunyinya hati
Tidak terasa malam semakin larut
Dan ketika semua orang terlelap di tempat masing-masing
Ternyata masih ada yang menyelinap
Di antara nyanyian malam yang penuh rahasia
Hanya hembusan angin mengarah globalisasi
Manusia mengumbar nasfu
Dengan meninggalkan tata krama dan tata susila
Manusia lebih suka tanpa memakai baju
Sehingga perawan cantik
Banyak yang memamerkan payudara
Menumbuhkan nafsu lelaki hidung belang
Jika sudah begitu
Kapan tumbuh generasi utama
Akan menjunjung derajat bangsa dan negara
Tetapi malam masih seperti kemarin
Malam masih menyimpan seribu rahasia
Hanya hati yang suci dapat menemukan kebenaran sejati‟

Makna geguritan di atas adalah malam yang masih saja seperti

biasanya tanpa ada perbedaaan yang baik yang dilakukan para


226

pemuda, yang ditunjukkan pada kutipan “wengi iki isih kaya wingi”,

„ada seseorang yang sedang menikmati indahnya malam‟,

ditunjukkan pada kutipan “nalika aku ijen nyawang gojege lintang

klawan mega”, „malam yang dipenuhi dengan bintang yang

berkelap-kelip‟, ditunjukkan pada kutipan “esem kang diumbar

dening lintang”, „tetap saja hatinya yang kekosongan tidak dapat

terobati‟, ditunjukkan pada kutipan “pranyata ora kumawa mbuwang

sepine ati”, „tak terasa malam semakin larut bersama hening dalam

lamunan‟, ditunjukkan pada kutipan “tan rinasa wengi wis ing

punjere wengi”, „dimana ditengah sunyinya malam, banyaknya

manusia tengah tertidur lelap‟, ditunjukkan pada kutipan “lan nalika

kabeh titah padha lerem ing cangkange dhewe-dhewe”, „ternyata

masih ada seseorang yang menyelinap di tengah malam yang sunyi‟,

ditunjukkan pada kutipan “jebul isih akeh kang padha singidan”,

„dimana para remaja melakukan kebiasaan buruk setiap malamnya‟,

ditunjukkan pada kutipan “ing antarane langgam wengi kang kebak

wewadi”, „dizaman era globalisasi setiap malamnya menghabiskan

waktu dengan hura-hura‟, ditunjukkan pada kutipan “apa mung

lakune angin kang aran globalisasi”, „baik perempuan maupun laki-

laki berkumpul bersama‟, ditunjukkan pada kutipan “manungsa

padha ngumbar napsu”, „mereka tidak menghiraukan tata karma,

maupun tata susila yang terpenting bagi mereka dapat berkumpul

berhura-hura‟, ditunjukkan pada kutipan “kanthi ninggalake tata


227

krama lan tata susila”, „banyaknya wanita kupu-kupu malam yang

senang memakai pakaian ketat‟, ditunjukkan pada kutipan “manungsa

luwih seneng nglegena tanpa busana”, „wanita-wanita cantik tadi‟,

ditunjukkan pada kutipan “saengga perawan sunthi”, „memamerkan

seluk-beluk tubuhnya‟, ditunjukkan pada kutipan “akeh kang padha

pamer wewege payudara”, „untuk memancing nafsu para lelaki‟,

ditunjukkan pada kutipan “kang nuwuhake napsune para priya wuta”,

„jika generasi muda yang sekarang hilang etikanya seperti saat ini‟,

ditunjukkan pada kutipan “yen wis kaya mangkene”, „maka apakah

masih ada generasi penerus yang mempunyai sifat terpuji, berakhlak

mulia‟, ditunjukkan pada kutipan “kapan bakal tuwuh wiji-wiji

utama”, „agar dapat memperbaiki bangsa dan negara menjadi lebih

baik‟, ditunjukkan pada kutipan “kang bakal njunjung drajate bangsa

lan negara”, „namun malam masih tampak seperti kemarin tanpa ada

perubahan yang lebih baik‟, ditunjukkan pada kutipan “nanging wengi

iki isih kaya wingi”, „malam yang menyimpan rahasia kehidupan

yang tidak dapat diketahui orang lain‟, ditunjukkan pada kutipan

“wengi isih nyimpen sewu wewadi kang dumadi”, „terkecuali hanya

seseorang yang mempunyai jiwa suci yang diberikan petunjuk pada

sang Illahi untuk menemukan kebenaran, sehingga dapat mengubah

generasi muda menjadi lebih baik‟, ditunjukkan pada kutipan “lan

mung ati kang suci bakal nemoni bener kang sejati”.

32) “Semburat esem rembulan ing pungkasane mangsa


Kumawa nyisipke rasa kangen
228

Marang gumebyare dawane dalan kuthamu


Ing isih tumanjem ana ing pangelingku
Nalika daksawang mawar ana plataran omahmu semplah
Tansaya negesake yen ana waspa kulah

Ing pungkasane mangsa


Kanthi sineksen klawan semburate asem rembulan
Kang mapan ana pucuke gapura isih dakrantu tekamu
Sanajan atiiki wis kebak maneka crita
Nanging wengi iki daksaguhke
Atiku nampa tangismu”

(Pungkasane Mangsa, DL, 26/28/11/2015)

Terjemahan:
„Samarnya senyum bulan di akhir musim
Dapat menyisipkan kerinduan
Kepada terangnya jalan kotamu
Yang masih melekat di ingatanku
Ketika kupandang mawar di halamanmu menyesali
Menegaskan air mata yang tumpah
Di akhir musim
Yang menyaksikan melawan samarnya senyum bulan
Yang berada di ujung gerbang masih kuharap kedatanganmu
Walaupun hati sudah penuh banyak cerita
Tetapi malam ini kusiapkan
Hatiku menerima tangismu‟

Makna geguritan di atas adalah senyuman wanita cantik, yang

ditunjukkan pada kutipan “semburat esem rembulan ing pungkasane

mangsa”, „ia sedang merindukkan sosok kekasihnya‟, ditunjukkan

pada kutipan “kumawa nyisipke rasa kangen”, „setiap hari ia selalu

mengharapkan kedatangan kekasihnya‟, ditunjukkan pada kutipan

“marang gumebyare dawane dalan kuthamu”, „sosok kekasihnya

yang selalu tersimpan dalam ingatannya”, ditunjukkan pada kutipan

“ing isih tumanjem ana ing pangelingku”, „akan tetapi kerinduan tadi

berubah menjadi penyesalan karena dulu pernah mencampakan

kekasihnya‟, ditunjukkan pada kutipan “nalika daksawang mawar


229

ana plataran omahmu semplah”, „setiap harinya hanya meneteskan

air mata penyesalan karena perbuatan yang pernah ia lakukan‟,

ditunjukkan pada kutipan “tansaya negesake yen ana waspa kulah”,

„seiring dengan bergantinya musim‟, ditunjukkan pada kutipan “ing

pungkasane mangsa”, „ketika malam tiba dengan hati yang gundah

gulana melihat senyum bulan yang tak seperti biasanya‟, ditunjukkan

pada kutipan “kanthi sineksen klawan semburate asem rembulan”,

„hingga malam semakin berlarut harapan serta doa untuk kekasihnya

selalu dipanjatkan agar kekasihnya datang‟, ditunjukkan pada kutipan

“kang mapan ana pucuke gapura isih dakrantu tekamu”, „walaupun

hatinya penuh dengan permasalahan yang sedang menderanya‟,

ditunjukkan pada kutipan “sanajan ati iki wis kebak maneka crita”,

„namun malam ini akan tetap menunggunya‟, ditunjukkan pada

kutipan “nanging wengi iki daksaguhke”, „walaupun dirinya pernah

mencampakannya, ia akan tetap memaafkannya, karena semua

manusia tak ada yang sempurna‟, ditunjukkan pada kutipan “atiku

nampa tangismu”.

