Anda di halaman 1dari 11

KERANGKA KERJA KOMPETENSI TIK UNTUK GURU Naskah Akademik

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Teknologi dan Informasi untuk Pendidikan 2012
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Teknologi Informasi dan Komunikasi telah menjadi bagian dalam dua strategi utama MP3EI (Master Plan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), yaitu Konektivitas dan Penguatan SDM dan IPTEK Nasional, untuk mewujudkan visi Indonesia 2025, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur (Bappenas, 2011). Transformasi sistem ekonomi berbasis inovasi diyakini dapat dicapai melalui perkuatan system pendidikan (human capital) dan kesiapan teknologi. Di dalam sektor pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) juga telah menempatkan TIK sebagai salah satu pendukung utama tersedianya layanan pendidikan. Penyediaan tenaga pendidik berkompeten yang merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota telah dinyatakan sebagai salah satu tujuan strategis dalam Renstra Pendidikan Nasional 2010 2014 dan penguatan serta perluasan pemanfaatan TIK seyogyanya mendukung hal ini. Dalam sambutannya pada Hari Pendidikan Nasional 2012, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan emas 2045. Visi Kemdikbud dalam 5 tahun ini adalah peningkatan layanan pendidikan yang mencakup: 1) Tersedia secara merata di seluruh pelosok nusantara; 2) Terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; 3) Berkualitas/bermutu dan relevan dengan kebutuhan kehidupan bermasyarakat, dunia usaha, dan dunia industri; 4) Setara bagi warga negara Indonesia dalam memperoleh pendidikan berkualitas dengan memperhatikan keberagaman latar belakang sosial-budaya, ekonomi, geografi, gender, dan sebagainya; dan 5) menjamin kepastian bagi warga negara Indonesia mengenyam pendidikan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri Di sini TIK berperan cukup strategis dalam mendukung penyampaian layanan ini secara lebih holistic dimana TIK dapat memfasilitasi akses yang lebih terjangkau dan merata atas sumber belajar dan penyediaan peluang untuk peningkatan keterampilan hidup dan bekerja. Untuk itu dua layanan utama berbasis TIK dalam program e-pendidikan yang sedang diimplementasikan adalah layanan elearning dalam bentuk portal Rumah Belajar dan e-administrasi dalam bentuk Portal Layanan Prima. Keduanya dirancang untuk peningkatan layanan pendidikan bagi pemangku kepentingan pendidikan, yang juga difokuskan untuk pengembangan professional guru. Selain itu Kemdikbud juga menetapkan target peningkatan kompetensi untuk guru inti di bidang rekayasa dan teknologi sebesar 100% dari jumlah guru inti yang ada di akhir tahun 2014 (Kemdikbud, 2010). Penyebarluasan e-education yang efektif tergantung pada kapasitas guru untuk memanfaatkan TIK secara efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dalam hal ini mereka juga perlu mengadopsi peran-peran baru sebagai pengguna teknologi. Kesempatan untuk pengembangan professional untuk pemanfaatan TIK ini perlu mengakomodasi budaya refleksi dan inovasi, serta mengurangi jumlah waktu yang mereka perlukan untuk mengerjakan tugas-tugas lain di luar mengajar. Oleh karena itu, pengembangan professional perlu disampaikan dalam berbagai desain, termasuk dalam desain-desain belajar mandiri, publikasi akademik dan riset, juga dalam lokakarya formal, kursus pendek dan program-program belajar lainnya. Pengembangan professional juga perlu relevan secara kontekstual untuk berbagai fungsi pekerjaan dalam lingkungan pendidikan,

khususnya dalam mendukung pengembangan professional guru dalam penguasaan konten mata pelajaran yang diampu. B. Landasan Yuridis Sebagai landasan hukum bagi Pustekkom dalam mengkaji kerangka kerja kompetensi TIK bagi guru diantaranya adalah: 1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2) Undang undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; 3) Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Isi dan Standar Proses, serta Evaluasi Pendidikan; 4) Permendiknas No 16 Tahun 2007 tentang Kompetensi Guru; 5) Permen Diknas No 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian; 6) Permen Diknas No 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana; 7) Permen Dikinas No 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan; 8) Permen Diknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar isi (SI); 9) Permen Diknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL); 10) Permen Diknas No. 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi; 11) Rencana Strategis Kemdiknas 2010 2014 C. Tujuan
Dari arah yang telah diberikan dalam perencanaan di tingkat nasional maupun sector pendidikan, maka penyusunan Kerangka Kerja dan Standar Kompetensi TIK untuk guru menjadi hal yang krusial. Tujuan dari disusunnya Naskah Akademik Kompetensi TIK guru ini adalah 1) Memberikan kajian yang menjadi dasar penyusunan Kerangka Kerja serta Standar Kompetensi TIK untuk guru, termasuk memberikan penjelasan mengenai pengembangan professional guru secara umum maupun dalam pemanfaatan TIK; 2) Memberikan arah serta tahapan yang lebih konkrit untuk peningkatan kompetensi guru; dan

3) Memberikan indikator capaian untuk peningkatan kompetensi guru

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN LAPANGAN A. Definisi TIK


Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT) adalah teknologi analog atau digital yang dimanfaatkan untuk menciptakan, menyimpan, serta menampilkan informasi (DBE 2 USAID, 2010). Definisi TIK lainnya adalah teknologi mencakup berbagai peralatan dan fungsi yang memungkinkan kita untuk menerima informasi atau bertukar informasi serta berkomunikasi (UNESCO, 2009.). Contoh TIK adalah komputer, televisi, komputer portabel, radio, tape, digital kamera, DVD, telepon seluler dan lain-lain.

B. Pemanfaatan TIK untuk Pengembangan Profesional Guru 1) Tantangan Pengembangan Profesional Guru di Indonesia Beberapa dokumen penelitian Bank Dunia (2011, 2010, 2009) menggambarkan dua tantangan utama yang dihadapi dalam pengembangan professional guru di Indonesia: Jumlah guru yang masih terlalu besar dengan TSR (Teacher Student Ratio sebesar 19:1 untuk SD dan 15,6:1 untuk SMP), namun penyebarannya juga masih belum merata. Sebesar 66% SD di daerah perkotaan mengalami kelebihan guru sampai dengan 66%, sedangkan SD di daerah terpencil masih mengalami kekurangan guru sampai 68%. Di luar itu semua jumlah ditemukan juga bahwa jumlah guru yang dapat memanfaatkan TIK khususnya untuk mengajar mata pelajaran TIK ternyata masih sangat kurang. Untuk SMP, hanya tersedia 2.893 guru yang mengampu mata pelajaran TIK, sedangkan yang dibutuhkan adalah 14.965 guru. Program sertifikasi guru yang dilaksanakan berdasarkan UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bertujuan meningkatkan kualifikasi pendidik. Namun ternyata proses sertifikasi sering mengorbankan kualitas. Saat ini prestasi siswa belajar siswa yang diukur oleh ujianujian internasional, ternyata masih rendah terutama dalam kemampuan membaca dan matematika. Oleh karena itu pendalaman reformasi pendidikan pra-jabatan juga diperlukan. Masih diperlukan pendekatan pendidikan angkatan pendidik yang lebih ramping dengan kualitas yang lebih tinggi melalui program pelatihan prajabatan yang baik;

2) Kompetensi TIK Guru Dengan pendekatan yang tepat, TIK dapat mendukung reformasi pendidikan yang dibutuhkan.
ICT can support ongoing delivery of professional development to educators via e-learning. Selain itu, TIK juga dapat mendukung penyediaan layanan informasi dan data tentang pendidik dan tenaga kependidikan yang mudah diakses untuk pengambilan keputusan rekrutmen serta mutasi guru. (World Bank, 2011). Pemanfaatan TIK yang diintegrasikan di dalam pembelajaran aktif juga dapat meningkatkan kapasitas mengajar guru seperti perencanaan pembelajaran serta penerapan pembelajaran aktif (DBE 2 USAID, 2010).

Dalam usaha pemanfaatan TIK untuk pendidikan, maka pengembangan professional guru yang berkelanjutan menjadi penting. Pendekatan yang tepat untuk pemanfaatan TIK adalah dengan

melakukan pengenalan TIK untuk reformasi pendidikan yang menggunakan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (pembelajaran aktif) dan interaktif, dengan pendekatan konstruktivisme. Untuk itu, beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari studi pemanfaatan TIK untuk pendidikan jarak jauh proyek DBE 2 (2010) adalah: Guru di Indonesia membutuhkan lebih dari dukungan virtual yang ditawarkan oleh model pembelajaran online murni Apabila Indonesia akan menerapkan pembelajaran berbasis web, maka hal ini harus melibatkan model hybrid atau web-facilitated bukan online murni tanpa tatap muka; Guru mengharapkan perkembangan professional berbasis TIK yang menawarkan pendampingan berbasis sekolah berkelanjutan; Untuk memberikan pendampingan yang berkelanjutan, maka pendamping harus dapat diakses oleh guru; Guru membutuhkan waktu untuk mengembangkan keterampilan mereka. Saat ini berbagai inisiatif untuk meningkatkan keterampilan TIK guru telah dilakukan oleh berbagai pihak. Pengembangan profesi guru untuk meningkatkan ketrampilan dalam pemanfaatan ICT digalakkan sejak tahun 2008 oleh Ditjen PMPTK. Sampai saat ini, sebagian besar program-program pengembangan profesi guru masih lebih banyak difokuskan pada literasi TIK dan pemanfaatan TIK untuk produktivitas (pemrosesan dokumen, spreadsheet, atau presentasi). Sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota, bahkan beberapa pihak swasta, memberikan pelatihan literasi TIK segera setelah distribusi piranti keras dilakukan.

Pustekkom, Kemdikbud, memberikan beberapa rangkaian pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan untuk pemanfaatan TV-E, Radio Edukasi, dan Jardiknas. Pelatihan ini diberikan dalam pendekatan berlapis (cascade) dengan menciptakan Master Trainer yang akan melatih guru-guru lain di daerahnya masing-masing. Sampai saat ini Pustekkom telah melatih lebih dari 11,000 Master Trainer untuk 33 provinsi (Pustekkom, 2008). Secara parallel, Badan SDM & PMP melalui LPMP juga melakukan pelatihan-pelatihan literasi TIK untuk guru-guru di MGMP dan KKG
Ringkasan inisiatif pengembangan professional guru pendekatannya dapat diringkas dalam table di bawah ini. Pendekatan Pelatihan Bertingkat Nama Program untuk pemanfaatan TIK serta

Organisasi

Pelatihan TV-E & Radio Edukasi Pustekkom dan Balai Tekkom/BPP (berlanjut) Literasi TIK untuk Guru (berlanjut) LPMP Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Proyek Bermutu (Kemdikbud didukung oleh World Bank) Intel Teach Getting Started Intel Corp (berlanjut) E-Learning PSMA & PSMK, Kemdikbud DALI (Developing Active Learning DBE 2 USAID

Pelatihan 1 x

with ICT) (2007 2011) Perkenalan perangkat Yayasan Air Putih komputer APTIKOM Open Education Resources OCCA (One Computer Classroom Activities) (2009 2011) ICT innovation for youth (2005 2011) Intel Teach Essential Course (berlanjut) PJJ berbasis TIK untuk pendidikan guru pra-jabatan dan dalam masa jabatan (berlanjut) DBE 2 USAID USAID DBE 3 Project Intel Corp Indonesia LPTK (UT, UPI, UNNES, SSE dll)

Pelatihan diikuti oleh coaching/mentoring dan belajar mandiri

PJJ

BAB III. REKOMENDASI A. Aplikasi Prinsip Utama Pengembangan Profesional Guru Beberapa prinsip yang direkomendasikan untuk mengarahkan pengembangan professional guru dalam pemanfaatan TIK dalam pendidikan adalah: 1) Tujuan pendidikan harus menjadi tujuan utama. Fokus tidak pada pemberian keterampilan TIK saja, namun bagaimana menggunakan TIK untuk mencapai hasil pembelajaran; 2) Program pengembangan professional guru harus memberikan pengalaman belajar yang berada dalam konteksnya. Program harus relevan dengan mata pelajaran yang diampu atau bidan pembelajaran tertentu; 3) Program pengembangan professional guru harus didorong oleh kebutuhan. Program harus merespon persyaratan mata pelajaran seperti IT, Geografi, Akuntansi, Matematika, IPA, IPS, dll; 4) Dukungan berkelanjutan harus tersedia secara konsisten. Hal ini meliputi dukungan pedagogis (khususnya dari Pemandu Mata Pelajaran), dukungan teknis, dan menciptakan komunitas praktik; 5) Pengembangan professional guru harus berkelanjutan karena sifat dari TIK itu sendiri yang terus berubah dan berkembang. Program-program yang ditawarkan harus merefleksikan teknologi dan aplikasi yang mutakhir; 6) Tidak ada praktik terbaik tunggal yang dapat dipilih atau resep umum untuk keberhasilan. Program pengembangan professional guru harus fleksibel dalam arti akses, cara penyampaian, dan kontennya; 7) Praktik mengajar, termasuk pengelolaan kelas akan ikut berubah apabila TIK diintegrasikan secara efektif dalam pembelajaran; 8) Program pengembangan professional guru harus dikelola; 9) Program tidak harus selalu dalam bentuk pelatihan yang diberikan sebelumnya, namun dapat fokus pada pemberian pelatihan yang penting sesuai kebutuhan yang muncul; 10) Program pengembangan tidak harus selalu dalam bentuk pelatihan yang memaksa guru untuk mengikutinya saat jam mengajar, sehingga dibutuhkan cara penyampaian yang lebih fleksibel; 11) Perkembangan TIK untuk pembelajaran tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi juga harus memberi dampak pada pengelolaan, administrasi dari satuan pendidikan (sekolah atau perguruan tinggi); 12) Kebutuhan dan minat guru harus menjadi pendorong untuk perkembangan professional mereka. B. Kerangka Kerja Kompetensi TIK untuk Guru UNESCO-CFT Sumber penting untuk memberikan program-program pengembangan guru yang sistematis dan terukur adalah dengan menyusun atau mengadaptasi Kerangka Kerja Kompetensi TIK untuk Guru. Beberapa Kerangka kerja yang dapat diacu adalah UNESCO ICT-CFT (UNESCO ICT Competency Framework for Teachers), ISTE, ECDL, dan lain-lain. Dalam konteks Indonesia, kerangka kerja yang cukup fleksibel untuk diadaptasi adalah UNESCO ICT-CFT yang memang dirancang untuk digunakan sebagai basis untuk merancang standar-standar kompetensi TIK sesuai kebutuhan negara anggota.

