Anda di halaman 1dari 25

Teologi Penderitaan dan Pengorbanan dalam Perpektif Kristiani dalam

Konteks Pelayanan Tim Medis COVID-19

ABSTRAK
Di masa pandemi COVID-19, tidak semua tim medis dilibatkan sebagai tim medis COVID-19.
Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh tim medis untuk bisa terlibat atau dilibatkan di dalam
tim medis COVID-19. Banyak hal yang harus mereka korbankan demi pelayanan mereka di rumah
sakit. Pengorbanan tidak pernah lepas dari penderitaan. Tujuan artikel adalah: 1) menggali lebih
luas dan memahami lebih dalam penderitaan serta pengorbanan yang dialami oleh tim medis; 2)
memberikan makna teologis terhadap penderitaan dan pengorbanan mereka dari perspektif
Kristiani. Metode yang dipakai dalam penyusunan artikel ini adalah: 1) metode campuran antara
metode kualitatif dan kuantitatif dalam proses pencarian data di lapangan, 2) metode teologi
kontekstual dengan model sintesis dalam proses pencarian makna dari data yang ditemukan.
Temuan-temuan pokok dalam penelitian ini adalah: 1) dari sudut pandang teologi Kristiani,
penderitaan yang dialami dan pengorbanan yang dilakukan oleh tim medis COVID-19 dalam
pelayanan mereka, apapun agama dan keyakinan mereka, mengambil bagian dalam penebusan dosa
yang dilakukan oleh Kristus melalui penderitaan dan wafat-Nya di kayu salib, 2) keselamatan
Kristiani adalah bersifat universal yaitu melakukan kehendak Allah, 3) iman Kristiani tanpa
melakukan kehendak Allah adalah sia-sia. Kebaruan dalam artikel ini adalah konteks berteologi
yaitu konteks pelayanan tim medis COVID-19 di masa pandemi COVID-19.

Kata Kunci: keadilan Tuhan, keselamatan universal, penderitaan manusia, penebusan dosa,
pengorbanan manusia.

ABSTRACT
During the COVID-19 pandemic, not all of medical team are involved as the members of the
COVID-19 medical team. There are some essential conditions that must be fulfilled. They should
sacrifice much more things for the sake of their service in the hospital. Sacrifice would never be free
from suffering. The objectives of this article are: 1) to explore more widely and to comprehend more
deeply the suffering and the sacrifice experienced by the members of medical team; 2) to give Christian
theological meaning to their suffering and sacrifice. The methods used are: 1) methods that mixed
between qualitative and quantitative methods in the process of searching for data, 2) methods of
contextual theology with a synthesis model in the process of searching for the meaning of the data
found. The main findings are: 1) the suffering experienced and the sacrifice offered by the COVID-19
medical team in their ministry are participating in the redemption of Christ, 2) by doing God's will,
Christian salvation is universal, 3) without doing God's will, Christian faith is futile. The novelty of this
article is the context of theologizing that is the context of the COVID-19 medical team's service during
the COVID-19 pandemic.

Keywords: justice of God; human sacrifice; human suffering; redemption of sin; universal salvation.

Pendahuluan
Pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) merupakan bencana yang membawa
banyak penderitaan bagi manusia di seluruh dunia. Banyak orang yang meninggal dunia dalam
waktu kurang-lebih satu tahun. Berdasarkan berita dari website resmi WHO (World Health
Organization), sampai tanggal 1 Januari 2021, di seluruh dunia ada 81.947.503 kasus yang
terkonfirmasi dan 1.808.041 orang meninggal dunia dari 222 negara. 1 Di Indonesia sendiri,
berdasarkan website resmi KPCPEN (Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi
Nasional), sampai tanggal 1 Januari 2021, ada 751.270 kasus yang terkonfirmasi yang terdiri dari
111.005 kasus yang aktif, 617.936 sembuh, 22.329 meninggal dunia. 2 Menurut peneliti, dalam dunia
medis ada paling tidak 4 kelompok yang merasakan secara langsung penderitaan akibat bencana
COVID-19 ini, yaitu: 1) pasien yang terinfeksi COVID-19; 2) keluarga dari pasien terlebih-lebih yang
kritis dan meninggal akibat COVID-19; 3) tim medis COVID-19; 4) keluarga dari tim medis COVID-19
terlebih-lebih yang terpapar dan meninggal akibat COVID-19. Dalam penelitian ini, peneliti
memusatkan perhatian pada pengalaman penderitaan dan pengorbanan tim medis yang
bersentuhan langsung dengan pasien yang terpapar COVID-19. Yang dimaksud dengan penderitaan
adalah situasi tidak nyaman yang dialami oleh seseorang akibat rasa sakit yang dideritanya baik
secara fisik maupun psikis, baik secara mental maupun spiritual. Kata “suffer” sendiri berasal dari
kata Latin “sub” yang artinya “dari bawah, di bawah” dan “ferre” yang artinya “menanggung”. Kata
“suffer” berkaitan erat dengan kata “patience”, yang berasal dari kata Latin “pati” yang berarti
“menderita”.3 Yang dimaksud dengan pengorbanan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang
1
Coronavirus disease (COVID-19) pandemic, Numbers at a glance. (2021, Januari 2). Retrieved from:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019.
2
Peta sebaran COVID-19. (2021, Januari 2). Retrieved from: https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19.
3
Schnitker, Sarah A., Benjamin Houltberg, William Dyrness, and Nanyamka Redmond. The Virtue of Patience,
Spirituality, and Suffering: Integrating Lessons From Positive Psychology, Psychology of Religion, and Christian
Theology. Journal of Psychology of Religion and Spirituality. Vol. 9, No. 3, 264 –275. August 2017. Retrieved from
http://dx.doi.org/10.1037/rel0000099.
yang dengan sukarela dan cinta untuk menanggung penderitaan demi keberlangsungan hidup
sesamanya. Pengorbanan selalu mengandaikan adanya penderitaan.
Manusia adalah makhluk yang selalu mencari dan memberi makna terhadap peristiwa-
peristiwa hidupnya dalam sejarah. Manusia tidak pernah melihat realitas sebagai sebuah realitas
apa adanya atau sebuah realitas tanpa makna. Manusia selalu melihat apa yang ada dibalik sebuah
realitas untuk mencari makna. Penderitaan dan pengorbanan akan tetap menjadi sekedar sebuah
realitas penderitaan dan pengorbanan jika didalamnya tidak ditemukan makna atau kepadanya
tidak diberikan makna. Hanya dengan menemukan atau memberikan makna, kita dapat melihat
penderitaan dan pengorbanan tim medis ini menjadi sesuatu yang berarti. Penelitian memberikan
perspektif yang baru terhadap penelitian-penelitian sebelumnya yang hanya melihat persoalan
pandemi COVID-19 dari sudut medis, sosial, ekonomi, dan politik. Peneliti melihat bahwa agama
merupakan salah satu sudut pandang yang mampu memberikan makna terhadap realitas kehidupan
manusia. Masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Penderitaan-penderitaan apa yang dialami oleh tim medis COVID-19?
2. Mengapa mereka tetap setia melakukan tugas mereka?
3. Apakah yang mereka lakukan dapat dikatakan sebagai tindakan pengorbanan? Mengapa?
4. Bagaimana mereka memberikan makna terhadap pengalaman mereka sendiri?
5. Bagaimana teologi Kristiani memberikan makna terhadap pengalaman mereka?
Penelitian ini sangat penting dalam konteks masyarakat yang secara sosial telah melakukan
diskriminasi terhadap tim medis COVID-19 baik yang belum terinfeksi maupun yang sudah
terinfeksi. Bahkan, kasus penolakan jenazah tim medis COVID-19 oleh masyarakat sempat muncul
di permukaan, meskipun tindakan ini dilakukan sebagai tindakan antisipasi terhadap penularan
COVID-19. Masyarakat seakan-akan menutup mata atas jasa-jasa perjuangan tim medis COVID-19
dalam melakukan perawatan terhadap pasien-pasien COVID-19.

Metodologi/Teori
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah metode
campuran antara metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan
cara membuat kuesioner setengah terbuka, yaitu kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan
dengan pilihan-pilihan jawaban yang sudah ditentukan oleh peneliti dan dengan pilihan-pilihan
jawaban yang dapat ditentukan sendiri oleh responden. Metode kualitatif dilakukan untuk
memperkuat data yang diperoleh dari metode kuantitatif. Metode kualitatif ini dilakukan dengan
cara mengutip pernyataan-pernyataan yang diungkapkan secara langsung dari tim medis COVID-19
yang terekam dalam video yang sudah diunggah dalam aplikasi Youtube dan tentu saja pernyataan-
pernyataan ini memiliki relevansi dengan tema penelitian. Peneliti tidak mungkin melakukan
wawancara secara langsung karena mempertimbangkan protokol kesehatan. Data yang diperoleh
secara kuantitatif dan kualitatif ini diuraikan secara terpadu menjadi sebuah narasi dengan
mempertimbangan teori-teori yang sudah ada. Responden yang diharapkan dalam pengambilan
data kuantitatif adalah tim medis (dokter, perawat, dan bidan) yang tergabung ke dalam
penanganan COVID-19 di dua rumah sakit swasta di Bandung (Responden dalam penelitian ini
berjumlah 41 orang yang berasal dari dua rumah sakit swasta yang ada di Bandung. Responden
terdiri dari 1 dokter, 37 perawat, dan 3 bidan). Data kualitatif diambil dari tim medis yang terlibat
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penanganan COVID-19 di rumah sakit apapun.
Perspektif yang dipakai untuk memahami realitas sejauh tertuang dalam data adalah perspektif
teologi Kristiani. Metode teologi yang digunakan oleh peneliti adalah metode teologi kontekstual
model sintesis. Model sintesis adalah model yang mengkombinasikan berbagai pendekatan, yaitu
pendekatan terjemahan, sikap mempertimbangkan konteks berteologi dengan seksama, dan
dinamika epistemologis dari model praksis.4