33) “Lintang –lintang ing jembare langit


Padha cumlorot kanthi kebak pangganggit
Mbarengi laire gurit ing satengah wengi kang pahit
Dheweke pilih kumleyang lan ngambah bumi ringkih
Lan tumiba ing netramu kanggo njilma
Dadi lintang waluku
Lintang-lintang ing netramu
Wis suwe anggenku ngrantu
Amarga saka lintang ing netramu
Bakal dakpilah endi sing dadi panuntuning laku”

(Lintang, DL, 34/23/1/2016)


230

Terjemahan:
„Bintang-bintang di luasnya langit
Saling menyinari penuh dengan teka-teki
Bersama lahirnya puisi di tengah malam yang pahit
Dia memilih melayang dan mendekati bumi yang rapuh
Dan menjadi rasi bintang waluku
Bintang-bintang di matamu
Sudah lama aku menunggu
Karena dari bintang dimatamu
Akan kupilih mana yang menjadi penuntun hidup‟

Makna geguritan di atas adalah suasana di malam yang dipenuhi

dengan bintang-bintang, yang ditunjukkan pada kutipan “lintang-

lintang ing jembare langit”, „menyinari dunia dengan menyimpan

sejuta rahasia yang belum diketahui oleh manusia‟, ditunjukkan pada

kutipan “padha cumlorot kanthi kebak pangganggit”, „bersinar

bersama puisi malam yang menandakan bahwa menjalani kehidupan

lebih berhati-hati‟, ditunjukkan pada kutipan “mbarengi laire gurit

ing satengah wengi kang pahit”, „akan tetapi bintang tadi lebih

memilih melayang serta menyusuri bumi yang sudah tua‟,

ditunjukkan pada kutipan “dheweke pilih kumleyang lan ngambah

bumi ringkih”, „kemudian bintang tadi jatuh‟ ditunjukkan pada

kutipan “lan tumiba ing netramu kanggo njima”, „berubah menjadi

bintang waluku‟ ditunjukkan pada kutipan “dadi lintang waluku”,

„bintang tersebut menggabarkan seorang penasehat yang akan

memberikan pencerahan hidup‟, ditunjukkan pada kutipan “lintang-

lintang ing netramu”, „sudah sekian lama ia menunggu

kedatangannya, ditunjukkan pada kutipan “wis suwe anggenku

ngrantu”, „karena ia adalah seorang penasehat‟, ditunjukkan pada


231

kutipan “amarga saka lintang ing netramu”, „yang akan menuntun

hidup seseorang ke jalan yang benar‟, ditunjukkan pada kutipan

“bakal dakpilah endi sing dadi panuntuning laku”.

34) “Jakarta dadi pangewan-ewan


Dikilani dhadhane dening rendheng
kang nggendheng
Kumawasa. Omah-omah kadhemen gigilen
Diungkep tendha langit klawu
Pindha sapi glonggongan
Jakarta dicangar diglontor turas langit Bogor
Dumadak salah kedaden
Dadi rawa raseksa rinengga pulo-pulo gendhong tundha
Bocah-bocah gumyak lelangen
Ing banyu cem-ceman uwuh lan tinja
Sawetara cangkem dandang lan wajan
Ing pos pengungsian ndlongop
Ngrantu kumlawene tangan asih
Wuwur bantuwan sakdhare
Jakarta ngalumpruk
Kesemrawutan kaleming kedhung prihatin
Reca selamat datang gigilen
Kembang ing tangane tinekem kenceng
Sumelang ngregeli kali
Tugu Monas
Nuding langit”

(Jakarta Mangsa Rendheng, DL, 34/23/1/2016)

Terjemahan :
„Jakarta menjadi pusat pembicaraan
Di hina, di ejek oleh musim penghujan
yang menggila
Berkuasa. Rumah-rumah tenggelam
Terselimuti oleh mendung
Sapi glonggongan dipenuhi air
Jakarta mendapat kiriman hujan dari Bogor
Tidak sesuai dengan kenyataan
Menjadi rawa menghiasi rumah-rumah tingkat
Anak-anak ramai berenang
Di air kubungan sampah dan kotoran
Sementara mulut dandang dan wajan
Di pos pengungsian kosong
Menanti bantuan dari orang lain
Menerima bantuan seadanya
Jakarta lumpuh total
232

Sepi dalam keramaian


Patung selamat datang kedinginan
Bunga yang ditangannya digenggam erat takut jika terbawa
arus
Tugu Monas
Mengarah ke langit‟

Makna geguritan di atas adalah Jakarta merupakan ibu kota yang

setiap tahunnya menjadi pusat pembicaraan publik, yang ditunjukkan

pada kutipan “jakarta dadi pangewan-ewan”, „yang setiap tahunnya

selalu mendapatkan guyuran hujan deras, ditunjukkan pada kutipan

“dikilani dhadhane dening rendheng”, „yang mengakibatkan banjir

bandhang‟, ditunjukkan pada kutipan “kang nggendheng”, „kedatangan

banjir bandang menenggelamkan rumah-rumah warga‟, ditunjukkan

pada kutipan “kumawasa. Omah-omah kadhemen gigilen”,

„diselimuti oleh mendung hitam‟, ditunjukkan pada kutipan “diungkep

tendha langit klawu”, „banjir bandang tadi juga menenggelamkan

hewan-hewan milik warga‟, ditunjukkan pada kutipan “pindha sapi

glonggongan”, „ibu kota Jakarta merupakan sebuah ibu kota

langganan banjir yang mendapat kirman dari kota Bogor‟, ditunjukan

pada kutipan “jakarta dicangar diglontor turas langit Bogor”, „tidak

sesuai dengan namanya sebagai pusat ibu kota‟, ditunjukkan pada

kutipan “dumadak salah kedaden”, „kini Jakarta berubah menjadi

rawa yang menenggelamkan ratusan rumah warga‟, ditunjukkan pada

kutipan “dadi rawa raseksa rinengga pulo-pulo gendhong tundha”,

„akan tetapi anak-anak pada umumnya memanfaatkan banjir tersebut

untuk bermain‟, ditunjukkan pada kutipan “bocah-bocah gumyak


233

lelangen”, „banjir yang sudah tercampur oleh kotoran dan sampah

yang menggenang‟, ditunjukkan pada kutipan “ing banyu cem-ceman

uwuh lan tinja”, „korban banjir tidak dapat melakukan aktivitas

memasak‟, ditunjukkan pada kutipan “sawetara cangkem dandang

lan wajan”, „warga yang terkena banjir berlarian untuk mengungsi di

posko pengungsian ditunjukkan pada kutipan “ing pos pengungsian

ndlongop”, „seluruh warga yang terkena banjir mengharapkan

bantuan‟, ditunjukkan pada kutipan “ngrantu kumlawene tangan

asih”, „semua pengungsi menerima bantuan ala kadarnya‟,

ditunjukkan pada kutipan “wuwur bantuwan sakdhare”, „keadaaan

Jakarta yang sangat memprihatinkan‟, ditunjukkan pada kutipan

“Jakarta ngalumpruk”, „terlihat keadaannya yang lumpuh total‟,

ditunjukkan pada kutipan “kesemrawutan kale”ming kedhung

prihatin”, „gapura selamat datang juga terendam banjir‟, ditunjukkan

pada kutipan “reca selamat datang gigilen”, „warga sekitar

mengenggam barang bawaanya dengan erat‟, ditunjukkan pada

kutipan “kembang ing tangane tinekem kenceng”, „agar tidak terbawa

arus‟, ditunjukkan pada kutipan “sumelang ngregeli kali”, „hanya

Tugu Monas yang selamat dari banjir‟, ditunjukkan pada kutipan

“Tugu Monas”, „sehingga tampak megah mengarah ke langit‟,

ditunjukkan pada kutipan “nuding langit”.

35) “Ing puputing mangsa ketiga iki


Katon esemu kang edi
Kumriciking banyumu mili ing sadawaning kali
Leledhang nyempyok kanan kering
234

Nyenggol watu-watu garing


Yagene lakumu marikelu
Mandheg mangu
Kadya nunggu kancamu kang murca
Sumusup ing oyot-oyot tuwa
Ndhelik ana sela-selaning lemah nela
Awit udan ora teka-teka
Apa krana salah mangsa

Gumrujuge banyu tawa ing perenging kampung kali


Dadi seksi
Banyu kang mili sepi ora kaya wingi
Nalika udan gedhe lakumu katon ngawe-awe
Ngajak lelumban lan gegojegan
Kepara apa wae kok ranggeh
Nganti playune menggeh-menggeh
Godhong, pang, wit-witan, sawah lan omah
Katrejang banjir bandhang
Kabeh ilang”

(Kali Serayu, DL, 35/30/01/2016)

Terjemahan :
„Akhir musim kemarau
Terlihat senyummu yang indah
Kegemericiknya air di sepanjang sungai
Tidak biasanya datang menyentuh tanah kering
Menyentuh bebatuan kering
Mengapa jalanmu ragu-ragu
Bagaikan menunggu temanmu yang jahat
Menelusuri akar-akar tua
Bersembunyi di sela-sela tanah kering
Karena hujan tidak kunjung datang
Apa karena salah musim

Derasnya air di pinggir sungai


Menjadi saksi
Air mengalir sedikit tidak seperti kemarin
Ketika hujan deras langkahmu melambai-lambai
Mengajak bercanda dan bermain
Semua diambil
Sampai larinya terbirit-birit
Daun, ranting pohon-pohon, sawah dan rumah
Diterjang banjir bandang
Semua hilang‟
235

Makna geguritan di atas adalah musim kemarau yang hampir

habis, yang ditunjukkan pada kutipan “ing puputing mangsa ketiga

iki”, „ketika memandangnya yang terlihat hanya senyuman yang

indah‟, “katon esemu kang edi”, „yang terdengar dari sisa akhir musim

kemarau gemericiknnya air disepanjang sungai‟, ditunjukkan pada

kutipan “kumriciking banyumu mili ing sadawaning kali”, „keadaan

air yang mengalir disepanjang sungai tidak seperti biasanya. Air

sungai serayu datang secara tiba-tiba menyentuh tempat yang tidak

semestinya‟, ditunjukkan pada kutipan “leledhang nyempyok kanan

kering”, „sungai tadi mengaliri bebatuan‟, ditunjukkan pada kutipan

“nyenggol watu-watu garing”, „sungai tersebut mengaliri semuanya

yang ada „ditunjukkan pada kutipan “yagene lakumu marikelu”, „akan

tetapi aliran sungai mengalir tampak ragu-ragu seperti mau mengalir

tapi terlihat seperti tidak‟, ditunjukkan pada kutipan “mandheg

mangu”, „aliran sungai terlihat sedang menunggu kawan-kawannya

yang berhati jahat untuk mengaliri sepanjang sungai yang ada‟,

ditunjukkan pada kutipan “kadya nunggu kancamu kang murca”,

„mengaliri akar-akar tua yang berada disampingnya‟, ditunjukkan

pada kutipan “sumusup ing oyot-oyot tuwa”, „air sungai menggenangi

tanah yang kering‟, ditunjukkan pada kutipan “ndhelik ana sela-

selaning lemah nela”, „karena menunggu hujan yang tidak turun‟,

ditunjukkan pada kutipan “awit udan ora teka-teka”, „apakah

memang salah musim‟, ditunjukkan pada kutipan “apa krana salah


236

mangsa”, „akan tetapi derasnya air sungai‟, ditunjukkan pada kutipan

“gumrujuge banyu tawa ing perenging kampung kali”, „menjadi

saksi perubahan alam‟, ditunjukkan pada kutipan “dadi seksi”, „aliran

sungi mengalir dengan tenang‟, ditunjukkan pada kutipan “banyu

kang mili sepi ora kaya wingi”, „ketika hujan lebat turun terlihat arus

sungai melambai‟, ditunjukkan pada kutipan “nalika udan gedhe

lakumu katon ngawe-awe”, „aliran sungai yang deras meminta untuk

bermain bersama‟, ditunjukkan pada kutipan “ngajak lelumban lan

gegojegan”, banjir bandang mengambil semua yang ada‟, ditunjukkan

pada kutipan “kepara apa wae kok ranggeh”, „banjir bandang yang

mengalir begitu deras‟, ditunjukkan pada kutipan “nganti playune

menggeh-menggeh”, „dedauan, ranting, pepohonan, sawah dan

rumah hanyut terbawa arus banjir bandang‟, ditunjukkan pada kutipan

“godhong, pang, wit-witan, sawah lan omah”, „akibat musibah banjir

bandang mengakibatkan banyak kerugian besar„, ditunjukkan pada

kutipan “katrejang banjir bandhang”, „tidak ada satu pun yang

tersisa‟, ditunjukkan pada kutipan “kabeh ilang”.

