Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nyak Oemar Ayri

Nim : 201842067
Jurusan : Perbankan Syari’ah (Unit 3)
Mata Kuliah : Manajemen Dana Bank Syari’ah

A. Peranan Bank Syari’ah


Setelah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 direvisi menjadi UU No. 10 Tahun
1998, maka kedudukan bank syari’ah di Indonesia menjadi semakin kuat, bahkan
disana tertulis bahwa bank konvensional diperbolehkan untuk membuka unit yang
berbasis syari’ah. Adopsi perbankan syari’ah dalam sistem perbankan nasional
bukanlah semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan penduduk Indonesia yang
secara kebetulan di dominasi oleh penduduk beragama Muslim, namun lebih kepada
adanya faktor keunggulan atau manfaat lebih pada perbankan syari’ah dalam
menjembatani perekonomian. Bila kita melihat kembali pada peristiwa di tahun 1997,
dimana pada saat itu sedang terjadi krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia,
termasuk negara kita.
Hal ini menjadi bukti bahwa efek negatif yang ditimbulkan dari sistem bunga
yang diterapkan oleh bank konvensional sangatlah besar terhadap inflansi, investasi,
produksi, pengangguran, dan kemiskinan hingga memorak-porandakan hampir semua
aspek sendi kehidupan ekonomi dan sosial politik negara kita. Seperti yang kita
ketahui pada bank syari’ah, sistem yang digunakan adalah sistem bagi hasil pada
akhir tahun (bukan sistem bunga seperti yang dilakukan oleh bank konvensional).
Return yang diberikan kepada nasabah pemilik dana ternyata jauh lebih besar
ketimbang bunga deposito yang diberikan bank konvensional. Itu alasan yang
menjadikan bank syari’ah tetap kokoh dan tidak berpengaruh oleh krisis yang terjadi.
Bank syari’ah mempunyai banyak keunggulan karena tidak hanya bersandarkan pada
syari’ah saja, tetapi sifatnya yang terbuka sehingga tidak mengkhususkan diri bagi
nasabah muslim saja, tetapi juga bagi nonmuslim. Ini membuktikan bahwa bank
syari’ah membuka peluang yang sama terhadap semua nasabah dan tidak
membedakan nasabah.
Pada perbankan syari’ah, bank menjadi manajer investasi, wakil, atau pemegang
amanat (Custodian) dari pemilik dana atas investasi di sektor riil. Dengan demikian,
seluruh keberhasilan dan resiko dunia usaha atau pertumbuhan ekonomi secara
langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga menciptakan suasana
harmoni. Skema produk perbankan syari’ah secara alami merujuk kepada dua
kategori kegiatan ekonomi, yakni produksi dan distribusi. Kategori pertama
difasilitasi melalui skema profit sharing (mudharabah) dan partnership
(musyarakah), sedangkan kegiatan distribusi manfaat hasil-hasil produk dilakukan
melalui skema jual beli (murabahah) dan sewa menyewa (ijarah). Berdasarkan sifat
tersebut , kegiatan lembaga keuangan dan bank syari’ah dapat dikategorikan sebagai
investment banking dan merchat/commercial banking. Artinya bank syari’ah dapat
melakukan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan aktivitas investasi (sektor
riil)maupun sektor moneter. Sektor riil dapa dilakukan dengan aktivitas pendanaan
berbasis bagi hasil maupun dengan margin keuntungan untuk produk jual beli,
sedangkan untuk sektor moneter, bank syari’ah melakukan aktivitas tabungan atau
deposito dengan mekanisme bagi hasil.
Adanya bank syari’ah diharapkan dapat mendukung strategi pengembangan
ekonomi regional, memfasilitasi segmen pasar yang belum terjangkau atau tidak
berminat dengan bank konvensional, memfasilitasi distribusi utilitas barang modal
untuk kegiatan produksi melalui skema sewa menyewa (ijarah). Sementara itu, dalam
kegiatan komersial, perbankan syari’ah apat mengambil posisi dalam kegiatan
mendukung pengadaan faktor-faktor produksi, mendukung perdagangan antar daerah
dan ekspor,mendukung penjualan hasil-hasil produk kepada masyarakat.

B. Perbedaan Sistem Bunga Dan Bagi Hasil


Bunga biasanya digunakan untuk bank konvensional, sedangkan pada bank
syariah disebut sebagai bagi hasil. Bunga dan bagi hasil tersebut diterapkan sebagai
balas jasa yang diberikan oleh pihak bank kepada nasabah dan sejumlah nominal yang
harus dibayarkan nasabah kepada bank jika nasabah memiliki pinjaman kepada bank.
Sistem bunga pada bank konvensional sering kali dikategorikan sebagai riba, yaitu
pengambilan tambahan (premium) sebagai syarat yang harus dibayarkan oleh
peminjam kepada pemberi pinjaman selain pinjaman pokok. Oleh karena itu bank
syariah menggunakan pendekatan lainnya yaitu bagi hasil dengan kebijakan yang
sedikit berbeda, di antaranya sebagai berikut.
Bunga Bagi Hasil
Penentuan tingkat suku bunga dibuat Penentuan besarnya rasio bagi hasil
pada waktu akad dengan pedoman harus dibuat pada waktu akad dengan
selalu untung berpedoman pada kemungkinan untung
rugi.
Besarnya prosentase berdasarkan pada Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. pada jumlah keuntungan yang diperoleh
Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil tergantung pada keuntungan
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan sekiranya itu
proyek yang dijalankan oleh pihak tidak mendapatkan keuntungan maka
nasabah untung atau rugi kerugian akan ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak
Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
meningkat sekalipun jumlah keuntungan dengan peningkatan jumlah pendapatan
berlipat