a. Penderitaan dari Sudut Biologis dan Medis


Penderitaan selalu ada bersamaan dengan adanya rasa sakit yang dialami oleh manusia,
entah rasa sakit secara fisik, entah rasa sakit secara psikis. Dalam rasa sakit inilah, apapun
penyebabnya, manusia akan menemukan penderitaannya, misalnya: rasa sakit gigi, rasa sakit
kepala, rasa sakit hati karena kata-kata yang menyakitkan dan lain-lain. Rasa sakit ini adalah kodrat
dari setiap manusia. Tidak ada manusia tanpa rasa sakit. Oleh karena itu, berdosa atau tidak, rasa
sakit tetap akan menjadi bagian dari kehidupan manusia. Secara alamiah, rasa sakit adalah gejala
yang sangat berguna bagi manusia sebagai tanda adanya bahaya atau ancaman yang dialami oleh
manusia. Rasa sakit adalah suatu tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam diri manusia
yang membutuhkan perhatian yang khusus sehingga manusia akan segera mengambil tindakan
untuk melakukan pemulihan. Adalah hal yang sangat mencemaskan, jika manusia kehilangan
sensitivitas terhadap rasa sakit. Dalam dunia medis, kelainan pada manusia yang tidak memiliki
kemampuan untuk merasakan rasa sakit sejak lahir disebut dengan Congenital Insensitivity to Pain
with Anhidrosis (CIPA). Kelainan ini menyebabkan manusia tidak memiliki kepekaan terhadap rasa
sakit, suhu yang tinggi dan tidak berkeringat. Hal ini sangat membahayakan bagi penderita karena
hal ini dapat menyebabkan penderita melukai diri sendiri secara berulang-ulang tanpa disadari,
4
Bevans, Stephen B. Teologi dalam Perspektif Global, Sebuah Pengantar (pp. 248, 250). Maumere: Penerbit
Ledalero, 2010.
misalnya menggigit lidah, bibir atau jari sendiri sampai putus. 5 Penderita tanpa sadar akan
mengamputasi dirinya sendiri secara spontan. Rasa sakit bukanlah sebuah hukuman. Rasa sakit
adalah sesuatu yang natural. Rasa sakit adalah bagian dari kehidupannya. 6 Dari sudut pandang ini,
rasa sakit adalah “gift”.7

b. Penderitaan dari Sudut Pandang Filosofis


Realitas penderitaan sebenarnya selalu ada dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita
sehingga untuk menyadari adanya penderitaan kita tidak perlu menunggu penderitaan itu menimpa
kita secara langsung. Hanya dengan membuka mata dan membuka telinga, kita dapat menyaksikan
dan mendengarkan penderitaan-penderitaan yang ada dan terjadi di sekitar kita. Namun,
kebanyakan dari kita baru memberikan reaksi terhadap penderitaan dan merenungkan tentang
penderitaan ketika penderitaan itu sudah menimpa kita atau menimpa orang-orang yang kita cintai
secara langsung.8
Realitas penderitaan yang ada dan yang dialami manusia di dunia merupakan batu
sandungan bagi banyak orang untuk beriman kepada Allah. Mengapa Allah membiarkan
penderitaan terjadi di dalam dunia atau Allah memang sesungguhnya tidak ada. Tidak ada
penderitaan yang dapat terjadi tanpa ijin Tuhan. 9 Penderitaan dapat membuat manusia menolak
Allah secara eksistensial. Mereka berpendapat bahwa apabila Allah ada maka penderitaan tidak
akan pernah ada karena Allah yang ada ini akan meniadakan penderitaan itu. Namun, apabila
penderitaan masih ada di dunia maka sebagai konsekuensinya Allah tidak ada. Penderitaan
biasanya menjadi sebuah batu pondasi yang kokoh bagi paham ateisme. 10 Persoalan Allah dan
penderitaan telah lama dipikirkan oleh para filsuf, salah satunya adalah filsuf kuno, Epikuros (341-
270 SM).11 Ia mengatakan bahwa ada empat kemungkinan hubungan antara eksistensi Allah dan

5
Congenital insensitivity to pain with anhidrosis. (2021, Januari 2). Retrieved from:
https://medlineplus.gov/genetics/condition/congenital-insensitivity-to-pain-with-anhidrosis/.
6
Kusner, Harold S. When Bad Things Happened to Good People (pp. 61, 62, 64). New York: Avon Books. 1983.
7
DeBrecht, Linda George. Taking up one ' s cross with hope: a Christian approach to suffering (pp. 164-165).
Thesis Presented to the Faculty of the Graduate School of St. Mary’s University in Partial Fulfillment of the
Requirements for the Degree of Master Of Arts in Theology. 2017.
8
Alcorn, Randy. If God is Good, Faith in The Midst of Suffering and Evil (pp. 23, 26). Colorado: Multonah Books,
Colorado Springs. 2009.
9
McMartin, Jason. Eric J. Silverman, M. Elizabeth Lewis Hall, Jamie D. Aten, and Laura Shannonhous. Christian
Meaning-Making Through Suffering in Theology and Psychology of Religion. Journal of Moral Theology. Vol. 9,
No. 1, 120-135. January 2020. Retrieved on January 5, 2021. https://jmt.scholasticahq.com/article/11606-christian-
meaning-making-through-suffering-in-theology-and-psychology-of-religion.
10
Alcorn, Randy. If God is Good, Faith in The Midst of Suffering and Evil (pp. 24).
11
Magnis-Suseno, Franz. Menalar Tuhan (pp. 222). Yogyakarta: Kanisius. 2006. Bdk. Braiterman, Zachary. (God)
After Auschwitz, Tradition and Change in Post-Holocaust Jewish Thought. (pp. 23). New Jersey: Princeton
University Press. 1998.
adanya penderitaan di dunia. Kemungkinan pertama adalah Allah mau, tetapi tidak mampu. Allah
yang demikian bukanlah Allah yang Mahakuasa. Kemungkinan kedua adalah Allah mampu, tetapi
tidak mau. Allah yang demikian bukanlah Allah yang Mahabaik. Kemungkinan ketiga adalah Allah
tidak mau dan tidak mampu. Allah yang demikian bukanlah Allah yang Mahakuasa dan Mahabaik.
Kemungkinan keempat adalah Allah mau dan mampu. Tetapi, mengapa Allah tidak menyingkirkan
keburukan? Mengapa Allah membiarkan keburukan? Ini merupakan pertanyaan-pertanyaan besar
yang harus direnungkan oleh orang-orang beriman.
Realitas penderitaan sebenarnya dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu
dari sudut pandang ateisme dan dari sudut pandang iman. Realitas penderitaan dapat meneguhkan
keduanya artinya penderitaan sama-sama dapat menjadi peristiwa yang meneguhkan baik bagi
mereka yang ateis dan bagi mereka yang beriman akan Allah. Bagi ateisme, penderitaan ini dapat
dijadikan dasar yang kuat untuk menolak eksistensi Allah karena jika Allah ada maka penderitaan
seharusnya tidak ada. Bagi mereka yang beriman akan Allah, realitas penderitaan ini tidak pernah
menegasi iman mereka akan Allah, realitas penderitaan ini justru dipandang sebagai ujian, cobaan,
atau hukuman dari Allah yang harus ditanggapi dengan pertobatan dan perubahan perilaku. Randy
Alcorn sendiri menyitir pendapat dari Victor Frankl, penyintas dari tragedy Holocaust, bahwa
seperti api kecil yang akan padam ketika diterpa oleh badai sedangkan api besar akan semakin
besar ketika diterpa oleh badai yang sama, demikian juga iman yang lemah akan Allah akan
dilenyapkan oleh situasi dan keadaan sulit sedangkan iman yang kuat akan Allah justru akan
semakin diteguhkan olehnya.12 Keputusan untuk beriman atau tidak beriman sama sekali tidak
bergantung pada adanya realitas penderitaan atau tidak.

c. Penderitaan dari Sudut Pandang Moral


Untuk memahami apa itu penderitaan dan darimana asal-usul penderitaan, kita perlu
membedakan antara malum morale dan malum physicum. Keburukan yang pertama, yaitu malum
morale atau keburukan moral adalah keburukan yang terjadi akibat penyalahgunaan kebebasan
manusia yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Dalam keburukan moral, manusia memilih
dengan kemauannya sendiri untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang jahat, misalnya:
peperangan, perampokan, pembunuhan, pencurian dan lain-lain. Akibat-akibat keburukan moral ini
bisa bersifat personal (merugikan diri sendiri), sosial (merugikan orang lain), dan natural
(merugikan atau menghancurkan lingkungan hidup). Keburukan yang kedua, yaitu malum physicum
atau keburukan fisik adalah keburukan yang terjadi karena kerusakan yang terjadi di alam.
Kerusakan fisik ini bisa terjadi secara natural di luar keinginan dan rencana manusia, misalnya:
12
Alcorn, Randy. If God is Good, Faith in The Midst of Suffering and Evil (pp. 25).
bencana alam gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan lain-lain. Kerusakan fisik juga bisa terjadi
akibat perbuatan manusia, misalnya: penggundulan hutan, pembuangan zat-zat kimia berbahaya ke
dalam sungai atau laut, pengerukan hasil tambang yang merusak lingkungan dan lain-lain. 13 Dalam
hal ini, keburukan moral bisa mengakibatkan keburukan fisik. Keserakahan manusia dalam
mengeksploitasi alam dapat mengakibatkan kehancuran alam. Kedua keburukan ini, baik
keburukan moral maupun keburukan fisik, sama-sama dapat membawa penderitaan dan kematian
bagi manusia. Penderitaan manusia merupakan sebuah akibat dari adanya kejahatan atau
keburukan di dunia.

d. Penderitaan dari Sudut Pandang Teologis


Bagi orang-orang beriman, realitas penderitaan akan memurnikan pandangan iman mereka
tentang Allah karena realitas penderitaan akan membuat mereka memikirkan ulang ajaran dan
pandangan iman mereka khususnya ajaran dan pandangan iman mereka tentang keadilan Allah.
Secara umum, agama mengajarkan keyakinan iman bahwa Allah memiliki sifat Maha Baik, Maha
Murah Hati, Maha Bijaksana, Maha Adil dan lain sebagainya. Karena sifat-sifat Allah inilah, Allah
akan selalu memberikan segala sesuatu yang baik kepada mereka yang taat kepada-Nya selama di
dunia dan Allah akan selalu memberikan segala sesuatu yang buruk kepada orang-orang karena
dosa-dosa yang mereka lakukan selama di dunia. Keburukan, kemalangan, penderitaan, rasa sakit
atau penyakit yang menimpa manusia adalah wujud hukuman Allah atas dosa-dosa manusia. Dalam
hal ini, Allah sedang mendisiplinkan umat-Nya. Menyalahkan korban atas dosa-dosa yang telah
dilakukannya adalah suatu cara untuk meyakinkan diri bahwa ada alasan yang baik dibalik
penderitaan yang menimpanya. Orang yang baik tentu akan mendapat nasib yang baik. Orang yang
jahat tentu akan mengalami nasib yang buruk. Orang-orang yang tertimpa kemalangan dan
penderitaan adalah orang-orang yang telah berlaku buruk. Kemalangan dan penderitaan adalah
sesuatu yang pantas mereka terima atas keburukan mereka. 14 Pandangan atau keyakinan ini
kemudian terganggu dengan adanya kenyataan kejahatan, penderitaan, dan rasa sakit yang
menimpa manusia, bukan hanya menimpa manusia yang jahat, melainkan juga menimpa manusia
yang baik dan taat kepada Allah. Pandangan bahwa Allah selalu memberikan berkat, rahmat, dan
anugerah kebaikan kepada yang baik dan memberikan hukuman, penderitaan, dan keburukan
kepada yang jahat mulai tergoyahkan. 15 Ada ketidakadilan dalam distribusi penderitaan. Hal ini
mendesak orang beriman untuk merenungkan kembali makna keadilan Allah.

13
Magnis-Suseno, Franz. Menalar Tuhan (pp. 217).
14
Kusner, Harold S. When Bad Things Happened to Good People (pp. 39)
15
Kusner, Harold S. When Bad Things Happened to Good People (pp. 9)
e. Keburukan dan Kebebasan Manusia
Malum physicum yang terjadi di alam secara natural adalah keburukan yang terjadi sesuai
dengan hukum alam yang sudah ditentukan. Hukum alam selalu bekerja dengan cara yang sama
baik untuk orang-orang baik maupun untuk orang-orang jahat. Hukum alam tidak membuat
pembedaan atau pengecualian terhadap orang baik. Allah tidak akan campur-tangan untuk
menghentikan hukum alam yang akan mencelakakan orang-orang baik untuk melindungi mereka. 16
Berhadapan dengan hukum alam, manusia harus menyelidiki, memahami, dan memanfaatkan
hukum alam. Selain itu, manusia juga harus mengantisipasi bencana-bencana alam yang akan terjadi
untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan yang ditimbulkannya. Malum morale adalah
keburukan yang terjadi karena manusia sendiri secara moral telah memilih untuk melakukannya.
Manusia sudah memilih untuk hidup dengan memiliki pengetahuan yang baik dan jahat, maka
manusia memilih hidup dalam dunia yang baik dan jahat. Dalam setiap langkah kehidupan, manusia
dihadapkan pada pilihan-pilihan dan keputusan-keputusan moral yang sulit. Manusia memasuki
sebuah dunia yang lebih menyakitkan, lebih rumit, dunia yang memaksa mereka untuk membuat
keputusan-keputusan moral yang sulit. 17 Manusia telah sepenuhnya menjadi manusia dengan
kemampuannya untuk berpikir dan menentukan pilihan. Namun, dengan menjadi manusia
sepenuhnya, manusia dapat memilih untuk menyakiti satu sama lain, menyiksa satu sama lain, dan
membunuh satu sama lain. Allah tidak dapat menghentikan kejahatan manusia tanpa melenyapkan
kebebasan yang telah menjadikan manusia itu manusia seutuhnya. Dengan demikian, manusia
dapat saling menyakiti, membunuh, merampas, dan menindas. Keburukan sesungguhnya bukan
dibuat oleh Allah tetapi dibuat oleh manusia yang memilih untuk bersikap kejam dan bengis kepada
sesamanya.18 Allah hanya dapat melihat dengan kesedihan dan kepedulian. Namun, Allah tidak
tinggal diam, Allah selalu menggerakkan manusia untuk menolong sesamanya yang sedang
menderita.19

f. Solidaritas Allah terhadap Penderitaan Manusia


Dalam teologi Kristiani, Allah tidak tinggal diam melihat penderitaan manusia. Allah sangat
peduli dengan penderitaan manusia. Kepedulian Allah ditunjukkan bukan dengan cara mengangkat
seluruh penderitaan manusia, melainkan dengan memberikan makna baru terhadap penderitaan
manusia. Hal ini ditegaskan dalam misteri inkarnasi. Istilah inkarnasi berasal dari bahasa Latin, in
16
Kusner, Harold S. When Bad Things Happened to Good People (pp. 57-58)
17
Kusner, Harold S. When Bad Things Happened to Good People (pp. 74-76)
18
Kusner, Harold S. When Bad Things Happened to Good People (pp. 81)
19
Kusner, Harold S. When Bad Things Happened to Good People (pp. 139-140).
dan caro/carnis. Secara hurufiah, inkarnasi adalah proses masuk ke dalam daging. Secara teologis,
inkarnasi merupakan proses pengambilan kodrat manusia oleh Pribadi Sabda dan kodrat manusia
ini tinggal tetap di dalam Diri-Nya. 20 Misteri inkarnasi merupakan misteri Putera Allah yang
mengambil kodrat manusiawi demi keselamatan manusia. Istilah inkarnasi dipakai berdasarkan
ungkapan Santo Yohanes dalam Yoh.1:14, Verbum caro factum est (Sabda telah menjadi daging).
Misteri inkarnasi terjadi demi keselamatan manusia.21
Penekanan misteri inkarnasi bukan pada transformasi, melainkan pada partisipasi ilahi in
the flesh dalam eksistensi manusia. Inkarnasi berkaitan erat dengan kata “datang” (came) bukan
dengan kata “menjadi” (became) (Mat.9:13, “Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang
Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk
memanggil orang benar, melainkan orang berdosa). Dalam misteri inkarnasi ini, kedatangan Allah
ke dalam sejarah manusia sama sekali tidak meninggalkan kodrat Ilahi-Nya. Allah menyatukan Diri-
Nya dengan manusia dengan segala penderitaannya. 22 Penderitaan dalam diri manusia adalah
bagian dari kodrat manusia. Penderitaan adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditolak oleh
manusia. Namun, bagi Yesus, Allah yang masuk ke dalam dunia manusia, penderitaan bukanlah
keharusan, melainkan sebuah pilihan. Allah yang berkuasa menciptakan kodrat manusia juga
berkuasa untuk mengubah kodrat manusia jika Allah menghendakinya. Tetapi dalam kebebasan dan
kekuasaan-Nya, Yesus memilih untuk dapat merasakan penderitaan yang sama seperti manusia.
Bahkan penderitaan yang diterima oleh Yesus adalah penderitaan yang terkejam yang pernah
dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya dalam sejarah umat manusia, yaitu penderitaan
hukuman salib.23
Peristiwa salib adalah bentuk empati ilahi yang paling sempurna dalam pengalaman
manusia. Hukuman salib adalah hukuman yang biasa dijatuhkan oleh orang-orang Romawi bagi
para budak atau penjahat dan pemberontak berat. Ada kemungkinan Yesus dianggap sebagai
seorang pemberontak politik karena Yesus dijatuhi hukuman mati dengan cara disalibkan. 24 Namun,
hal ini hendaknya tidak dipahami bahwa empati Ilahi hanya terjadi pada saat peristiwa salib. Empati
Ilahi terjadi karena kejahatan manusia dan karena kejahatan manusia sendiri sudah berlangsung
dari awal sampai sekarang, maka empati Ilahi itu mulai dari awal dan berlangsung sampai sekarang.

20
Martasudjita, Emanuel. Pokok-pokok Iman Gereja, Pendalaman Teologis Syahadat (pp. 144). Yogyakarta:
Penerbit PT Kanisius. 2005.
21
Katekismus Gereja Katolik, no. 461. Flp.2:6-8.
22
Lee, Jung Young. God Suffers For Us, A Systematic Inquiry Into A Concept Of Divine Passibility (pp. 52-54).
Netherlands: Martinus Nijhoff, The Hague. 1974.
23
Stibbe, Mark. Panduan Memahami Iman Kristen (pp. 76-77). Diterjemahkan dari User’s Guide to Christian Belief
oleh Rm. Hasto dkk. Yogyakarta: Kanisius. 2009.
24
Martasudjita, Emanuel. Pokok-pokok Iman Gereja, Pendalaman Teologis Syahadat (pp. 159-160).
Dengan demikian, arti esensial dari salib adalah pengalaman penderitaan batin Allah dalam
berpartisipasi dalam keberadaan manusia yang penuh dosa dengan segala konsekuensinya.
Pengalaman penderitaan ini telah terjadi pada saat manusia jatuh ke dalam dosa. Inilah salib abadi
yang dirasakan oleh Allah. Penderitaan Yesus adalah penderitaan Allah sendiri dan kematian Yesus
adalah kematian Allah sendiri.25 Dalam konteks ajaran Allah Tritunggal, kesatuan antara Bapa dan
Putera terjadi melalui Roh Kudus.26

g. Makna Baru Penderitaan


Dalam iman Kristiani, penderitaan Yesus sendiri merupakan jawaban atas persoalan-
persoalan penderitaan yang dialami oleh manusia, termasuk persoalan yang dihadapi oleh Epikuros.
27
Dalam diri Yesus, Allah sendiri merasakan penderitaan. 28 Karena itu, berhadapan dengan
penderitaan, Allah tidak pernah melenyapkan penderitaan manusia melainkan memberikan makna
baru terhadap penderitaan manusia dalam diri Yesus, yaitu makna penebusan. Penderitaan dan
kematian yang dialami oleh Yesus karena cinta kepada manusia memiliki kekuatan penebusan yang
menyelamatkan. Cinta yang bersifat menebus adalah cinta yang dipenuhi dengan penderitaan.
Penderitaan tanpa cinta atau cinta tanpa penderitaan tidak memiliki sifat penebusan. 29 Penderitaan
orang yang tidak berdosa memiliki nilai penebusan terhadap dosa orang lain telah diyakini dalam
ajaran Yudaisme pada zaman Yesus. Hal ini tertuang dalam madah tentang “Hamba Allah” (Yes.42-1-
4, 49:1, 50:4-9, 52:13-53:12). Hamba Allah menjadi alat penyelamatan ilahi melalui penderitaan dan
kematiannya. Yesus sendiri diidentifikasi sebagai Hamba Allah dalam pernyataan iman Kekristenan
awal (1 Ptr.2:22-25). Darah dalam dirinya sendiri telah dianggap sebagai elemen kudus yang
menyucikan. Darah Kristus berhubungan erat dengan diadakannya Perjanjian Baru. Iman Gereja
akan kekuatan penyelamatan dari kematian Kristus muncul dari imannya akan kebangkitan Kristus
(1 Kor.15:12-22).30 Penderitaan manusia mendapatkan makna baru yang luhur, yaitu penebusan
dosa dan kesalahan manusia. Penderitaan yang bersifat manusiawi diangkat sampai ke tataran yang

25
Dister, Nico Syukur. Teologi Sistematika 2, Ekonomi Keselamatan, Kompendium Sepuluh Cabang, Berakar
Biblika dan Berbatang Patristika (pp. 586-587). Yogyakarta: Kanisius. 2004.
26
Lee, Jung Young. God Suffers For Us, A Systematic Inquiry Into A Concept Of Divine Passibility (pp. 64).
27
Rosa, VK Moratti. Suffering, resilience and spirituality: A practical theological guide for the clinical psychologist
(pp. 135-136). Dissertation accepted in fulfilment of the requirements for the degree Master of Arts in Pastoral
Studies at the NorthWest University. 2020. Retrieved on January 5, 2021.
https://repository.nwu.ac.za/handle/10394/35023.
28
Magnis-Suseno, Franz. Katolik itu Apa?, Sosok-Ajaran-Kesaksiannya (pp. 132). Yogyakarta: Penerbit PT
Kanisius. 2017.
29
Lee, Jung Young. God Suffers For Us, A Systematic Inquiry Into A Concept Of Divine Passibility (pp. 60).
30
McBrien, Richard P. Catholicism (pp. 420-423). New York: Harper Collins Publishers. 1981.
ilahi. Dengan ini, penderitaan bukan lagi suatu ketidakberdayaan melainkan berubah menjadi
sebuah pilihan untuk menanggungnya dengan penuh kesabaran dan kepasrahan. 31
Dalam teologi Kitab Suci Perjanjian Baru, Yesus disebut sebagai sekaligus imam dan
sekaligus korban karena sebagai imam Ia sendiri yang mengorbankan dan sebagai korban Ia sendiri
yang menjadi korbannya. Hal ini dilakukannya sekali untuk selama-lamanya (Ibr.7:26-27). Oleh
karena itulah, Yesus disebut sebagai Imam Besar yang melebihi imam-imam besar yang pernah
ada.32 Yesus sebagai korban disebut oleh Yohanes sebagai Anak Domba Allah (Yoh.1:29) karena
pembebasan kali ini tidak lagi menggunakan daging dan darah anak domba (binatang) melainkan
dengan tubuh dan darah Yesus yang tercurah di atas meja perjamuan dan di atas kayu salib. Yesus
menyerahkan tubuh dan darah-Nya secara konkret di atas kayu salib demi penebusan dan
pengampunan dosa umat manusia. Dalam persatuan dengan penderitaan dan pengorbanan yang
dilakukan oleh Yesus, maka setiap penderitaan dan pengorbanan yang dilakukan dengan cinta yang
tulus oleh manusia bagi kehidupan sesamanya akan mengambil bagian dalam misteri penebusan
dosa baik penebusan dosa bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. 33

h. Imam dan Korban


Ada tiga tugas panggilan umat Allah untuk mengikuti Yesus, yaitu: imam yang
mengorbankan, nabi yang mewartakan dan raja yang melayani. 34 Berkaitan dengan pengorbanan,
Gereja menjalankan panggilannya sebagai imam. Ada imamat khusus dan imamat umum. Imamat
khusus memberikan wewenang untuk menjalankan tugasnya dalam perayaan Ekaristi di altar,
sedangkan imamat umum memberikan wewenang untuk menjalankan perayaan Ekaristi dalam
kehidupan sehari-hari. Istilah Ekaristi berasal dari bahasa Yunani eucharistia yang artinya adalah
puji syukur. Eucharistia ini adalah bentuk kata benda. Bentuk kata kerja dari eucharistia adalah
eucharistein artinya memuji dan mengucap syukur. Inti dari perayaan Ekaristi adalah pujian syukur
atas karya keselamatan yang telah dilakukan oleh Allah dalam diri Yesus. Pada saat perayaan
Ekaristi berlangsung, misteri penebusan Yesus dihadirkan kembali. 35 Imamat khusus hanya dimiliki
oleh kaum tertahbis. Imamat umum dimiliki oleh seluruh anggota Gereja sebagai umat Allah untuk
mengorbankan tubuh dan darah-Nya sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Dalam perayaan Ekaristi
di altar, Gereja sebagai umat Allah menyatukan tubuh dan darahnya dengan tubuh dan darah
Kristus sehingga setiap pengorbanan tubuh dan darah dalam kehidupan sehari-hari mengambil

31
Salvifici Doloris (SD), artikel 19, 21.
32
Léon-Dufour, Xavier. Ensiklopedi Perjanjian Baru (pp. 280-281). Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius. 2014.
33
Richard P. McBrien, Catholicism (pp. 420-423).
34
Lumen Gentium (LG), artikel 34-36.
35
Martasudjita, Emanuel. Pokok-pokok Iman Gereja, Pendalaman Teologis Syahadat (pp. 28-29).
bagian dalam pengudusan umat manusia. Semua tugas dan peranan, beban hidup dan beban
pekerjaan, jika ditanggung dengan penuh cinta dan belaskasih, dengan perantaraan Kristus, akan
menjadi korban rohani yang berkenan kepada Allah. 36 Dengan demikian, semua umat Kristiani
dipanggil untuk ambil bagian dalam memikul salib demi karya pengudusan dalam setiap tugas dan
perannya.37

i. Universalitas Pengorbanan
Dalam penderitaan, wafat, dan kebangkitan Yesus, penderitaan yang dialami oleh manusia
telah mendapatkan maknanya yang baru. Makna baru ini bersifat universal. Dalam konteks
penderitaan, Yesus selalu mengidentikan diri-Nya atau menyatukan diri-Nya dengan orang-orang
yang miskin, menderita, atau tak berdaya. Hal ini tentu saja berlaku untuk semua manusia, tanpa
perkecualian. Dengan demikian, berhadapan dengan orang-orang yang miskin, menderita, dan tidak
berdaya, tindakan kepedulian yang dilakukan seseorang kepada mereka adalah tindakan kepedulian
yang dilakukan oleh orang tersebut kepada Yesus juga. Hal ini terlepas dari kesadaran atau
keyakinan orang tersebut akan kehadiran Yesus di dalam orang-orang miskin, menderita, dan tak
berdaya. Disadari atau tidak, diyakini atau tidak, perbuatan baik yang dilakukan untuk sesama
manusia yang miskin, menderita atau tidak berdaya adalah perbuatan baik yang dilakukan untuk
Allah sendiri. Hal ini ditegaskan oleh Matius dalam Injilnya (Mat.25:38-40, 44-45). Tindakan cinta
merupakan titik final dari refleksi spiritual tentang penderitaan manusia. 38

Hasil dan Diskusi (Analisis)


a. Kode Etik yang Mengikat
18 responden menjalankan profesinya sebagai panggilan hati (43,9%): 7 merasa senang saat
ditugaskan, 6 merasa biasa saja saat ditugaskan, 2 merasa terpaksa saat ditugaskan, 1 merasa
kasihan saat ditugaskan, 1 merasa takut saat ditugaskan, 1 orang merasa pada awalnya takut tetapi
seiring berjalannya waktu ada sedih dan bahagia, sedih saat pasien tidak bisa terselamatkan dan
saat mereka putus asa, bahagia saat pasien pulang. 18 responden menjalankan profesinya sebagai
sebuah pekerjaan (43,9%): 4 merasa senang saat ditugaskan, 6 merasa biasa saja saat ditugaskan, 2