36) “Gawang-gawang esemmu cah bagus


Netramu… nyumunurake sih katresnan
Liringane gawe atiku trataban
Eman…
Esem kuwi
Netra kuwi
Dudu kanggo aku
Legawa atiku nyawang tan bisa duweni”

(Wuyung, DL,35/30/01/2016)
237

Terjemahan :
„Terbayang-bayang senyum lelaki tampan
Matamu. . . menyinarkan kasih sayang
Kerlingannya membuat hatiku berdebar
Akan tetapi. . .
Senyum itu
Mata itu
Bukan untukku
Pasrah hatiku hanya memandang tanpa bisa memiliki‟

Makna geguritan di atas adalah seseorang yang terbayang

senyuman lekaki tampan, yang ditunjukkan pada kutipan “gawang-

gawang esemmu cah bagus”, „mata yang dimiliki lelaki tampan

terlihat bahwa ia adalah seorang lelaki menyanyi wanita yang

dikasihi‟, ditunjukkan pada kutipan “netramu… nyumunurake sih

katresnan”, „serta tatapannya membuat hatinya semakin berdebar

seolah-olah tak ingin jauh darinya‟, ditunjukkan pada kutipan

“liringane gawe atiku trataban”, „namun‟, ditunjukkan pada

kutipan “eman…”, „senyum yang ia tebarkan‟, ditunjukkan pada

kutipan “esem kuwi”, „dan tatapan matanya‟, ditunjukkan pada

kutipan “netra kuwi”, „semua itu bukanlah untukku, karena aku

hanyalah seorang pengagum saja‟, ditunjukkan pada kutipan “dudu

kanggo aku”, „dan cintanya bukan untukku, walupun begitu ia

tetap menerima kenyatan yang seperti itu‟, ditunjukkan pada

kutipan “legawa atiku nyawang tan bisa duweni”.

37) “Sakehing manuk tetep wae jejogedan nadyan ing watu-


watu karanta
Tetembangan ngidung nata pangangen kang tan bisa
ilang
Nalika raga tanpa daya, langit isih eman nguncalake
udan
238

Dakkulungake sakabehing dayaku murih telesih lemah


garing
Sinawang ayem tentrem
Sawangen…
Lintang rembulan reruntungan maca guriting jagad
kang cetha:
Sanyatane laku iki kinupeng pedhut-pedhut peteng
watu karang kang sumebar
Dakkira beninge banyu
Bener sliramu
Jebul atosing watu sinamar ing amun-amun
Sangsaya cetha
Juntrunge uran-uran ing alas
Padhang trawangan binabar keketing bundhetan
Padhas lan watu-watu angkara kang siningit
Babaring kidang kang adigang
Gajah kang adigung
adiguna ginawa ula
bareng mati sampyuh tanpa guna
Banjurbundhelaning wulangreh dakwaca maneh
ing wusana lintang rembulan tetep puguh
reruntungan”

(Watu-Watu Karang, DL, 36/06/2/2016)

Terjemahan:
„Banyaknya burung di batu karang tetap berkicau
Bernyanyi dan membuat rindu yang tidak dapat hilang
Ketika badan tidak berdaya, langit masih mau memberikan
hujan
Kukerahkan semua tenagaku
Supaya tanah menjadi basah
Terlihat tenang dan tentram
Lihatlah. . .
Bintang bulan beriringan membacakan puisi
dengan jelas:
Kenyataanya perjalanan ini terselimuti awan hitam, batu
karang yang bertebaran
Benar dirimu
Ternyata kerasnya batu tersamar oleh bayang-bayang
Semakin lama semakin jelas
Nyanyian berasal dari hutan
Terang menerangi segala kesulitan hilang
Keras dan batu kejahatan yang dirahasiakan
Akhirnya kidang yang sakti
Gajah yang memamerkan keluhuran
239

kepintaran terbawa ular


setelah mati tak ada gunanya
Setelah itu kumpulan pengetahuan aku baca
Akhirnya bintang bulan saling beriringan‟

Makna geguritan di atas adalah banyaknya burung sedang

berkicau di bebatuan menyambut pagi hari, yang ditunjukkan pada

kutipan “sakehing manuk tetep wae jejogedan nadyan ing watu-

watu karang”, „mereka tetap berkicau dengan merdu sehingga

membuat orang tidak bisa menghilangkan kerinduannya‟, ditunjukkan

pada kutipan “tetembangan ngidung nata pangangen kang tan bisa

ilang”, „walaupun banyaknya manusia yang tidak semangat menjalani

aktivitas, akan tetapi nikmat Tuhan yang begitu banyak selalu

menurunkan hujan‟, ditunjukkan pada kutipan “nalika raga tanpa

daya, langit isih eman nguncalake udan”, „tetesan hujan sangat

berharga karena dapat membasahi tanah-tanah supaya subur sehingga

manusia dapat bercocok tanam‟, ditunjukkan pada kutipan

“dakkulungake sakabehing dayaku murih telesih lemah garing”,

„tidak hanya itu saja agar senantiasa manusia merasakan‟, ditunjukkan

pada kutipan “sinawang ayem tentrem”, „semua orang‟, ditunjukkan

pada kutipan “sawangen…”, „di malam yang begitu indah ini lihatlah

ke atas bahwa bintang dan bulan sedang membaca puisi‟, ditujukan

pada kutipan “lintang rembulan reruntungan maca guriting jagad”,

„puisi tadi berisikan sangat jelas mengenai kehidupan seseorang‟,

ditunjukkan pada kutipan “kang cetha”, „bahwa perjalanan seseorang

dengan berusaha keras untuk mencapai kebahagiaan secara sabar dan


240

rendah hati walaupun banyak rintangan‟, ditunjukkan pada kutipan

“sanyatane laku iki kinupeng pedhut-pedhut peteng”, „yang

menghalanginya‟, ditunjukkan pada kutipan “watu karang kang

sumebar”, „namun ia tidak pernah mengeluh karena usaha yang

dilalui dengan kejujuran akan memetik kebahagiaan‟, ditunjukkan

pada kutipan “dakkira beninge banyu”, „kebenaran tersebut telah

diakui banyak orang‟, ditunjukkan pada kutipan “bener sliramu”,

„karena jika seseorang yang menjalani usahanya dengan rendah hati

tanpa ada kesombongan maka rintangan pun akan menghilang satu-

persatu‟, ditunjukkan pada kutipan “jebul atosing watu sinamar ing

amun-amun”, „hal tersebut semakin jelas‟, ditunjukkan pada kutipan

“sangsaya cetha”, „ketika suara nyanyian berasal dari hutan‟,

ditunjukkan pada kutipan “juntrunge uran-uran ing alas”, „segala

kesulitan yang ia hadapi selama ini hilang seketika‟, ditunjukkan pada

kutipan “padhang trawangan binabar keketing bundhetan”,

„sedangkan seseorang dalam menjalani kehidupan dengan berhati

jahat‟, ditunjukkan pada kutipan “padhas lan watu-watu angkara

kang siningit”, „kemudian ia suka menyombongkan segalanya,

ditunjukkan pada kutipan “babaring kidang kang adigang”, „serta

suka memamerkan kelebihannya‟, ditunjukkan pada kutipan “gajah

kang adigung”, „akan tetapi jika semua itu di ambil oleh sang

Pencipta semua berakhir dengan sia-sia‟, ditunjukkan pada kutipan

“adiguna ginawa ula”, „kesombongannya berakhir dengan sebuah


241

kematian yang sia-sia‟, ditunjukkan pada kutipan “bareng mati

sampyuh tanpa guna”, „dari cerita perjalanan kehidupan dua ingsan

yang satu berhati baik, berbudi luhur sedangkan yang satunya berhati

jahat‟, ditunjukkan pada kutipan “banjur bundhelaning wulangreh

dakwaca maneh”, „dapat dipetik hikmahnya bahwa kebahagian

seseorang tidak dapat diukur dengan kekayaan atau kekuatan yang

dimiliknya. Namun budi pekerti yang luhur yang akan membawa

seseorang ke dalam kebahagiaan yang abadi‟, ditunjukkan pada

kutipan “ing wusana lintang rembulan tetep puguh reruntungan”.

