Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

RADIKALISME DALAM AJARAN AGAMA ISLAM

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah dengan dosen
pengajar Rara Intan M F,M.pd"

Disusun Oleh :

*Nama Kelompok :

1.Maulana Agung

2.Nova Riski A

3.Nurul Wahyu

4.Syifa Mutiah

5.Umi Nur M

SEKOLAH TINGGI

ILMU KESEHATAN 17 KARANGANYAR


RADIKALISME DALAM AJARAN AGAMA

A. Secara etimologi, radikalisme dengan kata dasar radikal berasal dari bahasa
Latin, radix, yang berarti “akar”. Radikalisme merupakan respons terhadap kondisi
yang sedang berlangsung yang muncul dalam bentuk evaluasi,
penolakan, atau bahkan perlawanan terhadap ide, asumsi, kelembagaan, atau
nilai.Menurut Azyumardi .Azra, radikalisme merupakan bentuk ekstrim dari
revivalisme.
Revivalisme merupakan intensifikasi keislaman yang lebih berorientasi ke dalam
(inward oriented), dengan artian pengaplikasian dari sebuah kepercayaan hanya
diterapkan untuk diri pribadi. Adapun bentuk radikalisme yang cenderung
berorientasi keluar (outward oriented), atau kadang dalam penerapannya
cenderung menggunakan aksi kekerasan lazim disebut fundamentalisme.

B. Akar Sejarah Radikalisme Agara Islam

Allah menciptakan segala sesuatu di bumi ini dengan keadaan yang setimbang.
Beragam ayat-ayat yang disebutkan dalam al-Qur’an menjadi bukti keseimbangan
penciptaan Allah SWT. Hal tersebut Bu semestinya bukan dianggap sebagai
fenomena alam biasa, namun juga harus diresapi sebagai rahmat Allah SWT sebagai
Dzat Yang Maha Bijaksana. Nilai moral yang dapat dipetik dari prinsip keseimbangan
di alam raya ini, yakni Allah mengingatkan agar manusia senantiasa menjaganya
dengan tidak melakukan perilaku-perilaku menyimpang, seperti tidak berlaku adil,
tidak jujur, dan kecurangankecurangan lainnya

C.Contoh radikalisme agama


1.Kasus radikalisme agama terus menjadi dilema umat manusia, tidak terkecuali di
Indonesia. Di Indonesia, diseminasi paham radikalisme agama tak hanya ada di
institusi pendidikan, tapi juga telah tersemai di media sosial dan Internet.Kedua
tempat tersebut menjadi ruang terbuka munculnya paham radikalisme agama. Kita
bisa menelisik riset-riset sebelumnya bahwa :

*Pertama, radikalisme muncul akibat pemahaman guru terhadap agama sangat


eksklusif.
*Kedua, keberadaan rohis di sekolah-sekolah pemicu pemahaman keagamaan yang
rigid dan intoleran
*Ketiga, anak muda kerap harmonis dengan paham radikalisme Maarif
Institute.kemudian kemunculan buku-buku ajar berkonten radikal,dan
menyeruaknya situs-situs Islam radikal di Internet.
Artinya, gejala radikalisme agama tidak bisa dinafikan keberadaannya akibat
pemahaman keagamaan yang literal terhadap teks-teks suci keagamaan. Kemudian
kasus media sosial atau Internet yang kerap melansir konten-konten radikal untuk
menjelekkan pemerintah dan mengkafirkan orang lain yang tidak sepemahaman
kini menjadi perhatian serius pemerintah untuk menangkalnya.
D.Ciri -Ciri orang yang patut dicurigai sebagai kelompok radikalisme :

*Menandak anti sosial


*Menghabiskan waktu dengan komunitas yang dirasasiakan
*Mengalami sifat emosional ketika berbicara seputar pandangan politik dan
keagamaan.
*Mengungkapan kecurigaan dan kritik berlebihan terhadap praktik masyarakat
secara umum.

E. Faktor Pemicu dan Penyubur Gerakan Radikalisme di Indonesia

Munculnya gerakan radikalisme di Indonesia terjadi karena dua faktor :


