FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 1dari 19 27 Februari 2017
BAHAN AJAR/DIKTAT
Oleh:
Dr. M. Ibnan Syarif., S. Pd., M. Sn
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 2dari 19 27 Februari 2017
PENDAHULUAN
Pengertian Nusantara.
Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah
kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua, yang sekarang
sebagian besar merupakan wilayah negara Indonesia.
Kata Nusantara (abad ke-12 hingga ke-16) digunakan untuk menggambarkan
konsep kenegaraan yang dianut Majapahit.
Pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara]
sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut Hindia Belanda.
Kata Nusantara dipakai sebagai sinonim untuk nama "Indonesia" (berarti Kepulauan
Hindia)
Nusantara merupakan padanan bagi Kepulauan Melayu (Malay Archipelago), suatu
istilah yang populer pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20.
Karya Seni Rupa Nusantara, sebagai karya seni murni & karya seni terapan.
Bagan 2: Bagan perkembangan “konsep berkarya” dalam sejarah SRD di Indonesia (khususnya
Jawa)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 3dari 19 27 Februari 2017
Setelah hidup di kawasan Nusantara dan ditempa oleh lingkungan yang unik,
Bangsa2 tsb berubah menjadi “manusia kepulauan” yang berbeda dengan “manusia
benua” serta menyebut negeri mereka di kawasan Nusantara itu dengan tanah-air.
Pada sekitar 60.000 BC menjadi manusia berjiwa bahari, yang mengembara
mengarungi samudra hingga Madagaskar, ke pulau Paskah, atau Hawai.
Manusia Ngandong (80 sampai dengan 100 ribu tahun SM) di daerah aliran Bengawan
Solo dekat Ngawi, mengembara ke Australia yang menjadi cikal bakal bangsa Aborigin.
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 4dari 19 27 Februari 2017
Jejak kebudayaan nusantara tampak jelas menyebar ke seluruh kawasan di Samudera hindia
dan pasifik:
(1) rumpun bahasa Austronesia terasa kuat sebagai pengaruh bahasa Nusantara daripada
bahasa mandarin,
(2) perahu bercadik yang khas nusantara telah ditemui menyebar di kawasan
pengembaraan penduduk nusantara, yakni di Australia, Madagaskar, Hawai, Paskah,
dan Selandia Baru, dan
(3) pengaruh budaya perahu yang diabadikan di gua-gua dan cadas prasejarah di berbagai
kawasan, serta pada atap bangunan arsitektur Nusantara.
Konsep dunia atas dan dunia bawah ini merupakan cikal-bakal Estetika Nusantara (bagian
dari Estetika Timur), yang digunakan sebagai kosmologi penciptaan karya.
Berdasarkan kosmologi ini maka simpulan mengenai konsep Estetika Nusantara adalah
adanya ciri-ciri sebagai berikut:
a) Dualisme yang Dwitunggal.
Sejalan dengan pendapat Tabrani (1995: 16) bahwa antara makrokosmos dan mikrokosmos
diharapkan ada hubungan erat (kesatuan) sehingga kehidupan bisa berjalan/berlangsung,
yang disebut:
dualisme monistis (H. Schoerer),
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 5dari 19 27 Februari 2017
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 6dari 19 27 Februari 2017
Karena itu secara budaya orang harus berusaha menjaga keteraturan, keseimbangan,
keselamatan, kelestarian, ketenteraman dunia atau alam semesta ini.
Dalam perspektif budaya, nilai-nilai estetika yang terlihat dalam kesenian Jawa ialah
(1) keteraturan,
(2) fungsional dengan kepatutan penempatannya, dan
(3) harmoni.
Ketiga nilai tersebut sesuai dengan pandangan mistis-kosmis-religius.
Lain lagi Soemardjo (2000:337) yang memandang estetika dalam kesenian Jawa
berpedoman pada empat hal yakni
(1) anggraita,
(2) rasa,
(3) wirama, dan
(4) gregret
Secara garis besar kesenian meliputi seni pertunjukan dan seni rupa. Seni rupa
Nusantara mencakupi bentuk-bentuk kesenian visual seperti seni lukis, seni pahat/ patung,
ilustrasi dan iluminasi, serta kriya, yang bersifat kedaerahan, etnis dan umumnya tradisional,
serta dibedakan dengan seni rupa modern yang tumbuh di kota besar.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 7dari 19 27 Februari 2017
Sejarah wayang
Wayang beber dikenal sejak zaman Hindu Majapahit.
pemberitaan Ma Huan dari Cina pada awal abad ke-15, wayang digemari
masyarakat Mojopahit.
Dalam legenda disebutkan pula Raden Sungging Prabangkara seorang putera
raja Majapahit merupakan seorang pelukis yang pandai mewarnai wayang beber,
bentuk lukisan wayang beber yang berwarna tidak diketahui.
Lukisan jenis wayang beber pada zaman Majapahit berbeda dengan wayang
beber yang berkembang sekarang.
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 8dari 19 27 Februari 2017
Sayid (1958:107)
menemukan petunjuk pada gulungan pertama di pojok kanan atas terdapat
gambar yang ditafsirkannya sebagai sengkalan memet bertahun 1694 Jawa
(1690 M), yang menandai pembuatan lukisan itu.
Perangkat wayang beber ini menceriterakan kisah Panji yang dikenal dengan
Jaka Kembang Kuning.
Seperangkat lainnya yang tidak selengkap wayang beber Jaka Kembang Kuning
ialah yang terdapat di Wonosari Gunungkidul Yogyakarta, milik keluarga Sapar
Kromosentono, yang disebut Kyai Remeng Mangunjaya. Hingga kini wayang
beber Kyai Remeng Mangunjaya masih dipentaskan.
Dalam memainkannya,
gulungan lukisan digelar melalui tangkai yang dipasang di tepi kiri dan kanan
lukisan dan kemudian digulung kembali setelah gambarnya diceriterakan oleh
dalang.
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 9dari 19 27 Februari 2017
Penggambaran tokoh
Hampir semua tokoh dilukiskan tampak samping meskipun kedua mata tetap
lengkap digambarkan.
Kontur dahi yang berlanjut ke pipi digambarkan menyudut mengikuti hidung yang
digambarkan runcing, sementara mulut dengan bibir atas digambarkan tampak
depan dan bibir bawahnya tampak samping.
Dengan penggambaran begitu lukisan menjadi aneka tampak (multiview) dan
tampil khas. Kepala tokoh-tokohnya digambarkan tanpa mahkota, rias rambut
kebanyakan berbentuk tekes, yang menjadikannya ciri tokoh wayang Panji atau
Gedog.
Beberapa di antaranya tokohnya memakai baju, berkain semacam bokongan
rampekan yang jelas bentuknya ketika tokoh dalam sikap berdiri. Dalam sikap
duduk atau bersila, tungkai digambarkan dengan posisi tertentu, demikian pula
untuk tangan yang menggambarkan aneka keadaan misalnya sedang berbicara,
menyimak, atau menghormat.
Komposisi lukisan secara keseluruhan tampak dinamis dengan didukung oleh
garis-garis
lengan dan kaki yang menyudut, leher panjang yang menganjur ke depan dan
garis hidung yang runcing. Dikuatkan lagi dengan latar pohon atau bentuk
lainnya dan motif wadhasan yang berpola segitiga.
Bidang lukisan wayang beber Jaka Kembang Kuning tampak penuh padat
dengan berbagai ornamen, tetapi sosok tokoh-tokohnya tetap terjaga
kekontrasannya dengan perbedaan tekstur dan warna yang mencolok terhadap
latarnya.
Sementara lukisan wayang beber Kyai Remeng Mangunjaya sosok tokoh-
tokohnya terlihat mendominasi karena latarnya menyisakan ruang-ruang yang
kosong.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 10dari 19 27 Februari 2017
Lukis Damarkurung
Lukis damarkurung:
Tradisi melukis di atas kertas minyak atau kertas roti menggunakan pewarna
makanan.
Berkembang dari tradisi kerakyatan, kebalikan dari wayang beber yang
merupakan tradii keraton.
Awalnya berfungsi sebagai lampion yang berkembang di Gresik, Jawa Timur.
Diperkirakan sudah ada sejak masa Mojopahit, atau masa Sunan Prapen (abda
ke 16 atau 17).
Tema: kegiatan di bulan Ramadhan, nelayan menangkap ikan, menjaring
burung, pasar malam, dsb.
Corak lukisan:
Naif, kekanak-kanakan dengan warna cerah
Penuh keceriaan, penuh warna dan bentuk figur dalam kontur hitam.
Hampir tidak ada ruang kosong, angi dan suara juga digambarkan dalam
ssimbol2 visual.
Terdiri dari beberapa lapis dan bertumpuk (sekuen atas dan bawah), cerita
bermula dari bagian bawah.
Figur digambarkan utuh dan berkesan miring, seperti penggambaran wayang,
dalam sussunan bertingkat dan berjajar yang saling berhadapan atau berjajar
beriringan.
Hidung digambarkan runcing seperti wayang beber
Lukis Kamasan
Lukis Kamasan:
Dibuat untuk kepentingan ritual atau kepentingan lainnya.
Berawal dari masa kerajaan Gelgel (abad ke-17).
Merupakan kelanjutan dari tradisi wong-wongan.
Mengandung makna filosofis yang bersumber dari kisah Ramayana dan
Mahabarata.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 11dari 19 27 Februari 2017
Tema lukissan:
Mahabarata dan Ramayana
Panji
Contoh:
Lukisan pada langit-langit di Taman Gili dan Kerthagosa Semarapura,
Klungkung, yang menceriterakan Bima Suwarga.
Gaya lukisan:
Menggunakan warnah merah, kuning atau oker, dan hitam atau biru di atas kain
putih.
Figur digambarkan utuh dalam possisi muka tiga perempat, tampak saling
berhadapan.
Ruang koong selalu diisi dengan motif atau aon-aon.
Tokoh suci diberi praba.
Lukis Kaca:
Lukis kaca:
Dibuat pada balik (bagian bawah kaca, dengan proses terbalik bagian akhir
justru didahulukan
Pertama kali ditemukan abad ke 14 oleh orang Italia, dan di Indonesia setelah
abad ke -17.
Tema lukisan
Tema wayang: Mahabarata dan Ramayana
Ceritera rakyat
Ceritera Islam
Corak lukisan
Mirip corak wayang
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 12dari 19 27 Februari 2017
Keempat warna (merah, kuning, hitam, dan putih) merupakan warna primer
Catur warna dapat disejajarkan dengan tiga warna primer dalam konsepsi Barat.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 13dari 19 27 Februari 2017
Perbedaannya:
Di Jawa dan Bali: hitam dan putih sebagai unsur warna
Di Barat, hitam dan putih tidak termasuk unsur warna, namun terkait dengan
gelap dan terang.
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 14dari 19 27 Februari 2017
BAHASA RUPA
DAN SISTEM RUANG WAKTU DATAR
Bahasa
Bahasa rupa lahir sejak prasejarah,
Bahasa kata di masa prasejarah baru ada bahasa kata lisan yang masih sangat
sederhana.
Bahasa kata Tulisan baru diciptakan manusia di masa tradisi, namun bahasa
belum membudaya, komunikasi masih belum banyak dengan gambar,
Gambar dimulai dengan gambar gua prasejarah, yang kemudian pindah ke
dinding dan bidang perabot dimasa Primitif, lalu ke dinding candi dimasa Tradisi.
Kesemuanya menunjukkan bahwa bahasa rupa lebih membudaya daripada
bahasa kata, pada candi Borobudur dan Prambanan misalnya, seluruhnya
gambar-relief tanpa teks
Gambar:
Mengandung banyak informasi atau pesan bermakna.
Merupakan alat komunikasi seperti halnya bahasa.
Corak gambar:
Abstrak
Representatif (deskriptif/naratif, ekspresif, stilisasi, estetis, dan simbolis)
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 15dari 19 27 Februari 2017
1. Estetis-simbolis-bahasa rupa
2. Estetis-ekspresif-deskriptif
3. Simbolis-ekspresif-stilisasi
4. Deskriptif-stilisasi-bahasa rupa
Sistem NPM:
Mendapat pembenaran dari ilmu matematika (perspektif) dan ilmu fisika
(fotografi)
Gambar merupakan deskripsi alam yang bersifat naturalistik
Gambar merupakan gambaran adegan, yang diambil dari satu arah, satu jarak
dan waktu tertentu, dan berada dalam satu bingkai, menjadi gambar mati (still
picture).
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 16dari 19 27 Februari 2017
Ilusi ruang sangat kuat melalui gelap terang (chiaro’scuro), dan gambar menjadi
kehilangan matra waktu.
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 17dari 19 27 Februari 2017
Wimba:
Isi wimba: objek yang digambar (orang, binatang, dsb)
Cara wimba: cara objek-objek tersebut digambar
Seperti tata bahasa, komponen tata ungkapan dalam bahasa rupa, agar sebuah
gambar dapat bercerita adalah:
Cara menyusun wimba
Cara wimba
Gambar dalam sistem RWD memiliki lapisan latar untuk menyatakan waktu dan ruang
yang berbeda:
Gambar akan tapak memiliki ilusi ruang yang terkesan datar.
Untuk menyatakan sesuatu yang mengelilingi atau berada di sekeliling ,
digunakan cara ruang angkasa, dengan penggambaran objek yang terbalik atau
miring.
Cara kembar digunakan untuk menyatakan objek bergerak pada aneka waktu
dan tempat yang berbeda.
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 18dari 19 27 Februari 2017
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 19dari 19 27 Februari 2017
20. Subandono, Djoko.1985. Seni Asmat di TMII. Jakarta: Aksara Baru dan TMII
21. Suhardini, 1983.Seni Ukir Orang Asmat. Jakarta: Depdikbud, Museum Nasional
22. Sumardjo, Jakob. 2002. Arkeologi Budaya Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Qalam
23. Sumardjo, dkk., Jakob. 2010. Estetika Nusantara (Prosiding Seminar Nasional, ISI
(Institut Seni Indonesia) Surakarta). Surakarta: ISI Press.
24. Sunaryo, Aryo. 1994. “Warna Wayang: Dari Aspek Mistik, Simbolis, hingga Estetik”.
Media FPBS IKIP Semarang No 1Th XVII April 1994
25. Sunaryo, Aryo. 1999. Seni Lukis Nusantara, Yang Manakah Itu? Lingua Artistika, Jurnal
Bahasa dan Seni No1 TH XXVII Januari 1999
26. Sunaryo, Aryo. 2007. “Perupaan Wayang: Dari Relief Prambanan hingga Lukisan Heri
Dono”. Imajinasi Jurnal Seni FBS Unnes, Volume 7/ Juli/ 2007
27. Sunaryo, Aryo. 2009. Ornamen Nusantara: Kajian Khusus tentang Ornamen
Indonesia. Semarang: Penerbit Ombak.
28. Sunaryo, Aryo. 2013. Rerupa sengkalan: Kajian Estetis dan Simbolis Sengkalan Memet Keraton
Yogyakarta.
Semarang: Penerbit Ombak.
29. Supriyanto, Henri dan M. Soleh Adi Pramono. 1997. Drama Tari Wayang Topeng
Malang. Malang: Padepokan Seni Mangun Dharma, Tumpang.
31. Tabrani, Primadi. 1982. Meninjau Tata Ungkapan dari Wayang Beber, Sebuah Media
Ruparungu Tradisional yang Telah Langka, dari Telaah Tata Ungkapan Bahasa Rupa
Media Ruparungu Modern (laporan penelitian). Bandung: Institut Teknologi Bandung.
32. Tabrani, Primadi. 1991. Meninjau Bahasa Rupa wayang Beber Jaka Kembang Kuning dari
telaah Cara Wimba dan Tata Ungkapan Bahasa Media Ruparungu Dwimatra Statis
Modern, dalam Hubungannya dengan gambar Prasejarah, Primitif, Anak dan Relief Cerita
Lalitavistara Borobudur (Disertasi). Bandung: Fakultas Pasca Sarjana Institut Teknologi
Bandung.
33. Tabrani, Primadi. 1999. Belajar dari Sejarah dan Lingkungan. Bandung: Penerbit ITB
34. Tabrani, Primadi. 2005. Bahasa Rupa. Bandung: Penerbit Kelir
35. Tim Penulis. 1987. Estetika dalam Arkeologi Indonesia (Diskusi Ilmiah Arkeologi II).
Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.
36. Tim Penulis. 2012. The First International Festival of Classical Balinese Paintings. Bali:
Museum Seni Lukis Klasik Bali Nyoman Gunarsa.
37. Triyanto. 2008. Estetika Nusantara: Sebuah Perspektif Budaya. Imajinasi Jurnal Seni
FBS Unnes, Volume II-8 Januari 2008
38. Tusan dan Wiyoso Yudoseputro. 1992. Topeng Nusantara, Tinjauan Kesejarahan
dan Kegunaan. Jakarta: Depdikbud.
39. Wardhani, Cut Kamaril & Ratna Pangabean. 2004. Tekstil. Jakarta: lembaga Pendidikan Seni Nusantara.
40. Widodo, Ki Marwoto Panenggak. 1990. Tuntunan Keterampilan Tatah Sungging
Wayang. Surabaya: PT. Citra Jaya Murti.
41. Yudoseputro, dkk. Wiyoso. 1993. Rupa Wayang dalam Seni Rupa Kontemporer
Indonesia. Jakarta: Senawangi dan IKJ.