Anda di halaman 1dari 30

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)


Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 1dari 30 27 Februari 2017

BAHAN AJAR/DIKTAT

MATA KULIAH UMUM BAHASA INDONESIA


18U00009
2 SKS

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


TAHUN 2020
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 2dari 30 27 Februari 2017

VERIFIKASI BAHAN AJAR

Pada hari ini Senin tanggal 25 bulan Agustus tahun 2020 Bahan Ajar Mata
Kuliah Umum Bahasa Indonesia telah diverifikasi oleh Ketua Pusat
Pengembangan Kurikulum, Inovasi Pembelajaran, MKU dan MKDK.

Semarang, 25 Agustus 2020


Ketua Pusat Pengembangan Kurikulum Tim Penulis
Inovasi Pembelajaran, MKU dan MKDK

Dr. Saiful Ridlo, M.Si. Tim Penulis


NIP 196604191991021002
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 3dari 30 27 Februari 2017

PRAKATA
Buku ini hadir sebagai bacaan wajib dalam MKU Bahasa Indonesia. Oleh karena
sifatnya umum dan disiapkan untuk digunakan oleh mahasiswa dari berbagai jurusan
maka materi yang disampaikan dalam buku ini bersifat umu dan dasar. Pengembangan
selanjutnya akan disesuaikan dengan karakteristik Program Studi atau jurusan masing-
masing yang dilakuakn oleh dosen pengampu. Namun begitu, karena dalam dunia karya
ilmiah ada kaidah yang bersifat umum dan kaidah yang bersifat khusus, buku ini paling
tidak menyajikan kaidah umum yang keberlakuannya [un sama di tiap-tiap jurusan atau
program studi.
Sesuai dengan tujuan Unnes sebagai rumah ilmu yang sekaligus membelajarkan
nilai konservasi, tujuan utama perkuliahan Mata Kuliah Umum Bahasa Indonesia adalah
mahasiswa dapat mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia,
memahami kaidah penggunaan bahasa Indonesia, dan terampil menggunakan bahasa
Indonesia sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar, dan menyajikan
informasi melalui penulisan karya ilmiah.
Persoalan menulis adalah persoalan keterampilan. Sebuah keterampilan tidak
akan pernah terwujud jika tidak ada pelatihan. Oleh karena itu, yang paling penting bagi
mahasiswa dalam membentuk dirinya supaya memiliki keterampilan menulis adalah
yang baik adalah terus menerus berlatih menulis dengan cara yang benar. Jika kebiasaan
itu telah dimiliki, langkah selanjutnya adalah memoles agar tulisan tersebut komunikatif
dan benar atau sesuai dengan kaidah yang berlaku. Buku ini menghadirkan informasi
akan kaidah-kaidah yang berlaku tersebut sehingga nantinya dapat dimanfaatkan oleh
mahasiswa untuk mengukur sejauh mana kesesuaian karya ilmiahnya dengan ketentuan
yang tealh diberlakukan.
Kaidah atau ketentuan ini menjadi penting artinya karena salah satu ukuran
untuk menilai apakah tulisan itu dapat disebut karya ilmiah atau bukan berwujud atta
tulis. Secara lengkap, ukuran sebuah tulisan dapat dikatakan sebagai karya atau bukan
dapat dilihat dari subtansinya, tata tulisnya, dan sikap penulisnya. Karya ilmiah adalah
karya tulis yang substansinya bersifat ilmiah, tata tulisnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dan sikap ilmiah penulisnya mewarnai seluruh karya tersebut.
Saran dan kritik dari pembaca sangat kami nantikan, karena mesdkipun kami
telah berusaha secermat mungkin memilih informasi-informasi yang benar-benar
dibutuhkan dibutuhkan mahasiswa dalam buku ini, namun kami juga yakin bahwa ada
kekurangan juga dalam buku ini. Semoga buku ini membawa manfaat yang sebesar-
besarnya bagi para mahasiswa dan khalayak pembaca dalam mendidik mahasiswa yang
santun dalam lisan dan tulis.
Semarang, Agustus 2020
Penulis
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 4dari 30 27 Februari 2017
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 5dari 30 27 Februari 2017

DESKRIPSI MATAKULIAH
Mata kuliah ini berisi bahasan sejarah kelahiran dan
perkembangan Bahasa Indonesia untuk manamkan kebanggaan terhadap
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional, prinsip-prinsip
atau kaidah penggunaan bahasa Indonesia dalam penulisan karya ilmiah, serta
penggunaan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam penulisan karya
ilmiah. Untuk itu disajikan materi tentang sejarah bahasa Indonesia, dasar
yuridis, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, Kesantunan Berbahasa,
Kaidah penggunan Bahasa Indonesia, dan reproduksi karya ilmiah dalam catur
tunggal keterampilan berbahasa, penulisan karya ilmiah, penggunaan EBI,
dan penggunaan kaidah selingkung dalam penulisan karya ilmiah
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 6dari 30 27 Februari 2017

DAFTAR ISI

PRAKATA .......................................................................................................

BAB I SEJARAH DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA .


A. Pengantar ...........................................................................
B. Kelahiran Bahasa Indonesia .............................................
C. Perkembangan Bahasa Indonesia ....................................
1. Perkembangan Ejaan .................................................
2. Kongres Bahasa Indonesia ........................................

BAB II KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA ....


