Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang mendasar bagi setiap orang sesuai
dengan amanat undang undang dasar dan Pancasila. Bagi kalangan menengah
kebawah atau rakyat miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik menjadi
kebutuhan yang sangat sulit karena akses pelayanan kesehatan sulit dijangkau, baik
karena kurangnya fasilitas kesehatan maupun distribusi tenaga kesehatan yang
tidak merata di semua daerah. Banyak faktor yang mempengaruhi kurangnya
fasilitas kesehatan maupun tidak meratanya distribusi tenaga kesehatan di negara
ini. Tidak semua fasilitas kesehatan dasar yang ada di kota kecamatan yaitu
Puskesmas bisa memberikan pelayanan yang optimal dikarenakan tenaga dokternya
belum ada, kemudian pelayanan kesehatan rujukan atau rumah sakit hanya
terdapat di kota /kabupaten dan itupun tidak semua Rumah Sakit tipe D memiliki
dokter spesialis dasar yaitu spesialis penyakit dalam, Spesialis Obgyn, Spesialis
Bedah, Spesialis Anak dan Spesialis penunjang yang lainnya.
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memenuhi itu semua dalam
kerangka memberikan pelayanan kesehatan bagi siapapun seperti yang amanatkan
dalam undang undang dasar 1945. Banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah
dalam mengupayakan peningkatan pelayanan kesehatan untuk menjangkau daerah
terpencil, daerah perbatasan dan daerah kepulauan seperti melalui program PTT ,
Nusantara Sehat, WKDS sebagai upaya pemerataan tenaga kesehatan. Dalam
proses munculnya suatu program seperti halnya diatas tentunya pemerintah tidak
mudah, karena untuk membuat suatu kebijakan ini perlu adanya keputusan
keputusan yang diambil oleh eksekutif baik itu pemerintah pusat maupun daerah
dan keputusan legislative yaitu dewan baik pusat maupun daerah, sehingga
dinamika politik dan pemerintahan di suatu negara sangat berpengaruh terhadap
kebijakan – kebijakan dalam pembangunan bidang kesehatan. Politik erat kaitanya
dengan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, tak jarang komoditi
kesehatan dijadikan alat untuk mendapatkan dukungan pada saat kampanye oleh
partai politik. Janji pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan berkualitas
menjadi slogan dalam visi misi yang didengungkan jika pada saatnya nanti parpol
atau dewan , bupati, gubernur dan presiden yang terpilih berkuasa, sehingga
konsekwensinya kebijakan kebijakan dibidang kesehatan ini pada akhirnya
memerlukan bargaining atau kesepakatan – kesepakatan diantara para pemimpin /
penguasa, dewan dan juga para pengusaha. Hal hal inilah yang mendasari bahwa
kesehatan tidak bisa dipisahkan dari pengaruh politik atau kesehatan memerlukan
dukungan politik dalam istilah Politik Kesehatan.

B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui tentang politik dalam kebijakan publik
2. Mengetahui tentang kekuasaan dan sistem politik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Politik Dalam Kebijakan Publik


