Pengertian
Analisis Kebijakan Publik adalah suatu disiplin Ilmu Sosial terapan yang
memanfaatkan berbagai metode dan teknik untuk menghasilkan informasi
yang relevan dengan kebijakan. Analisis seperti ini sangat diperlukan dalam
praktek pengambilan keputusan di sektor publik, dan karenanya dibutuhkan
oleh para politisi, konsultan, peneliti, dan pengambil keputusan di
pemerintahan. Karena itu, buku ini bukan saja relevan dengan tugas dan
fungsi penulis sebagai seorang peneliti, tetapi juga relevan dengan para
praktisi pemerintah, yang secara langsung berhubungan dengan pembuatan
(penentuan) kebijakan (keputusan) publik.
Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang
banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh
pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka
kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang
menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu
proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya,
kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di
jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam
negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu
yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan
kualitas kehidupan orang banyak. Menyeimbangkan peran negara yang
mempunyai kewajiban menyediakan pelayan publik dengan hak untuk
menarik pajak dan retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan berbagai
kelompok dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan serta mencapai
amanat konstitusi.
Pemahaman Istilah
Ketika kita sedang membaca Kepmen No.123/2000, maupun dokumen legal
kegiatan itu tidak dapat disebut sebagai Analisis Kebijakan. Sebab apa?
Sebab apa yang disebut Analisis Kebijakan adalah aktivitas menciptakan
pengetahuan (informasi). Pengetahuan tentang apa? Tentang proses
pembuatan kebijakan. Jadi "Analisis Kebijakan" pada dasarnya identik, atau
bahkan kata lain dari "Ilmu Kebijakan" (Policy Science).
Untuk memahami labih jelas apa itu arti dan pengertian Analisis
Kebijakan, sebaiknya pahami kutipan di bawah ini, yang Dunn sendiri juga
mengutip buku (penulis) lain, bunyinya begini;
"...suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan landasan bagi para pembuat
kebijakan dalam membuat keputusan..... Dalam analisis kebijakan, kata
analisis digunakan dalam pengertian yang paling umum; termasuk
penggunaan intuisi, pengungkapan pendapat, dan mencakup tidak hanya
pengujian kebijakan dengan memilah-milahnya ke dalam sejumlah
komponen, tetapi juga perancangan dan sintesis alternatif baru. Kegiatan-
kegiatan yang tercakup dapat direntangkan mulai dari penelitian untuk
menjelaskan, atau (sekedar) memberikan pandangan-pandangan terhadap
isyu-isyu atau masalah-masalah yang terantisipasi... sampai dengan
mengevaluasi suatu program yang lengkap. Beberapa analisis kebijakan
bersifat informal, meliputi tidak lebih dari proses berpikir yang keras dan
cermat, sementara lainnya memerlukan pengumpulan data yang ekstensif
dan penghitungan yang teliti dengan menggunakan proses matematis yang
canggih."
Jelaslah bahwa sebagai aktivitas intelekektual, Analisis Kebijakan dilakukan
dengan menciptakan, menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan (yang
relevan dengan kebijakan) dalam satu atau lebih tahap proses pembuatan
kebijakan. Tahap-tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus
berlangsung sepanjang waktu. Dan terdapat sejumlah cara di mana
penerapan analisis kebijakan dapat memperbaiki proses pembuatan
kebijakan.
Salah satu aspek penting dalam analisis kebijakan adalah penciptaan
pengetahuan (informasi) yang relevan dengan kebijakan. Informasi,
pengetahuan, data dan kebijakan merupakan unsur-unsur yang dibedakan
dalam proses kognitif. Informasi adalah data yang telah ditafsirkan dan
diorganisir untuk tujuan tertentu yang dapat mengubah pikiran atau
tindakan para pembuat kebijakan. Pengetahuan dalam konteks analisis
kebijakan adalah informasi yang telah dikomunikasikan kepada para
pembuat kebijakan, dan mentransformasikannya menjadi keyakinan
sehingga menghasilkan pencapaian tujuan dalam situasi tertentu.
Dengan demikian, analisis kebijakan juga dapat dipandang sebagai proses
berargumentasi dan debat untuk menciptakan, mengkaji secara kritis, dan
mengkomunikasikan pengetahuan (keyakinan) yang plausibel (keyakinan
kebenaran yang masuk akal) tentang kinerja dari proses pembuatan
kebijakan. Analisis kebijakan pada dasarnya adalah awal, bukan akhir, dari
upaya untuk meningkatkan proses pembuatan kebijakan. Itulah sebabnya,
analisis kebijakan seringkali juga didefinisikan sebagai "pengkomunikasian
(penciptaan) dan penilaian kritis, pengetahuan (yang relevan dengan
kebijakan)". Kualitas analisis kebijakan (pengatahuan, informasi, penilaian
kritis) adalah penting untuk memperbaiki kebijakan dan hasilnya. Namun,
dan inilah lagi-lagi pernyataan Dunn yang menarik;
".......tetapi analisis kebijakan yang baik (berkualitas) belum tentu
dimanfaatkan oleh pemakainya, dan jikapun analisis kebijakan
digunakan, belum menjamin kebijakan yang lebih baik. Pada
kenyataannya, ada jarak yang amat lebar antara pembuatan analisis
kebijakan dan pemanfaatannya dalam proses pembuatan kebijakan."