A. Pengantar ............................................................................
B. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional ....................
C. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara ......................
D. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Negara
..............................................................................................
1. Perbedaan dari segi Ujudnya ...................................
2. Perbedaan dari proses Terbentuknya .....................
3. Perbedaan dari segi Fungsinya ................................

BAB III RAGAM BAHASA ....................................................................


A. Pengantar ............................................................................
1. Ragam Undang-Undang ...........................................
2. Ragam Jurnalistik ......................................................
3. Ragam Ilmiah .............................................................
4. Ragam Sastra ..............................................................
B. Ciri Ragam Bahasa Ilmiah .................................................
1. Menggunakan diksi yang tepat ...............................
2. Menggunakan ejaan yang benar ..............................
3. Menggunakan kalimat efektif ..................................
4. Menggunakan paragraf yang padu dan
Koherensif ...................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 7dari 30 27 Februari 2017

BAB I
SEJARAH BAHASA INDONESIA
A. Pengantar
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Republik Indonesia (UUD 1945
pasal 36) dan bahasa persatuan bangsa Indonesia (Butir ketiga Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928). Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya,
bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu ragam bahasa Melayu (Kridalaksana
1991). Bahasa Indonesia yang dipakai saat ini didasarkan pada bahasa Melayu
Riau (Provinsi Kepulauan Riau sekarang) yang telah menjadi lingua franca sejak
abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat
penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan
berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa
Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Penggantian nama sebagai perwujudan semangat kebangsaan para pemuda
saat itu. Selain itu juga untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila
nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan adanya
perbedaan bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan
di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa Indonesia terus
berkembang dan terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan
maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Bahasa Indonesia dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia,
namun demikian bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan
penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748
bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu (Depdiknas 2008). Meskipun
demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan perguruan, di
media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai
forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia
digunakan oleh hampir semua warga Indonesia.
Mengapa digunakan istilah bahasa Indonesia? Hal ini mengandung nilai
patriotisme dan semangat kebangsaan. Penggunaan istilah Indonsia diawali
dengan terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago
and Eastern Asia (JIAEA: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur") pada tahun
1847 di Singapura. Journal ini dikelola oleh James Richardson Logan dari
Skotlandia. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi dari Inggris,
George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menulis artikel On the Leading
Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 8dari 30 27 Februari 2017

artikelnya itu, Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk
Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk Earl mengajukan dua pilihan
nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti
"pulau"). "... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masingmasing
akan menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, James Richardson Logan menulis artikel The
Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun
menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan
Hindia, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan
membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang
Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka
lahirlah istilah Indonesia.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin, Adolf Bastian (1826-
1905) menerbitkan buku Indonesien Oder die Inseln des Malayischen Archipel
(Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu) yang memuat hasil
penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai
1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah Indonesia di kalangan
sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah Indonesia itu
ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam
Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian
mengambil istilah Indonesia itu dari tulisan-tulisan Logan.
Orang Indonesia yang mula-mula menggunakan istilah Indonesia adalah Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913
ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau. Pada
dasawarsa 1920-an, nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam
etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan
Indonesia, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu
identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije
Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja,
sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama
Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena
melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk
mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesiër) akan berusaha dengan segala
tenaga dan kemampuannya."
Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924.
Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan National
Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah organisasi di tanah air yang mula-mula
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 9dari 30 27 Februari 2017

menggunakan nama Indonesia. Akhirnya nama Indonesia dinobatkan sebagai


nama tanah air, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi
Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah
Pemuda.

B. Kelahiran Bahasa Indonesia


Mengapa bahasa Indonesia diangkat dari bahasa Melayu?. Ada beberapa alasan
mengapa yang dipilih untuk diangkat menjadi bahasa Indonesia adalah bahasa
Melayu dan bukan bahasa daerah lain di Indonesia yang cukup banyak
pemakainya seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda? Ada sederet alasan yang
dapat dikemukakan. Dari beberapa referensi alasan-alasan tersebut antara lain
sebagai berikut.
(1) Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa
perhubungan, dan bahasa perdagangan. Seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing
menyatakan bahwa di Sriwijaya pada waktu itu ada bahasa yang bernama Koen-
louen (ada yang menyebut Kou-luen, K’ouen-louen, Kw’enlun, Kun’lun, K’un-lun)
yang berdampingan dengan bahasa Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen
adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di kepulauan Nusantara. Bahasa
yang dimaksud adalah bahasa Melayu.
(2) Bahasa Melayu sudah dikenal oleh banyak masyarakat. Dalam buku
“Praktis Bahasa Indonesia Edisi 2” yang dikeluarkan oleh usat bahasa dikatakan
bahwa pada waktu itu bahasa Melayu sudah menyebar ke pelosok Nusantara
bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara.
(3) Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam
bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa Jawa (ngoko,
kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus, seperti dalam bahasa Sunda
(kasar, lemes). Karena itu, bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat
sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang,
antarbangsa, dan antarkerajaan karena tidak mengenal tingkat tutur.
(4) Bahasa Melayu memiliki sifat terbuka untuk menerima pengaruh bahasa
lain. Dalam sejarahnya ketika bahasa Melayu semakin berkembang dan
bertambah kukuh keberadaannya, bahasa Melayu juga menyerap kosakata dari
berbagai bahasa, terutama bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan
bahasa-bahasa Eropa.
(5) Suku Jawa, suku Sunda, dan suku-suku yang lain dengan sukarela
menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
(6) Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 10dari 30 27 Februari 2017

Ada berbagai bukti bahwa bahasa Melayu pada waktu itu sudah digunakan
sebagai bahasa perhubungan. Berbagai batu bertulis (prasasti) kuno yang
ditemukan, seperti (1) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683, (2)
Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684, (3) Prasasti Kota Kapur di
Bangka Barat, tahun 686, dan (4) Prasasti Karang Brahi tahun 688 telah
menggunakan bahasa Melayu Kuno. Di Jawa Tengah juga terdapat prasasti
serupa, yaitu Prasasti Gandasuli, tahun 832. Bahkan di Jawa Barat, tepatnya di
Bogor juga dijumpai prasasti (Prasasti Bogor, tahun 1942) yang menggunakan
bahasa melayu Kuno.
Secara resmi bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa Indonesia tercatat dalam
teks Sumpah pemuda sebagai hasil Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928. Kebulatan tekad para pemuda Indonesia waktu itu berbunyi:

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah
Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia


mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Jika pada butir pertama dan kedua para pemuda memilih kata mengaku, untuk
butir ketiga mereka memilih kata menjunjung, yakni menjunjung bahasa
persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Pada saat berlangsungnya Sumpah Pemuda,
bahasa Melayu Riau, khususnya bahasa Melayu Ragam Pasar, sudah menjadi
lingua franca dan diakui sebagai bahasa pemersatu suku-suku bangsa di
Kepulauan Nusantara. Walaupun telah menjadi bahsa perhubungan antar suku,
bahasa Melayu tetap sebagai salah satu bahasa daerah. Oleh karena itulah, para
pemuda sepakat mengangkat bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia, sejajar
dengan nama bangsa dan tanah air, Indonesia.
Dalam perkembangnya, bahasa Indonesia yang secara istilah baru lahir memiliki
peran yang sangat strategis dalam upaya mencapai kemerdekaan. Bahasa
Indonesialah yang digunakan sebagai pembangkit semangat kebangsaan dan
rasa nasionalisme bersama. Bahasa Indonesia pula yang menjadi sarana
pencerdasan bangsa melalui lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang di
tanah air. Bahasa Indonesialah yang akhirnya menjadi sarana perjuangan
merebut kemerdekaan.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 11dari 30 27 Februari 2017

Selanjutnya, setelah Indonesia merdeka, bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai


bahasa negara seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Bab XV, Pasal 36 yang berbunyi bahasa
Negara adalah bahasa Indonesia. Keberadaan bahasa Indonesia merupakan
kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia karena merupakan bahasa asli
milik pribumi dan telah mengakar di seluruh wilayah Indonesia. Hal seperti ini
tidak dirasakan oleh bangsa-bangsa lain. Philipina memiliki bahasa resmi Negara
bahasa Tagalok tetapi bahasa Tagalok tidak berhasil menjadi bahasa nasional
dan pemersatu suku-suku bangsa di Philipina. Bahasa Inggrislah yang akhirnya
menjalankan fungsi sebagai bahasa persatuan. Malaysia menggunakan bahasa
Melayu sebagai bahasa resmi Negara tetapi untuk sebagian besar wilayah
negara tersebut tetap memanfaatkan bahasa Inggris sebagai bahasa
persatuannya dan bahasa pengantar. Sekali lagi, bangsa Indonesia patut
berbangga karena memiliki bahasa Indonesia yang digali dari leluhur bangsa
sendiri, bukan bahasa kaum penjajah.

C. Perkembangan Bahasa Indonesia


1. Perkembangan Ejaan
Berbagai peristiwa kemudian mengiringi bahasa Indonesia, baik dalam
kedudukannya sebagai bahasa persatuan maupun sebagai bahasa negara.
Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain:
(1) Lahirnya ejaan resmi bahasa Melayu yang disusun oleh Ch. A. van
Ophuijsen pada tahun 1901. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
Keberadaan ejaan Ch. A. van Ophuijsen menandai bahwa bahasa Melayu yang
merupakan cikal bakal bahasa Indonesia telah berperan sebagai bahasa ilmiah
pada awal abad ke-19. Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu pertama yang
ditulis dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi
Soetan Ma‟moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini
pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama
ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-
ciri dari ejaan ini adalah sebagai berikut. (1) Huruf ï untuk membedakan antara
huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan
diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti
dalam Soerabaïa, (2) Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang,
dsb. (3) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb. (3)
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
(2) Berdirinya Commissie woor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat)
tahun 1908 turut memberikan dasar pengembangan bahasa Melayu. Badan
tersebut bertugas antara lain menerbitkan buku-buku berbahasa Melayu. Tahun
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 12dari 30 27 Februari 2017

1917 badan tersebut berubah nama menjadi “Balai Pustaka” yang sampai saat
ini digunakan sebagai nama penerbit nasional miliki pemerintah. Buku-buku yang
diterbitkan antara lain novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Salah Asuhan
karya Abdul Muis telah menjadi sarana mencerdaskan bangsa Indonesia.
(3) Terselenggaranya Kongres Pemuda tahun 1928 yang antara lain
menghasilkan Sumpah Pemuda yang di dalamnya tercantum pengakuan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan.
(4) Terbitnya Majalah Poejangga Baroe tahun 1933 yang banyak
menghasilkan karya berbahasa Indonesia serta menanamkan semangat
kebangsaan. Hal ini terlihat pada roman Layar Terkembang karya Sutan Takdir
Alisjahbana.
(5) Ditandatanganinya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 yang di dalamnya
tercantum pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara
merupakan peristiwa sejarah diangkatnya sebuah bahasa sebagai salah satu
simbol kenegaraan.
(6) Lahirnya Ejaan Republik untuk menggantikan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan
ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 oleh Menteri Pendidikan dan
Pengajaran Republik Indonesia, Soewandi. Oleh karena itu, ejaan ini juga dikenal
dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini adalah sebagai berikut. (1) Huruf
oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb. (2) Bunyi hamzah dan
bunyi sentak ( „ ) ditulis dengan, misalnya pada kata-kata tak, pak, rakjat. (3)
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-
barat2-an. (4) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai
dengan kata yang mendampinginya, misalnya dibaca, dirumah.
(7) Lahirnya Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diresmikan oleh
Presiden republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1972 dan dikuatkan pula
dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
(8) Diresmikannya Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah pada tanggal 16
Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan
Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Masalah ejaan, semula disusun bersama
antara Malaysia dan Indonesia sejak tahun 1959. Ejaan yang disusun bersama
tersebut dikenal sebagai ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Karena
perkembangan politik, hubungan Indonesia dan Malaysia memburuk sehingga
selama tahun-tahun berikutnya peresmian ejaan Melindo diurungkan. Dengan
EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia
dibakukan, walaupun pembakuannya dilaksanakan sendiri-sendiri. Perubahan
ejaan Soewandi ke ejaan EYD adalah sebagai berikut. (1) tj (tjinta) menjadi c
(cinta, (2) dj (djika) menjadi j (jika), (3) ch (khusus) menjadi kh (khusus), (4) nj
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 13dari 30 27 Februari 2017

(njonja) menjadi ny (nyonya), (5) sj (sjarat) menjadi sy (syarat), (6) j (saja)


menjadi y (saya).

2. Kongres Bahasa Indonesia


Selain itu, juga diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia secara rutin setiap
lima tahun sekali, kecuali pada awal Indonesia merdeka. Secara berturut-turut
berikut waktu diselenggarakannya Kongres bahasa Indonesia.
(1) Kongres Bahasa Indonesia I
Diselenggarakan di Solo pada tanggal 25 – 28 Juni 1938 dengan kesepakatan
perlunya upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.
(2) Kongres Bahasa Indonesia II
Diselenggarkan di Medan pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 dengan
hasil perlunya diupayakan penyempurnaan bahasa Indonesia khususnya
bahasa Indonesia ragam tulis..
(3) Kongres Bahasa Indonesia III
Diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 dengan
keputusan dirumuskannya kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

(4) Kongres Bahasa Indonesia IV


Diselenggarakan di Jakarta pada 21 – 26 November 1983 dengan rekomendasi
perlunya semua masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar. Rekomendasi ini selanjutnya direspon oleh Presiden Suharto
dengan memberikan instruksi kepada semua jajaran gubernur untuk
menganjurkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Selain itu,
pemerintah juga menindaklanjuti dengan memasukkannya ketentuan
penggunaan bahasa Indoneaia yang baik dan benar pada GBHN.
(5) Kongres Bahasa Indonesia V
Diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 3 November 1988.
Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari
seluruh Nusantara dan peserta tamu dari Negara sahabat, seperti Malaysia,
Singapura, Brunei Darussalam, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ini
dtnadai dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa yang berupa (1) Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan
(2) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 14dari 30 27 Februari 2017

(6) Kongres Bahasa Indonesia VI


Diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober-2 November 1993. Dalam
kongres ini disepakati usulan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta
mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
(7) Kongres Bahasa Indonesia VII
Diselenggarakan di Jakarta tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres ini
mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan anggota tokoh
masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra
Indonesia yang bertugas memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
(8) Kongres Bahasa Indonesia VIII
Diselenggarakan di Jakarta tanggal 14-17 Oktober 2003 yang menekankan pada
perlunya pembelajaran bahasa Indoneia untuk orang asing (BIPA).
(9) Kongres Bahasa Indonesia IX
Diselenggarakan di Jakarta tanggal 28 Oktober - 1 November 2008. Pada
kongres ini direncanakan diluncurkannya kamus elektronik dan disahkannaya
Undang-Undang Bahasa. Namun pengesahan Undang-Undang Bahasa gagal
dilakukan karena belum selesai dibahas pada tingkat DPR. Setelah ditunda
selama satu tahun, akhirnya pada bulan November 2009 disahkanlah Undang-
Undang No.24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu Kebangsaan.
(10) Kongres Bahasa Indonesia X
Diselenggarakan di Jakarta tanggal 28-31 Oktober 2013. Pada kongres ini
menekankan pada penguatan bahasa Indonesia dalam percaturan internasional.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 15dari 30 27 Februari 2017

BAB II
KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA

A. Pengantar
Bahasa sebagai alat komunikasi, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah
fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial.
Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu
ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti
kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun
anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi
“label‟ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi
tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat
bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan “label‟ yang
diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan.
Pemakainya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan
memperlakukannya sesuai dengan “label‟ yang dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat
“memilah-milahkan‟ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang
digunakannya. Mereka tidak akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa
mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang satu dipakai, dan kapan
dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya dipakai. Dengan demikian
perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan
berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah
disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang
„masuk‟ ke dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan
diterima, sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan,
misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan
seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan
pemerintah yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa
Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan,
dan ketentuanketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan
keseluruhan masalah bahasa.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 16dari 30 27 Februari 2017

B. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional


Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai
bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah
jalan. Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang.
(Untuk meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah
Perkembangan Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial
masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang
didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh,
sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia pada
tanggal 28 Oktober 1928 yang konsepa aslinya berbunyi:

Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah
Air Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa


Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean,


Bahasa Indonesia.

Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog)
adalah butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa.
Dikatakan demikian, sebab negaranegara lain, khususnya negara tetangga kita,
mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang
dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan
tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad
yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu
dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi
sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu,
masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di
balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat
dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga
mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai
sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah.
Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 17dari 30 27 Februari 2017

Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya


yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem,
maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah
semangat dan jiwa barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa
bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah
Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahsa Melayu sudah bersifat nasional atau
jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru
diganti dengan nama bahasa Indonesia.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat
pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial
budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia “memancarkan‟ nilai-
nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang
dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus
menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi
kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada
rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bngga memakainya dengan
memelihara dan mengembangkannya.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan “lambang‟
bangsa Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui
siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia.
Karena fungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai
ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa
Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam
latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan
bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa
Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka
tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi “dijajah‟ oleh masyarakat suku lain.
Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa
Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin
dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah
masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan
dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 18dari 30 27 Februari 2017

Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya


dalam kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi
dengan seseorang yang berasal dari suku lain yang berlatar belakang bahasa
berbeda, mungkinkah kita dapat bertukar pikiran dan saling memberikan
informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita tersesat jalan di daerah yang
masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa Indonesialah yang
dapat menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling
berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan
dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, dan kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah
diinformasikan kepada warganya. Akhirnya, apabila arus informasi antarkita
meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila
pengetahuan kita meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

C. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara


Sebagaimana kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang panjang.
Hal ini terbukti pada uraian berikut.
Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28
Oktober 1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan
yang tidak langsung dari bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu
itu bahasa Melayu masih juga digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian
yang berbeda. Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh
pemerintah jajahan Hindia Belanda, sedangkan bahasa Indonesia digunakan di
luar situasi pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang mendambakan
persatuan Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama
tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah pemakaian antara kedua
bahasa itu terlihat pada perbandingan berikut ini.

No. Bahasa Melayu Bahasa Indonesia


1 Bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda, terutama untuk tingkat
yang dianggap rendah. Bahasa yang digunakan dalam gerakan
kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 19dari 30 27 Februari 2017

2 Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang didirikan atau menurut


sistem pemerintah Hindia Belanda. Bahasa yang digunakan dalam
penerbitanpenerbitan yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita perjuangan
kemerdekaan Indonesia baik berupa: bahasa pers, bahasa dalam hasil sastra
3 Penerbitan-penerbitan yang dikelola oleh jawatan pemerintah Hindia
Belanda. Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.

Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal


17 Agustus 1945, diangkat pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Hal itu dinyatakan dalam Uud 1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa
sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Terlalu
banyak hal yang harus dipertimbangkan. Salah timbang akan mengakibatkan
tidak stabilnya suatu negara. Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita
Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih tetap menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa resmi di negaranya, walaupun sudah berusaha dengan
sekuat tenaga untuk menjadikan bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai
bahasa negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian
besar penduduk negara itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih
menyeluruh penyebarannya, dan (3) bahasa tersebut diterima oleh seluruh
penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia, Singapura,
Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas, terutama faktor yang
nomor (3). Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin
mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling menolak
untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak
demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketig faktor di atas sudah dimiliki
bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya
bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai bahasa nasional,
bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang dianggap berat
bagi negaranegara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab itu, kita
patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan
bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
befungsi sebagai
(1) bahasa resmi kenegaraan,
(2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 20dari 30 27 Februari 2017

(3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk


kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah,
dan
(4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab minimal empat fungsi itulah
memang sebagai ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan
berkedudukan sebagai bahasa negara.
Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai
bahasa resmi kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah
proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia
dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk
lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan di dalam
bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka
menunaikan tugas pemerintahan diucapkan dan dituliskan dalam bahasa
Indonesia. Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap mantan presiden
kita, Soeharto yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam situasi apa
dan kapan pun selama beliau mengatasnamakan kepala negara atau
pemerintah. Bagaimana dengan kita?
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di
lembagalembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan
perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan
rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah)
menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan.
Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di
lembaga pendidikan tersebut, maka materi pelajaran yang berbentuk media
cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengalihbahasakan berbagai referensi yang berbahasa asing ke bahasa
Indonesia. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan
perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia
berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.
Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah,
bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 21dari 30 27 Februari 2017

hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media


komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar
isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh
orang kedua (baca: masyarakat).
Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan
teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional
yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula,
rasanya tidaklah mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh
masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah
mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan
Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam
penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih
luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-
buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya
menggunakn bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-
balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-
lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.

D. Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa


Negara
1. Perbedaan dari Segi Ujudnya
Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka
peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda
Usaha wanita dalam rangka peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak
menjumpai kalimat-kalimat yang semacam ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah. Sampeyan tentunya udah
tau, bukan? Kalau kagak tau yang kebacut, gitu aja”.
Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita jumpai pada waktu kita
membaca surat-surat dinas, dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan
pemerintah.
Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari
daerah atau suku yang berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti
“kepingin‟, “paling banter‟, “kesusu‟ dan “mblayu‟? Apabila kita menginginkan
tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata yang
tidak akan dimengerti oleh lawan bicara kita sebagaimana contoh di atas. Kita
juga tidak akan menggunakan struktur-struktur kalimat yang membuat mereka
kurang memahami maksudnya.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 22dari 30 27 Februari 2017

Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita
baca pada contoh di atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional,
sebagaimana yang pernah juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan
seeorang lain daerah atau lain suku? Perbedaan secara khusus memang ada,
misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan
pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu
yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi.
Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lainlain. Akan tetapi,
secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri
baku. Dalam lapangan dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya,
struktur kata “kasih tahu‟ (untuk memberitahukan), “bikin bersih‟ (untuk
membersihkan), “dia orang‟ (untuk mereka), “dia punya harga‟ (untuk harganya),
dan kata “situ‟ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya), “kenapa‟ (untuk
mengapa), “bilang‟ (untuk mengatakan), “nggak‟ (untuk tidak), “gini‟ (untuk
begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.

2. Perbedaan dari Proses Terbentuknya


Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua
kedudukan bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya
sudah terlihat di dalam uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk
mempertajamnya dapat ditelaah hal berikut.
Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara jelasjelas berbeda. Adanya kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didorong oleh rasa persatuan
bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra Indonesia sadar bahwa persatuan
merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan
“Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar diresapi oleh mereka.
Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran
yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya
adalah srana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan
kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka
ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.
Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi.
Terbentuknya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi
oleh kondisi bahasa Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar
pemakiannya ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian
besar penduduknya. Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah
disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 23dari 30 27 Februari 2017

saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai bahasa


Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya dengan
suara bulat.
Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia
tersebut dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.

3. Perbedaan dari Segi Fungsinya


Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan
fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu
terlihat pada wilayah pemakaian dan tanggung jawab kita terhadap pemakaian
fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dipakai,
kiranya sudah kita ketahui.
Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengn tanggung
jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan
bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita
berperan sebagai apa sehingga kita berkewajiban moralmenggunakan bahasa
Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah yng
membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi bahasa
Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai
bahasa negara/resmi.
Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat
penghubung antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang
hidup di wilayah tanah air Indonesia. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang
yang berbangsa lain yang menetap di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa
Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk menggunakan
bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina,
tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat
sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan
penataran kepada anggotanya berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa
Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak
perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina yang berwarga negara
Indonesia ataukah tidak.
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung
antarsuku, karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia;
sedangkan seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi,
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 24dari 30 27 Februari 2017

karena dia sebagai warga negara Indonesia yang menjalankan tugas tugas
“pembangunan‟ Indonesia.

BAB III
RAGAM BAHASA

A. Pengantar
Bahasa Indonesia mengenal empat ragam bahasa, yaitu ragam bahasa hukum
(undang-undang), ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, dan ragam
bahasa sastra. Keempat ragam tersebut diuraikan berikut ini.
1) Ragam Undang-Undang
Ragam undang-undang disebut juga ragam hukum, yaitu bahasa Indonesia yang
digunakan pada kalangan hukum atau pada undang-undang. Ragam hukum
mempunyai ciri khusus pada pemakaian istilah dan komposisinya. Ragam ini
biasa dipakai dalam undang-undang, peraturanperaturan, atau pada hal-hal yang
berkaitan dengan hukum, seperti surat dinas.
Kekhususan-kekhususan tersebut dapat dilihat, misalnya, pada surat keputusan.
Konsideran dalam surat keputusan, dari menimbang, mengingat, memutuskan,
sampai menetapkan susunannya selalu tetap, tidak boleh diubah dan tidak boleh
dikurangi atau ditambah. Dalam lapangan kepolisian kita juga mengenal sebutan-
sebutan khusus yang tidak lazim digunakan dalam bahasa sehari-hari, misalnya
dirumahkan, dibunuh dengan senjata tajam, kemasukan benda tumpul, dan
sebagainya.

2) Ragam Jurnalistik
Ragam jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipakai dalam dunia jurnalistik.
Karena fungsi media massa sebagai media informasi, kontrol sosial, alat
pendidikan, dan alat penghibur; ragam bahasa jurnalistik setidaknya harus
mempunyai ciri komunikatif, sederhana, dinamis, dan demokratis.
Ciri komunikatif berarti mudah dipahami dan tidak menimbulkan salah tafsir kalau
dibaca. Ciri ini merupakan ciri utama bahasa jurnalistik karena fungsi utama
media massa memang memberikan informasi. Dikatakan ciri utama karena ciri-
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 25dari 30 27 Februari 2017

ciri yang lain harus mengacu pada ciri komunikatif. Bahasa jurnalistik harus
bersifat sederhana, dinamis, dan demokratis. Namun kesederhanaan,
kedinamisan, dan kedemokratisan ini harus mendukung fungsi komunikatif.
Seandainya kita memakai bahasa yang sederhana dan demokratis, misalnya,
namun bahasa tersebut tidak komunikatif, dalam prinsip jurnalistik penggunaan
bahasa yang demikian harus dihindarkan. Bahkan kadang-kadang untuk
mewujudkan ciri komunikatif ini bahasa jurnalistik tidak menaati kaidah bahasa
Indonesia yang benar. Sepanjang penyimpangan itu ditujukan untuk lebih
komunikatif, penyimpangan tersebut diperbolehkan. Misalnya, pengguaan kata-
kata atau istilah-istilah daerah. Dalam kasuskasus tertentu kata-kata daerah akan
lebih komunikatif untuk daerah tertentu tersebut dibandingkan dengan kata-kata
baasa Indonesia.
Ciri sederhana berarti tidak menggunakan kata-kata yang bersifat teknis dan
tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit atau berbunga-bunga. Apabila
memang diperlukan, katakata teknis harus diikuti penjelasan maknanya. Hal ini
harus dlakukan agar pembaca dapat memahami kata-kata tersebut. Dalam
bahasa sehari-hari sederhana sama artinya dengan prinsip singkat dan padat.
Ciri dinamis berarti bahasa jurnalistik harus menggunakan kata-kata yang hidup
di tengahtengah masyarakat. Kata-kata yang tidak lazim atau kata-kata yang
sangat asing seyogyanya tidak dipergunakan. Sebagai contoh sederhana jika
kata efektif dan efisien sudah diterima masyarakat, kita tidak perlu memaksakan
menggunakan kata sangkil dan mangkus untuk menggantikannya. Kalimat yang
dinamis dalam bahasa jurnalistik adalah kalimat-kalimat yang mampu
memberikan semangat dan sesuai dengan situasi masyarakat pembacanya.
Ciri demokratis berarti mengikuti konsensus umum dan tidak menghidupkan
kembali feodalisme. Kata bujang, misalnya, dalam bahasa Indonesia
mempunyai makna seorang laki-laki yang belum menikah. Selain kata bujang,
untuk hal yang sama kita juga memiliki kata lajang. Kata lajang dalam hal ini lebih
demokratis daripada kata bujang, karena di daerah Sumatra Utara kata bujang
berarti pembantu. Hal ini berarti makna kata bujang yang berarti laki-laki yang
belum menikah tidak berlaku secara umum untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Penggunaan kata-kata yang masih terasa feodal dalam bahasa jurnalistik juga
dikatakan tidak demokratis. Penyebutan Yang Mulia, kami haturkan, dan
sebagainya merupakan wujud kata-kata zaman feodal.

3) Ragam Ilmiah
Ragam ilmiah adalah ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan
karya ilmiah. Ragam inilah yang disebut dengan ragam baku. Ragam ini ditandai
dengan adanya ketentuanketentuan baku, seperti aturan ejaan, kalimat, atau
penggunaannya. Dalam bahasa Indonesia kebakuan bahasa dibarometeri oleh
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 26dari 30 27 Februari 2017

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Tata Bentukan Istilah, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Penjelasan lebih lanjut
masalah ragam ilmiah disampaikan pada subbab bahasa dalam karya ilmiah.

4) Ragam Sastra
Ragam sastra adalah bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra.
Ragam sastra mempunyai ciri khusus dengan adanya licencia poetica, yakni
kebebasan menggunakan bahasa untuk mencapai keindahan. Oleh karena itu
secara umum bahasa sastra selalu disebut bahasa yang indah. Prinsip licencia
poetica adalah memperbolehkan pemakai bahasa menyimpang atau menyalahi
kaidah bahasa demi keindahan karyanya. Dalam penggunaan licentia poetica ini,
misalnya, penulis bleh menggunakan kalimat yang tidak lengkap, kata-kata yang
tidak baku, bahasa daerah; membalik susunan kata atau struktur kalimat; dan
sebagainya.

5) Ciri Ragam Bahasa Ilmiah


Ragam ilmiah adalah ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan
karya ilmiah. Ragam ini ditandai dengan adanya ketentuan-ketentuan baku,
seperti aturan ejaan, pilihan kata, penggunaan kalimat, dan aturan
pengembangan paragraf. Dalam bahasa Indonesia kebakuan bahasa diukur
dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD),
Pedoman Umum Tata Bentukan Istilah, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Pedoman Pengindonesiaan Istilah Asing, dan
ketentuan-ketentuan lain yang berbentuk selebaran dari Pusat Bahasa.
Penjelasan lebih lanjut masalah ragam ilmiah disampaikan pada subbab bahasa
dalam karya ilmiah.
Bahasa Indonesia ragam ilmiah menurut Moeliono (1989:73-74) memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
(1) Bersifat formal dan objektif.
(2) Lazimnya menggunakan sudut pandang orang ketiga dengan ragam
kalimat pasif.
(3) Menggunakan titik pandang gramatik yang bersifat konsisten.
(4) Menggunakan istilah khusus dalam bidang keilmuan yang sesuai.
(5) Tingkat formalitas ragam bahasa bersifat resmi.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 27dari 30 27 Februari 2017

(6) Bentuk wacana yang digunakan adalah ekspositoris/eksposisi, bukan


argumentasi, narasi, atau deskripsi.
(7) Gagasan diungkapkan dengan lengkap, jelas, ringkas, dan tepat.
(8) Menghindari ungkapan yang bersifat ekstrem dan emosional.
(9) Menghindari kata-kata yang mubazir.
(10) Bersifat moderat.
(11) Digunakan sebagai alat komunikasi dengan pikiran dan bukan dengan
perasaan.
(12) Ukuran panjang kalimat sedang.
(13) Penggunaan majas sangat dibatasi.
(14) Lazim dilengkapi dengan gambar, diagram, peta, daftar, dan tabel.
(15) Menggunakan unsur mekanis secara tepat, seperti ejaan, lambang,
singkatan, dan rujukan.
Berkaitan dengan ciri ragam bahasa ilmiah, Suparno (1984:1-14)
mengemukakan tujuh ciri bahasa Indonesia ragam ilmiah, yakni (1) bernalar, (2)
lugas dan jelas, (3) berpangkal tolak pada gagasan dan bukan pada penulis, (4)
formal dan objektif, (5) ringkas dan padat, (6) konsisten, (7) menggunakan
istilahistilah teknis. Sebagai bahan perbandingan, perlu pula diperhatikan ciri
ragam bahasa ilmiah yang dikemukakan oleh Ramlan, dkk. (1990:9-10) yakni (1)
baku, (2) menggunakan istilah teknis, (3) lebih berkomunikasi dengan pikiran
daripada dengan perasaan, (4) padu dalam hubungan gramatikal, (5) logis dalam
hubungan semantis, (6) mengutamakan penggunaan kalimat pasif untuk
mengutamakan peristiwa daripada kalimat aktif yang mengutamakan pelaku, dan
(7) konsisten dalam banyak hal (penggunaan istilah, tanda baca, dan kata ganti).
Atas dasar pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum cirri ragam
bahasa ilmiah adalah sebagai berikut.
1) Menggunakan diksi yang tepat
Untuk mendayagunakan diksi atau pilihan kata secara tepat perlu diperhatikan
ketepatan dan kesesuaian diksi.
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk
menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca, seperti apa
yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis. Ketepatan diksi akan menyangkut
pula masalah makna kata. Ketepatan makna kata menuntut kesadaran penulis
untuk mengetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa (kata) dan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 28dari 30 27 Februari 2017

referensinya, yaitu apakah bentuk yang dipilih sudah cukup lengkap untuk
mendukung maksud penulis atau masih memerlukan penjelasan tambahan.
Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata adalah kecocokan atau
kesesuaian. Perbedaan antara ketepatan dan kecocokan pertama-tama
mencakupi soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu.
Kedua, dalam persoalan ketepatan kita bertanya apakah pilihan kata yang
dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi
yang berlainan antara penulis dan pembaca; sedangkan dalam persoalan
kecocokan atau kesesuaian kita mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya
bahasa yang dipergunakan tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan
orang yang hadir.
Untuk mencapai syarat ketepatan dan kesesuaian ini yang pertama harus
dilakukan adalah menggunakan kata dan idiom yang baku. Berkit diberikan
contoh kata dan idiom yang baku.

2) Menggunakan ejaan yang benar


Ejaan yang benar dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang sesuai dengan
EYD. EYD terbaru telah diresmikan penggunaannya tanggal 22 Februari 2010
yang lalu. Hal-hal yang berkaitan dengan EYD antara lain mencakupi
penggunaan huruf (kapital, miring, tebal), penggunaan tanda baca (titik, koma,
titik koma), penggunaan angka dan bilangan, dan penggunaan unsur serapan.

3) Menggunakan kalimat efektif


Diksi yang tepat akan membantu membentuk kalimat yang efektif. Kalimat
dikatakan efektif apabila mampu membuat proses penyampaian dan penerimaan
pesan berlangsung dengan sempurna. Bila kalimat itu sanggup menciptakan
daya khayal dalam diri pembaca seperti atau sekurang-kurangnya mendekati
yang dibayangkan oleh penulis, dapatlah dikatakan bahwa kalimat yang
mendukung gagasan itu cukup efektif. Sebagai alat komunikasi, kalimat
dikatakan efektif bila dapat mencapai sasarannya dengan baik. Anton M.
Moeliono menyebut kalimat efektif sebagai kalimat yang menimbulkan pengaruh,
meninggalkan kesan, atau menerbitkan akibat.
Sebuah kalimat yang efektif mempersoalkan bagaimana ia dapat mewakili
secara tepat isi pikiran atau perasaan penulis atau pembicara; bagaimana ia
dapat mengungkapkan pikiran atau perasaan penulis atau pembicara secara
segar dan sanggup menarik perhatian pembaca atau pendengar terhadap apa
yang dibicarakan. Kalimat yang efektif memiliki kemampuan atau tenaga
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 29dari 30 27 Februari 2017

menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca


identik dengan apa yang dipikirkan pembicara atau penulis.

4) Menggunakan paragraf yang padu dan koherensif


Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau
topik. Paragraf merupakan perpaduan kalimat-kalimat yang memperlihatkan
kesatuan pikiran atau kalimat-kalimat yang berkaitan dalam membentuk gagasan
atau topik tersebut. Jadi, paragraf adalah bagian karangan yang terdiri atas
kalimat-kalimat yang berhubungan secara utuh dan padu serta merupakan satu
kesatuan pikiran. Paragraf yang baik hendaknya memenuhi tiga syarat, yaitu (1)
memiliki kesatuan, dan (2) memiliki kepaduan, dan (3) memiliki isi yang
memadai.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 30dari 30 27 Februari 2017

Anda mungkin juga menyukai