Oleh :
M.R. Khairul Muluk
Abstract
Relation in Politic and administration can be explained in two aspects: local government value and Personnel. Relation in
first aspect is represented in debates between structural efficiency and local democracy model. Relation in second aspect
is represented in struggle between value-free and value-laden approach. These relations put into continuum rather than
dichtomy between politic and administration because both of them are viewed as complementary rather competition.
Keyword: local government model, local government personnel, structural effeciency model, local democracy model,
value-laden approach, value-free approach.
dasar desentralisasi yang dianut. Perubahan kontinum, penerapan model efisiensi struktural
kebijakan desentralisasi ini menandai pula mengandung kadar yang berbeda antar negara
arah pendulum yang seringkali berubah antara namun umumnya tidak pula mengabaikan
structural efficiency model dan local democracy pertimbangan demokrasi lokal. Jika kadar
model. Sejak masa tersebut, pemerintahan efisiensi strukturalnya tinggi maka kadar
daerah di Indonesia dapat dibagi ke dalam demokrasi lokalnya rendah demikian pula jika
enam putaran dilihat dari sudut pandang nilai kadar efisiensi strukturalnya rendah maka
yang hendak diwujudkan. Putaran pertama dari kadar demokrasi lokalnya tinggi. Hal ini terjadi
tahun 1903 sampai 1922 menuju nilai efisiensi. karena pada dasarnya pertimbangan efisiensi
Putaran kedua dalam kurun waktu 1922 sampai dan efektivitas pemerintahan merupakan
1942 menuju nilai efisiensi dan partisipasi. sebuah keharusan yang harus dipenuhi oleh
Kurun waktu ini menunjukkan posisi pendulum setiap negara di dunia karena keterbatasan
yang berada di tengah continuum antara nilai sumber daya pemerintah untuk memenuhi
efisiensi dan partisipasi. Putaran ketiga dalam seluruh kebutuhan masyarakat. Pertimbangan
masa 1945-1959 menuju demokrasi atau demokrasi lokal juga mendesak diberlakukan
kedaulatan rakyat. Putaran keempat berada karena kebutuhan pelibatan masyarakat dalam
dalam masa 1959-1974 menuju stabilitas pemerintahan daerah menjadi kecenderungan
dan efisiensi pemerintahan. Putaran kelima kuat di hampir semua negara di dunia ini. Teori
yang berada dalam kurun waktu 1974-1999 kontinum untuk model demokrasi lokal dan
menuju efisiensi dan efektivitas pelayanan efisiensi struktural memberi jawaban akan
publik dan pembangunan. Putaran keenam pertempuran pendapat yang mendikotomi ke
terjadi sejak masa reformasi 1999 yang dua model tersebut.
menekankan partisipasi dan demokrasi menuju Penerapan model demokrasi lokal
kebe-ragaman dalam penyelenggaraan peme- mengandung arti bahwa penyelenggaraan
rintahan daerah (lihat Hoessein, 1995). desentralisasi dan otonomi daerah menuntut
Pergeseran model pemerintahan adanya partisipasi dan kemandirian masya-
daerah dari model efisiensi struktural ke rakat local (daerah) tanpa mengabaikan prinsip
arah model demokrasi lokal dan sebaliknya persatuan negara bangsa. Partisipasi dan
merupakan kenis-cayaan dalam organisasi kemandirian disini adalah berkaitan dengan
negara bangsa yang hubungannya bersifat kemampuan penyelenggaraan pemerintahan
kontinum. Meski pada dasarnya secara dan pembangunan atas prakarsa sendiri yang
ekstrim model demokrasi lokal menjauhi berdampak pada peningkatan kesejahteraan
prinsip efisiensi namun dalam praktek tetap masyarakat. Otonomi daerah merupakan
mengakomodasi prinsip demokrasi lokal wewenang untuk mengatur urusan peme-
dengan kadar yang berbeda-beda. Demikian rintahan yang bersifat lokalitas menurut prakarsa
pula dengan model efisiensi struktural yang sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
ekstrim akan menjauhi prinsip demokrasi setempat. Dengan demikian desentralisasi
dalam pemerintahan daerah meskipun dalam sebenarnya menjelmakan otonomi masyarakat
praktek seringkali pula mengakomodasi setempat untuk memecahkan berbagai
pertimbangan efisiensi dan efektivitas masalah dan pem-berian layanan yang bersifat
pemerintahan daerah. dalam pandangan lokalitas demi kesejahteraan masyarakat
2 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal kebijakan dan Manajemen PNS
pegawai beragam antar daerah sesuai dengan Penggunaan dua nilai dasar ini
kondisi dan potensi daerah masing-masing. dalam praktek bisa bervariasi sesuai dengan
Kelima. Politik kepartaian memungkinkan kebutuhan, masalah, dan aspirasi yang
muncul partai-partai politik lokal sehingga senantiasa berkembang dinamis berdasarkan
corak, aspirasi, dan pilihan-pilihan lokal lebih karakteristik zaman dan masyarakat tertentu.
