34
35
(2) anggaran (3) sarana prasarana (4) informasi (5) budaya organisasi; Kedua,
berkaitan dengan proses manajemen seperti (1) proses perencanaan (2) proses
pengorganisasian (3) proses pelaksanaan (4) proses penganggaran (5) proses
pengawasan (6) proses evaluasi, dsb. Selain faktor internal tersebut, perlu juga
diperhatikan aspek-aspek lingkungan eksternal, yang secara langsung maupun
tidak langsung ikut mempengaruhi kinerja implementasi, seperti perubahan-
perubahan kondisi politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi, juga pihak-pihak
yang terkait dengan penyediaan input misalnya wajib pajak/retribusi, para pembuat
kebijakan dan sebagainya.
Menurut Higgins (dalam Salusu, 1996) menyebutkan ada dua kondisi yang
dapat mempengaruhi suatu kinerja implementasi.Kondisi pertama yaitu kapabilitas
organisasi, yaitu konsep yang dipakai untuk menunjuk pada kondisi lingkungan
internal, yang terdiri atas dua faktor stratejik yaitu kekuatan dan
kelemahan.Kekuatan adalah situasi dan kemampuan internal yang bersifat positif,
yang memungkinkan organisasi memiliki keuntungan stratejik dalam mencapai
sasarannya.Sedangkan kelemahan adalah situasi dan ketidakmampuan internal
yang mengakibatkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya.Faktor yang perlu
diperhitungkan dalam melihat kemampuan internal organisasi antara lain: struktur
organisasi, sumber daya, baik dana maupun tenaga, lokasi, fasilitas yang dimiliki,
integritas seluruh karyawan dan integritas kepemimpinan.
Kondisi yang kedua adalah lingkungan eksternal, yang terdiri atas dua faktor
stratejik, yaitu peluang dan ancaman atau tantangan. Peluang sebagai situasi dan
faktor-faktor eksternal yang membantu organisasi memcapai atau bahkan bisa
melampaui pencapaian sasarannya. Sedangkan ancaman adalah faktor-faktor
eksternal yang menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya.Dalam
mengamati lingkungan ekternal, ada beberapa sektor yang peka secara stratejik,
artinya bisa menciptakan peluang, atau sebaliknya merupakan
ancaman.Perkembangan teknologi misalnya, peraturan perundangan, atau situasi
keuangan, dapat saja memberi keuntungan atau kerugian bagi organisasi.Yang
jelas bahwa peluang dan ancaman hadir pada setiap saat dan senantiasa melampaui
sumber daya yang tersedia.Artinya kekuatan yang dimiliki organisasi selalu berada
41
dalam posisi lebih lemah dalam menanggulangi ancaman, bahkan dalam mengjar
dan memanfaatkan peluang sekalipun.
Implementasi kebijakan juga dipengaruhi oleh variabel isi kebijakan itu
sendiri (content of policy). Karena itu, agar kebijakan publik berwibawa dalam
arti ditaati, direalisasi, berefek, berdampak positif; sehingga berguna, bermanfaat
dan memecahkan masalah, maka menurut Atmosudirdjo (1990:166) diperlukan
tiga syarat utama yaitu:
(1) Isinya, konsepnya, idenya harus tepat;
(2) Perumusannya harus jelas, dimengerti dan mudah dipahami oleh orang-
orang (pejabat, warga masyarakat, ... dan sebagainya) yang bersangkutan
dan berkepentingan;
(3) Sarana-sarana (instrumen-instrumennya) yang digunakan harus efektif.
Dijelaskan pula, bahwa apakah isi suatu kebijakan publik cukup tepat guna
mengatur dan menjadi pedoman bagi berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholders), serta dirumuskan secara jelas, hal itu juga akan mempengaruhi
pada keberhasilan implementasi. Efektif atau tidaknya sarana atau instrumen yang
dipergunakan untuk memperoleh, memperlancar, mempercepat atau
memungkinkan suatu tujuan atau beberapa tujuan tercapai (misal tempat, bahan
dsb), juga dapat mempengaruhi keberhasilan dalam proses implementaasi suatu
kebijakan.
staf dan implementator saja tidak cukup, tetapi diperlukan kecukupan staf
dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan.
(b) Informasi. Informasi yang dibutuhkan dalam implementasi mencakup:
(1) Informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan.
Implementator harus tahu apa yang mereka harus lakukan disaat
mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan;
(2) Informasi data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan
regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementator harus
mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.
(c) Wewenang. Aspek wewenang, pada umumnya kewenangan harus formal
agar perintah dapat dilaksanakan.Efektivitas kewenangan diperlukan
dalam pelaksanaan implementasi. Efektivitas akan menyurut apabila
wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingan pribadi
atau kelompoknya.
(d) Fasilitas. Tanpa fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
Variabel ketiga adalah disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan. Jika
pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan
tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus
memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam prakteknya
tidak menjadi bias. Hal yang perlu dicermati pada variabel disposisi ini
adalah:
(1) Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan
menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi
kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan
yang diinginkan oleh pejabat pejabat tinggi. Karena itu pemilihan dan
pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang
mempunyai dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan; lebih khusus
lagi bagi kepentingan warga.
46
(2) Insentif; bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi
masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi
insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut
kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para
pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebiajkan.
Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu yang mungkin
akan menjadi faktor pendorong agar para pelaksana kebijakan
melaksanakan perintah dengan baik. Ini dilakukan sebagai upaya
memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.
Variabel keempat, adalah struktur birokrasi. Kelemahan struktur birokrasi
dapat menghambat proses implementasi, meskipun berbagai faktor
sebelumnya terpenuhi. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus
dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan, dengan jalan melakukan
koordinasi dengan baik. Dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja
struktur birokrasi ke arah yang lebih baik adalah:
(1) Melakukan standard operating prosedures (SOPs). SOPs adalah suatu
kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana
kebijakan/administrator/birokrat untuk melaksanakan kegiatannya pada
tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan.
(2) Melaksanakan fragmentasi. Pelaksanaan pragmentasi adalah upaya
penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas
pegawai diantara beberapa unit kerja.
47
KOMUNIKASI
SUMBER DAYA
IMPLEMENTASI
DISPOSISI
STRUKTUR
BIROKRASI
Gambar 2.2
Model Direct and Indirect Impact on Implementation (George Edward III).
Komunikasi antar
organisasi dan kegiatan pelaksanaan
Sumber-sumber kebijaksanaan
Gambar 2.3
Model Proses Implementasi Kebijaksanaan
Van Meter dan Van Horn kemudian berusaha untuk membuat tipologi
kebijakan yaitu menurut: (a) jumlah masing-masing perubahan yang akan
dihasilkan; dan (b) jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara
pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi. Jalan yang mempertalikan
antara kebijakan dan prestasi kerja tersebut adalah sejumlah variabel bebas yang
saling berkaitan, variabel-variabel itu menurut Wahab (2008:79) adalah :
1. Ukuran dan tujuan kebijaksanaan
2. Sumber-sumber kebijaksanaan
3. Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana.
4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
5. Sikap para pelaksana.
6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.
Variabel-variabel kebijakan bersangkut pula dengan tujuan-tujuan yang telah
digariskan dan sumber-sumber yang tersedia.Pusat perhatian pada badan-badan
pelaksana meliputi, baik organisasi formal maupun informal, sedangkan
komunikasi antar organisasi beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup
49
Feedback
Federal Level Inducements and Constrains
State Implementation
State
capacity
State
Dectional
Outcome
(Feedback)
Gambar 2.3:
Model communication (Goggin, Bowman, Dan Lester)
e) Model Grindle.
Dalam memahami bagaimana implementasi kebijakan bekerja dalam
rangka mewujudkan tujuan kebijakan, akan dibahas model implementasi
kebijakan dari Grindle (1986:11). Menurut model ini bahwa keberhasilan
suatu implementasi kebijakan publik amat ditentukan oleh implementasinya
yang terdiri dari content of policy dan context of implementation.Content of
50
kepentingan, serta strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat
guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi
kebijakan.
b. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim
yang berkuasa). Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga
berpengaruh terhadap keberhasilannya. Karakteristik suatu lembaga
akan turut mempengaruhi keberhasilan kebijakan.
c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon
dari pelaksana). Kepatuhan dan adanya respon dari para pelaksana
kebijakan merupakan hal penting yang mempengaruhi keberhasilan
kebijakan.
Secara bagan,model implementasi kebijakan dari Grindle dimaksud seperti
gambar di bawah ini:
MEASURING SUCCESS
aspek sumber daya manusia, yaitu seluruh karyawan di seluruh posisi yang
mempunyai kapasitas dan hasrat untuk responsif terhadap kebutuhan pelanggan.
Tujuan akhir dari keseluruhan sistem total quality service disini adalah
menciptakan kepuasan pelanggan dengan memberi tanggung jawab kepada setiap
karyawan dan melakukan perbaikan yang berkesinambungan. Dengan
memperhatikan atau melaksanakan prinsip-prinsip dimensi atau tolok ukur kualitas
pelayanan dan Total Quality Service (TQS), diharapkan kualitas pelayanan yang
diselenggarakan Pemerintah akan menjadi baik atau berkualitas.
Pada dasarnya kualitas pelayanan dimaksud dapat meliputi aspek
kemampuan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, prosedur yang
dilaksanakan, dan jasa pelayanan administrasi yang diberikan oleh pemberi
layanan. Asek-aspek yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan, yang berkaitan
dengan aspek sumber daya manusia, terdiri dari keterampilan, pengetahuan dan
sikap; dan hal lainnya terkait sarana dan prasarana. Hal ini apabila pengelolaan
atau pemanfaatan sarana dan prasarana dilakukan dengan cepat, tepat dan lengkap,
sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan masyarakat. Sedangkan yang berkaitan
dengan aspek prosedur yang dilaksanakan, misalnya ketepatan prosedur, kecepatan
prosedur, kemudahan prosedur. Berkaitan dengan aspek jasa yang diberikan,
misalnya kemudahan dalam memperoleh informasi, kecepatan dan ketepatan
pelayanan, dan lain sebagainya.