Anda di halaman 1dari 7

UJIAN TENGAH SEMESTER

M.K. FILSAFAT PEMASYARAKATAN, Pengampu : Dr. Iqrak Sulhin

TA 2023

BENTUK UJIAN : TAKEHOME

BATAS PENGERJAAN : 1 MINGGU

PETUNJUK SUBSTANSI

1. Jawablah pertanyaan berikut ini dalam bentuk uraian; “Bagaimanakah filsafat


Pemasyarakatan bila dilihat dalam konteks perkembangan teori-teori penghukuman di
dunia?
2. Berilah jawaban dengan menyertakan referensi rujukan.
3. Uraian jawaban mengikuti sistematika sebagai berikut; a. Pendahuluan; yang berisi
penjelasan tentang filsafat umumnya, filsafat penghukuman, dan bagaimana peran
filsafat di dalam pelaksanaan penghukuman di sebuah negara b. Filsafat
Pemasyarakatan; yang berisi penjelasan tentang bagaimana filsafat penghukuman
dalam konteks Pemasyarakatan Indonesia c. Analisis Posisi Pemasyarakatan; yang
berisi uraian perbandingan antara filsafat pemasyarakatan dengan filsafat
penghukuman yang ada di dunia. Perbandingan dapat berarti melihat persamaan atau
perbedaan, atau memberikan penilaian mengenai kelebihan dan kekurangan.
Penjelasan akan sangat baik bila secara spesifik merujuk pada praktek penghukuman
di negara tertentu
4. Jumlah referensi tidak dibatasi, namun diutamakan yang diterbitkan di luar negeri.

PETUNJUK TEKNIS

1. Tulisan ditulis dalam ukuran kertas A4, spasi 1.5


2. Dikumpulkan dalam format PDF

Selamat bekerja
Nama : Mey Angeline Siahaan

Jawab:

Montesquieu dalam bukunya ‘The Spirit of Laws”, menyampaikan hukum secara umum
dapat diartikan sebagai hubungan pasti yang berasal dari sifat dasar segala sesuatu. Dalam
pengertian ini berarti bahwa semua wujud memiliki hukumnya. Tuhan memiliki
hukumnya, dunia material memiliki hukumnya, binatang memiliki hukumnya, manusiapun
memiliki hukumnya sendiri. Dalam kaitannya dengan yang akan dibahas tentunya pengertian
yang disampaikan oleh Montesquieu akan dibatasi dalam pengertian hukum yang dimiliki
oleh manusia.

 Filsafat pada Umumnya

Filsafat umumnya adalah studi tentang pertanyaan-pertanyaan fundamental dan abstrak


tentang eksistensi, pengetahuan, nilai, etika, logika, dan berbagai topik lain yang mendasari
pemikiran dan tindakan manusia. Ini adalah disiplin yang mencari pemahaman yang lebih
dalam tentang alam semesta dan makna dalam kehidupan manusia.

Berfilsafat adalah berpikir dalam tahap makna, ia terikat makna dari sesuatu. Berpikir
mendalam terhadap makna artinya menemukan makna terdalam dari sesuatu, yang berada
dalam kandungan sesuatu itu. Dalam filsafat seseorang mencari dan memerlukan jawaban
dan bukan hanya dengan dengan memperlihatkan penampakan (appearance) semata,
melainkan menelusurinya jauh di balik penampakan itu dengan maksud menentukan sesuatu
yang di sebut nilai dari sebuah realitas.

Filsafat memiliki objek bahasan yang sangat luas, meliputi semua hal yang dapat di jangkau
oleh pikiran manusia, dan berusaha memaknai dunia dalam hal makna, hal ini berbeda
dengan mempelajari ilmu hukum yang memiliki ruang lingkup yang terbatas, karena hanya
mempelajari tentang norma atau aturan (hukum). Banyak Persoalan-persoalan berkenaan
dengan hukum membangkitkan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut yang memerlukan
jawaban mendasar. Pada kenyataannya banyak pertanyaan-pertanyaan mendasar itu tidak
dapat dijawab lagi oleh hukum. Persoalan-persoalan mendasar yang tidak dijawab oleh ilmu
hukum menjadi objek bahasan ilmu filsafat.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia, philo atau philein berarti cinta, shophia
berarti kebijaksanaan. Gabungan kedua kata bermakna cinta kebijaksanaan. Philosophos
adalah pencinta kebijaksanaan dalam bahasa Arab disebut failusuf kemudian di transfer
kedalam bahasa Indonesia failusuf atau filusuf. Selain itu dalam bahasa Arab dikenal kata
hikmah yang hampir sama dengan kata kebijaksanaan. Kata hikmah atau hakim dalam bahasa
Arab dipakai dalam pengertian falsafah dan failusuf, tetapi harus dilihat dalam konteks apa
kata hikmah dan hakim itu digunakan karena tidak semua kata hikmah dan hakim itu
digunakan. Hal itu menunjukkan bahwa kata hikmah atau hakim dapat di artikan falsafah atau
filusuf.

Filsafat hukum merupakan ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis yang dikaji secara
luas mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat. Tujuan
mempelajari filsafat hukum untuk memperluas cakrawala sehingga dapat memahami dan
mengkaji dengan kritis atas hukum dan diharapkan akan menumbuhkan sifat kritis sehingga
mampu menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum. Filsafat hukum ini berpengaruh
terhadap pembentukan kaidah hukum sebagai hukum in abstract.

Filsafat adalah upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan penggambaran manusia


didunia menuju akhirat secara mendasar. Objeknya adalah materil dan formal. Objek materi
sering disebut segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada hal ini berarti mempelajari
apa saja yang menjadi isi dalam semesta mulai dari benda mati tumbuhan, hewan, manusia
dan sang pencipta.

 Filsafat Penghukuman

Filsafat penghukuman adalah cabang filsafat yang membahas konsep, etika, dan teori di balik
hukuman dalam sistem hukum. Ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
mengapa kita menghukum, apa tujuan dari hukuman, bagaimana kita harus memutuskan jenis
hukuman yang tepat untuk suatu tindakan, dan apa yang adil dalam konteks hukuman.

Beberapa pemikiran dan teori yang terkait dengan filsafat penghukuman meliputi:

1. Retribution (Pembalasan): Teori ini berfokus pada ide bahwa hukuman seharusnya
merupakan balasan yang setimpal dengan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang. Penganut retibusi berpendapat bahwa orang yang melakukan kejahatan
seharusnya menerima hukuman yang setara dengan kerusakan yang mereka sebabkan.
2. Deterrence (Pencegahan): Teori pencegahan berpendapat bahwa hukuman seharusnya
bertujuan untuk mencegah pelanggaran hukum dengan membuat potensi pelaku
kejahatan berpikir dua kali sebelum melanggar hukum. Deterrensi dapat dibagi
menjadi dua jenis: general deterrence (menakut-nakuti masyarakat umum) dan
specific deterrence (mencegah pelaku yang sama melakukan tindakan kriminal lagi).
3. Rehabilitation (Rehabilitasi): Pendekatan ini berfokus pada upaya memperbaiki
pelaku kejahatan dan mengubah perilaku mereka agar bisa kembali menjadi anggota
produktif dalam masyarakat. Tujuan hukuman adalah membantu pelaku kejahatan
untuk memahami tindakan mereka, mengatasi masalah yang mendasarinya, dan
memungkinkan mereka untuk hidup lebih baik setelah hukuman selesai.
4. Restorative Justice (Keadilan Restoratif): Konsep ini menekankan pemulihan
hubungan yang rusak akibat kejahatan. Daripada hanya memandang pelaku kejahatan
sebagai musuh yang harus dihukum, keadilan restoratif melibatkan pelaku, korban,
dan masyarakat dalam proses perbaikan hubungan dan pemulihan.
5. Utilitarianism (Utilitarianisme): Teori ini berpandangan bahwa hukuman seharusnya
bertujuan untuk menghasilkan manfaat maksimal bagi masyarakat secara keseluruhan.
Dalam konteks penghukuman, utilitarianisme berfokus pada pengukuran konsekuensi
hukuman terhadap masyarakat, seperti penurunan tingkat kejahatan dan peningkatan
kesejahteraan sosial.

Filsafat penghukuman juga mempertimbangkan berbagai isu etis, seperti penggunaan


hukuman mati, penggunaan hukuman seumur hidup, penggunaan isolasi dalam penjara, dan
sebagainya. Diskusi filosofis tentang hukuman ini membantu membentuk dan memperbaiki
sistem hukum serta memahami nilai-nilai dan tujuan yang mendasarinya.

 Peran Filsafat dalam Penghukuman

Peran filsafat dalam pelaksanaan penghukuman di sebuah negara dapat sangat signifikan.
Berikut beberapa peran utama filsafat dalam konteks ini:

1. Menyediakan Dasar Etis: Filsafat membantu dalam merumuskan prinsip-prinsip etis


yang harus menjadi dasar bagi sistem hukum suatu negara. Ini membantu dalam
menentukan apakah penghukuman itu adil, manusiawi, dan sesuai dengan nilai-nilai
masyarakat.
2. Pengembangan Teori Penghukuman: Filsafat penghukuman membantu dalam
pengembangan teori-teori tentang mengapa dan bagaimana kita menghukum. Ini
membantu para pengambil kebijakan dan ahli hukum dalam merancang sistem hukum
yang efektif dan adil.
3. Keadilan: Filsafat juga membahas konsep keadilan dalam konteks penghukuman. Ini
membantu dalam menentukan apakah hukuman tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip
keadilan, seperti perlakuan yang sama bagi semua orang di bawah hukum.
4. Perlindungan Hak Asasi Manusia: Filsafat dapat memainkan peran penting dalam
memastikan bahwa hukuman tidak melanggar hak asasi manusia individu. Hal ini
mencakup isu-isu seperti hukuman mati, penyiksaan, atau perlakuan yang tidak
manusiawi terhadap narapidana.
5. Reformasi Sistem Hukum: Filsafat juga dapat menjadi sumber inspirasi untuk
reformasi sistem hukum. Ketika pemikiran filosofis menyoroti masalah-masalah
dalam sistem hukum yang ada, ini dapat memicu perubahan kebijakan dan hukum
yang lebih baik.
6. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Filsafat juga dapat berperan dalam
pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang masalah-masalah hukuman dan
keadilan. Ini membantu masyarakat memahami pentingnya sistem hukum yang adil
dan berpartisipasi dalam diskusi tentang perubahan yang diperlukan.

Dengan demikian, filsafat memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman dan
pelaksanaan penghukuman di sebuah negara. Ini membantu menjaga agar sistem hukum tetap
sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diakui oleh masyarakat dan negara tersebut.

 Perbandingan antara filsafat pemasyarakatan dan filsafat penghukuman antara keduanya:


1. Filsafat Penghukuman:
a. Fokus Retribusi: Filsafat penghukuman menekankan aspek retribusi atau
pembalasan sebagai tujuan utama hukuman. Penganut filsafat ini berpendapat
bahwa hukuman harus setimpal dengan tingkat kejahatan yang dilakukan. Ini
mengarah pada praktik hukuman yang keras dan kadang-kadang mendukung
hukuman mati atau hukuman penjara jangka panjang.
b. Tujuan Deterrence: Salah satu tujuan penting filsafat penghukuman adalah efek
deterrensi, yaitu membuat potensi pelaku kejahatan takut akan konsekuensi
hukuman. Negara-negara yang menganut pendekatan ini cenderung menerapkan
hukuman yang ketat untuk mengintimidasi pelaku kejahatan.
2. Filsafat Pemasyarakatan:
a. Rehabilitasi sebagai Fokus Utama: Filsafat pemasyarakatan menempatkan
rehabilitasi pelaku kejahatan sebagai fokus utama. Ini berarti bahwa hukuman
seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai hukuman, tetapi juga sebagai
kesempatan untuk memperbaiki perilaku dan kondisi narapidana. Negara-negara
yang mengadopsi pendekatan ini menyediakan program-program rehabilitasi,
pendidikan, pelatihan keterampilan, dan dukungan kesehatan mental.
b. Keadilan Restoratif: Dalam filsafat pemasyarakatan, keadilan restoratif menjadi
penting. Pendekatan ini melibatkan peran aktif pelaku kejahatan dalam proses
rekonsiliasi dengan korban dan masyarakat. Mediasi dan pertemuan antara pelaku
kejahatan dan korban sering digunakan sebagai sarana untuk memulihkan
hubungan dan memecahkan konflik.

 Perbandingan Umum:
1. Tujuan Hukuman: Filsafat penghukuman cenderung lebih berfokus pada hukuman
sebagai pembalasan atau upaya untuk mencegah tindakan kriminal melalui efek
deterrensi. Filsafat pemasyarakatan lebih berfokus pada rehabilitasi dan restorasi
sebagai cara untuk mengubah perilaku pelaku kejahatan.
2. Penerapan Praktik: Beberapa negara seperti Amerika Serikat cenderung mengadopsi
pendekatan penghukuman yang lebih keras dengan hukuman penjara jangka panjang
dan hukuman mati. Di sisi lain, negara-negara seperti Norwegia dan Selandia Baru
menerapkan pendekatan pemasyarakatan yang lebih rehabilitatif dengan penekanan
pada pembinaan narapidana.
3. Hasil yang Diharapkan: Negara-negara yang mengadopsi pendekatan pemasyarakatan
sering melihat tingkat rehidivisme yang lebih rendah, yang mengindikasikan bahwa
pendekatan ini dapat berhasil dalam mempersiapkan narapidana untuk kembali ke
masyarakat dengan lebih baik. Di sisi lain, praktik penghukuman yang keras kadang-
kadang dikritik karena tidak selalu berhasil dalam mengurangi tingkat kejahatan.

Keputusan untuk mengadopsi pendekatan pemasyarakatan atau penghukuman dalam sistem


hukum sebuah negara bergantung pada nilai-nilai, kebijakan, dan kondisi sosial-politik yang
ada. Perlu diingat bahwa pendekatan yang tepat dapat bervariasi tergantung pada konteks
setiap negara.
Literatur:

 Cesare Beccaria : Philosophy of Crime and Punishment


 Sukarno Aburaera : Filsafat Hukum, Cetakan Pertama. Pustaka Refleksi, Makassar.
 Van Apeldorn : Pengantar Ilmu Hukum. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
 Rio Adhitya : Filsafat Hukum. PT. Rajagrafindo Persada. Depok

Anda mungkin juga menyukai