kuat terartikulasi dalam proses politik lokal. Dalam pemerintahan daerah, penggunaan
Sementara itu, ciri yang melekat nilai dasar tersebut jelas akan mempengaruhi
dalam structural efficiency model antara seluruh dimensi pemerintahan daerah termasuk
lain dijelaskan berikut ini. Pertama adalah penataan daerah, penataan organisasi
Jumlah dan ragam urusan yang diserahkan dan kelembagaan, manajemen keuangan
ke daerah disesuaikan benar dengan potensi daerah, maupun administrasi kepegawaian
nyata daerah dan diberikan secara berhati- daerah. Untuk dimensi yang terakhir, pilihan
hati dengan cara ultra vires doctrine. Kedua antara integrated sytem dengan separated
adalah kontrol pemerintah pusat kepada central and local government personnel
pemerin-tahan daerah yang bersifat preventif. system maupun unified system merupakan
Dalam hal ini, daerah baru dapat menerapkan pilihan kebijakan nasional dalam sistem
kebijakan yang diambil setelah mendapat nasional kepegawaian negara. Selanjutnya,
persetujuan pemerintah pusat. Kontrol seperti dua pendekatan tersebut juga tetap akan
ini lebih efisien dalam mengendalikan daerah mempengaruhi administrasi kepegawaian
dan memudahkan pusat untuk membangun daerah meskipun juga dipengaruhi kuat oleh
irama yang senada di seluruh negeri. Ketiga sistem pemerintahan di masing-masing daerah.
adalah menyangkut keuangan daerah ketika Sistem pemerintahan tersebut pada dasarnya
ketergantungan daerah kepada pusat sangat merupakan administrasi publik pada tingkat
tinggi serta daerah memiliki kewenangan lokal. Bahasan berikut akan dipusatkan pada
yang terbatas dalam mengatur dan mengurus pengaruh berbagai pendekatan administrasi
keuangan daerahnya. Keempat adalah penge- publik yang menunjukkan adanya relasi politik
lolaan kepegawaian yang bersifat terintegrasi dan administrasi terhadap kepegawaian
(integrated) antara pegawai pemerintah pusat daerah.
dan pegawai pemerintah daerah. Pengelolaan
yang menyatu ini menyebabkan pegawai dapat
ditempatkan dimana saja dan digerakkan RELASI POLITIK DAN ADMINIS-TRASI
kemana saja oleh pemerintah pusat sesuai DALAM KEPEGAWAIAN DAERAH
kebutuhan pembangunan dan pemerintahan.