1. Konsep-konsep Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata polis (bahasa Yunani) yang
artinya negara kota. Kemudian diturunkan kata lain seperti polities (warga
negara), politikos (kewarganegaraan atau civics) dan politike tehne (kemahiran
politik) dan politike episteme (ilmu politik).3
Secara terminologi, politik (politics) menurut Laswell adalah ”politics as
who gets what, when, and how”. Sementara menurut Miriam Budiardjo, “politik
adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu. Sedangkan Ramlan Surbakti menjelaskan “politik adalah
interaksi antara pemerintah dan masyrakat dalam rangka pembuatan dan
pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat
yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.3
Politik membahas tentang negara dalam konteks yang dikenal dengan
istilah polia. Para sarjana politik selanjutnya menjelaskan bahwa politik adalah
ilmu yang mempelahari tentang negara dengan warga negara serta negara-negara
lain. J. Barents (1965) dalam Sari (2015) mengungkapkan bahwa “ilmu politik
adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat dan ilmu politik mempelajari negara-negara itu
melakukan tugas-tugasnya.4
Politik sangat berkaitan dengan kekuasaan. Aristoteles mengungkapkan
bahwa untuk mewujudkan kota atau negara terbaik, perlu kiranya kekuasaan
yang dimiliki pihak-pihak yang akan mengelola negara. Kekuasaan ini sangat
diperlukan agar sistem-sistem (khususnya sistem politik) yang dibangun dapat
sesuai dengan tujuan yang hendak diraih. Hal yang sama juga diutarakan oleh
Laswell dan Kaplan (1950) dalam Sari (2015) bahwa politik adalah “ilmu yang
mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”.4
Politik juga membahas tentang keberadaan warganegara sebagai etintas
penting dalam kehidupan bernegara. Etintas yang diharapkan oleh Aristoteles
adalah etintas yang memiliki keseragaaman, nilai dan tujuan sehingga
pencapaian tujuan akan mudah dilakukan. Hal ini secara implisit menjelaskan
bahwa negara perlu melembagakan kebijakan publik dengan tujuan mengikat
subjektivitas individu kedalam subjektivitas kolektif agar tercipta norma-norma
dan nilai-nilai yang relatif homogen. David Easton dalam bukunya The Political
System (1971) mengatakan bahwa “ilmu politik adalah studi mengenai
terbentuknya kebijakan publik.” (Sari, 2015).4
Miriam Budiharjo mengemukakan bahwa konsep-konsep dalam politik
diantaranya terdiri dari; 1). Negara (state); 2). Kekuasaan (power); 3).
Pengambilan keoutusan (decision making); 4). Kebijakan (policy, beleid); 5).
Pembagian (distribution), atau alokasi (allocation).Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa konsep politik meliputi kehidupan bernegara, pembagian
kekuasaan, serta pelembagaan kebijakan publik.

2. Kebijakan Publik
Robert Eyestone dalam bukunya The Threads of Public Policy (1971)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai “hubungan antara unit pemerintahan
dengan lingkungannya”. Definisi lain oleh Thomas R. Dye (1963) menyatakan
bahwa “kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk
dikerjakan atau tidak dikerjakan. Sementara James Anderson (1979)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai “serangkaian kegiatan yang
mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
seorang aktor atau kelompok aktor yang berhubungan dengan suatu
permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”.4
Kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh
badan dan pejabat pemerintah. Karena itu karakteristik khusus dari kebijakan
publik adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan oleh “otoritas”
dalam sistem politik yaitu “para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif,
para hakim, administrator, penasihat, para raja, dan sebagainya.4
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan beberapa karakteristik utama
dari kebijakan publik,3 yaitu:
a. Kebijakan publik ditujukan pada tindakan mempunyai maksud dan tujuan
tertentu
b. Kebijakan publik mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan
oleh aktor-aktor kebijakan
c. Kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dirumuskan oleh
otoritas dalam sistem politik
d. Kebijakan publik secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan
tindakan yang bersifat memerintah.

Menurut Thomas R. Dye (1995) dan James Anderson (1984) ada tiga
alasan yang melatarbelakangi kebijakan publik perlu untuk dipelajari, yaitu:4
a. Pertimbangan ilmiah (scientific reasons). Kebijakan publik dipelajari dalam
rangka untuk menambah pengetahuan yang lebih mendalam, untuk tujuan
ilmiah. Kebijakan publik dapat dipandang baik sebagai variabel dependen
maupun variabel independen.
b. Pertimbangan profesional (professional reason). Kebijakan publik dipelajari
untuk menerapkan ilmu pengetahuan dalam memecahkan masalah sosial
secara praktis.
c. Pertimbangan politis (political reason). Kebijakan publik dipelajari pada
dasarnya agar pada setiap perundangan dan regulasi yang dihasilkan dapat
tepat guna mencapai tujuan yang sesuai target.

3. Sifat-sifat Kebijakan Publik


Sifat kebijakan dibagi-bagi dalam beberapa kategori, yaitu:4
a. Policy demands atau permintaan kebijakanadalah tuntutan yang dibuat oleh
warga masyarakat secara pribadi atau kelompok dengan resmi,
ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik.
Contohnya: Maraknya aksi unjuk rasa yang dilaksanakan
masyarakat/mahasiswa dalam rangka menyampaikan
pendapat,melaksanakan tuntutan,hingga meminta tanggung jawab
pemerintah dalam pelaksanaan proses kebijakan publik.
b. Policy decisions atau keputusan kebijakanidefinisikansebagaikeputusan-
keputusan yang dibuatolehpejabat-pejabatpemerintah yang
mengesahkanataumemberiarahansubstansikepadatindakan-tindakankebijakan
public. Contohnya: Output KebijakanPublikberupaperaturandaerah yang
telahdisahkanpemerintahmelaluiperwakilanrakyatdalamrangkaimplementasi
kebijakanpublik.
c. Policy statementsatau pernyataan kebijakan adalah pernyataan resmi atau
artikulasi-artikulasi kebijakan publik yang telah ditetapkan. Contohnya:
Sosialisasi mengenai Kebijakan yang telah dibuat
d. Policy Output atau hasil kebijakanmerupakan manifestasi nyata dari
kebijakan-kebijakan publik, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan
menurut keputusan dan pernyataan kebijakan. Contohnya: Tingkat kepuasan
masyarakat terhadap manfaat yang diperoleh dari sebuah kebijakan yang
telah dibuat
e. Policy Outcomes akibat dari kebijakanebih merujuk pada akibatnya pada
masyarakat, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan yang
berasal dari tindakan maupun tidak adanya tindakan pemerintah.
Contohnya: hasil dari sebuah kebijakan di masyarakat dan efeknya bagi
kualitas kebijakan yang telah dibuat.

4. Pendekatan dalam Studi Kebijakan Publik


Beberapa pakar politik mengembangkan pendekatan teoretis dalam studi
kebijakan publik, antara lain:4
a. Teori Sistem.
Kegunaan teori sistem untuk studi kebijakan publik dibatasi oleh sifatnya
yang sangat umum. Hal tersebut dikatakan tidak banyak memperhatikan
bagaimana keputusan dibuat dan bagaimana kebijakan dikembangkan dalam
“black box” yang disebut sistem politik.3

b. Teori Elit (Elite Theory)


Kebijakan publik dapat dianggap sebagai nilai dan pilihan elit pemerintah
semata. Penjelasan pokok dari teori elite adalah bahwa kebijakan publik
tidak ditentukan oleh “masa” melalui permintaan dan tindakan mereka tetapi
diputuskan oleh suatu elite yang mengatur dan dipengaruhi oleh instansi
pejabat publik.3
c. Teori Kelompok (Group Theory)
Kebijakan publik merupakan hasil perjuangan kelompok-kelompok.
Kebijakan publik sewaktu-waktu akan mencerminkan kepentingan kelompok
dominan, serta sebaliknya pada kelompok yang tidak dominan.3
d. Teori Proses Fungsional
Cara lain untuk memahami studi pembentukan kebijakan adalah melihat
pada bermacam-macam aktifitas fungsional dalam proses kebijakan. Harold
Lasswell (1956), memberikan skema yang melibatkan tujuh kategori analisis
fungsional, yaitu:4
1) Intelegensi, yaitu bagaimana interaksi kebijakan yang menjadi perhatian
dari pembuat kebijakan dikumpulkan dan diproses.
2) Rekomendasi, yaitu bagaiama rekomendasi (atau alternatif) yang sesuai
dengan masalah dibuat dan ditawarkan.
3) Preskripsi, yaitu bagaimana aturan umum dipakai atau diumumkan dan
digunakan oleh siapa.
4) Invokair, yaitu siapa yang menentukan, apakah perilaku yang ada
bertentangan dengan peraturan atau hukum.
5) Aplikasi, yaitu bagaiman hukum atau peraturan yang sesungguhnya
dilaksanakan atau diterapkan.
6) Penghargaan, yaitu bagaimana pelaksanaan kebijakan keberhasilan atau
kegagalan diukur.
7) Penghentian, yaitu bagaimana peraturan atau hukum dihentikam atau
diteruskan dengan bentuk yang diubah atau diperbaiki.
e. Teori Kelembagaan (Institutionalism)
Kehidupan politik umumnya berkisar pada lembaga pemerintah seperti:
legislatif, eksekutif, pengadilan, dan partai politik. Kebijakan publik
berdasarkan kewenangannya ditentukan dan dilaksanakan oleh lembaga
pemerintah. 4

5. Politik dalam Kebijakan Publik


Pembuatan kebijakan publik adalah sebuah proses politik yang
melibatkan berbagai kepentingan dan sumber daya sehingga akhir dari proses
politik tersebut adalah produk subyektif yang diciptakan oleh pilihan-pilihan
sadar dari pelaku kebijakan. 5Dalam proses pembuatan kebijakan publik, proses-
proses politik sangat kental mewarnainya, mulai dari pemunculan isu, kemudian
berkembang debat publik melalui media massa serta forum-forum terbatas, lalu
ditangkap aspirasinya oleh partai politik untuk diartikulasikan dan dibahas
dalam lembaga legislatif, sehingga menjadi kebijakan publik.5
Kesemua hal di atas menandakan bahwa kebijakan-kebijakan publik
terlahir melalui proses-proses politik yang tidak sederhana. Bahkan sering
terjadi, di dalam proses politik tersebut muncul konflik-konflik politik antar
beragam kepentingan yang tidak bisa dipertemukan. Biasanya konflik-konflik
tersebut akan reda dengan sendirinya manakala berbagai kepentingan yang ada
telah terjadi titik temu.5
Ada tiga proses politik sebelum kebijakan dirumuskan, yaitu:5
a. Akumulasi
Pada tahap ini tuntutan dan aspirasi banyak bermunculan di masyarakat
lewat isu-isu serta diskursus publik. Melalui jangka waktu tertentu, segenap
tuntutan yang ada pada akhirnya mengalami akumulasi, dan mengelompok
dalam beberapa jenis dan macam tertentu
b. Artikulasi
Pada tahap ini semua tuntutan yang ada diperjuangkan oleh masing-masing
pemiliknya atau perwakilannya untuk bisa diakomodasikan dalam rumusan
kebijakan
c. Akomodasi
Pada proses yang ketiga ini, tidak semua tuntutan bisa diakomodasikan.
Hanya beberapa aspirasi dan tuntutan dari kelompok tertentu yang bisa
terakomodasi di dalamnya.
Pada tahap akumulasi, biasanya segala tuntutan dan aspirasi yang
bermunculan di masyarakat lewat isu-isu serta dikursus publik yang diintrodusir
oleh anggota-anggota masyarakat yang tergabung dalam aneka macam
kelompok kepentingan. Kehadiran kelompok kepentingan (interest group)
dalam proses politik adalah hal yang sangat wajar. Terutama dalam masyarakat
atau negara yang menjunjung tinggi semangat demokrasi.5
Kelompok kepentingan (interest groups) menurut Almond (1960) dalam
Dewayanie (2012), merupakan semua organisasi yang berusaha mempengaruhi
kebijakan pemerintah tanpa pada saat yang sama berkeinginan untuk
memperoleh jabatan publik. Maksudnya adalah kehadiran kelompok
kepentingan berusaha untuk terlibat dalam mempengaruhi setip perumusan dan
penerapan kebijakan-kebijakan publik, tanpa harus mengejar bahkan merebut
kedudukan dan jabatan publik.5
Almond (1960) membagi kelompok kepentingan ke dalam empat
kelompok, yaitu:
a. Kelompok anomik (anomic groups), merupakan suatu gerakan-gerakan
masyarakat yang berbentuk penekanan yang bersifat spontan terhadap sistem
politik. Kelompok seperti ini dapat dilihat dalam wujud: kerusuhan,
demonstran, tindakan kekerasan politik, sikap-sikap apatis masyarakat, dan
lain-lain.
b. Kelompok non asosiasinal (non associational groups), merupakan kelompok
yang mirip seperti kelompok anomik, yakni tidak terorganisir secara formal
dan rapi, namun kelompok ini sedikit lebih tampak dalam komunitas
alamiah. Seperti dalam kekerabatan, keturunan, etnik, regional, status, kelas
sosial, dan lain sebagainya.
c. Kelompok Institusional (institusional groups), merupakan kelompok yang
berasal dari kelompok non asosiasional yang menata diri dan memperbaiki
diri sehingga dalam perkembangannya menjadi kelompok institusional yang
telembaga.
d. Kelompok asosiasional (associational groups), merupakan kelompok yang
sudah menyatakan kepentingannya secara eksplisit dari suatu kalangan
khusus bahkan lebihjauh lagi ada yang sudah menampakkan afiliasi
politiknya terhadap partai politik tertentu, seperti serikat buruh, organisasi
kepemudaan, kaum industrialisasi, kelompok-kelompok profesi, dan lain-
lain.

6. Politik dalam Kebijakan Kesehatan


Politik dalam kesehatan atau dengan istilah yang diutarakan oleh Prof.
Uton dalam bukunya “ Health Politics, Menjangkau yang Tak Terjangkau”
mengartikan secara sederhana sebagai system berfikir atau “Way Of Thinking”
yang berpihak kepada rakyat miskin, yang terpinggirkan dan kurang beruntung.
“Politik Kesehatan” ini akan mendasari health policy atau kebijakan kebijakan
dan regulasi di bidang kesehatan yang ditetapkan oleh para pemangku kebijakan
baik di pusat maupun di daerah.
Kebijakan – kebijakan yang dibuat baik pusat maupun daerah ini
bertujuan untuk mengatasi kesenjangan dalam pelayanan kesehatan, terutama
untuk masyarakat miskin.1 Dalam Undang Undang Dasar 1945 dalam Pasal 34
mengatakan bahwa “(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara
oleh negara. (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan sangat jelas bahwa kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah harus berpihak kepada kaum marginal atau kaum terpinggirkan,
sehingga politik dalam kesehatan sangatlah erat dan sangat dibutuhkan.

B. Kekuasaan Dan Sistem Politik


1. Konsep Kekuasaan
Max Weber dalam Wirtschaft and Gassellshaft (Suharti, 2017),
mengungkapkan bahwa kekuasaan adalah kemampuan dalam suatu hubungan
sosial untuk melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan.
Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Dalam
suatu kekuasaan selalu ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak lain.6
Pendapat lain dikemukakan oleh Laswell dan Kaplan (Suharti, 2017),
yang menyatakan bahwa kekuasaan adalah mempengaruhi kebijakan orang lain
melalui sanksi yang sangat berat. Kekuasaan merupakan kasus khusus dari
penyelenggaraan pengaruh, proses ancaman, jika mereka tidak mematuhi
kebijakan yang dimaksud.6
Sumber kekuasaan menurut para ahli diantaranya:
a. Kekuasaan bersumber dari kedudukan
b. Kekuasaan bersumber pada pribadi (personal)
c. Kekuasaan bersumber pada politik (political power)
Konsep kekuasaan merupakan faktor yang sangat penting dalam
mendasari lahirnya kebijakan kebijakan di bidang kesehatan, seperti halnya
lahirnya kebijakan Sistem Kesehatan Nasional dalam SJSN ( Sistem
Jaminan Sosial Nasional ) tidak luput dari faktor kekuasaan poltik pada
waktu itu. Sistem Kesehatan Nasional muncul pada era kekuasaan Presiden
Gus Dur, kemudian Undang Undang nya disyahkan oleh Presiden Megawati
dan dilaksanakan oleh Presiden SBY.

