Sebagai pembuka wacana, saya ingin ekonomi, sosial dan kultural yang sedang
mengemukakan argumen mengapa reformasi mengalami perubahan yang cepat (lihat
pelayanan publik (public service reform) Kazaneigil, 1998). Menghadapi situasi
menjadi tema pidato pengukuhan ini. semacam itulah, menurut hemat saya, amat
Pertama, bahwa masyarakat di segala penjuru diperlukan keputusan politik dari pihak
dunia (di Negara Industri dan di Dunia Ketiga) negara/pemerintah untuk secara serius dan
sedang mengalami perubahan besar-besaran konsisten mereformasi model pengorganisasian
akibat proses globalisasi atau pelayanan publiknya. Dengan meminjam
internasionalisasi di bidang politik, ekonomi konsep Grindle dan Thomas (1991:4),
dan teknologi (lihat Featherstone, 1990). kebijakan (policy) reformasi pelayanan publik
Dampak perubahan itu pada sektor penelitian itu haruslah diarahkan untuk mencermati dan
sungguh dramatis. Sejak pertengahan dasa membenahi berbagai kesalahan kebijakan di
warsa 1970-an (dan menurut para pakar masa lalu maupun kebijakan yang berlaku
agaknya akan terus berlangsung di abad 21) sekarang serta mekanisme pengaturan
sebenamya telah terjadi apa yang disebut kelembagaan yang ada. Lebih spesifik,
"krisis kemampuan memerintah" reformasi pelayanan publik itu harus
(governability crisis) dari pemerintahan di menjangkau pula perubahan yang mendasar
berbagai belahan dunia. Sejak saat itu, dalam rutinitas kerja administrasi, budaya
persoalan ini oleh para teoritisi telah diangkat birokrasi, dan prosedur kerja
sebagai sebuah agenda intemasional penting instansi/departemen guna memungkinkan
yang perlu mendapatkan solusi. Dalam dikembangkannya kepemimpinan yang
pemahaman teori Governance teori yang berwatak kewirausahaan pada birokrasi publik
mencoba menjelaskan secara makro proses- (Schaehter, 1995: 534). Kedua, ramifikasi
proses perubahan dalam kepemerintahan, krisis persoalan sosial, ekonomi dan politik yang
ini disebabkan oleh masih kuatnya hegemoni dihadapi di masa depan menyebabkan pilihan
negara, ditandai oleh dominannya pengaruh kita dalam penyelenggaraan pemerintahan
negara atas segala aspek kehidupan, termasuk bukan lagi pemerintah yang "banyak
urusan pelayanan publik (yang dari waktu ke memerintah" atau pemerintah yang "sedikit
waktu semakin kompleks). Akibatnya, negara memerintah" atau sekedar "pemerintahan yang
terjebak dalam situasi dilematis, menjadi baik (better government) sebagaimana pernah
terlalu besar untuk urusan-urusan kecil, dikatakan oleh dua tokoh Reinventing
menjadi terlalu kecil untuk urusan-urusan yang Government, Osborne dan Gaebler (1992).
besar. Akar persoalannya, masih menurut teori Pada hemat saya, yang kita butuhkan di masa
Governance, terletak pada model pemerintahan depan adalah pemerintah yang benar-benar
yang kini berlaku, dengan ciri khasnya antara mampu memerintah (capable government).
lain, struktur yang vertikal, birokrasi yang
kental dan wataknya yang intervensions. Model Dengan mempertimbangkan isu-isu
pemerintahan (tradisional) seperti ini temyata sentral tadi, dan kita bawa dalam konteks
tidak mampu mengadaptasikan dirinya dengan pelayanan publik, maka kata kuncinya ialah
lingkungan kemampuan pemerintah mengatur penyediaan
Jurnal Admimstrasi Negara Vol II, No. 1, September 2001 : 43 - 58
beragam pelayanan publik yang responsif, Sebab, kendati negara masih diharapkan
kompetitif dan berkualitas kepada rakyatnya memainkan peran tradisionalnya dalam
(Abdul Wahab, 1998 : 4). Tuntutan politik yang menyediakan berbagai bentuk pelayanan dasar
berkembang di arus global sejak dasawarsa kepada rakyatnya, entah itu di bidang
1980-an memang menunjukkan bahwa informasi, pendidikan, pangan, kesehatan
pemberian pelayanan publik yang semakin baik masyarakat, keamanan/ keselamatan
pada sebagian besar rakyat merupakan salah komunitas, infrastruktur dan lain sebagainya,
satu tolok ukur bagi legitimasi kredibilitas dan namun sejauh menyangkut pilihan-pilihan
sekaligus kapasitas politik pemerintah di mana politik (political choices) mengenai bentuk
pun (Dahrendorf, 1995; World Development peran dan strategi implementasinya haruslah
Report, 1997; Abdul Wahab, 1999) Sayang, makin efektif Para pakar teori Governance
tuntutan politik ini seringkali tak bisa membuktikan bahwa negara/ pemerintah kini
diwujudkan oleh negara, melalui birokrasi tidak lagi diyakini sebagai satu-satunya
pemerintah. institusi/aktor yang mampu secara efisien,
ekonomis dan adil menyediakan berbagai
Karena itu diperlukan refleksi kritis bentuk pelayanan tadi (lihat Rhodes, 1996;
untuk mencari alternatif solusi yang dianggap Stoker, 1998; Eaiden, 1999). Karena itu
cocok dan mampu memenuhi berbagai dipandang dari perspektif teori ini tidaklah
kebutuhan baru akan pelayanan publik yang beralasan jika proses perumusan dan
efisien dan berkualitas. Di sinilah menurut implementasi kebijakan dalam beragam
hemat saya relevansi teori Governance dengan pelayanan publik itu harus selalu didesain oleh
salah satu pendekatannya yang disebut pemerintah sendiri, menurut selera pemerintah
sociocybernetics approach (Rhodes, 1996). Inti dan dikendalikan melalui lewat mekanisme
dari pendekatan ini ialah bahwa sejalan dengan politik-birokrasi (direct service provision).