Kelima adalah menyangkut politik kepartaian
yang mencerminkan pengendalian partai politik Dalam bidang studi administrasi
secara nasional. Politik lokal diwarnai oleh publik, menurut Rosenbloom (1989) setidak-
partai politik yang merupakan kepanjangan tidaknya terdapat tiga pendekatan utama
tangan partai politik nasional. Aspirasi lokal yang bisa didiskusikan, yaitu pendekatan
sebenarnya tetap dapat diakomodasi dalam manajerial, politik, dan legal. Masing-masing
hal ini namun tetap berada dalam koridor pendekatan tersebut menekankan nilai,
kepentingan nasional. susunan organisasi, pandangan individual, dan
orientasi intelektual yang berbeda satu sama sumber daya manusia sektor publik ini sebagai
lain. Oleh karena itu, administrator publik bisa bidang yang gersang dan tandus bagi studi-
jadi lebih memainkan peran sebagai manajer, studi teoritis. Bahkan ada anggapan dari
atau pembuat kebijakan, atau pelaksana sebagian Guru Besar tersebut yang melihat
regulasi konstitusional bergantung pada bidang ilmu ini sebagai ‘ilmu tukang’ yang
pendekatan mana yang lebih di-tekankannya. hanya mengajarkan mahasiswa untuk menjadi
Hal yang sama rupanya terjadi pula pada tukang-tukang dalam pekerjaannya karena
bidang kepegawaian, yang mana selama tidak membutuhkan analisis yang tajam dan
puluhan tahun di Indonesia lebih berorientasi mendalam. Hal ini terjadi karena bidang
pada pendekatan legal. Jadi, disadari atau kepegawaian dianggap sebagai kegiatan
tidak studi kepegawaian dalam kerangka judul administratif rutin belaka sehingga para peneliti
administrasi kepegawaian daerah umumnya bidang ini akhirnya cenderung untuk mencari
telah terjebak hanya pada satu pendekatan solusi rutin atas permasalahan-permasalahan
saja. dalam pengelolaan sumber daya manusia.
Hal yang sama sebenarnya terjadi tidak Pendekatan legal-formal yang diakibatkan
hanya di Indonesia saja, di Amerika Serikat persoalan pertama akhirnya merambah pada
jauh-jauh hari juga mengalami persoalan persoalan ke dua ini sehingga menyebabkan
serupa. Klingner & Nalbandian (1985) telah pengelolaan sumber daya manusia menjadi
menunjukkan masalah tersebut sebagai bagian yang tidak lagi menantang secara
masalah berat yang dihadapi oleh studi-studi akademis karena telah dibatasi oleh koridor
kepegawaian daerah. Berbagai faktor telah normatif yang telah ditetapkan. Pengembangan
mendukung kurang berkembang-nya studi dan suatu teori dalam bidang tertentu mem-
teori kepegawaian negara. butuhkan perhatian dari sejumlah variabel yang
Pertama, terlalu banyak bagian dari berfluktuasi dan menantang. Jika fluktuasi dan
administrasi kepegawaian di atur oleh Undang- ruang lingkup variabel yang dikembangkan
Undang, Peraturan, dan berbagai jenis regulasi dibatasi maka akibatnya adalah reduksi atas
lainnya yang pada awalnya dimaksudkan kemungkinan alternatif dan fluktuasi variabel
untuk membatasi adanya penyimpangan dan yang bisa dikembangkan sehingga bidang
intervensi politik dalam manajemen sumber tersebut tidak lagi menggairahkan.
daya manusia di sektor pemerintahan. Asumsi Dua persoalan di atas akhirnya
yang mendasari timbulnya faktor ini adalah merembet pada persoalan ketiga, yaitu
upaya mencegah patronase politik terhadap berkembangnya pemikiran one best way
administrasi publik sehingga efisiensi dan dalam praktisi dan pemerhati administrasi
ketidakberpihakan birokrasi lebih bisa dijamin. kepe-gawaian daerah. Mereka hanya berpikir
Akan tetapi pada kenyataannya ketidaknetralan bahwa hanya ada satu cara terbaik saja dalam
birokrasi di Indonesia justru bukan disebabkan menjalankan administrasi kepegawaian serta
oleh sekian banyak peraturan kepegawaian, menyusun solusi atas problem yang timbul
melainkan sistem dan budaya politik yang di lapangan. Mereka tidak lagi berpikir untuk
berlaku sehingga birokrasi justru menjadi memiliki alternatif lain atau mengkritisi solusi
kekuatan politik yang dominan (Jackson, 1980). yang telah ada. Akibatnya adalah matinya
Kedua, Para Guru Besar administrasi diskusi-diskusi yang menantang di arena
publik seringkali memandang pengelolaan
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 5
VOL. 3, No.1, Juni 2009
praktisi yang akhirnya berpengaruh juga atau runtutan aktivitas. Jika satu aktivitas
di arena akademisi. Mereka memandang selesai maka tiba saatnya untuk melakukan
administrasi kepegawaian sebagai se- aktivitas berikutnya, demikian seterusnya.
kumpulan teknik administratif yang sudah Konsekuensinya terletak pada pemahaman
pakem dan diyakini kebenarannya untuk yang sifatnya kronologis antara fungsi yang
berlaku dimanapun dan kapanpun sesuai satu dengan fungsi lainnya, sehingga kurang
dengan masa berlakunya peraturan yang menyadari bahwa setiap fungsi tersebut
meregulasinya. Semuanya bersifat rutin mempunyai keterkaitan yang sangat erat
dan tersedia. Perubahan dan kondisi yang antara fungsi yang satu dengan yang lain.
berbeda antar ruang dan waktu telah diabaikan, Keterkaitan tersebut tidak sesederhana
termasuk kelemahan dan ancaman dari suatu hubungan sequential seperti di atas. Selain
praktek tertentu tidak lagi diperhitungkan. itu, setiap aktivitas atau fungsi tersebut tidaklah
Semuanya berjalan dengan baik karena berdiri sendiri dan bebas memilih teknik yang
hanya ada satu jalan atau cara terbaik. terbaik tanpa memandang kesesuaiannya
Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan, dengan fungsi-fungsi lainnya. Persoalan
seriusnya justru terletak pada bagaimana
karena administrator kepegawaian tidak lagi
menyesuaikan berbagai fungsi tersebut satu
mengembangkan kreativitas dan inovasi yang
sama lain secara bersama-sama.
memadai untuk menyesuaikan persoalan yang
Kedua, Pendekatan legalistik telah
muncul dengan berbagai alternatif solusi yang
memberikan teknik tertentu pada fungsi-fungsi
dimungkinkan.
tertentu dijalani dan diaplikasikan pada suatu
Dalam bagian sebelumnya telah organisasi sehingga sebagai konsekuensi
dijelaskan bahwa pendekatan legalistik telah logisnya adalah menyebabkan para pengelola
berkembang begitu dalam pada administrasi personalia secara implisit mengabaikan
kepegawaian daerah. Pendekatan ini dimensi nilai dalam keputusan dan penerapan
menimbulkan akibat-akibat serius bagi kurang kebijakan kepegawaian. Selain itu, mereka juga
ber-kembangnya kajian sumber daya manusia akan mendukung pendapat bahwa manajemen
di bidang administrasi publik. Selain itu, personalia atau admi-nistrasi kepegawaian
terjadi pula beberapa konsekuensi praktis itu merupakan penerapan teknik-teknik
yang dialami oleh para praktisi kepegawaian, manajemen yang bebas nilai. Jelas asumsi ini
akademisi, bahkan para pegawai itu sendiri merupakan kebalikan dari lingkungan politik
baik yang secara langsung mereka sadari yang sarat nilai dimana sebenarnya para
maupun tidak. Setidak-tidaknya ada tiga praktisi administrasi kepegawaian daerah
konsekuensi logis tersebut yang diungkapkan men-jalankan tugasnya. Sebenarnya terdapat
oleh Klingner & Nalbandian (1985). banyak variasi pilihan kebijakan di bidang
Pertama, berkaitan dengan materi personalia yang mempunyai dampak yang
atau fungsi yang ada dalam pengelolaan per- berbeda bagi para pegawai maupun bagi publik
sonalia, mulai dari perencanaan, rekrutmen, di luar itu yang berkompetisi memperebutkan
seleksi dan penempatan, penggajian, penilaian sumber daya langka, yaitu pekerjaan sebagai
prestasi kerja, pendidikan dan pelatihan, sanksi pegawai pemerintahan. Pilihan kebijakan
dan disiplin, sampai pada pemisahan. Berbagai tersebut sesungguhnya memperlihatkan
fungsi tadi lebih dipahami sebagai sequence kepada kita bahwa pikiran one best way
atau satu cara terbaik di bidang administrasi
6 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal kebijakan dan Manajemen PNS
tidak mampu mengukur prestasi kerjanya yang dapat dipandang sebagai dominan dalam
sendiri, bahkan ada kecenderungan ia juga administrasi publik. Pandangan demikian
tidak mampu mengenali apa sebenarnya tentu merupakan pendekatan atau paradigma
tugas pokoknya. Pada kondisi seperti ini tentu tersendiri dalam memandang administrasi
yang dirugikan adalah si pegawai itu sendiri publik pada umumnya sehingga mempengaruhi
dan bahkan organisasi secara keseluruhan. pula pendekatan terhadap aspek-aspek yang
Meskipun Santoso (1993) menyebutkan ada terkandung di dalamnya, termasuk dalam
motif kekuasaan dibalik praktek tersebut, akan administrasi kepegawaian.
tetapi yang terpenting contoh ini menunjukkan Keaneka-ragaman nilai ini memang
betapa para pengelola kepegawaian tidaklah sepatutnya dipahami jika kita kembali
begitu peduli atas dampak praktek dan menengok aksioma pertama administrasi, yaitu
keputusan kepegawaian yang diambilnya bahwa suatu organisasi tidak beroperasi dalam
terhadap pegawai. ruang hampa (Starling, 1998). Selanjutnya
Sebagai proses yang sarat nilai Starling mengungkapkan bahwa administrasi
maka diperlukan pendekatan alternatif dalam publik paling tidak beroperasi dalam atmosfer
memandang administrasi kepegawaian politik, hukum, dan sosio-teknis, termasuk
negara, yaitu dengan melihatnya juga berbagai macam lembaga yang terkait dalam
sebagai interaksi politik dan administrasi kehidupan bernegara. Administrator publik
sebagaimana diungkapkan oleh Klingner & harus memiliki pengetahuan yang memadai
Nalbandian (1985). Relasi tersebut dapat dilihat terhadap institusi dan proses politik serta
dalam empat nilai dominan yang mewarnai hukum. Bahkan pengetahuan saja sebenarnya
administrasi kepegawaian negara dan bukan tidaklah memadai karena administrator publik
sekedar dipandang sebagai kumpulan teknik seyogyanya juga memiliki political skill and
kepegawaian belaka yang bebas nilai. Dua ahli management. Beragam kemampuan yang
tersebut mengungkapkan bahwa empat nilai harus dimiliki di antaranya adalah kemampuan
tersebut mencakup administrative efficiency menganalisa dan menginterpretasikan
(efisiensi administrasi), individual rights kecenderungan ekonomi, sosial, dan
(hak-hak individu), political respon-siveness politik; ke-mampuan untuk menganalisa
(responsi politik), dan social equity (keadilan konsekuensi tindakan-tindakan administratif;
sosial). Nilai ini kiranya setara dengan nilai- dan ke-mampuan untuk memperjuangkan dan
nilai yang dimaksudkan oleh Rosenbloom mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan;
(1989) yang mana administrative efficiency serta kemampuan untuk berhubungan dengan
merupakan nilai dasar managerial approach, berbagai instansi terkait baik publik, swasta
dan individual rights merupakan nilai utama dari maupun organisasi non pemerintah.
