Abstarak
Transformasi tata kelola pemerintahan daerah di era kemajuan teknologi saat ini menemui
tantangan yang kompleks diberbagai sektor, mengingat pola kebutuhan masyarakat saat ini tidak
seperti era sebelumnnya pada beberapa dekade terakhir. Pada era Disrupsi yang lekat dengan
penggunaan teknologi kepentingan masyarakat beragam tidak hanya soal perekonomian dan
kebutuhan pokok namun telah menjalar pada akses informasi dan kebutuhan yang bersifat tersier.
untuk dapat melayani kepentingan masyarakat secara cepat dan efisien pemerintah daerah dituntut
kesiapannya beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi secara responsif dan
terencana dan menjembataninya dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat dan
beragam. Kesiapan infrastruktur, ketersediaan SDM dan kematangan sistem merupakan aspek
yang tidak dapat dihindari dalam pengelolaan pemerintah daerah untuk bisa beradaptasi dengan
akselarasi perubahan –perubahan di era disrupsi yang berlangsung secara cepat dan radikal (Kasali,
2017 )
Pendahuluan
Dinamika pelayanan publik ditengah masyarakat yang cerdas dan sudah mampu
mengontrol kebijakan melalui akses teknologi informasi sebagai organisasi penyelenggara
pelayanan publik pemerintah daerah memiliki pekerjaan besar dalam rangka memberikan
pelayanan kepada masayarakat yang semakin melek informasi yang disediakan media berbasis
teknologi saat ini. pemerintah Daerah sudah semestinya merespon Era Disrupsi dengan
peningkatan sistem pelayanan yang mampu menjangkau kepentingan masyarakat secara
menyeluruh sekaligus memprediksi perubahan yang akan terjadi yang berdampak pada kualiatas
pelayanan, mengingat perubahan di masa disrupsi saat ini berjalan secara random, apa saja dan
kapan saja bisa terjadi sebagaimana pandangan Kasali, menurutnya Era Disrupsi merupakan
inovasi Radikal, kemajuan yang akan terjadi dimasa depan bisa ditarik kemasa kini. Dengan
demikian berpandangan, Disrupsi adalah inovasi secara radikal. Kemajuan dimasa depan ditarik
kemasa kini.
Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah terkait tata kelola pemerintahan yang mampu
memberikan pelayanan secara efektif dan efisien baik dari segi sumber daya maupun sumber dana
yang sedang berlangsung saat ini adalah implikasi Era Disrupsi dibidang administrasi pemerintah
yang memberikan pilihan kepada pemerintah daerah untuk bisa merespon persoalan yang ada
dengan menyediakan solusi strategis
3. Era Transisi
Pada masa reformasi 1998, oleh para ahli, Indonesia disebut juga berada pada masa transisi
yaitu peralihan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk pada masalah tata kelola pemerintah
daerah. Hal demikian terlihat dari semangat otonomi daerah yang diperjuangkan tokoh-tokoh
demokratis kala itu Tokoh-tokoh reformasi di Indonesia, yang aktif dalam gerakan reformasi pada
akhir 1990-an dan awal 2000-an, mendorong perubahan signifikan dalam sistem pemerintahan di
Indonesia, termasuk penguatan otonomi daerah. Beberapa tokoh reformasi mengemukakan
pandangan mereka tentang otonomi daerah sebagai berikut:
1. Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Gus Dur, yang menjadi Presiden Indonesia pada
periode 1999-2001, sangat mendukung pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah. Ia
menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kunci untuk memperkuat demokrasi, memberikan
kekuasaan kepada masyarakat di tingkat lokal, dan mengurangi sentralisasi kekuasaan di Jakarta.
2. Amien Rais: Amien Rais, tokoh reformasi dan pendiri Partai Amanat Nasional (PAN),
juga merupakan pendukung kuat otonomi daerah. Ia berpendapat bahwa otonomi daerah adalah
prinsip demokrasi yang penting dan dapat meningkatkan pelayanan publik, partisipasi
masyarakat, dan efisiensi pemerintahan.
3. Sri Sultan Hamengkubuwono X: Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta saat itu, merupakan pendukung kuat otonomi daerah. Ia menekankan
pentingnya memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam mengambil
keputusan dan melaksanakan pembangunan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
masyarakat setempat.
Semangat implementasi tata kelola pemerintah daerah yang baik mengemuka melalui
konsep good governance, konsep tersebut oleh Irvan Ridwan Maksum disebut sebagai istilah
yang berbeda dari Good Gornment yang cenderung sentralistik, Maksum mengutip perbandingan
dua konsep tersebut dari Sadu Wasistiono: Dari sifat dan hubungannya Government bersifat
Hirarkis dalam arti pemerintah ada diatas dan warga negara ada dibawah, Governance bersifat
Heterarkis yang berarti kesetaraan kedudukan yang membedakan hanya fungsi.
Komponen yang terlibat dalam konsep Government hanya pemerintah, sedangka dalam
governance ada tiga komponen yang terlibat 1. Sektor public, 2. sektor swasta 3. Masyarakat.
Efek yang di harapkan dalam Government adalah kepatuhan warga negara, dalam
governance adalah partisipasi warga negara. Peran akademik dan peneliti di masa reformasi
banyak memberikan sumbangsih terhadap format otonomi dan tata kelola pemerintah daerah,
pada masa reformasi ini menjadi pijakan bagi realisasi kebijakan publik yang berorientasi pada
kepentingan masyarakat.
Tata Kelola Pemerintah Daerah diEra Disrupsi
Era Disrupsi dimaknai sebagai situasi dan kondisi dimana perubahan terjadi secara cepat
dan tidak terduga yang dapat menggeser dan mengubah pola industri lama secara fundamental.
istilah Disrupsi muncul kepermukaan dikenalkan oleh professor dan peneliti Amerika Clyton
Crestenson, dalam bukunya “The Innovator’s Dilemma: When New Tecnologies Cause Great
Firm to Fail (1997). Menurutnya disrupsi seringkali mengarah pada gesekan kekuatan, kehancuran
perusahaan besar yang tidak dapat beradaptasi dan peluang bagi pemain baru untuk mengambil
alih . meski istilah disrupsi pada mulanya mengarah pada sektor industry, ekonomi dan Bisnis
namun pada perkembangannya istilah ini ditarik keberbagai sektor, mengingat situasi ekonomi
salah satu aspek yang dapat mempengaruhi system pemerintah dan kebijakan public.
Jika istilah Disrupsi yang tengah mengemuka belakangan ini ditarik kepersoalan tata kelola
pemerintah daerah maka di masa ini paradigma hirarki pemerintah daerah berada diatas tehadap
masyarakat semakin terkikis, pemerintah daerah bukan lagi sebagai instansi sakral dan masyarakat
sebagai rakyat bawahan yang tidak memiliki peran partisipatif membangun daerah. Pola tata kelola
pemerintah daerah dapat merujuk pada Undang-undang no.23 tahun 2014
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah di Indonesia
mengatur kewenangan tata kelola pemerintah daerah. Berdasarkan undang-undang tersebut,
pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam beberapa bidang tertentu. Berikut adalah
beberapa kewenangan tata kelola pemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang tersebut:
1. Otonomi Daerah: Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dalam hal-hal yang menjadi urusan pemerintahan daerah, kecuali yang
diatur secara tegas oleh undang-undang sebagai urusan pemerintah pusat.
2. Urusan Pemerintahan Daerah: Undang-undang mengatur sejumlah urusan pemerintahan daerah
yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, antara lain:
a. Pendidikan daerah, termasuk pengelolaan sekolah tingkat daerah.
b. Kesehatan daerah, termasuk pengelolaan fasilitas kesehatan tingkat daerah.
c. Penyelenggaraan pemerintahan dan penyelenggaraan keuangan daerah.
d. Penyelenggaraan tata ruang dan perencanaan wilayah.
e. Penyelenggaraan perhubungan di tingkat daerah.
f. Penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
g. Penyelenggaraan lingkungan hidup dan kehutanan di tingkat daerah.
h. Penyelenggaraan sosial di tingkat daerah, seperti pelayanan sosial dan rehabilitasi sosial.
i. Penyelenggaraan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di tingkat daerah.
Daftar urusan pemerintahan daerah yang diatur dalam undang-undang dapat diperluas atau
dipersempit oleh pemerintah pusat sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan daerah.
1. Inovasi: Pemerintah daerah harus mendorong budaya inovasi untuk menghadapi perubahan dan
memanfaatkan teknologi terkini. Ini melibatkan eksplorasi dan adopsi teknologi baru serta
pengembangan solusi yang inovatif untuk memperbaiki pelayanan publik.
2. Digitalisasi: Pemerintah daerah perlu mendorong transformasi digital dengan mengadopsi
teknologi informasi dan komunikasi yang relevan. Ini termasuk penerapan e-government,
penggunaan data dan analitik, dan pengembangan platform digital untuk pelayanan publik yang
lebih efisien dan terjangkau.
3. Partisipasi Publik: Pemerintah daerah harus meningkatkan partisipasi publik dalam pengambilan
keputusan. Hal ini dapat dilakukan melalui konsultasi publik, forum diskusi, dan platform online
yang memungkinkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang
berdampak pada kebijakan dan program pemerintah daerah.
4. Transparansi dan Akuntabilitas: Pemerintah daerah harus menerapkan transparansi yang tinggi
dalam pengelolaan publik. Informasi publik dan data pemerintah harus mudah diakses oleh
masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah juga harus menjalankan mekanisme akuntabilitas yang
kuat untuk memastikan integritas dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya publik.
5. Kemitraan dan Kolaborasi: Pemerintah daerah perlu membangun kemitraan yang erat dengan
sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga akademik untuk mengembangkan solusi inovatif
dan memperkuat kapasitas dalam menghadapi disrupsi. Kolaborasi yang baik dapat
meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan dan program pemerintah daerah.
6. Peningkatan Kapasitas SDM: Pemerintah daerah harus berinvestasi dalam peningkatan kapasitas
SDM yang memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam mengelola perubahan dan teknologi.
Pelatihan, pendidikan, dan pengembangan keterampilan digital harus didorong agar pegawai
pemerintah daerah dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
7. Monitoring dan Evaluasi: Pemerintah daerah perlu melakukan pemantauan dan evaluasi
berkelanjutan terhadap kebijakan dan program yang dilaksanakan. Evaluasi ini akan membantu
mengidentifikasi keberhasilan, kegagalan, dan perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan
efektivitas pelayanan publik.
Tata kelola pemerintah daerah di era disrupsi haruslah responsif terhadap perubahan, inovatif,
terbuka, dan berorientasi pada pelayanan publik yang berkualitas. Dengan menerapkan prinsip-
prins