38) “Wayang kulit temancep ing debog


Jejer-jejer nedya mamerake kaprigelane
Jogede manut Ki Dhalang
Sinareng antawacana kang becik
Kuciwane datan akeh wong kang nyawang
Wayang kulit tersingkur sampai pinggir kali
Suket teki setya ngancani
Watu-watu item asung beta sungkawa

Sakehing iwak pijer ndedonga


Lumut-lumut asung panglipur
Sejatine wayang kulit ngemot pitutur luhur
Piguna kanggo pancase urip
Eman pra mudha jaman saiki datan tepung
Emoh nyawang apa maneh nyinau
Luwih kapilut budaya manca kang mblasukake moral”

(Wayang Kulit, DL, 36/06/2/2016)

Terjemahan:
„Wayang kulit tertancap di simpingan
Berjajar-jajar memamerkan keuletan
Goyangnya mengikuti Dhalang
Bersama alunan gending yang indah
Kecewanya tidak banyak orang yang menyaksikan
Wayang kulit tersingkir jauh
Rumput teki setia menemani
Batu hitam ikut berbela sungkawa
242

Banyak ikan ikut berdoa


Lumut-lumut ikut menghibur
Sejatinya wayang kulit mengandung ajaran yang baik
Berguna untuk tujuan hidup
Sayangnya para pemuda sekarang tidak menghiraukan
Tidak mau melihat bahkan mempelajari
Lebih menyukai budaya manca Negara yang menjerumuskan
moral‟

Makna geguritan di atas adalah seorang dhalang yang sedang

memainkan sebuah pentas seni pewayangan, yang ditunjukkan pada

kutipan “wayang kulit temancep ing debog”, „wayang-wayang yang

dimainkan oleh dhalan. Ssejatinya wayang tersebut memamerkan

keuletannya di depan penonton‟, ditunjukkan pada kutipan “jejer-jejer

nedya mamerake kaprigelane”, „dan melihatkan kelincahannya dalam

bergoyang‟, ditunjukkan pada kutipan “jogede manut Ki Dhalang”,

„pentas pewayangan tersebut diiringi dengan alunan gending sehingga

terlihat sangat meriah‟, ditunjukkan pada kutipan “sinareng

antawacana kang becik”, „akan tetapi satu yang menjadi

permasalahannya. Bahwa peninggalan budaya Jawa yang salah

satunya pentas pewayangan, pada era modern seperti saat ini jarang

anak muda bahkan orang tua yang mau menyaksikan pementasan

wayang sehingga membuat dhalang merasa kecewa‟, ditunjukkan

pada kutipan “kuciwane datan akeh wong kang nyawang”, „wayang

kulit yang merupakan peninggalan leluhur „, „tergeser oleh kemajuan

teknologi yang pesat membuat pagelaran wayang menjadi terbaikan‟,

ditunjukkan pada kutipan “wayang kulit tersingkur sampai pinggir

kali”, „yang setia menemani hanyalah rerumputan‟, ditunjukkan pada


243

kutipan “suket teki setya ngancani”, „bebatuan ikut bersedih hati,

ditunjukkan pada kutipan “watu-watu item asung beta sungkawa”,

„seluruh ikan mendoakan yang terbaik agar pewayangan dapat

dihidupkan kembali‟, ditunjukkan pada kutipan “sakehing iwak pijer

ndedonga”, „sedangkan lumut memberikan hiburan agar wayang kulit

tidak bersedih hati‟, ditunjukkan pada kutipan “lumut-lumut asung

panglipur”, „sebenarnya wayang kulit memberikan ajaran tentang

budi pekerti, tentang perjalanan hidup, keagaman dan lain-lain‟,

ditunjukkan pada kutipan “sejatine wayang kulit ngemot pitutur

luhur”, „bertujuan sebagai ajaran kehidupan agar senantiasa selalu

diberikan rahmat, perjalanan hidup yang terang‟, ditunjukkan pada

kutipan “piguna kanggo pancase urip”, „di era modern ini khususnya

generasi muda tidak menghiraukan maupun meneruskan budayanya‟,

“eman pra mudha jaman saiki datan tepung”, „bahwa enggan

menyaksikan atau mempelajari budannya sendiri‟, ditunjukkan pada

kutipan “emoh nyawang apa maneh nyinau”, „mereka lebih antusias

dengan kebudayaan barat yang isinya tak bermanfaat sehingga dapat

menjadikan moral bangsa khususnya generasi muda menjadi rusak‟,

ditunjukkan pada kutipan “luwih kapilut budaya manca kang

mblasukake moral”.

39) “Kanthi esem rangu


Kowenehake swara fals
Ngiringi lagu kulonan
Sing nambahi asin banyu segara
244

Uluk salam
Tan klambimu sing kumel
Ngrogoh saben ati
Satus repis rongatus repis
Kanggo nambahi dawane wektu clathumu

Cilikmu wis tumindhak diwasa


“Embuh.. ora ngerti, pak...!! clathumu saka ing arah jero
Disuk dening gumrenggenge penumpang kapal

Aku kelangan lacak


Amung uwuh ngawe-awe
Nyeggol mburitan
Mingka dolanan ombak”

(Ing Kapal, DL, 25/21/11/2015)

Terjemahan:
„Dengan senyum palsu
Kau berikan suara fals
Mengiringi nyanyian kulonan
Menambah asam air laut

Memberi salam
Tidak pakaianmu yang kumal
Mengambil setiap hati
Seratus rupiah, dua ratus rupiah
Untuk menambah waktu bicaramu

Kecilmu sudah bertindak dewasa


“Tidak ….tau, pak..!! suaramu dari dalam
Berdesakan dengan suara penumpang kapal
Aku kehilangan arah
Hanya sampah yang melambai-lambai
Menyenggol belakang
Dengan bermain ombak‟

