Anda di halaman 1dari 11

KONSEP, JENIS STUDI KEBIJAKAN, SERTA MASALAH

PUBLIK DAN PRIVAT (PUBLIC VS PRIVATE AFFAIRS)

MK: ANALISIS PUBLIK DAN REGULASI

1. RIJALUL KHAIRI
NIM: 19120136
FENOMENA DALAM MASYARAKAT, PERAN NEGARA DAN
HUBUNGANNYA DENGAN KEBIJAKAN PUBLIK

A. Indikator Hasil Belajar

Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat:


1. Menyimpulkan konsep urusan/masalah publik dan privat (public vs
private affairs).
2. Mengidentifikasi urusan/masalah publik dan privat (public vs private
affairs).
3. Mampu menjelaskan konsep dan jenis studi kebijakan.
4. Mampu mendemonstrasikan hubungan antara permasalahan publik
dan jenis kebijakan.

B. Definisi dan Ruang Lingkup

Untuk memahami instrumen kebijakan apakah yang dipakai oleh


pemerintah untuk memecahkan suatu masalah, maka perlu diketahui
jenis kebijakannya. Jenis kebijakan akan membantu pemahaman aktor
kebijakan termasuk masyarakat, mengapa suatu kebijakan lebih penting
dari kebijakan yang lain; siapa aktor yang terlibat dalam perumusan
kebijakan dan pada tahap mana peran seorang aktor lebih penting
dibanding dengan yang lain.
Anderson (1979) membuat kategori jenis kebijakan sebagai berikut.
1. Kebijakan substantif dan kebijakan prosedural. Kebijakan substantif
adalah jenis kebijakan yang menyatakan apa yang akan dilakukan
pemerintah atas masalah tertentu, misalnya kebijakan pengurangan
angka kemiskinan melalui kebijakan beras miskin.
2. Kebijakan distributif, kebijakan regulatif dan kebijakan redistributif.
Kebijakan distributif adalah kebijakan yang bertujuan untuk
mendistribusikan atau memberikan akses yang sama atas
sumberdaya tertentu, misalnya kebijakan Bantuan Operasional
Sekolah (BOS).
3. Kebijakan material dan kebijakan simbolis. Kebijakan material
adalah kebijakan yang sengaja dibuat untuk memberikan
keuntungan sumberdaya yang konkrit pada kelompok tertentu,
misal kebijakan beras untuk orang miskin.
4. Kebijakan yang berhubungan dengan barang publik (public goods)
dan barang privat (private goods). Kebijakan barang publik adalah
kebijakan yang mengatur tata kelola dan pelayanan barang-
barang publik, seperti kebijakan pengelolaan ruang publik/fasilitas
umum, jalan raya.
C. Pengambilan Keputusan dalam Kebijakan Publik

Keberhasihan penetapan jenis intervensi atau jenis pendekatan


yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan/ permasalahan tersebut
sangat ditentukan dengan keberhasilan aktor kebijakan dalam
mengidentifikasi permasalahan publik. Isu dan masalah apa yang akan
mendapat perhatian besar dari masyarakat dan berbagai pihak (elite,
kelompok kepentingan, media massa). Fischer dkk (eds., 2007) mengutip
pendapat Hilgartner and Bosk menyebutkan bahwa tidak ada satu aktor
kebijakan (baik dari pemerintah, kelompok sosial, kelompok politik) yang
memiliki kapasitas untuk merespon dan menindaklanjuti semua isu/
masalah yang muncul di setiap waktu.

Peran aktor kebijakan tidak berhenti pada kegiatan mengenali


masalah kebijakan, namun juga harus memperjuangkan isu/ masalah
tersebut diantara berbagai isu/masalah yang lain untuk masuk dalam
tindakan publik (agenda-setting) dan menjadi agenda pembahasan
formal. Agenda adalah sekumpulan masalah, penyebab atas masalah-
masalah tersebut, simbol-simbol, dan elemen lain dari masalah publik
yang mendapat perhatian dari berbagai pihak (legislatif dan eksekutif)
(Fischer dkk (eds.), 2007).
Pertimbangan intervensi pemerintah dalam penyediaan barang
publik antara lain didasarkan pada pertimbangan:
1. Keadilan (equity) – sehingga orang dengan berbagai perbedaan
level memiliki akses yang sama terhadap barang/ jasa.
2. Kebutuhan (needs) bukan kemampuan untuk membayar.
3. Efisiensi (efficiency) – lebih mudah untuk menyediakan secara
kolektif dalam skala besar.
4. Mengurangi masalah the free-rider terkait dengan barang publik
murni.

Terdapat berbagai faktor dan variabel yang mempengaruhi


pengambilan keputusan dalam kebijakan publik, misalnya lingkungan
kebijakan, kualitas proposal kebijakan, interest aktor kebijakan. Untuk
mendapatkan sebuah isu atau kebijakan yang ‘tepat’ dan ‘urgent’
aktor kebijakan perlu secara rasional mempertimbangkan berbagai
faktor dan konsekuensinya. Namun demikian dalam prakteknya,
keberadaan berbagai faktor dan variabel tersebut di atas dengan
dinamikanya dan sensitifitasnya pada situasi (tertentu) menyebabkan
kondisi ‘rasional murni’ itu jarang terjadi.
Model Bounded Rationality memperlihatkan adanya
keterbatasan seorang pengambil keputusuan (aktor kebijakan) untuk
bertindak secara rasional karena berbagai alasan misalnya
keterbatasan kapasitas/kapabilitas, satisfactory, perhatian dan
bargaining.
Bahkan dalam Garbage Can Model yang dikenalkan oleh
Kingdon (Lester dan Steward, 1996) menyebutkan bahwa
pengambilan keputusan dalam organisasi adalah bersifat random
(acak) dan unsystematic. Model ini memperkenalkan berbagai
dinamika yang terdiri atas—the policy stream (yang menunjukkan
solusi terhadap masalah), the politics stream (partisipan: sentimen
publik, perubahan minat pemerintah, perubahan minat politik, dan
partisipan lain) dan the problem stream (persepsi terhadap masalah),
yang memunculkan berbagai kemungkinan pilihan (peluang dalam
pengambilan keputusan).
Pengambilan keputusan adalah seni memilih keputusan yang
paling masuk akal, suatu keputusan yang tepat untuk konteks tertentu
dan memiliki pertimbangan nilai. Analisis adalah sebuah proses ilmiah
yang secara rasional dilakukan dengan berdasarkan pada fakta-
fakta yang valid, dilakukan penilaian/percobaan secara empiris.
D. Tantangan Kebijakan Publik

Lingkungan dimana kebijakan publik dikembangkan bersifat dinamis,


kompleks, penuh ketidakpastian, dan sulit untuk diprediksi arah
perubahannya. Kondisi masyarakat yang yang memiliki kemudahan
dalam mendapakan informasi menyebabkan munculnya harapan
yang semakin tinggi, memiliki permasalahan yang semakin kompleks,
dan menuntut peran pemerintah yang semakin tinggi pula. Untuk
mensikapi hal tersebut, berbagai agenda perubahan sektor publik
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas berbagai
penyelenggaraan publik.

New public management, akuntabilitas, good governance,


managerialism, sound-government, reformasi birokrasi adalah berbagai
upaya perbaikan pemenuhan tuntutan masyarakat dan
pembangunan
Empat tantangan (Hallsworth dkk, 2001) yang menjadi perhatian
dalam menciptakan lingkungan proses perumusan kebijakan yang
kondusif meliputi:
1. Proses: Model Dominan Proses Pembuatan Kebijakan Tidak
Realistik. Terdapat berbagai teori dan model yang memberikan
gambaran mengenai tahapan pembuatan kebijakan dengan
berbagai variasinya. Tahapan tersebut dalam kondisi nyata
sering tumpangtindih dan tidak dapat dipisahkan.
2. Tuntutan Kualitas Pembuatan Kebijakan Semakin Tinggi.
Bagaimana karakter proses kebijakan yang baik? Hallsworth, dkk.
(2001) menggambarkan model profesional dalam pembuatan
kebijakan dengan karakteristik sebagai berikut:
a.Memperhatikan dan mempertimbangkan lingkungan
kebijakan atau dengan kata lain memperhatikan faktorfaktor
eksternal dalam proses pembuatan kebijakan (outward looking).
b. Terbuka terhadap ide dan solusi yang baru (inovatif, kreatif
dan fleksibel).
3. Struktur Keberadaan institusi yang bertanggung jawab terhadap
kualitas kebijakan publik juga menjadi perhatian untuk
menjawab tantangan kebutuhan kebijakan publik yang baik.
4. Dinamika Politik

Dinamika dan aktivitas politik memiliki pengaruh yang sangat


besar dalam pembuatan kebijakan. Proses politik memiliki sifat
interaktif, dengan mekanisme kerja yang sangat fleksibel,
menggunakan barter untuk tujuan kepentingan tertentu, dan juga
menggunakan berbagai pertemuan informal untuk saling
mempengaruhi.

Mekanisme politik yang cenderung polycentric, komplek dan


heterogen ini (dengan berbagai aktor dengan berbagai
kepentingan) memungkinkan munculnya variasi ‘komunikasi’ antar
aktor dan memunculkan ketidakpastian sangat tinggi karena tidak
ada satu aktor pun, termasuk pihak pemerintah, memiliki kontrol
penuh dalam proses pembuatan kebijakan.

Proses pembuatan kebijakan menghadapi kompleksitas yang


sangat tinggi, karenanya kesadaran dan penerimaan akan berbagai
bentuk rationalitas keputusan, dengan berbagai kemungkinan
outcomes dan cara; akan menimbulkan kolaborasi dan juga
penghargaan atas kebebasan atau otonomi dari berbagai aktor
kebijakan.
Kebijakan memiliki berbagai jenis seperti; kebijakan substantif
dan kebijakan prosedural, kebijakan distributif, kebijakan regulatif dan
kebijakan re-distributif, kebijakan material dan kebijakan simbolis, dan
kebijakan yang berhubungan dengan barang publik (public goods)
dan barang privat (private goods).

Berbagai jenis kebijakan tersebut dibuat dan disesuaikan


dengan jenis permasalahan yang timbul di masyarakat dan
pembangunan. Saat ini kondisi berbagai jenis kebijakan tersebut
masih perlu ditingkatkan untuk dapat dikatakan sebagai kebijakan
yang berkualitas yang memiliki karakter forward looking (mengarah
pada outcome dan mempertimbangkan dampak jangka panjang),
joined up (proses perumusannya dikelola dengan baik, holistic view,
berkoordinasi dengan institusi yang lain), serta communication (dalam
proses perumusan juga mempertimbangkan strategi
mengkomunikasikan kepada publik).
SEKIAN DAN TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai