Anda di halaman 1dari 17

Globalisasi dan Pelayanan Publik Dalam

perspektif teori Governance


Makalah ini pernah disampaikan dalam pengukuhan Guru Besar, tahun 2000

Oleh : Prof. Dr Solichin Abdul Wahab, MA

Sebagai pembuka wacana, saya ingin ekonomi, sosial dan kultural yang sedang
mengemukakan argumen mengapa reformasi mengalami perubahan yang cepat (lihat
pelayanan publik (public service reform) Kazaneigil, 1998). Menghadapi situasi
menjadi tema pidato pengukuhan ini. semacam itulah, menurut hemat saya, amat
Pertama, bahwa masyarakat di segala penjuru diperlukan keputusan politik dari pihak
dunia (di Negara Industri dan di Dunia Ketiga) negara/pemerintah untuk secara serius dan
sedang mengalami perubahan besar-besaran konsisten mereformasi model pengorganisasian
akibat proses globalisasi atau pelayanan publiknya. Dengan meminjam
internasionalisasi di bidang politik, ekonomi konsep Grindle dan Thomas (1991:4),
dan teknologi (lihat Featherstone, 1990). kebijakan (policy) reformasi pelayanan publik
Dampak perubahan itu pada sektor penelitian itu haruslah diarahkan untuk mencermati dan
sungguh dramatis. Sejak pertengahan dasa membenahi berbagai kesalahan kebijakan di
warsa 1970-an (dan menurut para pakar masa lalu maupun kebijakan yang berlaku
agaknya akan terus berlangsung di abad 21) sekarang serta mekanisme pengaturan
sebenamya telah terjadi apa yang disebut kelembagaan yang ada. Lebih spesifik,
"krisis kemampuan memerintah" reformasi pelayanan publik itu harus
(governability crisis) dari pemerintahan di menjangkau pula perubahan yang mendasar
berbagai belahan dunia. Sejak saat itu, dalam rutinitas kerja administrasi, budaya
persoalan ini oleh para teoritisi telah diangkat birokrasi, dan prosedur kerja
sebagai sebuah agenda intemasional penting instansi/departemen guna memungkinkan
yang perlu mendapatkan solusi. Dalam dikembangkannya kepemimpinan yang
pemahaman teori Governance teori yang berwatak kewirausahaan pada birokrasi publik
mencoba menjelaskan secara makro proses- (Schaehter, 1995: 534). Kedua, ramifikasi
proses perubahan dalam kepemerintahan, krisis persoalan sosial, ekonomi dan politik yang
ini disebabkan oleh masih kuatnya hegemoni dihadapi di masa depan menyebabkan pilihan
negara, ditandai oleh dominannya pengaruh kita dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara atas segala aspek kehidupan, termasuk bukan lagi pemerintah yang "banyak
urusan pelayanan publik (yang dari waktu ke memerintah" atau pemerintah yang "sedikit
waktu semakin kompleks). Akibatnya, negara memerintah" atau sekedar "pemerintahan yang
terjebak dalam situasi dilematis, menjadi baik (better government) sebagaimana pernah
terlalu besar untuk urusan-urusan kecil, dikatakan oleh dua tokoh Reinventing
menjadi terlalu kecil untuk urusan-urusan yang Government, Osborne dan Gaebler (1992).
besar. Akar persoalannya, masih menurut teori Pada hemat saya, yang kita butuhkan di masa
Governance, terletak pada model pemerintahan depan adalah pemerintah yang benar-benar
yang kini berlaku, dengan ciri khasnya antara mampu memerintah (capable government).
lain, struktur yang vertikal, birokrasi yang
kental dan wataknya yang intervensions. Model Dengan mempertimbangkan isu-isu
pemerintahan (tradisional) seperti ini temyata sentral tadi, dan kita bawa dalam konteks
tidak mampu mengadaptasikan dirinya dengan pelayanan publik, maka kata kuncinya ialah
lingkungan kemampuan pemerintah mengatur penyediaan
Jurnal Admimstrasi Negara Vol II, No. 1, September 2001 : 43 - 58

beragam pelayanan publik yang responsif, Sebab, kendati negara masih diharapkan
kompetitif dan berkualitas kepada rakyatnya memainkan peran tradisionalnya dalam
(Abdul Wahab, 1998 : 4). Tuntutan politik yang menyediakan berbagai bentuk pelayanan dasar
berkembang di arus global sejak dasawarsa kepada rakyatnya, entah itu di bidang
1980-an memang menunjukkan bahwa informasi, pendidikan, pangan, kesehatan
pemberian pelayanan publik yang semakin baik masyarakat, keamanan/ keselamatan
pada sebagian besar rakyat merupakan salah komunitas, infrastruktur dan lain sebagainya,
satu tolok ukur bagi legitimasi kredibilitas dan namun sejauh menyangkut pilihan-pilihan
sekaligus kapasitas politik pemerintah di mana politik (political choices) mengenai bentuk
pun (Dahrendorf, 1995; World Development peran dan strategi implementasinya haruslah
Report, 1997; Abdul Wahab, 1999) Sayang, makin efektif Para pakar teori Governance
tuntutan politik ini seringkali tak bisa membuktikan bahwa negara/ pemerintah kini
diwujudkan oleh negara, melalui birokrasi tidak lagi diyakini sebagai satu-satunya
pemerintah. institusi/aktor yang mampu secara efisien,
ekonomis dan adil menyediakan berbagai
Karena itu diperlukan refleksi kritis bentuk pelayanan tadi (lihat Rhodes, 1996;
untuk mencari alternatif solusi yang dianggap Stoker, 1998; Eaiden, 1999). Karena itu
cocok dan mampu memenuhi berbagai dipandang dari perspektif teori ini tidaklah
kebutuhan baru akan pelayanan publik yang beralasan jika proses perumusan dan
efisien dan berkualitas. Di sinilah menurut implementasi kebijakan dalam beragam
hemat saya relevansi teori Governance dengan pelayanan publik itu harus selalu didesain oleh
salah satu pendekatannya yang disebut pemerintah sendiri, menurut selera pemerintah
sociocybernetics approach (Rhodes, 1996). Inti dan dikendalikan melalui lewat mekanisme
dari pendekatan ini ialah bahwa sejalan dengan politik-birokrasi (direct service provision).
pesatnya perkembangan masyarakat dan kian Bagi policy-makers, terbentang cukup luas
kompleknya isu yang harus segera diputuskan, spektrum pilihan-pilihan politik dan strategi
beragamnya institusi pemerintah serta kekuatan implementasi kebijakan yang dapat ditempuh
masyarakat madani (civil society) yang dalam hal pengaturan, penyediaaan dan
berpartisipasi dalam proses pembuatan pembiayaan berbagai jenis pelayanan publik.
kebijakan (policy making), maka hasil akhir Oleh karenanya dalam menjalankan misi
(outcome) yang memuaskan dari kebijakan pelayanan publiknya, pilihan politiknya
publik tidak mungkin dicapai jika hanya haruslah dikembangkan secara cerdas dengan
mengandalkan sektor pemerintah. Kebijakan bersandar pada paradigma pilihan-pilihan
publik yang efektif dari sudut pandang teori publik/public choice (lihat Stretton and
Governance adalah produk sinergi interaksional Orchard, 1994). Artinya, pilihan-pilihan itu
dari beragam aktor atau institusi (flat Rhodes, senantiasa mempertimbangkan secara kritis
1996; Stoker, 1998-Kazaneigil, 1998; Dowbor, interaksi diantara kekuatan-kekuatan pasar,
1998). masyarakat madani, dan kemampuan nyata dari
dinas-dinas pemerintah itu sendiri (World
Kecenderungan pemikiran global, Development Report, 1997; Rhodes, 1996).
khususnya yang mencoba mengkritisi
Dengan kata lain, selain pemerintah, menurut
bagaimana kebijakan pelayanan publik
Gerald E. Eaiden (1999), 'the private sector,
seyogyanya diimplementasikan, kalau kita
non governmental organizations (NGOs), and
pahami dari sudut teori Governance,
volunteensm all had their different roles to
sebenarnya mencerminkan gugatan terhadap play..."
kesahihan, keabsahan. serta peran sentra! yang
selama im dinikmati negara dalam penyediaan Rasionalitas dibalik pilihan-pilihan
dan pengalokasian berbagai bentuk pelayanan politik ini ialah agar dalam menjalankan
dasar (basic services).

44
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)

peran pelayanan publiknya pemerintah mendemokratisasikan pola pengambilan


sanggup bermain dalam arena yang keputusan dalam pemerintahan dan sistem
kompetitif, sekaligus dapat bertindak arif, pelayanan publiknya. Oleh sebab itu, rejim
sejalan dengan bingkai fleksibilitas yang manapun yang memerintah dituntut untuk
berlaku di aras global. Dalam peraturan di aras mampu menunjukkan jati dirinya sebagai
global, fleksibilitas itu, meminjam konsep sebuah pemerintahan yang demokratis, efisien,
Dahrendorf (1995:137), berarti the ability to dan memiliki sumber daya aparatur yang
move in wherever an opportunity offers itself, memiliki jiwa kewirausahaan (bandingkan
and also to move out when opportunities lose. Osborne and Gaebler, 1992; De Leon, 1996).
Dengan demikian, dilihat dari perspektif Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya
governance, reformasi di sektor pelayanan agar ditengah gelombang tekanan politik
publik itu dapat kita pandang sebagai upaya (political pressures) domestik maupun luar
mengubah paradigms atau model yang selama negeri-kesulitan anggaran dan keuangan (fiscal
ini dipakai dalam memerintah masyarakat pressures), pemerintah bisa terhindar dari
(modes of goverming society). Hal ini keterpurukan dan kebangkrutannya.
dimaksudkan agar dalam lingkungan yang
cenderung terus berubah organisasi pelayanan Bisakah itu dilakukan? Ini memang
publik itu tetap relevan, memiliki kinerja yang bukan persoalan mudah. Namun, secara
tinggi, efisien dan mampu menjawab beragam teoritik, salah satu prasyarat penting agar
tantangan baru yang terus menggelinding birokrasi pemerintah dapat mendinamisasikan
(bandingkan: Dahrendorf, 1995; Osborne and dirinya ialah dengan cara mentransfomasikan
Plastrik, 1996; Dowbor, 1998). diri dari birokrasi yang kaku menjadi
organisasi pemerintahan yang strukturnya
Bagi negara sedang berkembang, tak desentralisasi (Young, 1996), inovatif,
terkecuali Indonesia, gelombang tekanan untuk fleksibel dan responsif (Osborne and Gaebler,
mengubah wajah pemerintahan dan substansi 1992). Dengan perubahan pada elemen
operasi mesin pelayanan publiknya juga psikologikal struktur ini diharapkan akan
datang dari institusi-institusi internasional, terbentuk watak dan perilaku public
diantaranya Intemational Monetary Fund entrepreneurship (lihat Johnston- 1996; De
(IMF) dan World Bank. Kedua institusi leon, 1996). Salah seorang pakar manajemen
keuangan intemasional yang amat berpengaruh modern, Peter F. Drueker (1985), merumuskan
ini sejak sepuluh tahun terakhir makin rajin jiwa kewirausahaan itu sebagai spotting
mendesakkan tuntutan politik terhadap opportunities and marshalling resources to
negara-negara sedang berkembang untuk produce innovation. Sedangkan dalam kontek,
"mendevolusikan" sistem pemerintahan (yang administrasi publik, menurut Stever 1988),
sentralistik) dan sistem pelayanan publiknya jiwa kewirausahaan itu adalah an adaptive,
(yang monopolistik) dengan menganjurkan apportunistic, and individualistic response to
kebijakan pemerkuatan otonomi daerah, the chaos and fragmentation of post-
privatisasi sektor publik dan pemberian proqressive public administration. Kalau kedua
kesempatan luas pada sektor-sektor di luar konsep tersebut diperlukan dengan seksama,
birokrasi pemerintah (lihat dan bandingkan maka kata kuncinya tak lain adalah inovasi.
Teune, 1995; Kiellberg, 1995; Goldberg, 1996; Namun, konsep inovasi di sini tidak harus
World Development Report, 1997). Menurut dipahami secara kaku dan diartikan hanya
hemat saya, sebagai instrumen penting menyangkut sesuatu yang baru sama sekali.
kebijakan, devolusi mengandung dua makna: Inovasi dalam konteks pelayanan publik bisa
sebagai upaya “demitologisasi” terhadap pula berarti merekombinasikan secara kreatif
kehebatan kekuasaan negara (yang sentralistis unsur-unsur yang sebelunmya sudah dikenal
dan intervensiomstis) dan sebagai upaya untuk kemudian diterapkan
rasional

45
Jurnal Admmistrasi Negara Vol II, No. 1, September 2001: 43 – 58

dalam bentuk cara-cara baru atau pada Emiritus dalam llmu Administrasi publik dari
situasi/lingkungan baru (De Leon, 1996: 496). Umversity, Fred William Riggs (1997) bahwa :
Tuntutan akan perlunya pembudayaan modern bureaucracies can also function as
(internalisasi nilai-nilai) kewirausahaan dan organs of domination and exploitation, as we can
perilaku inovatif dalam manajemen publik dan easily seen in many countries where arbitrary and
manajemen pemerintahan membawa implikasi oppressive even totalitarian regimes rely on
tertentu. Konkretnya, eksistensi dan substansi
bureaucracies to sustain and maintain their
pelayanan publik yang dilakukan oleh berbagai
ruthless domination,
dinas pemerintah kini tidak lagi dipandang
sebagai sesuatu yang akseptabel (secara sosial, Dengan mengedepankan nilai keadilan
ekonomi maupun politik) jika tidak itu maka dengan semakin gencamya proses
profesional, hanya dilakukan dengan bersandar industrialisasi dan pengaruh ekonomi-politik
pada prinsip asal jalan atau dikelola global yang menyebabkan struktur ekonomi
berdasarkan manajemen by semau gue, tanpa domestik makin lama makin bercorak
harus berhitung resiko (Abdul Wahab, 1998). kapitalistik (segala sesuatu dipandang
Bukan hanya itu. Di dalam sedap program dipersepsi sebagai komoditas dan dihargai
pelayanan publik dibidang, apapun dirasa tidak dengan uang), maka mesin birokrasi
lagi cukup memadai kalau manajemen pemerintah yang tentunya akan makin maju
pelayanannya sekadar berarti pada nilai-nilai dan proaktif kepada pasar bisa diupayakan
instrumental administrasi publik atau berada pada rel humamtariannya, tetap
manajemen publik model Weberian, seperti berpihak pada rakyat kecil dan terjaga
penekanan pada efisiensi dan efektivitas. akuntabilitasnya. Dengan cara itu, fungsi
Sebab, dalam praktik, hal ini sering pelayanan publik tidak akan gampang
mengantarkan para birokrat terjebak pada diselewengkan dan digunakan oleh para
persepsi dan pola penyikapan yang keliru, yaitu birokrat publik sebagai alat represif.
sekedar memenuhi formalisme, demi
kelanggengan kepentingan sempit birokrasi itu Hadirin yang saya muliakan,
sendiri (Abdul Wahab, 1997: 15).
Menurut hemat saya, sekurang-
Dimensi Keadilan dalam Pelayanan kurangnya ada 3 (tiga) gugus pemikiran yang
Publik berpengaruh terhadap upaya reformasi
Sejalan dengan terjadinya krisis dalam pelayanan publik, khususnya yang berkaitan
bidang kepemerintahan yang telah saya dengan pembangkitan kesadaran diri para
singgung di atas. sejak dasa warsa 80-an administrator publik agar mereka kian sensitif
berkembang suatu tuntutan politik yang daya terhadap persoalan kualitas dan keadilan.
resonansinya makin kuat yaitu bahwa dalam Pertama, munculnya pemikiran baru dalam
mengoperasikan mesin pemerintahan dan studi ilmu politik / pemerintahan yang
menjabarkan kebijakan publik dalam berbagai menekankan perlunya ditegakkan prinsip
progam (termasuk program pelayanan publik), pemerintahan yang berpusat pada warganegara
selain berkualitas harus pula mengindahkan (citizen - centered government) dan
hak-hak asasi manusia (human rights), serta pemerintahan yang jujur (fair) dan adil (equity)
memenuhi kriteria keadilan (equity). Saya akan sebagai terpantul lewat konsep Total Quality
memberikan perhatian khusus terhadap aspek Polities-TQP (Frederickson, 1994);
keadilan, dengan alasan untuk menghindarkan Kedua, gerakan pemikiran reformasi
atau setidaknya meminimalkan apa yang administrasi publik yang disebut New Public
pernah dikhawatirkan olen seorang Guru Besar Administration movement yang dipelopori

46
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichm Abdul Wahab)

oleh Marim (1971) dan Frederickson (1980) dengan fungsi pelayanan publik, maka pada
sejak dekade 1960-an dan masih berlanjut diri setiap administrator publik harus tertanam
hingga sekarang; Ketiga, gerakan reformasi kuat komitmen mereka terhadap kebutuhan
administrasi publik yang lebih radikal, yakni nyata publik (public felt needs) dan keadilan
Reinventing Government movement sosial, baik itu sebagai landasan etik, tujuan
(dipelopori oleh Osborne dan Gaebler pada maupun sumber acuan pemikirannya
1992) yang oleh banyak kalangan dinilai (Frederickson, 1980). Sebagai konsekuensinya,
berhasil dengan cukup gemilang perlu dilakukan upaya reformasi yang
mengkombinasikan antara Total Quality fundamental dalam administrasi pelayanan
Management (TQM) dan entrepreneurial publik, meninggalkan paradigma, konsep-
management (Johnston, 1996; Hackman and konsep dan orientasi lama administrasi publik
Wageman, 1995). Dengan beracu pada konvensional yang tidak berpihak pada
argumen dasar teori Governance terdahulu, kepentingan masyarakat (Abdul Wahab, 1998)
saya akan mencoba menjelaskan secara ringkas
relevansi dari gerakan-gerakan pemikiran Dalam implementasi program-program
reformatif di bidang administrasi publik pelayanan publik di bidang apapun, para
tersebut bagi penyelenggaraan pelayanan administrator publik jelas tidak hanya dituntut
publik di Indonesia, serta bagaimana hal untuk kian mampu bekerja secara lebih
tersebut seharusnya disikapi oleh pembuat profesional, efisien, ekonomis dan efektif,
kebijakan, dari administrator publik di sini. tetapi juga mampu mengembangkan
pendekatan-pendekatan yang lebih inovatif
Gerakan-gerakan pemikiran tersebut di guna menjawab tantangan-tantangan baru yang
atas, sekalipun revolusioner, sama sekali timbul pada aras global yang, langsung atau
bukanlah sebuah gerakan frontal dan radikal tidak langsung, berpengaruh pada lingkungan
anti segala bentuk kemapanan ataupun anti tugasnya (De Leon, 1996). Lebih dari itu,
terhadap keberadaan pemerintahan (anti ditengah makin kencangnya hembusan angin
governmental mood) atau menafikan arti demokratisasi, para administrator publik
penting peran pemerintah dalam pengaturan dituntut pula mampu bertindak adil, untuk
dan penyediaan pelayanan publik bagi menjaga jangan sampai pelayanan publik itu
rakyatnya. Kendati demikian, satu benang justru hanya menguntungkan segelintir orang
merah memang dapat kita ketemukan atau mereka yang posisi sosial, ekonomi dan
daripadanya. Gerakan - gerakan pemikiran politiknya mapan. Dalam banyak kasus, bukti
tersebut baik sendiri-sendiri atau secara empiris memang menyodorkan kenyataan yang
bersama - sama, secara implisit maupun pahit. Orang-orang miskin dan kelompok-
eksplisit, menekankan perlunya demokratisasi kelompok marginal yang secara ekonomi dan
dan desentralisasi dalam penyelenggaraan politik tidak berdaya itu kerap menjadi korban
tagas-tugas pemerintahan (termasuk sektor ambisi politik. Mereka sering terabaikan,
pelayanan publik). Di balik itu, esensi ide terlewati oleh kebijakan pemerintahnya,
dasarnya ialah hasrat melenyapkan monopoli kendati kebijakan-kebijakan publik dan
(pemerintah atau swasta), pemangkasan atau pelayanan publik itu konon ditujukan kepada
perampingan atas struktur birokrasi publik mereka, untuk kepentingan mereka. Laporan
yang kelewat gendut, penginjeksian sikap pro- Bank Dunia (1997) pun dengan telak
aktif, inovatif dan jiwa kewirausahaan menyinggung persoalan ini.
(enterpreneurial spirit) pada diri administrator
publik, serta diperhatikannya aspek keadilan In nearly all societies the needs and
dalam pemberian pelayanan publik. Karena itu prefererences of the wealthy and poverty are
dalam mengoperasikan mesin birokrasi well related in official polygoals and
pemerintah, terutama yang berkaitan langsung

47
Jnrpal Admmistrasi Negara Vol II, No. 1, September 2001 : 43 – 58

priorities But this if rarely true of the poor and atas tingkat kemampuan dan kebutuhan publik
the marginalized, who struggle to get their yang dilayani (user), bukan lagi sekedar
voices heard in the corridors of power. As a kebutuhan birokrasi yang memberikan
pelayanan (provider). Atau, dalam bahasa
result, these and other less vocalgroups tend to
Osborne dan Gaebler (1992) meeting the needs
be ill served by public policies and services, of customers, not the bureaucracy. Di sisi lain,
every those that should benefit them most hendaknya bisa dicegah adanya praktik
pemberian label (labelling practices), baik
Karena itulah tidak terlalu berlebihan bersifat politis maupun ideologis (de Vries,
jika isu sentral yang kini mengedepan dan mau 1995) terhadap kelompok sasaran program
tidak mau harus dijawab oleh setiap pelayanan publik. Praktek pemberian label
administrator publik dalam menjalankan fungsi seperti tidak ber KTP, tidak seafiliasi politik,
atau pembangkang dapat mengakibatkan
pelayanan publiknya adalah efisien dan efektif
segmen masyarakat yang seharusnya
untuk kepentingan siapa? ekonomis bagi siapa? memperoleh manfaat pelayanan publik tertentu
Inilah persoalan aksiologis administrasi publik diabaikan oleh birokrasi.
masa kini dan masa datang. Fredericson
(1980; 1996) telah menjelaskan persoalan Monopoli Birokrasi
aksiologis Administrasi publik Baru sebagai
Di kebanyakan negara, apapun sistem
berikut: politik dan ideologinya, birokrasi pemerintah
memang telah tumbuh dengan pesat ibarat
Conventional and classic public raksasa (Savas, 1987). Tumbuh suburnya
administration seeks to answer either these birokrasi pemerintah itu bukan saja diukur dari
questions : (1) How can we offer more or ragam birokrasinya tapi juga diukur dari
better services with available resources jumlah pegawai yang dipekerjakan.
(efficiency) or (2) How can services levels be Perkembangan birokrasi pemerintahan itu
biasanya diikuti pula dengan proliferasi
maintained while spending less money
berbagai produk politik berupa aturan dan
(economy)? A new public administration adds regulasi (Dwivedi, 1999). Distribusi atas
this question: Does this service enhance social paket-paket pelayanan publik yang disediakan
equity? To say that a service may be well oleh pemerintah pada umumnya dilakukan
managed and that a service may be efficient melalui struktur dan mesin birokrasi
and economtcal, still begs these question: Well pemerintah sendiri (Schaffer and Wenhsien,
1975; Schaffer, 1986). Dalam keadaan
managed for whom? Efficienct for whom?
demikian maka penyediaan atau alokasi
Economical for whom? Traditionally public pelayanan, publik itu sepenuhnya akan di
administration assumed a convenient oneness bawah kontrol instansi pemerintah. Logis, jika
to the public. birokrasi pemerintah kemudian memiliki
pengaruh polilik yang luar biasa atas berbagai
Esensi dari gerakan New Public aspek kehidupan masyarakat.
Administration itu adalah "to democratize
Di masa Orde Baru, dan berlanjut di
bureaucracy by inducing officials to be more masa pemerintahan transisi habibie, berbagai
responsive to the clienteles they affected and bentuk birokrasi pemerintahan (Dinas, Kantor,
had to work with "(Riggs, 1997:349). Salah Badan Usaha, Otorita dan sebagainya) masih
satu aspek yang perlu diperhatikan oleh terlibat sangat aktif dalam beragam urusan
administrator publik dengan demikian adalah pelayanan publik. Alokasi surplus yang
ditegakkannya prinsip keadilan proporsional dihasilkan masyarakat di berbagai sektor juga
dalam memberikan pelayanan tadi (Chaltwood,
1974). Ini berarti bahwa di satu sisi, sumber
daya yang menjadi esensi atau substansi
pelayanan masyarakat itu sejauh mungkin
dapat didistribusikan berdasarkan