36
Lumen Gentium (LG), artikel 34.
37
Beach, David Russell. Following the Man of Sorrows: A Theology of Suffering for Spiritual Formation (pp. 84). A
Dissertation Submitted To The Faculty Of Portland Seminary In Candidacy For The Degree Of Doctor Of Ministry.
2018. Retrieved from: http://digitalcommons.georgefox.edu/dmin/28.
38
McTavish, Fr. James. Theological Reflection Suffering, death, and Eternal Life. The Linacre Quarterly. 83 (2),
134–141. May 2016. Retrieved on from: http://www.cmq.org.uk/CMQ/2017/Feb/linacre_quarterly_toc.html.
merasa terpaksa saat ditugaskan, 1 merasa mau tidak mau, ini adalah pekerjaan, 1 merasa khawatir,
1 merasa kecewa, 1 merasa kadang stress, 1 merasa amazing, 1 merasa ini adalah pelayanan.
Dokter, perawat, dan bidan sebagai sebuah profesi memiliki kode etik profesi masing-
masing yang harus mereka pegang teguh selama mereka menjalankan profesinya untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Mereka tergabung dalam organisasi profesi
mereka masing-masing. Profesi dokter tergabung ke dalam IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang
didirikan tanggal 24 Oktober 1950.39 Profesi perawat tergabung ke dalam PPNI (Persatuan Perawat
Nasional Indonesia) yang didirikan tanggal 17 Maret 1974. 40 Profesi bidan tergabung ke dalam IBI. 41
Mereka yang telah memilih profesi ini dengan motivasi apapun harus tunduk pada kode etik yang
telah disepakati bersama. Mereka yang tidak mampu dan tidak mau tunduk pada kode etik ini maka
dengan sendirinya akan dikeluarkan dari organisasi profesi mereka. Seorang dokter terikat pada
sumpah untuk membaktikan hidupnya untuk kepentingan perikemanusiaan dan mengutamakan
kesehatan pasien serta kepentingan masyarakat. Dokter terikat pada kewajiban untuk memberikan
pelayanan yang disertai rasa kasih sayang dan penghormatan atas martabat manusia. 42 Seorang
perawat, berdasarkan Musyawarah Nasional VI PPNI Nomor: 09/MUNAS VI/PPNI/2000,
bertanggung-jawab atas mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan dan bertanggung-jawab
untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan
kesehatan masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh perawat selalu berdasarkan pada cita-cita
yang luhur, niat yang murni untuk keselamatan dan kesejahteraan umat tanpa membedakan
kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta
kedudukan sosial.43 Seorang bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat. 44 Dengan demikian, berdasarkan kode etik profesi, di
masa pandemi COVID-19 ini, dokter, perawat, dan bidan merupakan orang-orang yang wajib berdiri
di garis depan dalam perjuangan memulihkan kesehatan masyarakat secara umum dan pasien
secara khusus di rumah sakit. Profesi dokter, perawat, dan bidan adalah sebuah profesi
39
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (2020, 20 Desember). Retrieved from: https://www.neliti.com/id/ikatan-dokter-
indonesia/catalogue.
40
History of Indonesian National Nurses Association. (2020, 20 Desember). Retrieved from: https://ppni-
inna.org/index.php/public/about/information-history/.
41
Indonesian Midwives Association (IBI) Brief History. (2020, 20 Desember 20). Retrieved from:
https://www.ibi.or.id/en/article_view/A20150113002/history_ibi.html.
42
Darwin, Eryati, Prof. Dr. dr. PA (K) dan Dr. dr. Hardisman, MHID, Dr.PH (Med). Etika Profesi Kesehatan (pp.18-
20). Yogyakarta: Deepublish. 2014.
43
Kode Etik Keperawatan Indonesia. (2020, Desember 20). Retrieved from: https://gustinerz.com/kode-etik-
keperawatan-indonesia/.
44
Novianty, Asry, M. Keb. Konsep Kebidanan (pp. 39-40). Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah. 2017.
kemanusiaan yang menuntut suatu keterlibatan total. Karena itu, profesi ini harus merupakan
pilihan personal yang mengalir dari keputusan bebas. Berdasarkan data yang diperoleh, tidak ada
diantara mereka yang melihat profesi ini sebagai sebuah nasib. Semua telah memilih profesi ini
berdasarkan keinginan dan keputusan pribadi. Namun, dalam pilihan yang sama ini, tentu ada
penghayatan yang berbeda. Ada yang menghayati profesi ini sebagai panggilan hati dan ada yang
menghayati profesi ini sebagai sebuah pekerjaan. Masalah penghayatan ini biasanya berakibat pada
kondisi psikologis dalam menjalankan tugas ini.

b. Usia sebagai Pertimbangan


Berdasarkan pengalaman, mayoritas responden memandang COVID-19 sebagai virus yang
berbahaya dan mematikan. Ada beberapa menegaskan bahwa virus ini bersifat mematikan dengan
kondisi-kondisi tertentu. 30 orang mengatakan bahwa Covid-19 adalah virus yang berbahaya dan
mematikan (73,2%). 8 orang mengatakan bahwa Covid-19 adalah virus yang berbahaya tetapi tidak
mematikan (19,5%). Dengan mempertimbangkan berbahayanya COVID-19 ini, tidak semua dokter,
perawat, dan bidan dilibatkan dalam proses perawatan pasien COVID-19. Mayoritas anggota tim
medis yang dilibatkan dalam penanganan pasien COVID-19 adalah mereka yang berusia 26-35
tahun dan yang sudah memiliki pengalaman bekerja di rumah sakit paling sedikit 2 tahun tahun (27
orang berusia 26-30 tahun (66%): 23 orang diantaranya belum menikah, 4 orang sudah menikah
tetapi belum mempunyai anak. 9 orang berusia 31-35 tahun (22%): 2 orang diantaranya belum
menikah, 1 orang sudah menikah tetapi belum punya anak, 6 orang sudah menikah dan mempunyai
anak). Hal ini tentu saja juga mempertimbangkan resiko kesehatan pribadi masing-masing dan
kebutuhan setempat.
Menurut Dewi Nur Aisyah, Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19, kelompok yang
rentan terpapar COVID-19 salah satunya adalah lanjut usia. Angka kematian tertinggi pasien COVID-
19 terjadi pada usia di atas 60 tahun atau lanjut usia. Mayoritas korban meninggal di kelompok usia
itu adalah laki-laki. Kelompok usia kedua yang paling banyak meninggal akibat COVID-19 ialah usia
pra-lansia di rentang 46-59 tahun. 45 Proses penuaan akan berakibat pada penurunan imunitas.
Hampir semua fungsi organ menurun. Tubuh bekerja tidak sekuat ketika masih muda. Dengan
demikian, orang di usia pra-lansia dan lansia rentan terserang berbagai penyakit, termasuk COVID-
19 yang disebabkan oleh virus Sars-Cov-2. 46 Namun demikian, ketika ada dokter yang berusia lanjut
tetapi tetap ingin mengabdikan hidupnya menangani COVID-19, tidak ada seorangpun dapat
45
Ini 5 Kelompok Rentan Terpapar Covid-19, Lansia Paling Rentan. (2020, Desember 20). Retrieved from:
https://mediaindonesia.com/humaniora/333674/ini-5-kelompok-rentan-terpapar-covid-19-lansia-paling-rentan.
46
Hindari Lansia Dari Covid 19. (2020, Desember 20). Retrieved from:
http://www.padk.kemkes.go.id/article/read/2020/04/23/21/hindari-lansia-dari-covid-19.html.
mencegahnya karena selain faktor kemanusiaan, juga faktor kebutuhan tenaga medis sebagai
pertimbangan. Seorang dokter spesialis paru di RS Graha Kedoya, Jakarta Barat, Handoko Gunawan,
berusia 80 tahun, tetap memilih mengabdikan dirinya untuk membantu menangani pasien COVID-
19. Beliau tidak melihat usia sebagai faktor penghambat, tetapi justru sebaliknya sebagai faktor
pendukung. Beliau mengatakan, “Kalau saya mati juga ga apa-apa, tua, masih bisa lakukan banyak
hal yang berguna bagi orang banyak.”47

c. Penderitaan Tim Medis COVID-19


Usaha untuk mencegah penularan COVID-19 dapat dilakukan secara personal dan sosial.
Secara personal, yang dapat dilakukan adalah mencuci tangan sesering mungkin dengan sabun,
menghindari menyentuh mata, mulut, hidung, menutupi mulut dengan tissue ketika bersin atau
48
batuk, mengenakan masker dan menjaga jarak minimal 1 meter dari orang lain. Secara sosial,
pemerintah telah memberlakukan mekanisme lockdown atau pembatasan sosial, isolasi dan
karantina bagi yang terpapar COVID-19. Mekanisme ini bertujuan untuk mengontrol peningkatan
pasien COVID-19. Dengan cara ini, pasien tidak akan melebihi daya tamping rumah sakit dan
kemampuan tim medis untuk melayani. Namun, cara ini membuat siklus ekonomi berjalan lambat
dan bahkan berhenti. 49 Mekanisme control seperti ini juga berefek negatif secara psikologis, seperti
takut bertemu dengan orang asing, stress, depresi, kehilangan kontrol, merasa terisolasi atau
dikucilkan dan lain-lain. 50
Tim medis COVID-19 merasakan banyak ketidaknyamanan, baik fisik maupun psikis, selama
mereka bertugas, mulai ketidaknyamanan yang ringan sampai yang berat yang dapat disebut
sebagai penderitaan. Ketidaknyamanan bisa terjadi karena standar prosedur kesehatan yang harus
mereka lakukan dan bisa juga terjadi karena tekanan dan diskriminasi sosial. Tim medis COVID-19
harus mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) yang tertutup dari atas ke bawah selama lebih dari 10
jam. Sebagai konsekuensinya, selama itu pula, mereka tidak bisa makan-minum dan tidak bisa BAK
(Buang Air Kecil)-BAB (Buang Air Besar). Untuk mereka yang tidak bisa menahan BAK, mereka bisa
47
Viral Dokter Pahlawan Corona Bernama Handoko Gunawan. (2020, Desember 20). Retrieved from:
https://www.youtube.com/watch?v=_YHrx4R6s0Y.
48
Paudel, Shishir. Ganesh Dangal, Anisha Chalise, Tulsi Ram Bhandari, and Ojash Dangal. The Coronavirus
Pandemic: What Does the Evidence Show?. Journal of Nepal Health Research Council. 18(46), 1-9. April 2020.
Retrieved from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/ 32335585/.
49
Dahlke, Johannes. Kristina Bogner, Maike Becker, Michael P. Schlaile, Andreas Pyka, and Bernd Ebersberger.
Crisis-driven innovation and fundamental human needs: A typological framework of rapid-response COVID-19
innovations. Journal of Technological Forecasting & Social Change. 169 (2021) 120799, 1-23. April 2021.
Retrieved from: www.elsevier.com/locate/techfore.
50
Roberts, Mary Ellen, DNP, APN-c, FAANP, FAAN. Joyce Knestrick, PhD, APRN, FAANP, FAAN, Lenore
Resick, PhD, CRNP, FNP-BC, FAANP, FAAN. The Lived Experience of Covid-19. The Journal for Nurse
Practitioners. S1555-4155(21)00177-X. April 2021. Retrieved from: https://doi.org/10.1016/j.nurpra.2021.04.013.
menggunakan diapers dewasa yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit. Untuk yang tidak
terbiasa, biasanya mereka menahan BAK sekuat mungkin. Debryna Dewi, seorang dokter yang
berkarya di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, mengatakan, “…Gimana kalau lapar, haus dan
lain-lain, kayaknya kalau yang sudah biasa puasa kayaknya si okay ya tapi nahan pipis itu susah sih.
Kalau saya sih mentalnya belum kuat pakai diapers jadi … saya berusaha menahan sekuat mungkin.
Tapi memang disediakan popok dewasa kalau misalkan tahu diri gak bisa tahan pipis.” 51
Meskipun telah mengenakan APD, tim medis COVID-19 tetap saja merasa takut dan
khawatir. Tetapi demi tugas kemanusiaan, mereka berusaha mengalahkan rasa takut dan khawatir.
Selain itu, mereka juga harus menahan rindu untuk tidak bertemu dengan keluarga yang mereka
cintai dalam jangka waktu yang lama. Ige Gandi, seorang perawat ruang Isolasi, Rumah Sakit Pusat
Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan, mengatakan, “…takut?... pastinya, tetapi demi kemanusiaan saya
rela ga pulang merawat pasien-pasien… kami kangen keluarga, pingin deket dengan suami dan anak,
untuk semuanya di rumah aja. Terima kasih untuk keluarga yang telah mendukung kami. I love
you.”52 Afit Rianti, seorang perawat dari Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, meluapkan
kerinduannya kepada anaknya yang masih balita dengan cara membawa pakaian bayinya dalam
tugas. Ia mengatakan, “o ya… sebelumnya aku bawa, I always bring this, (sambil mengeluarkan
pakaian bayi dan menciuminya), I always bring this, my baby with me,…” 53 Selama bertugas, mereka
harus ikut mengisolasi diri dan ketika selesai bertugas, mereka juga harus mengisolasi diri selama 2
minggu untuk memastikan bahwa mereka tidak terinfeksi COVID-19. Setelah itu, mereka baru bisa
bertemu secara langsung dengan keluarga yang mereka cintai.
Penderitaan tidak hanya dirasakan oleh tim medis tetapi juga keluarga tim medis karena
stigma yang diberikan dan diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap tim medis dan
keluarga. Ada keluarga tim medis yang meninggal karena tidak kuat menanggung stigma dan
diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat. Bobi Kurnia Setiawan, seorang dokter gigi, anak dari
almarhum dokter Heru Sutantyo yang meninggal dengan indikasi COVID-19, dalam acara
wawancara eksklusif dengan Rosianna Silalahi dalam acara kompas TV dengan tema “Duka Dokter
Duka Indonesia”, mengatakan, “jadi ayah saya ga ada itu apa yang disebut dengan nama stigma itu
luar biasa buat kami… ibu saya tidak kuat dengan stigma itu di masyarakat… untuk disapa aja ga…
ibu ga kuat depresi tekanan dari situ... mama itu saat papa ga ada itu dia bengong terus… sedih

51
Tenaga medis Indonesia lawan corona: Rindu keluarga hingga tahan kencing 10 jam - BBC News Indonesia.
(2020, Desember 20). Retrieved from: https://www.youtube.com/watch?v=rEHM7JmgcNY.
52
Cerita Para Dokter dan Perawat di Tengah Wabah Corona. (2020, Desember 20). Retrieved from:
https://www.youtube.com/watch?v=E_gt5FecvaQ, “[MENGHARUKAN].
53
Tenaga medis Indonesia lawan corona: Rindu keluarga hingga tahan kencing 10 jam - BBC News Indonesia.
(2020, Desember 20). Retrieved from: https://www.youtube.com/watch?v=rEHM7JmgcNY.
berlebihan gitu ditambah lagi foto papa selalu ada di media… pada saat papa meninggal itu
dikucilkan begitu tetapi kita harus lewati aku sudah bilang ke keluarga kita harus kuat, cuek aja…” 54.
Tujuh hari setelah ayahnya meninggal, ibunya meninggal menyusul ayahnya akibat depresi.
Penderitaan tim medis ini tidak hanya dialami oleh yang tergabung dalam tim medis COVID-19,
melainkan juga dialami oleh tim medis yang tidak tergabung dalam tim medis COVID-19. Bahkan
yang lebih memprihatinkan adalah penolakan jenazah pasien yang terjadi di berbagai tempat di
Indonesia termasuk tim medis yang meninggal karena COVID-19. Persoalan ini mendesak
pemerintah untuk meyakinkan masyarakat bahwa proses pemakaman akan dilaksanakan sesuai
dengan standar kesehatan yang ditetapkan oleh WHO. 55
Tim medis yang tidak tergabung dalam tim medis COVID-19 biasanya terinfeksi COVID-19
dari pasien-pasien yang tidak jujur dalam memberikan informasi tentang kondisi kesehatannya
sendiri kepada tim medis. Pasien-pasien semacam ini berusaha menutupi kondisinya yang terinfeksi
COVID-19 sehingga menularkannya kepada tim medis yang memeriksa dan merawatnya. Bobi
Kurnia Setiawan memberikan kesaksian mengenai hal ini, “…banyak pasien yang menutup diri. Jadi
kita tanya, bapak berpergian kemana atau apa, dia selalu menutup diri. Banyak pasien yang kita bisa
katakan dia tidak jujur dengan apa yang kita tanya gitu…” 56 Demi menjaga kesehatan tim medis,
Aditya H.S., seorang dokter umum, Mayapada Hospital Tangerang, memberikan himbauan kepada
para pasien, “…tetapi hanya satu permintaan dari kami, katakanlah keluhan kalian dengan sejujur-
jujurnya untuk keluarga yang menemani katakanlah keluhan kalian dengan sejujur-jujurnya supaya
kami dapat melakukan diagnosis dengan baik supaya kami dapat menscreening dengan baik apakah
ini mengarah ke COVID atau tidak karena ini merupakan virus yang sangat menular.” 57 Kejujuran
sangat penting dalam hal ini karena diperkirakan bahwa 80% orang yang terinfeksi COVID-19 tidak
menunjukkan gejala sama sekali.58
Penderitaan tim medis bertambah dengan kekecewaan dan kesedihan mereka terhadap
situasi ketidakpedulian masyarakat terhadap protokol kesehatan. 20 orang merasa kecewa (48,8%).

54
Penuh Haru! Ungkapan Hati Keluarga Dokter yang Meninggal Karena Covid-19 - ROSI (Bag 1). (2020, Desember
20). Retrieved from: https://www.youtube.com/watch?v=mk-cKCu6Urw.
55
Dwinantoaji, Hastoro, Sumarni DW. Human security, social stigma, and global health: the COVID-19 pandemic in
Indonesia. Journal of the Medical Sciences (Berkala Ilmu Kedokteran). Volume 52, Number 3 (SI), pp. 158-165.
Juli 2020. Retrieved from: http://dx.doi.org/10.19106/JMedSciSI005203202014.
56
Penuh Haru! Ungkapan Hati Keluarga Dokter yang Meninggal Karena Covid-19 - ROSI (Bag 1). (2020, Desember
20). Retrieved from: https://www.youtube.com/watch?v=mk-cKCu6Urw.
57
Cerita Para Dokter dan Perawat di Tengah Wabah Corona. (2020, Desember 20). Retrieved from:
https://www.youtube.com/watch?v=E_gt5FecvaQ, “[MENGHARUKAN].
58
Setiati, Siti, Muhammad K. Azwar. COVID-19 and Indonesia. Journal Acta Med Indones - Indones J Intern Med.
Vol. 52, Number 1, pp. 84-89. January 2020. Retrieved from:
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad-Azwar-5/publication/340645813_COVID-
19_and_Indonesia/links/5e96ba6a92851c2f52a2ef2e/COVID-19-and-Indonesia.pdf
14 orang merasa sedih (34,1%). 1 orang merasa prihatin (2,4%). 6 orang merasa bangga terhadap
masyarakat yang mematuhi protokol kesehatan dan jengkel terhadap masyarakat yang tidak patuh,
menghargai keputusan mereka. Kekecewaan dan kesedihan tim medis tentu saja sangat beralasan.
Ketidakpedulian masyarakat membuat pemutusan rantai penularan sulit dilakukan dan rumah sakit
akan selalu dipenuhi dengan pasien COVID-19, bahkan banyak rumah sakit yang sudah tidak bisa
lagi menampung pasien karena sudah melampaui kapasitas daya tampung rumah sakit dan yang
lebih penting lagi, kemampuan tim medis untuk melayani. Bahkan sebagian masyarakat melihat
bahwa pandemi COVID-19 ini merupakan sebuah cerita yang sangat mengada-ada. Deny Dwi
Fitrianto, seorang dokter di Sampang, Jawa Timur, sebelum meninggal pada hari Minggu, 14 Juni
2020, memberikan pesan terakhirnya, “Ini adalah realitas yang kita hadapi. Kita tidak minta dipuja.
Kita tidak minta disanjung. Kalau memang Anda harus keluar rumah karena pekerjaan dan
perputaran ekonomi, IsyaAllah kita akan memahami tapi jangan curigai kami dengan mengada-ada
dengan penyakit ini. Karena kita tidak tahu penyakit ini akan mengenai siapa dan dimana.” 59 Tidak
heran, foto-foto tim medis dengan membawa tulisan “Indonesia terserah” sempat viral di berbagai
media sosial.60
Namun, hal ini tidak membuat tim medis menyesal dalam melakukan pelayanan dan
pengorbanannya bagi kemanusiaan. Mikhael Robert Marampe, seorang dokter di Jakarta sebelum
meninggal pada hari Sabtu, 25 April 2020, memberikan pesan, “Hari ini adalah hari kedelapan saya
dirawat dan saya menjadi salah satu dari korban COVID-19. Buat saya menjadi seorang dokter itu
menjadi kebanggaan tersendiri. Tetap bisa melayani pasien, bisa membantu banyak orang, dan tidak
ada penyesalan sedikitpun. Buat temen-temen semua di garda depan, tetap semangat dan wajib
menggunakan APD yang lengkap. Selalu semangat temen-temen semua dan Tuhan Yesus
memberkati.”61

d. Pandangan Teologis dari Tim Medis

59
Ini Pesan Terakhir dari Dokter yang Meninggal Karena Corona. (2020, Desember 20). Retrieved from:
https://www.youtube.com/watch?v=3g4P5QGieck.
60
Beberapa link yang diakses tanggal 15 November 2020 mengunggah berita tentang ekspresi kekecewaan tim medis
terhadap perilaku masyarakat yang tidak mempedulikan protokol kesehatan, yaitu:
1) https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-52631517,
2) https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/20/060200565/indonesia-terserah-ekspresi-kekecewaan-dan-
bentuk-protes-kepada-pemerintah-?page=all.,
3) https://health.grid.id/read/352158332/jumlah-dokter-di-indonesia-paling-sedikit-di-dunia-para-tenaga-
medis-geram-lihat-warga-belanja-baju-lebaran-di-mal-indonesia-terserah?page=all.
61
Fakta Dokter Muda Meninggal Dunia yang Rela Tunda Pernikahan Demi Tangani Corona. (2020, Desember 20).
Retrieved from: https://www.youtube.com/ watch?v=LFJ0kngJ2hc&t=79s.
Semua responden adalah orang yang beragama. 17 orang beragama Kristen Katolik (41,5%).
12 orang beragama Kristen Protestan (29,3%). 11 orang beragama Islam (26,8%). 1 orang
beragama Hindu (2,4%)). Hal ini akan membuat mereka memaknai situasi pandemi COVID-19 tidak
hanya dari sudut pandang medis dan biologis tetapi juga dari sudut pandang teologis agama mereka
masing-masing. Sudut pandang teologis ini juga akan berpengaruh terhadap bagaimana cara
mereka menghadapi situasi pandemi COVID-19 ini. Agama telah memberikan sudut pandang
teologis kepada mereka untuk memaknai pandemi COVID-19, meskipun ada yang hanya
memberikan sudut pandang medis saja. 14 orang mengatakan panggilan untuk bertobat (34,1%). 10
orang mengatakan hukuman atas dosa dan kesalahan manusia (24,4%). 9 orang mengatakan wabah
penyakit biasa (22%). 2 orang mengatakan tanda akhir zaman. 1 orang mengatakan peringatan
alam atas kondisi alam yang rusak. 1 orang mengatakan wabah penyakit yang merupakan ujian dari
Allah sehingga kita harus meningkatkan keimanan kita. 1 orang mengatakan lebih care sama diri. 1
orang mengatakan peringatan untuk hidup sehat dan bersih. 1 orang mengatakan tanda akhir
zaman. 1 orang tidak memberi komentar. Pandemi COVID-19 terjadi akibat dosa dan kesalahan
manusia. Allah menghukum manusia atas dosa dan kesalahan yang telah dilakukannya. Dengan
situasi ini, Allah memanggil manusia untuk melakukan pertobatan. Ada yang berpendapat bahwa ini
merupakan ujian dari Allah atas iman manusia. Situasi ini harus ditanggapi dengan sikap sabar,
pengendalian diri, iman dan takwa, ikhlas, penuh semangat dan syukur. 27 orang memilih sabar
(65,9%). 25 orang memilih pengendalian diri (61%). 25 orang memilih iman dan takwa (61%). 12
orang memilih tekun (29,3%). 1 orang memilih ikhlas (2,4%). 1 orang memilih semangat. 1 orang
memilih semua point. 1 orang memilih bersyukur.
Tema-tema keagamaan yang sering mereka ingat dalam pelayanan mereka adalah tema
pelayanan dan perbuatan baik. 26 orang mengatakan tema pelayanan dan perbuatan baik (63,4%).
7 orang mengatakan tema mukjizat-mukjizat penyembuhan (17,1%). 5 orang mengatakan tema
pertobatan dan pengampunan dosa (12,2%). 1 orang mengatakan semua poin ada. 1 orang
mengatakan tema penderitaan dan hukuman dosa. 1 orang mengatakan “??.”. Dalam konteks
kehidupan di rumah sakit, tim medis tidak boleh memberikan harapan palsu kepada pasien bahwa
semua akan baik-baik saja, termasuk di dalamnya harapan bahwa mukjizat kesembuhan akan
terjadi. Tim medis hanya berusaha memberikan yang terbaik. Pasien selalu diandaikan akan
mengalami kesembuhan dalam konteks proses perawatan yang berkesinambungan di rumah sakit. 62
Karena ini, mereka lebih fokus pada tema pelayanan dan perbuatan baik yang meneguhkan mereka
dalam karya-karya mereka sebagai tim medis daripada pada tema mukjizat-mukjizat kesembuhan

62
Darwin, Eryati, Prof. Dr. dr. PA (K) dan Dr. dr. Hardisman, MHID, Dr.PH (Med). Etika Profesi Kesehatan (pp.
12).
yang terjadi pada pasien. Dalam melakukan pelayanan kepada pasien COVID-19, sebagian besar dari
mereka tetap melihat bahwa doa itu memberikan kekuatan. 38 orang mengatakan doa memberi
kekuatan (92,7%). 1 orang mengatakan doa adalah sumber kekuatan. 1 orang mengatakan dengan
doa membantu saya memberikan kekuatan. 1 orang mengatakan doa mungkin memberi kekuatan.
Dalam doa dan harapan mereka, kata-kata yang sering digunakan adalah kata-kata yang memiliki
kata dasar “kuat”, “lindung”, “tenang”, “iman” dan “sabar.” 21 orang menggunakan kata yang
berkaitan dengan kata dasar “kuat.” 8 orang menggunakan kata yang berkaitan dengan kata dasar
“lindung.” 7 orang menggunakan kata yang berkaitan dengan kata dasar “tenang.” 4 orang
menggunakan kata yang berkaitan dengan kata dasar “iman.” 3 orang menggunakan kata yang
berkaitan dengan kata dasar “sabar.”. Di tengah ketakutannya, Haryo, seorang dokter umum di
Rumah Sakit Pusat Pertamina, memohon doa dari semua saja yang ingin mendoakan, “… kita jadi
takut ya untuk pulang ke rumah karena di rumah sakit ini, sangat banyak kemungkinan kita
bertemu dengan pasien-pasien maupun disengaja maupun tidak. Untuk itu untuk saat ini jujur saya
takut menularkan kepada keluarga saya sendiri. Makanya saya mohon doa dari teman-teman
sekalian untuk kesehatan kami semua agar kami tetap sehat dan merawat dengan baik pasien-
pasien… semoga pandemi ini juga cepat berlalu…”63

Kesimpulan
Di masa pandemi COVID-19, tim medis COVID-19, dokter, perawat, bidan, mengalami
banyak penderitaan dalam tugasnya melayani pasien yang terinfeksi COVID-19. Kematian adalah
konsekuensi yang terbesar yang harus ditanggung oleh mereka. Mereka rela menanggung
penderitaan ini bukan demi mereka sendiri melainkan demi kehidupan sesama mereka. Aditya H.S
menggarisbawahi mengapa tim medis melakukan ini semua, “…Untuk teman-teman sejawat dokter,
perawat dan para medis lainnya yang bekerja di rumah sakit tetap semangat walaupun kita harus
memakai APD ini berjam-jam dengan keringat yang kita keluarkan tetapi kita tahu bahwa apa yang
kita lakukan ini untuk demi kebaikan bersama dan bangsa kita Indonesia. Terima kasih.” 64. Kerelaan
tim medis dalam menanggung semua penderitaan ini demi kebaikan hidup sesamanya dapat kita
katakan sebagai sebuah pengorbanan. Mereka mengorbankan kehidupannya sendiri demi
kehidupan orang lain. Mereka tidak menerima penderitaan itu secara pasif, melainkan mereka
secara aktif menerima dan menanggung penderitaan demi kehidupan orang lain. Mereka tidak
dapat dikatakan sebagai korban pandemi COVID-19. Dalam konteks teologi Kristiani, mereka
63
Cerita Para Dokter dan Perawat di Tengah Wabah Corona. (2020, Desember 20). Retrieved from:
https://www.youtube.com/watch?v=E_gt5FecvaQ, “[MENGHARUKAN].
64
Cerita Para Dokter dan Perawat di Tengah Wabah Corona. (2020, Desember 20). Retrieved from:
https://www.youtube.com/watch?v=E_gt5FecvaQ, “[MENGHARUKAN].
disebut sebagai seorang imam yang mengorbankan kehidupannya sendiri demi kehidupan orang
lain. Disadari atau tidak, diyakini atau tidak, korban semacam ini adalah korban yang paling
berkenan dihadapan Allah. Korban ini adalah korban yang kudus dan dapat menguduskan
kehidupan manusia. Dalam persatuan yang bersifat esensial dengan korban Yesus disalib, korban ini
memberikan penebusan bagi dosa dan kesalahan diri sendiri dan orang lain. Peristiwa pandemi
COVID-19 ini merupakan sebuah kesempatan untuk terlibat dalam karya penyelamatan manusia di
kehidupan dunia ini maupun di kehidupan dunia yang akan datang. Bahkan, orang yang tidak
mengenal atau mengimani Kristus dapat menjadi jauh lebih Kristiani jika ia melakukan kehendak
Kristus, mengorbankan nyawanya bagi kehidupan sesama, daripada orang-orang Kristen yang
dalam hidupnya tidak melakukan kehendak Kristus. 65 Wahyu tidak hanya bersifat fakta historis,
dan juga bukan hanya tindakan Allah yang menyelamatkan manusia, tetapi juga merupakan
perintah Allah yang dinyatakan-Nya kepada kita terutama melalui teladan Kristus (mandatum Dei in
exemplo Christi). Bersesuaian dengan aspek wahyu yang ketiga ini, iman adalah ketaatan kepada
perintah Allah dengan mengikuti teladan Yesus Kristus.66

Referensi
Alcorn, Randy. (2009). If God is Good, Faith in The Midst of Suffering and Evil. Colorado: Multonah
Books, Colorado Springs.
Beach, David Russell. Following the Man of Sorrows: A Theology of Suffering for Spiritual Formation. A
Dissertation Submitted To The Faculty Of Portland Seminary In Candidacy For The Degree Of
Doctor Of Ministry. 2018.
Bevans, Stephen B. (2010). Teologi dalam Perspektif Global, Sebuah Pengantar. Maumere: Penerbit
Ledalero.
Braiterman, Zachary. (1998). (God) After Auschwitz, Tradition and Change in Post-Holocaust Jewish
Thought. New Jersey: Princeton University Press.
Darwin, Eryati, Prof. Dr. dr. PA (K) dan Dr. dr. Hardisman, MHID, Dr.PH (Med). (2014). Etika Profesi
Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish.
DeBrecht, Linda George. Taking up one's cross with hope: a Christian approach to suffering (pp.
164-165). Thesis Presented to the Faculty of the Graduate School of St. Mary’s University in
Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Master Of Arts in Theology. 2017.

65
Johnson, Kevin Orlin, Ph.D. Why Do Catholics Do That? A Guide to the Teachings and Practices of the Catholic
Church (pp. 49). New York: Ballantine Books. 1994.
66
Dister, Nico Syukur, Dr., OFM. Pengantar Teologi (pp. 154-155). Jakarta: BPK Gunung Mulia, Yogyakarta:
Penerbit Kanisius. 1991.
Dister, Nico Syukur, Dr., OFM. (1991). Pengantar Teologi, Pustaka Teologi. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Dister, Nico Syukur, Dr., OFM. (2004). Teologi Sistematika 2, Ekonomi Keselamatan, Kompendium
Sepuluh Cabang, Berakar Biblika dan Berbatang Patristika. Yogyakarta: Kanisius.
Johnson, Kevin Orlin, Ph.D. (1994). Why Do Catholics Do That? A Guide to the Teachings and Practices
of the Catholic Church. New York: Ballantine Books.
Kusner, Harold S. (1983). When Bad Things Happened to Good People. New York: Avon Books.
Lee, Jung Young. (1974). God Suffers For Us, A Systematic Inquiry Into A Concept Of Divine Passibility .
Netherlands: Martinus Nijhoff, The Hague.
Léon-Dufour, Xavier. (2014). Ensiklopedi Perjanjian Baru. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.
Magnis-Suseno, Franz. (2006). Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius.
Magnis-Suseno, Franz. (2017). Katolik itu Apa?, Sosok-Ajaran-Kesaksiannya. Yogyakarta: Penerbit PT
Kanisius.
Martasudjita, Emanuel. (2005). Ekaristi, Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral, Pustaka Teologi.
Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.
Martasudjita, Emanuel. (2013). Pokok-pokok Iman Gereja, Pendalaman Teologis Syahadat, Pustaka
Teologi. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.
McBrien, Richard P. (1981). Catholicism, Study Edition. New York: Harper Collins Publishers.
Novianty, Asry, M. Keb. (2017). Konsep Kebidanan. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Muhammadiyah.
Rosa, VK Moratti. Suffering, resilience and spirituality: A practical theological guide for the clinical
psychologist. (2020). Dissertation accepted in fulfilment of the requirements for the degree
Master of Arts in Pastoral Studies at the NorthWest University.
Stibbe, Mark. (2009). Panduan Memahami Iman Kristen, diterjemahkan dari User’s Guide to Christian
Belief oleh Rm. Hasto dkk. Yogyakarta: Kanisius.

Dokumen-dokumen Gereja Katolik


Katekismus Gereja Katolik. (1998). terj. P. Herman Embuiru, SVD, berdasarkan edisi Jerman, Ende:
Percetakan Arnoldus.
Lumen Gentium (LG). (2008). Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Dokumen Konsili Vatikan II tahun
1964, terj. R. Hardawiryana, SJ, dari naskah resmi Bahasa Latin, Jakarta: Penerbit OBOR.
Salvifici Doloris (SD). (1984). Apostolic Letter of The Supreme Pontiff, John Paul II, To The Bishops,
To The Priests, To The Religious Families, And To The Faithful Of The Catholic Church On
The Christian Meaning Of Human Suffering, Libreria Editrice Vaticana, 11 February 1984,
diakses dari website resmi Vatican, http://www.vatican.va/content/john-paul-
ii/en/apost_letters/1984/ documents/hf_jp-ii_apl_11021984_salvifici-doloris.html.

Jurnal ilmiah
Dahlke, Johannes. Kristina Bogner, Maike Becker, Michael P. Schlaile, Andreas Pyka, and Bernd
Ebersberger. (2021). Crisis-driven innovation and fundamental human needs: A typological
framework of rapid-response COVID-19 innovations. Journal of Technological Forecasting &
Social Change. 169 (2021) 120799, 1-23. Retrieved from:
www.elsevier.com/locate/techfore.
Dwinantoaji, Hastoro, Sumarni DW. (2020). Human security, social stigma, and global health: the
COVID-19 pandemic in Indonesia. Journal of the Medical Sciences (Berkala Ilmu Kedokteran).
Volume 52, Number 3 (SI), pp. 158-165. Retrieved from:
http://dx.doi.org/10.19106/JMedSciSI005203202014.
McMartin, Jason. Eric J. Silverman, M. Elizabeth Lewis Hall, Jamie D. Aten, and Laura Shannonhous.
(2020). Christian Meaning-Making Through Suffering in Theology and Psychology of
Religion. Journal of Moral Theology. Vol. 9, No. 1, 120-135. Retrieved from:
https://jmt.scholasticahq.com/article/11606-christian-meaning-making-through-suffering-
in-theology-and-psychology-of-religion.
McTavish, Fr. James. (2016). Theological Reflection Suffering, death, and Eternal Life. The Linacre
Quarterly. 83 (2), 134–141 Retrieved from:
http://www.cmq.org.uk/CMQ/2017/Feb/linacre_quarterly_toc.html.
Paudel, Shishir. Ganesh Dangal, Anisha Chalise, Tulsi Ram Bhandari, and Ojash Dangal. (2020). The
Coronavirus Pandemic: What Does the Evidence Show?. Journal of Nepal Health Research
Council. 18(46), 1-9. Retrieved from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/ 32335585/.
Roberts, Mary Ellen, DNP, APN-c, FAANP, FAAN. Joyce Knestrick, PhD, APRN, FAANP, FAAN, Lenore
Resick, PhD, CRNP, FNP-BC, FAANP, FAAN. (2021). The Lived Experience of Covid-19. The
Journal for Nurse Practitioners. S1555-4155(21)00177-X. Retrieved from:
https://doi.org/10.1016/j.nurpra.2021.04.013.
Schnitker, Sarah A., Benjamin Houltberg, William Dyrness, and Nanyamka Redmond. (2017). The
Virtue of Patience, Spirituality, and Suffering: Integrating Lessons From Positive Psychology,
Psychology of Religion, and Christian Theology. Journal of Psychology of Religion and
Spirituality. Vol. 9, No. 3, 264–275. Retrieved from http://dx.doi.org/10.1037/rel0000099.
Setiati, Siti, Muhammad K. Azwar. (2020). COVID-19 and Indonesia. Journal Acta Med Indones -
Indones J Intern Med. Vol. 52, Number 1, pp. 84-89. Retrieved from:
https://www.researchgate.net/profile/Muhammad-Azwar-
5/publication/340645813_COVID-
19_and_Indonesia/links/5e96ba6a92851c2f52a2ef2e/COVID-19-and-Indonesia.pdf

Internet Website
Congenital insensitivity to pain with anhidrosis. (2021, Januari 2). Retrieved from:
https://medlineplus.gov/genetics/condition/congenital-insensitivity-to-pain-with-
anhidrosis/.
Coronavirus disease (COVID-19) pandemic, Numbers at a glance. (2021, Januari 2). Retrieved from:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019.
Hindari Lansia Dari Covid 19. (2020, Desember 20). Retrieved from:
http://www.padk.kemkes.go.id/article/read/2020/04/23/21/hindari-lansia-dari-covid-
19.html.
History of Indonesian National Nurses Association. (2020, 20 Desember). Retrieved from:
https://ppni-inna.org/index.php/public/about/information-history/.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (2020, 20 Desember). Retrieved from:
https://www.neliti.com/id/ikatan-dokter-indonesia/catalogue.
Indonesian Midwives Association (IBI) Brief History. (2020, 20 Desember 20). Retrieved from:
https://www.ibi.or.id/en/article_view/A20150113002/history_ibi.html.
Ini 5 Kelompok Rentan Terpapar Covid-19, Lansia Paling Rentan. (2020, Desember 20). Retrieved
from: https://mediaindonesia.com/humaniora/333674/ini-5-kelompok-rentan-terpapar-
covid-19-lansia-paling-rentan.
Kode Etik Keperawatan Indonesia. (2020, Desember 20). Retrieved from:
https://gustinerz.com/kode-etik-keperawatan-indonesia/.
Peta sebaran COVID-19. (2021, Januari 2). Retrieved from: https://covid19.go.id/peta-sebaran-
covid19.

Internet Youtube
Cerita Para Dokter dan Perawat di Tengah Wabah Corona. (2020, Desember 20). Retrieved from:
https://www.youtube.com/watch?v=E_gt5FecvaQ, “[MENGHARUKAN].
Fakta Dokter Muda Meninggal Dunia yang Rela Tunda Pernikahan Demi Tangani Corona. (2020,
Desember 20). Retrieved from: https://www.youtube.com/ watch?v=LFJ0kngJ2hc&t=79s.
Ini Pesan Terakhir dari Dokter yang Meninggal Karena Corona. (2020, Desember 20). Retrieved
from: https://www.youtube.com/watch?v=3g4P5QGieck.
Penuh Haru! Ungkapan Hati Keluarga Dokter yang Meninggal Karena Covid-19 - ROSI (Bag 1).
(2020, Desember 20). Retrieved from: https://www.youtube.com/watch?v=mk-cKCu6Urw.
Tenaga medis Indonesia lawan corona: Rindu keluarga hingga tahan kencing 10 jam - BBC News
Indonesia. (2020, Desember 20). Retrieved from: https://www.youtube.com/watch?
v=rEHM7JmgcNY.
Viral Dokter Pahlawan Corona Bernama Handoko Gunawan. (2020, Desember 20). Retrieved from:
https://www.youtube.com/watch?v=_YHrx4R6s0Y.

Anda mungkin juga menyukai