Anda di halaman 1dari 12

KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA DALAM GERAKAN POLITIK

FORMALISASI ISLAM DI INDONESIA

Abd. Rahman
rahman@stainkepri.ac.id.
STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau

Abstrak: Persoalan ideologi merupakan faktor yang penting memunculkan


ekspresi politik berbentuk kekerasan dan teror. Apabila seseorang telah cukup kuat
pemahaman yang merasuki pemikiran dan jiwanya, maka akan sulit untuk dilakukan
perbaikan pola pikir. Apalagi bila pemahaman agamanya cukup sempit, yakni melihat
agama hanya secara tekstual, maka hal ini berpotensi menjadi fanatisme agama yang
nantinya bisa mengarah pada tuntutan formalisasi agama dan bentuk ekspresi politiknya
berupa kekerasan dan teror. Kenyatan demikian ini tentu sangat merugikan bagi
kehidupan rakyat karena hanya akan menimbulkan gejolak yang tiada berakhir. Dakwah-
dakwah yang lebih menekankan tentang ‘Islam versi Arab’ harus segera direduksi agar
tidak menjadi pemicu timbulnya fundamentalisme dan radikalisme.

Kata Kunci: Ideologi, ekspresi politik, fanatisme agama

A. PENDAHULUAN sebagai bagian dari eksploitasi dan


Berbagai bentuk ekspresi bisa juga sebagai bagian dari
politik bisa dilakukan oleh setiap pressure agar eksistensi kepentingan
orang, mulai dari sikap menyayangi, dan ideologi bisa terakomodir. Di
membenci, dan bahkan teror. Indonesia, praktik kekeraaan sebagai
Biasanya, ekspresi tersebut sebagai tindakan dan ekspresi politik telah
bentuk perjuangan atas kepentingan menjadi bagian lumrah. Misalnya
politik yang diperjuangkannya. saja dukungan kepada salah satu
Selain itu, ekspresi itu bergantung calonnya yang tidak berhasil meraih
dengan seberapa kuat nilai-nilai kekuasaan dengan aksi anarkisme
ideologis politik tertanam dalam dan mengganggu ketertiban umum
pemahamannya. Semakin kuat nilai serta bentrok dengan kelompok
ideologis dan kepentingan yang pendukung lawan politik lainnya.
hendak dicapai, maka ekspresi Kekerasan kelompok yang
politiknya semakin ekstrim, sebab memperjuangkan tentang hak politik
tujuan dari tindakan politiknya ialah mereka yang berlawanan dengan
mencapai cita-cita tanpa kenal nasionalisme disebut dengan
kompromi dengan tujuan politik sparatis, sedangkan kekerasan
orang lain. Pemaksaan kepentingan kelompok yang melawan
dan ideologi inilah yang kerap kali nasionalisme atas nilai agama
menghadirkan teror dan kekerasan disebut dengan radikalis.
dalam tindakan politik. Artinya, semua elemen bisa
Beberapa tindak kekerasan saja mengekspresikan tindakan
politik itu bisa saja didasarkan politiknya dengan kerasaan apabila