48
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)

didistribusikan lewat birokrasi. Berbagai pelayanan publik di Indonesia amat tidak


fasilitas pelayanan publik seperti pertamanan, kompetitif dan tidak sensitif pada persoalan
kebersihan, air minum, telepon, listrik, fasilitas perbaikan kualitas secara menyeluruh, Di
pelayanan transportasi darat semisal sinilah sumber segala bentuk salah urus, poor
perkeretaapian atau pengurusan perjalanan naik quality services dan ketidakefisienan dalam
haji ke tanah suci Mekkah juga masih berada penggunaan sumber-sumber daya (Ishikawa,
dalam kontrol pemerintah. Berbagai jenis 1998,S; Jablonski, 1992) terjadi dengan
pelayanan itu kesemuanya menggunakan amannya selama bertahun-tahun. Karena itu,
standart pemerintah. Sebelum dikepras oleh berdampak negatif pada komunitas, pada
“pedang Democles” nya IMF yang publik dan pada konsumen (Hackman and
menganjurkan pendekatan low, spending dan Wageman, 1995). Monopoli (secara
market-friendly, distribusi data alokasi tersembunyi atau terang-terangan) atas
beragam bahan kebutuhan hidup seperti beras, penyediaan pelayanan publik ternyata juga
tepung terigu, telur, minyak goreng dan ikan menyebabkan perilaku para birokrat mulai dari
asin seluruhnya masih dlkendalikan oleh pimpinan puncak hingga pegawai rendahan
pemerintah, lewat birokrasi Badan Urusan berlagak seperti para “administrator kolonial”.
Logistik -BULOG (Abdul Wahab, 1999 :14) Mereka menjadi arogan, tidak responsif dan
Di sinilah letak persoalan mengapa misi asasi tidak akuntabel kepada publik. Dalam posisi
pelayanan publik di Indonesia mudah demikian, birokrasi lantas menjadi sebuah
dlselewengkan, dipersepsikan sekadar menjadi entitas (entity) yang otonom, sedangkan para
alat pemuas nafsu politik rejim, demi birokratnya bukan lagi sekadar berperan
langgengnya proses reproduksi kekuasaan. Di sebagai alat dari sebuah kekuasaan, melainkan
masa Orde Baru, di jaman ketika partai telah menjadi penguasa itu sendiri (Hayden,
pemerintah, Golongan Karya (Golkar), 1979). Birokrasi telah keluar dari kodratnya
dengan “back up” militer masih malang sebagai institusi pelayanan publik yang sejati.
melintang bagaikan “raja politik” bukanlah ini pula yang menyebabkan mengapa publik
suatu fenomena aneh jika berbagai proyek pengguna jasa pelayanan yang menginginkan
infrastruktur, jalan desa, jaringan air minum jenis pelayanan tertentu selalu berada dalam
pedesaan atau seperti jaringan listrik pedesaan situasi tidak berdaya. Mereka, misalnya, kalau
bisa menjadi alat tukar politik. Misalnya, satu saat tak segera memperoleh pelayanan
usulan proyek pembangunan jalan desa atau atau ternyata memperoleh pelayanan yang
jaringan listrik di suatu desa bisa segera tidak memuaskan atau kualitasnya jelek, paling
disetujui dibangun asalkan masyarakat di desa banter hanya bisa menggerutu. Tragisnya,
tadi pada pemilihan umum mendukung Golkar, gerutuan mereka belum tentu mendapatkan
sebaliknya, proyek itu bisa saja segera respon positif. Mereka juga tidak bisa lari ke
dialihkan ke desa lain begitu mereka terbukti provider yang lain untuk mendapatkan
mendukung ke partai politik lainnya. Di masa pelayanan yang kualitasnya jauh lebih baik
pemerintahan transisional Habibie, dengan ongkos yang mungkin lebih murah,
implementasi program Jaring Pengaman Sosial atau setidaknya sama (Abdul Wahab, 1998).
JPS) dibeberapa tempat dilaporkan telah
melenceng dari sasarannya, karena telah teijadi Model organisasi dan manajemen
praktik manipulasi yang merugikan kalangan pelayanan publik yang strukturnya monolitik
rmskin. Melihat itu semua, maka Stempel dan perilakunya birokratik biasanya cenderung
monopoli, bahkan oligopoli atas berbagai tidak inovatif. Sebab, dalam bekerja ia hanya
bentuk perlawanan publik di Indonesia sekedar mengikuti aturan demi aturan itu
memang sulit untuk dipungkiri. sendiri. Inilah model yang disebut rule-driven
atau rule-following
Apa dampak dari semua itu? monopoli
birokrasi temyata menyebabkan manajemen

49
Jurnal Administrasi Negara Vol. II, No. 1, September 2001 : 43 • 58

organization (Painter,1994; Kingsley, 1996). konten pelayanan itu sendiri. Pada contoh yang
Model ini tak cocok untuk beroperasi dalam disebut terakhir itu, sesungguhnya tersirat
pusaran dunia yang makin kompetitif karena makna “berbagi kekuasaan" (sharing of
tak akan tahan banting menghadapi persaingan power). Menarik kiranya untuk mencermati
dan situasi sosial, ekonomi dan politik yang komitmen politik dan komitmen profesional
berubah cepat; Kehadirannya juga merugikan yang kini tengah berkembang dalam studi
kepentingan publik. Selain kurang responsif kebijakan publik yang keduanya mencoba
dan lamban dalam pengambilan keputusan- meredefinisi konsep penerima pelayanan
keputusan yang strategis masalah lain yang publik (recipient of public service) sebagai
kerap kali muncul ialah masalah-masalah akses pelanggan atau konsumen itu.
(access problems). Masalah akses ialah
kesukaran-kesukaran untuk menciptakan Penggunaan nomenklatur pelanggan
mekanisme hubungan - hubungan atau konsumen dalam konteks pelayanan
keorganisasian tertentu antara klien (pengguna publik mengandung makna bahwa hakikat dan
jasa pelayanan publik) dan instansi pemerintah, pendekatan dalam pemberian pelayanan publik
yang memungkinkan sumber-sumber daya yang semua berkiblat pada kepentingan
langka terdistribusikan kepada masyarakat birokrasi (bureacratic-oriented) atau
secara efektif (Shaffer, 1986- de Vries, 1995). berorientasi pada produsen (producer-oriented)
Situasi akses yang tak sehat biasanya makin berubah menjadi berorientasi pada konsumen
memburuk dalam keadaan dimana para (consumer-driven approach). Pollitt (1988:86),
administrator atau pejabat berperan dalam menegaskan bahwa tujuan utamanya bukan
pemberian pelayanan itu, selain tidak sekedar untuk menyenangkan hati para
profesional, juga tidak bermoral, misalnya penerima pelayanan publik, melainkan untuk
karena mereka dijangkiti penyakit birokrasi memberdayakan mereka. Sebab, orientasi
(bureaupathologies) seperti Korupsi, Kolusi, kearah pelayanan publik yang lebih baik
Nepotisme dan tidak akuntabel terhadap (better public service delivery) juga
kebutuhan dan tuntutan publik yang terus mencerminkan penegasan akan arti penting
berubah. posisi dan perspektif para pengguna dalam
sistem pelayanan publik tersebut. publik tidak
Pemberdayaan Pengguna Pelayanan hanya diperlakukan sebagai obyek (sebagai
Publik klien jasa pelayanan semata), tetapi juga
sebagai warganegara yang aktif (active citizen).
Di negara-negara maju, konsep Bagi pembuat kebijakan dan administrator
pemberdayaan (empowering) terhadap para publik (pada semua level) perspektif demikian
pengguna pelayanan publik telah cukup lama membawa konsekuensi mendasar atau berupa
menjadi tema sentral dari gerakan-gerakan kewajiban ganda yang harus mereka pikul
penyadaran hak-hak konsumen (consumerism) sebagai perwujudan akuntabilitas kepada
atau gerakan yang memperjuangkan pelayanan publik (lihat Abdul Wahab, 1998).
publik yang berkualitas (Abdul Wahab, 1997;
1998). Bentuk-bentuk penyadaran hak-hak Kewajiban ganda yang diemban oleh
konsumen itu, menurut Pollitt (1988) pejabat publik tersebut dapat dijelaskan sebagai
bervariasi, mulai dari yang sekedar bersifat berikut Sebagai warganegara yang aktif,
"kosmetik” seperti yang dilakukan oleh banyak menurut Clarke dan Steward (1987), para
instansi pemerintah (di Pusat dan daerah) pengguna jasa pelayanan publik sesungguhnya
dengan cara menyediakan informasi kepada memiliki sejumlah hak-hak untuk memperoleh
para konsumen atau menyediakan kotak saran, pelayanan yang baik, hak untuk mengetahui
hingga partisipasi langsung konsumen dalam bagaimana keputusan-keputusan kebijakan
proses pembuatan keputusan yang menyangkut mengenai jenis
konteks dan

50
Globalisasi dan Pelavanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)

pelayanan tertentu dibuat dan, yang tak kalah Aparatur Negara No. 6 tahun 1995) dan yang
penting, hak untuk didengar dan diperhatikan mutakhir penyelenggaraan negara yang bersih
pendapat-pendapatnya. Namun, amat dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (TAP
MPR RJ No.XI /MPP/1998). Namun, sejauh
disayangkan sejumlah hak penting ini, sering
ini, kesemua itu masih berupa retorika politik,
hanya ada di atas kertas. Di kebanyakan negara belum berdampak nyata pada publik karena
sedang berkembang (tak terkecuali Indonesia) belum ada tindakan yang serius untuk
hak-hak itu justru kerap ditelikung oleh mengimplementasikannya. Lemahnya institusi
birokrasi, bahkan dikebiri. Karena posisinya masyarakat madani semisal adanya lembaga
yang monopolistik dan meluasnya kekuasaan konsumen bebas, dibarengi dengan lemahnya
law enforcement yang bisa berperan efektif
administrasi serta diskresi, maka oleh para
dalam melindungi kepentingan konsumen dan
pejabat birokrasi setiap jengkat prosedur kepentingan publik pada umumnya, makin
administrasi pada mata rantai birokrasi memperburuk situasi di sektor pelayanan
pelayanan publik itu (terutama di bidang publik, di Tanah Air kita. Kita sering
perijinan dan pekerjaan umum) sering mendengar, membaca surat-surat pembaca di
dijadikan sebagai lahan subur untuk mencari berbagai surat kabar dan bahkan menyaksikan
sendiri betapa masih rendahnya respon
tambahan penghasilan ini membenarkan hasil
birokrasi terhadap kerugian-kerugian yang
observasi Dwivedi, bahwa: diketahui publik dan konsumen. Padahal,
dalam penentuan kualitas suatu pelayanan
*' .... regulations, together with
publik apakah ia bagus ataukah buruk hanyalah
increased bureaucratic discretion, have provided
publik yang dilayani itulah yang sesungguhnya
and incentive for corruption, since regulations dapat menilai. Konsumen pula yang dapat
goveming acces to good and services can be menilai dengan tepat bagaimana kinerja
exploited by civil servants to extract service charges pelayanan publik yang telah diberikan kepada
from the need fuli (Dwivedi, 1999 : 170). mereka (Clarke and Steward, 1987:34).
Dalam spektrum yang lebih luas, salah Dalam arti yang seluas-luasnya, peran
satu, sumber penyebab timbulnya fenomena penting yang dimainkan oleh para pengguna
the high cost economy (ekonomi biaya tinggi) jasa pelayanan publik dalam rangka
di Indonesia adalah masih bercokolnya kartel, menyempumakan kualitas pelayanan publik
dapat kita kategorikan sebagai upaya
monopoli, favoritisme, praktik standard ganda pemberdayaan masyarakat (empowering
dan masih merajalelanya berbagai bentuk society). Sebagaimana halnya barang,
pungutan mulai dari yang setengah resmi jasa/pelayanan itu adalah merupakan sesuatu
hingga tak resmi yang menyertai pemberian yang dihasilkan artinya, ia adalah sesuatu
pelayanan publik oleh dinas-dinas pemerintah. produk. Pelayanan disektor publik umumnya
memiliki dimensi kualitatif, sebab lahir dari
Memang kita sudah sering mendengar rahim sistem politik. Kendati dibanding sektor
propaganda yang dilancarkan oleh pemerintah swasta, persoalan kualitas disektor publik ini
diakui lebih sukar untuk merumuskan dan
Orde Baru maupun pemerintah transisional
mengukurnya diantaranya karena sarat
Habibie yang kurang lebih berkaitan dengan dengan nilai-nilai politik dan ideologi
reformasi birokrasi pelayanan publik Beberapa sebenamya telah ada konsensus diantara para
contoh, misalnya, kampanye tentang pakar bahwa pada akhimya hal itu akan
pendayagunaan aparatur negara yang bersih ditentukan oleh para pengguna jasa pelayanan
dan berwibawa, perang melawan ekonomi itu sendiri. Sebab, satu-satunya ukuran atas
biaya tinggi, gerakan efisiensi nasional,
gerakan penegakan disiplin nasional,
pelayanan prima (Surat Keputusan Menteri
Pendayagunaan

51
Jurnal Administrasi Negara Vol II, No. 1, September 2001 : 43 - 58

kualitas pelayanan publik adalah apakah ia orientasinya sehingga mirip dengan


memberikan kepuasan tertentu pada diri manajemen kewirausahaan yang biasa berlaku
konsumen. Makna kualitas kata Jackson dan pada sektor swasta (private-sector-like
Palmer (1992), ialah persepsi konsumen entrepreneurial management). Hanya melalui
terhadap ciri-ciri dan tampilan tertentu yang perubahan radikal seperti itulah maka ditengah
dianggap ada pada sebuah pelayanan, dan nilai- hantaman badai krisis moneter, kesulitan
nilai yang mereka (konsumen) berikan pada anggaran dan desakan politik untuk
ciri-ciri dan tampilan tersebut. Jadi, sebagai memaksimalisasi sumber-sumber yang ada
sebuah konsep, kualitas pada hakikatnya secara efektif dan produktif manajemen di
merupakan sesuatu nilai yang dilihat dari sudut sektor publik akan bisa diharapkan mampu
pandang mereka yang dilayani, bukan hasil mencari peluang-peluang baru, serta terhindar
rekayasa dari mereka yang memberikan dari kebangkrutannya. Argumen yang
pelayanan (Jackson and Palmer, 1992:50). mendasari perlunya pengadaptasian model ini
Salah satu tolok ukur bagi pelayanan publik bukan hanya karena sektor bisnis selalu lebih
yang baik (good service) dengan demikian efisien ketimbang sektor pemerintah melainkan
adalah the ability to meet the needs of each juga karena, pada kebanyakan kasus, di sektor
individual served (Morgan and Bacon, pemerintah itu karakter pelayanannya
1996:361-362). cenderung terlalu birokratik, bersifat
monopolistik. Manajemen publik seperti ini
Hadirin yang saya muliakan, jelas kurang trengginas dalam menjemput
peluang-peluang dan mengatasi berbagai
Pelajaran apakah yang dapat kita petik persoalan, serta merespon dengan cepat
dari semua itu? Pada hemat saya gerakan tuntutan-tuntutan baru yang muncul. Dengan
pengedepanan kepentingan konsumen, demikian, ia tidak kondusif bagi penciptaan
orientasi kearah pelayanan yang lebih adil pada suasana pelayanan publik yang transparan,
berbagai sektor publik, dan kegandrungan kompetitif dan berkualitas.
yang semakin tinggi akan kualitas pelayanan
publik yang kini sedang melanda berbagai Painther (1994), misalnya, menjelaskan
belahan dunia harus mendapatkan respon perlunya perubahan orientasinya dan perilaku
positif dari pembuat kebijakan dan itu sebagai berikut :
administrator publik di Indonesia. Sebab, kalau
tidak. ditengah persaingan global Indonesia Only by devising radically different ways on
akan semakin kehilangan nilai kompetitifnya. doing business could contemporary governments
Kecendenmgan ekonomi-politik global respond to the deep trouble in which they found
sekarang mengarah pada ideologi neo liberal themselves. In particular, resources would have to
(penggunaan mekanisme pasar) dalam sistem be deployed more creatively to increase productivity
manajemen pelayanan publik yang salah and effectiveness, and something that required
bentuk implementasinya adalah berupa opportunity seeking rather than risk avoiding
privatisasi. Konsekuensinya dari privatisasi itu behaviour.
memang mengurangi peran birokrasi
pemerintah, sebaliknya meningkatkan peran Dalam penyelenggaraan pelayanan
sektor swasta (Savas, 1987). Model pelayanan publik yang mengadaptasi model pelayanan di
publik yang dianjurkan. salah satunya adalah sektor bisnis itu, maka para pengguna, bahkan
menggunakan pola pelayanan yang telah lama calon pengguna jasa pelayanan publik, yang
berlangsung disektor bisnis/swasta (marked- selama ini dianggap sekedar sebagai obyek
like modes). Pada titik inilah manajemen atau penerima yang pasif (pasive recipient),
publik konvensional dituntut menyesuaikan harus menjadi pusat orientasi. Karena itu,
diri, mengubah wajah, perilaku dan mereka menempati posisi sentral.

52
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)

Implikasinya ialah perlunya dilakukan langkah tersebut di atas sebenamya


transparansi dalam proses pembuatan merupakan bentuk pendidikan politik (political
keputusan (transparency in decision making), education) bagi elite politik daerah (Smith,
reorientasi, restrukturisasi dan reengineering 1985) dan dimaksudkan agar pemerintah
terhadap model manajemen pelayanan publik daerah lebih responsif terhadap perkembangan,
konvensional yang ada selama ini dianggap serta tuntutan publik daerah. Dengan itu akan
terlalu berorientasi pada kepentingan- dapat dicegah terjadinya gerakan
kepentingan internal birokrasi. "pembangkangan" daerah-daerah yang
menjurus pada disintegrasi nasional. Di sisi
Kesimpulan lain, agar urusan pelayanan publik itu dapat
ditangani secara lebih efisien dan efektif
Berikut saya akan mengemukakan mengikuti tuntutan persaingan global.
rekomendasi kebijakan, berupa langkah- Perjalanan panjang selama 32 tahun di bawah
langkah strategis yang dimaksudkan untuk rejim Orde Baru menunjukkan bahwa tidak
mereformasi birokrasi pelayanan publik di cukup efisiennya birokrasi di Indonesia dalam
Indonesia, dengan fokus pada pemerintah mengikuti kecepatan gerak di sektor
daerah tingkat II. perekonomian dan bisnis di daerah terbukti
telah melahirkan "ongkos-ongkos ekstra
Pertama, pada aras makro, sejalan
administrasi" yang merugikan kepentingan
dengan semangat pengedepanan otonomi
publik. Berkembang biaknya praktik "mark
daerah sebagaimana telah diatur oleh UU No.
up" dan biaya-biaya siluman diberbagai
22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah,
departemen dan instansi pemerintah
maka demi kelancaran proses implementasinya
(termasuk perbankan) merupakan contoh
pemerintah pusat harus konsisten melakukan
klasik mengenai hal itu. Itu semua telah
kebijakan off loading atas berbagai macam
mengakibatkan kondisi ekonomi nasional
urusan (utamanya yang berdampak finasial)
menjadi overheated dan memunculkan
seraya memformat ulang misi dan visi institusi-
fenomena the high cost economy (abdul
institusi publiknya. Hal ini dapat dilakukan
Wahab, 1999). Agar langkah ini membawa
dengan cara mentransfer
hasil, maka dirasa perlu merevitalisasikan
(mendesentralisasikan) kewenangan
kapasitas politik (political capacity)
pengambilan keputusan, baik yuridis maupun
pemerintah-pemrintah daerah di Indonesia
politis (Mawhood, 1983; Smith, 1985;
dalam mendesain perencanaan kebijakan
Kingsley, 1996; Goldberg, 1996) berbagai
publik daerah, termasuk kemampuan mereka
urusan pelayanan publik penting (berikut
merumuskan visi, tujuan dan strategi alternatif
sumber pembiayaannya) ke daerah tingkat II.
yang efektif berdasar pada skala prioritas yang
Dengan demikian, untuk tegaknya otonomi
dapat dipertanggungjawabkan.
daerah desentralisasi itu harus komplit (tidak
kepalang tanggung), mencakup kewenangan Kedua, pada aras mikro, terutama di
pengambilan keputusan di bidang perpajakan, lingkungan internal instansi-instasni daerah
alokasi sumber-sumber dan fleksibilitas dalam Tingkat II perlu disosialisasikan orientasi
investasi (lihat dan bandingkan Teune, 1995; pemerintahan daerah yang berpusat pada
Dowbor, 1998). Selama lebih dari tiga dasa rakyat (citizen centered local; government);
warsa, ganjalan struktural implementasi pada aspek keperilakuan (behavioural) perlu
kebijakan otonomi daerah di Indonesia adalah ditanamkan semangat kewirausahaan dan sikap
karcna masih cukup banyak urusan penting inovatif pada diri administrator publik, mulai
yang sengaja dibiarkan menggantung di Pusat pada tingkat manajemen puncak (bupati
(dan daerah tingkat I). Kalau hal itu bisa /walikotamadya) hingga para bawahan. Pada
dijalankan, maka akan ada 2 (dua) manfaat aspek keorganisasian daerah, pimpinan daerah
yang bisa dipetik dari sini. Di satu sisi, perlu secara selektif melakukan upaya

