BAHAN AJAR/DIKTAT
Pada hari ini Senin tanggal 25 bulan Agustus tahun 2020 Bahan Ajar Mata
Kuliah Umum Bahasa Indonesia telah diverifikasi oleh Ketua Pusat
Pengembangan Kurikulum, Inovasi Pembelajaran, MKU dan MKDK.
PRAKATA
Buku ini hadir sebagai bacaan wajib dalam MKU Bahasa Indonesia. Oleh karena
sifatnya umum dan disiapkan untuk digunakan oleh mahasiswa dari berbagai jurusan
maka materi yang disampaikan dalam buku ini bersifat umu dan dasar. Pengembangan
selanjutnya akan disesuaikan dengan karakteristik Program Studi atau jurusan masing-
masing yang dilakuakn oleh dosen pengampu. Namun begitu, karena dalam dunia karya
ilmiah ada kaidah yang bersifat umum dan kaidah yang bersifat khusus, buku ini paling
tidak menyajikan kaidah umum yang keberlakuannya [un sama di tiap-tiap jurusan atau
program studi.
Sesuai dengan tujuan Unnes sebagai rumah ilmu yang sekaligus membelajarkan
nilai konservasi, tujuan utama perkuliahan Mata Kuliah Umum Bahasa Indonesia adalah
mahasiswa dapat mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia,
memahami kaidah penggunaan bahasa Indonesia, dan terampil menggunakan bahasa
Indonesia sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar, dan menyajikan
informasi melalui penulisan karya ilmiah.
Persoalan menulis adalah persoalan keterampilan. Sebuah keterampilan tidak
akan pernah terwujud jika tidak ada pelatihan. Oleh karena itu, yang paling penting bagi
mahasiswa dalam membentuk dirinya supaya memiliki keterampilan menulis adalah
yang baik adalah terus menerus berlatih menulis dengan cara yang benar. Jika kebiasaan
itu telah dimiliki, langkah selanjutnya adalah memoles agar tulisan tersebut komunikatif
dan benar atau sesuai dengan kaidah yang berlaku. Buku ini menghadirkan informasi
akan kaidah-kaidah yang berlaku tersebut sehingga nantinya dapat dimanfaatkan oleh
mahasiswa untuk mengukur sejauh mana kesesuaian karya ilmiahnya dengan ketentuan
yang tealh diberlakukan.
Kaidah atau ketentuan ini menjadi penting artinya karena salah satu ukuran
untuk menilai apakah tulisan itu dapat disebut karya ilmiah atau bukan berwujud atta
tulis. Secara lengkap, ukuran sebuah tulisan dapat dikatakan sebagai karya atau bukan
dapat dilihat dari subtansinya, tata tulisnya, dan sikap penulisnya. Karya ilmiah adalah
karya tulis yang substansinya bersifat ilmiah, tata tulisnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dan sikap ilmiah penulisnya mewarnai seluruh karya tersebut.
Saran dan kritik dari pembaca sangat kami nantikan, karena mesdkipun kami
telah berusaha secermat mungkin memilih informasi-informasi yang benar-benar
dibutuhkan dibutuhkan mahasiswa dalam buku ini, namun kami juga yakin bahwa ada
kekurangan juga dalam buku ini. Semoga buku ini membawa manfaat yang sebesar-
besarnya bagi para mahasiswa dan khalayak pembaca dalam mendidik mahasiswa yang
santun dalam lisan dan tulis.
Semarang, Agustus 2020
Penulis
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 4dari 30 27 Februari 2017
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 5dari 30 27 Februari 2017
DESKRIPSI MATAKULIAH
Mata kuliah ini berisi bahasan sejarah kelahiran dan
perkembangan Bahasa Indonesia untuk manamkan kebanggaan terhadap
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional, prinsip-prinsip
atau kaidah penggunaan bahasa Indonesia dalam penulisan karya ilmiah, serta
penggunaan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam penulisan karya
ilmiah. Untuk itu disajikan materi tentang sejarah bahasa Indonesia, dasar
yuridis, kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, Kesantunan Berbahasa,
Kaidah penggunan Bahasa Indonesia, dan reproduksi karya ilmiah dalam catur
tunggal keterampilan berbahasa, penulisan karya ilmiah, penggunaan EBI,
dan penggunaan kaidah selingkung dalam penulisan karya ilmiah
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 6dari 30 27 Februari 2017
DAFTAR ISI
PRAKATA .......................................................................................................
BAB I
SEJARAH BAHASA INDONESIA
A. Pengantar
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Republik Indonesia (UUD 1945
pasal 36) dan bahasa persatuan bangsa Indonesia (Butir ketiga Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928). Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya,
bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu ragam bahasa Melayu (Kridalaksana
1991). Bahasa Indonesia yang dipakai saat ini didasarkan pada bahasa Melayu
Riau (Provinsi Kepulauan Riau sekarang) yang telah menjadi lingua franca sejak
abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat
penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan
berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa
Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Penggantian nama sebagai perwujudan semangat kebangsaan para pemuda
saat itu. Selain itu juga untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila
nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan adanya
perbedaan bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan
di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa Indonesia terus
berkembang dan terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan
maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Bahasa Indonesia dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia,
namun demikian bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan
penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748
bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu (Depdiknas 2008). Meskipun
demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan perguruan, di
media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai
forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia
digunakan oleh hampir semua warga Indonesia.
Mengapa digunakan istilah bahasa Indonesia? Hal ini mengandung nilai
patriotisme dan semangat kebangsaan. Penggunaan istilah Indonsia diawali
dengan terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago
and Eastern Asia (JIAEA: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur") pada tahun
1847 di Singapura. Journal ini dikelola oleh James Richardson Logan dari
Skotlandia. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi dari Inggris,
George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menulis artikel On the Leading
Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 8dari 30 27 Februari 2017
artikelnya itu, Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk
Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk Earl mengajukan dua pilihan
nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti
"pulau"). "... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masingmasing
akan menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, James Richardson Logan menulis artikel The
Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun
menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan
Hindia, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan
membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang
Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka
lahirlah istilah Indonesia.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin, Adolf Bastian (1826-
1905) menerbitkan buku Indonesien Oder die Inseln des Malayischen Archipel
(Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu) yang memuat hasil
penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai
1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah Indonesia di kalangan
sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah Indonesia itu
ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam
Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian
mengambil istilah Indonesia itu dari tulisan-tulisan Logan.
Orang Indonesia yang mula-mula menggunakan istilah Indonesia adalah Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913
ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau. Pada
dasawarsa 1920-an, nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam
etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan
Indonesia, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu
identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije
Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja,
sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama
Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena
melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk
mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesiër) akan berusaha dengan segala
tenaga dan kemampuannya."
Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924.
Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan National
Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah organisasi di tanah air yang mula-mula
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 9dari 30 27 Februari 2017
Ada berbagai bukti bahwa bahasa Melayu pada waktu itu sudah digunakan
sebagai bahasa perhubungan. Berbagai batu bertulis (prasasti) kuno yang
ditemukan, seperti (1) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683, (2)
Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684, (3) Prasasti Kota Kapur di
Bangka Barat, tahun 686, dan (4) Prasasti Karang Brahi tahun 688 telah
menggunakan bahasa Melayu Kuno. Di Jawa Tengah juga terdapat prasasti
serupa, yaitu Prasasti Gandasuli, tahun 832. Bahkan di Jawa Barat, tepatnya di
Bogor juga dijumpai prasasti (Prasasti Bogor, tahun 1942) yang menggunakan
bahasa melayu Kuno.
Secara resmi bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa Indonesia tercatat dalam
teks Sumpah pemuda sebagai hasil Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928. Kebulatan tekad para pemuda Indonesia waktu itu berbunyi:
Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah
Indonesia
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Jika pada butir pertama dan kedua para pemuda memilih kata mengaku, untuk
butir ketiga mereka memilih kata menjunjung, yakni menjunjung bahasa
persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Pada saat berlangsungnya Sumpah Pemuda,
bahasa Melayu Riau, khususnya bahasa Melayu Ragam Pasar, sudah menjadi
lingua franca dan diakui sebagai bahasa pemersatu suku-suku bangsa di
Kepulauan Nusantara. Walaupun telah menjadi bahsa perhubungan antar suku,
bahasa Melayu tetap sebagai salah satu bahasa daerah. Oleh karena itulah, para
pemuda sepakat mengangkat bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia, sejajar
dengan nama bangsa dan tanah air, Indonesia.
Dalam perkembangnya, bahasa Indonesia yang secara istilah baru lahir memiliki
peran yang sangat strategis dalam upaya mencapai kemerdekaan. Bahasa
Indonesialah yang digunakan sebagai pembangkit semangat kebangsaan dan
rasa nasionalisme bersama. Bahasa Indonesia pula yang menjadi sarana
pencerdasan bangsa melalui lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang di
tanah air. Bahasa Indonesialah yang akhirnya menjadi sarana perjuangan
merebut kemerdekaan.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 11dari 30 27 Februari 2017
1917 badan tersebut berubah nama menjadi “Balai Pustaka” yang sampai saat
ini digunakan sebagai nama penerbit nasional miliki pemerintah. Buku-buku yang
diterbitkan antara lain novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Salah Asuhan
karya Abdul Muis telah menjadi sarana mencerdaskan bangsa Indonesia.
(3) Terselenggaranya Kongres Pemuda tahun 1928 yang antara lain
menghasilkan Sumpah Pemuda yang di dalamnya tercantum pengakuan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan.
(4) Terbitnya Majalah Poejangga Baroe tahun 1933 yang banyak
menghasilkan karya berbahasa Indonesia serta menanamkan semangat
kebangsaan. Hal ini terlihat pada roman Layar Terkembang karya Sutan Takdir
Alisjahbana.
(5) Ditandatanganinya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 yang di dalamnya
tercantum pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara
merupakan peristiwa sejarah diangkatnya sebuah bahasa sebagai salah satu
simbol kenegaraan.
(6) Lahirnya Ejaan Republik untuk menggantikan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan
ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 oleh Menteri Pendidikan dan
Pengajaran Republik Indonesia, Soewandi. Oleh karena itu, ejaan ini juga dikenal
dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini adalah sebagai berikut. (1) Huruf
oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb. (2) Bunyi hamzah dan
bunyi sentak ( „ ) ditulis dengan, misalnya pada kata-kata tak, pak, rakjat. (3)
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-
barat2-an. (4) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai
dengan kata yang mendampinginya, misalnya dibaca, dirumah.
(7) Lahirnya Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diresmikan oleh
Presiden republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1972 dan dikuatkan pula
dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
(8) Diresmikannya Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah pada tanggal 16
Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan
Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Masalah ejaan, semula disusun bersama
antara Malaysia dan Indonesia sejak tahun 1959. Ejaan yang disusun bersama
tersebut dikenal sebagai ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Karena
perkembangan politik, hubungan Indonesia dan Malaysia memburuk sehingga
selama tahun-tahun berikutnya peresmian ejaan Melindo diurungkan. Dengan
EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia
dibakukan, walaupun pembakuannya dilaksanakan sendiri-sendiri. Perubahan
ejaan Soewandi ke ejaan EYD adalah sebagai berikut. (1) tj (tjinta) menjadi c
(cinta, (2) dj (djika) menjadi j (jika), (3) ch (khusus) menjadi kh (khusus), (4) nj
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 13dari 30 27 Februari 2017
BAB II
KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
A. Pengantar
Bahasa sebagai alat komunikasi, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah
fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial.
Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu
ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti
kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun
anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi
“label‟ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi
tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh pemakainya (baca: masyarakat
bahasa) perlu dirumuskan secara eksplisit, sebab kejelasan “label‟ yang
diberikan akan mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan.
Pemakainya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan
memperlakukannya sesuai dengan “label‟ yang dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa (dwilingual), akan dapat
“memilah-milahkan‟ sikap dan pemakaian kedua atau lebih bahasa yang
digunakannya. Mereka tidak akan memakai secara sembarangan. Mereka bisa
mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang satu dipakai, dan kapan
dan dalam situasi apa pula bahasa yang lainnya dipakai. Dengan demikian
perkembangan bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan
berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi bahasa yang telah
disepakatinya dengan, antara lain, menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang
„masuk‟ ke dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan
diterima, sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan kapan,
misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan
seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan
pemerintah yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa
Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan,
dan ketentuanketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan
keseluruhan masalah bahasa.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 16dari 30 27 Februari 2017
Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah
Air Indonesia.
Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog)
adalah butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa.
Dikatakan demikian, sebab negaranegara lain, khususnya negara tetangga kita,
mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang
dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan
tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad
yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu
dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi
sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu,
masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di
balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat
dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga
mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai
sebagai lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah.
Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 17dari 30 27 Februari 2017
Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedan ujud antara bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar dan kita
baca pada contoh di atas, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional,
sebagaimana yang pernah juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan
seeorang lain daerah atau lain suku? Perbedaan secara khusus memang ada,
misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan
pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu
yang berbeda dengan kosakata yang diperlukan dalam lapangan administrasi.
Begitu juga dalam lapangan ekonomi, sosial, dan yang lainlain. Akan tetapi,
secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri
baku. Dalam lapangan dan situasi di atas tidak pernah digunakan, misalnya,
struktur kata “kasih tahu‟ (untuk memberitahukan), “bikin bersih‟ (untuk
membersihkan), “dia orang‟ (untuk mereka), “dia punya harga‟ (untuk harganya),
dan kata “situ‟ (untuk Saudara, Anda, dan sebagainya), “kenapa‟ (untuk
mengapa), “bilang‟ (untuk mengatakan), “nggak‟ (untuk tidak), “gini‟ (untuk
begini), dan kata-kata lain yang dianggap kurang atau tidak baku.
karena dia sebagai warga negara Indonesia yang menjalankan tugas tugas
“pembangunan‟ Indonesia.
BAB III
RAGAM BAHASA
A. Pengantar
Bahasa Indonesia mengenal empat ragam bahasa, yaitu ragam bahasa hukum
(undang-undang), ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, dan ragam
bahasa sastra. Keempat ragam tersebut diuraikan berikut ini.
1) Ragam Undang-Undang
Ragam undang-undang disebut juga ragam hukum, yaitu bahasa Indonesia yang
digunakan pada kalangan hukum atau pada undang-undang. Ragam hukum
mempunyai ciri khusus pada pemakaian istilah dan komposisinya. Ragam ini
biasa dipakai dalam undang-undang, peraturanperaturan, atau pada hal-hal yang
berkaitan dengan hukum, seperti surat dinas.
Kekhususan-kekhususan tersebut dapat dilihat, misalnya, pada surat keputusan.
Konsideran dalam surat keputusan, dari menimbang, mengingat, memutuskan,
sampai menetapkan susunannya selalu tetap, tidak boleh diubah dan tidak boleh
dikurangi atau ditambah. Dalam lapangan kepolisian kita juga mengenal sebutan-
sebutan khusus yang tidak lazim digunakan dalam bahasa sehari-hari, misalnya
dirumahkan, dibunuh dengan senjata tajam, kemasukan benda tumpul, dan
sebagainya.
2) Ragam Jurnalistik
Ragam jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipakai dalam dunia jurnalistik.
Karena fungsi media massa sebagai media informasi, kontrol sosial, alat
pendidikan, dan alat penghibur; ragam bahasa jurnalistik setidaknya harus
mempunyai ciri komunikatif, sederhana, dinamis, dan demokratis.
Ciri komunikatif berarti mudah dipahami dan tidak menimbulkan salah tafsir kalau
dibaca. Ciri ini merupakan ciri utama bahasa jurnalistik karena fungsi utama
media massa memang memberikan informasi. Dikatakan ciri utama karena ciri-
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 25dari 30 27 Februari 2017
ciri yang lain harus mengacu pada ciri komunikatif. Bahasa jurnalistik harus
bersifat sederhana, dinamis, dan demokratis. Namun kesederhanaan,
kedinamisan, dan kedemokratisan ini harus mendukung fungsi komunikatif.
Seandainya kita memakai bahasa yang sederhana dan demokratis, misalnya,
namun bahasa tersebut tidak komunikatif, dalam prinsip jurnalistik penggunaan
bahasa yang demikian harus dihindarkan. Bahkan kadang-kadang untuk
mewujudkan ciri komunikatif ini bahasa jurnalistik tidak menaati kaidah bahasa
Indonesia yang benar. Sepanjang penyimpangan itu ditujukan untuk lebih
komunikatif, penyimpangan tersebut diperbolehkan. Misalnya, pengguaan kata-
kata atau istilah-istilah daerah. Dalam kasuskasus tertentu kata-kata daerah akan
lebih komunikatif untuk daerah tertentu tersebut dibandingkan dengan kata-kata
baasa Indonesia.
Ciri sederhana berarti tidak menggunakan kata-kata yang bersifat teknis dan
tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit atau berbunga-bunga. Apabila
memang diperlukan, katakata teknis harus diikuti penjelasan maknanya. Hal ini
harus dlakukan agar pembaca dapat memahami kata-kata tersebut. Dalam
bahasa sehari-hari sederhana sama artinya dengan prinsip singkat dan padat.
Ciri dinamis berarti bahasa jurnalistik harus menggunakan kata-kata yang hidup
di tengahtengah masyarakat. Kata-kata yang tidak lazim atau kata-kata yang
sangat asing seyogyanya tidak dipergunakan. Sebagai contoh sederhana jika
kata efektif dan efisien sudah diterima masyarakat, kita tidak perlu memaksakan
menggunakan kata sangkil dan mangkus untuk menggantikannya. Kalimat yang
dinamis dalam bahasa jurnalistik adalah kalimat-kalimat yang mampu
memberikan semangat dan sesuai dengan situasi masyarakat pembacanya.
Ciri demokratis berarti mengikuti konsensus umum dan tidak menghidupkan
kembali feodalisme. Kata bujang, misalnya, dalam bahasa Indonesia
mempunyai makna seorang laki-laki yang belum menikah. Selain kata bujang,
untuk hal yang sama kita juga memiliki kata lajang. Kata lajang dalam hal ini lebih
demokratis daripada kata bujang, karena di daerah Sumatra Utara kata bujang
berarti pembantu. Hal ini berarti makna kata bujang yang berarti laki-laki yang
belum menikah tidak berlaku secara umum untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Penggunaan kata-kata yang masih terasa feodal dalam bahasa jurnalistik juga
dikatakan tidak demokratis. Penyebutan Yang Mulia, kami haturkan, dan
sebagainya merupakan wujud kata-kata zaman feodal.
3) Ragam Ilmiah
Ragam ilmiah adalah ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan
karya ilmiah. Ragam inilah yang disebut dengan ragam baku. Ragam ini ditandai
dengan adanya ketentuanketentuan baku, seperti aturan ejaan, kalimat, atau
penggunaannya. Dalam bahasa Indonesia kebakuan bahasa dibarometeri oleh
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Rektorat UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Warek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: rektor@mail.unnes.ac.id
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 26dari 30 27 Februari 2017
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), Tata Bentukan Istilah, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Penjelasan lebih lanjut
masalah ragam ilmiah disampaikan pada subbab bahasa dalam karya ilmiah.
4) Ragam Sastra
Ragam sastra adalah bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra.
Ragam sastra mempunyai ciri khusus dengan adanya licencia poetica, yakni
kebebasan menggunakan bahasa untuk mencapai keindahan. Oleh karena itu
secara umum bahasa sastra selalu disebut bahasa yang indah. Prinsip licencia
poetica adalah memperbolehkan pemakai bahasa menyimpang atau menyalahi
kaidah bahasa demi keindahan karyanya. Dalam penggunaan licentia poetica ini,
misalnya, penulis bleh menggunakan kalimat yang tidak lengkap, kata-kata yang
tidak baku, bahasa daerah; membalik susunan kata atau struktur kalimat; dan
sebagainya.
referensinya, yaitu apakah bentuk yang dipilih sudah cukup lengkap untuk
mendukung maksud penulis atau masih memerlukan penjelasan tambahan.
Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata adalah kecocokan atau
kesesuaian. Perbedaan antara ketepatan dan kecocokan pertama-tama
mencakupi soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu.
Kedua, dalam persoalan ketepatan kita bertanya apakah pilihan kata yang
dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi
yang berlainan antara penulis dan pembaca; sedangkan dalam persoalan
kecocokan atau kesesuaian kita mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya
bahasa yang dipergunakan tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan
orang yang hadir.
Untuk mencapai syarat ketepatan dan kesesuaian ini yang pertama harus
dilakukan adalah menggunakan kata dan idiom yang baku. Berkit diberikan
contoh kata dan idiom yang baku.