Anda di halaman 1dari 4

Nama : Zahira Oktafiya

Nim : 210220018
Prodi : ilmu politik
MK : kebijakan publik
Kelas : B
Tugas : Resume kebijakan publik dan orientasi keberpihakan
A. Kebijakan publik
Kebijakan sering dikaitkan dengan bahasa kebijaksanaan. Kebijakan dan
kebijaksanaan memiliki arti dan makna tersendiri dalam konteks maupun dalam
kontennya. Kebijakan merupakan keputusan keputusan yang diambil untuk
kepentingan masyarakat luas, sedangkan kebijaksanaan adalah alternatif keputusan
sebagai bentuk penghormatan atau faktor lainnya untuk memberikan rasa keadilan
dan kebaikan bagi seseorang atau sekelompok orang terhadap proses kebijaksanaan
yang dilakukan. Keduanya mempunyai pola tersendiri dalam proses, pelaksanaan dan
evaluasinya sehingga harus dibedakan penggunaannya.
Ada banyak pendapat tentang definisi kebijakan. Smith dan Larimer (2009:3) di
dalam bukunya yang berjudul “The Public Policy Theory Primer” Mengemukakan
tentang berbagai pendapat tentang kebijakan. Policy is whatever governments choose
to do or no to do (Kebijakan itu menurut Dye adalah apa yang dilakukan atau yang
tidak dilakukan oleh pemerintah) (Dye, 1987:1). Dilakukan atau tidak dilakukannya
sebuah kebijakan merupakan bentuk dari Kebijakan publik.
Dari definisi dan pendapat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa kebijakan
adalah sebuah keputusan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk
kepentingan-kepentingan publik yang diatur sedemikian rupa untuk dilaksanakan dan
dipertanggung jawabkan sebagai konsekuensi logis dalam tindakan dan pernyataan
oleh pemerintah. Kebijakan merupakan suatu tindakan berpola yang mengarah pada
suatu tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu. (Wahab,
2005:3). Sementara itu, Soenarko (2000:35), mengutip pendapatnya Woyowasito dan
Purwodarminto, menjelaskan bahwa kebijakan itu menunjukan adanya kemampuan
atau kualitas yang dimiliki seseorang dalam keadaannya yang learned (terpelajar),
prident (baik) dan exprientced (berpengalaman), yang berarti bahwa kebijakan adalah
skill (keterampilan), ability (kemampuan), capability (kecakapan), dan insight
(kemampuan untuk memahami sesuatu).
Berbagai definisi tentang kebijakan publik banyak diungkapkan oleh para pakar dan
ahli kebijakan. Bahwa kebijakan publik itu adalah suatu keputusan yang dilakukan
oleh pihak yang berwenang untuk kepentingan bersama. Setiap kebijakan publik
tentunya mempunyai proses formulasi dan evaluasi yang mengikutinya. Eksekusinya
berada pada level implementasi kebijakan. Semua proses kebijakan publik saling
mempengaruhi satu sama lainnya, tidak bisa saling melemahkan, tetapi sebaliknya
harus saling menguatkan, sehingga kebijakan berjalan secara baik dan optimal.
Para ahli juga mengklasifikasikan makna kebijakan publik ke dalam 4 sudut pandang,
yaitu: Pertama, kebijakan sebagai keputusan. Beberapa makna/definisi mengenai
kebijakan publik yang termasuk dalam sudut pandang ini. Kedua, kebijakan sebagai
proses manajemen. Kebijakan sebagai proses manajemen merupakan serangkaian fase
kerja dari para pejabat publik yang mencakup agenda setting, formulasi kebijakan dan
legalitas pemerintah, implementasi, monitoring dan evaluasi, dan
terformulasi/terminasi. Ketiga, kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Definisi
kebijakan publik yang termasuk ke dalam sudut pandang ini ialah Wilson (1887) yang
mendefinisikan kebijakan publik sebagai seperangkat aksi atau rencana yang
mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna administrasi. Keempat,
kebijakan sebagai democratic government. Kebijakan sebagai democratic goverment