53
Jurnal Administrasi Negara Vol II, No, 1 September 2001: 43 – 58

refungsionalisasi dan perampingan atas mengukur derajad kepuasan secara teratur dan
birokrasi daerah dengan secara kritis dilakukan oleh sebuah institusi yang
mencermati dan mempertimbangkan urgensi independen.
masing-masing unit organisasi bagi
terpenuhinya kemaslahatan masyarakat daerah, Keempat, secara politis, otonomi
serta kontribusi riilnya terhadap penguatan daerah yang lebih luas sebagai dijanjikan oleh
otonomi daerah secara keseluruhan. UU No. 22 tahun 1999 itu, menurt hemat saya,
mengandung makna memobilisasi peran
Ketiga, dilihat dari perspektif pemerintah daerah (mobilizing role of local
Governance, kelemahan yang paling menonjol government) dalam mendayagunakan segala
dalam birokrasi pemerintah daerah adalah sumber (aktual maupun potensial), mekanisme
karakternya yang rule driven atau rule dan instrumen yang tersedia di daerah. Dalam
following. Karakter birokrasi pemerintah konteks pelayanan publik, ini berarti bahwa
daerah seperti ini jelas tidak cocok dengan inisiatif untuk menentukan pilihan atas jenis
iklim kompetisi dan semangat pengedepanan dan model pelayanan publik yang tepat akan
kepentingan publik dalam program pelayanan tergantung pada hasil kompromi politik antara
publik. Ini tak lain karena sejak Indonesia elit kepemimpinan daerah (eksekutif dan
merdeka hingga sekarang, belum pemah ada legislatif) dan eksponen-eksponen masyarakat
pemerintah daerah yang betul-betul otonom daerah itu sendiri. Namun model atau
(autonomous and local self government). konstruksi pelayanan publik apapun yang
Pemerintah daerah sesungguhnya hanya dipilih dan ingin dicoba kembangkan di daerah
merupakan alat artikulasi kepentingan (interest hendaklah dalam implementasinya dilakukan
articulation) dan perpanjangan tangan secara arif, bersifat situasional (contingency),
pemerintah atasannya (propinsi dan pusat). beracu pada semangat kompetisi
Akibatnya, implementasi kebijakan pelayanan (mengindahkan mekanisme pasar) dan
publik yang dijalankan di daerah selama ini, berwawasan pemberdayaan. Agar dalam
selain berkecenderungan terlau birokratis, proses implementasinya efisien, pemerintah
monoton (seragam) dan tidak profesional, daerah tidak perlu melakukannya sendiri. Hal
adalah tidak konsisten dan kurang responsif ini bisa dilakukan dengan berbagai cara :
terhadap opini publik daerah. Pemerintah lewat sistem koproduksi, membangun pola
daerah masa depan jelas membutuhkan kemitraan antara pihak pemerintah daearah dan
birokrat-birokrat daerah yang inovatif, swasta (public private partnership) atau
mampu mengimplementasikan program- privatisasi, yakni dengan mengontrakkan
program pelayanan publik secara kreatif seraya (contracting out), secara selektif, fungsi-fungsi
terus mencari upaya solusi baru secara efisien. pelayanan tertentu pada pihak swasta (Hirsch,
Oleh karena itu perlu segera diintroduksi 1995), mendelegasikan kegiatan-kegiatan
sistem pelayanan publik model bisnis yang pelayanan tertentu pada lembaga swadaya
berorientasi pada kepentingan konsumen dan masyarakat setempat berdasarkan kontrak
memperluas akses mereka pada sistem kerjasama jangka pendek; mengenalkan dan
pelayanan yang dikembangkan. Hal yag membudayakan pola dan suasana kerja yang
disebut terakhir bisa dilakukan dengan kompetitif baik diantara satuan-satuan kerja
mempublikasikan rencana-rencana kerja dan dilingkungan instansi pemerintah daerah
laporan-laporan tentang kinerja instansi secara sendiri maupun antara satuan-satuan kerja
teratur, membangun sistem "one stop service" dilingkungan instansi pemerintah daerah
guna menyederhanakan prosedur pengurusan dengan pihak swasta atau lembaga swadaya
berbagai perijinan atau surat-surat (lihat masyarakat setempat (Kingsley, 1996:442).
Kingsley, 1996). Akan ideal, kalau hal itu bisa
dibarengi dengan survei yang Di atas itu semua, yang dirasa tak kalah
penting adalah membangun sebuah pola

54
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)
hubungan politik yang transformatif antara IGGI, saya tetap bisa melangsungkan dan
publik daerah dengan para politisi daerah yang menyelesaikan program pendidikan S3 di
menduduki badan perwakilan rakyat daerah negeri Belanda dengan baik. Kepada mantan
(Frederickson, 1994) di dukung oleh civic Rektor Prof. Drs. H. Hasjim Baisoeni saya juga
infrastructure yang demokratis. Hal ini berterimakasih, karena beliau konsisten
dimaksudkan agar politisi daerah, baik diminta meneruskan kebijakan Prof. Achmady dalam
atau tidak, tetap sensitif dan responsif pada memberikan bantuan dan dukungan bagi
tuntutan publik pengguna jasa pelayanan di kelancaran studi saya itu. Prof Baisoeni pula
daerah. Selain itu sebagaui instrumen untuk yang dalam berbagai kesempatan selalu
memberdayakan posisi publik daerah dalam memotivasi agar saya rajin mengurus berkas
proses perumusan kebijakan pelayanan itu yang diperlukan untuk pengusulan jabatan
sendiri, baik dalam kedudukan mereka sebagai sebagai Guru Besar.
konsumen ataupun sebagai warga negara yang
aktif. Dengan memperkuat posisi publik daerah Terimakasih dan penghargaan tak lupa
ini maka akan dimungkinkan tumbuhnya saya tujukan kepada Prof. Drs. Sofyan Aman,
kekuatan-kekuatan di luar birokrasi (social SH dalam posisi beliau sebagai Ketua Badan
forces) yang mampu mengimbangi kekuatan Pertimbangan Senat; demikian pula kepada
birokrasi pemerintah daerah yang dalam UU. semua anggota Senat Universitas Brawijaya
No 22 Tahun 1999 beroleh kekuasaan yang luar yang telah menilai Guru Besar. Ungkapan
biasa besar. Publik daerah, sebagai warga penghargaan yang tinggi dan terima kasih juga
negara yang aktif, dengan demikian diharapkan perlu saya sampaikan kepada Dekan Fakultas
akan mampu mendesakkan tuntutan yang Ilmu Administrasi, Drs. Lukman Sjamsuddin,
rasional pada institusi-institusi pelayanan MA dan semua anggota Senat Fakultas Ilmu
publik daerah kearah pengaturan pemberian Administrasi yang telah berperan aktif
pelayanan publik yang, selain ongkosnya tetap membantu kelancaran proses pengusulan saya
terjangkau, kualitasnya juga semakin baik. dalam jabatan ini.

Ucapan Terima kasih Kepada Prof. Ir. M. Ichsan Semaoen


MSc, Ph.D saya berterimakasih atas
Pada kesempatan yang berbahagia ini kepercayaan yang pemah diberikan untuk
perkenankanlah saya, pertama, mengucapkan bergabung dalam Interdisciplinary Research
terima kasih kepada Pemerintah republik Project (INRES), yang saat itu beliau pimpin.
Indonesia, dalam hal ini Menteri Pendidikan Dari INRES itulah awal terbentangnya peluang
dan Kebudayaan yang memberikan bagi saya untuk menempuh studi S3 di
kepercayaan kepada saya untuk mengemban Wageningen Agricultural University. Khusus
jabatan akademik sebagai Guru Besar dalam kepada Promotor dan Co Promotor saya, Prof.
Ilmu Kebijakan Publik pada Fakultas Ilmu Dr. Ir. D.B.W.M. van Dusseldorp dari
Administrasi Universitas Brawijaya. Ucapan Wageningen Agricultural University dan Prof.
senada juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. Dr. J.D. Speckmami (Almarhum) dari Leiden
Afnan Eka Troena, SE baik sebagai rektor University, saya sampaikan penghargaan
maupun sebagai pribadi yang telah yang tulus. Berkat bimbingan akademis dan
mengusulkan saya menjadi Guru Besar. diskusi rutin yang akrab dengan kedua beliau
itu saya mengenal perkembangan teori
Ucapan terimakasih yang tulus saya sosial/sosiologi dalam tradisi akademis Eropa
ucapkan kepada mantan Rektor, Prof Drs. H. dan beroleh pemahaman yang mendalam
Zainal Arifien Achmady, MPA karena berkat mengenai berbagai teori pilihan rasional dan
dorongan dan bantuan beliaulah, ditengah pengambilan keputusan mutakhir. Bimbingan
kemelut politik Indonesia-Belanda dalam soal akademis itulah yang mengantarkan saya
memperoleh gelar Doctor

55
Juroal Administrasi Negara Vol II No. 1, September 2001 : 43 ' 58

of Philosophy (Ph.D) dari Wageningen yang telah memberikan bimbingan, nasehat


Agricultural University. dan keteladanan dalam membina keluarga dan
menempuh liku-liku gelombang kehidupan.
Ekspresi terimkasih yang mendalam Rasanya tidak cukup lewat kata-kata
disertai do'a yang tiada putus kepada Allah untuk mengungkapkan rasa terimakasih dan
SWT untuk Bapak Abdul Wahab (almarhum) penghargaan saya kepada isteri saya tercinta,
dan Ibu Siti Ngatminah (Almarhum) yang telah R. Sunaryam. Dialah yang telah tiada jemu
berjasa dalam mengasuh, membesarkan dan memberikan motivasi kepada saya untuk terus
memberikan pendidikan kepada saya dengan maju di bidang akademis; rela dalam berbagi
penuh rasa kasih sayang. Rasa hormat dan suka dan duka, dan dengan tulus ikhlas.
terimakasih yang tulus juga saya ucapkan
kepada bapak dan Ibu mertua saya, R. Moh.
Sidik (almarhum) dan Hj. R. Koestantinah

Kepustakaan

Abdul Wahab, Solichin, 1997. Evaluasi and Policy. Dalam In Search ofThe
kebijakan Publik. Penerbit FIA Midlle Ground : Essays on the Sociology
UNIBRAW dan IKIP Malang of planned development, George E.
Frecks and Jan H. B den Ouden (eds),
Abdul Wahab, Solichin, 1998. Reformasi Wageningen Agricultural University, the
Pelayanan Publik Menuju Sistem Netherlands.
Pelayanan Yang Responsif Dan
Berkualitas, Program Pascasarjana Drucker, P, 1985. Innovation and
Universitas Brawijaya Entrepreneurship. New York. Harper and
Row
Abdul Wahab, Solichin, 1999. Ekonomi Politik
Pembangunan; Bisnis Indonesia Era Dowbor, Ladislau, 1998. Decentralization and
Orde Baru dan Di tengah Krisis Governance. Latin American
Moneter, PT Danar Wijaya Brawijaya Perspektives. Issues 98, Vol 25 No. 1,
University Press January

Chitwood, Stephen R, 1974. Social Equity and Dwivedi, O.P, 1999. Gevernance and
Social Service Productivity. Public Administration in South Asia. Dalam
Administration Review (34), 29-35 Bureucracy and The Alternatives in
Clarke, M. and J Steward, 1992. Public service World Perspective, Keith Henderson,
orientation-developing the approach, O.P. Dwivedi (eds), Macmillan Press
local Government Policy Making 13, 4,: Ltd., London
23-42
Frederickson, H. George, 1980. New Public
Caiden, Gerald E., 1999. What Lies Ahead for Administration University of Alabama
the Administration State?, Dalam Press
Bureaucracy and the Altematives in
World Perspective, Keith M. Henderson Frederickson, H. George, 1994. Total Quality
and O.P. Dwivedi (eds), Macmillan Politics : TQO. Spectrum
Press Ltd., London
Frederickson, H. George, 1996. Comparing the
Reinventing Government Movement with
Dahrendorf, Ralf, 1995. Preserving Prosperity. the New Public Administration. Public
New Statesman & Society, December
Administration review. May/June Vol.
De Leon, Linda, 1996. Ethics and 56, No. 3
Entrepreneurship Policy Studies Joumal,
Vol.24, No. 3 (495-510)
De Vries, Peter, 1995. A Review of Some
Critical Perspectives on Development
Bureaucracy

56
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)

Featherstone, M., 1990. Global Culture : an Limits of Reinventing Government


introduction. Dalam Global Culture, Public Administration Review.
Mike Featherstone (ed), Sage Publication July/August, Vol. 56, No. 4
Marini, Frank (ed), 1971. Toward a New
Goldberg, Lenny, 1996 Come The Devolution. Public Administration: The
The American Prospect Minowbrook Perspective. Scranton,
P.A. Chandler
Hirsch, Werner Z., 1995. Factors Important In
Local Governments? Privatization Mawhood, Philip, 1983. Local Government in
Decisions. Urban Affairs Review, Vol. the Third World. John Wiley & Son.
31, No. 2 November HeydeiL Goran, New York
1979. Dalam Politics and Public Policy Osborne, David and Ted Gaebler, 1992.
m Kenya and tanzania, J.D Barkan and Reinventing Government. How the
JJ Okumu (eds) Entrepreneural Spirit Is Transforming
the Public Sector from Schoolhouse to
Hackman, J. Richard and Ruth Wageman, Statehouse, City hall to Pentagon.
1995. Total Quality Management : Reading, MA: Addison Wesley
Empirical, Conceptual, and Practical
Issues. Administrative Science Osborne, Davis and peter Palstrik, 1996.
Quarterly, 40:309-342 Banishing Bureaucracy: The Five
Ishikawa, Kaom, 1985 What is Total Quality Stategy For Reinventing Government,
Control? : The Japanese Way. Addison Wesley Publishing Company,
Englewood Cliffs. NJ, Prentice-Hall Inc., New York
Jackson, P.M. and B. Palmer, 1992. Developing
Painter, Cris, 1994. Public Service Reform :
performance monitoring in public sector
Reinventing or Abandoning
organizations; a management guide. The
Government. The Political Quarterly
Management Centre, University of
Publishing Co. Ltd. Blackwell,
Leicester.
Cambridge
Johnston, Van R., 1996. Optimizing
Pollitt, C., 1988. Bringing consumers into
Productivity Through Privatization and
performance measurement : concepts,
Entrepreneurial Management. Policy
consequences and constrains. Policy and
Studies Joumal. Vol 24. No. 3
Politics 16 (2): 77-87
Jablonski, Joseph R., 1992. Implementmg Riggs, Fred W., 1997. Modernity and
TQM : Bureaucracy. Public Administration
Competing in the Nineties through Total review. July.August Vo. 57. No.4
Quality Management, ed. San Diego,
Pfeifer Rhodes, R.A.W., 1996. The New Government
:
Kingsley, G. Thomas, 1996. Perspectives on Governing without Governmet. Political
Devolution. APA Journal. Autumn Studies XLIV, 652-667

Kazancigil, Ali, 1988. Governance and Science Savas, E.S., 1987. Privatizatiom : The Key to
: market like modes of managing society Better Government. Chatham House
Publisher, Inc., New Jersey
and producing knowledge. UNESCO
Stver. J.A., 1998. The End of Public
Kjellberg, Franscesco, 1995. The Changing Administration. Dobbs Ferry, NY
Values of Local Goverment. ANNALS, Transnational Publisher, Inc
AAPSS (540), July
Stretton, Hugh and Lionel Orchard, 1994.
Morgan, Douglas and Kelly B. Bacon, 1996. Public Goods, Public Enterprice, Public
What Middles Managers Do In Local Choice : Theoretical Foundations of
Government : Stewardship of the Public Contemporary Attact on Government. st
Trush and the Martiifs Press. London
57
Jurnal Admfaistrasi Negara Vol. II No. 1, September 2001: 43 – 58

Stoker, Gerry, 1988. Governance as theory : Performance. Dalam Public


five propositions. UNESCO Administration Review, Vol. 56, No.6
Smith, B.C., 1985. Decentralization : The Teune, Henry, 1995. Local Government and
Teritorial Dimension of the State.
George Allen & Unwin. London Democratie Political Development.
ANNALS, APPS, 550, July
Schaffer, B. 1986. Access : A Theory of
Corruption and Bereaucracy. Dalam World Development Report 1997. The State in
Public Administration and Development, a Changing World, Published For The
Vol. 6:357-376 World Bank, Oxford University Press

Schahter, Hindy Lauer, 1995. Reinventing Young, Ken, 1996. Reinventing Local
Government or Reinventing Ourselves Government? Some Evidence Assessed.
Two Models For Improving Government Dalam Public Administration, Vo. 74
Autum

58

Anda mungkin juga menyukai