2. Sistem Politik
Gabriel Almond (1960) dalam Sukoco (2012) menjelaskan bahwa
system politik merupakan organisasi melalui manamasyarakat merumuskan dan
berusaha mencapai tujuan bersama .Selanjutnya Almond juga menjelaskan
system politik sebagai system interaksi yang ditemui dalam masyarakat merdeka
yang menjalankan fungsi integrase dan adaptasi.7
Pendapat lain dari David Easton dalam Sukoco (2012) mengemukakan,
system politik merupakan seperangkat interaksi yang diabstraksi dari totalitas
perilaku sosial, melalui mana nilai-nilai disebarkan untuk suatu masyarakat.7
Dengan demikian secara konseptual bahwa system politik ialah, prinsip-
prinsip dan mekanisme yang membentuk suatu kesatuan yang berkaitan, utuh
dan saling berhubungan untuk mengatur pemerintahan dan mempertahankan
kekuasaan dengan cara mengatur hubungan antara individu atau kelompok
individu satu sama lain dengan negara dan hubungan negara dengan negara.7

3. Unsur-unsur Sistem Politik


Sistem politik memiliki unsur-unsur sebagai berikut:8
a. Comprehensiveeness (menyeluruh), artinya sistem politik mencakup semua
interaksi, baik berupa masukan (input) maupun keluaran (output) yang
mempengaruhi penggunaan atau cara penggunaan paksaan.8
b. Interdependence (saling ketergantungan), artinya perubahan pada salah sati
aspek akan menyebabakan perubahan pada seluruh sistem.8
c. Boundaries (adanya batasan-batasan), artinya terdapat batas-batas antara
sistem politik dengan sistem-sistem lainnya sehingga ada ketegasan dan
kejelasan mengenai wilayah kajian sistem politik.8

4. Fungsi Sistem Politik


Fungsi system politik menurut Irish dan Protho dalam Sukoco (2012).
Tidak diartikan ”social function ”, tetapi lebih diarahkan kepengertian ” the
function of goverment” ialah mengandung arti fungsi pemerintahan, sehingga
ada unsur pencapaian tujuan. Berdasarkan pemahaman diatas, maka fungsi
sistem politik adalah sebagai berikut:7
a. Kapabilitas
Kapabilitas suatu sistem politik adalah kemampuan sistem dalam
menjalankan fungsinya dalam rangka keberadaannya di lingkungan yang
lebih luas, yaitu dalam penyelenggaraan pengawasan terhadap tingkah laku
individu dan kelompok, bagaimana penempatan kekuatan yang sah
(pemerintah), bagaiman sumber daya alam dan sumber daya manusia diolah
dan hasilnya didistribusikan kembali kepada masyarakat, daya tanggap
terhadap suatu tekanan yang timbul dari lingkungan intra-masyarakat dan
ekstra-masyarakat, serta kemampuan dalam melakukan politik dalam negeri
dan luar negeri.7
b. Konversi
Fungsi system politik konversi menggambarkan kegiatan pengolahan input
menjadi output yang formulasinya meliputi:7
1) Penyampaiantuntutan (interest artivculation)
2) Perangkumantuntutanmenjadialternatiftindakanpembuatanaturan
(interest aggregation)
3) Pelaksanaanperaturan (regulative implementation)
4) Menghakimi (jugdment)
5) Komunikasi (communication)
c. Adaptasi (Pemeliharaan dan Penyesuaian)
Fungsi system politik pemeliharaan dan penyesuaian (adaptation) adalah
menyangkut sosialiasasi dan rekruitmen yang bertujuan untuk memantapkan
bangunan struktur politik dari system politik (Untari, 2006 dalam Sukoco
(2012).7

5. Model-model Sistem Politik


Para pakar politik yang mengemukakan model-model sistem politik,
diantaranya adalah:8
a. David Easton
Easton mengemukanan Model Analisa Sistem Umum.

Model
Model ini menunjukkan Analisis
adanya Sistem antara
hubungan Umumsistem politik dengan
(David Easton)
lingkungannya. Komponen-komponen sistem politik dalam model ini terdiri
dari :
 Input (masukan), meliputidemand  (tuntutan), support (dukungan), dan
apathy (apatis).
 Proses konversi , yakni jalannya mekanisme politik yang akan mengubah
input menjadi output 
 Output  (keluaran), meliputi persetujuan atau penolakan input.
Persetujuan input akan menghasilkan kebijakan.
Dalam sistem politik ada 3 kelompok yang menjadi subyek input, dalam
arti berperanmengajukan tuntutan dan dukungan. Ketiga kelompok itu
adalah :
 Komunitas politik, adalah kelompok yang berperan untuk menyelesaikan
perbedaanatau mengupayakan pengambilan keputusan dengan cara-cara
damai.
 Rezim, adalah tatanan konstitusional yang mencakup pengelolaan
tuntutan-tuntutan dan pelaksanaan keputusan/kebijakan.
 Pemerintah, adalah pelaksana kebijakan-kebijakan.

Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan yang mempengaruhi sistem


politikterbagi dalam 2 kelompok, yaitu :
 Intrasocietal : lingkungan yang berada di dalam sistem politik yang
bersangkutan.Terdiri dari perilaku, sikap, dan ide-ide seperti ekonomi,
budaya, struktur sosial dankepribadian masyarakat pendukung sistem
politik itu.
 Extrasocietal : lingkungan yang berada di luar sistem politik yang
bersangkutan.Contoh : lingkungan internasional.

b. Gabriel Almond
Almond mengemukakan Model Fungsionalisme-Struktural
Model Fungsionalisme Strukturan
(Almond)

Almond mengemukakan 8 fungsi sistem politik yangmeliputi:


1) Fungsi Inputs 
 Sosialisasi politik , mengacu pada upaya-upaya agar individu memiliki
keyakinan padanilai-nilai politik. Sosialisasi politik merupakan
hasil akhir dari sikap,pengetahuan, standar nilai dan perasaan individu
terhadap sistempolitik. Dengan demikian, sosialisasi politik
merupakan proses memasyarakatkan nilai-nilai
politik suatu negara kepada masyarakat dan anggota-
anggotanya melalui pendidikan politik.
 Rekrutmen politik , merupakan proses pengkaderan atau pemilihan
wakil ataupemimpin melalui jenjang organisasi.
 Artikulasi kepentingan, merupakan penyataan kepentingan masyarakat
oleh kelompokkepentingan menjadi kepentingan-kepentingan kelompok.
Prosesini bisa dilaksanakan oleh kelompok kepentingan  yang
formal,seperti legislatif, eksekutif, birokrasi, dll.  ataupun
nonasosiasionalseperti kelompok kekerabatan, kelompok etnis,
dsb. Demikian pulamekanismenya bisa secara konvensional maupun
spontan.
 Agregasi kepentingan , merupakan perpaduan/ penggabungan
kepentingan-kepentingan kelompok oleh partai politik yang kemudian
dimasukkan dalam program partai politik.
 Komunikasi politik , adalah proses memberi dan mencari pengetahuan
atau informasi politikmelalui komunikasi 2 arah di antara komunikator
dengan komunikan tentangpesan politik, baik secara horizontal, vertikal,
maupun diagonal.
2) Fungsi Outputs 
 Pembuatan kebijakan (rule making ), merupakan fungsi yang
dilakukan oleh legislatif (bersama-sama denganeksekutif).
 Penerapan kebijakan (rule application), merupakan fungsi yang
dilaksanakan oleh eksekutif, yang secaraoperasional dilakukan oleh
birokrasi.
 Penghakiman/pengawasan kebijakan (rule adjudication), dilaksanakan
oleh lembaga yudikatif

c. Robert Mitchell
Mitchell mengemukakan Model Polity

Model Polity
(Mitchell)
Menurut Mitchell inputs sistem politik terdiri dari tuntutan-
tuntutan (demands) dan harapan-harapan (expectations), sumber-sumber
(resources) dan dukungan (support).
 Harapan-harapan adalah apa yang diinginkan oleh anggota
masyarakatsecara individual tetapi tidak mereka sadari
 Sumber-sumber (resources) yaitu tempat beroperasinya sistem juga
penting.
Outputs sistem politik terdiri dari tujuan-tujuan/sasaran-sasaran (goals,)
nilai-nilai (values), biaya-biaya (cost),dan kontrol-kontrol (controls)
 Nilai-nilai (Values),dan biaya (cost),merupakan interpretasi
ekonomidimana nilai bermakna positif,  sedangkan biaya bermakna
negatif.
 Kontrol berarti cara-cara mengontrol implementasi tujuan-tujuan/sasaran-
sasaran, nilai-nilai, dan biaya-biaya tersebut
Dalam polity  berlangsung hubungan timbal balik antara pemerintahdan
masyarakat. Pemerintah mendistribusikan pendapatan(incomes), status,
peluang, pengawasan, dan pelayanan publikkepada masyarakat. Sebaliknya
masyarakat mendistribusikantuntutan, dukungan, dan sumber-sumber daya
kepada pemerintah.

d. Jean Blondel
Blondel mengemukakan Model Sistem Politik Blondel

Model Sistem Politik


(Blondel)
Blondel mengatakan bahwa dalam masyarakat pasti terdapat konflik dan
sistem politik berfungsi untuk mengendalikan konflik tersebut. Sistem Politik
melakukan seleksi dan mengkombinasikan tuntutan-tuntutan yang lahir dari
konflik-konflik sosial
Fungsi sistem politik adalah:
 Untuk mengolah input yang masuk, sistem politik harus memilihdari
sejumlah tekanan yang muncul dari struktur masyarakat.
 Proses seleksi diikuti oleh proses penggabungan yang berkaitan dengan
aspek normatif dari sistem politik.
 Untuk mengubah input menjadi output, sistem politik mengubah norma-
norma menjadi pernyataan umum (general statement ).
 Pernyataan umum tersebut diterapkan pada situasi-situasi khusus.
 Proses terakhir adalah pengecekan ulang norma-norma yang diterapkan
sebagai bahan untuk melakukan feed back  (umpanbalik).

e. David Apter
Apter mengemukakan Model Sistem Politik Apter

Model Sistem Politik


(Apter)

Apter memberikan perbedaan antara sistem demokratis dengan sistem totaliter.


 Sistem demokratis memberikan respon terhadap variabel-variabel krisis
dengan cara berusaha menengahi kelompok-kelompok yang berselisih
untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang efektif dan dapat
memperbaiki sebab-sebab perselisihan. Pemerintah berperan sebagai
penengah dan wasit untuk menyelesaikan krisis
 Dalam sistem totaliter situasinya berkebalikan, Pemerintah berusaha
menangani pelembagaan, sosialisasi, dan penghayatan dengan memobilisasi
penduduk. Pemerintah mentranformasikan keseluruhan masyarakat, sebagai
sarana untuk menghasilkan perubahan radikal dalam sistem masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

1. ,,,,,,,
2. ,,,,,,,
3. Hidayah, N. Pengertian, makna, hakikat, dan perkembangan ilmu politik. 2015.
Available from http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PENGERTIAN,
%20MAKNA,%20HAKIKAT%20ILMU%20POLITIK.pdf [cited: 11/11/2017].
4. Sari, D.I. Politik dan kebijakan publik. 2015. Available from
https://diahindrisari.wordpress.com/2015/05/26/politik-dan-kebijakan-publik/ [cited:
11/11/2017].
5. Dewayanie, D.R.V. Proses politik dalam kebijakan publik dan kebijakan
pendidikan. 2012. Available from
https://www.scribd.com/doc/115279698/PROSES-POLITIK-DALAM-
PERUMUSAN-KEBIJAKAN-PUBLIK-DAN-KEBIJAKAN-PENDIDIKIAN
[cited:11/11/2017].
6. Suharti, L.D. Teori politik dan kebijakan publik. 2017. Available from
https://www.academia.edu/4828185/Teori_Politik_dan_Kebijakan_Publik [cited:
11/11/2017].
7. Sukoco, M. Kajian sistem politik dan pemerintahan di Indonesia. 2012. Available
from
https://www.researchgate.net/publication/288670683_Kajian_Sistem_Politik_dan_P
emerintahan_di_Indonesia [cited: 11/11/2017].
8. Mariana, D, Caroline .P dan Neneng Y.Y. Model analisa sistem politik. Available
from https://www.scribd.com/doc/31865968/Model-Analisa-Sispol [cited:
11/11/2017]

Anda mungkin juga menyukai