Selain itu, ada beberapa istilah bunga di bank konvensional, mulai dari bunga flat,
bunga efektif, bunga anuitas, dan bunga mengambang.
1. Bunga flat, yaitu sistem pembayaran bunga bersama cicilan pokok sama setiap
bulannya karena penghitungan dilakukan di awal. Biasanya sistem bunga flat ini
dipakai untuk pembayaran pinjaman jumlah kecil atau kendaraan.
2. Bunga efektif, yaitu besar bunga dihitung berdasarkan nilai pokok yang belum
dibayarkan di setiap akhir periode angsuran. Jadi, makin lama suku bunga makin
kecil seiring sisa hutang pokok berkurang.
3. Bunga anuitas, sistem ini menerapkan komposisi atau porsi yang berbeda-beda
tiap periodenya. Penghitungan bunga di awal akan sangat besar sedangkan cicilan
pokok kecil, makin lama bunga menurun dengan cicilan pokok makin besar.
4. Bunga mengambang, yang mana besaran bunga mengikuti suku bunga pasar. Jika
suku bunga pasar naik maka bunga makin besar begitu pula sebaliknya.

Seperti halnya bunga, bagi hasil memiliki beberapa skema, di antaranya profit
sharing, gross profit sharing, dan revenue sharing.
 Profit sharing, sistem ini dilakukan dengan berbagi keuntungan yang didapat dari
suatu usaha, yaitu selisih antara pendapatan dari usaha setelah dikurangi biaya
lainnya, atau singkatnya, laba bersih.
 Gross profit sharing, sistem ini didapat dari membagikan keuntungan laba kotor
dari usaha.
 Revenue sharing, sistem ini menggunakan pendapatan usaha saja yang dijadikan
dasar penghitungan bagi hasil.

C. Dasar Hukum Bank Syari’ah


Dasar hukum perbankan syari’ah dimulai dari UU No. 7 Tahun 1992 yang
berbunyi : “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan
Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat” kemudian
dilanjutkan dengan Revisi menjadi UU No. 10 Tahun 1997 yang berbunyi : “Bank
Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran”

D. Operasional Produk Bank Syari’ah


Sistem Operasional Bank Syari’ah dimulai dari Penghimpunan Dana (Financing),
Penyaluran Dana (Funding) dan Produk.

Pertama: Sistem operasional bank syariah dimulai dari kegiatan


penghimpunan dana dari masyarakat. Penghimpunan dana dapat dilakukan
dengan skema investasi maupun skema titipan. Dalam penghimpunan dana
dengan skema investasi dari nasabah pemilik dana (Shahibul maal), bank
syari’ah berperan sebagai pengelola dana atau biasa disebut dengan mudharib.

Kedua: Dana yang diterima oleh bank syariah selanjutnya disalurkan kepada
berbagai pihak,antara lain mitra investasi, pengelola investasi, pembeli barang,
dan penyewa barang atau jasa yang disediakan oleh bank syariah. Pada saat
dana disalurkan dalam kegiatan jual beli, bank syari’ah berperan sebagai
pemilik dana.

Ketiga: Dari penyaluran dana kepada berbagai pihak, bank syariah selanjutnya
menerima pendapatan berupa bagi hasil dari investasi,margin dari jual beli dan
fee dari sewa dan berbagai jenis pendapatan yang diperoleh dari instrumen
penyaluran dana lain yang dibolehkan.

Keempat: Pendapatan yang diterima dari kegiatan penyaluran selanjut


dibagikan kepada nasabah pemilik dana atau penitip dana. Penyaluran dana
kepada pemilik dana bersifat wajib sesuai dengan porsi bagi hasil yang
disepakati. Adapun penyaluran dana kepada nasabah penitip dana bersifat
sukarela tanpa ditetapkan di muka sebelumnya dan biasa disebut dengan
istilah bonus.

Kelima: Selain melaksanakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran, bank


syari’ah dalam sistem operasionalnya juga mmemberikan layanan jasa
keuangan seperti jasa ATM, transfer, letter of credit, bank garansi dan lain
sebagaiannya. Oleh karena jasa tersebut dilakukan tanpa menggunakan dana
dari pemilik dana maupun penitip dana, maka pendapat yang di peroleh dari
jasa tersebut dapat di miliki sepenuhny oleh bank syariah tanpa harus di bagi.
Dengan demikian,sistem operasional bank syariah dapat disimpulkan terdiri
atas sistem penghimpunan, sistem penyaluran dana yang dihimpun, dan sistem
penyediaan jasa keuangan. Jika di bandingkan dengan antara sistem
operasional bank syari’ah dengan bank konvensional, perbedaannya terletak
pada mekanisme pemerolehan keuntunganpada pihak-pihak yang terlibat
dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bank. Mekanisme
pemerolehan pendapat pada bank konvensional menggunakan sistem
bunga,yaitu sistem yang menjanjikan pihak yang menyimpan uangnya atau
yang menyalurkan dananya dengan persentase tertentu terhadap dana yang
disimpan atau disalurkan

Anda mungkin juga menyukai