Analis kebijakan, dengan demikian, adalah salah satu diantara sejumlah
banyak aktor lain di dalam sistem kebijakan. Suatu sistem kebijakan (policy
system), atau seluruh institusional di mana di dalamnya kebijakan dibuat,
mencakup hubungan timbal balik diantara tiga unsur, yaitu; kebijakan
publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan. Kebijakan publik
(public policy) merupakan rangkaian pilihan yang saling berhubungan
(termasuk keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan
pejabat pemerintah, yang diformulasikan di dalam berbagai bidang (isyu)
dari pertahanan, energy, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dll.
Terminologi
Terminologi kebijakan publik menunjuk pada serangkaian peralatan
pelaksanaan yang lebih luas dari peraturan perundang-undangan, mencakup
juga aspek anggaran dan struktur pelaksana. Siklus kebijakan publik sendiri
bisa dikaitkan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan
evaluasi kebijakan. Bagaimana keterlibatan publik dalam setiap tahapan
kebijakan bisa menjadi ukuran tentang tingkat kepatuhan negara kepada
amanat rakyat yang berdaulat atasnya. Dapatkah publik mengetahui apa
yang menjadi agenda kebijakan, yakni serangkaian persoalan yang ingin
diselesaikan dan prioritasnya, dapatkah publik memberi masukan yang
berpengaruh terhadap isi kebijakan publik yang akan dilahirkan.
Begitu juga pada tahap pelaksanaan, dapatkah publik mengawasi
penyimpangan pelaksanaan, juga apakah tersedia mekanisme kontrol
publik, yakni proses yang memungkinkan keberatan publik atas suatu
kebijakan dibicarakan dan berpengaruh secara signifikan. Kebijakan publik
menunjuk pada keinginan penguasa atau pemerintah yang idealnya dalam
masyarakat demokratis merupakan cerminan pendapat umum (opini
publik). Untuk mewujudkan keinginan tersebut dan menjadikan kebijakan
tersebut efektif, maka diperlukan sejumlah hal:
Pertama, adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan
sehingga dapat diketahui publik apa yang telah diputuskan,
Kedua, kebijakan ini juga harus jelas struktur pelaksana dan
pembiayaannya,
Ketiga, diperlukan adanya kontrol publik, yakni mekanisme yang
memungkinkan publik mengetahui apakah kebijakan ini dalam
pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau tidak.
Dalam masyarakat autoriter kebijakan publik adalah keinginan penguasa
semata, sehingga penjabaran di atas tidak berjalan. Tetapi dalam
masyarakat demokratis, yang kerap menjadi persoalan adalah bagaimana
menyerap opini publik dan membangun suatu kebijakan yang mendapat
dukungan publik. Kemampuan para pemimpin politik untuk berkomunikasi
dengan masyarakat untuk menampung keinginan mereka adalah satu hal,
tetapi sama pentingnya adalah kemampuan para pemimpin untuk
menjelaskan pada masyarakat kenapa suatu keinginan tidak bisa dipenuhi.
Adalah naif untuk mengharapkan bahwa ada pemerintahan yang bisa
memuaskan seluruh masyarakat setiap saat, tetapi adalah otoriter suatu
pemerintahan yang tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi
dan berusaha mengkomunikasikan kebijakan yang berjalan maupun yang
akan dijalankannya.
Aktor
Menurut James Anderson, para aktor yang seharusnya terlibat dalam
pembuatan kebijakan itu adalah:
1. Official Policy Makers; yaitu organ-organ yang menduduki pos-pos
kekuasaan secara legal/resmi. Yang termasuk kelompok ini adalah; para
anggota legislatif, para administrator, dan para hakim pengadilan.
2. Unofficial Participants; yaitu organ-organ yang secara formal memang
tidak mempunyai wewenang untuk merumuskan kebijakan publik tetapi
kegiatan kegiatannya banyak mempengaruhi 'official policy makers.
Golongan ini sering berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan,
dan partisipasi mereka itu memang dibenarkan. Yang termasuk golongan
ini adalah; kelompok-kelompok kepentingan (interest groups), partai
politik, media massa dan warga negara secara individual.
Produk-Produk Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan dibuat atas dasar permintaan informasi (nasehat) dari
pelaku atau pengambil keputusan atau kebijakan. Dalam rangka memenuhi
permintaan tersebut, analis kebijakan menciptakan dan secara kritis
menilai pengetahuan yang relevan dengan masalah kebijakan, dan kinerja
kebijakan. Untuk mengkomunikasikan pengetahuan tersebut, si-analis
menciptakan berbagai dokumen yang relevan dengan kebijakan, berupa;
nota kebijakan, paper isyu kebijakan, ringkasan eksekutif, lampiran, atau
bahkan bahan siaran berita. Catatan: dokumen-dokumen tersebut pada
gilirannya juga berguna sebagai bahan untuk berbagai strategi komunikasi
interaktif dalam percakapan, misalnya konferensi, pertemuan, briefing,
dengar pendapat, dan berbagai bentuk presentasi lain.
Tujuan penciptaan dokumen-dokumen tersebut, dan presentasi lisan,
adalah untuk meningkatkan prospek pemanfaatan pengetahuan dan diskusi
terbuka antara pelaku kebijakan dalam tahap-tahap proses pembuatan
kebijakan. Menurut Dunn, dalam penciptaan pengetahuan, dan dokumen
yang dipilihnya, ada beberapa prinsip teknis yang harus diterapkan;
1. Sintesis. Analis sebaiknya mampu membuat sintesa dari berbagai
informasi yang telah terkumpul itu, ke dalam suatu naskah yang singkat
misalnya 3 halaman dalam bentuk nota kebijakan, 10-20 halaman dalam
bentuk paper isu kebijakan. Dalam istilah Indonesia, barangkali, tulisan
harus singkat, pada dan jelas.
2. Organisasi. Analis harus dapat mengorganisir informasi secara koheren,
konsisten dan ekonomis. Meskipun dokumen kebijakan bisa saja sangat
beragam dalam gaya dan panjang tulisan, tetapi ada kesamaannya,
yaitu mancakup diagnosis masalah, ringkasan, identifikasi, evaluasi dan
alternatif pemecahan masalah.
3. Terjemahan. Terminologi dan prosedur analisis kebijakan harus dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa pelaku kebijakan. Ini berarti harus ada
kemampuan analis untuk mentransformasikan konsep-konsep teoretik
yang abstrak ke dalam ungkapan-ungkapan atau argumen-argumen yang
lazim digunakan oleh orang awam.
4. Penyederhanaan. Solusi-solusi masalah potensial kebanyakan ruang
lingkupnya luas, saling bergantung dan kompleks. Karena itu, analisis
[informasi] yang njelimet harus dihindari, dan buatlah narasi yang
sederhana.
5. Penyajian Visual. Penyajian visual informasi kuantitatif, semisal dalam
bentuk grafik balok, histogram, grafik lingkaran, grafik garis, bisa jadi
sangat bermanfaat dalam komunikasi kebijakan.
6. Ringkasan, Pengambil Kebijakan umumnya bekerja dengan agenda yang
sangat padat, di bawah tekanan keterbatasan waktu. Karena itu, di
bawah keterbatasan waktu, pengambil kebijakan lebih mungkin
membaca ringkasan eksekutif atau nota ringkas dibanding misalnya,
paper isyu kebijakan yang lengkap. Ketrampilan menyiapkan ringkasan
menjadi sangat penting bagi komuniasi kebijakan (catatan; belajarlah
membuat ringkasan yang baik).
Metodologi Analisis Kebijakan
Sebagaimana lazimnya sebuah ilmu, Analisis Kebijakan memiliki metodologi
yang khas. Metodologi, dalam pengertian ini juga berkaitan dengan
aktivitas intelektual, logic of inquiry, yaitu "kegiatan pemahaman manusia
mengenai pemecahan masalah". Pemecahan masalah adalah elemen kunci
dalam metodologi Analisis Kebijakan. Inilah pernyataan Dunn yang menarik;
".....analisis kebijakan salah satunya adalah untuk merumuskan
masalah sebagai bagian dari pencarian solusi. Dengan menanyakan
pertanyaan yang benar, masalah yang semula tampak tak
terpecahkan kadang-kadang dapat dirumuskan kembali sehingga
ditemukan solusi yang tidak terdeteksi sebelumnya. Ketika ini
terjadi, maka ungkapan tak ada masalah, tak ada solusi, dapat
diganti dengan ungkapan sebaliknya; "masalah yang dirumuskan
dengan baik adalah masalah yang setengah terpecahkan".
Metodologi Analisis Kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang
lazim dipakai dalam pemecahan masalah; yaitu definisi, prediksi,
preskripsi, deskripsi dan evaluasi. Dalam analisis kebijakan, prosedur-
prosedur tersebut memperoleh nama-nama khusus, misalnya:
Definisi (perumusan masalah) menghasilkan informasi mengenai kondisi-
kondisi yang menimbulkan masalah;
Prediksi (peramalan) menghasilkan informasi mengenai konsekuensi di
masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan (sekarang);
Preskripsi (Rekomendasi) menghasilkan informasi mengenai nilai kegunaan
relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah;
Deskripsi (Pemantauan) menghasilkan informasi tentang konsekuensi
sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan; dan
Evalusai menghasilkan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari
konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.