pesatnya perkembangan masyarakat dan kian Bagi policy-makers, terbentang cukup luas
kompleknya isu yang harus segera diputuskan, spektrum pilihan-pilihan politik dan strategi
beragamnya institusi pemerintah serta kekuatan implementasi kebijakan yang dapat ditempuh
masyarakat madani (civil society) yang dalam hal pengaturan, penyediaaan dan
berpartisipasi dalam proses pembuatan pembiayaan berbagai jenis pelayanan publik.
kebijakan (policy making), maka hasil akhir Oleh karenanya dalam menjalankan misi
(outcome) yang memuaskan dari kebijakan pelayanan publiknya, pilihan politiknya
publik tidak mungkin dicapai jika hanya haruslah dikembangkan secara cerdas dengan
mengandalkan sektor pemerintah. Kebijakan bersandar pada paradigma pilihan-pilihan
publik yang efektif dari sudut pandang teori publik/public choice (lihat Stretton and
Governance adalah produk sinergi interaksional Orchard, 1994). Artinya, pilihan-pilihan itu
dari beragam aktor atau institusi (flat Rhodes, senantiasa mempertimbangkan secara kritis
1996; Stoker, 1998-Kazaneigil, 1998; Dowbor, interaksi diantara kekuatan-kekuatan pasar,
1998). masyarakat madani, dan kemampuan nyata dari
dinas-dinas pemerintah itu sendiri (World
Kecenderungan pemikiran global, Development Report, 1997; Rhodes, 1996).
khususnya yang mencoba mengkritisi
Dengan kata lain, selain pemerintah, menurut
bagaimana kebijakan pelayanan publik
Gerald E. Eaiden (1999), 'the private sector,
seyogyanya diimplementasikan, kalau kita
non governmental organizations (NGOs), and
pahami dari sudut teori Governance,
volunteensm all had their different roles to
sebenarnya mencerminkan gugatan terhadap play..."
kesahihan, keabsahan. serta peran sentra! yang
selama im dinikmati negara dalam penyediaan Rasionalitas dibalik pilihan-pilihan
dan pengalokasian berbagai bentuk pelayanan politik ini ialah agar dalam menjalankan
dasar (basic services).
44
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)
45
Jurnal Admmistrasi Negara Vol II, No. 1, September 2001: 43 – 58
dalam bentuk cara-cara baru atau pada Emiritus dalam llmu Administrasi publik dari
situasi/lingkungan baru (De Leon, 1996: 496). Umversity, Fred William Riggs (1997) bahwa :
Tuntutan akan perlunya pembudayaan modern bureaucracies can also function as
(internalisasi nilai-nilai) kewirausahaan dan organs of domination and exploitation, as we can
perilaku inovatif dalam manajemen publik dan easily seen in many countries where arbitrary and
manajemen pemerintahan membawa implikasi oppressive even totalitarian regimes rely on
tertentu. Konkretnya, eksistensi dan substansi
bureaucracies to sustain and maintain their
pelayanan publik yang dilakukan oleh berbagai
ruthless domination,
dinas pemerintah kini tidak lagi dipandang
sebagai sesuatu yang akseptabel (secara sosial, Dengan mengedepankan nilai keadilan
ekonomi maupun politik) jika tidak itu maka dengan semakin gencamya proses
profesional, hanya dilakukan dengan bersandar industrialisasi dan pengaruh ekonomi-politik
pada prinsip asal jalan atau dikelola global yang menyebabkan struktur ekonomi
berdasarkan manajemen by semau gue, tanpa domestik makin lama makin bercorak
harus berhitung resiko (Abdul Wahab, 1998). kapitalistik (segala sesuatu dipandang
Bukan hanya itu. Di dalam sedap program dipersepsi sebagai komoditas dan dihargai
pelayanan publik dibidang, apapun dirasa tidak dengan uang), maka mesin birokrasi
lagi cukup memadai kalau manajemen pemerintah yang tentunya akan makin maju
pelayanannya sekadar berarti pada nilai-nilai dan proaktif kepada pasar bisa diupayakan
instrumental administrasi publik atau berada pada rel humamtariannya, tetap
manajemen publik model Weberian, seperti berpihak pada rakyat kecil dan terjaga
penekanan pada efisiensi dan efektivitas. akuntabilitasnya. Dengan cara itu, fungsi
Sebab, dalam praktik, hal ini sering pelayanan publik tidak akan gampang
mengantarkan para birokrat terjebak pada diselewengkan dan digunakan oleh para
persepsi dan pola penyikapan yang keliru, yaitu birokrat publik sebagai alat represif.
sekedar memenuhi formalisme, demi
kelanggengan kepentingan sempit birokrasi itu Hadirin yang saya muliakan,
sendiri (Abdul Wahab, 1997: 15).
Menurut hemat saya, sekurang-
Dimensi Keadilan dalam Pelayanan kurangnya ada 3 (tiga) gugus pemikiran yang
Publik berpengaruh terhadap upaya reformasi
Sejalan dengan terjadinya krisis dalam pelayanan publik, khususnya yang berkaitan
bidang kepemerintahan yang telah saya dengan pembangkitan kesadaran diri para
singgung di atas. sejak dasa warsa 80-an administrator publik agar mereka kian sensitif
berkembang suatu tuntutan politik yang daya terhadap persoalan kualitas dan keadilan.
resonansinya makin kuat yaitu bahwa dalam Pertama, munculnya pemikiran baru dalam
mengoperasikan mesin pemerintahan dan studi ilmu politik / pemerintahan yang
menjabarkan kebijakan publik dalam berbagai menekankan perlunya ditegakkan prinsip
progam (termasuk program pelayanan publik), pemerintahan yang berpusat pada warganegara
selain berkualitas harus pula mengindahkan (citizen - centered government) dan
hak-hak asasi manusia (human rights), serta pemerintahan yang jujur (fair) dan adil (equity)
memenuhi kriteria keadilan (equity). Saya akan sebagai terpantul lewat konsep Total Quality
memberikan perhatian khusus terhadap aspek Polities-TQP (Frederickson, 1994);
keadilan, dengan alasan untuk menghindarkan Kedua, gerakan pemikiran reformasi
atau setidaknya meminimalkan apa yang administrasi publik yang disebut New Public
pernah dikhawatirkan olen seorang Guru Besar Administration movement yang dipelopori
46
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichm Abdul Wahab)
oleh Marim (1971) dan Frederickson (1980) dengan fungsi pelayanan publik, maka pada
sejak dekade 1960-an dan masih berlanjut diri setiap administrator publik harus tertanam
hingga sekarang; Ketiga, gerakan reformasi kuat komitmen mereka terhadap kebutuhan
administrasi publik yang lebih radikal, yakni nyata publik (public felt needs) dan keadilan
Reinventing Government movement sosial, baik itu sebagai landasan etik, tujuan
(dipelopori oleh Osborne dan Gaebler pada maupun sumber acuan pemikirannya
1992) yang oleh banyak kalangan dinilai (Frederickson, 1980). Sebagai konsekuensinya,
berhasil dengan cukup gemilang perlu dilakukan upaya reformasi yang
mengkombinasikan antara Total Quality fundamental dalam administrasi pelayanan
Management (TQM) dan entrepreneurial publik, meninggalkan paradigma, konsep-
management (Johnston, 1996; Hackman and konsep dan orientasi lama administrasi publik
Wageman, 1995). Dengan beracu pada konvensional yang tidak berpihak pada
argumen dasar teori Governance terdahulu, kepentingan masyarakat (Abdul Wahab, 1998)
saya akan mencoba menjelaskan secara ringkas
relevansi dari gerakan-gerakan pemikiran Dalam implementasi program-program
reformatif di bidang administrasi publik pelayanan publik di bidang apapun, para
tersebut bagi penyelenggaraan pelayanan administrator publik jelas tidak hanya dituntut
publik di Indonesia, serta bagaimana hal untuk kian mampu bekerja secara lebih
tersebut seharusnya disikapi oleh pembuat profesional, efisien, ekonomis dan efektif,
kebijakan, dari administrator publik di sini. tetapi juga mampu mengembangkan
pendekatan-pendekatan yang lebih inovatif
Gerakan-gerakan pemikiran tersebut di guna menjawab tantangan-tantangan baru yang
atas, sekalipun revolusioner, sama sekali timbul pada aras global yang, langsung atau
bukanlah sebuah gerakan frontal dan radikal tidak langsung, berpengaruh pada lingkungan
anti segala bentuk kemapanan ataupun anti tugasnya (De Leon, 1996). Lebih dari itu,
terhadap keberadaan pemerintahan (anti ditengah makin kencangnya hembusan angin
governmental mood) atau menafikan arti demokratisasi, para administrator publik
penting peran pemerintah dalam pengaturan dituntut pula mampu bertindak adil, untuk
dan penyediaan pelayanan publik bagi menjaga jangan sampai pelayanan publik itu
rakyatnya. Kendati demikian, satu benang justru hanya menguntungkan segelintir orang
merah memang dapat kita ketemukan atau mereka yang posisi sosial, ekonomi dan
daripadanya. Gerakan - gerakan pemikiran politiknya mapan. Dalam banyak kasus, bukti
tersebut baik sendiri-sendiri atau secara empiris memang menyodorkan kenyataan yang
bersama - sama, secara implisit maupun pahit. Orang-orang miskin dan kelompok-
eksplisit, menekankan perlunya demokratisasi kelompok marginal yang secara ekonomi dan
dan desentralisasi dalam penyelenggaraan politik tidak berdaya itu kerap menjadi korban
tagas-tugas pemerintahan (termasuk sektor ambisi politik. Mereka sering terabaikan,
pelayanan publik). Di balik itu, esensi ide terlewati oleh kebijakan pemerintahnya,
dasarnya ialah hasrat melenyapkan monopoli kendati kebijakan-kebijakan publik dan
(pemerintah atau swasta), pemangkasan atau pelayanan publik itu konon ditujukan kepada
perampingan atas struktur birokrasi publik mereka, untuk kepentingan mereka. Laporan
yang kelewat gendut, penginjeksian sikap pro- Bank Dunia (1997) pun dengan telak
aktif, inovatif dan jiwa kewirausahaan menyinggung persoalan ini.
(enterpreneurial spirit) pada diri administrator
publik, serta diperhatikannya aspek keadilan In nearly all societies the needs and
dalam pemberian pelayanan publik. Karena itu prefererences of the wealthy and poverty are
dalam mengoperasikan mesin birokrasi well related in official polygoals and
pemerintah, terutama yang berkaitan langsung
47
Jnrpal Admmistrasi Negara Vol II, No. 1, September 2001 : 43 – 58
priorities But this if rarely true of the poor and atas tingkat kemampuan dan kebutuhan publik
the marginalized, who struggle to get their yang dilayani (user), bukan lagi sekedar
voices heard in the corridors of power. As a kebutuhan birokrasi yang memberikan
pelayanan (provider). Atau, dalam bahasa
result, these and other less vocalgroups tend to
Osborne dan Gaebler (1992) meeting the needs
be ill served by public policies and services, of customers, not the bureaucracy. Di sisi lain,
every those that should benefit them most hendaknya bisa dicegah adanya praktik
pemberian label (labelling practices), baik
Karena itulah tidak terlalu berlebihan bersifat politis maupun ideologis (de Vries,
jika isu sentral yang kini mengedepan dan mau 1995) terhadap kelompok sasaran program
tidak mau harus dijawab oleh setiap pelayanan publik. Praktek pemberian label
administrator publik dalam menjalankan fungsi seperti tidak ber KTP, tidak seafiliasi politik,
atau pembangkang dapat mengakibatkan
pelayanan publiknya adalah efisien dan efektif
segmen masyarakat yang seharusnya
untuk kepentingan siapa? ekonomis bagi siapa? memperoleh manfaat pelayanan publik tertentu
Inilah persoalan aksiologis administrasi publik diabaikan oleh birokrasi.
masa kini dan masa datang. Fredericson
(1980; 1996) telah menjelaskan persoalan Monopoli Birokrasi
aksiologis Administrasi publik Baru sebagai
Di kebanyakan negara, apapun sistem
berikut: politik dan ideologinya, birokrasi pemerintah
memang telah tumbuh dengan pesat ibarat
Conventional and classic public raksasa (Savas, 1987). Tumbuh suburnya
administration seeks to answer either these birokrasi pemerintah itu bukan saja diukur dari
questions : (1) How can we offer more or ragam birokrasinya tapi juga diukur dari
better services with available resources jumlah pegawai yang dipekerjakan.
(efficiency) or (2) How can services levels be Perkembangan birokrasi pemerintahan itu
biasanya diikuti pula dengan proliferasi
maintained while spending less money
berbagai produk politik berupa aturan dan
(economy)? A new public administration adds regulasi (Dwivedi, 1999). Distribusi atas
this question: Does this service enhance social paket-paket pelayanan publik yang disediakan
equity? To say that a service may be well oleh pemerintah pada umumnya dilakukan
managed and that a service may be efficient melalui struktur dan mesin birokrasi
and economtcal, still begs these question: Well pemerintah sendiri (Schaffer and Wenhsien,
1975; Schaffer, 1986). Dalam keadaan
managed for whom? Efficienct for whom?
demikian maka penyediaan atau alokasi
Economical for whom? Traditionally public pelayanan, publik itu sepenuhnya akan di
administration assumed a convenient oneness bawah kontrol instansi pemerintah. Logis, jika
to the public. birokrasi pemerintah kemudian memiliki
pengaruh polilik yang luar biasa atas berbagai
Esensi dari gerakan New Public aspek kehidupan masyarakat.
Administration itu adalah "to democratize
Di masa Orde Baru, dan berlanjut di
bureaucracy by inducing officials to be more masa pemerintahan transisi habibie, berbagai
responsive to the clienteles they affected and bentuk birokrasi pemerintahan (Dinas, Kantor,
had to work with "(Riggs, 1997:349). Salah Badan Usaha, Otorita dan sebagainya) masih
satu aspek yang perlu diperhatikan oleh terlibat sangat aktif dalam beragam urusan
administrator publik dengan demikian adalah pelayanan publik. Alokasi surplus yang
ditegakkannya prinsip keadilan proporsional dihasilkan masyarakat di berbagai sektor juga
dalam memberikan pelayanan tadi (Chaltwood,
1974). Ini berarti bahwa di satu sisi, sumber
daya yang menjadi esensi atau substansi
pelayanan masyarakat itu sejauh mungkin
dapat didistribusikan berdasarkan
48
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)
49
Jurnal Administrasi Negara Vol. II, No. 1, September 2001 : 43 • 58
organization (Painter,1994; Kingsley, 1996). konten pelayanan itu sendiri. Pada contoh yang
Model ini tak cocok untuk beroperasi dalam disebut terakhir itu, sesungguhnya tersirat
pusaran dunia yang makin kompetitif karena makna “berbagi kekuasaan" (sharing of
tak akan tahan banting menghadapi persaingan power). Menarik kiranya untuk mencermati
dan situasi sosial, ekonomi dan politik yang komitmen politik dan komitmen profesional
berubah cepat; Kehadirannya juga merugikan yang kini tengah berkembang dalam studi
kepentingan publik. Selain kurang responsif kebijakan publik yang keduanya mencoba
dan lamban dalam pengambilan keputusan- meredefinisi konsep penerima pelayanan
keputusan yang strategis masalah lain yang publik (recipient of public service) sebagai
kerap kali muncul ialah masalah-masalah akses pelanggan atau konsumen itu.
(access problems). Masalah akses ialah
kesukaran-kesukaran untuk menciptakan Penggunaan nomenklatur pelanggan
mekanisme hubungan - hubungan atau konsumen dalam konteks pelayanan
keorganisasian tertentu antara klien (pengguna publik mengandung makna bahwa hakikat dan
jasa pelayanan publik) dan instansi pemerintah, pendekatan dalam pemberian pelayanan publik
yang memungkinkan sumber-sumber daya yang semua berkiblat pada kepentingan
langka terdistribusikan kepada masyarakat birokrasi (bureacratic-oriented) atau
secara efektif (Shaffer, 1986- de Vries, 1995). berorientasi pada produsen (producer-oriented)
Situasi akses yang tak sehat biasanya makin berubah menjadi berorientasi pada konsumen
memburuk dalam keadaan dimana para (consumer-driven approach). Pollitt (1988:86),
administrator atau pejabat berperan dalam menegaskan bahwa tujuan utamanya bukan
pemberian pelayanan itu, selain tidak sekedar untuk menyenangkan hati para
profesional, juga tidak bermoral, misalnya penerima pelayanan publik, melainkan untuk
karena mereka dijangkiti penyakit birokrasi memberdayakan mereka. Sebab, orientasi
(bureaupathologies) seperti Korupsi, Kolusi, kearah pelayanan publik yang lebih baik
Nepotisme dan tidak akuntabel terhadap (better public service delivery) juga
kebutuhan dan tuntutan publik yang terus mencerminkan penegasan akan arti penting
berubah. posisi dan perspektif para pengguna dalam
sistem pelayanan publik tersebut. publik tidak
Pemberdayaan Pengguna Pelayanan hanya diperlakukan sebagai obyek (sebagai
Publik klien jasa pelayanan semata), tetapi juga
sebagai warganegara yang aktif (active citizen).
Di negara-negara maju, konsep Bagi pembuat kebijakan dan administrator
pemberdayaan (empowering) terhadap para publik (pada semua level) perspektif demikian
pengguna pelayanan publik telah cukup lama membawa konsekuensi mendasar atau berupa
menjadi tema sentral dari gerakan-gerakan kewajiban ganda yang harus mereka pikul
penyadaran hak-hak konsumen (consumerism) sebagai perwujudan akuntabilitas kepada
atau gerakan yang memperjuangkan pelayanan publik (lihat Abdul Wahab, 1998).
