Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN DIGITALISASI TERHADAP SEKTOR PENDIDIKAN DI TAHUN 2020 DI INDONESIA

Dalam rangka menyiapkan sekolah memasuki era revolusi industri 4.0 serta memenuhi Nawa Cita ketiga,
yakni "Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah dan Desa dalam Kerangka
Negara Kesatuan", Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengembangkan program
Digitalisasi Sekolah. Alokasi dana pengembangan program tersebut disiapkan melalui dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) berupa BOS Afirmasi dan BOS Kinerja.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyatakan program digitalisasi
sekolah ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk menyiapkan sumber daya manusia
menyongsong revolusi industri 4.0. Presiden meminta semua Menteri untuk memberikan perhatian
terhadap daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) agar mendapatkan fasilitas-fasilitas
pembangunan termasuk di bidang pendidikan.

“Dua tahun yang lalu, Bapak Presiden Jokowi memberikan arahan supaya segera merealisasikan
penggunaan TIK (teknologi informasi dan komunikasi) untuk mempercepat akses pelayanan pendidikan
di wilayah-wilayah pinggiran,” terang Mendikbud Muhadjir Effendy.

Menurut Mendikbud, salah satu tantangan dunia pendidikan di Indonesia saat ini adalah akses
pendidikan di daerah pinggiran, pendidikan karakter, dan perkembangan teknologi yang harus diimbangi
keahlian dan kemampuan.

"Oleh karena itu, untuk mempercepat dan meningkatkan akses (pendidikan) yang belum merata itu, kita
akan bangun mulai dari pinggiran dulu melalui digitalisasi sekolah,” ujar Mendikbud.

Pada tahun 2019, pengalokasian dana BOS sedikit berbeda dibandingkan sebelumnya. Selain alokasi
dana BOS regular, juga disediakan dana BOS Afirmasi untuk mendukung operasional rutin dan
mengakselerasi pembelajaran bagi sekolah yang berada di daerah tertinggal dan sangat tertinggal
dengan alokasi dana sebesar Rp2,85 triliun. Serta disiapkan juga dana BOS Kinerja sebesar Rp1,49 triliun,
yang dialokasikan untuk sekolah yang dinilai berkinerja baik dalam menyelenggarakan layanan
pendidikan. Petunjuk teknis mengenai penggunaan BOS Afirmasi dan BOS Kinerja diatur melalui
Peraturan Mendikbud Nomor 31 Tahun 2019. Sementara

Sebagai langkah awal, program Digitalisasi Sekolah akan direalisasikan kepada 31.387 sekolah melalui
BOS Afirmasi dan 5.987 sekolah melalui BOS Kinerja. Melalui program ini, Pemerintah akan memberikan
sarana pembelajaran di sekolah berupa komputer tablet kepada 1.753.000 siswa kelas VI, kelas VII, dan
kelas X di seluruh Indonesia, khususnya sekolah-sekolah yang berada di wilayah pinggiran. "Tahun depan
kalau bisa diperbanyak, bisa sepuluh kali lipat, dan kita ambilkan dananya bukan hanya dari BOS
Afirmasi dan BOS Kinerja. Dengan begitu digitalisasi sekolah bisa berjalan secepat mungkin," terang
Mendikbud.

Untuk memastikan penggunaan sarana pembelajaran berfungsi dengan baik, Kemendikbud bekerja
sama dengan berbagai kementerian/lembaga pemerintah. "Untuk jaringan internet, kami sudah
berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Sedangkan untuk penyediaan listrik,
Kementerian ESDM sudah menyanggupi untuk menyediakan pembangkit (listrik) tenaga surya," terang
Muhadjir.

Terobosan Penyediaan Akses Pendidikan Bermutu di 3T

Program Digitalisasi Sekolah merupakan terobosan baru yang memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) untuk mempermudah proses belajar mengajar.

“Guru dan siswa makin mudah mengakses bahan ajar. Guru, siswa kepala sekolah dan unsur pendidikan
juga bisa mengaksesnya. Selain itu, komunitas guru bisa bekerja sama membuat materi bahan ajar
digital, membuat tes ujian harian secara bersama-sama, baik di luar jaringan atau offline maupun dalam
jaringan atau online,” tutur Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kemendikbud Didik Suhardi yang juga selaku
Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sebagai langkah awal, Kemendikbud telah meluncurkan program Digitalisasi Sekolah di Kabupaten
Natuna, Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 18 September 2019. Pada kesempatan ini, Mendikbud
membagikan komputer tablet kepada 1.142 siswa yang terdiri dari 508 siswa kelas 6, 303 siswa kelas VII,
dan 331 kelas X. Komputer tablet yang dibagikan telah diisi dengan buku elektronik dan aplikasi Rumah
Belajar yang dapat digunakan untuk mengakses materi dengan atau tanpa jaringan Internet.

"Pemberian tablet untuk siswa bertujuan agar para siswa mudah membawanya, paling ringan,
aplikasinya mudah untuk di-update, serta paling mudah untuk dimodifikasi. Para siswa dapat dengan
mudah menonton video pembelajaran melalui tablet," terang Didik Suhardi.

Selain komputer tablet yang akan digunakan oleh masing-masing siswa, setiap sekolah juga akan
menerima satu unit PC server, satu unit laptop, harddisk, router, LCD, dan speaker. “Nanti
penggunaanya untuk siswa kelas VI, kelas VII dan kelas X. tapi sifatnya dipinjamkan, jadi tidak boleh
dibawa pulang ke rumah,” terang Didik Suhardi.

Proses pengadaan komputer tablet dapat dilakukan secara langsung dan mandiri oleh sekolah dengan
menggunakan Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tanpa perlu melakukan lelang Pengadaan
Barang. Sesjen Kemendikbud mengimbau agar para Kepala Dinas Pendidikan dapat aktif memberikan
pembinaan kepada para Kepala Sekolah. ”Juga, mengawasi sekolah agar betul-betul memberikan
peralatan yang sesuai dengan yang diharapkan. Jangan sampai membeli yang tidak diperlukan,”
ungkapnya.

Program digitalisasi sekolah yang diluncurkan Kemendikbud, tidak akan menghilangkan proses
pembelajaran dengan tatap muka. Pembelajaran dengan tatap muka antara guru dan siswa di kelas
tetap penting dan tidak tergantikan, dan akan diperkaya dengan konten-konten digital.

"Sekali lagi dengan digulirkannya platform digital ini bukan berarti proses belajar konvensional tidak
berlaku, tetapi tetap penting. Karena tatap muka antara siswa dengan guru masih menjadi cara yang
paling baik. Cara yang paling tepat untuk mendidik anak terutama dalam rangka membentuk karakter
siswa,” jelas Mendikbud.

Peningkatan Kapasitas Guru di Era 4.0

Program digitalisasi sekolah akan didukung dan ditindaklanjuti dengan peningkatan kompetensi guru,
khususnya di bidang penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Hal ini karena guru
merupakan ujung tombak dan penentu keberhasilan program digitalisasi sekolah untuk mempercepat
terciptanya sumber daya manusia Indonesia yang unggul.

“Kunci berhasil atau tidaknya program digitalisasi sekolah ada pada guru. Jadi kompetensi guru harus
baik. Guru harus belajar tiap hari baik bersama instruktur, belajar sendiri, ataupun belajar dengan
koleganya dalam asosiasi guru,” tutur Mendikbud.

Menurut Mendikbud, peran guru di era revolusi industri 4.0 semakin penting dan vital. "Guru tidak
hanya mengajar, namun sekarang guru harus menguasai sumber-sumber dimana anak-anak bisa belajar.
Anak-anak bisa belajar dari mana saja, dan guru mengarahkan," kata Muhadjir Effendy. Dengan kata lain
guru berfungsi sebagai penghubung sumber belajar atau resource linker.

Guru juga berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran. "Peran guru memfasilitasi, mencari
narasumber yang relevan, siswa harus belajar dengan siapa, kemudian memerlukan fasilitas apa," ujar
Muhadjir Effendy.

Selain itu, peran guru yang juga sangat penting adalah sebagai penjaga gawang informasi atau gate
keeper. "Informasi mana yang membahayakan harus dibendung oleh guru. Ancaman kita semakin lama
sangat besar, pengaruh ideologi yang bertentangan dengan Pancasila," imbuh Mendikbud.

Oleh karena itu, guru harus terus meningkatkan kompetensinya, khususnya dalam penguasaan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK). "Mulai sekarang saya mohon kepada guru untuk mulai mempelajari dan
menguasai materi yang tersedia di portal Kemendikbud, khususnya yang ada di dalam platform Rumah
Belajar. Itu gratis tidak perlu membayar,” pesan Mendikbud. Transformasi digital sektor pendidikan di
Indonesia bukanlah suatu wacana baru. Berbagai seminar, perbincangan, regulasi pendukung dan upaya
konkrit menerapkan transformasi digital di lingkungan pendidikan tinggi (univeristas, institut, sekolah
tinggi, politeknik, akademi) serta pendidikan dasar menengah (TK, SD, SMP, SMA, SMK) telah banyak
dilakukan beberapa tahun terakhir.

Ini sejalan dengan upaya Indonesia menyongsong era industri 4.0, dimana semua aspek kehidupan tidak
lepas dari sentuhan teknologi. Semua sektor kehidupan, terutama sektor industri, pedagangan,
pariwisata dan tentu tidak terkecuali sektor pendidikan harus mampu beradaptasi dan mengadopsi
teknologi untuk kemajuan sektor tersebut atau minimal sekedar untuk tetap bisa bertahan eksis
ditengah badai efek desruptif (menggangu kemapanan) industri 4.0 yang sangat dahsyat dan masif.
Belum Sesuai Harapan

Namun sepertinya penerapan transformasi digital yang merata di bidang pendidikan Indonesia beberapa
tahun terakhir masih jauh dari harapan, baru sedikit institusi pendidikan yang benar-benar siap dan
mampu menjalankannya dengan baik, sebagian lagi masih dengan tertatih-tatih berusaha terus maju di
tengah berbagai keterbatasan, bahkan sebagian besar masih jalan ditempat atau terhenti pada sekedar
wacana saja.

Kendala

Lambatnya progres kemajuan pemerataan transformasi digital pendidikan tersebut bukan tanpa alasan.
Berbagai kendala dihadapi oleh insitusi pendidikan negeri maupun swasta saat akan menerapkan
transformasi digital di instansi masing-masing.

Beberapa faktor utama kendala transformasi digital di sektor pendidikan adalah wilayah Indonesia yang
sangat luas sementara kondisi infrastruktur pendukung yang belum merata, keterbatasan dana,
keterbatasan sumber daya manusia, mental block, dan lain-lain.

Infrastuktur dan fasilitas teknologi pendukung tentu memegang peranan yang sangat penting. Tanpa
koneksi internet yang memadai, peralatan pendukung seperti server, laptop/komputer, handphone,
scanner, kamera, sistem informasi akademik dan manajemen yang baik tentu mustahil transformasi
digital akan dapat dilakukan dengan lancar dan sukses. Selain itu, faktor kondisi sumber daya manusia
tentu sangat besar pengaruhnya. Penguasaan sumber daya manusia memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK) untuk mendukung berbagai aktivitas kegiatan belajar mengajar ataupun koordinasi
kerja masih belum memadai dan merata.

Pada dasarnya permasalahan utamanya bukan terletak pada ketidakmampuan untuk menggunakan
teknologi, namun karena faktor kebiasaan dan mental block. Fikiran merasa gaptek (gagap teknologi),
merasa sudah tua / senior, merasa sulit padahal belum mencoba, dan kondisi masih bisa melakukan
berbagai aktivitas belajar mengajar dan koordinasi secara konvensional (dalam keadaan normal)
menjadi salah satu penghalang utama kesuksesan transformasi digital. Ini masih terjadi dan dihadapi
sebagian besar lembaga pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, hingga
perguruan tinggi.

Covid-19 Picu Percepatan Transformasi Digital Pendidikan Indonesia

Jika sebelumnya berbagai wacana, kebijakan pendukung, serta sosialisasi tentang era industri 4.0 belum
berhasil membuat institusi penddikan (universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi, hingga
sekolah dasar menengah) mencapai progress signifikan pada transformasi digital pendidikan Indonesia,
Covid-19 atau Virus Corona justeru memberikan dampak luar biasa dalam aspek ini. Ditinjau dari
berbagai aspek, jelas Covid-19 adalah musibah yang memberi dampak negatif kepada hampir semua
sektor kehidupan manusia. Terutama upaya pencegahan penyebaran Covid-19 melalui Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) atau Lockdown dengan berbagai himbauan #dirumahaja #workfromhome
#LearnFromHome #StayHome dan lain-lain. Sesuatu yang tidak diinginkan sebagian besar manusia, dan
kita semua ingin agar kondisi ini segera berakhir untuk dapat menjalami aktivitas normal kembali.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa musibah melalui pandemi Covid-19 juga membawa berbagai
dampak positif, seperti kondisi alam yang menjadi lebih baik, lapisan ozon yang pulih kembali, dan di
bidang pendidikan ternyata menjadi pemicu percepatan proses transformasi digital pendidikan
Indonesia.

Indikator Percepatan Transformasi Digital Pendidikan di tahun 2020

Beberapa indikator percepatan transformasi digital di bidang pendidikan tersebut antara lain:

1. Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di Perguruan Tinggi dan Sekolah

Sejak dikeluarkannya himbauan dan peraturan daerah tentang pembatasan aktivitas sosial (social
distancing) sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid-19 yang lebih luas pada awal bulan Maret 2020,
banyak perguruan tinggi dan sekolah-sekolah yang menghentikan kegiatan belajar mengajar tatap muka
di kelas. Aktivitas belajar mengajar digantikan dengan kuliah online berupa pemberian materi belajar,
forum diskusi, tugas, video conference, quiz dan ujian secara online menggunakan learning management
system dan aplikas seperti esutdy, moodle, zoom, google meet, jitsi, WA, Telegram dan lain-lain.

Perkembangan selanjutnya, seluruh perguruan tinggi dan sekolah di Indonesia menghentikan aktivitas
belajar mengajar tatap muka. Namun tentu saja proses belajar mengajar tidak boleh berhenti, the show
must go on, di titik ini semua harus menjalankan belajar online. Mau tidak mau, bisa tidak bisa, merasa
gaptek atau tidak gaptek. Dan hasilnya saat ini dominan dosen, guru, mahasiswa dan siswa mulai mahir
menggunakan berbagai perangkat dan media pendukung belajar online. Walaupun mungkin
menghadapi berbagai kendala dan berbagai keterbatasan. Bagaimanapun ini adalah suatu kemajuan
yang layak disyukuri.

Sebenarnya aturan mengenai sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) telah terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pasal 31. Pada saat itu
baru Universitas Terbuka (UT) satu-satunya kampus yang melayani pendidikan jarak jauh (PJJ).

Tujuh belas tahun kemudian, walaupun perkembangan teknologi sudah sedemikian pesat dan didukung
oleh berbagai regulasi pemerintah untuk penerapan blended learning dan e-learning, belum begitu
banyak perguruan tinggi ataupun sekolah yang benar-benar sukses menjalankannya.

Di tingkat perguruan tinggi, hingga akhir 2019, tidak banyak perguruan tinggi yang telah siap dan
melaksanakan e-learning / daring secara masif. Beberapa kampus yang telah menerapkan e-learning
biasanya juga baru terbatas untuk beberapa kelas kuliah tertentu atau oleh dosen-dosen tertentu saja.
Pada bulan April 2020, hampir semua kampus dan sekolah menerapkan pendidikan jarak jauh.
2. Maraknya Kegiatan Webinar Berkualitas

Webinar merupakan singkatan dari web seminar, yaitu seminar yang dilakukan melalui aplikasi berbasis
internet seperti zoom, google meet, jitsi dan lain-lain. Dengan webinar memungkinkan terjadi proses
knowledge transfer tanpa batasan jarak dan ruang.

Semenjak pembatasan aktivitas sosial untuk pencegahan Covid-19 di Indonesia, terdapat begitu banyak
kegiatan webinar yang telah dilaksanakan oleh berbagai institusi maupun pribadi. Ada webinar yang
berbayar dan juga banyak yang menawarkan webinar berkualitas secara gratis.

Ini tentu merupakan salah satu indikasi perkembangan positif bagi proses transformasi digital
pendidikan di Indonesia.

3. Work From Home dan Koordinasi Jarak Jauh

Aktivitas di institusi pendidikan tentu saja tidak melulu hanya kegiatan belajar mengajar saja. Terdapat
begitu banyak aktivitas penunjang kelancaran kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat yang perlu tetap dikerjakan dan koordinasikan dengan baik.

Work from home alias kerja di rumah saja menjadi pilihan logis untuk situasi seperti saat ini, namun
bagaimana dengan koordinasi kerja sebuah tim? Untuk rapat bersama dalam satu ruangan besar
membahas tentu tidak seleluasa seperti kondisi normal. Bekerja tanpa koordinasi tentu bukan pilihan
yang tepat.

Tak heran saat ini sangat marak dan menjadi familiar dilakukan rapat koordinasi jarak jauh
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi tersedia. Saat ini bagi sebagian besar pimpinan
instansi pendidikan, dosen, guru, staf mengikuti rapat online dengan peserta hingga seratus orang sudah
menjadi hal biasa, hampir sama seperti aktivitas menelepon saja. Ini juga yang membuat tiba-tiba
popularitas aplikasi zoom meningkat drastis.

4. Penerimana Siswa dan Mahasiswa Baru Secara Online

Kondisi membuat semua pimpinan perguruan tinggi dan sekolah harus tanggap dengan situasi terkini.
Semakin dekatnya akhir tahun ajaran 2019/2010 Genap, berarti tak lama lagi akan dimulai tahun ajaran
baru.

Lazimnya dalam keadaan normal saat ini hingga tahun ajaran baru dimulai adalah masa-masa sibuk
aktivitas promosi dan proses penerimaan siswa ataupun mahasiswa baru. Namun tahun 2020 ini
berbeda, proses penerimaan siswa dan mahasiswa baru biasa secara konvensional, mulai dari
pendaftaran, pembayaran, hingga ujian tertulis jelas tidak bisa dilaksanakan. Strategi sistem penerimaan
siswa atau mahasiswa baru secara online menjadi pilihan logis dan harus ditempuh. Walaupun karena
berbagai hal, penerapan sistem penerimaan secara online dilakukan sangat beragam oleh intansi
pendidikan, sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing. Ada yang sudah menggunakan
aplikasi pmb online, pembayaran dan ujian computer based test online terintegrasi. Ada juga yang baru
sebatas menggunakan google form dan meniadakan jalur test seleksi.
Sisi positifnya adalah semua semakin menyadari manfaat transformasi digital untuk menunjang
kemajuan instansi pendidikan masing-masing.

5. Menyadari Pentingnya Sistem Informasi Manajemen Akademik Kampus dan Sekolah

Berbagai kegiatan belajar mengajar jarak jauh, layanan akademik dan keuangan secara online tentu
membutuhkan sistem informasi manajemen akademik yang baik dan tangguh. Dalam keadaan normal
saja, pekerjaan tersebut jika dilakukan secara manual sangat sulit, memakan waktu banyak dan rentan
human error. Bagaimana pula jika semua aktivitas dilakukan dari rumah masing-masing?

Bagi sebagian besar kampus dan sekolah yang telah lama menyadari betapa pentingnya bantuan aplikasi
sistem informasi akademik untuk mendukung aktivitas sehari-hari, telah mulai lazim digunakan sistem
informasi akademik, baik dari hasil pengembangan tim internal, menggunakan software gratis open
source ataupun menggunakan jasa vendor penyedia sistem informasi akademik seperti Suteki
Technology.

Namun bagi kampus dan sekolah yang sebelum pandemi Covid-19 masih mengelola adminsitrasi
instansinya secara manual (dengan berbagai pertimbangan dan atau merasa harga sistem informasi
akademik yang dianggap mahal), tentu kondisi saat ini membuat berbagai pekerjaan menjadi semakin
sulit. Ada banyak agenda, pelayanan dan pelaporan yang tetap harus diselesaikan, yang itu sangat sulit
dan semakin sulit dilakukan secara manual.

Kabar baiknya, tentu unsur pimpinan menjadi makin menyadari pentingnya melakukan transformasi
digital dan mengadopsi penggunaan sistem informasi akademik dan keuangan yang baik.

Kabar gembiranya saat ini Suteki Technology telah menyediakan aplikasi keren SIAKAD 4.0 Cloud yang
sangat powerfull membantu berbagai kegiatan akademik dan pembayaran online perguruan tinggi
dengan biaya hanya setara gaji 1 orang saja.

6. Kegiatan transformasi digital lainnya

Dan juga berbagai aktivitas transformasi digital pendidikan lainnya yang berkembang pesat dipicu oleh
kondisi tanggap darurat Covid-19 seperti keadaan saat ini.

Kita semua tentu tidak ingin kondisi seperti saat ini berlangsung terlalu lama. Kita berharap dan berdo’a
semoga pandemi Covid-19 segera berlalu dan kita dapat beraktivitas normal kembali.

Terlepas dari begitu besar dan banyaknya dampak negatif Covid-19 pada berbagai sektor dan lini
kehidupan manusia, kita tetap harus berjuang untuk masa depan khususnya usaha mencerdaskan
generasi Indonesia untuk masa depan yang lebih baik. Kita juga patut bersyukur bahwa selalu ada
hikmah di balik suatu peristiwa.
PERKEMBANGAN DIGITALISASI TERHADAP PENINGKATAN SDM TAHUN 2020 DIINDONESIA

Tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) begitu penting bagi kelancaran upaya
Indonesia dalam menyongsong era revolusi industri 4.0 yang serba digital. Sebagaimana dengan kuliah
umum dari Dr. Ir. Basuki Yusuf Iskandar, MA, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang dilaksanakan pada acara inaugurasi online
Program S3 Doctor of Research in Management dan Doctor of Computer Science BINUS University pada
hari Sabtu (26/9). Berikut ini paparan lengkapnya.

Penggunaan teknologi digital yang meningkat karena pandemi


Melihat situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang ini, nyatanya ada silver lining yang bisa diambil.
Salah satunya adalah peningkatan terhadap kebutuhan teknologi digital. Tercatat bahwa setidaknya 50%
dari total transaksi digital yang sudah dilakukan di masa pandemi ini berasal dari pengguna baru. Bisa
disimpulkan bahwa pandemi COVID-19 merupakan “promotor” bidang TIK atau ICT yang unggul.

Pak Basuki memaparkan flowchart dari industri TIK di Indonesia, bermula dari munculnya tren teknologi
yang akan diaplikasikan oleh bisnis. Dari sana, barulah akan ada perubahan dalam aspek lingkungan
industri yang mendorong pemerintah dalam membuat regulasi-regulasi baru. Regulasi ini juga akan
dipengaruhi oleh regulasi yang sudah diterapkan oleh negara-negara lain. Tujuan akhirnya adalah
terciptanya social life atau hidup bermasyarakat yang lebih modern, maju, dan digital.

Transformasi digital di era revolusi industri 4.0


Dikarenakan permintaan teknologi digital yang semakin tinggi, Pak Basuki mengungkapkan bahwa
KOMINFO semakin optimis dalam membawa Indonesia menuju gerbang revolusi industri 4.0. “Kita
merasa lebih siap sekarang untuk menghadapi revolusi industri ke-4 yang semuanya serba cepat, serba
ketidakpastian, harus di-support dengan cepat dan ini membutuhkan online communication,” ujar Pak
Basuki.

Meski begitu, Pak Basuki masih merasa bahwa perkembangan digital di Indonesia ini masih tertinggal
dari negara-negara lain. Terlebih ketika kini sudah muncul prediksi bahwa Indonesia akan menjadi
negara ekonomi terbesar ke-4 pada tahun 2050 mendatang. Muncul pertanyaan, apakah SDM di
Indonesia bisa sukses di revolusi industri 4.0? Menurut Pak Basuki, selama SDM Indonesia masih terpaku
sebagai user dan bukan creator, maka cita-cita untuk menyambut revolusi industri 4.0 akan pupus.

Dalam revolusi industri 4.0, ada 3 pilar utama yang harus dimiliki sebuah negara, yakni physical, digital,
dan biological. Menurut Pak Basuki, Indonesia harus mengejar ketertinggalan dengan melakukan
transformasi digital, di mana masyarakat Indonesia harus memiliki tingkat literasi digital yang cukup
serta mendukung penuh terjadinya transformasi digital. Apabila Indonesia menyikapi revolusi industri
4.0 dengan evolusi, maka Indonesia tidak mampu mengejar ketertinggalan tersebut.

Lantas, apa saja yang termasuk ke dalam transformasi digital? Hal ini meliputi pengadaan dan
implementasi teknologi seperti blockchain, Internet of Things (IoT), AI, big data, virtual reality,
augmented reality, serta cloud computing.
Kebutuhan akan SDM bertalenta hard skill dan soft skill
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Cedelop European, Pak Basuki menjelaskan bahwa industri ICT
merupakan industri yang paling cepat berkembang. Artinya, para praktisi ICT harus berkomitmen penuh
untuk terus belajar, atau dikenal dengan istilah life-long learning.

Namun, muncul masalah baru dalam industri ICT, yakni keterbelakangan soft skills. Dalam dunia kerja,
praktisi ICT cenderung mengedepankan hard skills tanpa mempedulikan soft skills. Padahal, menurut
data dari BCG, seluruh negara di dunia merasa bahwa soft skills sangat dibutuhkan, terkhusus
kompetensi komunikasi, analytical, kepemimpinan, dan problem solving.

Kebutuhan ini juga dibuktikan lewat deklarasi perusahaan-perusahaan raksasa seperti Apple dan Google
yang mempekerjakan karyawan tanpa gelar sarjana, asalkan mereka memiliki kompetensi dan talent.
Pak Basuki menjelaskan bahwa kompetensi ini berfungsi untuk mempertahankan pertumbuhan yang
bersifat incremental. Sementara itu, talent sangat dibutuhkan untuk menciptakan inovasi radikal yang
dapat berujung pada pertumbuhan signifikan serta mengubah landscape industri.

Inisiatif KOMINFO dalam pengembangan SDM

Kompetensi dan talent pun menjadi fokus dari KOMINFO dalam mengembangkan kualitas SDM
Indonesia. Setelah melewati pandemi, sistem edukasi nasional harus mampu menggabungkan offline
dan online learning. Tidak lagi hanya mengajarkan materi kepada mahasiswa, namun juga mengajarkan
mereka cara memperluas kapasitas pembelajaran.

Untuk bisa mencapai transformasi digital, maka perlu juga adanya bisnis digital. Bisnis digital yang
sukses dan relevan memerlukan 3 komponen, yakni teknologi, manajemen, dan ekonomi. Pak Basuki
mengatakan bahwa banyak bisnis digital yang memiliki inovasi bagus namun gagal di pasaran karena
tidak memiliki kemampuan manajemen yang mumpuni.

Oleh sebab itu, KOMINFO pun sudah membentuk program Digital Scholarship yang dibagi dalam 3 level,
yakni level Basic/Operator (Digital Talent Scholarship VSGA), level Middle/Teknisi (Digital Talent
Scholarship FGA dan VSGA), dan level Advance (Digital Leadership Academy S2 dan S3). Digital Talent
Scholarship adalah program beasiswa pelatihan talenta digital yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan, keterampilan dan daya saing SDM di bidang teknologi Informasi untuk mendukung
transformasi digital dan peningkatan ekonomi digital Indonesia menuju Industri 4.0. Kepala Balai Besar
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian (BBPSDMP) Kominfo Medan, Drs. Irbar Samekto,
M.Si. Dalam sambutannya menyatakan, Vocational School Graduate Academy (VSGA) adalah program
pelatihan dan sertifikasi berbasis kompetensi nasional yang ditujukan bagi lulusan SMK/sederajat serta
Diploma 3. Program Fresh Graduate Academy Digital Talent Scholarship (FGA DTS) merupakan program
pelatihan peningkatan kompetensi bidang TIK yang bertujuan untuk mempersiapkan para lulusan yang
belum atau tidak sedang bekerja agar memiliki kompetensi profesional, sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di era digital

Dalam rangka meraih visi “Indonesia Maju 2045”, Pemerintah Indonesia melakukannya dengan 4
(empat) pilar, yaitu: (1) Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (2)
Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, (3) Pemerataan Pembangunan, serta (4) Pemantapan Ketahanan
Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan.

Kelas menengah akan menjadi salah satu kunci dalam mencapai visi tersebut, terutama dalam
mendukung pembangunan negara ini di masa depan. Maka itu, penciptaan lapangan kerja khususnya
untuk kelas menengah menjadi isu penting. Pasalnya, penduduk kelas menengah dan berusia produktif
yang akan menjadi tulang punggung bagi perekonomian Indonesia ke depannya.

Produktivitas angkatan kerja, baik dari kelas menengah maupun bukan, disadari Pemerintah Indonesia
menjadi kunci supaya negara ini memiliki daya saing tinggi di kancah perekonomian global. Hal ini
diawali dengan peluncuran program Making Indonesia 4.0 di 2018 lalu. Salah satu yang menjadi titik
berat dalam program itu adalah proses digitalisasi pada segala lini bisnis dan ekonomi.

Nilai ekonomi digital di Indonesia meningkat sebesar 11% dari US$40 miliar di 2019 menjadi US$44
miliar di 2020. Ini berpotensi naik lagi menjadi US$124 miliar di 2025. Jumlah tersebut diproyeksikan
akan menjadi yang tertinggi se-Asia Tenggara. Skor Literasi Digital Indonesia pada Global Innovation
Index (2020) adalah 3,47 dari skala 5,00.

Dalam 15 tahun ke depan, Indonesia membutuhkan sekitar 9 juta talenta digital (atau 600 ribu talenta
setiap tahunnya) untuk mendukung agenda transformasi digital. Formasi talenta digital ini akan lebih
didominasi oleh generasi milenial yang sedang dalam usia produktif.

Apalagi saat ini kita sedang menghadapi pandemi Covid-19, di mana kesempatan ekonomi yang ada
benar-benar bergantung kepada ekonomi digital. Pemulihan (reset dan rebooting ekonomi)
membutuhkan akselerasi, dan ekonomi digital yang akan dapat mewujudkannya dalam waktu dekat ini.

Kesuksesan ekonomi digital tentunya disokong oleh perkembangan infrastruktur teknologi digital.
“Dalam hal ini, Pemerintah sedang membangun infrastruktur 5G yang nanti akan meningkatkan
konektivitas seluruh daerah di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas ke Pulau Rote,”
tutur Menko Airlangga dalam event Peluncuran Laporan Bank Dunia (World Bank) “Pathways to Middle-
Class Jobs in Indonesia” secara virtual, di Jakarta, Rabu (30/6).

Pemerintah juga sudah merilis Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Regulasi ini
menjadi terobosan dalam menciptakan struktur ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan, serta
mereformasi beberapa regulasi terdahulu yang berpotensi menghambat investasi dan penciptaan
lapangan kerja.

“Berbagai macam kompleksitas dan tumpang-tindih regulasi, khususnya yang terkait perizinan dan
investasi disederhanakan supaya lebih dapat diimplementasikan, serta menjamin kepastian,
kemudahan, dan transparansi. Melalui UU No. 11/2020 ini, Pemerintah juga mendorong penciptaan
lapangan kerja, mengatur kembali mekanisme perizinan bisnis melalui Online Single Submission (OSS),
menguatkan UMKM, dan membuat penyesuaian dalam peraturan tenaga kerja agar lebih relevan dan
fleksibel,” jelas Menko Airlangga.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa pandemi Covid-19 mengubah gaya hidup masyarakat
menjadi lebih ke arah digital, termasuk dalam lapangan kerja. Perubahan ini membawa transformasi
untuk pasar tenaga kerja menjadi lebih fleksibel dan adaptif. Namun, perubahan tersebut juga
mempersyaratkan pekerja yang memiliki kompetensi lebih tinggi dan adaptif terhadap perubahan.

Untuk merespon transformasi pasar tenaga kerja itu, Pemerintah sudah melakukan beberapa upaya
meningkatkan kualitas SDM, antara lain dengan (a) Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang sudah
diatur dalam UU Cipta Kerja, untuk memberikan jaminan bagi para pekerja yang terkena PHK melalui 3
(tiga) manfaat yakni uang tunai, pelatihan kerja, dan akses kepada informasi pasar tenaga kerja,
sehingga mereka dapat segera mendapat kerja kembali setelah kemampuannya bertambah dengan
mengikuti pelatihan.

Kemudian, (b) Program Kartu Prakerja yang ditujukan untuk para pencari kerja, pekerja yang di-PHK, dan
pekerja yang membutuhkan kompetensi lebih tinggi dari sebelumnya, jadi program ini berfokus
kepada skilling, upskilling, dan reskilling. Dalam 6 (enam) gelombang yang sudah dibuka pada 2021,
Program Kartu Prakerja sudah meloloskan sekira 2,8 juta penerima.

Dilanjutkan, (c) dalam jangka panjang Pemerintah menyempurnakan sistem nasional Pendidikan dan
Pelatihan Teknis dan Kejuruan atau Technical and Vocational Education and Training (TVET) agar lebih
sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dengan menguatkan link and match antara sektor industri
dan sekolah vokasi.

“Untuk mendorong lebih lanjut keterlibatan industri dalam kegiatan vokasi, Pemerintah sudah
menyediakan Super Tax Deduction, yaitu insentif pajak sampai 200% dari total biaya riil yang dikeluarkan
oleh industri ketika menjalankan kegiatan vokasi melalui skema pelatihan dan pemagangan,” ucap
Menko Airlangga.

Sebagai target jangka menengah dari kebijakan penciptaan lapangan kerja di Indonesia akan fokus
kepada 3 (tiga) strategi, yaitu ekonomi hijau (green economy), ekonomi biru (blue economy), dan
ekonomi digital. Konsep ‘ekonomi hijau’ diimplementasikan melalui transisi kepada energi terbarukan,
mendorong keberlanjutan dan produktivitas dari rantai pasok minyak sawit, lalu ekonomi sirkular
dengan pemanfaatan limbah minyak sawit sebagai bioenergi, dan sebagainya.

Lalu, untuk mengembangkan ‘ekonomi biru’, Pemerintah fokus meningkatkan produktivitas dan
keberlanjutan pembudidayaan ikan dan industri perikanan, serta Program Rehabilitasi Mangrove,
karena jumlah masyarakat pesisir Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia.

“Sementara, dalam Presidensi G-20 di 2022 mendatang, Indonesia mendorong negara-negara G20 untuk
memperbaiki kondisi tenaga kerjanya melalui perlindungan tenaga kerja, pengembangan kompetensi,
dan penciptaan lapangan kerja yang inklusif dalam masa pemulihan ekonomi ini,” tutup Menko
Airlangga.

Turut hadir dalam event virtual ini adalah Country Director World Bank Indonesia dan Timor Leste Satu
Kahkonen, Representative Forum Kebijakan Ketenagakerjaan Yose Rizal Damuri, CEO Asakreativita Vivi
Alatas, East Asia Pasific Regional Director for Human Development World Bank Daniel Dulitzky, dan
Lektor Senior Universitas Indonesia M. Chatib Basri.

Kata Mas Nadiem Makarim, Meteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, “ Di era digital, hanya data
yang berbicara sehingga jika orang tidak bisa menganalisa data, orang yang tidak bisa melihat chart,
melihat trend secara critical, dia akan tertinggal”.  Jadi, makin penting  pengajaran tentang penguasaan
bidang data  demi menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menganalisa data dan berpikir kritis.
Tantangan menyiapkan SDM ini merata di seluruh dunia. Di negara negara maju saja masih banyak
kebutuhan SDM yang mengerti data untuk mengisi kebutuhan industry.

Berbicara SDM, mari kita tengok kesiapan SDM Indonesia. Berdasarkan riset dari Bank Dunia tahun
2018, Indeks Sumber Daya Manusia (Human Capital Index/HCI) Indonesia berada pada peringkat 87 dari
157 negara. Nilai HCI Indonesia adalah 0,53 tertinggal dari beberapa negara Asia Tenggara.  HCI pada
dasarnya adalah ukuran bagaimana kondisi pengetahuan, ketrampilan dan kesehatan untuk dapat
mendukung produktivitas SDM.

Wow, Indonesia ketinggalan jauh, dan saatnya berbenah dan mengejar ketinggalan. Kita harus serius
dan fokus. Kita harus jadi bangsa yang maju dan terdepan serta menjadi yang utama di negara kita
sendiri dan juga regional. Harus menjadi creator , bukan follower.  Harus bisa juga
menjadi producer bukan hanya menjadi target consumer dari produk-produk luar. Menyiapkan SDM
unggul siap mengolah industri dinegeri sendiri, bukan malah negara dibanjiri SDM luar yang lebih siap.

Presiden Republik Indonesia,  Joko Widodo mengungkapkan pentingnya pembangunan sumber daya
berkualitas yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemerintah telah menetapkan fokus
untuk membangun manusia Indonesia. “SDM Unggul, Indonesia Maju”, itu menjadi tag line yang saya
rasa sangatlah tepat untuk didukung dan disupport  bersama.

Kemajuan industri di Indonesia tidak cukup hanya area infrastruktur, tapi juga harus didukung oleh SDM
yang kompeten dan unggul. Peningkatan kualitas SDM tentu tidak bisa jauh dengan peningkatan kualitas
pendidikan seiring dengan kemajuan industri 4.0

Revolusi Industri 4.0 mengarah ke digitalisasi dan otomatisasi, yang mengharuskan pemain industri
untuk beradaptasi dengan perubahan dengan cepat. Proses digitalisasi telah menyentuh banyak aspek
kehidupan manusia dan tidak dapat lagi dibendung. Segala sesuatu yang bisa berupa digital akan atau
sudah menjadi digital dan menjadi kebutuhan saat ini.

Teknologi inovasi seperti Artificial Intelligence, Machine Learning, Data Science, Internet of Things telah


berkembang di Industri Indonesia. Semua itu membutuhkan data dan menghasilkan data. Data menjadi
senjata tajam dalam kegiatan bisnis dan persaingan global.

Data yang dihasilkan oleh industri begitu banyak. Ini mendorong pengembangan teknologi yang
mendukung kebutuhan yang berkembang untuk proses pengorganisasian dan pemrosesan informasi.
Sehingga muncul ilmu Data Science. Ilmu data sangat dibutuhkan di berbagai industri, pemerintah, dan
sektor publik untuk mengakomodasi kebutuhan ini. Sekarang, Data Science adalah alat yang sangat
berharga bagi industri untuk mengubah data menjadi informasi yang berharga.

Data Science adalah studi tentang data dengan pengembangan metode mendapatkan, menyimpan, dan
menganalisis data untuk secara efektif mengekstrak menjadi informasi yang berguna. Tujuan data
science adalah untuk memperoleh wawasan (data insight) dan pengetahuan dari semua jenis data –
untuk mendukung proses pengambilan keputusan.
Dengan kondisi ini, untuk menyelaraskan dengan kondisi global mengenai kebutuhan sumber daya di
bidang DATA SCIENCE, Indonesia juga membutuhkan sumber daya yang berbakat dalam pengolahan dan
pemanfaatan data untuk mendukung pengembangan industri, bisnis, dan implementasi kebijakan di
pemerintahan, sektor publik, dan berbagai kebutuhan industri lainnya. Penerapan dari data science
banyak sekali dibutuhkan di berbagai industri.