Menurut UNESCO, perubahan pendidikan melalui TIK melampaui tiga pendekatan: literasi teknologi, pendalaman pengetahuan, dan kreasi pengetahuan. Ketiga pendekatan ini memiliki implikasi yang berbeda secara pedagogis, praktik pengajaran oleh guru, pengembangan professional, kurikulum dan asesmen, serta pengelolaan dan administrasi sekolah. Sehubungan dengan pedagogi, penggunaan TIK mengharuskan guru untuk mengembangkan cara-cara inovatif dalam pemanfaatan teknologi untuk memperbaiki pembelajaran dan mendorong 1) literasi teknologi; 2) pendalaman pengetahuan; dan 3) kreasi pengetahuan1. 1) Tahap Literasi Teknologi Dalam tahapan ini, literasi teknologi merupakan tahapan mendasar yang akan mendorong dan memfasilitasi siswa menggunakan teknologi baru serta tahapan yang membutuhkan perubahan kebijakan yang paling mendasar. Tahapan ini fokus pada pengembangan literasi teknologi guru untuk mengintegrasikan peralatan TIK ke dalam kurikulum. Literasi teknologi ini mempersyaratkan fokus pada distribusi yang merata untuk memungkinkan perluasan akses yang mengurangi kesenjangan digital (digital divide) serta lebih menjamin keberhasilan ketiga tahapan dalam pengembangan pendidikan. 2) Tahap Pendalaman Pengetahuan Tahap ini adalah tahap yang lebih mendalam dan lebih memiliki dampak terhadap pembelajaran. Pendalaman pengetahuan membutuhkan siswa sebagai pelaku untuk mengaplikasikan pengetahuan dalam rangka peningkatan keterampilan pemecahan masalah yang kompleks di lingkungan kerja. Hal ini akan menambah nilai terhadap pembangunan nasional, misalnya melalui inovasi yang menawarkan solusi terhadap tantangan nasional. Untuk mencapai pendekatan ini, pengembangan professional guru harus fokus pada penyediaan pengetahuan dan keterampilan untuk memanfaatkan metodologi dan teknologi yang lebih kompleks. Perubahan dalam kurikulum harus menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di sekolah dengan masalah-masalah di dunia nyata, yang mungkin membutuhkan keterampilan kolaboratif siswa di tingkat local maupun global. Guru di sini merupakan pengelola atau fasilitator lingkungan pembelajaran2. 3) Tahap Kreasi Pengetahuan Tahap ini adalah tahap yang paling kompleks karena melibatkan pelaku pendidikan yang terlibat dan dapat memperoleh manfaat dari proses kreasi pengetahuan, inovasi, dan partisipasi dalam pembelajaran seumur hidup. Perubahan kurikulum diharapkan dapat meningkatkan keterampilan kolaborasi, komunikasi, berpikir kreatif, inovasi, dan berpikir kritis. Guru dapat mencontohkan keterampilan ini kepada siswa-siswa mereka melalui pengembangan professional yang mereka alami sendiri. Di sini guru dapat mengembangkan keterampilan yang lebih rumit dalam penggunaan teknologi dan keterampilan kolaborasi dengan rekan kerja untuk merancang pembelajaran berbasis proyek yang menantang bagi siswa.

UNESCO. 2008. ICT Competency Standards for Teachers: Policy Framework. p. 9. UNESCO. 2008. ICT Competency Standards for Teachers: Policy Framework.

UNESCO mengusulkan sebuah matriks yang mengkombinasikan literasi teknologi, pendalaman pengetahuan, dan kreasi pengetahuan dengan 6 komponen dari kebijakan, kurikulum, asesmen, pedagogi, penggunaan teknologi, pengelolaan sekolah dan administrasi, serta pengembangan professional guru3. Setiap sel dari matriks ini terdiri atas satu modul dalam Kerangka Kerja ICT-CFT4.

C. Adaptasi Kerangka Kerja ICT-TF UNESCO untuk Standar Kompetensi Guru di Indonesia Beberapa opsi yang dapat dipertimbangkan untuk menyusun Kerangka Kerja Kompetensi TIK adalah: 1) Mengacu pada peraturan yang berlaku dalam Permendiknas No 16 Tahun 2007, adaptasi Kerangka Kerja ICT-CFT dilandasi oleh 4 standar kompetensi inti guru (Kompetensi Kepribadian, Pedagogik, Sosial dan Profesional). Keempat kompetensi ini diharapkan tercermin ke dalam kinerja guru. Kerangka Kerja dan Standar Kompetensi TIK untuk Guru diintegrasikan dengan rancangan matriks seperti di bawah ini. Literasi Kepribadian Pedagogik Sosial Profesional 2) Mengintegrasikannya dengan kerangka kerja keterampilan Abad ke-21. Kerangka keterampilan ini fokus pada hasil pembelajaran siswa dan system dukungan yang diperlukan. Kerangka kerja ini mengukur kinerja dengan capaian komponen pendukung yang digambarkan oleh diagram setengah lingkaran, yaitu lingkungan pembelajaran, pengembangan professional, kurikulum, dan pembelajaran. Pendalaman Pengetahuan Kreasi Pengetahuan

3 4

UNESCO. 2008b. ICT Competency Standards for Teachers: Implementation Guidelines. UNESCO. 2008c. ICT Competency Standards for Teachers: Competency Standards Modules.

3) Tahapan Adopsi ICT dan tingkat kompetensi Guru di Indonesia 2015 tingkat adopsi: emerging and applying untuk literasi dan knowledge deepening 2025 tingkat adopsi: infusing untuk mencapai peserta didik yang cerdas dan kompetitif 2045 tingkat adopsi: transforming untuk mencapai generasi emas

BAB IV. PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai