Anda di halaman 1dari 10

Tata Kelola Pemerintahan Daerah di Era Disrupsi

(Mewujudkan Pelayanan Publik Yang Efektif dan Efisien)


Oleh Akhmad Baizuri M.Si
Disampaikan dalam webinar Administrasi Publik dan Agrikultural Edisi 2
Himpunan Mahasis Pascasarjana (HIMPAS)
Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Abstarak
Transformasi tata kelola pemerintahan daerah di era kemajuan teknologi saat ini menemui
tantangan yang kompleks diberbagai sektor, mengingat pola kebutuhan masyarakat saat ini tidak
seperti era sebelumnnya pada beberapa dekade terakhir. Pada era Disrupsi yang lekat dengan
penggunaan teknologi kepentingan masyarakat beragam tidak hanya soal perekonomian dan
kebutuhan pokok namun telah menjalar pada akses informasi dan kebutuhan yang bersifat tersier.
untuk dapat melayani kepentingan masyarakat secara cepat dan efisien pemerintah daerah dituntut
kesiapannya beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi secara responsif dan
terencana dan menjembataninya dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat dan
beragam. Kesiapan infrastruktur, ketersediaan SDM dan kematangan sistem merupakan aspek
yang tidak dapat dihindari dalam pengelolaan pemerintah daerah untuk bisa beradaptasi dengan
akselarasi perubahan –perubahan di era disrupsi yang berlangsung secara cepat dan radikal (Kasali,
2017 )

Pendahuluan

Dinamika pelayanan publik ditengah masyarakat yang cerdas dan sudah mampu
mengontrol kebijakan melalui akses teknologi informasi sebagai organisasi penyelenggara
pelayanan publik pemerintah daerah memiliki pekerjaan besar dalam rangka memberikan
pelayanan kepada masayarakat yang semakin melek informasi yang disediakan media berbasis
teknologi saat ini. pemerintah Daerah sudah semestinya merespon Era Disrupsi dengan
peningkatan sistem pelayanan yang mampu menjangkau kepentingan masyarakat secara
menyeluruh sekaligus memprediksi perubahan yang akan terjadi yang berdampak pada kualiatas
pelayanan, mengingat perubahan di masa disrupsi saat ini berjalan secara random, apa saja dan
kapan saja bisa terjadi sebagaimana pandangan Kasali, menurutnya Era Disrupsi merupakan
inovasi Radikal, kemajuan yang akan terjadi dimasa depan bisa ditarik kemasa kini. Dengan
demikian berpandangan, Disrupsi adalah inovasi secara radikal. Kemajuan dimasa depan ditarik
kemasa kini.

Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah terkait tata kelola pemerintahan yang mampu
memberikan pelayanan secara efektif dan efisien baik dari segi sumber daya maupun sumber dana
yang sedang berlangsung saat ini adalah implikasi Era Disrupsi dibidang administrasi pemerintah
yang memberikan pilihan kepada pemerintah daerah untuk bisa merespon persoalan yang ada
dengan menyediakan solusi strategis

Tinjauan Historis Tata Kelola Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah memiliki wewenang mengatur dan mengelola penyelenggaraan


pemerintah daerah dalam berbagai aspek mencakup struktur, organisasi,sistem tata kelola,
kebijakan dan proses lainnya yang terkait bagaimana pemerintah daerah beroperasi menjalankan
fungsinya. Output tata kelola Pemerintah daerah tersebut berupa kebijakan publik. Kebijakan
publik juga tidak berdiri sendiri keberadaannya di dukung elemen lain sebagaimana John Kingdon
menuturkan konsep multiple stream, menurutnya kebijakan publik terbentuk oleh 3 unsur,
persoalan kontemporer, kebijakan yang tersedia, dan politik yang mendukung. Pemahaman
tentang unsur pendukung terbentuknya kebijakan publik dipandang penting untuk dapat melihat
bagaimana kebijakan pemerintah berperan terhadap persoalan yang muncul ditengah masyarakat,
kemudian menganalisa variable apa saja yang mempengaruhi kebijakan tersebut serta sejauh mana
dampaknya terhadap kepentingan masyarakat sebagai stakeholder penerima kebijakan.

Dalam rangka mempertegas pemahaman tatakelola pemerintah daerah di Era Disrupsi


agar kiranya kita melakukan kajian historis terkait format pemerintah daerah di Indonesia dari
masa kemasa.

1. Era Orde Lama


Tata kelola pemerintah daerah pada masa orde lama bisa di telusuri dari produk undang-
undang yakni Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tentang kedudukan peraturan mengenai komite
nasional daerah, UndangUndang ini sangat singkat, yang hanya memuat enam pasal yang
ditetapkan ada tanggal 23 November 1945. UndangUndang No. 1 Tahun 1945 mengatur
pembentukan KND (Komite Nasional Daerah), sebagaimana kita ketahui bahwa pada masa awal
kemerdekaan setelah proklamasi, bangsa Indonesia belum memiliki perangkat kenegaraan yang
memadai.
Pada era ordelama pola tata kelola pemerintah daerah bersifat sentralistik terutama pasca
diberlakukannya dekrit 5 Juli 1959 dan tidak lebih dari kepanjangan tangan pemerintah pusat,
Sagala (2016). Namun begitu para pemikir dan tokoh bangsa ketika itu melontarkan konsep
desentralisasi dan otonomidaerah yang menekankan pentingnya tata kelola pemerintah di masing-
masing daerah, seperti apa yang dikemukakan oleh proklamator kita Hatta (1957) menurutnya
otonomi tidak hanya melaksanakan demokrasi tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri.
Prakasrsa sendiri berarti pengambilan keputusan dan pelaksanaan sendiri mengenai kepentingan
masyarakat setempat.

2. Era Orde Baru


Pada era orde baru isu otonomi Dati II kala itu diperbesar melalui undang-undang no.5
Tahun 1974, Bhenyamin berpendapat, dilihat dari matra administrasi negara dengan makin
besarnya otonomi daerah tingkat II dapat tercapai berbagai tujuan yakni pengurangan beban
pemerintah pusat, tercapainya efisiensi dan efektivitas layanan kepada masyarakat, pemantapan
perancangan pembangunan dari bawah, partisipasi masyarakat makin dekat dan meningkat,
Hossein (2011). masyarakat mendapat kemudahan akses menyampaikan partisipasi kepada
pemerintah daerah.
Pada tataran implementasi tata kelola pemerintah daerah pada masa orde baru bergantung
pada kebijakan politik pemerintah pusat, kepala daerah ditunjuk pemerintah pusat sehingga ruang
geraknya sebatas bertanggung jawab secara sentralistik yang bergantung pada keputusan presiden
sebagai pusat kekuasaan.

3. Era Transisi
Pada masa reformasi 1998, oleh para ahli, Indonesia disebut juga berada pada masa transisi
yaitu peralihan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk pada masalah tata kelola pemerintah
daerah. Hal demikian terlihat dari semangat otonomi daerah yang diperjuangkan tokoh-tokoh
demokratis kala itu Tokoh-tokoh reformasi di Indonesia, yang aktif dalam gerakan reformasi pada
akhir 1990-an dan awal 2000-an, mendorong perubahan signifikan dalam sistem pemerintahan di
Indonesia, termasuk penguatan otonomi daerah. Beberapa tokoh reformasi mengemukakan
pandangan mereka tentang otonomi daerah sebagai berikut:

1. Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Gus Dur, yang menjadi Presiden Indonesia pada
periode 1999-2001, sangat mendukung pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah. Ia
menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kunci untuk memperkuat demokrasi, memberikan
kekuasaan kepada masyarakat di tingkat lokal, dan mengurangi sentralisasi kekuasaan di Jakarta.
2. Amien Rais: Amien Rais, tokoh reformasi dan pendiri Partai Amanat Nasional (PAN),
juga merupakan pendukung kuat otonomi daerah. Ia berpendapat bahwa otonomi daerah adalah
prinsip demokrasi yang penting dan dapat meningkatkan pelayanan publik, partisipasi
masyarakat, dan efisiensi pemerintahan.
3. Sri Sultan Hamengkubuwono X: Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta saat itu, merupakan pendukung kuat otonomi daerah. Ia menekankan
pentingnya memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam mengambil
keputusan dan melaksanakan pembangunan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
masyarakat setempat.
Semangat implementasi tata kelola pemerintah daerah yang baik mengemuka melalui
konsep good governance, konsep tersebut oleh Irvan Ridwan Maksum disebut sebagai istilah
yang berbeda dari Good Gornment yang cenderung sentralistik, Maksum mengutip perbandingan
dua konsep tersebut dari Sadu Wasistiono: Dari sifat dan hubungannya Government bersifat
Hirarkis dalam arti pemerintah ada diatas dan warga negara ada dibawah, Governance bersifat
Heterarkis yang berarti kesetaraan kedudukan yang membedakan hanya fungsi.
Komponen yang terlibat dalam konsep Government hanya pemerintah, sedangka dalam
governance ada tiga komponen yang terlibat 1. Sektor public, 2. sektor swasta 3. Masyarakat.
Efek yang di harapkan dalam Government adalah kepatuhan warga negara, dalam
governance adalah partisipasi warga negara. Peran akademik dan peneliti di masa reformasi
banyak memberikan sumbangsih terhadap format otonomi dan tata kelola pemerintah daerah,
pada masa reformasi ini menjadi pijakan bagi realisasi kebijakan publik yang berorientasi pada
kepentingan masyarakat.
Tata Kelola Pemerintah Daerah diEra Disrupsi