Makna geguritan di atas adalah seorang pengamen yang

berpura-pura bersikap ramah kepada orang lain untuk menambah

tali persaudaraan agar lebih erat, yang ditunjukkan pada kutipan

“kanthi esem rangu”, „ia menghibur penumpang kapal dengan

suara falsnya yang khas‟, ditunjukkan pada kutipan “kowenehake


245

swara fals”, „suara pengamen tadi mengiringi perjalanan para

penumpang‟, ditunjukkan pada kutipan “ngiringi lagu kulonan”,

„alunan suaranya menambah asamnya air laut‟, ditunjukkan pada

kutipan “sing nambahi asin banyu segara”, „setiap hari

kegiatannya hanya mengamen di kapal. Ia mengawali kegiataanya

dengan ucapan salam kepada seluruh kapal penumpang‟,

ditunjukkan pada kutipan “uluk salam”, „dengan berpakaian

compang-camping‟, ditunjukkan pada kutipan “tan klambimu sing

kumel”, „agar mendapatkan simpati‟, ditunjukkan pada kutipan

“ngrogoh saben ati”, „demi mendapatkan pundi-pundi rupiah‟,

ditunjukkan pada kutipan “satus repis rongatus repis”, „suaranya

yang khas untuk menyambung hidup‟, ditunjukkan pada kutipan

“kanggo nambahi dawane wektu clathumu”, „seorang

penumpamg bertanya kepada pengamen bahwa masa kecilmu

sudah berfikir dewasa „, ditunjukkan pada kutipan “cilikmu wis

tumindhak diwasa”, „suara bapak-bapak yang berasal dari dalam‟,

ditunjukkan pada kutipan “embuh.. ora ngerti, pak...!! clathumu

saka ing arah jero”, „saat itu juga berdesakan dengan penumpang

kapal‟, ditunjukkan pada kutipan “disuk dening gumrenggenge

penumpang kapal”, „sehingga ia kehilangan jejak untuk keluar dari

kapal tersebut‟, ditunjukkan pada kutipan “aku kelangan lacak”,

„yang terlihat hanya sampah‟, ditunjukkan pada kutipan “amung

uwuh ngawe-awe”, „yang menyentuh bagian belakang kapal‟,


246

ditunjukkan pada kutipan “nyeggol mburitan”, „yang bermain

dengan alunan ombak‟, ditunjukkan pada kutipan “mingka dolanan

ombak”.

40) “Padha dene luru saben wektu


Nganggo cara-cara apa wae
Kasar alus halal haram
Mung dadi lamise lambe
Adoh saka kasunyatan laku
Nadyan wus ana paugeran
Kang padha disarujuki bebarengan
Pungkasane ora dipaelu
Selinthutan dhisik-dhisikan nyingkiri paugeran
Kang den tuju
Mung piye bisane
Merga yen wus karengkuh
Kaya-kaya apa wae bisa uga karengkuh
Saka bandha raja brana
Tekane ngumbar nafsu-nafsu aluamah
Amarah sarta supiyah
Ninggalke nafsu mutmainah uga amanah
Sing wingi jare saguh dicekel puguh
Jebul kalepyan dening gebyare
Dhuwit yutan, milyaran tekane triliyunan
Sing kaya-kaya kari nyaruk
Kanggo mulyane anak putu pitung turunan
Senadyan pungkasan bisa musna sagebyaran
Yen wis konangan lan kabukten ana mejane pesakitan
Nggawa wirang nganggo klambi pakunjaran
Amarga padha klreu nggone cekel panguwasa
Lali marang kawula lan Kang Kuwasa”

(Panguwasa, DL, 26/28/11/2016)

Terjemahan:
„Sama halnya mencari setiap waktu
Menggunakan segala cara
Kasar, halus, halal dan haram
Hanya menjadi kebohongan
Jauh dari perilaku sehari-hari
Walaupun sudah ada peraturan
Melanggar peraturan secara bersama
Akhirnya tidak ditaati
Secara diam-diam menyingkirkan peraturan
247

Yang dituju
Bagaimana supaya dapat memperoleh
Ketika sudah memperoleh
Sepertinya semua dapat diperoleh
Dari harta yang berharga
Mengumbar hawa nafsu kerakusan
Kemarahan dan meninggalkan kebaikan
Meninggalkan nafsu ketentraman juga kepercayaan
Yang kemarin ditangkap tetapi menyelak
Hanya sepintas saja
Uang jutaan, miliaran hingga triliunan
Yang sepertinya tinggal mengambil
Untuk kemakmuran anak tujuh turunan
Pada akhirnya akan habis
Jika sudah ketahuan dan terbukti di meja hijau
Membawa kemurkaan memakai baju penjara
Karena kekeliruan dalam mengambil kekuasaan
Lupa dengan saudaranya dan Tuhan‟

Makna geguritan di atas adalah seorang pejabat tinggi

yang mencari harta setiap saat sampai tak mengenal waktu, yang

ditunjukkan pada kutipan “padha dene luru saben wektu”,

„mencari harta dengan mengahalalkan semua cara‟, “nganggo

cara-cara apa wae”, „mulai dengan cara halus, halal, dan haram‟,

ditunjukkan pada kutipan “kasar alus halal haram”, „semua itu

hanyalah kebohongan untuk mendapatkan keinginan agar tercapai‟,

ditunjukkan pada kutipan “mung dadi lamise lambe”, „jauh

berbeda dengan tindak yang selama ini dilakukannya‟, ditunjukkan

pada kutipan “adoh saka kasunyatan laku”, „walaupun dalam suatu

pekerjaan sudah ada peraturan yang harus dipatuhi seluruh pejabat

tinggi‟, ditunjukkan pada kutipan “nadyan wus ana paugeran”,

„akan tetapi mereka tidak menghiraukan peraturan tersebut‟,

ditunjukkan pada kutipan “kang padha disarujuki bebarengan”,


248

„sehingga peraturan telah dibuat dilanggar secara bersama‟,

ditunjukkan pada kutipan “pungkasane ora dipaelu”, „secara

sembunyi-sembunyi melanggar semua peraturan‟, ditunjukkan

pada kutipan “selinthutan dhisik-dhisikan nyingkiri paugeran”,

„yang dituju‟, ditunjukkan pada kutipan “kang den tuju”, „mereka

melakukan segala tindakan agar kekuasaan yang mereka cari‟,

ditunjukkan pada kutipan “mung piye bisane”, „ jika kekuasaan

tersebut dapat diperoleh‟, ditunjukkan pada kutipan “merga yen

wus karengkuh”, „mereka dapat mengambil semua yang

diinginkan melalui harta‟, ditunjukkan pada kutipan “kaya-kaya

apa wae bisa uga karengkuh”, „karena bagi mereka harta adalah

segala-galanya‟, ditunjukkan pada kutipan “saka bandha raja

brana”, „mereka juga mengahambur-hamburkan harta‟,

ditunjukkan pada kutipan “tekane ngumbar nafsu-nafsu aluamah”,

„senang mengumbar amarah kepada siapa saja dan tidak pernah

melakukan tindakan yang baik‟, ditunjukkan pada kutipan “amarah

sarta supiyah”, „mereka lupa bahwa ketentraman merupakan bekal

dalam menjalani kehidupan, serta kepercayaan yang diberikan

kepada mereka telah dilalaikan‟, ditunjukkan pada kutipan

“ninggalke nafsu mutmainah uga amanah”, „ternyata semua itu

hanya sementara, setelah mereka tertangkap basah namun masih

bisa mengelak‟, ditunjukkan pada kutipan “sing wingi jare saguh

dicekel puguh”, „semua yang sudah mereka peroleh hilang


249

seketika‟, ditunjukkan pada kutipan “jebul kalepyan dening

gebyare”, „uang jutaan, miliaran hingga triliunan jumlahnya‟,

ditunjukkan pada kutipan “dhuwit yutan, milyaran tekane

triliyunan”, „yang cara mendapatkannya hanya seperti menggesek

uang‟, ditunjukkan pada kutipan “sing kaya-kaya kari nyaruk”,

„uang sebanyak itu untuk kesejahteraan anak cucunya kelak‟,

ditunjukkan pada kutipan “kanggo mulyane anak putu pitung

turunan”, „akan tetapi harta tidak selamanya menjadi miliknya‟,

ditunjukkan pada kutipan “senadyan pungkasan bisa musna

sagebyaran‟, „setelah terbukti menjadi tersangka penggelapan

uang, maka mereka di usut ke meja hijau dimintai

pertanggungjawaban‟, ditunjukkan pada kutipan “yen wis

konangan lan kabukten ana mejane pesakitan”, „membawa

kesalahan yang telah diperbuat dengan berpakaian penjara‟,

ditunjukkan pada kutipan “nggawa wirang nganggo klambi

pakunjaran”, „hal itu disebabkan karena kesalahan dalam

mengambil kekuasaan yang bukan menjadi haknya‟, ditunjukkan

pada kutipan “amarga padha klreu nggone cekel panguwasa”,

„karena uang serta kekuasaana menjadikannya lupa dengan saudara

dan Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “lali marang kawula lan

Kang Kuwasa”.