Dengan kelima prosedur Analisis tersebut, diperoleh lima tipe (macam)
informasi kebijakan, yaitu
1) Masalah Kebijakan, kebutuhan, nilai atau kesempatan yang tidak
terealisir (meskipun teridentifikasi) dapat diatasi melalui tindakan
publik;
2) Masa Depan Kebijakan; pilihan (alternatif) kebijakan dan prediksi
kosekuensi yang ditimbulkannya;
3) Aksi Kebijakan, serangkaian tindakan kompleks yang dituntut oleh
alternatif-alternatif kebijakan yang dirancang untuk mencapai nilai-nilai
tertentu;
4) Hasil Kebijakan, konsekuensi yang teramati dari suatu aksi kebijakan;
5) Kineja Kebijakan; suatu derajat dimana hasil kebijakan tertentu
memberi kontribusi terhadap pencapaian nilai-nilai.
Kelima Prosedur metodologis Analisis kebijakan tersebut, sejajar (paralel)
dengan tahap-tahap Pembuatan Kebijakan. Dunn membuat kesamaan
Prosedur Analisis kebijakan dengan Tahap Pembuatan Kebijakan
sebagaimana matrik di bawah ini.
Prosedur Analisis Kebijakan Tahap Pembuatan Kebijakan
Definisi (Perumusan Masalah) Penyusunan Agenda
Prediksi (Peramalan) Formulasi Kebijakan
Preskripsi (Rekomendasi) Adopsi Kebijakan
Deskripsi (Pemantauan) Implementasi Kebijakan
Penilaian Penilai Kebijakan
Jadi, menurut Dunn, proses pembuatan kebijakan (policy making Process)
pada dasarnya merupakan proses politik yang berlangsung dalam tahap-
tahap tertentu yang saling bergantung, yaitu penyusunan agenda
kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan,
dan penilaian kebijakan.
Model-Model Analisis Kebijakan Sosial
Menurut Dunn (1991), analisis kebijakan adalah ilmu sosial terapan yang
menggunakan berbagai metode penelitian dan argumentasi untuk
menghasilkan informasi yang relevan dalam menganalisis masalah-masalah
sosial yang mungkin timbul akibat diterapkannnya suatu kebijakan. Ruang
lingkup dan metoda analisis kebijakan umumnya bersifat deskriptif dan
faktual mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat suatu kebijakan.
Menurut Quade (1982) analisis kebijakan adalah suatu jenis penelaahan
yang menghasilkan informasi sedemikian rupa yang dapat dijadikan dasar-
dasar pertimbangan para pembuat kebijakan dalam memberikan penilaian-
penilaian terhadap penerapan kebijakan sehingga diperoleh alternatif-
alternatif perbaikannya. Kegiatan penganalisisan kebijakan dapat bersifat
formal dan hati-hati yang melibatkan penelitian mendalam terhadap isu-isu
atau masalah-masalah yang berkaitan dengan evaluasi suatu program yang
telah dilaksanakan. Namun demikian, beberapa kegiatan analisis kebijakan
dapat pula bersifat informal yang melibatkan tidak lebih dari sekadar
kegiatan berfikir secara cermat dan hati-hati mengenai dampak-dampak
diterapkannya suatu kebijakan.
Analisis kebijakan pada dasarnya bertujuan untuk menghasilkan informasi
dan argumen-argumen rasional mengenai tiga pertanyaan yang berkaitan
dengan;
1) Fakta-fakta;
2) Nilai-nilai; dan
3) Tindakan-tindakan
Berdasarkan hal tersebut, maka ada tiga model pendekatan dalam analisis
kebijakan sosial, yaitu:
1) Pendekatan Empiris;
2) Pendekatan Evaluatif; dan
3) Pendekatan Normatif.
Dalam kaitannya dengan tiga model tersebut, terdapat empat prosedur
analisis yang dapat dijadikan patokan dalam melakukan analisis kebijakan
sosial:
Monitoring yang dapat menghasilkan informasi deskriptif mengenai
sebab-sebab dan akibat-akibat kebijakan.
Peramalan yang dapat menghasilkan prediksi atau informasi mengenai
akibat-akibat kebijakan di masa depan.
Evaluasi yang dapat menghasilkan informasi mengenai nilai atau harga
dari dampak-dampak kebijakan yang telah lalu maupun di masa
datang.
Rekomendasi yang dapat memberikan preskripsi atau informasi
mengenai alternatif-alternatif atau kemungkinan-kemungkinan yang
ditimbulkan dari suatu kegiatan.