Anda di halaman 1dari 3

A.

Filsafat Pancasila
1. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani, dari kata philein yang berarti cinta, atau philos berarti
sahabat, dan sophos yang artinya hikmah, atau sophia berarti
pengetahuan yang bijaksana (Nasution, 1973; Kaelan dan
Achmad Zubaidi, 2007; Rahayu Minto, 2007). Secara harfiah
filsafat mengandung makna cinta kebijaksanaan kebenaran
sesungguhnya. Dengan demikian filsafat dapat diartikan sebagai
hasrat atau keingintahuan yang sungguh-sungguh akan sesuatu
kebenaran yang sesungguhnya

2. Cakupan Kajian Filsafat


Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka
terjadi juga perkembangan dalam ilmu filsafat, tentunya yang
terkait dengan bidang ilmu tertentu, seperi filsafat sosial, dan
filsafat ilmu pengetahuan lainnya. Keseluruhan perkembangan
ilmu filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut menurut
Kaelan dan Achmad Zubaidi (2007) mencakup filsafat sebagai
proses dan filsafat sebagai produk.
a. Filsafat sebagai proses diartikan sebagai bentuk suatu
aktivitas berfilsafat dalam proses pemecahan suatu
permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan
metode tertentu yang sesuai dengan permasalahannya.
Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu sistem
pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat dalam
pengertian ini adalah filsafat yang tidak bersifat dogmatik
dari suatu sistem nilai tertentu, tetapi lebih merupakan
suatu aktivitas berfilsafat yang dinamis, dengan suatu
metode ilmiah.
b. Filsafat sebagai produk, mencakup pengertian sebagai
jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filosof, pada
zaman dahulu, teori, sistem atau pandangan tertentu,
merupakan hasil dari proses berfilsafat. Sebagai produk
filsafat juga sebagai suatu jenis problema yang dihadapi
oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat
dalam pemecahan persoalan dengan kegiatan berfilsafat.

B. Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil
perenungan yang mendalam dari para tokoh bangsa Indonesia.
Hasil perenungan itu semula dimaksudkan untuk merumuskan
dasar negara yang akan merdeka. Selain itu hasil perenungan
tersebut merupakan suatu sistem filsafat karena telah memenuhi
ciri-ciri berpikir kefilsafatan. Beberapa ciri berpikir kefilsafatan
meliputi: (1) sistem filsafat harus bersifat koheren, artinya
berhubungan satu sama lain secara runtut, tidak mengandung
penrnyataan yang saling bertentangan, meskipun berbeda,
bahkan saling melengkapi, dan tiap bagian mempunyai fungsi
dan kedudukan tersendiri. (2) sistem filsafat harus bersifat
menyeluruh, artinya mencakup segala hal dan gejala yang
terdapat dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai filsafat
hidup bangsa merupakan suatu pola yang dapat mewadahi
semua kehidupan dan dinamika masyarakat Indonesia. (3)
sistem filsafat harus bersifat mendasar, artinya suatu bentuk
perenungan mendalam yang sampai ke inti mutlak permasalahan
sehingga menemukan aspek yang sangat fundamental. Pancasila
sebagai sistem filsafat dirumuskan berdasarkan inti mutlak tata
kehidupan manusia menghadapi diri sendiri, sesame manusia,
dan Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
(4) sistem filsafat yang menjadi titik awal yang menjadi pola dasar
berdasarka penalaran logis, serta pangkal tolak pemikiran tentang
sesuatu. Pancasila sebagai dasar negara pada permulaanya
merupakan buah pikir dari tokoh – tokoh kenegaraan sebagai
suatu pola dasar yang kemudian dibuktikan kebenaranya melalui
suatu diskusi dan dialog panjang dalam sidang BPUPK hingga
pengesahan PPKI

C. Nilai, Moral dan Norma


Nilai adalah sesuatu yang penting, sehingga menarik dan
membangkitkan keaktifan manusia untuk mewujudkannya. Maka nilai itu
nampak sebagai tujuan dari tindakan kita. Kita menganggap

sesuatu bernilai, karena ada suatu dinamika afektif yang


membuat kita menilai objek tersebut sebagai bernilai. Objek
yang bernilai itu selaras dengan dinamika afektif kita. Nilai itu
bersifat subjektif, sebab menyangkut keselarasan dengan suatu
sikap batin, dengan kecenderungan serta kehendak insani orang
bersangkutan..

Pengertian moral, menurut Suseno adalah ukuran baikburuknya


seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai
warga masyarakat, dan warga negara. Sedangkan pendidikan
moral adalah pendidikan untuk menjadaikan anak manusia
bermoral dan manusiawi. Moral adalah prinsip baik-buruk yang
ada dan melekat dalam diri individu/seseorang. Walaupun moral
itu berada dalam diri individu, tetapi moral berada dalam suatu
sistem yang berwujud aturan. Moral dan moralitas memiliki
sedikit perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk
sedangkan moralitas merupakan kualitas pertimbangan baikburuk.
Dengan demikian, hakekat dan makna moralitas bisa
dilihat dari cara individu yang memiliki moral dalam mematuhi
maupun menjalankan aturan.
Pengertian norma adalah tolok ukur/alat untuk mengukur
benar salahnya suatu sikap dan tindakan manusia. Norma juga
bisa diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang
menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya terkandung
nilai benar/salah. Dalam hidup sehari-hari manusia membedakan
berbagai macam norma, yaitu norma teknis dan norma-norma
berlaku umum. Norma teknis hanya berlaku untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu atau untuk kegiatan-kegiatan sementara
dan terbatas, misalnya norma teknis dalam permainan sepak
bola. Sedangkan norma-norma yang berlaku umum bagi semua
warga negara dapat dibagi menjadi empat yakni : Norma Agama,
Norma Kesusilaan, Norma Kesopanan dan Norma Hukum.
Norma agama berlaku, karena kita sebagai hamba Allah yang
wajib bertaqwa dan tunduk pada aturan agama. Norma kesusilaan
berlaku, karena kita sebagai makhluk yang paling sempurna di
muka bumi jadi kita harus saling menghormati tidak merenggut
hak orang lain. Norma kesopanan hanya berlaku atas dasar
kebiasaan dan menurut pendapat kebanyakan orang. Norma
hukum ditetapkan dan dirumuskan oleh otoritas masyarakat,
yang pelaksanaanya dapat dituntut oleh pelanggarnya ditindak
dengan pasti oleh penguasa sah dalam masyarakat (Pemerintah).

Anda mungkin juga menyukai