41) Wong urip ing donya


Mung siji panggayuhe yen ketimbalan Gusti
Ngudi urip ing langit tundha pitu
Papan suci Sang Hyang Widhi
250

Yen sliramu kepingin langit anyar


Tumujua ing papan kang padhang
Singkirna pepetenging urip
Enggal-enggal nganggo klambi anyar
Yen sliramu kepingin langit anyar
Udharen, buwangen urip lawas
Kebak dosa dur angkara murka
Seneng nindhes kang apes
Dedalane nggayuh langit anyar
Asing tuladha mring pepadha
Seneng andum katresnan
Setya tuhu ndherek Gusti”

(Langit Anyar, DL, 33/16/1/2016)

Terjemahan:
„Orang hidup di dunia
Hanya satu keinginannya jika dipanggil Tuhan
Hidup di langit lapis ke tujuh
Tempat suci Tuhan Yang Maha Esa
Jika kamu menginginkan langit yang baru
Berjalanlah menuju jalan yang terang
Singkirkan gelapnya kehidupan
Cepat-cepat memakai baju baru
Jika kamu menginginkan kehidupan baru
Bongkar, buanglah kehidupan lamamu
Penuh dosa dan kemungkaran
Suka menindas orang yang kekurangan
Jalan menuju langit yang baru
Memberikan contoh kepada sesama
Suka memberikan kasih sayang
Setia dan patuh kepada Tuhan‟

Makna geguritan di atas adalah seseorang yang hidup di

dunia, yang ditunjukkan pada kutipan “wong urip ing donya”, „jika

suatu saat mereka harus menghadap kepada Tuhan yang diinginkan

hanya satu yaitu‟, ditunjukkan pada kutipan “mung siji panggayuhe

yen ketimbalan Gusti”, „mengharap agar diberikan tempat yang paling

indah‟, ditunjukkan pada kutipan “ngudi urip ing langit tundha pitu”,

„merupakan surganya Tuhan ‟, ditunjukkan pada kutipan “papan suci


251

Sang Hyang Widhi”, „jika semua orang menginginkan tempat yang

indah‟, ditunjukkan pada kutipan “yen sliramu kepingin langit anyar”,

„jalani kehidupan yang di ridhoi Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan

“tumujua ing papan kang padhang”, „tinggalkan semua keburukan

yang menjadikan penghalang dalam hidupmu‟, ditunjukkan pada

kutipan “singkirna pepetenging urip”, „lebih baik berjalannlah ke

jalan yang benar‟, ditunjukkan pada kutipan “enggal-enggal nganggo

klambi anyar”, „apabila kamu menginginkan kehidupan yang

diberkahi Tuhan‟, ditunjukkan pada kutipan “yen sliramu kepingin

langit anyar”, „mulai dari sekarang, hapuslah kehidupanmu yang

buruk penuh dosa‟, ditunjukkan pada kutipan “udharen, buwangen

urip lawas”, „ penuh dosa dan kejahatan yang pernah dilakukan

semasa hidup‟, ditunjukkan pada kutipan “kebak dosa dur angkara

murka”, „selama hidup hanya suka menindas orang miskin‟,

ditunjukkan pada kutipan “seneng nindhes kang apes”, „perjalanan

hidup untuk menggapai ketentraman‟, ditunjukkan pada kutipan

“dedalane nggayuh langit anyar”, „dimulai dari memberikan contoh

yang baik dengan saling mengingatkan kepada sesama untuk

beribadah di jalan yang benar‟, ditunjukkan pada kutipan “asing

tuladha mring pepadha”, „saling mengasihi satu sama lain tanpa

membedakan status sosial‟, ditunjukkan pada kutipan “seneng andum

katresnan”, „kemudian patuh menjalankan kewajiban dan menjauhi

laranganNya‟, ditunjukkan pada kutipan “setya tuhu ndherek Gusti”.


252

42) Ing plataran wayah sore


Ana sawetara bocah padha dolanan
Salah sijine pitakon
“Sapa sing galak neng donya iki”
“Macan, “wangsulane kancane
“Singa, baya, iwak hiu, “liyane saur manuk
Melu wangsulan
Dumadakan, ana bocah ora pakra

Nyedak karo omong


“Ana sing luwih galak
Tak kandhani ya, sandyan galak
Kewan yen wis wareg anteng meneng”

“Beda karo manungsa


Sanadyan wis wareg, kanca lan sedulur tegel
diuntal

Wis turah bandha, isih wae srakah”


Rampung omong bocah mau lap, ilang

Lamat-lamat aku kelingan


Bocah mau dadi sengsara
Amarga bandha tinggalane wong tuwane
Dikakahi sedulur sing pancen srakah”

(Pacelathon Wayah Sore, 33/16/1/2016)

Terjemahan:
„Di halaman ketika sore hari
Ada beberapa anak tengah bermain
Salah satu di antaranya bertanya
“Siapakah yang galak di dunia ini”
“Macan”, jawab temannya
“Singa, buaya, ikan hiu”, yang lain saling menyahut
Ikut menjawab

Tiba-tiba ada anak yang kurang sempurna


Mendekat sambil berbicara
“Ada yang lebih galak
Saya beri tahu, meskipun galak
Hewan tersebut jika sudah kenyang akan diam”
“Berbeda dengan manusia
Meskipun sudah kenyang, teman dan saudara tega
dimakan
Sudah berlimpah harta, masih saja serakah”
253

Selesainya bicara kemudian anak itu menghilang

Samar-samar saya teringat


Anak tersebut menjadi sengsara
Karena harta warisan orang tuanya
Dikuasai saudaranya yang serakah‟

Makna geguritan di atas adalah di halaman rumah ketika sore

hari, yang ditunjukkan pada kutipan “ing plataran wayah sore‟,

„banyak anak-anak tengah bermain bersama‟, ditunjukkan pada

kutipan “ana sawetara bocah padha dolanan”, „diantara sekian

banyak anak, salah satunya bertanya kepada temannya‟,

ditunjukkan pada kutipan “salah sijine pitakon”,„siapa yang paling

galak di dunia ini‟, ditunjukkan pada kutipan “sapa sing galak

neng donya iki”, „kemudian temannya menjawab macan yang

galak‟, ditunjukkan pada kutipan “macan, “wangsulane kancane”,

„ada yang menjawab singa, buaya, ikan hiu, selebihnya ada yang

menjawab burung‟, ditunjukkan pada kutipan “singa, baya, iwak

hiu, “liyane saur manuk”, „ikut menjawab‟, ditunjukkan pada

kutipan “melu wangsulan”, „selang beberapa saat ternyata ada anak

yang kurang sempurna‟, ditunjukkan pada kutipan “dumadakan,

ana bocah ora pakra”, „ia berkata‟, ditunjukkan pada kutipan

“nyedak karo omong”, „bahwa di dunia ini ada yang lebih galak

sifatnya melebihi hewan‟, ditunjukkan pada kutipan “ana sing

luwih galak”, „hewan akan galak apabila diganggu oleh manusia

atau kelaparan‟, ditunjukkan pada kutipan “tak kandhani ya,

sandyan galak”, „hewan akan jinak apabila ia sudah mendapatkan


254

mangsanya‟, ditunjukkan pada kutipan “kewan yen wis wareg

anteng meneng”, „berbeda jauh dengan manusia‟, ditunjukkan pada

kutipan “beda karo manungsa”, „walaupun ia sudah merasa kenyang,

namun jika sedang marah semua orang yang berada disekitarnya akan

terkena pelampiasannya‟, ditunjukkan pada kutipan “sanadyan wis

wareg, kanca lan sedulur tegel diuntal”, „apalagi soal harta walaupu

dia sudah punya namun jika melihat harta orang lain ia juga akan

mengambil alih yang bukan haknya‟, ditunjukkan pada kutipan “wis

turah bandha, isih wae srakah”, „setelah ia selesai berbicara dengan

panjang lebar, kemudian anak tadi pergi‟, ditunjukkan pada kutipan

“rampung omong bocah mau lap, ilang”, „salah satu di antara anak-

anak tadi mengingat sesuatu hal‟, ditunjukkan pada kutipan “lamat-

lamat aku kelingan”, „ada anak sebayanya yang sengsara‟,

ditunjukkan pada kutipan “bocah mau dadi sengsara”, „karena harta

yang diwariskan untuk anaknya‟, ditunjukkan pada kutipan “amarga

bandha tinggalane wong tuwane”, „di ambil oleh saudaranya yang

serakah tak mempunyai hati nurani‟, ditunjukkan pada kutipan

“dikakahi sedulur sing pancen srakah”.


BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dari pembahasan sebagaimana telah

diuraikan dalam pembahasan. Dapat disimpulkan bahwa analisis gaya bahasa

pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 – 2 April

2016 adalah sebagai berikut:

1. Jenis-jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang

terdapat pada geguritan dalam majalah Djaka Lodang 3 Oktober 2015 - 2

April 2016 adalah (a) gaya bahasa retoris meliputi: 12 indikator Asonansi,

3 indikator litotes, 2 indikator hiperbol, (b) gaya bahasa kiasan meliputi: 9

indikator simile, 11 indikator personifikasi, 5 indikator sinisme pada

geguritan dalam majalah Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April

2016 adalah gaya bahasa personifikasi.

2. Banyak makna yang dapat dipetik dari rubrik geguritan dalam majalah

Djaka Lodang edisi 3 Oktober 2015 - 2 April 2016 yang berhubungan

dengan masalah kehidupan sehari-hari seperti masalah percintaan,

ekonomi, dan nilai religius.

B. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, saran-saran yang dapat

diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut.

1. Bagi pembaca, sebaiknya jadilah pembaca yang cerdas khususnya saat

membaca sebuah karya sastra misalnya geguritan. Pembaca yang cerdas

255
256

yaitu pembaca yang dapat mengetahui makna yang tersirat dibalik kata-

kata yang diungkapkan oleh pengarang dan dapat mengambil hikmah dari

geguritan yang telah dibaca. Selain itu bagi pembaca yang ingin membuat

geguritan sebaiknya lebih banyak membaca geguritan dan membaca

kamus agar dalam membuat geguritan hasilnya indah.

2. Bagi peneliti, sebaiknya lebih banyak dalam mempelajari tentang sastra

agar dalam mengkaji geguritan khususnya gaya bahasa lebih mendalami,

dan timbul rasa cinta pada sastra khususnya geguritan.


DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, 2014. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru


Algesindo.

Ana, Iva Avri. 2012. Analisis Gaya Bahasa dalam Novel Teratak karya Evi
Idawati. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Sastra Pendekatan Praktik.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djamal M. 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Endraswara, Suwardi. 2008. Pengantar Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Sewon


Press.

___________. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS (Center


For Academic Publishing Service)

Fidiyani, Eka Nur. 2012 Analisis Pemajasan dalam kumpulan Geguritan Layang
Pangentasan karya Suryanto Sastroadmodjo. Universitas Negeri
Semarang.

Ginanjar, Nurhayati dkk. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta : Cakrawala


Media.

Handayani, Novita. 2012. Analisis Gaya Bahasa Perulangan dan Pemadatan Arti
pada Antologi Geguritan Garising Pepesthen karya R Bambang Nur
Singgih. Universitas Negeri Yogyakarta

Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra.


Surakarta: Yuma Pustaka.

___________. 2013. Pengajaran Sastra.Yogyakarta : Ombak

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.

Majalah Djaka Lodang No. 18 sampai dengan No. 44. Edisi 3 Oktober 2015
sampai dengan 2 April 2016.

Mardiwarsito, L. 1978. Kamus Jawa Kuna (Kawi) – Indonesia. Ende – Flores:


Nusa Indah.

257
258

Maysaroh, Rizky. 2010. Analisis Gaya bahasa dalam Cerbung Salindri Kenya
Kebak Wewadi karya Pakne Puri dalam majalah Panjebar Semangat.
Universitas Negeri Semarang.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja


Rosdakarya

___________. 2010. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2014. Stilistika. Yogyakarta : Gadjah Mada University


Pres.
___________. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Pres.

Nurhayati, 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Yogyakarta : Media Perkasa

Padmosoekotjo. 1960. Ngengrengan Kasusastran Djawa. Jogjakarta: Hien Hoo


Sing

Pradopo, Rachmat Djoko. 2014. Pengkajian puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Purwadi. 2007. Sejarah Sastra Jawa. Yogyakarta : Panji Pustaka.

___________. 2009. Pengkajian Sastra Jawa. Yogyakarta : Pura Pustaka.

Ratna, Nyoman Kutha. 2015. Estetika Sastra dan Budaya : Pustaka Pelajar

___________. 2015. Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Ricoeur, Paul. 2012. Teori Interpretasi. Jogjakarta : IRCisoD

Setyowati, Eny. 2013. Analisis Gaya Bahasa Kias dalam Ketoprak Siswobudoyo
Sri Hunning Mustika Tuban. Universitas Negeri Yogyakarta

Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas


Maret University Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Jakarta: Duta
Wacana University Press.

Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

___________. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.
259

Tarigan, Henry Guntur. 2015. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa.

___________. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung : Angkasa.


Teeuw A, 2015. Sastra dan Ilmu sastra. Bandung : PT Dunia Pustaka Jaya.

Waluyo, Herman. 2008. Pengkajian dan Apresiasi Puisi. Salatiga :Widya Sari
Press.

Wellek & Warren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Widayat, Afendy. 2011. Teori Sastra Jawa. Yogyakarta: Kanwa Publisher.


LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4

Anda mungkin juga menyukai