Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Revolusi Prancis: Penyebab dan Dampaknya pada Dunia | Sejarah Kelas 11

Setelah kalah dalam The Seven Year’s War dan kehilangan teritori serta koloni mereka di Amerika,
Prancis menunggu kesempatan untuk balas dendam kepada Inggris. Beberapa tahun kemudian,
pecahlah revolusi Amerika disertai dengan perang 13 koloni Inggris di Amerika melawan Kerajaan
Inggris.

Walaupun Prancis ada di pihak pemenang karena membantu 13 koloni Inggris, tetapi perang
tersebut membuat perekonomian Prancis hancur. Prancis terlilit hutang dan menyatakan bangkrut.
Hal ini menimbulkan kelaparan dan penderitaan bagi rakyat Prancis.

Penyebab Terjadinya Revolusi Prancis

Sama seperti revolusi Amerika, revolusi di Prancis juga dimulai dengan pemerasan berupa peraturan
pembayaran pajak yang tidak masuk akal untuk menutupi kerugian akibat perang. Saat itu
pemerintahan feodal Prancis membagi masyarakat dalam 3 kelas, yaitu raja dan bangsawan
(golongan-1), tuan tanah dan pemuka agama (golongan-2), serta rakyat biasa (golongan-3).

Pembagian kelas ini berpengaruh kepada kebijakan pajak yang dikeluarkan. Golongan pertama dan
kedua tidak diwajibkan untuk membayar pajak, sedangkan golongan ketiga wajib. Selain membayar
pajak kepada negara, warga golongan ke-3 ini juga terkadang harus membayarkan pajak kepada
tuan tanah. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial dan ketidakpuasan rakyat, yang mayoritasnya
adalah golongan ke-3.

Ketidaksepakatan memuncak kala rakyat meminta supaya golongan-1 dan golongan-2 harus ikut
membayar pajak. Sayangnya, raja tidak menyetujuinya. Rakyat akhirnya mengadakan perkumpulan
dan menyatakan akan membuat keadaan lebih adil dan baik bagi mereka.

Sampai pada Juli 1789, kekacauan merebak. Paris berubah menjadi lautan teror. Penjarahan,
kerusuhan, dan pembakaran terjadi di penjuru kota. Tentara kerajaan diturunkan untuk
menenangkan massa, tetapi terjadi penembakan yang melukai beberapa orang. Rakyat yang
semakin marah pun mendatangi penjara Bastille pada 14 Juli 1789. Massa mendobrak masuk untuk
mengambil persenjataan dan melepaskan mereka yang sedang ditahan.

Pembobolan penjara ini seolah adalah simbol runtuhnya kekuasaan raja dan pengambilan
kekuasaan oleh rakyat. Hal ini praktis membuat kerajaan Prancis tidak beroperasi dan pemerintahan
dibekukan. Rakyat dengan semangat Liberte, Egalite, Fraternite (kebebasan, persamaan, dan
persaudaraan) merumuskan pemerintahan baru yang berbentuk republik.

Terinspirasi dari The Declaration of Independence milik Amerika, Prancis mengeluarkan Declaration


of the Rights of Man and of the Citizen  (atau yang bahasa Prancisnya seperti di aset). Deklarasi ini
menjamin persamaan hak dan kewajiban warga Prancis, serta melindunginya secara hukum. Tanpa
perbedaan satu sama lain.

Sayangnya, pembentukan republik ini harus dibayar mahal oleh warga Prancis. Siapa saja yang
menolak revolusi dan mendukung kerajaan akan dihukum pancung dengan sebuah alat yang
disebut dengan Guillotine. Pada periode ini (1789-1799) sekitar 40.000 rakyat Prancis harus berakhir
hidupnya di Guillotine  termasuk Raja Louis XVI dan Ratu Marie Antoinette yang dianggap berkhianat
karena akan melarikan diri.

Dampak Revolusi Prancis pada Dunia


Revolusi Prancis memiliki dampak yang lebih besar dan hebat daripada revolusi Amerika. Bahkan
revolusi ini menyebabkan revolusi di negara lain. Seperti misalnya, revolusi Rusia, revolusi budak di
daerah Karibia, dan masih banyak lagi.

Revolusi Prancis adalah suatu penanda dan bukti nyata bahwa raja bukanlah pemimpin yang
absolut. Kemanusiaan dan persamaan adalah hak semua orang. Penindasan adalah sesuatu yang
salah.

Akibat lain yang ditimbulkan adalah berkurang dan menurunnya jumlah feodalisme di dunia. Hal ini
terjadi karena feodalisme adalah sesuatu yang kurang disukai rakyat kecil karena ketidakadilannya.

Latar Belakang Terjadinya Revolusi Perancis Kompas.com - 17/09/2022, 11:00 WIB BAGIKAN:
Komentar Lihat Foto Peristiwa Revolusi Perancis (1789-1799).(History) Penulis Widya Lestari Ningsih
| Editor Widya Lestari Ningsih KOMPAS.com - Revolusi Perancis yang berlangsung antara 5 Mei 1789
sampai 9 November 1799 menjadi salah satu peristiwa paling penting di pengujung abad ke-18.
Pasalnya, revolusi ini tidak hanya membawa pengaruh bagi rakyat Perancis sendiri, tetapi juga
berdampak pada perkembangan kehidupan sosial, politik, serta ekonomi di Eropa dan seluruh dunia.
Latar belakang Revolusi Perancis disebabkan oleh banyak faktor, seperti berikut ini. Baca juga:
Penjara Bastille, Sasaran Pertama Revolusi Perancis Kekuasaan raja yang absolut Sejak abad ke-13,
raja-raja Perancis berusaha menyingkirkan tuan-tuan feodal dan memusatkan pemerintahannya.
Langkah itu membuat kekuasaan raja menjadi absolut, yang mengalami puncaknya pada masa Louis
XIV (1643-1715). Raja Louis XIV melaksanakan pemerintahan dengan sewenang-wenang, bahkan
tanpa undang-undang, hukum, parlemen, dan tanpa anggaran belanja yang pasti. Ia juga memiliki
semboyan "le'etat cest moi" atau "negara adalah saya". Dengan demikian, hukum tertinggi adalah
hukum raja. Untuk mempertahankan keabsolutan raja, Louis XIV menggunakan Penjara Bastille
untuk siapa saja yang berani menentang raja. Orang-orang yang dianggap berbahaya dan tidak
disenangi raja akan ditahan dengan sebab kurang jelas. Baca juga: Mengapa Penjara Bastille Menjadi
Sasaran Pertama Revolusi Perancis? Krisis keuangan Menjelang meletusnya revolusi, keuangan
negara Perancis dalam keadaan kosong. Krisis keuangan di Perancis salah satunya disebabkan oleh
kebiasaan permaisuri Raja Louis XVI, Marie Antoinette, yang suka berfoya-foya dan hidup dalam
kemewahan. Karena kegemarannya menghamburkan uang negara, Marie Antoinette bahkan dijuluki
sebagai "Madame Deficit" atau nona yang senantiasa tekor. Pemborosan dan gaya hidup mewah
Marie Antoinette yang menyebabkan defisit ekonomi di Perancis disebut-sebut sebagai sebab
khusus Revolusi Perancis. Di samping itu, terdapat utang Raja Louis XIV dan Louis XV yang membuat
pinjaman negara semakin menumpuk. Rakyat diperas bangsawan dan raja Ketka menyadari negara
dalam keadaan krisis, golongan bangsawan menolak untuk ditarik pajak dan menyatakan bahwa
yang pantas membayar pajak adalah rakyat. Baca juga: Semboyan Revolusi Perancis: Liberté, Egalite,
Fraternité Raja Louis XVI menyadari bahwa masalah keuangan negara dapat teratasi apabila setiap
golongan membayar pajak. Namun, karena golongan bangsawan tetap memiliki hak-hak istimewa,
mereka bebas dari pajak. Sedangkan rakyat yang telah menderita semakin diperas untuk mengatasi
krisis negara yang lebih banyak disebabkan oleh golongan bangsawan. Ketidakadilan politik Dalam
bidang politik, golongan bangsawan memiliki peranan yang sangat penting. Ketidakadilan dalam
bidang politik pun terjadi, utamanya ketika terjadi pemilihan pegawai-pegawai pemerintah yang
berdasarkan keturunan, bukan keahlian. Hal itu menyebabkan administrasi negara menjadi kacau
dan muncul praktik korupsi. Ketidakadilan politik lainnya adalah tidak diperbolehkannya masyarakat
kecil untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan. Baca juga: Dampak Revolusi Perancis bagi
Dunia Munculnya paham baru Munculnya filsuf-filsuf pembaru yang berpaham rasionalis juga turut
andil dalam mendorong meletusnya Revolusi Perancis. Paham rasionalis hanya mau menerima
kebenaran yang dapat diterima oleh akal. Paham ini telah melahirkan renaissance dan humanisme,
yang menuntun manusia untuk bebas berpikir dan mengemukakan pendapat. Hasilnya, muncul
tokoh-tokoh pemikir yang karyanya berpengaruh besar terhadap masyarakat Perancis saat itu,
seperti John Locke, Montesquieu, dan JJ Rousseau.

Proses Terjadinya Revolusi Prancis, Membawa Perubahan Sikap Rakyat

Krisis ekonomi yang terjadi di kerajaan Prancis semakin memperburuk keadaan masyarakat dari hari
ke hari. Imbasnya ternyata tidak hanya dirasakan oleh kalangan rakyat biasa, tetapi para bangsawan
pun merasakannya.

