Anda di halaman 1dari 3

173221094_Nasya Lingga Carrissa_Individual Reflection Paper_PIHI 2022

Dinamika Perkembangan Sejarah Dunia Internasional Yang Menjadi Awal Dari Lahirnya
Perspektif Realisme Dalam Mendominasi Studi Hubungan Internasional
Perkembangan sejarah dunia internasional telah mengalami evolusi yang menimbulkan berbagai catatan
sejarah dan munculnya banyak pandangan terhadap sistem dunia internasional. Terjadinya Perang Dunia I
dan Perang Dunia II menjadi awal mula lahirnya pandangan-pandangan tersebut yang menjadi perdebatan
para ilmuwan dunia. Setelah penulis memahami tentang asumsi-asumsi dasar Ilmu Hubungan Internasional,
penulis akan memaparkan perkembangan dalam dunia internasional yang menjadi cikal bakal lahirnya
berbagai pandangan dalam sistem dunia global, salah satunya pandangan realisme. Pada tulisan ini, penulis
akan menjelaskan bagaimana pandangan realisme menjadi dominan dalam tatanan global dan bagaimana
suatu negara mengidentifikasikan dirinya sebagai negara yang menganut pandangan realis.

Pada awal kemunculannya, realisme hadir sebagai bentuk kritik terhadap pandangan sebelumnya, yaitu
pandangan liberalisme. Realisme mempunyai perbedaan yang sangat jauh dengan paham yang liberalis
karena realisme lebih mengacu pada penanganan instabilitas dan kepentingan negara dibandingkan dengan
liberal yang lebih mengedepankan akal pikiran dan rasionalitas manusia. Dalam perkembangan studi
Hubungan Internasional, realisme adalah pandangan yang paling mendominasi sejak tahun 1940-an dan
pandangan ini tidak hanya membentuk teori tentang politik internasional, tetapi juga menjelaskan tentang
preskripsi politik internasional pada era antarperang. Realisme dianggap sebagai pengganti dari adanya
perspektif idealisme yang tidak bisa membuat stabil dan damai politik internasional pada pasca-Perang
Dunia I. Sebagai salah satu pandangan yang paling mendominasi dan berpengaruh dalam HI, realisme
memiliki peran penting dalam dunia internasional terkait dengan krisis ‘dua puluh tahun’ yang berpuncak
pada Perang Dunia II dan diikuti oleh Perang Dingin (Burchill dkk 2005).

Jackson dan Sorensen (2013) mengidentifikasikan pandangan realisme terlahir dari asumsi dasar sifat
manusia yang memiliki pandangan pesimis dan rasa takut terhadap dunia luar yang sering kali bersifat
konfliktual dan berakhir dengan peperangan. Kaum realis memandang perilaku manusia tersebut
tergambarkan dalam perilaku negara dan menjunjung tinggi nilai-nilai ketahanan dan keamanan negara
dalam menjalankan sistem nasionalnya. Selain itu, realisme juga menjelaskan hubungan internasional dalam
hal kekuasaan di mana setiap negara akan berlomba-lomba mengejar kekuatan tertinggi untuk menjamin
keamanan negaranya (Goldstein dan Pavehouse 2017). Suatu negara akan mencapai kekuasaannya berkat
perjuangannya sendiri tanpa ada bantuan dari pihak luar karena dalam pandangan realisme, negara tidak bisa
bergantung pada pihak-pihak lain dalam menjalankan sistem internasionalnya. Setiap negara akan mengejar
kekuatan karena kekuatan itulah yang menjadi kepentingan yang harus mereka penuhi.

Dalam pandangan realisme, negara memiliki sistem internasional yang bersifat anarki, yaitu sebuah
sistem di mana tidak ada otoritas yang lebih tinggi dan menyeluruh, contohnya dalam pemerintahan dunia.
Negara mempunyai kedaulatannya masing-masing, mereka memiliki kekuatan yang offensive dan juga
kekuatan militer yang sama. Karena hal itu, negara dianggap sebagai satu-satunya aktor yang mendominasi
173221094_Nasya Lingga Carrissa_Individual Reflection Paper_PIHI 2022
dan paling berperan dalam perpolitikan dunia, sedangkan aktor-aktor non-negara dalam politik dunia, seperti
individu, perusahaan nasional, organisasi internasional, dan organisasi non-pemerintah menjadi hal yang
kurang penting (Jackson dan Sorensen 2013). Realisme menganggap aktor non-negara sebagai instrumen
dalam suatu negara, mereka tidak punya otoritas seperti negara dan tidak memiliki kekuatan yang cukup
dalam hal peperangan. Negara sebagai unitary actor dan rational actor yang menjalankan segala hal terkait
kepentingan negara dengan mempertimbangan untung dan ruginya dan negara menginginkan kekuasaan
untuk mempertahankan dirinya sendiri (Reus-Smit dan Snidal 2008).

Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat satu tokoh yang mengkritisi dan kemudian
memperbaharui pemikiran dari realisme sebelumnya. Kenneth Waltz (2004) pada pemikirannya
mengembangkan realisme menjadi neorealisme yang lebih mementingkan bagaimana sistem internasional
dalam menciptakan stabilitas suatu negara. Neorealisme mengklaim bahwa realisme baru hanyalah realisme
lama yang dibuat lebih ketat. Mereka percaya bahwa hasil internasional ditentukan oleh keputusan negara,
yaitu unit yang berperilaku. Perbedaan dari kedua struktur pemikiran realisme ini memungkinkan dan
menyebabkan unit sistem mengubah perilaku mereka dan menghasilkan hasil yang berbeda. Perubahan pada
tingkat unit mungkin juga memiliki efek yang jauh jangkauannya.

Realisme memiliki agenda yang utama yaitu dengan menciptakan balance of power yang mengutamakan
nilai-nilai dasar keamanan dan keamanan internasional. Hal ini mengikuti dari teori bahwa sistem bipolar
lebih damai daripada sistem multipolar. Dalam upayanya untuk menjaga perdamaian dan keamanan
internasional, sistem bipolar yang dianggap dapat memberikan jaminan lebih baik daripada sistem
multipolar, dikarenakan “dengan hanya dua kekuatan besar, keduanya dapat diharapkan bertindak untuk
memelihara sistem.” (Waltz 1979 dalam Jackson dan Sorensen 2013). Terdapat tiga alasan mengapa dasar
sistem bipolar dapat menciptakan perdamaian dan stabilitas internasional. Pertama, jumlah negara dengan
kekuatan besar lebih sedikit, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya peperangan dengan
kekuatan yang lebih besar. Kedua, sistem pencegahan yang efektif lebih mudah diterapkan karena lebih
sedikit kekuatan besar yang terlibat. Terakhir, karena hanya dua kekuatan yang mendominasi, kesalahan
perhitungan akan lebih rendah.

Salah satu isu yang bisa diangkat dan dilihat dari pandangan realisme adalah munculnya pandemi Covid-
19 yang menjadi ancaman bagi negara di seluruh dunia hingga saat ini. Adanya pandemi Covid-19
menjadikan seluruh negara di dunia berlomba-lomba dalam menciptakan kebijakan dalam dan luar
negerinya untuk bisa mengurangi angka penyebaran Covid-19. Peristiwa ini mengharuskan setiap warga
negara di seluruh dunia untuk mengurangi aktivitasnya di luar ruangan dan menerapkan kebijakan lockdown
untuk mencegah penularan Covid-19. Selain itu, dalam prosesnya yang tidak luput dari timbulnya konflik
antarnegara tetangga yang tidak saling percaya satu sama lain, seperti yang terjadi antara negara Indonesia
dan Australia. Negara Australia menganggap remeh Indonesia dalam keefektifannya menangani Covid-19.
173221094_Nasya Lingga Carrissa_Individual Reflection Paper_PIHI 2022
Hal ini mendukung teori realisme struktural offensive di mana menurut Mearsheimer dalam sistem
internasional yang anarki, negara tidak pernah percaya dengan niat dari negara lain.

Berdasarkan pemaparan tentang Pandangan realisme di atas, penulis dapat memberi kesimpulan bahwa
realisme hadir dari sifat dasar manusia yang pesimis dan seringkali berakhir dengan konflik. Realisme
menerapkan sistem internasional yang anarki, di mana tidak ada otoritas dalam suatu negara sehingga setiap
negara berlomba-lomba dalam meningkatkan kekuatannya. Negara sebagai satu-satunya aktor yang
dianggap dan mendominasi dalam sistem hubungan internasional, sedangkan aktor non-negara hanya
dianggap sebagai instrumen negara. Pandangan realisme berorientasi pada kepentingan dan keamanan
negara dalam mewujudkan stabilitas internasionalnya. Kemudian terciptanya suatu sistem bipolar yang
dianggap lebih menjamin dalam mewujudkan perdamaian dan keamanan internasional. Salah satu isu yang
bisa dilihat dari kacamata realisme adalah terjadinya pandemi Covid-19 yang menjadi terlihat dari sikap
negara yang selalu pesimis dan berlomba-lomba untuk mengurangi angka penyebaran Covid-19.

Referensi

Donnelly, Jack. 2005. "Realism" dalam, Burchill dkk. 2005. Theories of International Relations, London:
Palgrave Macmillan.

Goldstein dan Pavehouse. 2017. International Relations, edisi kesebelas. London: Pearson.

Jackson dan Sorensen. 2013. Introduction to International Relations, edisi kelima. Oxford: Oxford
University Press.

Waltz, Kenneth. 2004. Neorealism: Confusions and criticisms, Journal of Politics and Society.

Reus-Smit dan Snidal. 2008. The Oxford Handbook of International Relations. Oxford: Oxford University
Press.

Anda mungkin juga menyukai