Anda di halaman 1dari 27

PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Perbankan

Disusun oleh:

Early Candra Wibowo

1111190272

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat, rahmat dan hidayahnya
makalah yang berjudul “ “ dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Hukum Perbankan.
Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembacanya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Aceng Asnawi Rohani


selaku dosen mata kuliah Hukum Perbankan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran diperlukan agar dapat diperbaiki kekurangan
yang ada di makalah ini.

Kota Serang, 26 Mei 2022

Early Candra Wibowo,


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i

DAFTAR ISI…………………………………………………………...…………ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1

1.1 Latar
Belakang……………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………..2
1.3 Tujuan…………………………………………………………………3

BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………………….....4

2.1 Bank Konvensional dan Bank Syariah…………………………………


4

2.2 Persamaan dan Perbedaan Bank Konvensional dan Bank


Syariah……..6

2.2.1 Lembaga Penyelesaian


Sengketa…………………………….7

2.2.2 Sistem Operasional…………………………………………..7

2.2.3 Cara Mengelola Dana………………………………………..7

2.2.4 Cara Membagi


Keuntungan………………………………….7

2.2.5 Lingkungan Kerja dan Corporate Culture……………………


8

2.3 Perkembangan Perbankan Syariah di


Indonesia………………………..8

2.3.1 Latar Belakang Perbankan


Syariah…………………………..8
2.3.2 Sejarah Perbankan Syariah…………………………………..9

2.3.2.1 PT Bank Muamalat Indonesia (BMI)


……………..10

2.3.2.2 Era Reformasi dan Perbankan Syariah……………


10

a. Bank Umum
Syariah……………………...10
b. Cabang
Syariah…………………………...10

BAB III
PENUTUP……………………………………………………………...17

3.1
Kesimpulan…………………………………………………………...17

3.2 Saran………………………………………………………………….17

DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………….19
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam sektor riil bank syariah membawa dampak secara langsung bagi
kemajuan pembangunan nasional, dengan diterapkannya larangan adanya riba
(bunga) maka dana yang dikelola oleh bank syariah akan disalurkan secara
langsung kepada sektor-sektor riil yang ada.

Selain itu, pada sektor investasi bank syariah dapat dikatakan memiliki
andil yang besar dalam kemampuannya untuk menarik investasi negara asing ke
Indonesia, sehingga peluang investasi syariah yang dilihat cukup besar di
Indonesia membuat negara-negara asing menanamkan modalnya di Indonesia.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan


Syariah merupakan bukti pengakuan pemerintah bahwa pengaturan mengenai
perbankan syariah yang selama ini ada belum secara spesi dirumuskan
perundangan perbankan syariah secara khusus. Sejumlah perundangan memang
telah disusun sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 merupakan landasan bagi
operasionalisasi perbankan syariah yang saat itu dianggap sebagai bank dengan
sistem bagi hasil (pro) dan belum secara spesi perbankan dengan nilai-nilai
syariah sebagai basis operasionalnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang di


dalamnya diatur bank berdasarkan prinsip bagi hasil, kemudian mempertegas
bagaimana bank bagi hasil ini bekerja dalam perekonomian nasional.
Sebagaimana disebutkan di dalamnya, yang dimaksud Bank Bagi Hasil adalah
Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan semata-
mata berdasarkan prinsip bagi hasil.3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
yang lahir kemudian merubahan peraturan perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 1992 tentang Perbankan semakin memperkuat kehadiran
perbankan syariah di Indonesia. Eksistensi perbankan syariah diakui secara
eksplisit melalui Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa bank berdasarkan
usahanya dibedakan menjadi bank konvensional dan bank berdasarkan Prinsip
Syariah, yang meliputi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.

Seiring dengan makin tingginya kebutuhan akan lembaga keuangan


berbasis syariah, maka Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah pun lahir yang secara spesi prinsip syariah bekerja di Indonesia. Selain
sejumlah peraturan perundangan terkait perbankan syairiah, sebagaimana
disebutkan di atas, perkembangan perbankan syariah di Indonesia juga didukung
oleh otoritas keagamaan dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
secara aktif memberikan fatwa-fatwa hukum terkait aktivitas umat di bidang ini.
Fatwa-fatwa hukum MUI ada kalanya bersumber dari Dewan Syariah Nasional
yang memang bertugas secara khusus mendampingi industri perbankan syariah
maupun dari MUI sendiri secara langsung sebagi jawaban atas berbagai persoalan
umat.
Jumlah penduduk muslim di Indonesia yang besar dan juga dukungan
perundangan maupun fatwa hukum Islam yang memadai, mau tidak mau
membawa tuntutan bagi pengelola perbankan syariah untuk meningkatkan
kualitas pelayanan keuangan berbasis nilai-nilai syariah. Tuntutan semacam ini
adalah wajar mengingat ekspektasi yang tinggi terhadap perbankan syariah juga
dikaitkan dengan keyakinan transenden bahwa sistem inilah yang relevan dengan
umat Islam demi mencapai kesejahteraan duniawi dan ukhrawi. Untuk itulah
artikel ini dimaksudkan untuk menganalisa kerangka pengembangan perbankan
syariah di Indonesia dan membandingkannya dengan capaian-capaian di bidang
kinerja keuangan untuk melihat lebih kauh kontribusi industri yang berkembang
pesat ini bagi pembangunan nasional.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Bank Konvensional dan Bank Syariah?


b. Apa saja persamaan dan perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah?
c. Bagaimana perkembangan perbankan syariah di Indonesia?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai Bank Konvensional dan Bank


Syariah
b. Untuk memahami mengenai persamaan dan perbedaan Bank Konvensional
dan Bank Syariah
c. Untuk menambah pengetahuan mengenai perkembangan perbankan
syariah di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan


dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Sedangkan menurut
undang-undang perbankan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.

Secara Etimologi Kata bank berasal dari bahasa Italia banque atau Italia
banca yang berarti bangku. Para bankir Florence pada masa Renaissans
melakukan transaksi mereka dengan duduk di belakang meja penukaran uang,
berbeda dengan pekerjaan kebanyakan orang yang tidak memungkinkan mereka
untuk duduk sambil bekerja.

Menurut UU No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang


perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan,
yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.
Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank
sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan
menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang
menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan
menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan
jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan
utama tersebut.

Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup


kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan
demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama
perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat
serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang


kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian
stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan
dan dapat dipertanggungjawabkan. Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa
bank merupakan perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dan segala
aktivitasnya selalu berkaitan dengan keuangan. Adapun dalam menjalankan
kegiatan usahanya, bank di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip konvensional dan berdasarkan
prinsip syariah.
Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peran penting
dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998 Bank Konvensional yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang mana dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran berdasarkan prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan.

Sedangkan menurut para ahli bank konvensioal adalah tempat untuk


menyalurkan modal dari orang-orang yang tidak dapat menggunakan uang secara
menguntungkan kepada mereka yang dapat membuat uang lebih produktif untuk
menguntungkan masyarakat (Dr. B.N. Ajuha). Adapun menurut Pierson Bank
konvensional adalah entitas bisnis yang menerima kredit tetapi tidak memberikan
kredit. Dalam hal ini, Bank Operasional hanya pasif, hanya menerima uang yang
disetorkan.

Sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan


usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS). Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit Usaha Syariah
yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari kantor pusat bank umum
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atu unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah atau unit syariah.
Selanjutnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Prinsip Syriah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan


(penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan lainnya) berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan oleh lembaga Dewan Syariah Nasional (DSN) yang memiliki
kewenangan dalam penetapan datwa di bidang syariah.
Adapun menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 13
tentang perbankan Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum
islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,
antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (mudharabah) atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah). Atau dengan adanya
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).

2.2 Persamaan dan Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki


persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh
pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya.
Namun tentu saja terdapat banyak perbedaan di antara keduanya. Perbedaan
tersebut menyangkut beberapa aspek :

2.2.1 Lembaga Penyelesaian Sengketa

Jika pada perbankan syariah terdapat perselisihan antara bank dan


nasabahnya , kedua belah pihak menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum
materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan
prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah
Indonesia atau BAMUI. Sedangkan bank konvensional menyelesaikannya di
peradilan negeri.

