Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER (UTS)

HUKUM DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL


SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2021/2022

Nama : Agung Kurniawan


NIM : 190711637283
Prodi/Offering : S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan/B
Mata Kuliah : Hukum dan Hubungan Internasional
Pelaksanaan Ujian : Kamis 19 Mei 2022
Durasi : 2x24 Jam take home exam

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan tepat dan jelas…!!!

1. Jelaskan secara singkat dan tepat isu-isu Hak Asasi Manusia dalam Hukum dan
Hubungan Internasional dan peran apa saja yang bisa dilakukan oleh Lembaga
internasional dalam mengatasi pelanggaran Hak Asasi Manusia!
Isu Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan isu yang banyak diperbincangkan di
berbagai negara. Terlebih apabila dikaitkan dengan persoalan-persoalan seperti distribusi
kekuasaan dalam masyarakat, pembatasan kekuasaan politik, dan sebagainya. Dalam
hubungan internasional yang menyangkut hubungan antar negara, isu Hak Asasi Manusia
ini erat kaitannya dengan adanya praktek kondisionalitas, tekanan dan dugaan intervensi
dari negara besar. HAM kini telah menjadi salah satu isu penting dalam kehidupan
masyarakat suatu negara dan juga dalam kehidupan masyarakat internasional. Isu
mengenai Hak Asasi Manusia merupakan suatu tuntutan kemanusiaan. Saat ini HAM
telah menjadi sebuah konsep hukum tertulis. Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan
Universal Declaration of Human Rights 1948. Di dalam Deklarasi PBB ini diakui bahwa
manusia adalah individu yang menyandang status sebagai subjek hukum internasional
disamping negara. Isu HAM ternyata telah mewarnai berbagai aspek kehidupan
masyarakat baik secara politik dan ekonomi maupun sosial dan budaya, baik dalam
konteks nasional maupun global. Seperti isu perebutan hegemoni kekuasaan dan
peperangan yang baru-baru ini terjadi antara Rusia dan Ukraina yang mana melanggar
hak asasi manusia. Selain itu, isu Hak asasi manusia dalam hukum dan hubungan
internasional lainnya dapat kita lihat dalam berbagai aspek kehidupan seperti isu
diskriminasi, kesetaraan gender, maupun feminisme.
Peran lembaga internasional terkait pelanggaran hak asasi manusia dalam isu-isu di
atas adalah berusaha membantu penyelesaian masalah dan penegakan hukum sesuai
prosedur yang berlaku. Seperti misalnya organisasi internasional seperti ASEAN, saat
terjadi suatu permasalahan di negara anggotanya yaitu negara dalam kawasan Asia
Tenggara baik permasalahan dalam bidang hukum, ekonomi, sosial, dan politik,
organisasi ASEAN selalu tampil di depan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
tersebut. Menteri Luar Negeri menegaskan bahwa peran utama ASEAN adalah menjalin
komunitas global yang dimulai dengan tujuan dan kesatuan bersama para anggota.
ASEAN mengambil langkah untuk menjadi peserta yang berperan penting menangani
masalah - masalah yang menjadi perhatian internasional termasuk isu terkait hak asasi
manusia. Lembaga internasional lainnya seperti PBB juga turut memiliki peran yang
penting dalam menyelesaikan isu - isu tentang hak asasi manusia ini. Peran PBB dalam
hal ini adalah terkait pada perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Peran PBB di
dalamnya adalah seperti membuat dokumen-dokumen hukum internasional dalam rangka
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Contoh yang paling umum adalah
pengesahan deklarasi universal hak asasi manusia (DUHAM), Konvensi tentang
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan Konvensi tentang hak
anak. Dalam upaya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia, PBB membuat
komite khusus untuk menangani masalah hak asasi manusia yang bernama komite hak
asasi manusia PBB (United Nation Comitte of Human Rights/UNCHR) yang bertugas
untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada pengungsi berdasarkan perintah
negara anggota ataupun perintah PBB.
2. Jelaskan bentuk proxy war, dan berikan contoh bentuk konflik internasional yang
sedang terjadi di era sekarang!
Proxy War adalah sebuah konfrontasi antara dua pihak yang memiliki kekuatan besar
dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung
yang dilancarkan dengan tujuan untuk mengurangi risiko konflik langsung yang berisiko
pada kehancuran fatal. Proxy war ini tidak dilakukan melalui kekuatan militer, tetapi
perang melalui berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik melalui politik,
ekonomi, sosial budaya, maupun melalui hukum. Bentuk- bentuk Proxy War diantaranya
adalah seperti penanaman paham radikalisme, penyebaran berita hoax serta Isu SARA
dalam kehidupan masyarakat bentuk - bentuk Proxy War tersebut juga masih kita temui
di Indonesia dan harus selalu kita waspadai karena apabila dibiarkan akan membawa
konflik yang lebih besar.
Adapun contoh bentuk konflik internasional yang sedang terjadi di era sekarang
adalah konflik antara Rusia dan Ukraina. Serangan militer yang dilancarkan oleh Rusia
membawa konsekuensi besar yang menyebabkan kehancuran pada infrastruktur -
infrastruktur vital dan penting yang ada di Ukraina, termasuk pada fasilitas-fasilitas
publik yang bahkan bukan objek militer. Konflik internasional antara Rusia dan Ukraina
ini tentunya menimbulkan banyak korban jiwa dan merupakan pelanggaran serius
terhadap sejumlah aturan hukum internasional kontemporer lainnya seperti hukum
humaniter internasional dan HAM internasional, termasuk juga moralitas internasional.
Lebih jauh lagi dalam hukum internasional, tindakan Rusia terhadap Ukraina di Krimea
pada 2014 dan apa yang dilakukannya pada saat ini telah dapat dikualifikasikan sebagai
tindakan agresi (act of aggression), baik dalam arti teknis maupun substantif.
3. Bagaimana pendapat anda tentang strategi mempertahankan kebudayaan dalam
hubungan internasional, studi kasus tentang klaim kebudayaan Indonesia oleh
negara yang lain?
Menurut pendapat saya strategi untuk mempertahankan kebudayaan dalam hubungan
internasional dapat dilakukan salah satunya adalah melalui diplomasi budaya. Interaksi
dalam hubungan internasional menitikberatkan pada hubungan antar negara dan di era
globalisasi seperti sekarang ini aktor serta isu - isu dalam hubungan internasional
semakin luas sehingga tidak hanya melibatkan aktor negara saja melainkan aktor non
negara juga ikut terlibat. Sehingga tidak cukup jika suatu negara hanya menggunakan
hard power saja dimana isu dan aktor nya lebih bersifat state-centric. Saat ini soft-power
juga turut berperan dan sangat diperlukan oleh suatu negara untuk mencapai tujuan
politik luar negeri yang dapat dilancarkan salah satunya adalah dalam bentuk diplomasi
yang tidak hanya fokus pada pemerintahannya saja, namun juga terhadap masyarakatnya.
Diplomasi budaya merupakan salah satu bentuk diplomasi soft-power dan merupakan
bagian daripada diplomasi publik yang dijalankan suatu negara untuk mempromosikan
dan melindungi kepentingan nasionalnya. Salah satu contoh isu kebudayaan yang terkait
adalah isu klaim Malaysia terhadap beberapa budaya Indonesia seperti Reog Ponorogo,
Lagu Rasa Sayange, Seni Batik, Tari Pendet, Musik Angklung, dan Wayang kulit.
Pengklaiman ini terjadi karena pemerintah kurang memperhatikan kekayaan budaya yang
dimiliki oleh negara sendiri, sehingga membuka peluang bagi negara lain untuk
mengklaim kebudayaan Indonesia. Dilakukannya diplomasi kebudayaan dapat membantu
suatu negara dalam mewujudkan kepentingan nasionalnya dan meningkatkan rasa
persaudaraan serta saling pengertian antar negara dan warganya (mutual understanding).
Diplomasi kebudayaan juga dapat meningkatkan profil negara, membantu dalam menepis
isu-isu negatif dengan memberikan catatan yang baik negara tersebut, dan membangun
citra positif suatu negara. Sarana diplomasi budaya yang dilancarkan oleh Indonesia
adalah pembangunan rumah budaya. Pentingnya diplomasi budaya melalui jalur damai
yang menjadi instrumen dalam rangka mempererat hubungan dengan negara lain.
Diharapkan Rumah Budaya Indonesia bisa menjadi rujukan bagi masyarakat luar negeri
untuk mengetahui dan mempelajari budaya Indonesia serta menghindari terjadinya
pengklaiman budaya Indonesia oleh negara lain.
4. Bagaimana menurut anda permasalahan isu-isu feminisme dan kesetaraan gender
dalam hukum dan hubungan internasional?
A. Jelaskan 1 studi kasus mengenai feminisme dan kesetaraan gender!
Ketimpangan gender dalam bidang ketenagakerjaan. Saat ini isu ketimpangan gender
dalam bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu isu dan permasalahan yang
kerap diperbincangkan. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam perbedaan
tingkat pendidikan dan ketrampilan, segregasi sektoral dan pekerjaan, pembatasan
sosial budaya dan lain-lain semuanya bermuara pada ketimpangan gender dalam hal
partisipasi pekerjaan yang layak. Fenomena ketimpangan gender di Indonesia
tetutama di bidang ketenagakerjaan dapat dilihat dari lebih rendahnya akses
perempuan terhadap pasar kerja daripada laki-laki. Selain itu juga dapat dilihat dari
kecenderungan perempuan bekerja mendapatkan upah yang lebih kecil dari pekerja
laki-laki. Adapun berdasarkan data yang menunjukkan perbandingan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) antara perempuan dan laki-laki di Indonesia pada
tahun 2017 lalu adalah 50.89 : 82,51. Hal ini mengindikasikan TPAK perempuan jauh
lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki. Terlanjur lagi hal ini berbanding terbalik
dengan perbandingan jumlah penduduk perempuan dan laki yang berusia 15 tahun ke
atas yaitu sebesar 96,7 Juta : 95,88 Juta (BPS,2017). Dari data-data tersebut dapat
dilihat bahwasannya 47,24 juta perempuan usia produktif di Indonesia tidak terlibat
aktif secara ekonomi. Berdasarkan studi yang dilaksanakan di sebagian besar negara
berkembang, faktanya ketimpangan TPAK antara laki-laki dan perempuan memang
sudah umum terjadi. Salah satu penyebab utamanya adalah faktor budaya dan norma
yang dimiliki oleh Indonesia masih berlaku di sebagian besar masyarakat yaitu peran
tradisi lebih penting dari peran transisinya sehingga perempuan memiliki
kecenderungan untuk tetap di rumah dan merasa bertanggung jawab untuk mengurus
keluarga di rumah, sehingga menolak untuk memasuki pasar kerja. Faktor lain yang
tidak kalah penting pengaruhnya adalah masih rendahnya tingkat pendidikan dan
keterampilan perempuan Indonesia untuk dapat memasuki pasar kerja serta masih
banyak terjadi pernikahan dini (Scholastica, 2018).
B. Bagaimana pengakuan dan keadilan terhadap identitas kewarganegaraan dalam
prespektif gender!
Dalam perspektif gender pengakuan dan keadilan terhadap identitas kewarganegaraan
masih belum sepenuhnya adil atau dalam hal ini bisa dikatakan masih bias gender.
Kewarganegaraan adalah praktik yang bergender. Kewarganegaraan dalam pengertian
liberal hendak memperlihatkan perbedaan identitas, termasuk gender, ke dalam suatu
identitas bersama suatu teritori negara tertentu. Akan tetapi dalam praktiknya masih
sering menghadapi berbagai tantangan yang berasal dari identitas-identitas yang
bersifat partikular. Dalam kasus Indonesia, identitas-identitas partikular itu adalah
etnisitas dan agama yang tumbuh beriringan dengan dinamika model kebangsaan
Indonesia itu sendiri (Bertrand, 2012). Dalam UU Kewarganegaraan masih
mengandung bias gender. Masih sedikit konvensi yang belum membahas hak asasi
wanita. Misalnya, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (1979), Konvensi tentang Persetujuan Perkawinan, Umur Minimum bagi
Perkawinan dan Pencatatan Perkawinan (1962). Selain daripada itu juga terdapat
beberapa pasal yang dirasakan mengandung nilai patriarkhi dan bias gender,
khususnya pasal yang berkaitan dengan penentuan warga negara. Kewarganegaraan
Indonesia memang menganut asas ius sanguinis, yaitu hubungan hukum kekeluargaan
dengan orangtua. Akan tetapi dalam UU Kewarganegraaan, lebih menekankan pada
hubungan perdata dengan ayahnya. Selain daripada itu dalam hal pembentukan
peraturan perundang-undangan hendaknya menghasilkan suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan yang responsif gender. Analisis gender dalam hal ini hendaknya
mempertimbangkan hasil serta dampak bahwa suatu rumusan ketentuan peraturan
perundang-undangan dapat membawa berakibat keadilan bagi setiap warga Negara,
baik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan baik dalam rumusan maupun dalam hal penerapannya juga
berdampak pada penetapan atau perlakuan yang adil dan setara gender termasuk
upaya dalam mencegah serta melakukan perbaikan atas peraturan perundang-
undangan yang diindikasi masih diskriminatif dan/atau bias gender.

Anda mungkin juga menyukai