Untuk mengatasi permasalahan krisis itu, Louis XVI lantas mengutus Etats Generaux (Dewan Rakyat
Kerajaan) untuk menggelar rapat guna mencari jalan keluar terbaik bagi kerajaan Prancis. Akan
tetapi setelah mengadakan beberapa kali sidang, dewan tidak kunjung menemukan cara untuk
mengatasi krisis ekonomi kerajaan Prancis tersebut.

Sering kali sidang diwarnai dengan debat-debat dari Fraksi Bangswan, Fraksi Gereja, dan Fraksi
Rakyat yang selalu berbeda pendapat. Persidangan Etats Generaux pun selalu berakhir tanpa hasil.
Hal itu kemudian menginisiasi Fraksi Rakyat untuk mengadakan sidang secara independen.

Dalam sidang itu ternyata Fraksi Rakyat mendapat dukungan dari sebagian kecil anggota Fraksi
Bangsawan dan Fraksi Gereja. Para anggota dewan dalam sidang independen itu lantas menyebut
diri mereka sebagai Majelis Nasional. Terdapat dua tokoh penting dalam Majelis Nasional, yaitu Jean
Bailly dan Comtede Mirabeau.

Munculnya Majelis Nasional ternyata tidak disenangi oleh Louis XVI. Ia pun beberapa kali melakukan
upaya untuk menggagalkan persidangan dewan independen itu. Bahkan beberapa kali pasukan
kerajaan menggunakan kekerasan demi membubarkan aktivitas Majelis Nasional.

Sikap represif dari pemerintah itu membuat rakyat Prancis geram. Mereka menganggap Majelis
Nasional adalah jawaban atas segala keresahan masyarakat, sehingga sudah sepantasnya untuk
dibela.

Rakyat Prancis yang selama ini hanya diam dengan sikap-sikap pemerintah, berubah melawan.
Akhirnya muncul berbagai kerusuhan yang melibatkan rakyat dengan pasukan pemerintah di
beberapa wilayah Prancis. Puncak dari rangkaian kerusahan itu terjadi di wilayah kerajaan Prancis
pada 14 Juli 1789.

Hari itu, ribuan rakyat Prancis turun ke jalan-jalan kota untuk menyampaikan protesnya kepada
kerajaan. Bahkan gelombang rakyat itu menyasar ke lokasi Penjara Bastille, yang dikenal memiliki
keamanan terbaik. Rakyat Prancis membawa semangat revolusi yang terkenal dengan slogan Liberte
(kebebasan), Egalite (kesetaraan), dan Fraternite (persaudaraan).

Rakyat Prancis berusaha untuk meruntuhkan Penjara Bastille, yang mereka anggap sebagai simbol
nyata dari kekuasaan raja Louis XVI yang diktator. Para bangsawan dan pasukan kerajaan dibuat
terkejut oleh pernyataan pimpinan tentara nasional, Lafayette, yang ternyata mendukung gerakan
rakyat.

Situasi yang semakin tidak terkendali membuat raja Louis XVI dan beberapa petinggi kerajaan
Prancis memilih untuk kabur ke luar negeri. Situasi kekosongan kekuasaan itu dimanfaatkan oleh
para negarawan yang didukung rakyat untuk membangun sistem pemerintahan yang baru.
Tokoh-tokoh dari gerakan rakyat lantas memutuskan untuk membentuk lembaga baru yang bertugas
merancang undang-undang. Dua partai besar, yaitu Partai Feullant dan Partai Jacobin, menjadi
inisiator pembentuk undang-undang tersebut.

Akhirnya pada 1791, terbentuklah sebuah konstitusi baru bagi pemerintahan Prancis. Namun
permasalahan di dalam pemerintahan Prancis tidak lantas pergi begitu saja. Masih cukup banyak
perselisihan di dalam pemerintahan karena adanya perbedaan pendapat.

Seperti diketahui, Partai Fuellant terdiri dari perwakilan pihak kerajaan, sedangkan Partai Jacobin
terdiri dari perwakilan yang condong pada pembentukan republik, sehingga masih banyak anggota
dewan yang dibayangi permasalahan di masa lalu.

Keadaan sosial politik yang tidak kunjung membaik, membuat Dewan Parlemen Prancis memutuskan
untuk membentuk pemerintahan republik bagi Prancis pada 22 September 1792. Beberapa bulan
kemudian, lembaga pengadilan Prancis menjatuhi hukuman mati kepada Louis XVI dan Marie
Antoniette. Pada 22 Januari 1793, keduanya dieksekusi di depan publik menggunakan Guillotine.

Anda mungkin juga menyukai