Era Disrupsi dimaknai sebagai situasi dan kondisi dimana perubahan terjadi secara cepat
dan tidak terduga yang dapat menggeser dan mengubah pola industri lama secara fundamental.
istilah Disrupsi muncul kepermukaan dikenalkan oleh professor dan peneliti Amerika Clyton
Crestenson, dalam bukunya “The Innovator’s Dilemma: When New Tecnologies Cause Great
Firm to Fail (1997). Menurutnya disrupsi seringkali mengarah pada gesekan kekuatan, kehancuran
perusahaan besar yang tidak dapat beradaptasi dan peluang bagi pemain baru untuk mengambil
alih . meski istilah disrupsi pada mulanya mengarah pada sektor industry, ekonomi dan Bisnis
namun pada perkembangannya istilah ini ditarik keberbagai sektor, mengingat situasi ekonomi
salah satu aspek yang dapat mempengaruhi system pemerintah dan kebijakan public.
Jika istilah Disrupsi yang tengah mengemuka belakangan ini ditarik kepersoalan tata kelola
pemerintah daerah maka di masa ini paradigma hirarki pemerintah daerah berada diatas tehadap
masyarakat semakin terkikis, pemerintah daerah bukan lagi sebagai instansi sakral dan masyarakat
sebagai rakyat bawahan yang tidak memiliki peran partisipatif membangun daerah. Pola tata kelola
pemerintah daerah dapat merujuk pada Undang-undang no.23 tahun 2014
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah di Indonesia
mengatur kewenangan tata kelola pemerintah daerah. Berdasarkan undang-undang tersebut,
pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam beberapa bidang tertentu. Berikut adalah
beberapa kewenangan tata kelola pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang tersebut:
1. Otonomi Daerah: Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dalam hal-hal yang menjadi urusan pemerintahan daerah, kecuali yang
diatur secara tegas oleh undang-undang sebagai urusan pemerintah pusat.
2. Urusan Pemerintahan Daerah: Undang-undang mengatur sejumlah urusan pemerintahan daerah
yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, antara lain:
a. Pendidikan daerah, termasuk pengelolaan sekolah tingkat daerah.
b. Kesehatan daerah, termasuk pengelolaan fasilitas kesehatan tingkat daerah.
c. Penyelenggaraan pemerintahan dan penyelenggaraan keuangan daerah.
d. Penyelenggaraan tata ruang dan perencanaan wilayah.
e. Penyelenggaraan perhubungan di tingkat daerah.
f. Penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
g. Penyelenggaraan lingkungan hidup dan kehutanan di tingkat daerah.
h. Penyelenggaraan sosial di tingkat daerah, seperti pelayanan sosial dan rehabilitasi sosial.
i. Penyelenggaraan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di tingkat daerah.
Daftar urusan pemerintahan daerah yang diatur dalam undang-undang dapat diperluas atau
dipersempit oleh pemerintah pusat sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan daerah.

3. Pendanaan Daerah: Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam mengelola dan


memanfaatkan sumber pendapatan daerah, termasuk pajak daerah, retribusi daerah, dan dana
perimbangan dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga memiliki kewenangan dalam
mengelola anggaran daerah dan melakukan pengeluaran sesuai dengan kebijakan dan program
pembangunan daerah.
4. Pembentukan Peraturan Daerah: Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membuat
peraturan daerah (perda) dalam batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang. Perda ini
mengatur hal-hal yang menjadi urusan pemerintahan daerah dan berlaku di wilayah daerah
tersebut.
5. Kerja Sama antar Daerah: Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk melakukan kerja
sama dengan pemerintah daerah lain dalam bentuk asosiasi daerah, konsorsium, atau bentuk kerja
sama lainnya untuk memperoleh keuntungan bersama dan memajukan daerah.
Wewenang pemerintah daerah dalam undang-undang no.23 tahun 2014 dalam tataran
implementasi perlu beradapatasi dengan keberadaan teknologi informasi yang dapat
menjembatani layanan pemerintah daerah yang menyediakan ruang terbuka bagi masyarakat dapat
dengan mudah menggunakan layanan dari berbagai tempat dan waktu. Penggunaan internet dan
aplikasi dapat memangkas kerumitan birokrasi hingga dapat merealiasasikan layanan yang efektif
dan efisien. Oleh karenanya untuk dapat merealisasikan kebijakan yang efektif dan efisien
diperlukan peran berbagai elemen. Dari sisi pemerintah daerah siap berinovasi menyediakan
tekhnologi dan sistem birokrsi yang adaptable, penguatan SDM dibangun secara berkala,
monitoring dan evaluasi kebijakan dilakukan guna meningkatkan implementasi layanan, selain itu
pemerintah daerah tetap menjaga prinsip fundamental transparansi, akuntabilitas, dan berkolabari
dengan unsur swasta dan akademisi dalam rangka mengokohkan prinsip good and clean
governance dan melakukan transformasi layanan publik berupa penerapan e-government
diberbagai layanan sehingga masyarakat dapat mengakses layan secara efektif, dan efisien dan
berdaptasi di era percepatan perubahan saat ini.
Implementasi Pelayanan Publik Yang Efektif dan Efisien
Dalam era disrupsi, tata kelola pemerintah daerah perlu mengikuti perkembangan
teknologi dan menghadapi perubahan sosial yang cepat. Berikut adalah beberapa prinsip dan
komponen yang seharusnya ada dalam tata kelola pemerintah daerah di era disrupsi:

1. Inovasi: Pemerintah daerah harus mendorong budaya inovasi untuk menghadapi


perubahan dan memanfaatkan teknologi terkini. Ini melibatkan eksplorasi dan adopsi teknologi
baru serta pengembangan solusi yang inovatif untuk memperbaiki pelayanan publik.
2. Digitalisasi: Pemerintah daerah perlu mendorong transformasi digital dengan
mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi yang relevan. Ini termasuk penerapan e-
government, penggunaan data dan analitik, dan pengembangan platform digital untuk pelayanan
publik yang lebih efisien dan terjangkau.
3. Partisipasi Publik: Pemerintah daerah harus meningkatkan partisipasi publik dalam
pengambilan keputusan. Hal ini dapat dilakukan melalui konsultasi publik, forum diskusi, dan
platform online yang memungkinkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan yang berdampak pada kebijakan dan program pemerintah daerah.
4. Transparansi dan Akuntabilitas: Pemerintah daerah harus menerapkan transparansi yang
tinggi dalam pengelolaan publik. Informasi publik dan data pemerintah harus mudah diakses oleh
masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah juga harus menjalankan mekanisme akuntabilitas yang
kuat untuk memastikan integritas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya publik.
5. Kemitraan dan Kolaborasi: Pemerintah daerah perlu membangun kemitraan yang erat
dengan sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga akademik untuk mengembangkan solusi
inovatif dan memperkuat kapasitas dalam menghadapi disrupsi. Kolaborasi yang baik dapat
meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan dan program pemerintah daerah.
6. Peningkatan Kapasitas SDM: Pemerintah daerah harus berinvestasi dalam peningkatan
kapasitas SDM yang memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam mengelola perubahan dan
teknologi. Pelatihan, pendidikan, dan pengembangan keterampilan digital harus didorong agar
pegawai pemerintah daerah dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
7. Monitoring dan Evaluasi: Pemerintah daerah perlu melakukan pemantauan dan evaluasi
berkelanjutan terhadap kebijakan dan program yang dilaksanakan. Evaluasi ini akan membantu
mengidentifikasi keberhasilan, kegagalan, dan perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan
efektivitas pelayanan publik.
Tata kelola pemerintah daerah di era disrupsi haruslah responsif terhadap perubahan, inovatif,
terbuka, dan berorientasi pada pelayanan publik yang berkualitas. Dengan menerapkan prinsip-
prins
Daftar Referensi
Hoessein Bhenyamin, Perubahan Model Pola dan Bentuk Pemerintah Daerah dari Era Orde
Baru ke Era Reformasi, Jakarta: DIA FISIP UI, 2011.
Maksum, Irvan Ridwan, Seluk Beluk Pemerintah Daerah, Mencari Alternatif Memperkuat
Negara Bangsa, Jakarta: FISIP UI Press, 2008.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
Kasali Rhenald, Menghadapi Lawan-lawan Tak Kelihatan di Dunia Uber, Jakarta: Rumah
Perubahan 2017
kompasiana.com/wiwidambar/62730e2abb4486587910fe02/the-multiple-streams-theory-
sumbangsih-john-w-kingdon-dalam-teori-kebijakan-publik
Secara garis besar berikut ini adalah

Menjaga Prinsip Fundamental:


Menjadikan masyrakat sebagai mitra (tidak lagi penguasa dan rakyat)
Transparansi melalui jalur informasi
Akuntabilitas
Menggandeng akademisi dalam kajian-kajian strategis

Pemanfaatan Media Sosial untuk pelayanan


Pemerintah daerah punya bran ambassador, endors ig, publikasi informasi disajikan secara
sederhana dan merakyat, dengan cara-cara milineal malah kalua bisa di sajikan cara baru yang
lebih inovatif ringan dan edukatif.
Dasarnya adalah system pemerintah daerah mampu beradaptasi secara dinamis, politik daerah
menyentuh kondisi social 5.0 (smart society) karena administrasi public adalah produk
pemerintah daerah.
Digitalisasi Birokrasi
Cyber Security
Salah satu elemen yang membentuk kebijakan publik adalah tata kelola pemerintah meski banyak
factor lain seperti tekanan politik, penelitian akademik, kepentingan kelompok, partisipasi publik
dari penulusuran historis tentang bentuk pemerintah daerah tersebut dapat kita petakan model yang
berlaku dimasing-masing masanya baik dengan format sentralistik maupun desentralisasi.
bab kelima yang mendapatkan perhatian penulis adalah fenomena digitalisasi pelayanan
publik. Kemajuan teknologi informasi berbasis internet tidak saja mendisrupsi sektor
bisnis tetapi juga sektor publik.
Diantisipasi tapi dihadapi
Dalam era disrupsi, tata kelola pemerintah daerah perlu mengikuti perkembangan teknologi dan
menghadapi perubahan sosial yang cepat. Berikut adalah beberapa prinsip dan komponen yang
seharusnya ada dalam tata kelola pemerintah daerah di era disrupsi:

1. Inovasi: Pemerintah daerah harus mendorong budaya inovasi untuk menghadapi perubahan dan
memanfaatkan teknologi terkini. Ini melibatkan eksplorasi dan adopsi teknologi baru serta
pengembangan solusi yang inovatif untuk memperbaiki pelayanan publik.
2. Digitalisasi: Pemerintah daerah perlu mendorong transformasi digital dengan mengadopsi
teknologi informasi dan komunikasi yang relevan. Ini termasuk penerapan e-government,
penggunaan data dan analitik, dan pengembangan platform digital untuk pelayanan publik yang
lebih efisien dan terjangkau.
3. Partisipasi Publik: Pemerintah daerah harus meningkatkan partisipasi publik dalam pengambilan
keputusan. Hal ini dapat dilakukan melalui konsultasi publik, forum diskusi, dan platform online
yang memungkinkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang
berdampak pada kebijakan dan program pemerintah daerah.
4. Transparansi dan Akuntabilitas: Pemerintah daerah harus menerapkan transparansi yang tinggi
dalam pengelolaan publik. Informasi publik dan data pemerintah harus mudah diakses oleh
masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah juga harus menjalankan mekanisme akuntabilitas yang
kuat untuk memastikan integritas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya publik.
5. Kemitraan dan Kolaborasi: Pemerintah daerah perlu membangun kemitraan yang erat dengan
sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga akademik untuk mengembangkan solusi inovatif
dan memperkuat kapasitas dalam menghadapi disrupsi. Kolaborasi yang baik dapat
meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan dan program pemerintah daerah.
6. Peningkatan Kapasitas SDM: Pemerintah daerah harus berinvestasi dalam peningkatan kapasitas
SDM yang memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam mengelola perubahan dan teknologi.
Pelatihan, pendidikan, dan pengembangan keterampilan digital harus didorong agar pegawai
pemerintah daerah dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
7. Monitoring dan Evaluasi: Pemerintah daerah perlu melakukan pemantauan dan evaluasi
berkelanjutan terhadap kebijakan dan program yang dilaksanakan. Evaluasi ini akan membantu
mengidentifikasi keberhasilan, kegagalan, dan perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan
efektivitas pelayanan publik.

Tata kelola pemerintah daerah di era disrupsi haruslah responsif terhadap perubahan, inovatif,
terbuka, dan berorientasi pada pelayanan publik yang berkualitas. Dengan menerapkan prinsip-
prins

Anda mungkin juga menyukai