legal approach, serta political responsiveness Untuk itu, berbagai nilai dan pen-
& social equity merupakan nilai-nilai yang dekatan tersebut penting dikaji dan diper-
terkandung dalam political approach. timbangkan karena nilai inilah yang mem-
Ilmuwan-ilmuwan tersebut sepakat bentuk dan mempengaruhi perkembangan
bahwa dalam administrasi publik, nilai-nilai dan dan penggunaan teknik-teknik administrasi
pendekatan-pendekatan tersebut berinteraksi kepegawaian. Tidak seperti halnya admi-nistrasi
satu sama lain sehingga tidak ada satu nilaipun kepegawaian dalam organisasi profit-making-
8 Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN
Jurnal kebijakan dan Manajemen PNS
oriented yang sangat menekankan pada Ability) yang dapat menghasilkan pegawai
nilai efisiensi administrasi atau pendekatan yang memiliki kemampuan terbaik dengan
manajerial, dan tidak seperti apa yang mengabaikan faktor-faktor subyektif seperti
dimaksudkan dalam administrasi kepegawaian suku, jenis kelamin, keturunan, alumni, agama
negara yang menekankan pada pendekatan dan lain sebagainya. Akan tetapi jika nilai yang
legal, maka pendekatan ini memandang bahwa dijadikan dasar adalah social equity maka
seluruh nilai tersebut berinteraksi satu sama teknik seleksi yang dipergunakan adalah teknik
lain dalam administrasi kepegawaian negara. yang mampu mengakomodasi nilai tersebut
Hal ini disebabkan oleh lingkungan kerja dan (misalnya seleksi administrasi dikombinasi
ruang lingkup personalia publik merupakan dengan teknik wawancara) sehingga pegawai
bidang yang seringkali bergejolak karena yang terpilih akan lebih memper-timbangkan
interaksi dari nilai-nilai yang berubah pada proporsi jenis kelamin, suku atau asal daerah,
setiap fungsi utama kepegawaian. keturunan dan isu lain sebagainya secara
Fungsi-fungsi utama administrasi seimbang.
kepegawaian yang dijalankan oleh instansi- Dari contoh tersebut dapat dipahami
instansi pemerintahan agar karyawannya bahwa nilai-nilai yang mendasari dapat
bekerja secara kompeten dalam suasana mempengaruhi jenis teknik tertentu dalam
kerja yang memuaskan adalah: (a) pengadaan fungsi kepegawaian tertentu. Bahkan nilai juga
pegawai; (b) alokasi pekerjaan; (c) pemberian mampu mempengaruhi keputusan-keputusan
imbalan; (d) pengembangan kompetensi; kepegawaian yang akan diambil. Dalam setiap
(e) termasuk pula pemeliharaan hubungan fungsi yang dijalankan terdapat interaksi nilai
kerja. Oleh karena itu, yang terpenting bagi dan bahkan bisa berkembang menjadi konflik
pemerhati masalah (termasuk mahasiswa) nilai jika terdapat perbedaan nilai dari berbagai
administrasi kepegawaian daerah adalah tidak pihak yang terlibat dalam pengambilan
hanya pemahaman atas fungsi-fungsi tersebut kebijakan kepegawaian.
termasuk teknik-teknik yang ada di dalamnya, Contoh di atas juga menunjukkan
akan tetapi mencakup pula apresiasi terhadap kepada kita bahwa fungsi dan teknik
nilai-nilai yang mendasari fungsi dan teknik kepegawaian bukanlah hal yang bebas nilai
tersebut serta interaksi atau bahkan konflik (value free) akan tetapi justru sarat nilai
antar nilai yang terjadi dalam aplikasi fungsi (value laden). Juga menunjukkan betapa nilai
tersebut. Interaksi atau konflik nilai ini bisa tertentu tidak berlaku universal, kapan saja,
mempengaruhi pemilihan alternatif teknik yang dimana saja, oleh siapa saja, dan kepada
akan dipergunakan dalam situasi tertentu. siapa saja. Dengan demikian menjadi suatu
Sebagai misal, pengisian jabatan hal yang menarik untuk dikaji bagaimana nilai-
publik yang sedang lowong bisa mem- nilai tersebut berinteraksi dalam fungsi-fungsi
pengaruhi pemilihan teknik seleksi yang akan utama manajemen personali publik.
dipergunakan. Jika nilai yang mendasarinya Pendekatan nilai ini dianggap sangat
adalah efisiensi administrasi maka teknik membantu berbagai pihak yang terlibat dalam
seleksi yang dipergunakan adalah berbagai aktivitas kepegawaian dalam menjawab
teknik (misalnya SKA test yang menguji berbagai persoalan mendasar yang timbul dari
pegawai pada aspek Skill, Knowledge, and pendekatan terdahulu. Bagi para akademisi,
Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian BKN 9
VOL. 3, No.1, Juni 2009