Anda di halaman 1dari 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/337102069

Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Article · November 2019

CITATIONS READS

0 25,124

1 author:

Alfina Sindy Prastiani


Universitas Djuanda
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

References study View project

All content following this page was uploaded by Alfina Sindy Prastiani on 08 November 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Alfina Sindy Pastiani
C.1710141
Manajemen

Perkembangan Perbankan
Syariah di Indonesia
Alfina Sindy Prastiani/C.1710141
Fakultas Ekonomi, Manajemen
Universitas Djuanda

1. Abstrak
Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan hukum islam. Indonesia yang mayoritas
penduduknya adalah muslim memberikan ruang yang cukup luas bagi
perkembangan bank syariah. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia
telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan bank syariah di Indonesia
hingga saat ini. Penelitian ini menggunakan metode deskriftif kualitatif dan
dilampirkan data-data mengenai persebaran kantor perbankan syariah di
Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perkembangan perbankan
syariah di Indonesia sangat pesat hingga saat ini.

2. Pendahuluan
2.1 Latar Belakang
Dalam sektor riil bank syariah membawa dampak secara langsung
bagi kemajuan pembangunan nasional, dengan diterapkannya larangan
adanya riba (bunga) maka dana yang dikelola oleh bank syariah akan
disalurkan secara langsung kepada sektor-sektor riil yang ada
Selain itu, pada sektor investasi bank syariah dapat dikatakan
memiliki andil yang besar dalam kemampuannya untuk menarik investasi
negara asing ke Indonesia, sehingga peluang investasi syariah yang dilihat
cukup besar di Indonesia membuat negara-negara asing menanamkan
modalnya di Indonesia.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah merupakan bukti pengakuan pemerintah bahwa
pengaturan mengenai perbankan syariah yang selama ini ada belum secara
spesi dirumuskan perundangan perbankan syariah secara khusus. Sejumlah
perundangan memang telah disusun sebelumnya, yaitu Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 merupakan landasan bagi operasionalisasi perbankan syariah yang
saat itu dianggap sebagai bank dengan sistem bagi hasil (pro) dan belum
secara spesi perbankan dengan nilai-nilai syariah sebagai basis
operasionalnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Perbankan,
yang di dalamnya diatur bank berdasarkan prinsip bagi hasil, kemudian
mempertegas bagaimana bank bagi hasil ini bekerja dalam perekonomian
nasional. Sebagaimana disebutkan di dalamnya, yang dimaksud Bank Bagi
Hasil adalah Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan
kegiatan semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil.3 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 yang lahir kemudian merubahan peraturan
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang
Perbankan semakin memperkuat kehadiran perbankan syariah di
Indonesia. Eksistensi perbankan syariah diakui secara eksplisit melalui
Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa bank berdasarkan usahanya
dibedakan menjadi bank konvensional dan bank berdasarkan Prinsip
Syariah, yang meliputi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Seiring dengan makin tingginya kebutuhan akan lembaga
keuangan berbasis syariah, maka Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah pun lahir yang secara spesi prinsip syariah
bekerja di Indonesia. Selain sejumlah peraturan perundangan terkait
perbankan syairiah, sebagaimana disebutkan di atas, perkembangan
perbankan syariah di Indonesia juga didukung oleh otoritas keagamaan
dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara aktif
memberikan fatwa-fatwa hukum terkait aktivitas umat di bidang ini.
Fatwa-fatwa hukum MUI ada kalanya bersumber dari Dewan Syariah
Nasional yang memang bertugas secara khusus mendampingi industri

