TA 2023
PETUNJUK SUBSTANSI
PETUNJUK TEKNIS
Selamat bekerja
Nama : Mey Angeline Siahaan
Jawab:
Montesquieu dalam bukunya ‘The Spirit of Laws”, menyampaikan hukum secara umum
dapat diartikan sebagai hubungan pasti yang berasal dari sifat dasar segala sesuatu. Dalam
pengertian ini berarti bahwa semua wujud memiliki hukumnya. Tuhan memiliki
hukumnya, dunia material memiliki hukumnya, binatang memiliki hukumnya, manusiapun
memiliki hukumnya sendiri. Dalam kaitannya dengan yang akan dibahas tentunya pengertian
yang disampaikan oleh Montesquieu akan dibatasi dalam pengertian hukum yang dimiliki
oleh manusia.
Berfilsafat adalah berpikir dalam tahap makna, ia terikat makna dari sesuatu. Berpikir
mendalam terhadap makna artinya menemukan makna terdalam dari sesuatu, yang berada
dalam kandungan sesuatu itu. Dalam filsafat seseorang mencari dan memerlukan jawaban
dan bukan hanya dengan dengan memperlihatkan penampakan (appearance) semata,
melainkan menelusurinya jauh di balik penampakan itu dengan maksud menentukan sesuatu
yang di sebut nilai dari sebuah realitas.
Filsafat memiliki objek bahasan yang sangat luas, meliputi semua hal yang dapat di jangkau
oleh pikiran manusia, dan berusaha memaknai dunia dalam hal makna, hal ini berbeda
dengan mempelajari ilmu hukum yang memiliki ruang lingkup yang terbatas, karena hanya
mempelajari tentang norma atau aturan (hukum). Banyak Persoalan-persoalan berkenaan
dengan hukum membangkitkan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut yang memerlukan
jawaban mendasar. Pada kenyataannya banyak pertanyaan-pertanyaan mendasar itu tidak
dapat dijawab lagi oleh hukum. Persoalan-persoalan mendasar yang tidak dijawab oleh ilmu
hukum menjadi objek bahasan ilmu filsafat.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia, philo atau philein berarti cinta, shophia
berarti kebijaksanaan. Gabungan kedua kata bermakna cinta kebijaksanaan. Philosophos
adalah pencinta kebijaksanaan dalam bahasa Arab disebut failusuf kemudian di transfer
kedalam bahasa Indonesia failusuf atau filusuf. Selain itu dalam bahasa Arab dikenal kata
hikmah yang hampir sama dengan kata kebijaksanaan. Kata hikmah atau hakim dalam bahasa
Arab dipakai dalam pengertian falsafah dan failusuf, tetapi harus dilihat dalam konteks apa
kata hikmah dan hakim itu digunakan karena tidak semua kata hikmah dan hakim itu
digunakan. Hal itu menunjukkan bahwa kata hikmah atau hakim dapat di artikan falsafah atau
filusuf.
Filsafat hukum merupakan ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis yang dikaji secara
luas mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut dengan hakikat. Tujuan
mempelajari filsafat hukum untuk memperluas cakrawala sehingga dapat memahami dan
mengkaji dengan kritis atas hukum dan diharapkan akan menumbuhkan sifat kritis sehingga
mampu menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum. Filsafat hukum ini berpengaruh
terhadap pembentukan kaidah hukum sebagai hukum in abstract.
Filsafat Penghukuman
Filsafat penghukuman adalah cabang filsafat yang membahas konsep, etika, dan teori di balik
hukuman dalam sistem hukum. Ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
mengapa kita menghukum, apa tujuan dari hukuman, bagaimana kita harus memutuskan jenis
hukuman yang tepat untuk suatu tindakan, dan apa yang adil dalam konteks hukuman.
Beberapa pemikiran dan teori yang terkait dengan filsafat penghukuman meliputi:
1. Retribution (Pembalasan): Teori ini berfokus pada ide bahwa hukuman seharusnya
merupakan balasan yang setimpal dengan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang. Penganut retibusi berpendapat bahwa orang yang melakukan kejahatan
seharusnya menerima hukuman yang setara dengan kerusakan yang mereka sebabkan.
2. Deterrence (Pencegahan): Teori pencegahan berpendapat bahwa hukuman seharusnya
bertujuan untuk mencegah pelanggaran hukum dengan membuat potensi pelaku
kejahatan berpikir dua kali sebelum melanggar hukum. Deterrensi dapat dibagi
menjadi dua jenis: general deterrence (menakut-nakuti masyarakat umum) dan
specific deterrence (mencegah pelaku yang sama melakukan tindakan kriminal lagi).
3. Rehabilitation (Rehabilitasi): Pendekatan ini berfokus pada upaya memperbaiki
pelaku kejahatan dan mengubah perilaku mereka agar bisa kembali menjadi anggota
produktif dalam masyarakat. Tujuan hukuman adalah membantu pelaku kejahatan
untuk memahami tindakan mereka, mengatasi masalah yang mendasarinya, dan
memungkinkan mereka untuk hidup lebih baik setelah hukuman selesai.
4. Restorative Justice (Keadilan Restoratif): Konsep ini menekankan pemulihan
hubungan yang rusak akibat kejahatan. Daripada hanya memandang pelaku kejahatan
sebagai musuh yang harus dihukum, keadilan restoratif melibatkan pelaku, korban,
dan masyarakat dalam proses perbaikan hubungan dan pemulihan.
5. Utilitarianism (Utilitarianisme): Teori ini berpandangan bahwa hukuman seharusnya
bertujuan untuk menghasilkan manfaat maksimal bagi masyarakat secara keseluruhan.
Dalam konteks penghukuman, utilitarianisme berfokus pada pengukuran konsekuensi
hukuman terhadap masyarakat, seperti penurunan tingkat kejahatan dan peningkatan
kesejahteraan sosial.
Peran filsafat dalam pelaksanaan penghukuman di sebuah negara dapat sangat signifikan.
Berikut beberapa peran utama filsafat dalam konteks ini:
Dengan demikian, filsafat memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman dan
pelaksanaan penghukuman di sebuah negara. Ini membantu menjaga agar sistem hukum tetap
sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diakui oleh masyarakat dan negara tersebut.
Perbandingan Umum:
1. Tujuan Hukuman: Filsafat penghukuman cenderung lebih berfokus pada hukuman
sebagai pembalasan atau upaya untuk mencegah tindakan kriminal melalui efek
deterrensi. Filsafat pemasyarakatan lebih berfokus pada rehabilitasi dan restorasi
sebagai cara untuk mengubah perilaku pelaku kejahatan.
2. Penerapan Praktik: Beberapa negara seperti Amerika Serikat cenderung mengadopsi
pendekatan penghukuman yang lebih keras dengan hukuman penjara jangka panjang
dan hukuman mati. Di sisi lain, negara-negara seperti Norwegia dan Selandia Baru
menerapkan pendekatan pemasyarakatan yang lebih rehabilitatif dengan penekanan
pada pembinaan narapidana.
3. Hasil yang Diharapkan: Negara-negara yang mengadopsi pendekatan pemasyarakatan
sering melihat tingkat rehidivisme yang lebih rendah, yang mengindikasikan bahwa
pendekatan ini dapat berhasil dalam mempersiapkan narapidana untuk kembali ke
masyarakat dengan lebih baik. Di sisi lain, praktik penghukuman yang keras kadang-
kadang dikritik karena tidak selalu berhasil dalam mengurangi tingkat kejahatan.