2.2.2 Sistem Operasional

Bank syariah tentu saja mengikuti aturan syariat islam. Semua kegiatan
operasional yang dijalankan di bamk syariah akan dilakukan berdasarkan
ketentuan yang telah dikeluarkan melalui fatwa MUI yang diambil berdasarkan
ketentuan-ketentuan syariat islam. Sementara iu, bank konvensional akan berjalan
berdasarkan standar operasional perbankan yang telah ditetapkan pemerintah dan
tunduk pada aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

2.2.3 Cara Mengelola Dana

Pada bank syariah dana nasabah yang diterima dalam bentuk titipan ataupun
investasi tidak bisa dikelola pada semua lini bisnis secara secara sembarangan.
Pengelolaan dan investasi yang dilakukan bank syariah harus berdasarkan syariat
islam. Sementara itu pengelolaan dana dalam bank konvensional dapat dilakukan
pada berbagai lini bisnis yang diaggap aman dan menguntungkan.

2.2.4 Cara Membagi Keuntungan

Dalam kegiatan operasionalnya, kedua bank baik konvensional maupun


syariah sama-sama membutuhkan sejumlah keuntungan. Namun masing-masing
bank menerapkan perhitungan yang berebeda dalam hal keuntungan bisnis usaha.
Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga pada layanan mereka melainkan
menggunakan sistem bagi hasil dan mendapatkan sejumlah keuntungan dari
sistem tersebut. Sementara dalam bank konvensional, jelas dikatakan dalam
UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa bank konvensional menjalankan
usaha secara konvensional dan memberikan keuntungan dalam jumlah tertentu
dalam bentuk suku bunga bagi nasabahnya.

2.2.5 Lingkungan Kerja dan Corporate Culture

Sudah selayaknya bank syariah memiliki lingkugan kerja yang sejalan dengan
syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq harus melandasi
setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Di
samping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan profesional (fathanah), dan
mampu melakukan tugas secara team-work di mana informasi merata di seluruh
fungsional organisasi (tabligh). Demikian pula dalam hal reward dan punishmant,
diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan dengan syariah. Selain itu cara
berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa
mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar
Islam. Sementara itu bank konvensional secara garis besar tidak jauh berbeda
dengan bank syariah namun bank konvensional tidak menggunakan prinsip
syariah melainkan secara konvensional.

2.3 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

2.3.1 Latar Belakang Perbankan Syariah

Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar
ekonomi islam mulai dilakukan.para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut
adlah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawan Rahardjo, A.M. Saefuddin, M.
Amien Azis, dan lain-lain. beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah
diwujudkan. Di antaranya adlaah Baitut Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat
tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dlaam bentuk
koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.

Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank islam di


Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada
tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan
Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih
mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid
Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk
kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja yang
disebut Tim Perbankan MUI,bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi
dengan semua pihak terkait.

2.3.2 Sejarah Perbankan Syariah

Secara mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, maka hadirnya


bank syariah sudah menjadi obsesi banyak orang bahkan sebelum Indonesia
merdeka. Sejarah mencatat K.H Mas Mansyur, ketua pengurus besar
Muhammadiyah periode 1937-1944 pernah menyatakan kalau umat Islam di
Indonesia terpaksa mengunakan jasa bank konvensional karena belum memiliki
lembaga yang bebas riba.
Di tahun 1983 pemerintah Indonesia pernah berencana menerapkan
“sistem bagi hasil” dalam berkreditan yang merupakan konsep dari perbankan
syariah. Saat itu kondisi perbankan Indonesia memang parah-parahnya karena
Bank Indonesia tidak bisa mengendalikan tingkat suku bunga di bank-bank yang
membumbung tinggi. Sehingga pemerintah mengeluarkan deregulasi tanggal 1
Juni 1983 yang menimbulkan kemungkinan bank mengambil untung dari bagi
hasil sistem kredit.

Namun lima tahun kemudian, pemerintah menganggap bisnis perbankan


harus dibuka seluas-luasnya untuk menunjang pembangunan. Dan tanggal 27
Oktober 1988, pemerintah pun mengeluarkan Paket Kebijaksanaan Pemerintah
Bulan Oktober (PAKTO) untuk meliberalisasi perbankan. Nah, meskipun lebih
banyak bank konvensional yang berdiri, beberapa bank daerah yang berasaskan
syariah juga mulai bermunculan. Tahun 1990, MUI membentuk kelompok kerja
untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Nah, ini merupakan cikal bakal
lahirnya perbankan syariah di Indonesia. Pada tahun 1991, bank syariah pertama
di Indonesia yaitu Bank Muamalat pun lahir.

Saat krisis ekonomi tahun 1998 yang menyebabkan Presiden Soeharto


lengser, para bankir sempat heran mengapa Bank Muamalat bisa bertahan dari
krisis yang membuat belasan bank konvensional lain tersungkur tak berdaya.
Terinspirasi dengan tegarnya Bank Muamalat menghadapi krisis, maka berdirilah
Bank Syariah Mandiri, bank syariah kedua di Indonesia. Bank Syariah Mandiri ini
merupakan gabungan dari beberapa bank yang dimiliki BUMN yang kebetulan
terimbas krisis di tahun 1998.

Tentu saja para bankir kembali bertaruh apakah bank ini akan bertahan atau
tidak. Mereka yakin, kalau Bank Syariah Mandiri bisa bertahan maka perbankan
syariah ternyata punya masa depan menjanjikan di Indonesia. Siapa sangka
akhirnya Bank Syariah Mandiri ternyata cukup sukses dan jadi penyemangat
munculnya beragam bank syariah lainnya di Indonesia. Saat ini keberadaan bank
syariah di Indonesia sudah diatur dalam UU no 10/ 1998 tentang Perubahan UU
No. 7 1992 tentang perbankan. Dalam beberapa tahun belakangan ini, sudah
banyak bermunculan bank-bank syariah baru di Indonesia. Bahkan, agar tidak
kalah bersaing dengan bank konvensional yang menguasai pasar di Indonesia,
mereka sudah mulai berinovasi dengan meluncurkan produk seperti Kartu Kredit.

2.3.2.1 PT Bank Muamalat Indonesia (BMI)

Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI
tersebut di atas. Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada
tanggal 1 November 1991. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini
terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp84 miliar.

Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana


Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar
Rp106.126.382.000,00. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992,
Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi. Hingga September 1999, Bank
Muamalat Indonesia telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta,
Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makassaar.

Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan bank syariah ini
belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanam industri perbankan
nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini
hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil” tidak terdapat
rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal
ini sangat jelas tercantum dari UU No. 7 Tahun 1992, di mana pembahasan
perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu dan merupakan
“sisipan” belaka.

2.3.2.2 Era Reformasi dan Perbankan Syariah

Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan


disetujuinya Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut
diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut
juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang
syariah atau bahkan mengkonversi diri sendiri total menjadi bank syariah.
Peluang tersebut ternyata dismabut antusias oleh masyarakat perbankan.
Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi
para stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau
cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana
mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian diantisipasi
oelh Bank Indonesia dengan mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah” bagi
para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan
langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian da Pengaturan Perbankan), kredit,
pengawasan, akuntansi, riset dan moneter.

a. Bank Umum Syariah

Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan bank milik pemerintah pertama


yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah. Secara struktural, BSM
berasal dari Bank Susila Bakti (BSM), sebagai salah satu anak perusahaan di
lingkup Bank Mandiri (ex BDN), yang kemudian dikonversikan menjadi bank
syariah secara penuh. Dalam rangka melancarkan proses konversi menjadi bank
syariah, BSM menjalin kerja sama dengan Tazkia Institute, terutama dalam
bidang pelatihan dan pendampingan konversi.

Sebagai salah satu bank yang dimiliki oleh Bank Mandiri yang memiliki aset
ratusan triliun dan networking yang snagat luas, BSM memiliki beberapa
keunggulan komparatif dibanding pendahulunya. Demikian juga perkembangan
politik terakhir di Aceh menjadi blessing in disguise bagi BSM. Hal ini karena
BSM akan menyerahkan seluruh cabang Bank Mandiri di Aceh kepada BSM
untuk dikelola secara syariah. Langkah besar ini jelas akan menggelembungkan
asaet BSM dari posisi pada akhir tahun 1999 sejumlah Rp.400.000.000.000,00
(empat ratus miliar rupiah) menjadi di atas 2 hingga 3 triliun. Perkembangan ini
diikuti pula dengan peningkatan jumlah cabang BSM, yaitu dari 8 menjadi lebih
dari 20 buah.

b. Cabang Syariah
Satu perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pascareformasi adalah
diperkenankannya konversi cabang bank umum konvensional menajdi cabang
syariah.

