Anda di halaman 1dari 3

A.

Lima konsep yang penulis temukan pada artikel tentang “RADIKALISME


(TELAAH KRITIS, TINJAUAN SOSIO-HISTORIS DAN FILOSOFIS” oleh
Eka Hendry Ar. M.Si.M.Pd adalah :

1. Radikal dalam artian substansial bukan Lip Service, beriman secara total dan
mendasar, bukan hanya simbol dan kepura-puraan.
Radikalisme dalam agama ibarat pisau bermata dua. Satu sisi bermakna negatif
dan di sisi lain bermakna positif.
Radikalisme dapat dikatakan memiliki makna yang positif apabila menjadikan
seseorang bergerak menuju perubahan ke arah lebih baik yang lazim disebut
ishlah (perbaikan) atau tajdid (pembaharuan) serta dijalankan melalui pemahaman
agama yang menyeluruh dan diaplikasikan untuk ranah pribadi. Dengan kata lain,
berpikir secara radikal adalah berpikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya
dan memang seharusnyalah seseorang bisa berpikir secara radikal atau dapat
dikatakan bahwa berfikir secara radikal ialah berfikir dengan total serta mendasar.

2. Imej yang terbangun ketika kata Radikal di hubungankan dengan Islam


cenderung berkonotasi negatif.
Maraknya aksi-aksi radikalisme yang terjadi dalam beberapa kurun waktu ini
lebih cenderung ke dalam isu-isu ideologi keagamaan, maka seolah-olah agama
adalah sarang radikalisme dan tidak sulit untuk mendengar kata radikalisme itu
identik dengan Islam.
Kemunculan radikalisme dari sisi agama dapat disebabkan oleh banyak faktor
salah satunya ialah dari dalam umat Islam itu sendiri. Ini disebabkan karena
adanya penyimpangan norma agama dengan pemahaman agama yang sangat
sempit dan bersikap kaku dalam memahami konsep agama. Seperti adanya
generalisasi terhadap suatu ayat yang memperbolehkan mereka untuk melakukan
tindakan radikalisme.
Dengan kata lain faktor internal dari Islam itu sendirilah yang melahirkan imej
Radikal di tubuh Islam.

3. Gerakan islam tidaklah menakutkan seperti gambaran media barat.


Adanya ketakutan dari bangsa maupun agama lain terhadap Islam disebut sebagai
Islamofobia.
Islamofobia adalah sebuah fobia atau suatu ketakutan, kebencian atau prasangka
terhadap Islam atau Muslim secara umum, terutama bila dipandang dari sisi
Islamisasi dan sumber terorisme.
Dari pernyataan tersebut tidaklah pula menjadikan kita sebagai umat Islam jadi
insecure terhadap pernyataan tersebut melainkan dapat kita jadikan sebagai tolak
ukur perkembangan Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin dengan
membawa misi kasih sayang dalam beragama.
Ketidaktahuan mereka ( bangsa barat ) akan identitas Islam yang sebenarnyalah
yang menjadikan mereka berfikir seperti itu. Mereka ibarat kertas kosong yang
bebas untuk di isi dengan coretan coretan yang tak beraturan ataupun kata kata
indah yang tersusun rapi. Umat Islam harus menunjukkan identitas Islam yang
sebenarnya seperti yang di contohkan oleh Nabi Muhammad dalam berdakwah
menghadapi orang-orang kafir.

4. Para ahli membedakan antara COGNITIVE VIOLENT dan VIOLENT


RADICALISM.
COGNITIVE VIOLENT ialah paham radikal sedangkan VIOLENT RADICALISM
ialah tindakan radikal.
COGNITIVE VIOLENT adalah pandangan yang eksklusif, menganggap lebih
superior dibanding yang lain, berfikir secara literaturmenghendaki perubahan
sevara cepat dan total termasuk dengan penggunaan kekerasan, serta mudah
melabelkan pihak lain sebagi “evil”.
VIOLENT RADICALISM adalah tindakan melakukan penyerangan secara fisik
dan psikologis terhadap orang lain dengan maksud menciptakan rasa takut atau
tindakan terorisme.

5. Agama dianggap memberikan justifikasi, bukan penyebab utama tindakan


terorisme. Faktor non agama sebagai akar penyebab aksi kekerasan.
Menurut mantan Ketua Umum Tanfidyah PB NU, Dr KH Hasyim Muzadi saat
menjadi pembicara dalam Dialog Publik "Deradikalisasi untuk Membangun
Perdamaian di Indonesia" yang diselenggarakan Ikatan Keluarga Alumni IAIN
Walisongo Semarang wilayah Jabodetabek bekerja sama dengan Direktorat
Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, di Hotel Horizon,
Semarang (6/4).
"Berbagai masalah, terutama politik, pemberontakan, perebutan kekuasaan,
masalah sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, disulap dan dibelokkan
menjadi masalah agama,"
Dari pernyataan beliau di atas maka dapat kita pahami bahwa memang yang
menjadi faktor utama penyebab tindakan terorisme ataupun radikal berasal dari
faktor luar atau non agama. Oknum-oknum yang mengatas namakan agama untuk
kepentingan pribadi, kelompok maupun kepentingan lainnya mereka itulah yang
seharusnya dikatakan sebagai pelaku terorisme atau radikalisme bukanlah
Agama.

B. Evaluasi dan Refleksi Bahan Ajar


Dalam aspek dimensi, radikalisme berada dalam ruang lingkup politik, kebudayaan,
dan keagamaan. Namun pada kenyataannya radikal identik dengan agama Islam
padahal semua agama punya sejarah kekerasan. Lantas mengapa hanya Islamlah yang
hanya memiliki predikat seperti itu, inilah bukti adanya tedensius terhadap agama
Islam. Hanya dikarenakan ulah sekelompok orang yang mengatas namakan Islam
yang melakukan tindak kekerasan ataupun terorisme maka beban predikat TERORIS
melekat pada diri umat Islam. Untuk itulah sudah menjadi suatu keharusan bagi setiap
muslim diseluruh bagian bumi dimanapun ia berada untuk concern terhadap masalah
ini. Memulai dengan hal-hal sederhana seperti berperilaku yang baik antar sesama
manusia dapat mencerminkan keadaan Islam yang sesungguhnya yaitu Islam yang
rahmatan lil ‘alamin.
C. Kelebihan dan Kekurangan Pada Bahan Ajar
Kelebihan :
 Adanya kesinambungan yang sangat baik antara judul dengan isi materi yang
disampaikan.
 Materi yang disampaikan berupa peta konsep yang langsung kepada inti
permasalahan, jelas dan lugas.

Kekurangan :
 Ada beberapa bagian di dalam artikel hanya berupa pernyataan dalam bentuk
konsep tanpa adanya penjelasan lebih lanjut, sehingga menyulitkan pembaca
awam untuk memahami maksud dari pernyataan yang ditulis.

D. Kaitan Isi Bahan Ajar Dengan Moderasi Beragama


Materi yang disajikan penulis dalam artikel tersebut terkait dengan Telaah Kritis,
Tinjauan Sosio-Historis dan Filosofis Dalam Radikalisme.
Dalam moderasi beragama, ada empat indikator yang dikuatkan, yaitu komitmen
kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, serta penerimaan terhadap tradisi.
Ke empat indikator di atas merupakan cerminan yang sebenar dari wajah Islam itu
sendiri. Kata Islam Radikal atau Islam Teroris adalah simplifikasi terhadap Agama
tertentu (Islam), yang dijadikan ciri terhadap agama Islam dengan maksud tedensi.
Memang kita tidak bisa menyalahkan mereka yang memberikan predikat Radikal
kepada agama Islam dikarenakan perbuatan yang dilakukan oknum yang mengatas
namakan dirinya muslim ketika melakukan tindakan radikalisme. Maka untuk itulah
berbenah merupakan pilihan kata yang tepat untuk kita lakukan sebagai umat Islam.
Salah satunya adalah dengan selalu melandaskan rasa cinta kasih dalam berperilaku
antar umat beragama.

Anda mungkin juga menyukai