publik yang berkualitas (Abdul Wahab, 1997;
1998). Bentuk-bentuk penyadaran hak-hak Kewajiban ganda yang diemban oleh
konsumen itu, menurut Pollitt (1988) pejabat publik tersebut dapat dijelaskan sebagai
bervariasi, mulai dari yang sekedar bersifat berikut Sebagai warganegara yang aktif,
"kosmetik” seperti yang dilakukan oleh banyak menurut Clarke dan Steward (1987), para
instansi pemerintah (di Pusat dan daerah) pengguna jasa pelayanan publik sesungguhnya
dengan cara menyediakan informasi kepada memiliki sejumlah hak-hak untuk memperoleh
para konsumen atau menyediakan kotak saran, pelayanan yang baik, hak untuk mengetahui
hingga partisipasi langsung konsumen dalam bagaimana keputusan-keputusan kebijakan
proses pembuatan keputusan yang menyangkut mengenai jenis
konteks dan
50
Globalisasi dan Pelavanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)
pelayanan tertentu dibuat dan, yang tak kalah Aparatur Negara No. 6 tahun 1995) dan yang
penting, hak untuk didengar dan diperhatikan mutakhir penyelenggaraan negara yang bersih
pendapat-pendapatnya. Namun, amat dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (TAP
MPR RJ No.XI /MPP/1998). Namun, sejauh
disayangkan sejumlah hak penting ini, sering
ini, kesemua itu masih berupa retorika politik,
hanya ada di atas kertas. Di kebanyakan negara belum berdampak nyata pada publik karena
sedang berkembang (tak terkecuali Indonesia) belum ada tindakan yang serius untuk
hak-hak itu justru kerap ditelikung oleh mengimplementasikannya. Lemahnya institusi
birokrasi, bahkan dikebiri. Karena posisinya masyarakat madani semisal adanya lembaga
yang monopolistik dan meluasnya kekuasaan konsumen bebas, dibarengi dengan lemahnya
law enforcement yang bisa berperan efektif
administrasi serta diskresi, maka oleh para
dalam melindungi kepentingan konsumen dan
pejabat birokrasi setiap jengkat prosedur kepentingan publik pada umumnya, makin
administrasi pada mata rantai birokrasi memperburuk situasi di sektor pelayanan
pelayanan publik itu (terutama di bidang publik, di Tanah Air kita. Kita sering
perijinan dan pekerjaan umum) sering mendengar, membaca surat-surat pembaca di
dijadikan sebagai lahan subur untuk mencari berbagai surat kabar dan bahkan menyaksikan
sendiri betapa masih rendahnya respon
tambahan penghasilan ini membenarkan hasil
birokrasi terhadap kerugian-kerugian yang
observasi Dwivedi, bahwa: diketahui publik dan konsumen. Padahal,
dalam penentuan kualitas suatu pelayanan
*' .... regulations, together with
publik apakah ia bagus ataukah buruk hanyalah
increased bureaucratic discretion, have provided
publik yang dilayani itulah yang sesungguhnya
and incentive for corruption, since regulations dapat menilai. Konsumen pula yang dapat
goveming acces to good and services can be menilai dengan tepat bagaimana kinerja
exploited by civil servants to extract service charges pelayanan publik yang telah diberikan kepada
from the need fuli (Dwivedi, 1999 : 170). mereka (Clarke and Steward, 1987:34).
Dalam spektrum yang lebih luas, salah Dalam arti yang seluas-luasnya, peran
satu, sumber penyebab timbulnya fenomena penting yang dimainkan oleh para pengguna
the high cost economy (ekonomi biaya tinggi) jasa pelayanan publik dalam rangka
di Indonesia adalah masih bercokolnya kartel, menyempumakan kualitas pelayanan publik
dapat kita kategorikan sebagai upaya
monopoli, favoritisme, praktik standard ganda pemberdayaan masyarakat (empowering
dan masih merajalelanya berbagai bentuk society). Sebagaimana halnya barang,
pungutan mulai dari yang setengah resmi jasa/pelayanan itu adalah merupakan sesuatu
hingga tak resmi yang menyertai pemberian yang dihasilkan artinya, ia adalah sesuatu
pelayanan publik oleh dinas-dinas pemerintah. produk. Pelayanan disektor publik umumnya
memiliki dimensi kualitatif, sebab lahir dari
Memang kita sudah sering mendengar rahim sistem politik. Kendati dibanding sektor
propaganda yang dilancarkan oleh pemerintah swasta, persoalan kualitas disektor publik ini
diakui lebih sukar untuk merumuskan dan
Orde Baru maupun pemerintah transisional
mengukurnya diantaranya karena sarat
Habibie yang kurang lebih berkaitan dengan dengan nilai-nilai politik dan ideologi
reformasi birokrasi pelayanan publik Beberapa sebenamya telah ada konsensus diantara para
contoh, misalnya, kampanye tentang pakar bahwa pada akhimya hal itu akan
pendayagunaan aparatur negara yang bersih ditentukan oleh para pengguna jasa pelayanan
dan berwibawa, perang melawan ekonomi itu sendiri. Sebab, satu-satunya ukuran atas
biaya tinggi, gerakan efisiensi nasional,
gerakan penegakan disiplin nasional,
pelayanan prima (Surat Keputusan Menteri
Pendayagunaan
51
Jurnal Administrasi Negara Vol II, No. 1, September 2001 : 43 - 58
52
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)
53
Jurnal Administrasi Negara Vol II, No, 1 September 2001: 43 – 58
refungsionalisasi dan perampingan atas mengukur derajad kepuasan secara teratur dan
birokrasi daerah dengan secara kritis dilakukan oleh sebuah institusi yang
mencermati dan mempertimbangkan urgensi independen.
masing-masing unit organisasi bagi
terpenuhinya kemaslahatan masyarakat daerah, Keempat, secara politis, otonomi
serta kontribusi riilnya terhadap penguatan daerah yang lebih luas sebagai dijanjikan oleh
otonomi daerah secara keseluruhan. UU No. 22 tahun 1999 itu, menurt hemat saya,
mengandung makna memobilisasi peran
Ketiga, dilihat dari perspektif pemerintah daerah (mobilizing role of local
Governance, kelemahan yang paling menonjol government) dalam mendayagunakan segala
dalam birokrasi pemerintah daerah adalah sumber (aktual maupun potensial), mekanisme
karakternya yang rule driven atau rule dan instrumen yang tersedia di daerah. Dalam
following. Karakter birokrasi pemerintah konteks pelayanan publik, ini berarti bahwa
daerah seperti ini jelas tidak cocok dengan inisiatif untuk menentukan pilihan atas jenis
iklim kompetisi dan semangat pengedepanan dan model pelayanan publik yang tepat akan
kepentingan publik dalam program pelayanan tergantung pada hasil kompromi politik antara
publik. Ini tak lain karena sejak Indonesia elit kepemimpinan daerah (eksekutif dan
merdeka hingga sekarang, belum pemah ada legislatif) dan eksponen-eksponen masyarakat
pemerintah daerah yang betul-betul otonom daerah itu sendiri. Namun model atau
(autonomous and local self government). konstruksi pelayanan publik apapun yang
Pemerintah daerah sesungguhnya hanya dipilih dan ingin dicoba kembangkan di daerah
merupakan alat artikulasi kepentingan (interest hendaklah dalam implementasinya dilakukan
articulation) dan perpanjangan tangan secara arif, bersifat situasional (contingency),
pemerintah atasannya (propinsi dan pusat). beracu pada semangat kompetisi
Akibatnya, implementasi kebijakan pelayanan (mengindahkan mekanisme pasar) dan
publik yang dijalankan di daerah selama ini, berwawasan pemberdayaan. Agar dalam
selain berkecenderungan terlau birokratis, proses implementasinya efisien, pemerintah
monoton (seragam) dan tidak profesional, daerah tidak perlu melakukannya sendiri. Hal
adalah tidak konsisten dan kurang responsif ini bisa dilakukan dengan berbagai cara :
terhadap opini publik daerah. Pemerintah lewat sistem koproduksi, membangun pola
daerah masa depan jelas membutuhkan kemitraan antara pihak pemerintah daearah dan
birokrat-birokrat daerah yang inovatif, swasta (public private partnership) atau
mampu mengimplementasikan program- privatisasi, yakni dengan mengontrakkan
program pelayanan publik secara kreatif seraya (contracting out), secara selektif, fungsi-fungsi
terus mencari upaya solusi baru secara efisien. pelayanan tertentu pada pihak swasta (Hirsch,
Oleh karena itu perlu segera diintroduksi 1995), mendelegasikan kegiatan-kegiatan
sistem pelayanan publik model bisnis yang pelayanan tertentu pada lembaga swadaya
berorientasi pada kepentingan konsumen dan masyarakat setempat berdasarkan kontrak
memperluas akses mereka pada sistem kerjasama jangka pendek; mengenalkan dan
pelayanan yang dikembangkan. Hal yag membudayakan pola dan suasana kerja yang
disebut terakhir bisa dilakukan dengan kompetitif baik diantara satuan-satuan kerja
mempublikasikan rencana-rencana kerja dan dilingkungan instansi pemerintah daerah
laporan-laporan tentang kinerja instansi secara sendiri maupun antara satuan-satuan kerja
teratur, membangun sistem "one stop service" dilingkungan instansi pemerintah daerah
guna menyederhanakan prosedur pengurusan dengan pihak swasta atau lembaga swadaya
berbagai perijinan atau surat-surat (lihat masyarakat setempat (Kingsley, 1996:442).
Kingsley, 1996). Akan ideal, kalau hal itu bisa
dibarengi dengan survei yang Di atas itu semua, yang dirasa tak kalah
penting adalah membangun sebuah pola
54
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)
hubungan politik yang transformatif antara IGGI, saya tetap bisa melangsungkan dan
publik daerah dengan para politisi daerah yang menyelesaikan program pendidikan S3 di
menduduki badan perwakilan rakyat daerah negeri Belanda dengan baik. Kepada mantan
(Frederickson, 1994) di dukung oleh civic Rektor Prof. Drs. H. Hasjim Baisoeni saya juga
infrastructure yang demokratis. Hal ini berterimakasih, karena beliau konsisten
dimaksudkan agar politisi daerah, baik diminta meneruskan kebijakan Prof. Achmady dalam
atau tidak, tetap sensitif dan responsif pada memberikan bantuan dan dukungan bagi
tuntutan publik pengguna jasa pelayanan di kelancaran studi saya itu. Prof Baisoeni pula
daerah. Selain itu sebagaui instrumen untuk yang dalam berbagai kesempatan selalu
memberdayakan posisi publik daerah dalam memotivasi agar saya rajin mengurus berkas
proses perumusan kebijakan pelayanan itu yang diperlukan untuk pengusulan jabatan
sendiri, baik dalam kedudukan mereka sebagai sebagai Guru Besar.
konsumen ataupun sebagai warga negara yang
aktif. Dengan memperkuat posisi publik daerah Terimakasih dan penghargaan tak lupa
ini maka akan dimungkinkan tumbuhnya saya tujukan kepada Prof. Drs. Sofyan Aman,
kekuatan-kekuatan di luar birokrasi (social SH dalam posisi beliau sebagai Ketua Badan
forces) yang mampu mengimbangi kekuatan Pertimbangan Senat; demikian pula kepada
birokrasi pemerintah daerah yang dalam UU. semua anggota Senat Universitas Brawijaya
No 22 Tahun 1999 beroleh kekuasaan yang luar yang telah menilai Guru Besar. Ungkapan
biasa besar. Publik daerah, sebagai warga penghargaan yang tinggi dan terima kasih juga
negara yang aktif, dengan demikian diharapkan perlu saya sampaikan kepada Dekan Fakultas
akan mampu mendesakkan tuntutan yang Ilmu Administrasi, Drs. Lukman Sjamsuddin,
rasional pada institusi-institusi pelayanan MA dan semua anggota Senat Fakultas Ilmu
publik daerah kearah pengaturan pemberian Administrasi yang telah berperan aktif
pelayanan publik yang, selain ongkosnya tetap membantu kelancaran proses pengusulan saya
terjangkau, kualitasnya juga semakin baik. dalam jabatan ini.
55
Juroal Administrasi Negara Vol II No. 1, September 2001 : 43 ' 58
Kepustakaan
Abdul Wahab, Solichin, 1997. Evaluasi and Policy. Dalam In Search ofThe
kebijakan Publik. Penerbit FIA Midlle Ground : Essays on the Sociology
UNIBRAW dan IKIP Malang of planned development, George E.
Frecks and Jan H. B den Ouden (eds),
Abdul Wahab, Solichin, 1998. Reformasi Wageningen Agricultural University, the
Pelayanan Publik Menuju Sistem Netherlands.
Pelayanan Yang Responsif Dan
Berkualitas, Program Pascasarjana Drucker, P, 1985. Innovation and
Universitas Brawijaya Entrepreneurship. New York. Harper and
Row
Abdul Wahab, Solichin, 1999. Ekonomi Politik
Pembangunan; Bisnis Indonesia Era Dowbor, Ladislau, 1998. Decentralization and
Orde Baru dan Di tengah Krisis Governance. Latin American
Moneter, PT Danar Wijaya Brawijaya Perspektives. Issues 98, Vol 25 No. 1,
University Press January
Chitwood, Stephen R, 1974. Social Equity and Dwivedi, O.P, 1999. Gevernance and
Social Service Productivity. Public Administration in South Asia. Dalam
Administration Review (34), 29-35 Bureucracy and The Alternatives in
Clarke, M. and J Steward, 1992. Public service World Perspective, Keith Henderson,
orientation-developing the approach, O.P. Dwivedi (eds), Macmillan Press
local Government Policy Making 13, 4,: Ltd., London
23-42
Frederickson, H. George, 1980. New Public
Caiden, Gerald E., 1999. What Lies Ahead for Administration University of Alabama
the Administration State?, Dalam Press
Bureaucracy and the Altematives in
World Perspective, Keith M. Henderson Frederickson, H. George, 1994. Total Quality
and O.P. Dwivedi (eds), Macmillan Politics : TQO. Spectrum
Press Ltd., London
Frederickson, H. George, 1996. Comparing the
Reinventing Government Movement with
Dahrendorf, Ralf, 1995. Preserving Prosperity. the New Public Administration. Public
New Statesman & Society, December
Administration review. May/June Vol.
De Leon, Linda, 1996. Ethics and 56, No. 3
Entrepreneurship Policy Studies Joumal,
Vol.24, No. 3 (495-510)
De Vries, Peter, 1995. A Review of Some
Critical Perspectives on Development
Bureaucracy
56
Globalisasi dan Pelayanan Publik..... (Solichin Abdul Wahab)
Kazancigil, Ali, 1988. Governance and Science Savas, E.S., 1987. Privatizatiom : The Key to
: market like modes of managing society Better Government. Chatham House
Publisher, Inc., New Jersey
and producing knowledge. UNESCO
Stver. J.A., 1998. The End of Public
Kjellberg, Franscesco, 1995. The Changing Administration. Dobbs Ferry, NY
Values of Local Goverment. ANNALS, Transnational Publisher, Inc
AAPSS (540), July
Stretton, Hugh and Lionel Orchard, 1994.
Morgan, Douglas and Kelly B. Bacon, 1996. Public Goods, Public Enterprice, Public
What Middles Managers Do In Local Choice : Theoretical Foundations of
Government : Stewardship of the Public Contemporary Attact on Government. st
Trush and the Martiifs Press. London
57
Jurnal Admfaistrasi Negara Vol. II No. 1, September 2001: 43 – 58
Schahter, Hindy Lauer, 1995. Reinventing Young, Ken, 1996. Reinventing Local
Government or Reinventing Ourselves Government? Some Evidence Assessed.
Two Models For Improving Government Dalam Public Administration, Vo. 74
Autum
58