Beberapa bank yang sudah dan akan membuka cabang syariah di antaranya:

1. Bank IFI (membuka cabang syariah pada 28 Juni 1999),

2. Bank Niaga (akan membuka cabang syariah),

3. Bank BNI’46 (telah membuka lima cabang syariah),

4. Bank BTN (akan membuka cabang syariah),

5. Bank Mega (akan mengkonversi satu bank konvensional anak perusahaannya


menjadi bank syariah),

6. Bank BRI (akan membuka cabang syariah),

7. Bank Bukopin (tengah melakukan program konversi untuk cabang Aceh),

8. BPD JABAR (telah membuka cabang syariah di Bandung),

9. BPD Aceh (tengah menyiapkan SDM untuk konversi cabang),

Catatan: data per November 2000

Jumlah Kantor Layanan Syariah Dari Unit Usaha Syariah Juli 2019

NO Indikator 2016 2017 2018 2019


1 Bank 473 398 401 401
Danamon
2 Bank 308 303 299 295
Permata
3 Bank 391 379 372 369
Maybank
Indonesia
4 Bank 111 96 119 120
CIMB
Niaga
5 Bank 277 282 256 244
OCBC
NISP
6 Bank 39 39 39 153
Sinarmas
7 Bank 45 150 298 298
Tabungan
Negara
8 BPD DKI 182 214 242 244
9 BPD DIY 31 34 34 34
10 BPD 145 150 156 156
Jateng
11 BPD Jatim 191 191 191 191
12 BPD 121 121 121 121
Sumut
13 BPD Jambi 7 22 29 30
14 BPD 34 33 31 31
Sumbar
15 BPD Riau 52 52 52 52
dan Kepri
16 BPD 15 15 18 20
Sumsel
dan Babe
17 BPD 48 48 48 48
Kalsel
18 BPD 65 65 65 65
Kalbar
19 BPD 26 26 26 26
Kaltim
20 BPD Nusa 6 6 - -
Tenggara
Barat
TOTAL Jumlah 2.567 2.624 2.797 2.898
Tabel 1.1 Jaringan Kantor Individual Perbankan Syariah Juli 2019

Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah berdasarkan


laporan tahunan OJK (Juli 2019). Secara kuantitas, pencapaian penyebaran kantor
individual perbankan syariah sungguh membanggakan dan terus mengalami
peningkatan dalam jumlah bank. Jika pada tahun 2016 hanya terdapat 2.567
kantor layanan syariah dari unit usaha syariah maka pada tahun 2019 sudah
mencapai 2.898. Kantor layanan syariah mengalami perkembangan setiap
tahunnya pada tahun 2017 terdapat 2.624 dan pada tahun 2018 terdapat 2.797
kantor layanan yang terdiri dari 20 bank.

No Kelompok Kantor Kantor Kantor Kas


Bank Pusat Cabang
Tabel 1.2 terlihat bahwa Bank Umum Syariah mengalami peningkatan
setiap tahunnya (berdasarkan laporan tahunan OJK). Hal ini dapat dilihat dari
jumlah kantor pusat, jumlah kantor cabang dan jumlah kantor kas pada tahun
2018 dan 2019. Jumlah kantor pusat pada Bank Umum Syariah di tahun 2018 dan
2019 adalah 478 bank, jumlah kantor pusat tidak mengalami peningkatan tetapi
masih tergolong baik karena tidak mengalami penurunan. Pada kantor cabang
mengalami peningkatan sebesar 19 bank tercatat pada tahun 2018 terdapat jumlah
BUS sebesar 1.199 dan pada tahun 2019 terdapat jumlah BUS sebesar 1.218.
Sedangkan pada kantor kas jumlah BUS mengalami peningkatan sebesar 2 bank
tercatat pada 2018 terdapat 198 dan pada tahun 2019 terdapat 200 bank. Jumlah
tersebut berasal dari 14 bank yang ada di Indonesia.

Peningkatan tersebut dapat dilihat juga pada Unit Usaha Syariah yang
berjumlah 20. Pada kantor pusat terdapat peningkatan sejumlah 5, kantor cabang
sejumlah 11 dan pada kantor kas mengalami peningkatan sejumlah 4. Peningkatan
tersebut dapat dilihat berdasarkan laporan tahun 2018 dan 2019.

Sama halnya dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang mengalami


peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari jumlah kantor pusat, kantor
cabang dan kantor kas. Kantor pusat mengalami peningkatan sejumlah 14 lalu
terdapat peningkatan yang signifikan terdapat pada kantor cabang sebesar 30, dan
pada kantor kas sebesar 40.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa bank konvensional


menurut para ahli adalah tempat untuk menyalurkan modal dari
orangorang yang tidak dapat mengembangkan atau membuat keuntungan
dari uang tersebut kepada mereka yang dapat membuat uang lebih
produktif untuk lebih menguntungkan masyarakat. Bahkan menurut
Pierson bank konvensional hanya pasif yang artinya hal ini hanya
menerima uang yg disetorkan. Sedangkan bank syariah adalah bank yang
dalam oprasionalnya mendasarkan prinsip syariah yang dalam hal ini yaitu
prinsip syariah dalam perspektif agama islam.
 Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki
persamaan seperti teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi
komputer, serta syarat umum memperoleh pembiayaan. Akan tetapi
memiliki perbedaan dari prinsip dasar yang digunakan terutama dalam
operasionalnya.
 Secara garis besar perkembangan perbankan syariah di indonesia memiliki
peningkatan yang cukup drastis yang dapat dilihat dari jumlah persebaran
kantor pusat bank syariah maupun kantor cabang bank syariah. Hal itu
dapat dibuktikan dengan data yang sudah disediakan oleh peneliti pada
pembahasan perkembangan perbankan syariah di indonesia.

3.2 Saran

 Perbankan syariah seharusnya semakin dikembangkan selain jumlah


penyebarannya juga harus dikembangkan sistem yang seharusnya semakin
memudahkan masyarakat untuk menjadi nasabahnya.
 Perbedaan yang tertanam antara bank konvensional dan bank syariah
sebaiknya dijadikan nilai peluang dan tantangan sehingga dapat menjadi
nilai tambah bagi bank itu sendiri terutama dalam operasionalnya.
 Perkembangan perbankan syariah harus harus tetap dioptimalkan sehingga
persebaran bank syariah menjadi lebih pesat lagi yang berikutnya akan
dapat menopang perekonomian negara. Terutama melihat mayoritas
masyarakat Indonesia yang beragama islam dan menjadi peluang bagi
perbankan syariah itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

a. Buku:
 Antonio, Muhammad Syafii. 2001. BANK SYARIAH DARI TERORI KE
PRAKTIK. Jakarta: Gema Insani.
 Soemitra, Andri. 2017. BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH.
Jakarta: K E N C A N A.
b. Jurnal:
 Marimin, Agus, Abdul Haris Romdhoni, dan Tira Nur Fitria. 2015.
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 01 (02),
75-87.
c. Internet:
 Cermati.com (2017, 13 November). Bank Syariah vs Bank Konvensional, Inilah
4 Perbedaannya yang Paling Mendasar. Dikutip pada 26 Mei 2022.
https://www.google.com/amp/s/www.cermati.com/artikel/amp/banksyariah-
vs-bank-konvensional-inilah-4-perbedaannya-yang-palingmendasar
 Ardiyansyah, Gumelar (2019, 11 Juni). Pengertian Bank Konvesional. Dikutip
pada 26 Mei 2022 dari GuruAkutansi.co.id: https://guruakuntansi.co.id/bank-
konvensional/
 Cermati.com (2015, 9 Juni). Sejarah dan Perkembangan Bank Syariah di
Indonesia. Dikutip pada 26 Mei 2022. https://www.cermati.com/artikel/sejarah-
dan-perkembangan-banksyariah-di-indonesia
Bab II

Anda mungkin juga menyukai