Bidang utama penerapan Data Science di berbagai industri antara lain sbb:

Nah, jelas kan , banyak sekali bidang penerapan data science dan manfaatnya di berbagai industri. Ini
tidak lepas dari peran data sebagai kunci utama dan senjata penentu keunggulan dalam kompetisi
bisnis.  Semua industri sampai kantor pemerintahan dan sektor publik membutuhkan data science.
Kementerian, PEMDA, Smart City di berbagai kota dan kabupaten dapat menerapkan pemanfaatan data
dalam peningkatan pelayanan ke publik.  Nanti saya akan coba bahas per industri secara detail
mengenai penerapan data science di masing-masing area.

So, kalau pekerjaannya sudah jelas, kenapa masih susah ya, mencari orang yang punya kemampuan
dalam pengolahan data ? Coba kita bahas di next topik ya.

Membangun Kecerdasan Digital


Sebagaimana yang kita ketahui fenomena Revolusi Industri 4.0 telah mendisrupsi berbagai sendi
kehidupan, utamanya dengan semakin masifnya pemanfaatan Internet of Thing (IoT) dan penggunaan
teknologi digital. Disprusi ini harus mampu membawa manfaat nyata bagi peningkatan daya saing
bangsa.
Merujuk pendapat Christensen ahli administrasi bisnis dari Harvard Business School, bahwa era disrupsi
telah mengganggu atau merusak pasar-pasar yang telah ada sebelumnya tetapi juga membawa manfaat
mendorong pengembangan produk atau layanan yang tidak terduga pada pasar sebelumnya dengan
harga yang semakin murah.
Kecerdasan Digital atau Digital Intelligence Quotient (DQ) sebagai kumpulan kompetensi teknis,
kognitif, meta-kognitif, dan sosio-emosional yang didasarkan pada nilai-nilai moral universal,
memungkinkan individu untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang kehidupan digital
sehingga perlu terus kita jadikan sebagai pengarusutamaan dalam beragam kehidupan.
Di era Revolusi Industri 4.0 yang memfokuskan pada kecerdasan digital,  SDM kita tidak cukup hanya
memiliki IQ (kecerdasan akal) dan EQ (kecerdasan emosi) tetapi juga perlu DQ/Digital
Quotient (kecerdasan digital) agar adaptif dan agile dalam menghadapi disrupsi dan memenangkan
persaingan yang semakin tajam.
Hal ini bukanlah tanpa alasan mendasar, merujuk hasil studi yang dilakukan oleh QS Top Universities
bersama University of the Witwatersrand (2019) yang menyatakan bahwa di masa yang akan datang,
calon pekerja membutuhkan kemampuan literasi digital dan pola pikir teknologi agar dapat bersaing
dengan yang lain. Hal ini dilakukan dengan membangun kecerdasan digital, utamanya dengan
menginternalisasi literasi dan pola pikir teknologi digital dalam beragam sendi kehidupan.
Kita seyogyanya harus terus mampu mengkapitalisasi era Revolusi Industri 4.0 dan disrupsi untuk
meningkatkan daya saing ekonomi bangsa menggapai Indonesia Maju, utamanya dengan terus
membangun kecerdasan digital, agar tercipta ekosistem smart digital user sebagai prasyarat menjadi
bangsa pemenang di era digital.
Membangun kecerdasan digital merupakan kunci memenangkan persaingan global yang semakin tajam.
Upaya menggapai Indonesia Maju pada masa mendatang setidaknya membutuhkan 9 juta talenta digital
nasional hingga tahun 2035. Membangun kecerdasan digital ini menjadi tugas utama kita bersama yaitu
dengan terus membangun kolaborasi dan sinergi memastikan kecerdasan digital mejadi pondasi
beragam aktivitas masyarakat.
Kecerdasan digital seyogyanya dapat terus diarahkan pada upaya mengembangkan kematangan
dalam Digital Citizenship, yakni kemampuan untuk menggunakan teknologi digital dengan cara yang
aman, bertanggung jawab, dan etis. Kreativitas digital adalah kemampuan yang penting dimiliki untuk
menjadi bagian dari ekosistem digital dan menciptakan pengetahuan, teknologi, dan konten baru
sebagai upaya mengubah ide menjadi kenyataan. Selain itu juga diperlukan kemampuan daya saing
digital, yakni kemampuan untuk memecahkan tantangan global, dan untuk menciptakan peluang baru
dalam ekonomi digital dengan mendorong kewirausahaan, pekerjaan, dan pertumbuhan ekonomi.
 

Oleh karena itu, upaya kolaborasi dan sinergitas dari seluruh pemangku kepentingan sangat dibutuhkan
dalam menjawab disrupsi  melalui akselerasi internalisasi pengenalan kerangka berpikir digital, agar
mampu menjawab beragam permasalahan digital di lingkungan sekitar dan bagaimana cara
mengatasinya melalui pengembangan desain konsep solusi digital yang feasible dan applicable.
Kita seyogyanya harus terus bahu membahu dalam mendorong agar masyarakat lebih meningkatkan
pemanfaatan teknologi digital dengan mengembangkan upaya edukasi dan peningkatan literasi
serta capacity building masyarakat Indonesia, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi
agar kondusif dalam mengembangkan kecerdasan digital masyarakat.
Kita tentunya berharap kecerdasan digital yang dibangun akan mampu menjawab tantangan di ruang
digital yang semakin besar. Akhir-akhir ini kita menyaksikan berbagai konten-konten negatif yang terus
bermunculan dan ruang publik seperti hoaks, ujaran kebencian, radikalisme berbasis digital, perlu
menjadi peringatan dan kewaspadaan kita karena dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Kecerdasan digital melalui prinsip thinking before sharing perlu terus dibangun dan menjadi acuan di
dunia digital.

Anda mungkin juga menyukai