* Faktor internal akibat terjadinya penyimpangan norma-norma agama terutama
dengan masuknya faham sekuler dalam kehidupan umat Islam, sehingga
mendorong umat Islam melakukan gerakan kembali pada otentitas Islam. Sikap ini
ditopang oleh pemahaman agama yang fundamental dan total,bersikap kaku dalam
memahami teks agama, sehingga harus merujuk pada perilaku nabi di Makkah dan
Madinah secara tekstual. Karena itu identitas keagamaannya bersifat literalistik,
kaku, dan cenderung menolak perubahan sosial. Pada gilirannya mereka frustrasi
terhadap perubahan dunia yang begitu cepat, sementara respon Islam sangat
lambat dan ketinggalan dibanding masyarakat Barat. Konsep-konsep modern
sebagai produk Barat ditolaksecara radikal seperti demokrasi dan HAM.
F. Bentuk-bentuk Terorisme
Terorisme diartikulasikan dalam tiga bentuk. Pertama, terorisme yang bersifat
personal.
Aksi-aksi terorisme dilakukan perorangan. Biasanya, dalam pengeboman bus
merupakan sebuah aksi personal. Pengeboman mal-mal dan pusat perbelanjaan
juga dapat dikatagorikan sebagai terorisme yang dilakukan secara personal. Kedua,
terorisme yang bersifat kolektif. Para teroris melakukannya secara terencana.
Biasanya, terorisme semacam ini dilembagakan dalam sebuah jaringan yang rapi.
Yang sering disebut-sebut sebagai terorisme dalam kategori ini adalah Jaringan al-
Qaeda. Sasaran terorisme dalam kategori ini adalah simbol-simbol kekuasaan dan
pusat-pusat perekonomian. Ketiga, terorisme yang dilakukan negara. Istilah ini
tergolong baru, yang biasa disebut dengan “terorisme (oleh) negara” (state
terorism). Penggagasnya adalah Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad
dalam hajatan OKI terakhir. Menurutnya,
terorisme yang dikerahkan negara, tidak kalah dahsyatnya dari terorisme personal
maupun kolektif. Kalau kedua bentuk terdahulu dilaksanakan secara sembunyi-
sembunyi, terorisme yang dilakukan sebuah negara dapat dilihat secara kasat mata.
Ketiga-tiganya mempunyai titik temu, yaitu sama-sama mencari tumbal dan korban.
Yang mencolok dalam terorisme adalah “balas dendam”. Karenanya, terorisme
identik dengan kenekatan dan keterpanggilan untuk melawan secara serampangan,
yang penting ada korban.
Di sini sebenarnya ranah problematis terorisme. Terorisme ibarat singa yang selalu
haus mangsa.
Sebagaimana singa, terorisme tidak bisa mengambil “jalan tengah”, melainkan
menempuh “jalan pintas”. Sebab para teroris, biasanya melandaskan pada
kebutuhan untuk membangun sebuah menara yang disebut “identitas yang
tunggal”. Terorisme mengandaikan adanya “absolutisme”,
baik dalam tataran suprastruktur maupun struktur.Terorisme sebagai gerakan yang
membawa ambisi kebenaran, menggunakan pelbagai kendaraan. Ada yang
menggunakan kendaraan agama, politik dan ekonomi. Apapun kendaraannya,
terorisme menampilkan wataknya yang serba hegemonik, anarkis dan radikal. Inilah
kesan yang bisa ditangkap mengenai terorisme. Hampir seluruh gambarannya buruk
dan tidak manusiawi.

G. Terorisme dalam Perspektif Al-Qur’an


Ajaran Islam adalah ajaran yang mendatangkan rahmat bagi umat manusia. Allah
ta‟ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Kami mengutus engkau melainkan
sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia.” (QS.21: 107). Ibnu Abbas
menerangkan bahwa rahmat tersebut bersifat umum mencakup orang yang baik-
baik maupun orang yang jahat. Barang siapa yang beriman kepada beliau -Nabi
Muhammad- maka akan sempurnalah rahmatnya di dunia sekaligus di akhirat.
Adapun orang yang kufur kepadanya maka hukuman -yang sesungguhnya- akan
disisihkan darinya sampai datangnya kematian dan hari kiamat. Di antara bukti
kasih sayang Islam kepada umat manusia adalah Islam tidak membenarkan
penumpahan darah manusia tanpa alasan yang benar. Allah ta‟ala berfirman (yang
artinya), “Janganlah kamu membunuh nyawa yang diharamkan Allah -untuk
dibunuh- kecuali dengan sebab yang benar.” (QS. 6: 151). al-Baghawi menjelaskan
bahwa di dalam ayat ini Allah mengharamkan membunuh seorang mukmin dan
mu‟ahad -orang kafir yang terikat perjanjian keamanan dengan umat Islam- kecuali
dengan sebab yang benar yaitu sebab-sebab yang membuat orang itu boleh
dibunuh seperti karena murtad, dalam rangka qishash -bunuh balas bunuh-, atau
perzinaan yang mengharuskan hukuman rajam bagi pelakunya. Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membunuh seorang kafir
yang terikat perjanjian -dengan kaum muslimin atau pemerintahnya- maka dia tidak
akan mencium bau surga. Sesungguhnya baunya itu akan tercium dari jarak
perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari). al-Munawi menjelaskan bahwa
ancaman yang disebutkan di dalam hadits ini merupakan dalil bagi para ulama
semacam adz-Dzahabi dan yang lainnya untuk menegaskan bahwa perbuatan itu -
membunuh orang kafir mu‟ahad- termasuk perbuatan dosa besar.
H. Jihad versus Terorisme
Terorisme (al-irhab) digunakan al-Quran untuk melawan “musuh Tuhan”.
Karenanya, beberapa gerakan Islam Politik yang mempunyai pandangan
fundamentalis dan radikalis sering kali menggunakan istilah tersebut untuk
melawan “musuh Tuhan”. Bagi mereka, Barat disebut sebagai salah satu simbol
musuh Tuhan. Kemudian dalam mengidentifikasi musuh, Islam politik menggunakan
tiga pandangan mendasar. Pertama, politik sebagai bagian dari Islam.
Berpolitik praktis merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Ini mengakibatkan
setiap muslim harus terlibat dalam politik guna melawan “politik kafir”. Kedua,
Islam sebagai komunitas yang paling benar, sedangkan yang lain dianggap murtad.
Ketiga, kecenderungan untuk memaksakan pandangan dengan “tangan besi”,
kekerasan, pembunuhan dan perang, yang biasa disebut dengan jihad fi sabililillah.
utama yang menjadi pembahasan terorisme dalam pandangan Islam adalah
pemaknaan kata “jihad”. Maka sekarang ini kita banyak melihat prilaku teror
ditujukan kepada asset-asset yang berhubungan dengan Amerika, seperti hotel JW
Marriot dan Ritz Calten dll.
Dalam benak para aktifis muslim, jihad lebih dipahami dalam kerangka balas
dendam karena kafir telah memerangi muslim tanpa batas, maka muslim wajib
membalasnya dengan memerangi kafir secara tanpa batas pula. Menurutnya, dalam
ketentuan syari‟ah, jihad berarti berperang melawan kaum kafir yang memerangi
Islam dan kaum muslimin. Konsep inilah yang ia sebut dengan jihad fi sabilillah.
Dalam pemahamannya, ayat al-Qur‟an pertama tentang jihad yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad adalah memerangi kaum kafir sebatas yang memerangi
Islam. Sebagaimana disebutkan dalam al Quran (yang artinya), ”Dan perangilah di j
alan Allah orang-orang yang memerangi kamu. Dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
I. Relasi antara Agama dan Radikalisme
Jika membaca secara teliti peristiwa-peristiwa besar kekerasan yang disebabkan
oleh agama, ditemukan paling tidak ada tiga peran yang menyebabkan kerentanan
agama terhadap kekerasan.13 Pertama, adanya penafsiran agama dalam
hubungannya dengan relasi sosial. Tafsiran ini selanjutnya menjadi dasar ideologis
dari pemeluk agama dalam ruang sosial. Yakni, tatanan sosial ditafsirkan sedemikian
sehingga berdasarkan kerangka religius tertentu. Tatanan masyarakat
direpresentasikan sebagai kehendak Tuhan berdasakan hasil tafsirannya sendiri
terhadap teks suci.
Diversitas realitas diunifikasi dan disimplifikasi menjadi suatu realitas yang seragam.
Identitas-identitas subjek yang unik akhirnya hilang dalam suatu kerangka
pemahaman (tafsir) yang ―sempit‖. Sebab, realitas yang kompleks dan jamak
diarahkan pada kehendak kelompok tertentu. Di sinilah, keberadaan orang atau
kelompok lain mulai dinafikan. Bahkan, jika umat beragama tidak mau mengubah
pemahaman yang diyakini sebagai kebenaran mutlak‖, maka agama mandul, nyaris
tak bermakna.Selain itu, tafsiran ini juga memiliki kecenderungan menyembunyikan
kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
J.Radikalisme Sebagai Pilihan Sebuah Metode
Radikalisme, khususnya radikalisme Islam muncul sebagai respons terhadap kondisi
memprihatinkan yang dialami dan dihadapi umat. Persoalan ketimpangan,
ketidakadilan, dan diskriminasi terjadi di mana-mana yang memantik aksi
sekelompok orang melakukan berbagai upaya dalam rangka melakukan perlawanan
terhadap kondisi-kondisi tersebut. Umumnya, pilihan tindakan yang diambil adalah
jalur kekerasan karena jalur lain dianggap tidak mempan‘ lagi. Di dunia Islam,
misalnya di Timur Tengah, radikalisme Islam muncul sebagai perlawanan kontra
produktif terhadap perlakuan tidak adil atau penyumbatan aspirasi politik oleh
rezim otoriter.
K.Kesimpulan
Munculnya Radikalisme disebabkan kesalahan dalam memahami ayat-ayat perang
dan ayat-ayat Jihad. Pertama, ayat-ayat perang diartikan sebagai pembenaran
bahwa aksi kekerasan dan terorisme dibenarkan dalam agama Islam. Kedua, ayat-
ayat jihaddiartikan sebagi perlawan terhdap segala musuh Islam adalah jihad.
Padahal, radikalisme yang berujung pada tindakan kekerasan, bertentang dengan
nilai-nilai dalam Agama. Hal ini bisa dilihat dari beberapa ayat Al-Qur‘an berkaitan
dengan peperangan atau jihad, dilihat dari asbabun nuzul tidak ada ayat yang
menerangkan tentang kekerasan. Adapun ayat-ayat berkaitan dengan perintah
jihad atau perang, berkaitan dengan adanya prinsip memepertahan diri dari
serangan lawan, perjungan nilai-nilai kemanusian pada waktu itu.

Anda mungkin juga menyukai