Anda di halaman 1dari 21

RESENSI

BUKU TERORIS(ME) : AKTOR & ISU GLOBAL ABAD XXI

Karya Dr. Agus Subagyo, S.IP, M.Si.

Disusun Oleh

Irma Nurlaelasari Ramadani

6211161185

HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

Jalan Terusan Jenderal Sudirman Po Box 148, Cimahi, Indonesia


TUGAS RESENSI BUKU

TERORIS(ME) AKTOR & ISU GLOBAL

ABAD XXI

Judul : Teroris(Me) Aktor & Isu Global Abad XXI

Penulis : Dr. Agus Subagyo , S.IP., M.Si.

Penerbit : ALFABETA, cv

Cetakan : Kesatu (I)

Tahun terbit : April 2015

Ukuran dimensi buku : 14,5cm x 20,5cm

Jumlah bab : Enam bab (6)

Tebal buku : 116 halaman

Jumlah halaman : xvi + 106 halaman

Text bahasa : Bahasa Indonesia

ISBN : 978-602-289-127-7
PENDAHULUAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, resensi itu sendiri diartikan sebagai
pertimbangan atau pembicaraan tentang buku dan sebagainya. Secara garis besar
resensi diartikan sebagai kegiatan untuk mengulas atau menilai sebuah hasil karya
baik itu berupa buku, novel maupun film dengan cara memaparkan data-data,
sinopsis, dan kritikan terhadap jarya tersebut. Resensi bermanfaat agar kita
mengetahui tentang banyak hal, selain itu juga bermanfaaat agar dapat melatih kita
untuk membaca dan menilai suatu karya dari orang lain. Selain manfaat membaca
yang menambah wawasan, membaca juga dapat membuka pemikiran kita terhadap
permasalahan agar permasalahan yang kita hadapi dapat dipecahkan dengan
pemikiran yang luas dan tidak terbatas.
Konstelasi politik internasional selalu mengalami perubahan dari waktu ke
waktu dan dari masa ke masa, tergantung dari pola, interaksi, dan hubungan antar
negara. Pada masa Perang Dingin , konstelasi global diwarnai dengan perebutan
pengaruh antara Blok Barat (blok liberalisme kapitalisme, Amerika Serikat, Eropa
Barat) versus Blok Timur (Blok sosialisme komunisme, Uni Soviet, Eropa Timur),
dimana penentuan kawan dan lawan ditentukan oleh faktorideologi. Pasca perang
dingin, konstelasi politik global mengalami perubahan dimana dinamika global
diwarnai oleh isu HAM, Demokrasi dan Lingkungan Hidup. Penentuan kawan atau
lawan masa itu ditentukan oleh nilai-nilai HAM dan Demokrasi. Demokrasi dan
HAM menjadi penentu siapa kawan dan siapa lawan dalam hubungan internasional.
Namun demikian, penentuan kawan atau lawan saat ini ditentukan oleh, apakah
negara tersebut mendukung perang global melawan terorisme atau tidak. Pola
konstelasi global dan kebijakan global sangat dipengaruhi olehperang global
melawan terorisme yang dikumandangkan oleh Amerika Serikat.
Dinamika hubungan internasional sekarang ini terbelah menjadi dua zona,
yakni zona teroris dan zona anti teroris. Semua negara di dunia terpengaruh oleh
munculnya isu dan aktor global abad 21, yakni teroris dan terorisme. Berbagai
organisasi internasional seperti PBB juga setiap tahunnya mengeluarkan daftar
hitam nama-nama organisasi terorisme internasional yang patut untuk dihancukan.
Berbagai organisasi ragional, seperti ASEAN dan Uni Eropanya misalnya,
mengeluarkan berbagai konvensi atau kesepakatan yang menentang keberadaan
terorisme dan melakukan langkah aksi bersama untuk melawan terorisme.
Buku ini mengulas tentang aktor dan isu global abad XXI yang mendapat
banyak sorotan oleh publik internasional, yaitu terorisme. Terorisme merupakan
salah satu aktor dalam hubungan inetrnasional dan menjadi isu global yang
mewarnai konstelasi hubungan internasional dewasa ini. Buku ini mengulas tentang
rterorisme yang dilihat dari perspektif global dan hubungan internasional. Selain
itu, dibahas pula bagaimana dinamika kasi terorisme di Indonesia dan upaya yang
dilakukakan oleh Polri juga TNI dalam melakukan pemberantasan terhadap
terorisme di Indonesia.
Manfaat meresensi buku Teroris(me): Aktor & Isu Global Abad XXI selain
kita mengetahui ada aktor apa saja di dalam Ilmu Hubunngan Internasional, kita
juga dapat mengetahui bahwa pada abad ini yaitu abad XXI ada banyak isu yang
tidak dapat dipungkiri, yaitu adanya aktor baru di dalam Ilmu Hubungan
Internasional yaitu Teroris, karena disadari atau tidak dan baik secara langsung atau
tidak Teroris sangan mempengaruhi perkembangan Ilmu Hubungan Internasional.
ISI/SUBSTANSI BUKU

Bab pertama dalam buku ini berjudul Hubungan Internasional dan Terorisme,
peristiwa Selas, 11 September 2001 yang menewaskan sekitar 6000 orang warga
sipil memang sangat dahsyat. Mungkin inilah peristiwa terdahsyat diwal abad ke-
21. Dampaknya kepada dunia, luar biasa. Meski hanya dialami oleh AS , tak urung
tragedi WTC dab Pentagon telah menjadi “teror” bagi seluruh dunia. Dunia yang
semula “tertidur lelap”, sontak terbangun dan kini terus menerus dalam deraan
kekhawatiran dan kecemasan akan terjadinya serangan serupa.

Hampir tak seorang pun meramalkan serangan teroris dengan modus “baru”
seperti yang terjadi tanggal 11 September 2001 di WTC.

Pasca tragedi selas kelabu dan runtuhnya rezim Taliban oleh pasuka koalisi,
AS segera mencanangkan program perang melawan terorisme global. Tampilan
politik luar negeri AS cendenrung agresif dan ofensif dalam mengkampanyekan
perburuan menghancurkan sel-sel Al Qaeda dan jaringan terorisme global di
seantero dunia.

Berakhirnya Perang Dingin, dunia mengalami perubahan-perubahan cepat


dan mendasar diberbagai bidang yang pada gilirannya mengakibatkan berlanjutnya
proses transformasi luas pada peta politik dan ekonomi global serta pada pola
hubungan antar negara. Paling tidak terdapat empat perubahan mendasar yang akan
turut menentukan wujud tatanan politik dunia.

Belum selesai dunia menyaksikan perubahan tatanan ekonomi politik global


yang mengarah pada low politics, masyarakat internasional dikejutkan oleh
serangan teroris ke gedung WTC dan Petagon, AS, 11 September 2001. Tragedi
kemanusiaan yang meluluhlantakan simbol-simbol kedigdayaan AS telah
mengubah skenario politik global. Agar perang melawan terorisme ini tidak
mematikan prinsip-prinsip HAM, diperlukan suatu kerangka konseptual, yang
harus dirumuskan oleh seluruh negara-negara di dunia, yang dapat dijadikan batu
pengontrol untuk memberantas terorisme global.
Upaya Indonesia dalam memerangi trorisme global yang terdiri dari tiga lapis
strategi terekam dalam laporan yang disampaikan kepada komite kontra terorisme
DK PBB berikut ini.

 Pertama, dalam skala internasional, Indonesia berupaya memperluas


kerjasama dengan ASEAN, Gerakan Non Blok, Organisasi
Konferensi Islam, dan negara-negara pasifik.
 Kedua, dalam skala regional, Indonesia juga terlibat secara intensif
melawan terorisme bersama Filipina, Singapura, dan Malaysia.

Berkaitan dengan RUU antiterorisme, masih menimbulkan perdebatan oleh


berbagai kalangan. Sebagian besar kalangan mengkritisi RUU antiterorisme
sebagai anti prinsip HAM dan nilai demokrasi. Pasal-pasal dalam RUU itu
mengarah pada kembalinya security approach dalam mengelola politik nasional
sebagaimana diterapkan rezim Orde baru. Oleh karena itu, RUU itu harus
memerlukan peninjauan kembali secara mendalam.
Sedangkan bab kedua menguraikan tentang dunia dan terorisme, di tengah
suasana kekalutan dan berkabung ata stragedi WTC yang bersejarah itu, presiden
AS, George W. Bush, membuat pernyatan kontroversional bahwa yang menjadi
“dalang” tragedi WTC dan Pentagon adalah Osama Bin Laden beserta jaringan Al
Qaeda yang saat ini bermarkas di Afghanistan . dalam perkembangannya, AS
dibantu dengan Inggris melakukan serangan udara atas basis-basis militer dan
instalasi persenjataan tentara Taliban yang dianggap melindungi Osama Bin Laden.
Sebelum menyerang, presiden Bush menggalang dukungan internasional untuk
memerangi aksi terorisme dan mencanangkan slogan gerakan anti terorisme.
Serangan udara AS yang dimulai sejak 7 Oktober lalu inipun, kontan saja
mengalihkan perhatian dunia internasional dari AS ke Afghanistan. Tindakan
serangan membabi buta pasukan AS yang pada kenyataannya kerapkali salah
sasaran, melukai dan menghujami sasaran-saran sipil sehingga menimbulkan
korban jiwa di kalangan rakyat biasa, dinilai oleh sebagian besar kalangan tidak
memperhatikan dan mengindahkan beberapa pertanyaan orang-orang dari seluruh
pelosok dunia.

Doktrin Bush yang memprioritaskan pada upaya memerangi terorisme global


dalam setiap langkah kebijakan politik luar negeri AS, secepat kilat mendorong isu
terorisme menjadi isu global di awal abad ke-21 ini, mengalahkan isu-isu yang
sebelumnya mendominasi tatanan politik global seperti demokrasi, hak asasi
manusia, good governance, dan ingkungan hidup. Isu terorisme telah mecuat ke
permukaan sehingga sangat mempengaruhi konstelasi politik dunia.

Pendek kata, konfigurasi politik kawasan telah mengalami goncangan yang


amat membahayakan. Masing-masing negara dalam kawasan saling curiga dan
menuduh satu sama lain meskipun tidak ada bukti yang akurat. Soliditas dan
solidaritas telah terkoyak oleh isu terorisme global dan kampanye perang AS
melawan terorisme global.
Untuk merespons konteks global yang berubah tersebut, masing-masing
negara di dunia sebagai entitas politik yang otonom melakukan proses-proses
pennyesuaian. Hal ini bisa dilihat dalam kebijakan domestik masing-masing negara
yang terkesan hanya menanggapi dinamika eksternal yang terjadi. Sebagai contoh
adalah Indonesia yang mengeluarkan Perpu Anti Terorisme dan penggodokan UU
Antiterorisme. Hal yang sama dilakukan oleh Australia yang mengeluarkan UU
Antiterorisme.

Selain itu, secara bersamaan ada semacam kesadaran dari masing-masing


negara untuk meningkatkan kerjasama intelijen dan melakukan perjanjian
ekstradisi. Latihan kemiliterangabungan yang bertujuan untuk menangkal praktek-
praktek terorisme global serta fenomena bantuan militer dan peralatan teknis
lainnya juga semakin merebak mewarnai dinamika internal masing-masing degara
di dunia.
Di bab ketiga memiliki judul Osama Bin Laden dan Terorisme, pernyataan
AS yang spontan menuduh Osama Bin Laden itu langsung dibantah oleh Osama.
Menurut Osama, teroris yang melakukan penyerangan itu dari kelompok orang-
orang AS sendiri. Ia sama sekali tidak memiliki apapun untuk melakukan serangan
dahsyat itu. Meskipun demikian, Osama menyatakan bersyukur atas tragedi WTC
dan Pentagon sembari mengajak umat Islam untuk mempergunakan seluruh
kemampuan mempertahankan invasi dari pasukan perang salib AS di Pakistan dan
Afghanistan.

Tuduhan yang tanpa didukung data memadai an akurat ini dibantah secara
keras oleh Osama Bin Laden sembari mengatakan bahwa melakukan itu adalah
orang-orang amerika sendiri. Tidak peduli dengan bantahan tersebut, AS secara
tiba-tiba melakukan serangan militer terhadap basis-basis pertahanan Taliban di
Afghanistan yang dianggap telah melindungi Osama Bin Laden beserta jaringan Al
Qaeda. AS menetapkan Osama sebagai the most wanted man, dead or alive.
Kepalanya disayembarakan dan dihargai jutaan dollar bagi siapapun yang dapat
menangkapnya.

Nama Osama mulai mencuat sejak keterlibatannya dalam berbagai aksi


terorisme anti Amerika yang menjadikannya sejajar dengan pemimpin negara
adikuasa dunia, mulai dari peristiwa pemboman kedubes AS di Kenya dan Tanzania
tahun 1998, Peledakan Kapal Perang AS USS Cole di Pelabuhan Yaman tahun
2000, sampai dengan tuduhan atas hancurnya menara kembar WTC dan gedung
Pentagon, 11 September 2001. Meskipun pihak Amerika telah membekukan aset
dan aliran dana Osama yang ditaksir sekitar U$$ 300 juta itu, ia tidak akan
kekurangan dana untuk operasionalisasi kegiatannya. Jauh sebelumnya, Osama tela
mengadopsi suatu sistem pengelolaan khusus untuk masalah keuangannya.
Disamping hanya melakukan investasi di negara-negara Islam, yang
menguntungkan Osama adalam sistem keuangan keluarga yang menerapkan hukum
Islam sehingga memungkinkan dirinya mendapat warisan dari perusahaan ayahnya
di Arab Saudi. Sumber keuangan lainnya adalah berupa sumbangan dari para
donatur yang bersimpati dengan perjuangannya.
Tragedi WTC dan Penatgon sempat menimbulkan pertanyaan dan keraguan
akan kemampuan sistem pertahanan rudal nasional AS yang menelan biaya U$$ 60
Milyar itu. AS yang dapat menguasaisemua titik rawan di seuruh dunia ternyata
kecolongan di dalam negeri sendiri. Iabarat pepatah, musuh diseberang lautan
nampak, teroris di pelupuk mata tidak terlihat. Mungkin kejadian ini dapat menjadi
shock therapy bagi AS untuk membenahi diri dan mawas diri.
Sub bab keempat dalam buku ini berjudul Indonesia dan terorisme, pada awal
masa reformasi, radikalisme dan militansi yang merebak di Indonesia adalah
radikalisme etnik. Hal ini ditandai adengan berbagai kekerasan kolektif dan
kerusuhan sosial di Sampit, Poso, dan Ambon. Selanjutnya, radikalisme etnik ini
kemudian menjalar pada radikalisme kesukuan, golongan, dan agama. Akhirmya,
gejala disintegrasi bangsa menjadi fenomena penting yang mendapat perhatian
serius waktu itu. Bentuk-bentuk radikalisme etnik ini telah menelan korban ratusan,
dan bahkan ribuan nyawa melayang. Saat ini, radikalisme etnik untuk sementara
waktu meredup digeser oleh radikalisme teroris. Menguatnya radikalisme teroris
ini dalam konteks Indonesia telah ada secara dominatif sejak terjadinya rentetan
peristiwa pengeboman di berbagai Gereja pada malam Natal, peledakan bom di
Atrium Senin, pengeboman Masjid Istiqlal, dan bom di Kedubes Filipina di Jakarta.
Puncak dari rangkaian aksi pengeboman ini adalah tragedi bom di Legian, Kuta,
Bali, 12 Oktober 2002 lalu yang menewaskan lebih dari 180 orang dan 300 orang
luka ringan hingga berat.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan kebergaman, sudah


sepetutnya jika kita mengutuk berbagai aksi radikalisme teroris yang selama ini
menghantui bangsa indonesia. Biar bagaimanapun juga, dampak dari radikalisme
teroris yang di yang menjangkiti berbagai kelompok dan gerakan sosial sangat
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma-norma keagamaan.
Msekipun tujuan dari kelompok-kelompok radikalisme teroris ini ingin
menegakkan hukum dan keadilan Tuhan tapi cara-cara yang mereka lakukan telah
melanggar hukum dan keadilan Tuhan itu sendiri.

Disamping itu, yang perlu dipegang teguh adalah bahwa terorisme dan segala
bentuknya jangan disangkutpautkan dengan agama. Kecenderungan radikalisme
teroris terletak pada individu atau personel masing-masing. Bahkan secara lugas
dapat dikatakan bahwa para pelaku tindak teroris itu adalah manusia-manusia yang
tidak beragama dan tidak bertuhan. Sebab, manusia beragama tidak akan
melakukan perbuatan biadab seperti itu.
Perspektif terorisme tidak mengedepankan pada kebersamaan dan pluralisme,
melainkan hanya menekankan pad uniformitas yang monolitik. Selain itu, terorisme
tidak memprioritaskan pada upaya-upaya dialog, melainkan langsung pada tindak
kekerasan yang membayakan. Hal ini sangat bertentangan dengan perspektif
multikulturalisme yang mendasarkan diri pada saluran dialog, kebersamaan,
kemanusiaan, penghormatan antar manusia, dan pengakuan akan perbedaan.

Sebagai negara yang terbuka terhadap perkembangan lingkungan strategis,


Indonesia sangat terpengaruh oleh isu terorisme global. Kemanan dalam negeri
Indonesia sangat terancam oleh aksi terorisme yang terjadi di beberapa wilayah
Indonesia, mulai dari Bom Bali I, Bom Bali II, Bom Kuningan, Bom JW Marriot,
Bom Poso, Bom Atrium Senin, dan lain-lain (laporan menkopolhulkam,2006).

Terdapat keterkaitan antara terorisme global terhadap keamanan dalam


negeri. Ada keterhubungan antara Al Qaedah, Jl dan aksi terorisme yang terjadi di
Indonesia. Keterkaitan Al Qaeda – Jl dibuktikan dengan adanya bantuan dana,
persenjataan,amunis, latihan militer, pelatih, personil dan ideologiyang disebarkan.
Keterkaitan ini kemudian berdampak pada kekuatan dan kemampuan JI dalam
melakukan aksi terorisme di Indonesia sehingga mengancam kemanan dalam
negeri.
Pada bab kelima buku ini diberi judul TNI dan terorisme, perkembangan
lingkungan strategis yang ditandai dengan adanya saling ketergantungan antar
negara dimana setiap perubahan yang terjadi pada suatu negara akan mempengaruhi
negara lain merupakan gambarn kondisi dunia yang telah menapaki era globalisasi,
yang diakselerasi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi
dan komunikasi. Sebagai negara yang telah masuk dalam lingkaran arus globalisasi,
Indonesia tidak dapat terlepas dari pengaruh perkembangan lingkungan strategis
tersebut. Setiap perubahan yang terjadi pada tataran global dan regional sangat
memengaruhi kondisi nasional bangsa Indonesia, khususnya di era reformasi saat
ini.

Salah satu peristiwa yang merupakan dampak dari perkembangan lingkungan


strategis tersebut adalah merebaknya aksi terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-
akhir ini. Aksi terorisme yang dilakukan oleh kelompok teroris diduga kuat sangat
terkait dengan jaringan terorisme internasional yang beroperasi di berbagai negara.
Upaya penanganan terhadap terorisme sangat mendesak dilakukan untuk
menciptakan rasa aman dan mendorong stabilitas keamanan nasional.

Permasalahan pelanggaran HAM telah dijadikan oleh negara-negara maju,


termasuk AS untuk menekan dan mengintervensi negara-negara berkembang
dengan melakukan embargo militer dimana Indonesia menjadi salah satu negara
yang terkena dampaknya. Sejak peristiwa tahun 1999 di Timor Timur pasca jejak
pendapat, Indonesia dituduh oleh negara-negara Barat melanggar HAM sehingga
dijatuhi embargo persenjataan yang tentunya berdampak negatif terhadap sistem
persenjataan negara. Kondisi yang demikian tentunya sangat berpengaruh terhadap
satuan khusus anti teror TNI dalam mengembangkan persenjataan modern guna
menumpas aksi terorisme yang saat ini marak di Indonesia.

Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan tekbologi yang sangat mudah


diakses oleh setiap warga negara di dunia telah dimanfaatkan oleh sekelompok
orang untuk mengadopsi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
untuk tujuan aksi terror.
Bantuan Uni Eropa terhadap indonesia dalam menangani aksi teror yang
dikucurkan melalui lembaga donor yang bernaung di bawah payung Uni Eropa
telah memengaruhi upaya penanganan terorisme di Indonesia. Uni Eropa
berpandangan bahwa aksi teror yang merebak di Indonesia dapat mengancam
kepentingan dan aset vital yang dimiiki negara-negara Uni Eropa sehingga Uni
Eropa berkepentingan terhadap bebasnya Indonesia dari ancaman teroris. Satuan
khusus anti teror TNI dapat memanfaatkan peluang ini untuk mendapatkan dana
dari pihak Uni Eropa sehingga dapat memperbaharui sistem persenjataannyayang
telah usang dan kalah dengan sistem persenjataan satuan Densus 88 Polri yang
didanai oleh AS dan Australia. Satua khusus anti teror dapat mengambil peluang
dari kondisi tersebut tanpa harus kehilangan jati diri sebagai prajurit profesional
yang tidak dapat didikte oleh kepentingan asing.

Belum disahkannya UU Keamanan Nasional yang mengatur porsi


kewenangan setiap institusi pertahanan dan keamanandalam menangani aksi teror.
Sampai dengan saat ini, masih terjadi tumpang tindih dalam penanganan aksi teror
sehingga berdampak tidak adanya kerjasama antar pihak terkait dalam menangani
aksi teror. Padahal UU Keamanan Nasional sanat mendesak untuk disahkan
sehingga dapat dijadikan payung hukum induk dalam menangani setiap ancaman
yang akan mengancam keutuhan NKRI, termasuk aksi terorisme.

Masih adanya persepsi negatif sebagian kecil masyarakat yang menyatakan


bahwa pemberian porsi yang besar bagi satuan khusus anti teror TNI akan dapat
mendorong terjadinya pelanggaran HAM. Kondisi yang demikian tentunya dapat
menjadikan hambatan bagi TNI untuk berperan serta aktif dalam menangani aksi
teror. Sebagian masyarakat belum tahu dan belum paham bahwa keterlibatan TNI
dalam penanganan teror merupakan amanat UU TNI sehingga perlu ada kecurigaan
terhadap TNI dalam menangani aksi teror.

Kondisi masyarakat yang masih tradisional pola pikir dan pola tindaknya
sehingga menyulitkan bagi semua pihak untuk menangani aksi teror secara
komprehensif. Kondisi masyarakat yang masih belum modern, belum matang, dam
belum mandiri membuat provokasi teror dapat denganmudah masuk di tengah
masyarakat sehingga menyulitkan penanganan terhadap aksi teror. Sentuhan agama
merupakan alat yang cukup jitu dan manjur dalam mempengaruhi masyarakat untuk
melakukan tindakan teror.
Bab terakhir pada buku ini yaitu bab keenam diberi judul polri dan terorisme,
Indonesia sangat rawan terjadinya aksi terorisme sehingga harus ditanggulangi
sedini mungkin. Sejarah terorisme di Indonesia diawali dari adanya DI/TII
Kartosuwiryo yang kemudian terjadinya berbagai pemberontakan dengan tujuan
mengubah dasar negara Pancasila mejadi dasar agama Islam. Tindak pidana
terorisme saat ini mengalami perubahan modus operandi dari alat bom menjadi
senjata api, bom buku, dan dari sasaran asing menjadi sasaran domestik, dimana
Polri dianggap sebagai musuh yang harus dibunuh. Aksi terorisme perlu dicegah
melalui kebijakan deradikalisasi terhadap keyakinan agama yang terlalu radikal,
militan, fundamentalisme sehingga rentan di cuci otak.

Serangkaian peristiwa peledakan Bom yang dilakukan oleh para teroris


diduga dilakukan oleh jaringan teroris internasional yang memiliki sel-sel di
wilayah Indonesia dimana Jamaah Islamiyah (JI) terindikasi kuat sebagai aktor
dibalik semua aksi teroris tersebut. Karakteristik masyarakat Indonesia dianggap
cocok untuk dimanfaatkan sebagai alat bagi para teroris untuk melakukan
indoktrinasi atas nama “agama” tertentu, yang sebenarnya justru jauh menyimpang
dari agama manapun di dunia ini.

Wilayah Indonesia dianggap cocok untuk dimanfaatkan sebagai alat bagi para
teroris untuk melakukan indoktrinasi atas nama “agama” tertentu, yang sebenarnya
justru jauh menyimpang dari agama manapun di dunia ini. Para gembong teroris
memanfaatkan keramahan dan tenggang rasa yang dimiliki oleh masyarakat
Indonesia untuk menciptakan sel-sel teroris sekaligus sebagai tempat
persembunyian/ basis dari kejaran aparat kemanan. Kemampuan analisis Densus 88
AT selama ini sebenanrnya sudah cukup bagus terbukti dari terungkapnya dan
tertangkapnya berbagai jaringan dan pelaku terorisme serta mengungkap berbagai
rencana pengeboman yang dirancang oleh para teroris sehingga dapat mencegah
terjadinya aksi teroorisme. Tim analisa Densus 88 AT harus memiliki kemampuan
dalam membaca sms content, menbuka CDR, membuka voice, dan melakukan
tracing IMEI yang ada dalam setiap hand phone. Oleh karena itu, perlu optimalisasi
kemampuan analisis Densus 88 AT sehingga akan dapat mendeteksi jaringan
terorisme yang terjadi di tengah masyarakat, yang pada akhirnya akan
mneghasilkan outcome berupa terwujudnya harkamtibmas yang kondusif.

Dalam kaitan dengan sistem deteksi dini dan sistem peringatan dini terhadap
aksi terorisme, Satuan Intelkam sebagai salah satu satuan terdepan di tubuh Polri,
merupakan ujung tombak dalam menciptakan rasa aman masyarakat. Satuan
intelkamyang tersebar di tengah masyarakat harus bekerja keras dalam mendeteksi,
mengendus dan mengumpulkan informasi intelijen terkait tindak kejahatan
terorisme sebelum operasi/razia dilakukan. Satuan Intelkam sangat menentukan
efektifitas berbagai operasi yang digelar oleh Polri, ,melalui peran penyelidikan,
pengamanan, dan penggalangan terhadap ruang gerak aksi terorisme.

Satuan Intelkam di tingkat KOD/ Polres yang merupakan satuan strategis dan
menempati posisi penting dalam suatu operasi Kamtibmas perlu untuk
diberdayakan dan ditingkatkan sehingga akan mampu memerankan fungsinya
sebagai alat deteksi ini dan alat peringatan dini dalam melacak, mengendus, dan
merekam suatu potensi tindak kejahatan. Sebagai mata dan telinga Polri, satuan
intelkam di tingkat Polres harus mampu masuk kedalam seluruh sendi, bidang, dan
aktifitas kehidupan masyarakat sehingga akan dapat mengumpulkan bahan dan
keterangan (pulbaket), mengolah fakta, dan menganalisis data untuk kemudian
disajikan dalam berbagai produk intelijen.

Berdasarkan Juklak Kapolri No. Pol.: Juklak/10/VI/1980 Tentang


Penggunaan Intelijen Kepolisian, disebutkan bahwa intelijen adalah pekerjaan dan
kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan metode-metode tertentu secara
terorganisir untuk mendapatkan pengetahuan tentang masalah-masalah yang sudah,
sedang, dan akan dihadapi, kemudian disajikan kepada pimpinan sebagai bahan
untuk pengambilan keputusan/ tindakan atau perumusan kebijaksanaan. Fungsi
intelijen adalah melakukan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan di tengah
masyarakat. Dengan demikian, intelijen adalah segala upaya dan kegiatan dalam
mempelajari masa lalu kemudian mengelola berbagai permasalahan masa kini dan
mengantisipasi masa depan. Fungsi Intelkam Polri diperankan secara berjenjang
oleh Baintelkam di tingkat Mabes Polri.
KEKUATAN/KELEBIHAN BUKU:

 Isi buku ini menjelaskan secara jelas isi materi dan contoh kasusnya
sehingga pembaca dapat memabayangkan isi materi tersebut.
 Penulis juga mencantumkan sumber-sumber referensi dengan lengkap
sehingga isi/substansi buku jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
KEKURANGAN/KELEMAHAN BUKU:
 Isi buku banyak yang mengulang dan bertele-tele sehingga membuat
pembaca bosan.
 Ada beberapa kata yang typo.
 Cover buku memang menggambarkan isi buku, namun kurang
menarik.
 Beberapa bagian buku banyak yang copot.
 Isi buku yang bercerita membuat pembaca bosan.
KONTRIBUSI BUKU DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL

Kontribusi buku ini dalam hubungan internasional sudah sangat jelas. Topik
buku ini mengangkat isu global saat ini yaitu adalah terorisme. Terorisme yang
merupakan salah satu aktor dalam ilmu hubungan internasional sangat berpengaruh
besar dalam kehidupan global masyarakat ini, bisa dilihat dari peristiwa yang
dialami oleh AS beberapa waktu lalu yang secara tidak langsung memengaruhi
kehidupan banyak masyarakat. Secara tidak langsung terorisme menjadi suatu hal
yang sangat tabu untuk dibahas dan menjadi suatu ancaman tersendiri bagi
masyarakat. Pada abad XXI ini memang teroris sedang ada dipuncak kejayaan nya.
Walaupun begitu hingga hari ini masih belum ada definisi yang jelas mengenai
terorisme.

Buku ini berguna untuk menambah pengetahuan bagi masyarakat umum,


terlebih kalangan TNI maupun Polri yang berhubungan dengan isu keamanan ini.
Bagi penstudi HI, buku ini akan menjadi salah satu bahan analisis yang dapat
menambah pengetahuan mengenai isu global, dan memikirkan dengan baik
langkah-langkah yang akan diambil jika kita menghadapi situasi yang terdapat di
buku.

Anda mungkin juga menyukai