1
2 Tajdid, Vol. 21, No. 2, Desember 2018

tujuan-tujuan politiknya belum tindakan kekerasaan demi wujudkan


tercapai, apalagi bila hal itu cita-cita politiknya.
dikaitkan dengan keyakinan Praktik mewujudkan negara
ideologis dari pemahaman agama Islam juga pernah tejadi di
secara radikal. Beberapa kelompok Indonesia, yakni sebuah perlawanan
demikian itu terus ada dalam atau pemberontakan kelomok
sepanjang sejarah Indonesia, seperti Kartosuwiryo yang menginginkan
yang dilakukan oleh Front Pembela berdirinya Negara Islam Indonesia
Islam (FPI), Jamaah Islamiayah (JI), (Asymawi dan Widyawati, 2004).
Majlis Mujahidin Indonesia, Meski aksi mereka telah berhasil
Mujahidin Indonesia Barat, ditumpas, namun ajaran dan cita-
Mujahidin Indonesia Timur, Jemaah citanya masih terus mengalir pada
Tauhidwal Jihad, Forum Aktivis beberapa generasi setelahnya,
Syariah Islam, Pendukung dan termasuk kelompok Jamaah
Pembela Daulah, Laskar Jundulllah, Islamiyah Indonesia (JII) yang
dan yang terakhir ialah kelompok kemudian melancarkan aksi bom
yang berafiliasai dengan Islamis Bali dan beberapa aksi bom bunuh
State Iraq and Suria (ISIS) atau yang diri setelahnya.
sekarang berganti nama dengan Kenyataan ini menunjukkan
Daulah Islamiyah atau Islamis State bahwa ideologi agama telah
saja. mempengaruhi para pendukungnya
Kelompok yang berafiliasai dengan kuat sehingga berani
pada ISIS ini telah melakukan aksi mengekspresikan tindakan politiknya
teror terbaru di Indonesia pada 14 dengan kekerasan dan aksi terorisme.
Januari 2016 lalu. Peristiwa yang Memang kajian agama dan politik
cukup menghebohkan ialah aksi selalu saja menarik perhatian para
bunuh diri dan terorisme yang terjadi teoritisi. Sepanjang sejarah politik,
di Jl. Tamrin Jakarta. Sebanyak tujuh agama ataupun keyakinan seringkali
orang tewas, yakni empat orang menjadi landasan moral politik,
teroris dan tiga orang warga sipil. tetapi pemahaman agama yang
Aksi itu cukup menghebohkan cukup dominan justru menjadi sarana
karena dilakukan di tempat terbuka untuk ke arah politik kekuasaan. Hal
dengan sasaran pertama Strarbuck ini pernah terjadi pada di Eropa,
dan pos polisi. Dari keterangan dimana dominasi gereja begitu kuat
polisi, aksi itu terkait dengan ISIS. dalam masalah politik suatu
Aksi mereka itu tak lain bagian dari kerajaan. Bahkan pengakuan
upaya menunjukan eksistensi diri kekuasaan seorang raja beru berarti
yang butuh pengakuan secara politik. ketika gereja merestuinya.
Kelompok ini menyakini ajaran Sedangkan dalam sejarah politik
Islam mewajibkan pendirian negara Islam, pun demikian bahwa dengan
Islam untuk menerapkan syari‘at mencari pembenaran atas
yang disebut dengan negara Islam kekuasaanya melalui dalil-dalil
(daulah islamiyah). Mereka agama. Kenyataan ini (politisasi
melakukan berbagai tindakan dalam agama) membuat agama menjelma
upaya mewujudkan ide tersebut, menjadi ―pembenar‖ kekerasaan.
walau dengan cara melakukan
Agama semestinya tidak lainnya, dan lebih-lebih lagi tentang
menimbulkan kekerasan. Namun hubungan manusia dan Tuhannya.
fakta menunjukkan bahwa agama Sumber ajarannya ialah Al-Qur‘an
dapat menimbulkan kekerasan dan Sunnah. Keduanya merupakan
apabila berhubungan dengan politik rujukan utama bagi umat Islam
sebab agama dapat disalah gunakan dalam menjalankan segala bentuk
dan disalaharahkan, baik dari sisi panduan kehidupan yang islami.
eksternal maupun internal. Menurut Artinya, Islam memiliki norma yang
M. Tohir (2012), dari sisi eksternal, menjadi acuan dalam kehidupan. Hal
agama profetik (kenabian) seperti inilah yang menjadikan Islam
Islam dan Kristen, cenderung sebagai ideologi bagi umatnya
melakukan kekerasan segera setelah (Haryatmoko, dan Schillebeeckx,
identitasnya terancam. Dari sisi 2007).
internal, agama profetik cenderung Ideologi Islam adalah ideologi
melakukan kekerasan karena merasa yang bersumber dan berorientasi
yakin tindakannya berdasarkan kepada ajaran Al-Quran dan As-
kehendak Tuhan. Hal ini Sunnah. Oleh karena istilah Islam
mengindikasikan bahwa pemahaman ideologis seringkali sebangun dan
agama merupakan salah satu alasan semakna dengan istilah ‗Islam
yang mendasari kekerasan politik politik‘ dan ‗Islamisme‘, maka Islam
agama. politik menjadikan Islam sebagai
Berdasarkan latar belakang di ideologi dan kitab capaian
atas, dalam makalah ini penulis politiknya. Islam menjadi
hendak menjawab tentang apa saja penyamangat dalam menggapai
yang menjadi dasar penyebab kehidupan sesuai dengan ajaran
kekerasan dalam ekspresi islam Islam itu sendiri.
politik? Pertanyaan ini merupakan Orientasi kehidupan nan Islami
hal penting untuk mengetahui lebih bermakna bahwa masyarakat yang
dalam tentang pemahaman atau tafsir harus dibangun olehsetiap muslim
keagaamaan ada pada gerakan adalah masyarakat yang tunduk pada
radikal Islam yang menjadi gerakan kehendak Ilahi, sehingga
islam politik. Tentu untuk menjawab klasifikasinya tentang nilai baik dan
pertanyaan itu juga perlu dihadirkan buruk harus dijadikan kriteria atau
tentang sejarah gerakan radikal Islam landasan etis dan moral bagi
yang pernah ada di Indonesia. Maka pengembangan seluruh dimensi
dari petanyaan tersebut nantinya kehidupan. H.A.R Gibb (1970),
akan dilihat dari perspektif nomatif menilai bahwa Islam bukanlah hanya
tentang dogma-dogma agama. persoalan teologi semata melainkan
juga berkaitan dengan sistem
A. RELASI ISLAM DAN peradaban yang komplet. Karenanya
POLITIK pembumian nilai-nilai Islami
Islam merupakan agama yang merupakan suatu tuntutan terhadap
memiliki ajaran untuk semua umat sebab Islam tidak dapat
dimensi kehidupan manusia, baik dipisahkan dari seluruh dimensi
yang berhubungan dengan antar kehidupan. Islam tidak memisahkan
manusia, manusia dan mahluk hidup persoalan-persoalan rohani dengan
3
4 Tajdid, Vol. 21, No. 2, Desember 2018

persoalan-persoalan dunia, melain- sedikit yang memandang bahwa


kan mencakup kedua segi ini. sejak awal Islam merupakan agama
Hukum Islam (syariat) mengatur politi (Effendy, 1994). Namun, pada
keduanya, hubungan manusia dengan perkembangannya, terjadi berbagai
Tuhan dan hubungan manusia macam pemahaman tentang
dengan sesamanya. Menyadari akan bagaimana relasi Islam dan negara.
hal ini, umat Islam memerlukan Setidaknya ada tiga paham tentang
kekuasaan politik sebagai instrumen ralasi Islam dan negara, yakni paham
yang vital bagi pelaksanaan nilai- integralisme, sekularisme, dan
nilai Islami (Rais, 1987). simbiosis-mutualisme (Azra, 1996,
Menurut Ibnu Taimiyah, Syamsudin, 2001 dan Bustam-
organisasi politik bagi kehidupan Ahmat, 2001).
kolektif manusia merupakan Paham integralisme menilai
keperluan agama yang terpenting, bahwa antara agama dan agama
tanpa tumpangannya, agama tidak tidaklah terpisahkan satu sama lain.
akan tegak dengan kokoh. Artinya, Wilayah agama juga meliputi
keberadaan negara merupakan suatu wilayah politik atau negara sehingga
keniscayaan demim membangun pemerintahan diselenggarakan atas
kemashlatan bagi umat manusia. dasar kedaulatan ilahi. Hal ini
Negara dapat menjadi benar-benar dipraktik oleh beberapa negara di
Islami hanyalah dengan keharusan Timur Tengan seperti Saudi Arabia,
pelaksanaan yang sadar dari ajaran Republik Islam Iran, Pakistan,
Islam terhadap kehidupan bangsa, bahkan juga seperti Malaysia.
dan dengan jalan menyatukan ajaran Negara yang demikian menjadikan
itu ke dalam undang-undang negara. syari‘at Islam sebagai landasan bagi
Suatu negara dapat dikatakan sebagai konstitusi dan peraturan perundang-
negara Islam apabila ajaran Islam undangannya.
tentang sosio-politik dilaksanakan Adapun paham sekularisme
dalam kehidupan rakyat berdasarkan menganut pemahaman bahwa antara
konstitusi. Artinya, apapun bentuk agama dan negara harus dipisah
negaranya yang dihuni oleh umat sebab keduanya tidak memiliki
Islam, maka nilai-nilai dari keterkaitan. Kelompok sekularis
konstitusinya haruslan berlandaskan menilai bahwa agama merupakan
pada nilai-nilai universal Islam itu urusan individu dan tidak boleh ada
sendiri (Ma‘arif, 1985). campur tangan dari negara, begitu
Aturan perundang-undangan juga agama tidak boleh merasuki
tidak boleh menzalimi rakyat, dan ranah negara. Negara dengan
perjuangan melawan segala bentuk penduduk Islam yang cukup terlihat
kezaliman merupakan suatu hal yang dengan paham ini ialah Turki. Turki
harus dilaksanakan oleh umat Islam. tidak mendajikan syariat Islam
Prinsip ini diyakini benar oleh umat sebagai landasan konstituri dan
Islam sehingga jika tidak perundang-undangan di negara
dilaksanakan atau tidak tercapai terebut. Tokoh yang cukup terkenal
maka mustahil pelaksanaan ajaran dengan pemikiran sekuler ini ialah
Islam secara benar akan dapat Ali Abdu ar-Raziq. Menurutnya,
diterapkan dengan baik. Tidak Islam tidak mewajibkan umatnya
untuk mendirikan negara Islam mengemukakan adanya persamaan
karena tidak pernah ada nash, sekaligus perbedaan dalam Islam dan
sedangkan praktik yang dilakukan demokrasi.
Nabi di Madinah bukalah bagian dari Perbedaan pandangan tentang
syariat Islam melainkan memang relasi Islam dan negara ini
suatu kebutuhan sesuai dengan memberikan implikasi tersendiri bagi
konteks kala itu (Abd ar-Raziq, ekspresi politik dari setiap
1925). pendukung pemahaman tersebut.
Sedangkan paham simbiosis- Sejarah perbedaan pandangan ini
mutualisme menilai bahwa agama mencuat ketika penggulingan
dan negara saling berhubungan khalifah Ustmaniyah yang beribu
timbal-balik dan saling memerlukan. kota di Damaskus. Kala itu,
Negara sebagai penunjang bagi kerajaan-kerajaan Islam di Timur
tujuan agama, sedangkan agama Tengah telah menjadi daerah koloni
menjadi panduan etika dan moralitas kerajaan Eropa yang melakukan
bagi negara. Hal ini seperti dilakukan ekspansi lebih tepatnya imperalisasi
di Mesir, Irak, Yaman, dan termasuk ke daerah Timur Tengah dan Timur
juga Indonesia. Di Indonesia, jauh, termasuk ke Indonesia. Dengan
meskipun pemeluk Islam merupakan kondisi yang demikian itu membuat
kalangan mayoritas, namun tidak Turki selaku pengayom kerajaan-
lantas menjadikan Islam sebagai kerajan Islam di dunia tidak berdaya
ideologi politik negara (Ma‘arif, dengan berbagai gempuran Barat.
(1996). Bahkan negara-negara kecil yang
Di kalangan teoritisi dikenal masih berada dalam wilayahnya
tiga paham dalam kajian relasi Islam tidak berdaya untuk diselamatnya.
dan negara, maka hal ini Kondisi itu membuat imperium
memunculkan perbedaan tentang Turki Ustmani tak kuasa lagi
penerimaan terhadap demokrasis sehingga gejolak politik dalam
sebagai sistem negara. Dalam negerinya pun tidak mampu
menanggapi hal ini, para pemikir ditangani dengan baik, apalagi
Islam juga terbagi ke dalam tiga membantu kerajaan-kerajaan lain di
kelompok yang pro, kontra, dan bawahnya.
kelompok non blok (Thaha, 2005 & Di saat yang bersamaan,
assyaukani, 2011). Kelompok kontra kebangkitan terhadap pemikiran
menolak adanya kesesuaian antara Islam juga sudah didengukan oleh
Islam dan demokrasi sebab menurut Jamaluddin al-Afghani dan
mereka, mengakui kedaulatan rakyat Muhammad Abduh. Keduanya
sama dengan mengingkari mengajak umat Islam untuk kembali
kedaulatan tuhan. Sedang kelompok memurnikan ajaran Islam dengan
‗blok pro‘ menilai subtansi menggali kembali khazanah
demokrasi sejalan dengan prinsip- keilmuan Islam berdasarkan pada al-
prinsip Islam sebab memiliki tujuan Qur‘an dan hadis sebagai respon
untuk kemaslahatan bagi masyarakat. kekinian terhadap perkembangan
Lain halnya dengan kelompok ‗non peradaban manusia. Misalnya,
blok‘ yang berusaha berdiri di Abduh menilai bahwa
tengah-tengah dari keduanya dengan keterbelakangan yang dialami umat
5
6 Tajdid, Vol. 21, No. 2, Desember 2018

Islam karena adanya kejumu dan cocok menjadi ideologi Indonesia


dalam berpikir sehingga menganggap karena penduduk Indonesia tidak
Islam itu hanya terkait dengan semua meleluk Islam dan Indonesia
aktivitas ibadah saja, padahal yang juga memiliki banyak suku bangsa.
tidak kalah penting ialah tentang Namun, dari kelompok Islam sedang
bagaimana kehidupan umat Islam menunjukan kekuatannya dengan
terus melangkah maju. Sebab itulah dukungan yang banyak. Perdebatan
keduanya mencoba untuk melakukan ini berawal dari perjuangan
kajian keislaman yang moderat. kelompok Islamis dalam panitia
Sedangkan di pihak lain, sembilan yang diketuai oleh
langkah puritanisme juga cukup Soekarno dengan melahirkan
menguat di kalangan ulama di Saudi ―Piagam Jakarta‖ yang
Arabia. Mereka yang dikenal dengan ditandatangani pada tanggal 22 Juni
kalangan salafy ini mengajak agar 1945. Satu klausul dalam Piagam
masyarakat melakukan pemurnian Jakarta itu berbunyi ―menjalankan
ajaran Islam dengan kembali syariat Islam‖ yang menjadi
menjalani kehidupan layaknya di era perdebatan panjang.
Nabi Muhammad SAW. (Qodir, Isu ini mencapai klimaksnya
2015). Kalangan ini menolak dalam perdebatan di Majelis
praktik-praktik yang dinilai tidak Konstituante hasil pemilu I tahun
diajarkan langsung oleh agama 1955. Majelis yang merumuskan
seperti ziarah kubur. Kalangan ini dasar negara ini mengalami
juga bisa dengan mudah mengecap perdebatan yang lebih panjang lagi
―kafir‖ kepada orang yang dinilai karena kalangan Islamis
melakukan perbuatan-perbuatan menginginkan pasal tentang
‗bid‘ah‘. Bagi mereka, syariat Islam penerapan syari‘at Islam kembali
haruslah menjadi hukum formal dimasukkan dalam dasar negara.
suatu negara. Dari sini pula, akar Tetapi hal ini mendapatkan
tentang fundamentalisme era modern pertentangan dari kalangan
ini bermula. Bahkan, tidak sedikit nasionalis. Bahkan kekuatan partai
penelitian yang menyebutkan tentang politik yang berbasis massa Islam
pokok ajaran mereka memberikan pun lebih banyak memilih paham
kontribusi bagi radikalisme masa nasionalis dari pada Islamis. Dalam
kini. perdebatan panjang itu, akhirya
muncullah Pancasila sebagai dasar
B. ISLAM DAN POLITIK DI negara Republik Indonesia. Dalam
INDONESIA praktiknya, gerakan-gerakan Islam
Perdebatan tentang Islam politik juga tidak redup dengan
sebagai ideologi negara diIndonesia sendiri sehingga pemerintah
telah bermula sejak awal negara ini menerapkan apa yang disebut oleh
berdiri. Kalangan islamis Syafi‘i Ma‘arif dengan teori belah
menginginkan ideologi negara bambu, yakni menekan orang tidak
Indonesia adalah Islam dengan mendukung pemerintahan dan
syariat Islam sebagai sumber hukum mengangkat atau memberikan
yang digunakan, sedangkan kalangan kemudahan bagi para pendukung
nasionalis menilai bahwa Islam tidak pemerintah.
Inilah yang tentunya dapat bahkan bentuknya melalui ekspresi
dianggap sebagai diskripsi fakta politik dengan kekerasan.
sejarah bangsa Indonesia khusunya Beberapa peneliti menyimpul-
umat Islam, yang membentuk trend kan bahwa gerakan Islam tersebut
politik Islam yang terus berkembang terbagi menjadi dua kelompok, yakni
dalam perjalanan sejarah perpolitikan kelompok yang menginkan
bangsa Indonesia sampai dewasa ini. berdirinya darul Islam ataupun
Di bawah rezim Orde Baru, polemik daulah Islamiyah dan kelompok
tentang ideologi Islam ini semakin yang menginginkan penerapaan
meredup dan kehilangan perannya. syari’at Islam melalui perundang-
Bahkan, pemerintah mengambil undangan yang berlaku di Indonesia
kebijakan tegas dengan secara (Turmudi, 2005). Meski demikian,
perlahan untuk ‗membungkam‘ keduanya kerap diidentifikasi
keinginan-keinginan kalangan sebagai kelompok formalisasi
Islamis dalam gerakan-gerakan syariah. Bahkan, tindakan atau
politik. Hal ini mencapai puncaknya ekspresi politik dari kelompok ini
pada era 1970-an dimana muncul mengarah pada kekeraasan dan
slogan ―Islam Yes, Partai Islam No‖ terorisme.
yang dikumandangkan oleh
Nurcholis Majid. Sejak itu, kalangan C. RADIKALISME KONTRA
Islamis tidak lagi mendapatkan NASIONALISME DI
panggung politik dan lebih banyak INDONESIA
kembali ke ranah pendidikan Hingga saat ini, diskursus
(Effendy dan Nugroho, 2003). Islam dan negara terus menjadi
Pasca reformasi bergulir, perbincangan menarik dan bahkan
ketika rezim Orde Baru tidak lagi masing-masing mengalami
memiliki andil otoriter terhadap penguatan gerakan yang sering
kebijakan negara, maka perdebatan disebut dengan Islam politik. Islam
tentang ideologi Islam kembali politik memang kerap dilebelkan
mencuat. Hal ini terlihat dalam kepada gerakan politik dari kalangan
amendeman Undang-Undang Dasar umat Islam, khsusnya menuntut agar
1945 ketika Majelis Permusyawaran setiap negara menerapkan paham
Rakyat (MPR) dipimpin oleh Amien integralistik. Kalangan ini terus
Rais. Kala itu, golongan Islam mengumandangkan
kembali memunculkan perlunya pemahamanannya dengan berbagai
penerapan syari‘at Islam sebagai kegiatan guna mendapatkan
hukum yang berlaku di Indonesia. dukungan dan penguatan dari
Tentu saja, ide ini muncul karena kalangan umat Islam sehinga disebut
euforia kebebasan berpendapat dan juga gerakannya disebut gerakan
adanya panggung bagi kalangan fundamentalisme. Tetapi ekspresi
Islamis untuk memperjuangkan politik kalangan ini kerap kali
kembali ideologi Islam. Bahkan, memunculkan sikap radikalisme
tuntutan tersebut hingga saat ini yang mengarah pada kekerasan dan
masih menguat pasca keinginan teror. Hal inilah menjadi perhatian
penerapan syari‘at Islam tidak dalam makalah ini sebab gerakan
terakomodir dalam konstitusi, politik yang dilakukan kalangan
7
8 Tajdid, Vol. 21, No. 2, Desember 2018

fundamentalisme radikal cukup akan diganti dalam gerakan sosial,


memberikan kesan negatif kepada keyakinan tentang kebenaran
Islam itu sendiri. Karena, dengung program atau filosofi sering
tentang Islam yang mengajarkan dikombinasikan dengan cara-cara
tentang perdamaian dan penuh pencapaian yang mengatas namakan
toleran terhadap manusia seakan nilai-nilai ideal seperti ‗kerakyatan‘
runtuh oleh ekspresi politik mereka. atau kemanusiaan. Akan tetapi,
Secara umum ada tiga kuatnya keyakinan tersebut dapat
kecenderungan yang menjadi mengakibatkan munculnya sikap
indikasi radikalisme menurut Horace emosional di kalangan kaum
M.Kallen sebagaimana dikutip oleh radikalis. Dalam catatan sejarah
Tarmizi Taher (Taher, 2005). radikalisme Islam semakin
Pertama, radikalisme merupakan menggeliat pada pasca kemerdekaan
respons terhadap kondisi yang hingga pasca reformasi.
sedang berlangsung, biasanya Jejak pertama radikalisme
respons tersebut muncul dalam dalam gerakan politik Islam di
bentuk evaluasi, penolakan atau Indonesia yang kontra nasionalisme
bahkan perlawanan. Masalah- ialah pemberontakan yang dipimpin
masalah yang ditolak dapat berupa Kartosuwirjo pada 1950-an di bawah
asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai bendera Darul Islam (DI) atau
yang dipandang bertanggung jawab Negara Islam Indonesia (NII) yang
terhadap keberlangsungan kondisi bermula dari Jawa Barat. Kelompok
yang ditolak. ini semakin mendapatkan tempat dan
Kedua, radikalisme tidak menyebar luas ke beberapa daerah
berhenti pada upaya penolakan, lain, bahkan kelompok dari Aceh dan
melainkan terus berupaya mengganti Makassar juga mendukung gerakan
tatanan tersebut dengan bentuk tersebut. Mereka memperjuangkan
tatanan lain. Ciri ini menunjukan Islam sebagai idologi dan menolak
bahwa di dalam radikalisme keberadaan Negara Kesatuan
terkandung suatu program atau Republik Indonesia (NKRI) sehingga
pandangan dunia tersendiri. mereka melakukan perlawanan
Kalangan radikalis berupaya kuat terhadap pemerintahan RI.
untuk menjadikan tatanan tersebut Akibatnya, seringkali kelompok ini
sebagai ganti dari tatanan yang ada. berlawanan atau berhadap-hadapan
Sesuai dengan arti kata ‗radic‘, sikap dengan Tentara Nasional Indonesia
radikal mengandaikan keinginan (TNI) yang bertugas
untuk mengubah keadaan secara mempertahankan negara. Bagi TNI,
mendasar sehingga semangat untuk apa yang dilakukan oleh kelompok
melakukan perubahan dilakukan pendukung Kartosuwiryo ini
meski dengan cara kekerasan.l merupakan ancaman bagi
Ketiga adalah kuatnya nasionalisme bangsa Indonesia
keyakinan kalangan radikalisakan sehingga kelompok ini dipukul
kebenaran program atau ideologi mundur oleh TNI.
yang mereka bawa. Sikap ini pada Setelah DI, muncul Komando
saat yang sama dibarengi dengan Jihad (Komji) pada 1976 kemudian
panafian kebenaran sistem lain yang meledakkan tempat ibadah. Pada
1977, Front Pembebasan Muslim Pembangunan (PPP) sehingga tidak
Indonesia melakukan hal sama. Dan terlalu mengancam nasionalisme.
tindakan teror oleh Pola Perjuangan Selanjutnya, pasca reformasi
Revolusioner Islam, 1978 (Mubarak, muncul lagi gerakan yang beraroma
2008). radikalisme kontra nasionalisme
Aksi kelompok radikal ini teridentifikasi sejak aksi bom bunuh
menyasar tempat-tempat ibadah umat diri di Bali pertama. Rentenan aksi-
non muslim yang ada di Indonesia aksi serupa terus berlanjut dan
yang membuat keresakan di bahkan hingga hari ini (Qodir, 2015).
masyarakat. Tentu saja, aksi Amrozi Cs dari kelompok
demikian itu juga bertentangan pelaku bom Bali merupakan jaringan
dengan nasionalisme Indonesia yang baru yang bernama Jamaah
memiliki semboyan Bhineka Islamiyah (JI) dari semangat yang
Tunggal Ika. Peristiwa itu juga lama seperti yang diharapkan dengan
menjadi perhatian serius pemerintah pendirian NII. Dalam hal ini JI
Orde Baru karena telah memiliki banyak afiliasi dengan
menimbulkan ketidak tenangan beberapa organisasi yang senafas
masyarakat. Dugaan kuat hadirnya lainnya ketika itu. Bahkan Abu
kelompok ini karena tekanan Bakar Ba‘asyir, tokoh yang paling
pemerintah yang mulai melakukan bersikeras dengan pendirian untuk
reduksi terhadap gerakan Islam dan mendirikan negara Islam juga
―membungkam‖para tokoh Islam termasuk di dalamnya. Sebagian
agar tidak menyuarakan kembali organisasi yang turut dalam konflik
ideologi Islam serta tidak Poso dan Ambon juga berafiliasi
―mengganggu‖ program pemerintah. dengan Jamaah Islamiyah.
Sejak saat itu, tidak ada aksi Sejak peristiwa bom Bali
radikal cukup signifikan kecuali pertama, rentetan kasus aksi bom
hanyalah ekspresi politik kalangan bunuh diri terus terjadi, seperti JW
umat Islam hanya menjelang pemilu Marriot dan beberapa keduataan
saja. Suasana itu mampu besar negara asing di Jakarta dan
dipertahankan oleh Soeharto hingga bahkan terjadi pula kasus bom Bali
pertengahan 1990-an. Gejolak yang untuk kedua kalinya. Sasaran dan
ada bukan lagi perihal tentang orientasi mereka ialah aset dan warga
ideologi Islam, melainkan tentang asing yang ada di Indonesia,
tuntutan terhadap transparansi khususnya Amerika Serikat. Hal itu
pemerintahan, penegakan hukum, sebagai respon mereka terhadap
dan antikorupsi. Gerakan Islam penangkapan-penangkapan Amerika
politik tertekan ke bawah sehingga Serikat kepada beberapa orang yang
tidak muncul kepermukaan, bahkan diduga terlibat terorisme di seluruh
para tokohnya yang melakukan dunia dan kaitannya dengan serang
perlawanan akan mudah untuk ke gedung kembang Word Trade
diciduk dengan berbagai alasan. Centre (WTC). Sejak itulah komando
Satu-satunya ekspresi politik yang jihad atau perang melawan orang
bisa disalurkan ialah turut bergabung kafir dikumandangkan lebih keras
pada partai politik Islam yang kala lagi. Maka, aksi bom bunuh diri
itu diwakili oleh Partai Persatuan serupa itu juga dinilai sebagai jihad.
9
10 Tajdid, Vol. 21, No. 2, Desember 2018

Apabila diperhatian, gerakan bom bunuh diri di Jl. MH Thamrin


radikalisme Islam tidak lagi bersifat Jakarta pada 14 Januari 2016 lalu.
lokal, melainkan juga telah memiliki Aksi ini diduga kuat terkait dengan
koneksitas dengan gerakan-gerakan Islamic State of Irak and Suria
serupa dari negara lain. Adapun aksi (ISIS). Kelompok ini mengingkan
yang dilakukan kelompok JI agar penegakan khalifah Islamiyah di
Indonesia ini merupakan hasil Indonesia dengan berbaiat kepada
didikan Jamaah Islamiyah di pemimpin mereka di Irak. Aksi
Afghanistan (Turmudi, 2005). mereka ini dilakukan setelah ISIS
Semangat yang mereka kobarkan terdesak dengan keadaan sehingga
sama, yakni melawan hegemoni mereka mencari panggung. Yang
Amerika Serikat dan mendirikan tidak kalah menarik, simpatisan ISIS
negara Islam—bukan khalifah ini terbilang cukup banyak dan
islamiyah. Aksi dari kelompok ini bahkan ada sekitar 500-an orang
mereda ketika ahli perakit bom Dr. WNI yang ditengarai bergabung
Azhari dan Nurdin M Top berhasil dengan ISIS dan kembali ke
dilumpukan polisi di Malang. Selang Indonesia.
waktu yang lama Indonesia aman Artinya, ide-ide tentang
dari aksi bom bunuh diri dari khifalah islamiyah, daulah islamiyah
kelompok JI ini. ataupun darul islam, dan penerapan
Upaya doktrinisasi JI dengan syariah masih mendapatkan respon
aksi bom bunuh diri tidak berhenti dan tempat di kalangan masyarakat
begitu saja. Rentetan kasus bom Indonesia. Tentu hal ini menjadi
bunuh diri pun masih terjadi di fenonema menarik karena Indonesia
Indonesia dengan sasaran berbeda. merupakan negara dengan muslim
Namun, kelompok teroris ini mulai terbesar di dunia. Jaringan mereka
mengarahkan serangan ke kepolisian tidak lagi hanya di Indonesia
dan dengan target yang tidak lagi melainkan sudah memiliki jaringan
jelas, seperti aksi bom bunuh diri di internasional. Hal ini tidak lepas dari
Masjid Mapolres Cirebon. Para penanan internet dan kecanggihan
pelaku selanjutnya bukan lagi dari bidang telekomunikasi. Kebanyakan
jaringan JI tetapi mereka adalah dari mereka juga merupakan
orang yang pernah mendapatkan kalangan yang memiliki pemahaman
doktrin dari kelompok JI dan atau agama secara hitam-putih dan
organisasi yang serupa. Sejak itu, berpandangan politik integralistik.
target serangan bom berupab dan Pola demikian memang sangat
bukan lagi menyasar asing. Mereka identik dengan pola ajaran yang
menilai hal itu sebagai jihad dengan dikembangkan oleh gerakan
ganjaran surga. Sedangkan Indonesia purifikasi yang kerapkali disebut
bukanlah negara Islam yang dengan aliran salafi.
sehingga layak menjadi medan jihad Pemahaman-pemahaman
untuk merebut dan mengubah sebagaimana digambarkan di atas
ideologi Indonesia menjadi ideologi masih tumbuh pesat di kalangan
Islam. masyarakat sehinggga tuntutan
Kasus aksi terorisme yang terhadap ideologisasi Islam masih
terakhir hingga saat ini ialah aksi akan sangat kuat. Sebab, akar
pemahaman telah ditanamkan memunculkan ekspresi politik
melalui gerakan dakwah dan ekspresi berbentuk kekerasan dan teror.
politiknya bisa berubah menjadi Apabila seseorang telah cukup kuat
redikal: kekerasan dan teror. pemahaman yang merasuki
Menurut Shofwan Karim (2017) pemikiran dan jiwanya, maka akan
seringkali dakwah menjadi bingkai sulit untuk dilakukan perbaikan pola
dari tumbuhnya gerakan politik pikir. Apalagi bila pemahaman
Islam dan juga gerakan radikalisme agamanya cukup sempit, yakni
dalam Islam di Indonesia. Sedangkan melihat agama hanya secara tekstual,
Zuly Qodir menilai, purifikasi maka hal ini berpotensi menjadi
menjadi cikal bakal tumbuhnya fanatisme agama yang nantinya bisa
gerakan Islam politik dan mengarah mengarah pada tuntutan formalisasi
pada radikalisme. Meskipun agama dan bentuk ekspresi
kelompok-kelompok yang politiknya berupa kekerasan dan
mengajarkan purifikasi itu bukan teror. Kenyatan demikian ini tentu
organisasi politik, tetapi sebenarnya sangat merugikan bagi kehidupan
mereka juga telah berpolitik (Qodir, rakyat karena hanya akan
2015). Gerakan politik Islam juga menimbulkan gejolak yang tiada
semakin menguat ketika momentum berakhir. Dakwah-dakwah yang
pemilihan umum, pemilihan presiden lebih menekankan tentang ‗Islam
dan wakil presiden, dan pemilihan versi Arab‘ harus segera direduksi
kepala daerah. Isu-isu yang agar tidak menjadi pemicu timbulnya
berhubungan dengan norma dan fundamentalisme dan radikalisme.
gerakan Islam sering diusung oleh Sebab itu, perlu diupayakan
politisi untuk merebut suara dari gerakan deradikalisasi agar
rakyat. Akibatnya, gesekan-gesekan pemahaman mereka tidak lagi
antara pro dan kontra terhadap isu itu sempit. Sebab, banyak kelompok-
semakin menguat hingga pemilu kelompok pengajian atau dakwah
selesai. mengaku tidak berpolitik tetapi
Gerakan politik untuk memiliki ambisi politik mendirikan
pendirian negara Islam di Indonesia negara Islam. Artinya, pada dasarnya
sangatlah kontra dengan semangat mereka berpolitik tetapi tidak
nasionalisme yang telah susah payah mendirikan partai politik sebagai
dibangun sejak bangsa ini masih wadah memperjuangkan ide dan
dijajah oleh bangsa Eropa. Karena ideologi mereka. Karena itu, negara
itu, gerakan radikalisme masih harus berperan menutup celah bagi
menjadi acaman nyata bagi timbulnya radikalisme, baik itu
nasionalisme sebab mereka dengan penguatan pemahaman
mengusung semangat keagamaan tentang keagamaan yang lebih
yang secara psikologis lebih mudah Indonesia, baik berupa
memicu fanatisme bagi pemeluknya. penyejahteraan ekonomi, dan serta
keamanan dan ketertiban sosial
D. Penutup: Deradikalisasi sehingga rakyat tidak memiliki
Dari paparan di atas, terlihat kesempatan untuk berpikir fanatisme
jelas bahwa persoalan ideologi dan bertindak radikal.
merupakan faktor yang penting
11
12 Tajdid, Vol. 21, No. 2, Desember 2018

DAFTAR KEPUSTAKAAN Indonesia, Jakarta: Freedom


Institute, 2011.
Ahmad Syafi‘iMa‘arif, Islam dan M. Zaki Mubarak, Geneologi Islam
Masalah Kenegaraan, Jakarta: Radikal di Indonesia,
LP3ES, 1985. Jakarta:LP3ES, 2008.
_______, Islam dan Politik: Teori Muhammad Said al-Asymawi,
Belah Bambu, Masa Menentang Islam Politik, terj.
Demokrasi Terpimpin 1959- Widyawati, Bandung: Alifya,
1965, Jakarta: Gema Insani 2004.
Press, 1996. Tarmizi Taher,et.all, Radikalisme
Ali Abd ar-Raziq, Al-Islam wa Ushul Agama, Jakarta: PPIM IAIN,
al-Hukm, Kairo: Syirkah 2005.
Mahammiyah Mishriyah, 1925. Taufiq Nugroho, Pasang Surut
Amin Rais, Cakrawala Islam; Hubungan Islam dan Negara
Antara Pancasila, Yogyakarta: Padma,
CitadanFakta,Bandung: 2003.
Mizan, 1987. Wim Beuken, at.al., Agama sebagai
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Sumber Kekerasan?,
Islam: dari Fundamental, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Modernis, hingga 2003.
Postmodernis, Jakarta: Zuly Qodir, Gerakan Islam Non
Paramadina, 1996 Mainstream dan Kebangkitan
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, Islam Politik di Indonesia,
Transformasi Pemikiran dan Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Praktik Politik Islam di 2015.
Indonesia, Jakarta: Paramadia, ________, Islam Syariah vis a vis
1994. Negara: Ideologi Gerakan
Din Syamsudin, Islam dan Politik Politik Islam di Indoensia,
Orde Baru, Jakarta: Logos, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001. 2007.
Endang Turmudi (ed), Islam dan Karim, S. (2015). Radikalisme, Islam
Radikalisme di Indonesia, Transnasional dan Dinamika
Jakarta: LIPI Press, 2005. Politik Bingkai
Haryatmoko, Etika Politik dan Ukhuwah. TAJDID : Jurnal
Kekuasaan, Jakarta: Kompas, Nasional Ilmu-Ilmu
2004. Ushuluddin, 18(1), 95-107.
Idris Thaha, Demokrasi Religius, Retrieved from
Jakarta: Mizan, 2005. http://ejournal.uinib.ac.id/index
Kamaruzzaman Bustam-Ahmad, .php?journal=TJD&page=articl
RelasiIslam dan Negara: e&op=view&path[]=94
Perspektif Modernis dan M. Tohir, (2012), Islam dan Gerakan
Fundamentalis, Magelang: Fundamentalism, Jurnal
Indonesia Tera, 2001. Dakwah Tabligh, 13 (1),
Luthfi assyaukani, Ideologi Islam Samarinda. 47 – 61
dan Utopia, Tiga Model
Negara Demokrasi di

Anda mungkin juga menyukai