Universitas Djuanda 2
perbankan syariah maupun dari MUI sendiri secara langsung sebagi
jawaban atas berbagai persoalan umat.
Jumlah penduduk muslim di Indonesia yang besar dan juga
dukungan perundangan maupun fatwa hukum Islam yang memadai, mau
tidak mau membawa tuntutan bagi pengelola perbankan syariah untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keuangan berbasis nilai-nilai syariah.
Tuntutan semacam ini adalah wajar mengingat ekspektasi yang tinggi
terhadap perbankan syariah juga dikaitkan dengan keyakinan transenden
bahwa sistem inilah yang relevan dengan umat Islam demi mencapai
kesejahteraan duniawi dan ukhrawi. Untuk itulah artikel ini dimaksudkan
untuk menganalisa kerangka pengembangan perbankan syariah di
Indonesia dan membandingkannya dengan capaian-capaian di bidang
kinerja keuangan untuk melihat lebih kauh kontribusi industri yang
berkembang pesat ini bagi pembangunan nasional.
2.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Bank Konvensional dan Bank Syariah ?
b. Apa saja persamaan dan perbedaan Bank Konvensioanl dan Bank
Syariah?
c. Bagaimana perkembangan perbankan syariah di Indonesia ?
2.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan:
a. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Bank Syariah dan Bank
Syariah.
b. Untuk memahami mengenai persamaan dan perbedaan Bank
Konvensioal dan Bank Syariah.
c. Untuk menambah pengetahuan mengenai perkembangan perbankan
syariah di Indonesia.
2.4 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tertera diatas, masalah yang
diteliti berpacu pada Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia.
Adapun pada penelitian ini membatasi masalah bahwa penelitian ini tidak
membahas tentang Perkembangan Perbankan Konvensional di Indonesia.

Universitas Djuanda 3
2.5 Kerangka Pemikiran
Perkembangan perbankan syariah tergolong cepat, salah satu
alasannya ialah karena adanya keyakinan kuat di kalangan masyarakat
muslim bahwa perbankan konvensional itu mengandung unsur riba yang
dilarang oleh agama islam. Dengan adanya Undang-Undang No.10 tahun
1998 yang merupakan penyempurnaan terhadap Undang-Undang No.7
tahun 1992 beserta peraturan-peraturan pendukungnya memberikan
keterangan dan peluang yang cukup besar bagi perkembangan perbankan
syariah di Indonesia.

2.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dapat disimpulkan
hipotesis sebagai berikut “Mayoritas penduduk muslim di Indonesia,
menunjang perkembangan perbankan syariah di Indonesia”.
3. Tinjauan Literatur
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak
ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Maumalat sebagai bank
syariah pertama dan menjadi pioner bagi bank syariah lainnya telah lebih
dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank
konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah
menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi
karena kegagalan system bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan
system syariah dapat tetap eksis dan mamapu bertahan.
Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda
dunia pada penghujung akhr tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali
membuktikan daya tahannya dari terpaan kkrisis. Lembaga-lembaga
keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungannya, kenyamanan
serta kemananan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga,
peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.
Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank Muamalat melewati
krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang
semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah

Universitas Djuanda 4
dan pada krisis keuangan tahun 2008, bank Muamalat bahkan mampu
memperoleh laba Rp.300 M lebih.
4. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif kualitatif. Peneliti disini
menggunakan kajian studi pustaka mencari informasi lewat buku, internet dan
literatur lainnya untuk membentuk sebuah landasan teori. Penelitian ini juga
untuk menelaah sumber-sumber tertulis seperti jurnal ilmiah, buku, karangan
ilmiah, serta sumber-sumber lain baik dalam bentuk tulisan atau dalam format
digital yang relevan dan berhubungan dengan objek yang sedang diteliti.
Adapun yang menjadi objek kajian penelitian ini adalah berupa teks-teks atau
tulisan-tulisan yang menggambarkan dan memaparkan tentang sejarah dan
perkembangan Bank Syariah di indonesia.
5. Pembahasan
5.1 Bank Konvensional dan Bank Syariah
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya
didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang,
meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai
banknote. Sedangkan menurut undang-undang perbankan bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
Secara Etimologi Kata bank berasal dari bahasa Italia banque atau
Italia banca yang berarti bangku. Para bankir Florence pada masa
Renaissans melakukan transaksi mereka dengan duduk di belakang meja
penukaran uang, berbeda dengan pekerjaan kebanyakan orang yang tidak
memungkinkan mereka untuk duduk sambil bekerja.
Menurut UU No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998
tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi
tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan
memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan
dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank

Universitas Djuanda 5
lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa
mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro,
tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang
menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat.
Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada
masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk
mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut.
Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Indonesia dalam
menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan
prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat
banyak.
Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai
penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter
dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan
yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Dari pengertian
diatas, dapat dipahami bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak
dibidang keuangan dan segala aktivitasnya selalu berkaitan dengan
keuangan. Adapun dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank di
Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip konvensional dan berdasarkan prinsip syariah.
Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peran
penting dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 Bank Konvensional yaitu bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang mana dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran berdasarkan prosedur dan
ketentuan yang telah ditetapkan.

Universitas Djuanda 6
Sedangkan menurut para ahli bank konvensioal adalah tempat
untuk menyalurkan modal dari orang-orang yang tidak dapat
menggunakan uang secara menguntungkan kepada mereka yang dapat
membuat uang lebih produktif untuk menguntungkan masyarakat (Dr.
B.N. Ajuha). Adapun menurut Pierson Bank konvensional adalah entitas
bisnis yang menerima kredit tetapi tidak memberikan kredit. Dalam hal
ini, Bank Operasional hanya pasif, hanya menerima uang yang disetorkan.
Sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas
Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS). Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari
kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor atu unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang
berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari
kantor cabang pembantu syariah atau unit syariah. Selanjutnya Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Prinsip Syriah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan
perbankan (penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan lainnya)
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga Dewan Syariah
Nasional (DSN) yang memiliki kewenangan dalam penetapan datwa di
bidang syariah.
Adapun menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1
Ayat 13 tentang perbankan Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan
modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh

Universitas Djuanda 7
keuntungan (mudharabah) atau pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah). Atau dengan adanya
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
5.2 Persamaan dan Perbedaan Bank Konvensioanl dan Bank Syariah
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme
transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum
memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan
keuangan, dan sebagainya. Namun tentu saja terdapat banyak perbedaan di
antara keduanya. Perbedaan tersebut menyangkut beberapa aspek :
 Lembaga Penyelesai Sengketa
Jika pada perbankan syariah terdapat perselisihan antara bank dan
nasabahnya , kedua belah pihak menyelesaikannya sesuai tata cara dan
hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan
atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama
Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI. Sedangkan bank
konvensional menyelesaikannya di peradilan negeri.
 Sistem Operasional
Bank syariah tentu saja mengikuti aturan syariat islam. Semua kegiatan
operasional yang dijalankan di bamk syariah akan dilakukan
berdasarkan ketentuan yang telah dikeluarkan melalui fatwa MUI yang
diambil berdasarkan ketentuan-ketentuan syariat islam. Sementara iu,
bank konvensional akan berjalan berdasarkan standar operasional
perbankan yang telah ditetapkan pemerintah dan tunduk pada aturan
hukum yang berlaku di Indonesia.
 Cara Mengelola Dana
Pada bank syariah dana nasabah yang diterima dalam bentuk titipan
ataupun investasi tidak bisa dikelola pada semua lini bisnis secara
secara sembarangan. Pengelolaan dan investasi yang dilakukan bank
syariah harus berdasarkan syariat islam. Sementara itu pengelolaan

Universitas Djuanda 8
dana dalam bank konvensional dapat dilakukan pada berbagai lini
bisnis yang diaggap aman dan menguntungkan.
 Cara Membagi Keuntungan
Dalam kegiatan operasionalnya, kedua bank baik konvensional
maupun syariah sama-sama membutuhkan sejumlah keuntungan.
Namun masing-masing bank menerapkan perhitungan yang berebeda
dalam hal keuntungan bisnis usaha. Bank syariah tidak menerapkan
sistem bunga pada layanan mereka melainkan menggunakan sistem
bagi hasil dan mendapatkan sejumlah keuntungan dari sistem tersebut.
Sementara dalam bank konvensional, jelas dikatakan dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa bank konvensional menjalankan
usaha secara konvensional dan memberikan keuntungan dalam jumlah
tertentu dalam bentuk suku bunga bagi nasabahnya.
 Lingkungan Kerja dan Corporate Culture
Sudah selayaknya bank syariah memiliki lingkugan kerja yang sejalan
dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq
harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas
eksekutif muslim yang baik. Di samping itu, karyawan bank syariah
harus skillful dan profesional (fathanah), dan mampu melakukan tugas
secara team-work di mana informasi merata di seluruh fungsional
organisasi (tabligh). Demikian pula dalam hal reward dan punishmant,
diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan dengan syariah. Selain
itu cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan
cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan
yang membawa nama besar Islam. Sementara itu bank konvensional
secara garis besar tidak jauh berbeda dengan bank syariah namun bank
konvensional tidak menggunakan prinsip syariah melainkan secara
konvensional.
5.3 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
5.3.1 Latar Belakang Perbankan syariah
Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah
sebagai pilar ekonomi islam mulai dilakukan.para tokoh yang terlibat

Universitas Djuanda 9
dalam kajian tersebut adlah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawan
Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Azis, dan lain-lain. beberapa
uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di
antaranya adlaah Baitut Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat
tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa
dlaam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.

Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank


islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990
menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di
Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih
mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di
Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat
Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank
Islam di Indonesia. Kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan
MUI,bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua
pihak terkait.

5.3.2 Sejarah Perbankan Syariah


Secara mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, maka
hadirnya bank syariah sudah menjadi obsesi banyak orang bahkan
sebelum Indonesia merdeka. Sejarah mencatat K.H Mas Mansyur,
ketua pengurus besar Muhammadiyah periode 1937-1944 pernah
menyatakan kalau umat Islam di Indonesia terpaksa mengunakan
jasa bank konvensional karena belum memiliki lembaga yang bebas
riba.
Di tahun 1983 pemerintah Indonesia pernah berencana
menerapkan “sistem bagi hasil” dalam berkreditan yang merupakan
konsep dari perbankan syariah. Saat itu kondisi perbankan Indonesia
memang parah-parahnya karena Bank Indonesia tidak bisa
mengendalikan tingkat suku bunga di bank-bank yang membumbung
tinggi. Sehingga pemerintah mengeluarkan deregulasi tanggal 1 Juni

Universitas Djuanda 10
1983 yang menimbulkan kemungkinan bank mengambil untung dari
bagi hasil sistem kredit.
Namun lima tahun kemudian, pemerintah menganggap bisnis
perbankan harus dibuka seluas-luasnya untuk menunjang
pembangunan. Dan tanggal 27 Oktober 1988, pemerintah pun
mengeluarkan Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober
(PAKTO) untuk meliberalisasi perbankan. Nah, meskipun lebih
banyak bank konvensional yang berdiri, beberapa bank daerah yang
berasaskan syariah juga mulai bermunculan. Tahun 1990, MUI
membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di
Indonesia. Nah, ini merupakan cikal bakal lahirnya perbankan
syariah di Indonesia. Pada tahun 1991, bank syariah pertama di
Indonesia yaitu Bank Muamalat pun lahir.
Saat krisis ekonomi tahun 1998 yang menyebabkan Presiden
Soeharto lengser, para bankir sempat heran mengapa Bank
Muamalat bisa bertahan dari krisis yang membuat belasan bank
konvensional lain tersungkur tak berdaya. Terinspirasi dengan
tegarnya Bank Muamalat menghadapi krisis, maka berdirilah Bank
Syariah Mandiri, bank syariah kedua di Indonesia. Bank Syariah
Mandiri ini merupakan gabungan dari beberapa bank yang dimiliki
BUMN yang kebetulan terimbas krisis di tahun 1998.
Tentu saja para bankir kembali bertaruh apakah bank ini akan
bertahan atau tidak. Mereka yakin, kalau Bank Syariah Mandiri bisa
bertahan maka perbankan syariah ternyata punya masa depan
menjanjikan di Indonesia. Siapa sangka akhirnya Bank Syariah
Mandiri ternyata cukup sukses dan jadi penyemangat munculnya
beragam bank syariah lainnya di Indonesia. Saat ini keberadaan bank
syariah di Indonesia sudah diatur dalam UU no 10/ 1998 tentang
Perubahan UU No. 7 1992 tentang perbankan. Dalam beberapa tahun
belakangan ini, sudah banyak bermunculan bank-bank syariah baru
di Indonesia. Bahkan, agar tidak kalah bersaing dengan bank

Universitas Djuanda 11
konvensional yang menguasai pasar di Indonesia, mereka sudah
mulai berinovasi dengan meluncurkan produk seperti Kartu Kredit.
 PT Bank Muamalat Indonesia (BMI)
Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim
Perbankan MUI tersebut di atas. Akte Pendirian PT Bank
Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November
1991. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul
komitmen pembelian saham sebanyak Rp84 miliar.
Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturahmi
Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen
modal disetor awal sebesar Rp106.126.382.000,00. Dengan
modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat
Indonesia mulai beroperasi. Hingga September 1999, Bank
Muamalat Indonesia telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar
di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan
Makassaar.
Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia,
keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian yang
optimal dalam tatanam industri perbankan nasional. Landasan
hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya
dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil” tidak
terdapat rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha
yang diperbolehkan. Hal ini sangat jelas tercantum dari UU No. 7
Tahun 1992, di mana pembahasan perbankan dengan sistem bagi
hasil diuraikan hanya sepintas lalu dan merupakan “sisipan”
belaka.
 Era Reformasi dan Perbankan Syariah
Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi
ditandai dengan disetujuinya Undang-Undang No.10 Tahun 1998.
Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan
hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut

Universitas Djuanda 12
juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk
membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri sendiri
total menjadi bank syariah.