adalah adanya interaksi antara negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi
persoalan publik.
B. Orientasi keberpihakan
Dalam sebuah pemerintahan yang menjadi leding sektor program pembangunan
nasional, maka setiap output dari proses politik adalah sebuah kebijakan yang
berorientasi kepada kepentingan publik. Sistem politik merupakan siklus yang
mengintegrasikan para pelaku politik dalam menyerap aspirasi politik di masyarakat
menjadi sebuah regulasi melalui proses politik yang dilaksanakan oleh para elit politik
yang tergabung dalam lembaga eksekutif dan legislatif.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya masih terdapat kebijakan atau regulasi yang
dihasilkan belum berorientasi kepada publik, hal ini tertuang dalam regulasi yang
kurang memiliki keadilan di mata masyarakat seperti halnya kebijakan ekonomi XVI
yang menuai banyak kritik. Khususnya soal relaksasi daftar Negatif Investasi (DNI)
yang dinilai mempersempit ruang gerak pengusaha lokal untuk bersaing, dimana
dalam hal ini pemerintah membuka investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia dengan persentase penguasaan modal cukup tinggi sampai ke 100%.
Kondisi ini dipandang merugikan dan tidak adil oleh pengusaha pribumi.
Kondisi lain atas kebijakan yang dipandang tidak adil oleh publik adalah dengan
adanya kebijakan pengangkatan CPNS, sebagaimana yang diberitakan dalam
JawaPos.com bahwa dengan dikeluarkannya Kebijakan penerimaan CPNS dari umum
maka hal ini menuai reaksi untuk para tenaga honorer katagori 2 yang sejak awal telah
mengantri untuk diangkat menjadi CPNS.
Kasus-kasus yang terjadi tersebut dapat dipahami bahwa, masih perlu adanya
integrasi persepsi dalam membuat kebijakan antara para pelaku politik yang berada
dalam unsur infrastruktur politik dengan suprastruktur politik. Timbulnya kebijakan
yang dipandang tidak adil oleh beberapa masyarakat yang berkepentingan, hendaknya
diketahui dan dijadikan aspirasi oleh para unsur infrastruktur politik sebagai upaya
perbaikan kebijakan selanjutnya, namun demikian halnya seperti Partai politik,
kelompok Kepentingan, kelompok penekan, Media Sosial dan Tokoh masyarakat, saat
ini seolah tidak berada dalam garis integritas pada sebuah sistem politik yang baik.
Kondisi ini terlihat dari perilaku masing-masing unsur infrastruktur politik itu sendiri,
dimana partai politik sibuk memperluas jaringan kekuasaan masing-masing partai
sehingga terkadang timbul konflik baik dalam internal partai itu sendiri maupun
dengan partai yang lainnya.
Kelompok kepentingan terkadang dijadikan alat politik sehingga mereka tidak lagi
memahami peran dan fungsinya dalam pembentukan sebuah kebijakan publik pada
sistem politik yang di jalankan saat ini, kelompok penekan sibuk dengan membuka
kelemahan-kelemahan pemerintahan yang sedang berdiri yang di afiliasikan melalui
media masa. Tokoh politik yang seharusnya menjadi sentral stabilisator bangsa,
terkadang terjebak dengan situasi politik kepentingan yang berdampak kepada
timbulnya kelompok-kelompok masyarakat. Kondisi ini cukup memprihatinkan
apabila terus berjalan, di satu sisi para elite politik sibuk untuk mendapatkan
kekuasaan, Di sisi lain masyarakat menunggu keberpihakan pemerintah atas harapan-
harapannya. Berdasarkan gambaran tersebut, dapat kita analisis bahwa kondisi
tersebut terlihat tidak berjalannya peran dan fungsi Infrastruktur politik di Indonesia
dalam menjalankan roda sistem politik untuk mewujudkan kebijakn publik yang adil
dan berorientasi publik, sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
kurang direspon positif oleh masyarakat bahkan dapat menciptakan konflik kelompok
atau golongan.

Anda mungkin juga menyukai