Peluang tersebut ternyata dismabut antusias oleh


masyarakat perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan
pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi para stafnya.
Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi
atau cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan
berencana mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah.
Hal demikian diantisipasi oelh Bank Indonesia dengan
mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah” bagi para pejabat
Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang
berkaitan langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian da
Pengaturan Perbankan), kredit, pengawasan, akuntansi, riset dan
moneter.

a. Bank Umum Syariah


Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan bank milik
pemerintah pertama yang melandaskan operasionalnya pada
prinsip syariah. Secara struktural, BSM berasal dari Bank
Susila Bakti (BSM), sebagai salah satu anak perusahaan di
lingkup Bank Mandiri (ex BDN), yang kemudian
dikonversikan menjadi bank syariah secara penuh. Dalam
rangka melancarkan proses konversi menjadi bank syariah,
BSM menjalin kerja sama dengan Tazkia Institute, terutama
dalam bidang pelatihan dan pendampingan konversi.
Sebagai salah satu bank yang dimiliki oleh Bank
Mandiri yang memiliki aset ratusan triliun dan networking
yang snagat luas, BSM memiliki beberapa keunggulan
komparatif dibanding pendahulunya. Demikian juga
perkembangan politik terakhir di Aceh menjadi blessing in
disguise bagi BSM. Hal ini karena BSM akan menyerahkan

Universitas Djuanda 13
seluruh cabang Bank Mandiri di Aceh kepada BSM untuk
dikelola secara syariah. Langkah besar ini jelas akan
menggelembungkan asaet BSM dari posisi pada akhir tahun
1999 sejumlah Rp.400.000.000.000,00 (empat ratus miliar
rupiah) menjadi di atas 2 hingga 3 triliun. Perkembangan ini
diikuti pula dengan peningkatan jumlah cabang BSM, yaitu
dari 8 menjadi lebih dari 20 buah.
b. Cabang Syariah dari Bank Konvensional
Satu perkembangan lain perbankan syariah di
Indonesia pascareformasi adalah diperkenankannya konversi
cabang bank umum konvensional menajdi cabang syariah.
Beberapa bank yang sudah dan akan membuka cabang
syariah di antaranya:
1. Bank IFI (membuka cabang syariah pada 28 Juni 1999),
2. Bank Niaga (akan membuka cabang syariah),
3. Bank BNI’46 (telah membuka lima cabang syariah),
4. Bank BTN (akan membuka cabang syariah),
5. Bank Mega (akan mengkonversi satu bank konvensional
anak perusahaannya menjadi bank syariah),
6. Bank BRI (akan membuka cabang syariah),
7. Bank Bukopin (tengah melakukan program konversi untuk
cabang Aceh),
8. BPD JABAR (telah membuka cabang syariah di
Bandung),
9. BPD Aceh (tengah menyiapkan SDM untuk konversi
cabang),
Catatan: data per November 2000

Jumlah Kantor Layanan Syariah Dari Unit Usaha Syariah Juli 2019

No. Indikator 2016 2017 2018 2019


1 Bank Danamon 473 398 401 401
2 Bank Permata 308 303 299 295

Universitas Djuanda 14
3 Bank Maybank Indonesia 391 379 372 369
4 Bank CIMB Niaga 111 96 119 120
5 Bank OCBC NISP 277 282 256 244
6 Bank Sinarmas 39 39 39 153
7 Bank Tabungan Negara 45 150 298 298
8 BPD DKI 182 214 242 244
9 BPD DIY 31 34 34 34
10 BPD Jateng 145 150 156 156
11 BPD Jatim 191 191 191 191
12 BPD Sumut 121 121 121 121
13 BPD Jambi 7 22 29 30
14 BPD Sumbar 34 33 31 31
15 BPD Riau dan Kepri 52 52 52 52
16 BPD Sumsel dan Babel 15 15 18 20
17 BPD Kalsel 48 48 48 48
18 BPD Kalbar 65 65 65 65
19 BPD Kaltim 26 26 26 26
20 BPD Nusa Tenggara Barat 6 6 - -
Jumlah 2.567 2.624 2.797 2.898
Tabek 1.1 Jaringan Kantor Individual Perbankan Syariah Juli 2019

Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah


berdasarkan laporan tahunan OJK (Juli 2019). Secara kuantitas,
pencapaian penyebaran kantor individual perbankan syariah sungguh
membanggakan dan terus mengalami peningkatan dalam jumlah bank.
Jika pada tahun 2016 hanya terdapat 2.567 kantor layanan syariah dari unit
usaha syariah maka pada tahun 2019 sudah mencapai 2.898. Kantor
layanan syariah mengalami perkembangan setiap tahunnya pada tahun
2017 terdapat 2.624 dan pada tahun 2018 terdapat 2.797 kantor layanan
yang terdiri dari 20 bank.

No. Kelompok Bank Kantor Pusat Kantor Cabang Kantor Kas

Universitas Djuanda 15
2018 2019 2018 2019 2018 2019
Bank Umum Syariah 478 478 1.199 1.218 198 200
1 Bank Aceh Syariah 26 26 88 89 27 27
2 BPD NTB Syariah 13 13 22 23 4 4
Bank Muamalat
3 83 82 152 152 57 57
Syariah
Bank Victoria
4 9 9 5 5 - -
Syariah
5 Bank BRI Syariah 52 50 206 208 12 12
Bank Jabar Banten
6 9 9 55 55 1 2
Syariah
7 Bank BNI Syariah 68 68 190 203 17 16
Bank Syariah
8 130 129 423 426 53 55
Mandiri
Bank Mega
9 25 27 35 33 7 6
Syariah
Bank Panin Dubai
10 15 14 3 4 - -
Syariah
Bank Syariah
11 12 12 7 7 4 4
Bukopin
12 BCA Syariah 11 14 12 11 16 17
Bank Tabungan
13 Pensiunan Nasional 24 24 2 2 - -
Syariah
Maybank Syariah
14 1 1 - - - -
Indonesia
Unit Usaha Syariah 153 158 146 157 55 59
Bank Danamon
15 9 10 1 1 - -
Indonesia
16 Bank Permata 11 11 2 2 1 1
17 Bank Maybank 13 14 - 2 - -

Universitas Djuanda 16
Indonesia
18 Bank CIMB Niaga 15 15 - - 3 3
19 Bank OCBC NISP 9 10 - - - -
20 Bank Sinarmas 34 35 2 2 10 12
Bank Tabungan
21 22 22 46 49 7 7
Negara
22 BPD DKI 3 2 12 13 5 5
23 BPD DIY 1 1 5 5 3 3
24 BPD Jateng 4 5 12 13 9 9
25 BPD Jatim 7 7 9 10 - -
26 BPD Sumut 1 1 1 2 - -
27 BPD Jambi 5 5 17 17 - -
28 BPD Sumbar 5 5 4 4 - -
BPD Riau dan
29 2 2 4 4 3 4
Kepri
BPD Sumsel dan
30 3 3 2 2 4 4
Babel
31 BPD Kalsel 2 2 9 9 1 1
32 BPD Kalbar 1 2 4 3 6 6
33 BPD Kaltim 2 2 16 19 2 3
BPD Sulsel dan
34 4 4 - - 1 1
Sulbar
Bank Pembiayaan
119 128 - - 208 242
Rakyat Syariah
Total 750 764 1.345 1.375 461 501

Tabel 1.2 terlihat bahwa Bank Umum Syariah mengalami


peningkatan setiap tahunnya (berdasarkan laporan tahunan OJK). Hal ini
dapat dilihat dari jumlah kantor pusat, jumlah kantor cabang dan jumlah
kantor kas pada tahun 2018 dan 2019. Jumlah kantor pusat pada Bank
Umum Syariah di tahun 2018 dan 2019 adalah 478 bank, jumlah kantor

Universitas Djuanda 17
pusat tidak mengalami peningkatan tetapi masih tergolong baik karena
tidak mengalami penurunan. Pada kantor cabang mengalami peningkatan
sebesar 19 bank tercatat pada tahun 2018 terdapat jumlah BUS sebesar
1.199 dan pada tahun 2019 terdapat jumlah BUS sebesar 1.218.
Sedangkan pada kantor kas jumlah BUS mengalami peningkatan sebesar 2
bank tercatat pada 2018 terdapat 198 dan pada tahun 2019 terdapat 200
bank. Jumlah tersebut berasal dari 14 bank yang ada di Indonesia.

Peningkatan tersebut dapat dilihat juga pada Unit Usaha Syariah


yang berjumlah 20. Pada kantor pusat terdapat peningkatan sejumlah 5,
kantor cabang sejumlah 11 dan pada kantor kas mengalami peningkatan
sejumlah 4. Peningkatan tersebut dapat dilihat berdasarkan laporan tahun
2018 dan 2019.

Sama halnya dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang


mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari jumlah
kantor pusat, kantor cabang dan kantor kas. Kantor pusat mengalami
peningkatan sejumlah 14 lalu terdapat peningkatan yang signifikan
terdapat pada kantor cabang sebesar 30, dan pada kantor kas sebesar 40.

6. Kesimpulan dan Saran


6.1 Kesimpulan
a. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa bank konvensional
menurut para ahli adalah tempat untuk menyalurkan modal dari orang-
orang yang tidak dapat mengembangkan atau membuat keuntungan
dari uang tersebut kepada mereka yang dapat membuat uang lebih
produktif untuk lebih menguntungkan masyarakat. Bahkan menurut
Pierson bank konvensional hanya pasif yang artinya hal ini hanya
menerima uang yg disetorkan. Sedangkan bank syariah adalah bank
yang dalam oprasionalnya mendasarkan prinsip syariah yang dalam hal
ini yaitu prinsip syariah dalam perspektif agama islam.
b. Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki
persamaan seperti teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer, serta syarat umum memperoleh pembiayaan.

Universitas Djuanda 18
Akan tetapi memiliki perbedaan dari prinsip dasar yang digunakan
terutama dalam oprasionalnya.
c. Secara garis besar perkembangan perbankan syariah di indonesia
memiliki peningkatan yang cukup drastis yang dapat dilihat dari
jumlah persebaran kantor pusat bank syariah maupun kantor cabang
bank syariah. Hal itu dapat dibuktikan dengan data yang sudah
disediakan oleh peneliti pada pembahasan perkembangan perbankan
syariah di indonesia.
6.2 Saran
a. Perbankan syariah seharusnya semakin dikembangkan selain jumlah
penyebarannya juga harus dikembangkan sistem yang seharusnya
semakin memudahkan masyarakat untuk menjadi nasabahnya.
b. Perbedaan yang tertanam antara bank konvensional dan bank syariah
sebaiknya dijadikan nilai peluang dan tantangan sehingga dapat
menjadi nilai tambah bagi bank itu sendiri terutama dalam
operasionalnya.
c. Perkembangan perbankan syariah harus harus tetap dioptimalkan
sehingga persebaran bank syariah menjadi lebih pesat lagi yang
berikutnya akan dapat menopang perekonomian negara. Terutama
melihat mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama islam dan
menjadi peluang bagi perbankan syariah itu sendiri.

Universitas Djuanda 19
7. Daftar Pustaka
a. Buku:
 Antonio, Muhammad Syafii. 2001. BANK SYARIAH DARI TERORI
KE PRAKTIK. Jakarta: Gema Insani.
 Soemitra, Andri. 2017. BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH. Jakarta: K E N C A N A.
b. Jurnal:
 Marimin, Agus, Abdul Haris Romdhoni, dan Tira Nur Fitria. 2015.
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam, 01 (02), 75-87.
c. Internet:
 Cermati.com (2017, 13 November). Bank Syariah vs Bank
Konvensional, Inilah 4 Perbedaannya yang Paling Mendasar. Dikutip
pada 11 Oktober 2019.
https://www.google.com/amp/s/www.cermati.com/artikel/amp/bank-
syariah-vs-bank-konvensional-inilah-4-perbedaannya-yang-paling-
mendasar
 Ardiyansyah, Gumelar (2019, 11 Juni). Pengertian Bank Konvesional.
Dikutip pada 11 Oktober 2019 dari GuruAkutansi.co.id:
https://guruakuntansi.co.id/bank-konvensional/
 Cermati.com (2015, 9 Juni). Sejarah dan Perkembangan Bank Syariah
di Indonesia. Dikutip pada 11 Oktober 2019.
https://www.cermati.com/artikel/sejarah-dan-perkembangan-bank-
syariah-di-indonesia

Universitas Djuanda 20

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai